Strategi Pengawasan Pra Masa Kampanye Pemilu 2024

February 3, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Strategi Pengawasan Pra Masa Kampanye Pemilu 2024...

Description

STRATEGI PENGAWASAN PRA MASA KAMPANYE PEMILU 2024 OLEH EDI WINARNO, S.Hut

Dasar Hukum • UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum • PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang Tahapan & Jadwal Pemilu • Perbawaslu No. 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilu • Perbawaslu 5 Th 2022 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Pengertian Kampanye • Kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri Peserta Pemilu. • Citra Diri adalah setiap alat peraga atau materi lainnya yang mengandung unsur logo dan/atau gambar serta nomor urut Peserta Pemilu.

Pelaksana dan Tim Kampanye • Pelaksana Kampanye adalah pihak yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk melakukan kegiatan Kampanye. • Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh Pasangan Calon bersama-sama dengan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon, yang didaftarkan ke KPU dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan Kampanye.

Peserta Pemilu Peserta Pemilu adalah : 1. Partai politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, 2. Perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, dan 3. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Petugas Kampanye • Petugas Kampanye adalah seluruh petugas penghubung Peserta Pemilu dengan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang memfasilitasi penyelenggaraan Kampanye yang dibentuk oleh Pelaksana Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.

Peserta Kampanye • Peserta Kampanye adalah anggota masyarakat atau Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai Pemilih.

Juru Kampanye • Juru Kampanye adalah orang seorang atau kelompok yang ditunjuk untuk menyampaikan visi, misi, program, dan/atau Citra Diri Peserta Pemilu yang dibentuk oleh Tim Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.

Organisasi Penyelenggara Kegiatan • Organisasi Penyelenggara Kegiatan adalah organisasi yang berbentuk badan hukum yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu, didirikan dan dikelola oleh Warga Negara Indonesia serta tunduk kepada hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Alat Peraga, Bahan dan Iklan Kampanye • Alat Peraga Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar Peserta Pemilu, yang dipasang untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu tertentu. • Bahan Kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar yang disebar untuk keperluan Kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu tertentu. • Iklan Kampanye adalah penyampaian pesan Kampanye melalui media cetak, elektronik, dan internet berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk memperkenalkan Peserta Pemilu atau meyakinkan Pemilih memberi dukungan kepada Peserta Pemilu.

Larangan dalam Kampanye meliputi: a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu lain; d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; e. mengganggu ketertiban umum; f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;

Larangan dalam Kampanye meliputi: g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Peserta Pemilu; h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Peserta Kampanye.

Metode Kampanye : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka; penyebaran Bahan Kampanye Pemilu kepada umum; pemasangan Alat Peraga Kampanye di tempat umum; Media Sosial; iklan media massa cetak, elektronik, dan internet; rapat umum; debat Pasangan Calon; dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jadwal Kampanye : • • • • •

Masa Kampanye 28 November 2023 – 10 Februari 2024 34 hari (Tahun 2023) + 41 hari (Tahun 2024) = 75 hari kampanye Penetapan Peserta Pemilu 14 Desember 2022 Masa Pra Kampanye :17 hari (Tahun 2022) + 331 hari (Tahun 2023) Jadi Jumlah Hari Pra Kampanye = 348 hari kalender. (11 bulan lebih)

Potensi Pelanggaran Pra Kampanye : • •



Perkembangan era digital yang mendorong perubahan modus dan varian model kampanye dalam Pemilu 2024. Misalnya, peserta kampanye Pemilu 2024 bisa saja memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan pelanggaran, seperti politik uang yang tidak lagi dilakukan secara fisik tetapi berganti lewat transfer bank secara daring. Kampanye di luar jadwal

Tugas Bawaslu Pada Masa Pra Kampanye : 1. Bawaslu memastikan Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu tidak melakukan Kampanye sebelum dimulainya masa Kampanye. 2. Bawaslu memastikan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik dengan metode: a. pemasangan bendera Partai Politik dan nomor urutnya; dan b. pertemuan terbatas dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) Hari sebelum kegiatan dilaksanakan. (Pasal 21 Perbawaslu No. 28 Tahun 2018 )

Panwascam melakukan pengawasan terhadap: a)

Tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain yang meliputi: 1. pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap; 2. pelaksanaan kampanye; 3. logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS; 5. Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK; 6. pengawasan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan; 7. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS dan PPK; dan 8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;

Panwascam melakukan pengawasan terhadap: b) c) d)

e)

pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Pengawas Pemilu; netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu di wilayahkecamatan; Pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kabupaten/kota, yang terdiri atas: 1. putusan DKPP; 2. putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu; 3. putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi,dan Bawaslu Kabupaten/ Kota; 4. keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPUKabupaten/Kota; dan 5. keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara ,netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia; dan pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu.

Bimtek dan Pelatihan SDM •

Meningkatkan kapasitas sumber daya pengawas yang mampu mengikuti perubahan modus dan model varian kampanye untuk mencegah terjadinya beragam bentuk pelanggaran. Misalnya : setiap pengawas melek teknologi informasi.

Strategi Pengawasan Pra Kampanye a.

b.

Pencegahan terhadap potensi pelanggaran dengan melakukan tindakan, langkah-langkah, dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran dan/atau indikasi awal pelanggaran; dan Penindakan terhadap dugaan pelanggaran dengan melakukan tindakan penanganan secara cepat dan tepat terhadap temuan dan/atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu.

Langkah2 Pengawasan Pra Kampanye a. b. c. d.

penyusunan standar tata laksana pengawasan; penyusunan peta kerawanan; menentukan fokus pengawasan Pra Kampanye; melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait (libatkan juga ToMas, ToGa, ToDat); e. pengawasan langsung; f. investigasi; dan g. pengawasan partisipatif.

Pengawasan Partisipatif • Program pengawasan berbasis partisipatif yang digelorakan oleh Bawaslu merupakan salah satu ikhtiar untuk membumikan pengawasan. • Dalam pelaksanaannya, program pengawasan partisipatif juga mengikuti perkembangan zaman dan disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat, seperti adanya forum warga, pengawasan media social, mengajak kampus/sekolah ikut melakukan pengawasan.

Pengawasan Partisipatif • Pada intinya, pengawasan partisipatif merupakan program yang melibatkan masyarakat secara luas. • Bawaslu dengan program pengawasan partisipatif ini menjadi lembaga yang aktif dalam berinteraksi dengan masyarakat, sehingga ada jalinan emosional masyarakat dengan Bawaslu, sehingga produk akhirnya diharapkan tercipta pemilu yang bersih.

Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):

• Pertama, melakukan pendidikan pemilih. • Kedua, melakukan sosialisasi tata cara setiap tahapan Pemilu. • Ketiga, melakukan pemantauan atas setiap tahapan Pemilu dan menyampaikan penilaian atas Pemilu berdasarkan hasil pemantauan. • Keempat, melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu baik pelanggaran Kode Etik Penyelenggara pemilu maupun pelanggaran ketentuan administrasi Pemilu dan pelanggaran ketentuan Pidana Pemilu.

Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):

• Kelima, mendaftarkan diri sebagai pemilih dan mengajak pihak lain untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih (termasuk mengecek nama sendiri dan anggota keluarga lain dalam Daftar Pemilih Sementara). • Keenam, menjadi peserta kampanye Pemilu (mendukung peserta Pemilu tertentu dan/atau mengkritik peserta Pemilu lainnya). • Ketujuh, memberikan suara pada hari pemungutan suara, menyaksikan proses penghitungan suara di TPS, menjadi Saksi yang mewakili Peserta Pemilu, dan/atau menjadi anggota KPPS/PPS/PPK.

Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):

• Kedelapan, ikut berperan dalam proses pemberitaan tentang Pemilu di media cetak atau proses penyiaran tentang Pemilu di media elektronik. • Kesembilan, ikut berperan dalam Lembaga Survey yang melaksanakan proses penelitian tentang Pemilu dan penyebar luasan hasil penelitian kepada masyarakat umum.

Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pemilu (Ramlan Surbakti (2015:46):

• Kesepuluh, ikut serta dalam proses Penghitungan Cepat (Quick Count) atas hasil Pemilu di TPS dan menyebar-luaskan hasilnya kepada masyarakat. • Kesebelas, menjadi relawan untuk memastikan integritas hasil Pemilu dengan merekam dan menyebar-luaskan hasil perhitungan suara di TPS kepada masyarakat melalui berbagai media yang tersedia.

Sanksi Pidana Kampanye Di Luar Jadwal • Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). (Pasal 492)

Kasus Kampanye Di Luar Jadwal • • • •



iklan kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, yang dimuat di Harian Media Indonesia, Rabu (17/10/2018), merupakan bentuk pelanggaran aturan kampanye. Pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 23 tahun 2018. Dalam aturan itu disebutkan, iklan di media massa cetak, media massa elektronik, dan internet dilakasanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dimulainya masa tenang, dari 23 Maret 2019 sampai 13 April 2019. Iklan tersebut dimuat dalam harian Media Indonesia yang terbit Rabu (17/10/2018). Dalam iklan tersebut, tertulis 'Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia', dengan gambar Jokowi dan Ma'ruf disertai angka 01 sebagai nomor urut pasangan calon. https ://nasional.kompas.com/read/2018/11/08/15261851/bawaslu-keukeuh-kampa nye-di-luar-jadwal-adalah-bentuk-pelanggaran

Pengaturan Politik Uang •





Pasal 523 ayat (1) berbunyi: setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh empat juta rupiah). Pasal 523 ayat (2) berbunyi: Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). Pasal 523 ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)

Pengaturan Politik Uang Pengaturan politik uang dalam Pasal 523 ayat (1) s/d ayat (3) adalah sebagai berikut: • PERTAMA, ayat (1) dilakukan pada saat kampanye, ayat (2), pada masa tenang dan ayat (3) pada saat pemungutan suara berlangsung. • KEDUA, relatif ada kesamaan elemen tindak pidana politik uang dalam Pemilu baik pada ayat (1), (2) dan ayat (3) yakni elemen actus reus (perbuatan pidana) dan mens rea (kesalahan). • KETIGA, elemen actus reus pada ayat (1), meliputi: a) menjanjikan. b) memberikan uang atau materi lainnya. c) sebagai imbalan karena ikut sebagai peserta kampanye Pemilu. d) dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan elemen mens rea, atau schuld menggunakan kesalahan yang berbentuk kesengajaan melalui frasa “dengan sengaja”. • KEEMPAT, pada ayat (2) elemen actus reus terdiri atas: a) pada masa tenang. b) memberikan atau menjanjikan imbalan uang atau materi lainnya. c) kepada pemilih. d) baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan elemen mens rea menggunakan frasa “dengan sengaja”. • KELIMA, pada ayat (3) elemen actus reus terdiri atas: a) setiap orang. b) menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya. c) kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau untuk memilih peserta tertentu.

Pengaturan Politik Uang •



KEENAM, pada ayat (1) dan (2) pasal a quo, diatur adresat (subyek hukum yang dituju oleh aturan) khusus tindak pidana yakni kepada setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu. Sedangkan pada ayat (3) ditujukan kepada siapa saja yang melakukan tindak pidana politik uang pada saat pemungutan suara dilakukan. Hal ini dapat ditandai dari penggunaan elemen: setiap orang. KETUJUH, ada perbedaan ancaman pidana penjara. Pada ayat (1) ancaman pidana penjara adalah 2 tahun, pada ayat (2) selama 4 tahun, sedangkan pada ayat (3) adalah 3 tahun. Intinya adalah pembentuk UU menghukum pelaku tindak pidana politik uang lebih berat pada masa tenang, ketimbang pada saat pemungutan suara atau pada saat kampanye dilaksanakan. Demikian pula mengenai besaran pidana denda, justru lebih banyak ketika tindak pidana politik uang dilakukan pada saat masa tenang ketimbang pada masa kampanye atau pada saat pemungutan suara.

Pengaturan Politik Uang KEDELAPAN, elemen mens rea atau kesalahan dirumuskan secara seragam baik pada ayat (1), (2) dan (3), yakni berbentuk kesengajaan. Melalui frasa ini maka secara implisit telah mengadopsi teori kesengajaan (dolus) dalam hukum pidana, dengan segala coraknya baik itu kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), kesengajaan sebagai kemungkinan maupun kesengajaan sebagai kepastian atau opzet bij noodzakelijkheids of zekerheidsbewutszijn (Moeljatno, 2008:190). Atau bahkan juga dolus eventualis atau kesengajaan bersyarat (Hiariej, 2016:175). Dengan demikian, agar seseorang dapat dipidana menurut pasal tersebut, maka kesalahannya (schuld) harus berbentuk kesengajaan, tidak boleh kealpaan (culpa) baik itu culpa lata atau kealpaan yang memberatkan, maupun culpa levis atau kealpaan yang meringankan (Moeljatno, 2008:219). KESEMBILAN, mengenai sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana. Pasal tersebut, menggunakan ancaman pidana maksimum. Hal ini sama dengan pengaturan ancaman pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara teori, ancaman pidana yang demikian sering disebut sebagai sistem indefinite sentence adalah sistem yang mana setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan menetapkan ancaman pidana minimum dan maksimum dari setiap tindak pidana (Arief, 2010:132). Secara doktrinal hal ini bertalian dengan strafmaat atau berat ringannya sanksi pidana (Bemmelen, 1987:81).

Pencegahan Politik Uang Menurut Dennis Chapman bahwa ada 2 cara untuk mencegah terjadinya tindak pidana yakni : • PERTAMA, mencari faktor pendorong terjadinya tindak pidana. • Untuk itu ada 2 hal yang harus diperhatikan. 1. Pertama, melalui sistem abolisionistik yakni menghilangkan faktor-faktor yang menjadi pendorong terjadinya kejahatan. 2. Kedua, melalui sistem moralistik yakni pencegahan melalui siraman rohani keagamaan. Sistem ini akan memperkuat nilai-nilai moral sehingga diharapkan mampu menekan naluri jahat manusia (Black, 2011:109). • KEDUA, mengoptimalkan penegakan hukum (Dirdjosisworo, 1984:140). Pendapat senada dikemukakan oleh Walter C. Reckless, bahwa ada 5 hal yang dibutuhkan guna mencegah terjadinya kejahatan. Pertama, sistem dan organisasi kepolisian yang baik. Kedua, pelaksanaan peradilan yang efektif. Ketiga, hukum yang berwibawa. Keempat, pengawasan dan pencegahan kejahatan yang terkoordinir. Kelima, partisipasi masyarakat dalam usaha penanggulangan kejahatan (Dirdjosisworo, 1984:11)

Pencegahan Politik Uang •





Pertama, diperlukan regulasi Pemilu yang jelas (lex certa) dan tegas (lex stricta)2 dalam mengatur rumusan tindak pidana politik uang termasuk sanksi pidananya yang juga harus maksimal. Tidak bisa lagi menggunakan model pengaturan yang konvensional seperti dalam UU Pemilu sekarang ini yang masih menggunakan perspektif KUHP. Hal yang perlu ditegaskan adalah sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera (deterrence effect) melalui strafmaat yang berbentuk indeterminate sentence. Kedua, dibutuhkan aparat penegakan hukum yang berintegritas, memiliki kredibilitas dan komitmen dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Dalam konteks itu, Sentra Gakumdu sebagai dapur pengendali proses tindak pidana politik uang tidak boleh terinfeksi oleh virus-virus korupsi seperti suap menyuap atau perbuatan culas lainnya. Ketiga, bertalian dengan poin kedua, peradilan tindak pidana politik uang haruslah dilaksanakan dengan prinsip due process of law yang bercirikan peradilan fair, objektif, cepat dan sederhana. Pada titik inilah penegakan

Pencegahan Politik Uang •





Keempat, penyelenggara Pemilu terutama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus ditempatkan tidak hanya sebagai mitra Komisi Pemilihan Umum (KPU) semata tetapi juga sebagai mitra masyarakat. Bawaslu tidak bisa menjadi organ eksklusif dalam melakukan pengawasan tetapi harus mampu menyatu dengan lingkungan masyarakat sekitar sehingga potensi-potensi terjadinya politik uang dapat diprediksi dari jauh hari dan dapat dicegah sedini mungkin. Untuk itu diperlukan pula komisioner Bawaslu yang dapat menjaga integritasnya agar tak mudah dibeli oleh penjahat demokrasi. Kelima, KPU harus bisa semaksimal mungkin memberi edukasi politik kepada masyarakat dengan menggandeng partai politik untuk mencerdaskan masyarakat dalam hal pencegahan tindak pidana politik uang. Cara-cara pendidikan politik selama ini yang terkesan formalistis perlu diubah. Masyarakat sebagai subjek sekaligus objek dalam Pemilu perlu dibuatkan pendekatan khusus, seperti: Pendekatan tersier. Dalam konteks itu, masyarakat dapat disehatkan pikirannya sehingga mereka mampu menyadari bahwa demokrasi yang sehat hanya akan lahir dari pikiran masyarakat yang sehat yang pada ujungnya akan melahirkan pemimpin yang sehat dari korupsi. Masyarakat harus ada rasa memiliki atas daerah atau negaranya sehingga tidak mudah dibujuk dalam perilaku transaksional dan koruptif – ini yang disebut sebagai pendekatan sekunder. ( Hariman Satria, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari )

TIPS MENJADI LEBIH BAIK : • • • • • • •

Mencoba untuk Lebih Ramah. Mencoba Lebih Peduli pada Orang Sekitar. Menikmati Semua Proses dalam Hidup. Memupuk Sifat Mudah Memaafkan. Berdo’a setiap hari. Berbagi atau bersedekahlah. Belajar Selalu Bersyukur.

Invite Saya : • Instagram : ediwinarnokalteng https://www.instagram.com/ediwinarnokalteng / • Twiter : @ediwinarnoparay https://twitter.com/ediwinarnoparay • FB : Edi Winarno Jua https://www.facebook.com/edilksi

Dian permana, Kec. Bukit Raya • Joki coblos . 3x coblos. Petugas TPS bermain Sri dewi. Kec. Marikit. Yg punya orgen tunggal musik pns • Pns dan anggota BPD di atas panggung • Menjanjikan apakah masuk politik uang Misrain. Kec.Petak malai • Panwas Dituntut netral, kampanye masy terkotak2, kita dituntut mengawasi. Adakah perlindungan sebagai pengawas?

Sekian & Terima Kasih

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF