Struma Dita

February 20, 2019 | Author: Reza Fachrial Syaiful | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

nnnn...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN

Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul. Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma nodosa non toxic, toxic, maupun struma nodosa toxic (American Thyroid  Association,  Association, 2013). Struma nodosa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik  berbentuk nodul atau difusa tanpa ada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan disebabkan oleh autoimun atau proses inflamasi. P ada tahun 2007 sekitar 33.550 orang di Amerika Serikat menderita gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir dengan kematian (Newton, Hickey, &Marrs, 2009). Prevalensi struma nodosa yang didapat melalui palpasi sekitar 4,7- 51 per 1000 orang dewasa dan 2,2 –  2,2  –  14  14 per 1000 pada anakanak ( Incidence and Prevalence Data , 2012). Hasil survey Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma nodosa di Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di daerah pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Yodium diperlukan dalam  pembentukan hormon tiroid. Pembesaran kelenjar kelenja r tiroid dapat terlihat pada penderita hipotiroidisme maupun hipertiroidisme (Black and Hawks, 2009). Penyebab utama pembesaran kelenjar tiroid adalah defisiensi yodium. Sekitar 70 –  70  –  75  75 % rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan garam beryodium (Utiger, 2006). Berdasarkan hasil survei Puslitbang Gizi tahun 2006, cakupan konsumsi garam  beryodium secara nasional sebanyak 72,8 % (Susenas 2005). Hasil survei BPS pada tahun 2005 didapatkan sekitar 70% rumah tangga di Jakarta menggunakan garam

 beryodium. Data ini menunjukkan prevalensi struma nodosa di wilayah perkotaan masih cukup tinggi. Defisiensi yodium banyak terjadi di daerah pegunungan. Namun saat ini, terjadi perubahan pola daerah endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Berdasarkan hasil studi epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa defisiensi yodium tidak hanya di daerah pegunungan saja, akan tetapi juga t erjadi di daerah pesisir  pantai. Daerah pesisir memiliki kandungan gizi cukup tinggi terutama kandungan yodium, misalnya pada ikan dan rumput r umput laut. Namun adanya pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran laut menyebabkan kandungan yodium menjadi berkurang. Pergeseran daerah endemik berikutnya adalah dengan ditemukannya angka kejadian GAKY di daerah dataran yang rendah, terutama di daerah pertanian (Triyono, 2007). Daerah dataran rendah menyediakan sumber-sumber makanan kaya yodium. Tetapi akibat paparan pestisida membuat gangguan daerah dataran rendah menjadi kekurangan yodium. Kandungan logam berat seperti  Plumbum (Pb),  Hydrargyrum (Hg), Cadmium  Cadmium  (Cd) dan  Polychlorinated Biphenyl   (PCB) dalam pestisida menjadi blocking agent  yang  yang menghambat pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid. Sekitar 17  jenis pestisida yang beredar ber edar di Indonesia dan digunakan oleh petani yang ditengarai  berpotensi mencemari lingkungan dan residunya dapat menimbulkan endocrine disrupting activities  activities  atau gangguan pada sistem endokrin dan fungsi tiroid pada manusia (Hendra, 2008). Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang terdapat di obat-obatan dan makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar menjadi rendah. Jenis makanan seperti brokoli, kubis, bunga kol, lobak, bayam, sawi, kacang tanah, kedelai dan produk kedelai termasuk tempe dan tahu merupakan jenis makanan yang mengandung goitrogen. Laporan penelitian Balai Peneliti an dan Pengembangan

Akibat Kekurangan Yodium (BP2GAKY) pada 2012 menunjukkan tentang pola makan  pada anak penderita GAKY di Kabupaten Wonosobo menunjukkan hasil bahwa pola makan anak penderita GAKY masih banyak mengandung zat-zat goitrogenik. Penggunaan alat kontrasepsi yang banyak digunakan di wilayah perkotaan dapat memicu gangguan hormonal pada tubuh. Pada wanita hamil atau wanita yang mengunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil) akan meningkatkan kadar hormon tiroid total yang mengakibatkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak adanya hipotiroidisme atau hipertiroidisme, jumlah nodul bermacam-macam, mungkin tunggal dan mungkin  banyak terdapat te rdapat nodul yang berkembang menjadi multinodular yang tidak berfungsi. Gejala awal yang sering ditemui adalah adanya benjolan di area leher tanpa ada keluhan lain yang menyertai. Jumlah klien yang menderita struma nodosa di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Soebroto sepanjang Januari  –   Juni 2013 sebanyak 16 klien, dengan  perbandingan laki-laki dan perempuan 1 : 6,25. Struma nodosa banyak menyerang wanita yang berusia antara 20 sampai 60 tahun. ta hun. Belum diketahui secara pasti penyebab tingginya angka kejadian struma nodosa pada wanita. Tindakan pembedahan untuk mengangkat struma yang membesar (tiroidektomi) menjadi alternatif terakhir pada  penderita struma nodusa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Struma

Struma disebut juga goiter  adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena  pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul disebut struma nodosa (Tonacchera, 2009 dalam Pramitasari, 2013). Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme),  pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10% untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding laki-laki. Kebutuhan hormon tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu menyusui. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian  posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak,  jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.20

2.2 Etiologi

Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium. Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang  besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar. Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan

hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher (Rehman dkk, 2006 dalam Chahyani, 2013). Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan  pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa  bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dala m folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat  bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Sel-sel akan bereplikasi

menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tir oid sehingga akan tumbuh nodulnodul.

2.3 Epidemiologi 2.3.1 Distribusi dan Frekuensi a. Orang

Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %). 34 b. Tempat dan Waktu

Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau  pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak (8,0%) mengalami struma endemis atau gondok. 35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti pada tahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan  pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun. 36

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa Mejaya (daerah non endemik). 37

2.3.2

Determinan Struma

a. Host

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan  bertambahnya usia. 33 2.3.2

Berdasarkan penelitian Hemminichi K, et al  yang dilakukan berdasarkan data rekam medis pasien usia 0-75 tahun yang dirawat di rumah sakit tahun 1987-2007 di Swedia ditemukan 11.659 orang (50,9 %) mengalami st ruma non toxic, 9.514 orang (41,5 %) Graves disease, dan 1.728 orang (7,54%) struma nodular toxic. 3 b. Agent

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia  penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara berlebih 23

Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian. 23

c. Environment

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.34

Berdasarkan penelitian Mafauzy yang dilakukan di Kelantan Malaysia pada tahun 1993 dari 31 daerah yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah pesisir,  pedalamam serta diantara pantai dan pedalaman. Sebanyak 2.450 orang dengan usia >15 tahun ditemukan PR GAKY 23 % di wilayah pesisir dengan kelompok usia terbanyak pada usia 36-45 tahun (33,9 %) , 35,9 % di wilayah pedalaman

8

 pada usia 15-25 tahun (39,6 %) dan 44,9 % diantara pedalaman dan pesisir pantai  pada usia 26-35 tahun (54,3 %). 39

Berdasarakan penelitian Juan di Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634 orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa ditemukan 325 orang (51,3 %) mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang (23,8 %) goiter multinodular toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3 %) simple goiter.40 2.4 Patogenesis

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat  pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. 20

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit

9

Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan  penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik). 23

2.5 Klasifikasi Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu (Roy, 2011): 1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. 2. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. 3. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sa ngat keras. Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu (Lewinski, 2002) : a) Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan  b) Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan c) Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

10

d) Derajat III : terlihat pada jarak jauh. 4. Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Yusnita, 2015) : a) Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada dibawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.  b) Hipotiroidisme Hipotiroidisme merupakan suatu kondisi berkurangnya efek hormon tiroid di  jaringan. Secara garis besar, hipotiroidisme disebabkan oleh kerusakan hipofisis atau hipotalamus yang disebut sebagai hipotiroidisme sentral sedangkan hipotiroidisme  primer akibat kelainan pada kelenjar tiroid. Di negara berkembang, pada umumnya hipotiroidisme disebabkan oleh defisiensi iodin sedangkan di beberapa negara maju hipotiroidisme pada orang dewasa disebabkan oleh tiroiditis Hashimoto, terapi radioaktif, dan operasi pengangkatan tiroid. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh kelainan hipofisis disebut juga hipotiroidisme sekunder dan lebih sering akibat tumor di hipofisis. Gejala yang dialami selain ta ndatanda hipotiroid juga disertai gejala dari kelainan hormon yang lain seperti ACTH, TSH, dan prolaktin serta terdapat tanda lain akibat penekanan tumor. Hipotiroidisme tertier terjadi apabila kelainan terdapat di hipotalamus dimana hipotalamus gagal

11

untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat mengeluarkan TSH. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Pasien dengan hipotiroidisme dapat pula mengalami depresi dan agitasi. Oligomenorea dan infertilitas terjadi akibat kelainan pada sistem reproduksi. c) Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang  berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang  berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Berbeda dari hipotiroidisme, pada hipertiroidisme dapat ditemukan peningkatan konsentrasi T3 dan T4 dan penurunan konsentrasi TSH bahkan dapat mencapai 0. Pada kebanyakan kasus, ditemukan adanya antibodi imunoglobulin yang memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan TSH. Antibodi ini disebut sebagai thyroid  stimulating immunoglobulin (TSI) yang akan beriakatan dengan reseptor yang sama dengan TSH. Produksi hormon tiroid oleh antibodi ini menyebabkan hipertiroidisme dan menekan produksi TSH. Pada hipertiroidisme, sel folikel mengalami hiperplasia dan produksi hormon tiroid dengan cepat. TSI dapat meragsang folikel 12 jam lebih lama dibadingkan TSH yang hanya dapat merangsang folikel untuk memproduksi hormon tiroid selama 1 jam.

12

Gejala yang ditimbulkan pada kondisi hipertiroidisme seperti intoleransi terhadap  panas, banyak berkeringat, berat badan berkurang, diare, kelemahan otot, tremor, gangguan tidur. Eksoftalmus dapat terjadi akibat otot ekstraokular yang degeneratif akibat penumpukan imunoglobulin. 5. Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi (Tonacchera, dkk, 2009 dalam Sthavira, 2012): a) Struma toxic Struma toxic  merupakan struma yang berkaitan dengan kondisi hipertiroidisme. Struma toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan  bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan  benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa multinodular toxic). 1) Struma difusa toxic Pada struma difusa toxic ditandai dengan pembesaran seluruh bagian kelenjar getah  bening sehingga akan memperlihatkan gambaran seperti kupu-kupu. Struma nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama  berbulan- bulan. Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

13

kelainan sistem imun dalam tubuh, dimana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara berlebihan, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormon tiroid dalam tubuh menjadi meningkat. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan  pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukannya. Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi  penurunan berat badan secara drastis. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk  peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi  pulsus celer ; penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel. Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul polidefekasi dan diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, 14

kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menggangu. Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal,  biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan anti bodi terhadap reseptor pada  jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus. 2) Struma nodosa toxic Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari peny akit Grave’s oleh Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease. Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi  perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah

15

menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan. Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara

Grave’s disease  dengan Plummer’s

disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan  pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.  b) Struma non toxic Struma non toxic disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan  prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik  berat di atas 30 %. Struma non toxic sama halnya dengan struma toxic yang dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh z at kimia. 1) Struma difusa non toxic Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih

16

5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di dera h pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik. Umumnya,

mekanisme

terjadinya

goiter

disebabkan

oleh

adanya

defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran famili Brassica). Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu  peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada  beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang. Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anakanak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer yodium.

17

2) Struma nodusa non toxic Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda -tanda hypertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tandatanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada. SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10%  populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang  penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid. Pada umumnya penderita SNNT tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena  pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali  benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.  Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. 18

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila  pembesarannya

bilateral. Struma nodosa

unilateral

dapat

menyebabkan

 pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea. 2.6 Manifestasi Klinis

Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini membuat jantung menjadi berdebardebar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic  berfokus pada inspeksi dan  palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh  pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,

19

 bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid (Chahyani, 2013)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid terbagi atas: a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immunoassay (ELISA) dalam serum atau plasma darah (Pohan, 2014). Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebali knya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur 20

kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida (Pohan, 2014). Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer dimana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.  b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum  penderita dengan penyakit tiroid autoimun. -

antibodi tiroglobulin

-

antibodi mikrosomal

-

antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

-

antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

-

thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

c. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral] diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi

21

anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG tiroid bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul, membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning tiroid, mengukur volume dari nodul tiroid, mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak, untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah, dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. Sidikan (Scan) Tiroid. Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam  pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. d. Biopsi aspirasi jarum halus ( Fine Needle Aspiration Biopsy/FNA) Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya  penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang  benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi (Pohan, 2014).

22

2.8 Diagnosis 2.8.1

Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada  pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. 2.8.2

Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 2.8.3

Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH  plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di  bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

23

2.8.4

Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

2.8.5

Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu  pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 2.8.6

Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium 125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah  jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama  beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran,  bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

2.8.7

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

24

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan  pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. 2.9 Diagnosa Banding a. Hipertiroid

Hipertiroid merupakan penyakit yang menyebabkan peningkatan hormon tiroid dalam darah. Gejala yang dirasakan adalah rasa gemetar pada jari tangan, lemas, jantung berdebar cepat, berkeringat banyak walau berada dalam suhu yang dingin, badan semakin kurus walau makan masih dalam  jumlah yang banyak, pada keadaan yang lebih lanjut lagi disertai dengan diare yang banyak sehingga menyebabkan dehidrasi. Yang terlihat pada daerah leher penderita terkadang disertai dengan pembesaran kelenjar gondok. b. Hipotiroid

Gejala yang dirasakan oleh penderita hipotiroid antara lain kelelahan, tidak toleran terhadap dingin, susah buang air besar dan disertai kulit yang mengering. c. Ca Tiroid

Ca Tiroid merupakan suatu kanker pada kelenjar tiroid. Ada empat macam yaitu : papiler, folikuler, meduler, dan anaplastik. Nodul tiroid dengan konsistensi keras tidak terasa adanya kapsul. Radiasi merupakan salah satu faktor risiko yang bermakna. Kurang lebih 25% orang yang 25

mengalami radiasi pada usia muda kemudian timbul struma nodusa dan kurang lebih 25% dari struma ini akan menjadi adenokarsinoma tiroid.

2.10 Komplikasi15

Pada tindakan operasi tiroidektomi, bisa dijumpai komplikasi awal dan lanjut. Disamping itu ada pula yang membagi komplikasi yang terjadi dalam metabolik dan non metabolik. Komplikasi awal antara lain: a. Perdarahan  dari a. tiroidea superior b. Dispneu

1. Gangguan n. recurrens 2. Hamorragi 3. Tracheomalacia atau trachea kolaps c. Krisis tiroid , terjadi 8 –  24 jam pasca operasi

Dengan tanda-tanda : -

Gelisah

-

Gangguan saluran gastrointestinal

-

Kulit hangat & basah

-

Suhu > 38 C

-

 Nadi > 160 x/menit

-

Tekanan darah naik

Komplikasi lanjutannya berupa: 26

-

Suara kasar karena kerusakan n. reccurent laryngeus

-

Kelenjar paratiroid terangkat menyebabkan hipokalsemia sehingga terjadi tetani (sindrom carpo-pedal : kejang fokal pada tangan dan kaki)

-

Hypotyroid terjadi setelah 2 tahun Pencegahan dengan pemberian Euthyox atau Thyrax dosis 1 x 50 mg/hari berangsur-angsur diturunkan dosisnya

2.11Penatalaksanaan 2.11.1 Terapi Medika Mentosa

-

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang

digunakan

saat

ini

adalah

propiltiourasil

(PTU)

dan

metimasol/karbimasol. 2.11.2  Non Medika Mentosa

a. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para  pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan

27

kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan ses udah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. Indikasi operasi pada struma adalah: -

struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

-

struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

-

struma dengan gangguan tekanan

-

kosmetik.

Kontra indikasi operasi pada struma: -

struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

-

struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang  belum terkontrol

-

struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi

28

 perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang  baik. -

struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

 b. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin (Chahyani, 2013). .

BAB III PENUTUP

29

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab  pembesaran kelenjar tiroid.

DAFTAR PUSTAKA

30

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta 2.  Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996 : hal 1953-1958 3. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta 4. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-2151 5. Plummer disease. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/medlineplus.html 6. Anu Bhalla Davis, MD, Goiter toxic nodular. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/120497-overview 7. Thyroid. Available at: http://www.endocrinesurgeon.co.uk/ 8. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999. 9. AME/AACE Guideline.2006.  Ameri can Association of Clinical Endocri nologists

and Association Medici E ndocrinologi , Medical G uidelines F or Clinical Practice  for the diagnosis and management of thyroid nodule. ENDOCRINE PRACTICE Vol 12 No. 1. January/February2006. http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_ nodule.pdf . 10. Daniel. 2008.  Jeli dan Praktis Menghadapi http://www.farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp.

Kelainan

Tiroid .

11. Jamson, L. 2005.   Diseases of Tyroid Gland . Harrisons Principles of Internal Medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division 12. Johan, S. M. 2006. Nodul tiroid . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI 13. Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI 31

14. Sjamsuhidajat., Jong, W. 1997. Buku Ajar I lmu Bedah: Sistem endokrin . Jakarta: EGC 15. Solymosi.2007. Therapy for Nontoxic http://www.thyroidmanager.org/Chapter17/ch01s10.html.

Nodular

Goiter. .

16. Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U. 2000. Kelenjar Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan . Seksi Bedah Kepala & Leher, Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Jawi Aji Surabaya

17. Chahyani, Isti. 2013. Asuhan Keperawatan Post Operative Pasca Tiroidektomi  Pada Ny.R dengan Struma Nodosa Non Toxic Di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Karya Ilmiah Akhir. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Profesi  Ners Universitas Indonesia. (lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351553-PR Isti%20Chahyani.pdf, diakses pada tanggal 09 Februari 2017). 18. Harsono, 2014. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Tiroidektomi Di Ruang 17 RSUD Saiful Anwar Malang. Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi. (http://documents.tips/documents/harsono-tiroidektomi.html,  diakses pada tanggal 09 Februari 2017). 19. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015.  Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC jilid 3.   Yogyakarta : MediAction Publishing 20. Pohan, Fiona Masitah, dkk. 2014.  Laporan Kasus Struma Nodular Non Toksik . Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Bedah Rumah Sakit Haji Mina Medan. Medan: Fakultas

Kedoketeran

Universitas

Muhammadiyah

Sumatera

Utara.

(https://www.scribd.com/doc/270406703/STRUMA-NODULAR-NON-TOKSIK pdf, diakses pada tanggal 09 Februari 2017). 32

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF