Stress Dan Adaptasi

February 27, 2018 | Author: edhuu | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Stress Dan Adaptasi...

Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman krisis global saat ini tentu bukanlah hal yang mudah bagi semua orang. Bisa saja orang-orang yang termasuk ke dalam golongan menengah atas masih bisa menyunggingkan senyum, tapi tidak demikian dengan orang-orang yang perekonomiannya menengah kebawah. Mereka berada dalam sebuah dilema antara tuntutan hidup dan kebutuhan dengan hasil kerja yang di dapat setiap hari. Pengangguran di mana-mana, perusahaan bangkrut tak terhitung banyaknya dan harga sembako yang terus melambung tinggi agaknya menjadi suatu beban dalam pikiran setiap individu terutama bagi kepala keluarga. Hal-hal semacam ini bisa saja memicu sesorang mengalami stress yang di sebabkan ketidakmampuannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari keluarganya, apalagi jika ditambah dengan biaya besar yang harus dikeluarkannya untuk sekolah anak-anak mereka. Lain hal pula dengan pelajar yang dapat mengalami stress kerena factor lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. Di lingkungan sekolah si anak terus berlomba dengan teman-temannya untuk mendapat nilai tertinggi agar tetap jadi juara kelas, jika hal itu tidak terwujud maka otomatis hal tersebut akan dapat mengganggu pikiran anak tersebut. Belum lagi masalah yang menyangkut pihak sekolah seperti guru dan kepala sekolah., administrasi sekolah( iuran bulanan), atau tinggal kelas maupun tidak lulus saat ujian naasional. Kemudian hal lain yang dapat memicu stress pelajar saat di rumah, orang tua sibuk, atau suka bertengkar, orang tua tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah si anak dan lain-lain. Sebenarnya banyak sekali pemicu stress ini dan tidak selalu penyebab stress tersebut sama antara satu individu dengan individu lain, semua ini tergantung pada individu sendiri bagaimana dia menyikapi dan sejauh apa pandangannya mengenai masalah yang sedang dihadapinya, beratkah atau di bawa enjoy saja.

Namun perlu ditekankan disini, stress tidak selamanya membuat orang menjadi tidak waras sehingga terpaksa harus berada di rumah sakit jiwa. karena stress mempunyai beberapa tingkatan. Jadi selama individu tersebut masih mengalami stress yang ringan, maka individu tersebut hanya akan sering memikirkannya dan berusaha untuk memecahkan masalah yang menjadi penyebab stress. Tapi tidak juga menutup kemungkinan bahwa semua orang mungkin saja sekarang dalam keadaan stress. Tentunya jika kita mengetahui bahwa semua orang bisa dan rentan terkena stress, maka akan timbul pertanyaan, “ jadi bagaimana cara menghilangkan atau mencegah stress tersebut? “. Cara untuk mengatasi pemicu stress inilah yang dinamakan koping. Koping yang ada pada diri individu berguna untuk mengarahkan individu tersebut agar tidak ambil pusing terhadap masalah tersebut atau bisa juga membuat mereka dapat menemukan solusi dari masalahnya. Secara umum cara menemukan pemecahan masalah tersebut bisa dari pengalamn sebelumnya tentang masalah tersebut atau curhat dengan sesorang yang dianggap dapat memberikan jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya. Dengan koping masalah yang dihadapi bisa teratasi atau hilang untuk sementara dan akan muncul jika ada pencetusnya. Namun individu yang sudah melakukan koping adapula yang tidak hilang masalahnya sehingga mereka akan tidak dapat berbuat apapun selain memikirkan maslahnya.hal ini dapat membahayakan individu tersebut karena artinya individu ini pikirannya bisa terganggu dan mengalami gangguan jiwa. Lain pula dengan adaptasi. Yang dimaksud dengan adapatasi adalah cara pandang individu terhadap masalahnya. Individu yang dapat selalu mengambil hikmah dan tidak terlalu memikirkan masalahnya dapat menghilangkan masalah tersebut dari pikirannya. Hidupnya akan dibawa happy terus. Orang semacam ini bisa dikatakan sehat secara psikologi. Namun adapatasi juga bisa tidak berpengaruh terhadap alam pikirnya jika masalah yang dating lebih dan semakin berat dari sebelumnya dan individu ini selalu menghaadapinya dengan cara pandang yang sama dilakukannya pada masalah sebelumnya yang lebih ringan. Pada makalah ini kami akan membahas tentang stress, koping, adaptasi dan manajemen stress.

B. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan: a. Apa yang dimaksud dengan stress, stressor, koping, dan adaptasi. b. Apa saja yang tergolong dalam stressor c. Cara koping dan adapatasi d. Asuhan keperawatan untuk stress

BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Menurut beberapa ahli stress dapat diartikan sebagai berikut: •

Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).



Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan, 1987).



Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”. “Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).



Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”



Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, B.A., 1999).

Pengertian Stressor Menurut Emanualsen & Rosenlicht, stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress. Jadi dapat disimpulkan stress adalah dampak dari stressor( penyebab stress) yang dianggap sebagai tekanan oleh individu sehingga membuatnya terpaksa untuk terus memikirkan hal tersebut dan akhirnya akan mengganggu kesehatan psikologinya.

B. Pembahasan I. Stress dan Stressor 1. Faktor yang Mempengaruhi Stress Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor, begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Menurut Grant Brecht (2000), penyebab dari stress dibedakan menjadi dua macam: •

Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.



Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, stress dipicu oleh stressor. Tentunya stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu : 1. Lingkungan Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu : •

Sikap

lingkungan,

seperti

yang

kita

ketahui

bahwa

lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan tersebut. •

Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang

sesuai dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut. •

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),

tuntutan untuk selalu update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian individu berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang tinggi jika disebut gaptek.

2.

Diri sendiri, terdiri dari • Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai • Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terusmenerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.

3.

Pikiran •

Berkaitan dengan penilaian individu terhadap

lingkungan

dan

pengaruhnya

pada

diri

dan

persepsinya terhadap lingkungan. •

Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang

cara

penyesuaian

yang

biasa

dilakukan

oleh

individu yang bersangkutan. Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat sesorang menjadi stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stress. Menurut Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: •

Sifat stressor . Pengetahuan individu tentang

bagaimana cara mengatasi dan darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda. •

Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang

diterima

individu

individu

tersebut

dalam tidak

waktu siap

bersamaan. menerima

Jika akan

menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil. •

Lama

individu

stressor,

maksudnya

seberapa

sering

menerima stressor yang sama. Semakin

sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.



Pengalaman

masa

lalu,

yaitu

pengalaman

individu yang terdahulu mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya. •

Tingkat

perkembangan,

artimya

tiap

individu

memiliki tingkat perkembangan yang berbeda. Selain itu adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stress, yaitu : •

Faktor

biologis-herediter,

kondisi

fisik,

neurofisiologik

dan

neurohormonal. •

Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan kepribadian, pengalaman dan kondisi lain yang memengaruhinya.

2. Jenis-Jenis Stress Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan

sumbernya

memiliki banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang dihasilkan beragam pula. Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan penyebabnya stress dapat digolongkan menjadi : •

Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.



Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.



Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua. Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres Psikologis, yaitu : a. Frustasi Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada rintangan, frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,

kematian

orang

yang

dicintai,

kegoncangan

ekonomi,

pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain). b.

Konflik

Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macammacam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approachapproach

conflict,

approach-avoidance

conflict,

avoidance

-avoidance conflict. c.

Tekanan

Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolahkan selalu rangking satu atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami. d.

Krisis

Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi. Namun keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan. •

Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan

3.

Tahap-Tahap Terjadinya Stress dan Tingkatannya Suatu stimulus(stressor) yang datang tidak akan langsung membuat

individu tersebut mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara, teman atau tempat untuk menhgilangkan stress sejenak atau untuk selamanya. Tahapan-tahapan tersebut oleh Dr. Robert J. Van amberg (1979) dibagi menjadi enam tahapan, yaitu : •

Stres Tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan seperti : 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting) 2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.

3)

Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari

biasanya; Namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula. 4)

Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin

bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis. •

Stres Tahap II Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan”

sebagaimana diuraikan pada tahap I

mulai menghilang, dan timbul

keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud seperti tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi

atau

memulihkan

cadangan

energi

yang

mengalami

pengurangan. Analoginya seperti handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut : 1)

Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.

2)

Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

3)

Lekas merasa capai menjelang sore hari.

4)

Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel

discomfort). 5)

Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)

6)

Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

7)

Tidak bisa santai.



Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II, maka individu tersebut akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :

1). Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare) 2). Ketegangan otot semakin terasa. 3). Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat. 4). Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia). 5). Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa sempoyongan dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang berkurang. •

Stres Tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri karena keluhankeluhan stres tahap III , oleh dokter individu tersebut dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul : 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit. 2) Aktivitas menjadi membosankan dan terasa lebih sulit. 3) Kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate) 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. 6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiidak ada semangat dan kegairahan. 7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun. 8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya •

Stres Tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut : 1)

Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion)

2)

Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.

3)

Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).

4)

Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik



Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut : 1)

Debaran jantung teramat keras

2)

Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)

3)

Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran

4)

Tidak ada tenaga untuk hal-hal yang ringan

5)

Pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Selain tahapan, stress juga memiliki tingkatan-tingkatan. Manfaaat yang dapat diambil dari menetahui tingkatan stress sama manfaatnya dengan mengetahui tahapan-tahapan dari stress, sebab dengan hal tersebut setiap individu dapat segera mengetahui apakah mereka memiliki stress dan dalam tahap atau tingkatan apa stress yang sedang dialami. Tentunya tujuan yang pasti ingin dicapai adalah supaya stress tersebut tidak berlanjut. Stuart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres, sebagai berikut :

a. Stres Ringan Stress pada tingkat ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

b. Stres Sedang Pada tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya. c. Stres Berat Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan. 4. Respon Individu Terhadap Stress RESPON FISIOLOGI TERHADAP STRESS Hans Selye (1956) Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress, yaitu : 1.

Local Adaptation Syndrom (LAS)Tubuh menghasilkan

banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek. 2.

General Adaptation Syndrom (GAS) a.

Fase Alarm ( Waspada) Melibatkan pengerahan

mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.

b. berbagai

Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba macam

mekanisme

penanggulangan

psikologis

dan

pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun atau normal c.

Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase

perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian Sedangkan menurut Dadang Hawari (2001) respon tehadap stress dapat mengenai hampir seluruh sistem tubuh, seperti : a.

Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan atau kerontokan.

b.

Gangguan ketajaman penglihatan.

c.

Thinitus (pendengaran berdenging)

d.

Daya mengingat, konsentrasi, dan berpikir menurun.

e.

Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum, dan kedutan pada kulit wajah (tic facialis).

f.

Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.

g.

Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering timbul eksim, biduran (urtikaria), gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki berkeringat dan kesemutan.

h.

Napas terasa berat dan sesak.

i.

Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat.

j.

Lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare.

k.

Sering berkemih

l.

Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan tegang.

m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi. n.

Libido menurun atau bisa juga meningkat

Kemudian reaksi psikologis individu terhadap stress, adalah

a. Kecemasan adalah respon yang paling umum. Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan seperti jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur. b. Kemarahan dan agresi. Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang. c.

Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih

II.

Mekanisme Koping Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stress. Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu. Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stres. Hal tersebut bergantung pada : a.

Sifat dan hakikat stres, yaitu intensitas, lamanya, lokal, dan

umum (general). b.

Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi. Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas

emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk

suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaanperasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama Cara yang dapat dilakukan adalah: 1. Individu a. Kenal diri sendiri Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara yang dapat dilakukan adalah: -

Identifikasi diri

-

Tanyakan pada orang lain siapa anda

-

Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda

b. Turunkan kecemasan -

Identifikasi penyebab cemas

-

Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan

-

Lakukan teknik relaksasi

c. Tingkatkan harga diri -

Identifikasi aspek positif yang dimiliki

-

Mulai gali kemampuan positif yang dimiliki

-

Pertahankan aspek positif yang dimiliki

d. Persiapan diri -

Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan diri (belajar)

-

Berdoa

-

Mencari informasi

-

Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja

-

Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan

e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik 2.

Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat) a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif b.

Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi dengan anggota keluarganya

c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling Metode koping menurut Folkman & Lazarus (Folkman & Lazarus, 1988; Folkman et al., 1986), skill dan strategi coping diuraikan sebagai berikut : 1. Planful problem-solving 2. Confrontive coping 3. Seeking social support 4. Distancing (emotion-focused) 5. Escape-avoidance 6. Self-control 7. Accepting responsibility 8. Positive reappraisal III.

Konsep Adaptasi 1. Pengertian Adaptasi Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.

Adaptasi

melibatkan

refleks,

mekanisme

otomatis

untuk

perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada

penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu. 2. Dimensi Adaptasi Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi klien terhadap stress, perawat harus mempertimbangkan kondisi individu secara menyeluruh. a. Adaptasi Fisiologis Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Indikator fisiologis stress, yaitu kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung, peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan, telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, suara yang bernada tinggi, mual,muntah dan diare, perubahan nafsu makan, perubahan berat badan perubahan frekwensi berkemih, dilatasi pupil, gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur temuan hasil laboratorium abnormal, yaitu peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia. b. Adaptasi Psikologis

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress : •

Ansietas



Depresi



Kepenatan



Peningkatan penggunaan bahan kimia



Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.



Kelelahan mental



Perasaan tidak adekuat



Kehilangan harga diri



Peningkatan kepekaan



Kehilangan motivasi.



Ledakan emosional dan menangis.



Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.



Kecendrungan

untuk

membuat

kesalahan

penilaian). •

Mudah lupa dan pikiran buntu



Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.



Preokupasi (mis. mimpi siang hari )



Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.



Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit

(mis.

buruknya



Letargi



Kehilangan minat



Rentan terhadap kecelakaan.

c. Adaptasi Perkembangan Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang

biasanya

menghadapi

tugas

perkembangan

dan

menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992). Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka

mulai

mnyadari

bahwa

akumulasi

pengetahuan

dan

penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann

atau

ketidakinginan

untuk

mengembangkan

hubungan berteman. Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992). Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.

Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan kasrier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka. Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan. d.

Adaptasi Sosial Budaya

Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku AfrikaAmerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).

e. Adaptasi Spritual Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik

keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah. IV.

Manajemen Stress Stress adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi perubahan dan ancaman dengan respon yang dapat adaptive. Stress management adalah usaha seseorang untuk mencari cara yang paling sesuai dengan kondisinya untuk mengurangi stress yang terjadi dalam dirinya. Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.

V.

Manajemen Stress Untuk Klien a. Reguler Exercise Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30 sampai 40 menit. Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan

pernapasan

menstimulasi

aliran

darah

ke

otot

dan

meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan. Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti secara mendadak. misalnya, setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap diperlambat dan berhenti. Latihan

pendinginan

memungkinkan

sistem

kardiovaskuler,

musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap kembali pada keadaan istirahat.

Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993).

b. Diet Nutrisi Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian nutrient ke jaringan tubuh. Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran. c. Support Sistem Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya korelasi dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, & Fry, 1992). Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu klien membangun

sistem pendukung yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru. d. Time Management Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991). Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol. e.

Humor

Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan

stress

(Robinson,

1990;

Dahl

dan

O’Neal,

1993).

Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan. f. Istirahat Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks sehingga dapat tertidur. g. Teknik Relasasi

Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah. Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu : •

Lingkungan& yang tenang, menghindarkan sebanyak mungkin

kebisingan dan gangguan –gangguan •

Posisi

yang

nyaman,

duduk

tanpa

ketegangan

otot.&

Sikap yang& dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam sadar. •

Keadaan& mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara,

kata-kata, ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat diterima). Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson. Relaksasi progresif terdiri

atas

peregangan

dan

relaksasi

sekelompok

otot

dan

memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut : Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks lagi. Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi. Lebih banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan bergerak menuju fase relaksasi. •

Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon

relaksasi Benson menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu

secara penuh relaksasi otot pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan. Respon relaksasi Benson’s o Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang o Tutup mata o Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....) o Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara / bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali ekspirasi. o Lakukan selama 20 menit o Buka mata o Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sebelum psien bergerak atau berpindah. h. Spiritualitas Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang membantu dalam menghadapi individu sakit kronis VI.

Cara Mengendalikan Stres Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut : a.

Sikap, keyakinan dan pikiran harus positif, fleksibel, Rasional, dan adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal.

b.

mengendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan : 1). Kemampuan menyadari (awareness skills). 2). Kemampuan untuk menerima (acceptance skills) 3). Kemampuan untuk menghadapi (coping skills) 4). Kemampuan untuk bertindak (action skills).

c.

Mamperhatikan diri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan kita.

d.

Mengembangkan sikap efisien.

e. Relaksasi f.

Visualisasi (angan-angan terarah).

Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara teratur), istirahat teratur dan ngobrol.

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA http://askep.blogdetik.com http://lensakomunika.blogspot.com http://lensaprofesi.blogspot.com http://perawatsupri.wordpress.com http://tropicalstorm.blogsome.com

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF