struma
September 4, 2017 | Author: yudhistirakus | Category: N/A
Short Description
laporan kasus...
Description
LAPORAN KASUS
STRUMA MULTINODUSA NON-TOXICA
Oleh: Siti Rochmanah Oktaviani Sulikah, S.Ked NIM 072011101049
SMF BEDAH RSD dr. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012
LAPORAN KASUS
STRUMA MULTINODUSA NON-TOXICA
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik SMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember
Oleh: Siti Rochmanah Oktaviani Sulikah, S.Ked NIM 072011101049
SMF BEDAH RSD dr. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 i
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2.1 Definisi ................................................................................................... 2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 2.3 Embriologi............................................................................................... 2.4 Anatomi .................................................................................................. 2.5 Histologi ................................................................................................ 2.6 Fisiologi .................................................................................................. 2.7 Etiologi ................................................................................................... 2.8 Klasifikasi ............................................................................................... 2.9 Patofisiologi ........................................................................................... 2.10 Gambaran Klinis .................................................................................. 2.11 Diagnosis .............................................................................................. 2.12 Diagnosis Banding ............................................................................... 2.13 Penatalaksanaan ................................................................................... LAPORAN KASUS ..........................................................................................
ii
i ii 1 2 2 2 2 3 6 6 10 11 16 16 17 24 24 29
PENDAHULUAN Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodusa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologi umumnya multifaktoral. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodusa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperlasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Setelah bertahun-tahun, sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosanon toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. 2.2 Epidemiologi Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya 17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %). 2.3 Embriologi Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis tengan dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, ductus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Ductus ini berubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan glandula tyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada
3
lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea.
Gambar . Ductus thyroglossus 2.4 Anatomi Kelenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin. Kelenjar tiroid terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar tiroid ke arah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan iodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram.
4
Gambar 1. Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ yang kaya akan vaskularisasi, berasal dari a. Tiroidea superior kanan dan kiri merupakan cabang dari a. Carotis eksterna, dan a. Tiroidea inferior kanan dan kiri dari a. Subklavia, dan a. Tiroidea ima yang berasal dari a. Brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Sistem vena berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada diatas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Persarafan kelenjar tiroid berasal dari ganglion cervivalis superior, media dan inferior. Saraf-saraf ini mencapai glandula tiroid melalui n. Cardiacus, n. Laryngeus superior dan n. Laryngeus inferior. Terdapat dua saraf yang mempersarafi laring dengan pita suara yaitu n. Rekurens dan cabang dari n. Laryngeus superior.
5
Gambar 2. Anatomi kelenjar tiroid tampak depan dan potongan melintang
2.5 Histologi
6
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikelfolikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh jaringan ikat. Folikelfolikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells). Sel follicular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolism tubuh. Sel parafolikular membuat kalsitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium.
Gambar 3. Histologi normal kelenjar tiroid
2.6 Fisiologi Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triiodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumi (thyroxine binding prealbumine, TPBA). Hormon stimulator
7
tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebaga negatif feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Prosesnya sebagai berikut: -
Penangkapan iodide Penangkapan iodide oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi, yang didapatkan dari metabolisme aktif dalam kelenjar. Iodide yang tersedia sebagai bahan baku berasal dari makanan, air, iodide yang dilepaskan pada de-iodinasi hormon tiroid. Tiroid mengambil dan mengkonsentrasikannya hingga 30-40 kali kadarnya dalam plasma.
-
Oksidasi iodide menjadi iodium Proses ini dikatalisir oleh enzim iodide peroksidase.
-
Organifikasi iodium menjadi mono-iodotirosin dan di-iodotirosin. Pada proses ini iodium digabungkan dengan molekul tirosin sehingga menjadi MIT dan DIT. Proses ini terjadi pada interfase sel koloid.
-
Proses penggabungan prekursor yang teriodinasi, dan
-
Penyimpanan
8
Gambar 4. Sintesis dan sekresi hormone-hormon tiroid
Hormon tiroid diperlukan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hipertiroidisme atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai proses.
9
Efek metabolik, sebagai berikut : Termoregulasi dan kalorigenik Metabolisme protein, dalam dosis fisiologik kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik. Metabolisme karbohidrat, bersifat diabetogenik karena resopsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi insulin meningkat. Metabolisme lemak, pada hiperfungsi tiroid maka kolesterol rendah, dan sebaliknya pada hipotiroidisme. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati dan tonus traktus intestinal meningkat. Efek fisiologik, sebagai berikut : Pertumbuhan fetus, tidak cukupnya hormon tiroid menyebabkan lahirnya bayi kreatin. Efek konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas, dirangsang oleh T3 melalui Na+K+ATPase disemua jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Efek kardiovaskular, secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia. Efek simpatik, sensitifitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan sebaliknya pada hipotiroidisme. Efek
Hematopoetik,
kebutuhan
akan
oksigen
meningkat
pada
hipertiroidisme menyebabkan eritropoisis dan produksi eritropoitin meningkat Efek gastrointestinal, metabolisme usus meningkat pada hipertiroidisme dan terjadi sebaliknya pada hipotiroidisme.
10
2.7 Etiologi Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan. Oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH dan pertumbuhan yang progresif dari begian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid, antara lain: 1. Defisiensi iodium Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hipotiroidisme dan kreatinisme. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah dengan kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. 2. Goitrogen: a. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. b. Makanan, sayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, Brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar. c. Obat-obatan:
propylthiouracil,
litium,
phenylbutazone,
amino-
glutethimide, expectorants yang mengandung iodium 3. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosintesis hormon kelejar tiroid 4. Riwayat radiasi kepala dan leher. Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. Pada beberapa penderita struma nodosa, di dalam kelenjar tiroid timbul kelainan pada sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroid. Di antara kelainan-kelainan yang dapat dijumpai adalah: 1. Defisiensi mekanisme pengikatan iodida, sehingga iodium dipompakan ke dalam sel jumlahnya tidak adekuat.
11
2. Defisiensi sistem peroksidase, di mana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium. 3. Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk. 4. Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga menyebabkan defisiensi iodium. 2.8 Klasifikasi Dari aspek fisiologis, yang tugasnya memproduksi hormone tiroksin, maka bisa dibagi menjadi: 1. Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Gambar 5. Hipertiroidisme
12
2. Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. 3. Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
Gambar 6. Hipotiroidisme
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 1. Struma Toksik
13
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab
tersering
adalah
penyakit
Grave
(gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2. Struma Non Toksik Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan iodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung iodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
14
multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi iodium urin. Dalam keadaan seimbang maka iodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %. Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut: 1. Nontoxic diffuse goiter 2. Endemic 3. Iodine deficiency 4. Iodine excess 5. Dietary goitrogenic 6. Sporadic 7. Congenital defect in thyroid hormone biosynthesis 8. Chemical agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid 9. Compensatory following thyroidectomy 10. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above 11. Uninodular or multinodular 12. Functional, nonfunctional, or both 1. 2. 3. 4. a. b.
Pada struma endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi: Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal Derajat III: terlihat pada jarak jauh Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi: Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba, tidak lebih besar dari ukuran normal Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila
kepala ditegakkan Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul: a. Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) b. Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa
15
2. Berdasarkan kemampuan menangap iodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: a. Nodul dingin b. Nodul hangat c. Nodul panas 3. Berdasar konsistensinya a. Nodul lunak b. Nodul kistik c. Nodul keras d. Nodul sangat keras 2.9 Patofisiologi Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tirokin (T4) dan molekul ioditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang triiodotironin (T3) merupakan hormone metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. 2.10 Gambaran Klinis Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Benjolan di leher, peningkatan metabolisme, peningkatan simpatis seperti: palpitasi, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, tremor dan kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal: 1. Jumlah nodul: satu (soliter) atau lebih dari satu (multiple)
16
2. 3. 4. 5.
Konsistensi: lunak, kistik, keras atau sangat keras Nyeri pada penekanan: ada/tidak ada Perlekatan dengan sekitarnya: ada/tidak ada Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada/tidak ada
2.11
Diagnosis Diagnosis struma nodosa nontoksika ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya struma nodosa nontoksika tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral.
Struma
nodosa
unilateral
dapat
menyebabkan
pendesakan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak menimbulkan gangguan pernapasan. Penyempitan yang berarti dapat menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laringdan epiglottis sehingga terasa berat karena terfiksasipada trakea. Pemeriksaan pada pasien denganstruma dilakukan dari belakang kepala penderita dengan sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoideus relaksasi. Dengan demikian tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedangkan keempat jari lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma besar dan masuk retrosternal tidak dapat diraba trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai massa lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan kea rah lateral dan susah digerakkan kea rah vertical. Struma menjadi terfiksir apabila
17
sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis post operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus, misalnya lobus kiri, maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di medial di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut. Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan: 1. Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, isthmus 2. Ukuran : dalam sentimeter, diameter panjang 3. Jumlah nodul : uninodosa atau multinodosa 4. Konsistensi : kistik, lunak, kenyal, keras 5. Nyeri : ada nyeri atau tidak saat dilakukan palpasi 6. Mobilitas : ada atau tidak ada perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoideus 7. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh margo maxillaris, di caudal oleh kedua os clavicula dan tepi cranial sternum, di lateral oleh tepi anterior m. trapezius dextra et sinistra. Kedua m. sternokleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke caudal terdapat os hyoid serta kartilago tiroid, krikoid dan trakea. Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaringdigunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih caudal makin susah diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik-turun. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki beberapa karakteristik:
18
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasikistik dan kemudian menjadi lunak. 2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hyperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama. 3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jikaditemukan ptosis, miosis dan enolftalmuas (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar. 4. Dua puluh persen nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multiple jarang yang ganas, tetapi nodul multiple dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid. 5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif. 6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak. 7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah
tepi
belakang
muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul ( Berry’s sign). Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 1. Sangat mencurigakan a. Riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare b. Cepat membesar terutama dengan terpai levotirosin c. Nodul padat atau keras d. Sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar e. Paralisis pita suara f. Metastase jauh 2. Kecurigaan sedang a. Umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun b. Pria c. Riwayat iradiasi pada leher dan kepala d. Nodul > 4 cm atau sebagian kistik e. Keluhan penekanan termasuk disfagia, serak, dispnea dan batuk 3. Nodul jinak a. Riwayat kwluarga nodul jinak b. Struma difusa atau multinodosa c. Besarnya tetap
19
d. e. f. g.
FNAB: jinak Kista simpleks Nodul hangat atau panas Mengecil dengan terapi levotiroksin Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
hipotiroid, eutiroid atau hipertiroid.
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagai atas: 1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan hormone tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzymelinked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid. Kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL. T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,651,7 ng/dL. TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer
20
dimana basal TSH meningkat 6 mU/L. kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. 2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. a. Antibodi tiroglobulin b. Antibodi mikrosomal c. Antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) d. Antibodi permukaan sel (cell surface antibody) e. Thyroid stimulating hormone antibody (TSA) Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trachea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah terlihat. Foto cervical posisi AP/lat diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi diagnostic tersebut sampai memerlukan CT scan cervical. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 1. Menentukan jumlah nodul 2. Membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik 3. Mengukur volume nodul tiroid 4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid 5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan 6. Mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah 7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop
dengan
memanfaatkan metabolism iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya system transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untik pengobatan hipertiroidisme.
21
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalandengan keadaan klinik dan kadar hormone tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji tangkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemeriksaan histopatologi dengan biopsy jarum halus (FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat bahwa agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja. Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid: 1. Jinak (negatip) - Tiroid normal - Nodul koloid - Kista - Tiroiditis sub akut - Tiroiditis Hashimoto 2. Curiga (indeterminate) - Neoplasma sel folikuler - Neoplasma Hurthle - Temuan kecurigaan keganasan tidak pasti 3. Ganas (positif) - Karsinoma tiroid papiler - Karsinoma tiroid meduler - Karsinoma tiroid anaplastik Pemeriksaan potong beku (VC= Vries Coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC selanjutnya dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan paraffin block. 2.12 Diagnosis Banding Struma neoplastik Tiroiditis subakut 2.13 Penatalaksanaan Pilihan terapi nodul tiroid: 1. Terapi supresi dengan hormone levotirosin 2. Pembedahan 3. Iodium radioaktif 4. Suntikan etanol 5. US Guided Laser Therapy 6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas
22
Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan iodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. Indikasi operasi pada struma adalah: a. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa b. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan c. Struma dengan gangguan tekanan d. Kosmetik Kontraindikasi operasi pada struma: a. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya b. Struma dengan dekompresi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol c. Struma besar yang melekat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea maupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik. d. Struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase yang luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
23
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal. Jenis prosedur pembedahan: a. Lobektomi subtotal b. Lobektomi total c. Tiroidektomi subtotal d. Tiroidektomi near total e. Tiroidektomi total
Gambar . Jenis prosedur pembedahan Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operable atau inoperable. Bila kasus yang dihadapi inoperable maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok paraffin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul timbul suspek maligna yang operable, dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat: 1. Lesi jinak Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 2. Karsinoma papilare Dibedakan atas resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. a. Bila resiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
24
b. Bila resiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total 3. Karsinoma folikulare Dilakukan tindakan tiroidektomi total 4. Karsinoma medulare Dilakukan tindakan tiroidektomi total 5. Karsinoma anaplastik a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan
debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau kemoradioterapi Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB. Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu: 1. Hasil FNAB suspek maligna, folliculare pattern dan Hurthle cell Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti di atas. 2. Hasil FNAB benigna Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi. Bila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebai knya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti di atas. Iodium Radioaktif Iodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian iodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50%. Iodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Iodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh
25
karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
LAPORAN KASUS IDENTITAS Nama
: Ny. Saniti
Umur
: 46 tahun
Pekerjaan
: ibu RT
Alamat
: Sumbersalak-Ledokombo
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status
: menikah
No. RM
: 38.43.46
Tanggal MRS
: 23-6-2012
Tanggal Pemeriksaan : 25-6-2012 ANAMNESIS Keluan Utama Benjolan pada leher Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher sejak 32 tahun yang lalu. Benjolan awalnya dirasakan hanya sebesar jempol di sebelah kiri garis tengah leher. Dalam 2 bulan ini benjolan dikeluhkan semakin besar dan muncul lagi di kanan garis tengah leher sebesar jempol. Benjolan tidak nyeri, tidak ada nyeri telan namun hanya terasa sedikit berat saat menelan, pasien tidak sesak, dan tidak ada perubahan suara. Pasien tidak pernah mengalami penurunan BB, diare berkepanjangan, berkeringat berlebihan, gemetar, sering berdebar. Dalam kesehariannya pasien menggunakan garam kasar untuk memasak, pasien tidak terlalu sering mengkonsumsi kubis. Karena benjolan dirasakan membesar pasien periksa ke RSD dr. Soebandi Jember.
27
Riwayat Penyakit Dahulu Disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga dan tetangga sekitar pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien Riwayat Pengobatan Disangkal Riwayat radiasi leher disangkal PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis KU
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TTV
TD : 120/70 mmHg
RR
N
Suhu :36,5
: 80x/m
:18x/m
Kepala Leher
: A/I/C/D
:-/-/-/- eksoftalmus -
Thorak
: Pulmo
: Ves +/+
Cor Abdomen
Rh -/-
Wh -/-
: S1-S2 tunggal, e/g/m :-/-/-
: Flat, BU (+) N, timpani, soepel
Ekstrimitas : Akral Hangat pada ke empat ekstrimitas, tidak ada oedema Status Lokalis: .
Massa: Ø 6 cm Konsistensi padat kenyal Nyeri (-) Mobile Ikut bergerak saat menelan Pembesaran KGB leher (-) Suara serak (-)
28
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab lengkap
TF
FNAB
DIAGNOSA Struma Multinodosa Non-toxica DIAGNOSA BANDING
Struma neoplastik
Tiroiditis
PLANNING Pro subtotal tiroidektomi Pre Operasi :
Puasa 8 jam
Inform Consent
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (20 Juni 2012) HB
: 13 gr/dl
Leukosit
: 7,6 x 109 / L
Hematokrit
: 38,2 %
Trombosit
: 268 x 109 / L
PTT
pasien
: 11,7 dtk
kontrol
: 11,2 dtk
APTT pasien kontrol
: 26,3 dtk : 27,6 dtk
Faal Hati SGOT
: 16 U/L
SGPT
: 12 U/L
29
Faal Ginjal Serum kreatinin : 1,1 mg/dl Urea
: 56 mg/dl
BUN
: 26 mg/dl
Asam urat
: 3,9 mg/dl
Kadar Gula Darah Sewaktu
: 111 mg/dl
Hasil Thorax Foto (8 Mei 2012)
30
Hasil FNAB (2 Mei 2012)
Foto Pasien
31
Laporan Operasi ( 25 Juni 2012)
32
Jaringan yang Diambil
Follow Up 26 Juni 2012 Subjective KU
: nyeri luka post op
Objective KU
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR
N
Suhu :36,5 0C
: 76 x/mnt
Kepala Leher
: A/I/C/D
:-/-/-/-
Thorak
: Pulmo
: Ves +/+
Cor Abdomen
:18 x/mnt
Rh -/-
Wh -/-
: S1-S2 tunggal, e/g/m :-/-/-
: Flat, BU (+) N, timpani, soepel
Ekstrimitas : Akral Hangat pada ke empat ekstrimitas, tidak ada oedema, parastese (-)
33
Status Lokalis: Verban (+) Nyeri (+) Darah (-) Pus (-) Drain (+) darah-serous 40 cc Suara parau (-) Costeg sign (-) Troseau sign (-)
Asassment Struma multinodusa non-toxica post subtotal tiroidektomi H1 Planning Inf RL:D5
2:2
Inj cefotaxime
3 x 1 gr
antrain
3 x 1 amp
Diet BKC 27 Juni 2012 Subjective KU
: nyeri luka post op berkurang
Objective KU
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TTV
TD : 120/70 mmHg
RR
N
Suhu :36,3 0C
: 80 x/mnt
:18 x/mnt
Kepala Leher
: A/I/C/D
:-/-/-/- suara parau (-)
Thorak
: Pulmo
: Ves +/+
Cor Abdomen
Rh -/-
Wh -/-
: S1-S2 tunggal, e/g/m :-/-/-
: Flat, BU (+) N, timpani, soepel
Ekstrimitas : Akral hangat pada ke empat ekstrimitas, tidak ada oedema, parastese (-)
34
Status Lokalis: Verban (+) Nyeri (+) Darah (-) Pus (-) Drain (+) serous 18 cc Suara parau (-) Costeg sign (-) Troseau sign (-)
Asassment Struma multinodusa non-toxica post subtotal tiroidektomi H2 Planning P/O cefixime
2 x 1 tab
antrain
3 x 1 tab
Diet BKC 28 Juni 2012 Subjective KU
: -
Objective KU
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TTV
TD : 120/80 mmHg
RR
N
Suhu :36,5 0C
: 82 x/mnt
:18 x/mnt
Kepala Leher
: A/I/C/D
:-/-/-/- suara parau (-)
Thorak
: Pulmo
: Ves +/+
Cor Abdomen
Rh -/-
Wh -/-
: S1-S2 tunggal, e/g/m :-/-/-
: Flat, BU (+) N, timpani, soepel
Ekstrimitas : Akral hangat pada ke empat ekstrimitas, tidak ada oedema, parastese (-)
35
Status Lokalis: Verban (+) Nyeri (+) Darah (-) Pus (-) Drain (+) serous 12 cc Suara parau (-) Costeg sign (-) Troseau sign (-)
Asassment Struma multinodusa non-toxica post subtotal tiroidektomi H2 Planning P/O cefixime antrain Diet bebas Aff drain
2 x 1 tab 3 x 1 tab
View more...
Comments