Studi Kasus Integumen - Kusta, Morbus Hanse
October 6, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Studi Kasus Integumen - Kusta, Morbus Hanse...
Description
KASUS Ny. Y datang berobat ke Rumah Sakit dengan keluhan bercak-bercak putih dikulitnya dan merasa jari-jarinya kaku dan susah digerakkan. Pasien juga mengeluh mati rasa pada tangan dan kaki. Pada saat pemeriksaan ditemukan bercak-bercak putih dikulit dan terdapat lesi. Pada saat dilakukan tes uji keringat ditermukan perubahan warna antar kulit normal dan kulit yang terdapat pada lesi. Pada saat dilakukan uji kulit dengan kapas atau bulu, klien tidak dapat merasakan rangsangan. Diagnosa medis yang tepat untuk kasus diatas adalah? 1. Tuliskan konsep tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri secara sederhana dan operasional ! 2. Buatlah pengelompokkan data (termasuk objektif dan subjektif tambahan) pada kasus tersebut ! 3. Buatlah analisa data pada kasus tersebut ! 4. Buatlah diagnosa pada kasus tersebut ! 5. Buatlah intervensi dan Rasional pada kasus tersebut !
JAWABAN 1. Berdasarkan kasus tersebut diketahui bahwa Ny. Y menderita penyakit Morbus Hansen (kusta/Lepra), merupakan suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang menyerang susunan saraf tepi pertama kalinya dan selanjutnya menyerang kulit, mukosa(mulut), saluran nafas bagian atas sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
KLASIFIKASI Klasifikasi Morbus Hansen menurut Ridley-Jopling : Tipe Tuberkuloid-Tuberkuloid (TT) Lesinya mengenaikuliut maupun saraf bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula, berbatas jelas dan permukaan lesinya
bersisik. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasnya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Merupakan bentuk yang stabil dan tidak mungkin berubah. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) Menyerupai tipe TT yaitu berupa makula atau plak yang sering disertai lesi dipinggirnya, berjumlah satui atau beberapa tetapi gambaran hypopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada TT . Gangguan saraf tidak seberat pada tipe TT. Tipe Borderline-Borderline (BB) Merupakan tipe yang paling tidak stabil disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai. Lesinya berbentuk makula infiltrat, dengan permukaan lesinya mengkilat, batasnya kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk maupun distribusinya. Terdapat lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval pada bagian tengah dengan batas jelas (ciri khas tipe BB) Tipe Borderline Lepromatous (BL) Pada awalnya makulanya hanya berjumlah sedikit tetap[i dengan cepat menyebar keseluruh tubuh, bentuknya lebih bervariasi. Beberapa nodus tampak melekuk bagian tengahnya, bagian tengah lesinya sering tampak normal dengan pinggir didalam filtral lebih jelas dibanding luarnya. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringan dan gugurnya rambut lebih cepat. Tipe Lepromatous-Lepromatopus(LL) Lepromatous-Lepromatopus(LL) Jumlah lesinya sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritema, mengkilat, berbatas tidak tegas dengan distribusinya khas yakni di wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, lengan, punggung tangan dan permukaan ekstensor tungkai bawah .
Pada stadium lanjut tampak penebaslan kulit yang progresif, cuping telinga yang menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk Facies Leonina yang dapat disertai iritis dan keratitis, dapat juga terjadi pembesaran kelenjar limfe, kerusakan saraf dermis yang menyebabkan gejal stocking and glove anasthesia.
Pedoman utama dalam menentukan klasifikasi/ tipe penyakit Morbus Hansen(kusta) menurut WHO(1982) Tanda utama
Pausibasiler
Multibasiler
(PB)
(MB)
Bercak kusta
Jumlah 1 -5
Jumlah >5
Penebalan saraf tepi yang
Hanya satu saraf
Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan fungsi
(gangguan
fungsi
bisa berupa kurang/ mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan) Pemeriksaan bakteriologi
Tidak dijumpai basil Dijumpai tahan asam (BTA
hasil
tahan
asam (BTA positif)
negatif)
ETIOLOGI Penyebabnya Morbus Hansen adalah Mycobakterium Leprae yang merupakan bakteri tahan asam. Masa membelah diri M. Leprae memerlukan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40tahun. Morbus Hansen dapat menyerang semua umur tetapi frekuensi tertingginya terjadi pada usia 30-50 tahun.
Cara penularannya belum diketahui secra pasti tapi menurut sebagian
besar ahli menyetakan penularannya melalui saluran pernafasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat.
MANIFESTASI KLINIS Tanda-tanda khas yang terdapat pada penyakit Morbus Hansen ini adalah : Bercak-bercak keputihan pada kulit (hypopigmentasi) atau kemerahan yang disertai mati rasa Adanya penebalan saraf saraf tepi disertai disertai gangguan fungsinya berupa : gangguan gangguan fungsi sensoris yaitu mati rasa Gangguan fungsi motoris yaitu kelemahan otot tangan, kaki dan mata(parese) mata(parese) Gangguan fungsi otonom : kulit kering Ditemukannya M. Leprae pada pemeriksaan bakteriologis(positif)
Apabila salah satu dari 3 tanda diatas ada, tanda tersebut sudah cukup untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta.
KOMPLIKASI Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
TEST DIAGNOSTIK Pemeriksaan Bakterioskopis
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan
mukosa
hidung
NEELSON. Pertama
yang
diwarnai
dengan
pewarnaan
BTA
ZIEHL
tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan
–
paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya minimal 4 – 6 tempat yaitu kedua kedua cuping cuping telinga telinga bagian bawah dan 2-4lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif.
Pemilihan cuping telinga tanpa mengiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping telinga didapati banyak M.leprae. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP). 1 + Bila 1 – 10 10 BTA dalam 100 LP 2+Bila 1 – 10 10 BTA dalam 10 LP 3+Bila 1 – 10 10 BTA rata – rata rata dalam 1 LP 4+Bila 11 – 100 100 BTA rata – rata rata dalam 1 LP 5+Bila 101 – 1000BTA 1000BTA rata – rata rata dalam 1 LP 6+Bila> 1000 BTA rata – rata rata dalam 1 LP
Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling banyak dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis penyakit kusta, tes serologi juga dipergunakan dipergunakan untuk diagnosis diagnosis infeksi M. leprae sebelum timbul timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini diperlukan untuk menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. leprae di dalam darah. Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum timbul manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan penyakit sedini mungkin. Selain itu pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis kusta pada keadaan yang meragukan karena tanda-tanda klinis dan bakteriologis tidak jelas. Karena yang diperiksa adalah antibodi spesifik terhadap basil kusta maka bila ditemukan antibodi dalam titer yang cukup tinggi pada seseorang maka patutlah dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh M.leprae. Pada kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya penyakit kusta namun di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik terhadap basil kusta dalam kadar yang cukup tinggi.
PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN Pengobatan Pengobatan berdasarkan regimen MDT ( Multi Drug Therapy ) adalah sebagai berikut : : 1. Pausibasiler Pausibasiler
Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi) supervisi)
DSS 100 mg/hari mg/hari
Pengobatan diberikan secara teratur selama 6 bulam dan diselesaikan dalam waktu maksimal 19 bulan. Setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment ) 2. Multibasiler Multibasiler
Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi. supervisi.
Lamprene 300 mg/hari, dosis supervisi. supervisi.
Dapat pula ditambahkan ditambahkan
Lamprene 50 mg/hari mg/hari
DDS 100 mg/hari mg/hari
Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan deselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA (+).
Rehabilitasi Medik Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang baik dan benar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas kaki, protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi. Penting
pula
diperhatikan
rehabilitasi
selanjutnya,
yaitu
rehabilitasi
sosial (rehabilitasi nonmedis), agar mantan pasien kusta dapat siap kembali ke masyarakat, kembali berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban
pemerintah. Kegiatan terpadu pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan. 4,7
Perawatan terhadap reaksi lepra mempunyai 4 tujuan, yaitu : a. Mencegah
kerusakan
saraf,
sehingga
terhindar
pula
dari
gangguansensorik, paralisis, dan kontraktur. b. Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan. c. Kontrol nyeri. d. Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan keadaan penyakit.
PERAWATAN UMUM Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.
a) Perawatan mata dengan lagophthalmos Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b) Perawatan tangan yang mati rasa Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam Keadaan basah diolesi minyak Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c) Perawatan kaki yang mati rasa Penderita memeriksa kaki tiap hari Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam Masih basah diolesi minyak Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus Jari-jari bengkok diurut lurus Kaki mati rasa dilindungi
d) Perawatan luka Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam Luka dibalut agar bersih Bagian luka diistirahatkan dari tekanan Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas Tanda penderita melaksanakan perawatan diri: Kulit halus dan berminyak Tidak ada kulit tebal dan keras Luka dibungkus dan bersih Jari-jari bengkak menjadi kaku
2. Data Objektif dan data subjektif Data Subjektif
Data objektif
Klien mengeluh ada bercak-
Ditemukan
bercak putih dikulitnya
bercak putih dan lesi.
Klien
mengatakan
adanya
bercak-
jari-jari
Ditemukan perubahan warna
tangan dan kakinya kaku dan
antara kulit normal dan kulit
susah digerakkan
yang terdapat lesi
Klien juga mengeluh mati rasa
Keringat)
pada tangan dan kaki
Klien
Tambahan
rangsangan saat dilakukan uji
tidak
(Tes uji
merasakan
Klien
mengatakan
kulitnya
terasa kering dan kulitnya juga
(Tes Rasa raba Negatif)
Tambahan
menebal Klien
kulit dengan kapas atau bulu
mengatakan
tidak
Jari-jari tangan dan kaki
berkeringat
tampak kaku (kontraktur)
Klien mengatakan merasa malu
Tampak hipopigmentasi
dan tidak percaya diri dengan
Rambut
kondisinya
daerah lesi
Klien
mengatakan
kesulitan
dalam memenuhi ADL nya
rontok
pada
otot
klien
Kekuatan menurun
Dalam memenuhi ADL nya klien
dibantu
oleh
keluarganya
3. Analisa Data Data
Etiologi
Data Subyektif :
putih
Masuknya kuman M. Leprae kedalam tubuh melalui kulit yg tidak utuh atau melalui saluran nafas
mengatakan
Berikatan dgn sel Schwan pada sraf tepi
Klien mengeluh ada bercak-bercak dikulitnya. Klien
kulitnya terasa kering dan
kulitnya
juga
menebal Klien
mengatakan
tidak berkeringat
Kuman berkembang biak, pecah dan menginfeksi sel schwan yg lain dan kulit Terjadi gangguan fungsi sensoris Timbul luka pada tangan dan kaki
Masalah Gangguan Integritas Kulit
Gangguan integritas kulit
Data Obyektif : Ditemukan
adanya
bercak-bercak
putih
dan
pada
lesi
pemeriksaan kulit Ditemukan perubahan warna
antara
kulit
normal dan kulit yang terdapat lesi
(Tes uji
Keringat) Tampak hipopigmentasi Rambut rontok pada daerah lesi
Data Subyektif : Klien mengatakan jari jari tangan dan kakinya kaku
dan
susah
digerakkan Klien juga mengeluh mati rasa pada tangan dan kaki. Klien
mengatakan
kesulitan
dalam
memenuhi ADL nya.
Masuknya kuman M. Leprae kedalam tubuh melalui kulit yg tidak utuh atau melalui saluran nafas Berikatan dgn sel Schwan pada sraf tepi Kuman berkembang biak, pecah dan menginfeksi sel schwan yg lain dan kulit Terjadi gangguan fungsi Motorik Kelemahan otot kaki dan tangan, jari tangan dan kaki menjadi kaku
Data Obyektif : Susah dalam beraktifitas Jari-jari
tangan
dan
Intoleransi Aktivitas
kaki
tampak
kaku
Intoleransi aktifitas
(kontraktur). Kekuatan
otot
klien
menurun Dalam memenuhi ADL nya klien dibantu oleh keluarganya
Data Subyektif : Klien
mengatakan
merasa
malu
dan
percaya
diri
tidak
dengan kondisinya
Data Obyektif : Ditemukan
adanya
bercak-bercak
putih
dan lesi. Tampak hipopigmentasi Rambut rontok pada daerah lesi
Masuknya kuman M. Leprae kedalam tubuh melalui kulit yg tidak utuh atau melalui saluran nafas
Gangguan Citra Tubuh
Berikatan dgn sel Schwan pada sraf tepi Kuman berkembang biak, pecah dan menginfeksi sel schwan yg lain dan kulit Terjadi gangguan fungsi sensoris Timbul luka pada tangan dan kaki Terjadi perubahan citra tubuh Timbul rasa malu Gangguan citra tubuh
4. Diagnosa 1. Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi pada kulit Tujuan : Setelah memberikan asuhan keperawatn selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit klien terjaga Intervensi :
1) Kaji dan catat warna lesi, kedalaman dan jaringan nekrotik serta kondisi sekitar lesi R/Dengan melakukan pengkajian kondisi sekitar lesi maka sirkulasi daerah lesi dapat diketahui 2) Lakukan perawatan luka setiap hari secara tepat R/Dengan membersihkan, membuang jaringan yang mati dapat mengurangi penebalan pada kulit 3) Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan R/ Tekanan pad lesi bisa menghambat proses penyembuhan 4) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka dan cara pencegahan penularan R/ dengan mengajarakan, meningkatkan meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga serta mencegah penularan pada keluarga lain. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi gizi untuk pemberian pemberian nutrisi TKTP R/ diet TKTP dapat membantu dalam proses pembentukan jaringan dan sel baru baru
2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi Intervensi : 1) Kaji tingkat kemampuan klien R/ Denagan mengkaji
kita dapat mengetahui sejauh mana
kemampuan fisik klien 2) Pertahankan posisi tubuh yang nyaman R/meningkatkan 3) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan gerakan pasif kemudian aktif R/ Dengan melakukan latihan rentang gerak maka dapat melatih otot dan sendi yang kaku
4) Jadwalkan
pengobatan
dan
aktifitas
perawatan
uintuk
memberikan periode istirahat R/Dengan
adanya
periode
istirahat
dapat
meningkatkan
kekuatan otot klien dan toleransi pasien terhadap aktivitas. 5) Libatkan keluarga atau orang terdekat dalam latihan R/ Adanya keluarga atau orang terdekat untuk aktif dalam latihan, membuat latihan lebih konstan, teratur dan efisien.
3. Gangguan citra tubuh b/d tampaknya lesi pada kulit Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat berinteraksi dengan baik di lingkungannya 1) Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri) R/Kesan
seseorang
terhadap
dirinya
sendiri
akan
mempengaruhi konsep dirinya. 2) Bina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien R/ Dengan membina rasa saling percaya, memudahkan dalam pengkajian dan pelaksanaan implementasi keperawatan 3) Beri
dorongan
kepada
klien
dan
keluarganya
untuk
mengungkapkan perasaannya R/ Pasien membutuhkan orang yang dapat mendengarkan dan memahami masalahnya 4) Berikan motivasi dan harapan kepada klien R/
Dengan
memberikan
motivasi
dapat
menumbuhkan
semangat dan harapan bagi pasien serta membuat pasien menerima keadaan dirinya. 5) Jaga privasi dan lingkungan individu R/ Lingkungan yang privasi dan bersih membuat pasien merasa nyaman ketika berhubungan sosoal dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson.2005. “Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit “ .Jakarta : EGC.
Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen” Cet. 1. Jakarta : EGC.
Harahap, Marwan. 2000. “Ilmu Penyakit Kulit” . Jakarta : Hipokrates
Smeltzer, Suzanne. 2010. “Brunner & Suddarth’s Textbook od Medical Surgical Nursing” . Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins
View more...
Comments