Studi Kasus Kegagalan Manajemen Risiko PT Dirgantara Indonesia

September 15, 2017 | Author: Ana Khomcah EunhyukLeeyoungdae Elforever | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

case study...

Description

STUDI KASUS KEGAGALAN MANAJEMEN RISIKO PT DIRGANTARA INDONESIA Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Etika Bisnis”

Disusun Oleh : Manajemen C 2014 Srining Setyowati Khomsah Noor Septiana

7311414061 7311414159

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KOTA SEMARANG 2015 I. Ringkasan Kasus Akibat gaji yang selalu dibayar terlambat dan sebagian besar dibayar dengan cara dicicil, empat serikat pekerja yang ada di PT Dirgantara Indonesia, yaitu Serikat

Pekerja Dirgantara Indonesia (Spedi), Serikat Karyawan Dirgantara Indonesia (SKDI), Serikat Karyawan CN 235 (Sekar CN 235) dan Himpunan Karyawan Dirgantara Indonesia (HKDI) menuntut agar pemerintah segera mengganti manajemen perusahaan. Ketua Serikat Pekerja Dirgantara Indonesia (Spedi), Haribes mengatakan gaji sekitar 4.800 karyawan yang 1.700 di antaranya pegawai kontrak, sejak Oktober tahun 2010 selalu tersendat-sendat. Untuk bulan Februari 2011, pihak perusahaan, melalui surat yang dikeluarkan oleh Direktur Teknologi dan Pengembangan/Direktur Administrasi, kata Haribes, hanya akan membayar penuh gaji karyawan yang gajinya di bawah Rp 2 juta. Sementara untuk gaji karyawan yang di atas Rp 2 juta, dibayar dicicil. Persoalan tersebut berawal dari ketidakmampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan penyelesaian order yang sudah kontrak dengan tepat waktu. Selain itu, pihak manajemen juga tidak mempunyai kemampuan bisnis sehingga tidak banyak order yang didapat oleh perusahaan. [1] II.

Landasan Konseptual 1. Good Corporate Governance ( GCG ) Menurut Bank Dunia (World Bank) GCG merupakan Kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yg dapat mendorong kinerja sumber-sumber daya perusahaan untuk bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yg berkesinambngan bagi para pemeggang saham, maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 2. Prinsip Integritas

Moral (Prinsip-prinsip

Etika Profesi pelaku bisnis

(Sony Keraf, 1998) ) Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik (reputasi) pimpinan, martabat orang-orangnya maupun perusahaan.

III.

Analisis kasus

Keterlambatan dalam membayar gaji adalah sebuah kesalahan dalam mengelola manajemen

risiko perusahaan. Dalam

kasus ini bukan hanya

keterlambatan saja yang menjadi masalah, tetapi sebagian juga terdapat gaji yang dicicil. Untuk ukuran perusahaan BUMN seperti PT Dirgantara Indonesia yang bergerak dalam bidang industri pesawat sangat di sayangkan karena jumlah karyawan dan ukuran perusahaan yang besar namun memiliki manajemen yang buruk. Keterlambatan penyerahan gaji ini terjadi pada tahun 2011, dimana karyawan yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja PT Dirgantara Indonesia yang menuntut untuk diberikan gajinya secara penuh. Dilihat dari penyebabnya yaitu manajemen yang buruk, Dan hal ini dibenarkan oleh salah satu karyawan serta menjadi ketua salah satu serikat

pekerja

juga

menyatakan

bahwa

persoalan

tersebut

berawal

dari

ketidakmampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan penyelesaian order yang sudah kontrak dengan tepat waktu. Peristiwa itu tentu sangat menarik jika dilihat dari berbagai aspek. Aspek sosial, hukum, serta etika dalam berbisnis. Dari aspek sosial, Bagaimana bisa sebuah perusahaan besar yang bermodal besar serta mendapat kucuran dana dari pemerintah dengan embel-embel nama BUMN dinilai tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayarkan gaji karyawannya. Dari aspek hukum, menurut UU no 13 tahun 2003

undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur diantaranya adalah hak-hak

tenaga kerja, menurut UU tersebut dapat dipastika bahwa PT Dirgantara Indonesia melanggar hokum karena pekerja yang dipekerjakan diperusahaannya tidak diberikan haknya dalam jangka waktu berbulan-bulan. Dari sudut pandang etika dalam berbisnis, PT Dirgantara Indoneseia yang tidak melakukan kewajibannya untuk membayarkan gaji kepada karyawannya bertentangan dengan prinsip integritas moral yang menyatakan “sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik

(reputasi) pimpinan, martabat orang-orangnya maupun perusahaan”.

Dilihat dari track record perusahaan ini banyak memiliki catatan buruk selama perjalanya sebagai BUMN. Pada tahun 2001, penjualan PT. Dirgantara Indonesia mengalami penurunan karena pergantian manajemen yang kurang baik, bahkan perusahaan ini mengalami kerugian hingga 1,5 triliun rupiah. Tahun 2004 keadaan justru semakin memburuk. Guna menyelamatkan perusahaan ini, terpaksa dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga 6.651 orang. PT. DI mencapai titik nadir pada tahun 2003, ketika Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

menjatuhkan putusan kepailitan pada PT. Dirgantara Indonesia karena kompensasi dan dana pensiun mantan pegawai perusahaan ini belum juga dibayarkan, meskipun pada akhirnya keputusan ini dibatalkan pada tahun 2007. [2] IV.

Solusi Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan” dimana yang dimaksud BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah badan yang kepemilikan keseluruhan berada ditangan pemerintah, sedangkan PT Dirgantara Indonesia adalah BUMN yang kepemilikannya dalam bentuk saham sehingga siapa saja termasuk serikat pekerja dapat mengajukan kepailitan perusahaan. Dengan diajukannya pailit, maka gaji karyawan dan pesangon dapat di bantu oleh pemerintah. Atau dengan jalan lain tanpa harus pailit, Seharusnya pemerintah melakukan bail-out terhadap PT. Dirgantara Indonesia, sehingga permasalahan mengenai pembayaran gaji karywan dapat diselesaikan terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan langkah strategi perusahaan selanjutnya yakni dengan mengganti jajaran manajemen yang sedang menjabat karena kinerjanya yang buruk sehingga membuat kerugian yang besar perusahaan.

Sumber : [1] http://nasional.tempo.co/read/news/2011/03/02/178317175/gaji-dicicil-karyawan-tuntutmanajemen-dirgantara-diganti [2]http://www.pappiptek.lipi.go.id/index.php/en/download/category/4-makalah-iptekn2013? download=26:karlina

Lampiran

Gaji Dicicil, Karyawan Tuntut Manajemen Dirgantara Diganti Rabu, 02 Maret 2011 | 17:05 WIB TEMPO Interaktif, Bandung - Akibat gaji yang selalu dibayar telat dan sebagian besar dibayar dengan cara dicicil, empat serikat pekerja yang ada di PT Dirgantara Indonesia, yaitu Serikat Pekerja Dirgantara Indonesia (Spedi), Serikat Karyawan Dirgantara Indonesia (SKDI), Serikat Karyawan CN 235 (Sekar CN 235) dan Himpunan Karyawan Dirgantara Indonesia (HKDI) menuntut agar pemerintah segera mengganti manajemen perusahaan. "Kita sudah melakukan pertemuan dengan empat serikat pekerja yang ada di PT DI dan memutuskan akan segera bertindak untuk menuntut pemerintah segera mengganti manajemen PT DI. Karena kalau tidak segera diganti dan persoalan krisis terus merundung PT DI, ribuan karyawan yang akan menjadi korban," kata Ketua Spedi, Haribes, saat ditemui Tempo di Bandung, Rabu (2/3) Haribes mengatakan gaji sekitar 4.800 karyawan yang 1.700 di antaranya pegawai kontrak, sejak Oktober tahun 2010 selalu tersendat-sendat. Untuk bulan Februari 2011, pihak perusahaan, melalui surat yang dikeluarkan oleh Direktur Teknologi dan Pengembangan/Direktur Administrasi, kata Haribes, hanya akan membayar penuh gaji karyawan yang gajinya di bawah Rp 2 juta. Sementara untuk gaji karyawan yang di atas Rp 2 juta, dibayar dicicil. "Untuk karyawan yang gajinya dibayar dicicil, tidak ada kepastian sisanya akan dibayar kapan," kata Haribes. Menurut Haribes, persoalan tersebut berawal dari ketidakmampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan penyelesaian order yang sudah kontrak dengan tepat waktu. Selain itu, pihak manajemen juga tidak mempunyai kemampuan bisnis sehingga tidak banyak order yang didapat oleh perusahaan yang dulunya bernama PT Nurtanio ini. "Seperti empat pesawat CN -235 yang dipesan Korea Selatan, hingga saat ini belum selesai. Padahal pihak Korea sudah bayar sebanyak 50 persen dan seharusnya dua pesawat sudah delivery sejak Desember tahun lalu. Perusahaan akan rugi karena terkena penalti," katanya. Haribes juga tidak terlalu berharap dengan rencana pemerintah yang akan melakukan restrukturisasi bisnis melalui PT Perusahaan Pengelola Aset kepada PT DI. Hal tersebut, kata Haribes, karena kondisi manajemen yang tidak professional dan lebih banyak pengeluaran dibandingkan pemasukan untuk perusahaan. "Bayangkan, pada tahun 2004, setelah restrukturisasi karyawan, setiap bulan PT DI hanya mengeluarkan Rp 11 miliar untuk gaji karyawan sebanyak sekitar 4.000. Sekarang jumlahnya Rp 23 miliar, sama seperti saat karyawan di PT DI masih berjumlah 9.000 orang, karena gaji

direksi saat ini malah dinaikkan mencapai Rp 20 juta. Padahal kondisi perusahaan sedang krisis," katanya. Namun, saat Tempo mencoba menghubungi Direktur PT DI, Budi Santoso, dia tidak mau memberikan tanggapan mengenai hal tersebut. "Tolong dihubungi Dirkeu," kata Budi melalui pesan pendeknya kepada Tempo.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF