Stroke Akut

July 30, 2018 | Author: Anggit Marga | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Stroke Akut...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Stroke menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian setelah penyakit

 jantung dan kanker, dengan laju mortalitas mortalitas 18% sampai 37% untuk  stroke pertama dan 62% untuk  stroke berulang. Pada kasus yang tidak meninggal dapat terjadi beberapa kemungkinan seperti Stroke Berulang ( Recurrent Stroke), Dementia, dan Depresi. Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena ditandai dengan tingginya morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya kecenderungan peningkatan insidennya (Bustan, 2007). Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2009). Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk  mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

1

2

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1

Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tandatanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. WHO juga mendefinisikan stroke sebagai gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Menurut sumber Wikipedia, Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak  tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Pengertian Stroke menurut Iskandar Junaidi adalah merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/deficit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana Stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas / lumpuh sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Sumber lain menyebutkan bahwa Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler  (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak  (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

3

2.2

Epidemiologi

Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden usia 80-90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita. Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur (Bustan, 2007). Tetapi perempuan, khususnya perempuan yang pada menopause (usia 40-55 tahun) lebih beresiko terserang stroke dibandingkan laki-laki (Utama, 2008). Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika, dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke (anonym, 2007). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (anonym, 2008). Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan menurut survey tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia (anonym, 2007). Jumlah penderita stroke di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang tercatat sebanyak 56 orang pada Januari dan 63 orang pada Februari 2007. Jumlah ini naik lagi pada Mei hingga mencapai 76 orang (Bintariadi, 2007). Mengenai klasfikasi stroke, telah banyak institusi yang mengemukakan berbagai klasifikasi stroke. Seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank, World Health Organization (WHO, 1989) dan National Institute of Neurological Disease and Stroke (NINDS, 1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokkan atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan tempat lesinya. Hal ini

4

berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis yang melakukan diagnosis klinis, diagnosis kausal, dan diagnosis topis (Bustan, 2007).

2.3

Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai saat ini (Bustan, 2007) adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan manifestasi klinik  a. Transient Ischemic Attack (TIA), serangan kurang dari 24 jam. b. Stroke in Evolution (SIE), hilang dalam 2 minggu. c. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). d. Completed Stroke 2. Berdasarkan proses patologik (kausal) a. Infark  b. Perdarahan Intra Serebral c. Perdarahan subarachnoidal 3. Berdasarkan tempat lesi a. Sistem karotis b. Sistem vertebrobasiler 2.4

Faktor Resiko

Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi ( modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi ( nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi

5

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Diabetes mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien

stroke.

Keadaan

ini

dihubungkan

dengan

terjadinya

intrakranial. Faktor resiko medis antara lain disebabkan oleh: 1. Hipertensi, 2. Penyakit Jantung, 3. Diabetes Mellitus, 4. Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah), 5.  Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), 6. Riwayat Stroke dalam keluarga, 7. Migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain: 1. usia lanjut, 2. obesitas, 3. merokok (pasif/ aktif), 4. Alkohol, 5. Mendengkur, 6. Narkoba, 7. Kontrasepsi oral, 8. suku bangsa (negro/spanyol), 9.  jenis kelamin (pria), 10. Makanan tidak sehat ( junk food , fast food ),

6

atherosclerosis

11. kurang olah raga.

2.5

Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit

Mekanisme kusal terjadinya penyakit yaitu dari suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup  jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan Stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan Stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Patogenesis Stroke Iskemik

adanya aterotrombosis atau emboli



memutuskan aliran darah otak (cerebral

blood flow/CBF). Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit. Jika CBF <

7

30 ml/100 mg/menit oksigen 





iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit

proses fosforilasi oksidatif terhambat

pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi

pembukaan kanal ion Ca homeostasis 











kekurangan

produksi ATP (energi) berkurang

depolarisasi membran sel saraf 

kenaikan influks Ca secara cepat





gangguan Ca

Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim

memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik   kematian sel saraf (nekrosis

maupun apotosis)



gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami

kerusakan/kematian.

8

Patogenesis Stroke Hemoragik

Hemoragi merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke. Penyebab utamanya: hipertensi



terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan



pembuluh arteri robek   perdarahan pada jaringan otak   membentuk suatu massa 

jaringan otak terdesak, bergeser, atau tertekan (displacement of brain tissue)



fungsi otak terganggu. Semakin besar hemoragi yg terjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang terjadi. Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran



meninggal.

9

2.6

Tanda dan Gejala Klinis

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (DeFreitas et al, 2009). Menurut De Freitas et al (2009) tanda dan gejala stroke antaralain adalah:

10

1. 2. 3. 4. 5.

Hemidefisit motorik, Hemidefisit sensorik, Penurunan kesadaran, Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral, Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia), 6. Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia), 7. Defisit batang otak  Diagnosa banding perdarahan dan infark otak dapat dibedakan dalam beberpa poin dilihat dari tanda dan gejala. Gejala/ Tanda Perdarahan Permulaan Sangat akut Waktu serangan aktif Peringatan sebelumnya Nyeri Kepala ++ Muntah ++ Kejang ++ Kesadaran menurun ++ Bradikardi +++ (dari hari ke 1) Perdarahan di retina ++ Papiledema + Kaku kuduk, kernig, ++ Brudzinki Ptosis ++ Lokasi subkortikal

2.7

Infark  subakut Bangun pagi ++ +/+ (terjadi hari ke 4) Kortikal/ subkortikal

Diagnosis

Stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan

imaging (pencitraan)

untuk 

mengevaluasi kasus Stroke atau penyakit pembuluh darah otak ( Cerebrovascular   Disease / CVD), yaitu Computed Tomography (CT

scan)

dan  Magnetic Resonance

 Imaging ( MRI ). CT scan

diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan

relatif murah untuk kasus Stroke. Namun dalam beberapa hal,

CT scan

sensitif dibanding dengan  MRI , misalnya pada kasus Stroke hiperakut.

11

kurang

Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan  MRI .

CT scan

atau

Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari

Stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui

kapilaroskopi atau

 fluoroskopi.

Sistem skoring

yang dapat digunakan adalah Siriraj Stroke Score dan

Algoritma Stroke Gajah Mada karena sederhana, murah dan mudah digunakan untuk  membedakan stroke perdarahan dan stroke iskemik.

Siriraj Stroke Score:

Siriraj stroke score dapat dihitung menggunakan rumus berikut: (2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x tekanan darah diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12

Skor untuk stroke perdarahan adalah > +1 dan skor untuk stroke iskemik < -1, sedangkan skor antara > -1 dan < +1 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan CT SCAN untuk menentukan diagnose pasien

12

Algoritma Stroke Gajah Mada:

2.9

Penatalaksanaan

13

Terapi yang diberikan tergantung jenis strokenya, iskemik atau hemoragik. Sasaran terapi adalah aliran pembuluh darah otak. Berdasarkan waktu terapinya: - Terapi pada fase akut - Terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi Pendekatan terapi pada fase akut stroke iskemik adalah restorasi aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan/clots, dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik/hipoksia. Therapeutic window adalah 12-24 jam, golden period  adalah 3-6 jam, kemungkinan daerah di sekitar otak yang mengalami

iskemik masih dapat diselamatkan. Pada stroke hemoragik, terapi tergantung pada latar belakang setiap kasus hemoragiknya. Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk  menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penatalaksanaan menurut PERDOSSI (2007 ): 1. STADIUM HIPERAKUT Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang. 2. STADIUM AKUT Pada stadium ini, dilakukan penanganan factor-faktor etiologik  maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga. a. Stroke Iskemik  14

Terapi umum, letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4  jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik  ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus

15

dilakukan pemantauan osmolalitas (30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Terapi khusus, neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk  dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VPshunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

16

2.10

Prognosis

Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset , dan tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan  jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan. Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke. Prognosis

pasien

dengan

stroke

hemoragik

(perdarahan

intrakranial)

tergantung pada ukuran hematoma. Hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal. Jika infark terjadi pada spinal cord, prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis. Jika control motorik  dan sensasi nyeri terganggu, prognosis jelek.

2.11

Komplikasi

Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu: Pneumonia, septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih), trombosis vena dalam dan emboli paru, infark miokard, aritmia jantung, dan gagal  jantung, ketidakseimbangan cairan Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas  jangka panjang meliputi: Ulkus decubitus. Epilepsy, jatuh berulang dan fraktur, spastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu, depresi,

17

BAB III PENUTUP

Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah: (1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik. Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2008. Catatan Kuliah Dasar-Dasar Neurologi. Ginsberg, Lionel. 2007.  Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Ikawati,

Zullies.

Stroke.

2009.

http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-

content/uploads/stroke.pdf . Israr, Yayan. A. 2008. Stroke. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/cases-t-r-o-k-e.pdf  Ritarwan, Kiking. 2003. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke  yang

Dirawat

di

RSUP

H.

Adam

Malik 

Medan.

http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking.pdf  . Sari, Intan Mustika. 2008.  Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Penderita Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah dr. M.  Ashari Pemalang. http://etd.eprints.ums.ac.id/8036/2/K100050246.pdf  .

Setyopranoto, Ismail. 2010.  Manajemen Stroke Akut . http://clinicalupdates2010.files. wordpress.com/2010/03/dr-ismail.pdf . Siswanto, Yuliaji.  Beberapa Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Stroke  Berulang

(Studi

Kasus

di

RS

dr.

Kariadi

Semarang).

http://eprints.undip.ac.id/4942/1/Yuliaji_Siswanto.pdf  . Sunardi. Asuhan Keperawatan pada Tn.Am dengan Stroke Hemoragik (+) di IRNA B Lt I Kanan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. http://nardinurses.files. wordpress.com/2008/01/asuhan-keperawatan-strore-hemoragik.pdf  . 1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87. 2. Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.

19

3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of  acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke 1997;28: 1142-6. 4. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of  ischemic stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier BV, 2009. 5. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative Recommendations 2003. 6. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of  stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69. 7. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J Indonesia 2000; 9: 29-34. 8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007 9. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik  Indonesia. 2007. 10. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th ed. Raven Press. New York. 1990. 11. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986.

20

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF