Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
March 19, 2019 | Author: RiskaLestari | Category: N/A
Short Description
Strategi...
Description
Dra. Sri Muryati Dewi Kusumaningsih, S.S.,M.Hum.
STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Diterbitkan Oleh: Univet Bantara Press 2011
2
KATA PENGANTAR
Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara mendalam tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran yang dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah arah dan tepat sasaran. Hal ini penting karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana dia sebagai manusia yang memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan yang berbeda dari yang lain. Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Guna memenuhi tugas guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik tersebut, maka disusunlah buku ini. Buku yang diberi judul Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia ini berisikan sejumlah sejumlah materi materi yakni pengertian
strategi pembelajaran, pendekatan dan metodologi pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran, dan model pembelajaran. Harapan Penulis buku ini mampu memberikan pencerahan pembelajaran bagi guru dan murid dalam proses pembelajaran. Akhirnya segala kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan penyusunan buku ini pada edisi mendatang. mend atang.
Sukoharjo, Juni 2011 Penulis
iii
3
Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Oleh: Dra. Sri Muryati Dewi Kusumaningsih,S.S.,M.Hum. Kusumaningsih,S.S.,M.Hum.
Setting : Abimanyu Desain Cover : Bete
Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis, maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin dari Penulis.
Penerbit Univet Bantara Press Sukoharjo Jl. Letjen Sujono Humardani No 1 Sukoharjo Telp (0271)593156 Fax.(0271)591065
Percetakan TUGU Jl. Tentara Pelajar No 5B Jebres 57126 Telp (0271)669461
Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT) ISBN : 979-498-038-3
iv
4
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
BAB I. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
1
B. Pengertian Strategi
1
C. Pengertian Belajar
3
D. Pengertian Mengajar
6
E. Strategi Belajar
8
F. Pemilihan Strategi Pembelajaran
12
G. Jenis Strategi Pembelajaran
13
BAB II. PENDEKATAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
18
B. Pendekatan Pembelajaran
19
C. Metode Pembelajaran
34
D. Teknik Pembelajaran
46
BAB III. PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
57
B. Faktor-faktor yang Perlu Dipetimbangkan dalam Pemililihan Strategi Pembelajaran
57
C. Gaya Mengajar, Gaya Belajar, dan Kecakapan Mengajar
65
D. Hubungan antara Model Mengajar, Metode Mengajar, Gaya Mengajar, dan Kecakapan Mengajar
70 v
5
BAB IV. MODEL PEMBELAJARAN
A. Pengertian Model Pembelajaran
73
B. Ciri-ciri Model Pembelajaran
73
C. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran
74
D. Model Pembelajarann Kontekstual
75
E. Model Pembelajaran Kooperatif
80
F. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
93
G. Model Pembelajaran Tematik
96
H. Model Pembelajaran Berbasis Komputer
106
I. Model PAKEM
108
J. Model Pembelajaran Berbasis Web
110
K. Model Pembelajaran Mandiri
111
L. Model Lesson Study
112
DAFTAR PUSTAKA
115
vi
6
BAB I PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN H. Pendahuluan Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara mendalam tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran yang dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah dan tepat sasaran. Hal ini penting karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana dia sebagai manusia yang memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan yang berbeda dari yang lain. Guru sebagai profesi mempunyai berbagai peran yang harus dilaksanakan sesuai dengan tugasnya di antaranya adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, petugas administrasi, penilai, pemberi motivasi, dan pemberi kemudahan. Peran-peran tersebut harus dapat dilaksanakan secara serentak dan seimbang agar mendapatkan hasil yang diharapkan berupa tercapainya tujuan pendidikan, dikuasainya kompetensi yang sudah ditetapkan. Luas dan kompleksnya pelaksanaan pembelajaran menuntut guru dapat menguasai berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan eret dengan peran-peran tersebut. I. Pengertian Strategi Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima perang. Panglima perang inilah yang bertanggung jawab merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan. Sherly mengemukakan pengertian strategi sebagai keputusankeputusan bertindak yang diarahkan dan keseluruhannya diperlukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Gagne, strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Di sisi lain Salusu mengatakan bahwa strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan. Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk
7
umum) agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Berikut merupakan urutan untuk melaksanakan proses pembelajaran yang dapat disajikan dalam bentuk kerucut (Iskandarwassid, 2005: 32) PENDEKATAN MODEL STRATEGI METODE TEKNIK TAKTIK Sementara itu, menurut Sanjaya (dalam Komalasari, 2010: 54-58) strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Adapun metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yng sifatnya individual. Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik, dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Di samping istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelaaran, sedangkan desain pembelajaran lebih merujuk kepada cara-cara merencanakan suatu system lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan stategi pembelajaran tertentu. Menurut Kozma (dalam Gafur, 1984: 95) strategi instruksional dapat diartikan setiap kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Sedangkan menurut Dick dan Carey (Gafur, 1984: 95) pengertian strategi instruksional tidak hanya mencakup kegiatan saja tetapi juga menyangkut materi dan paket pembelajaran. Komponen strategi instruksional meliputi (1) kegiatan instruksional pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4) tes, dan (5)
8
kegiatan lanjutan. Pada kegiatan instruksional pendahuluan dimaksudkan untuk menarik minat dan meningkatkan motivasi siswa terhadap materi yang dipelajari. Adapun teknik yang dapat digunakan misalnya menunjukkan kepada mereka pengetahuan dan keterampilan yang akan mereka peroleh setelah belajar.Setelah itu tunjukkan juga manfaat setelah menguasai materi tersebut.Dapat juga dilakukan dengan menunjukkan eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan materi yang akan dipelajari. Langkah berikutnya adalah penyampaian informasi. Pada langkah ini guru menyampaikan informasi dengan memperhatikan urutan, kuantitas, dan kategorinya. Dan langkah selanjutnya adalah partisipasi siswa yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan kelompok, maupun mandiri. Setelah itu dilakukan tes dan terakhir diadakan kegiatan lanjutan yang dapat berujud perbaikan dan pengayaan. Dalam perkembangannya, konsep strategi digunakan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Implementasi konsep strategi dalam bidang belajar mengajar, sekurang-kurangnya meliputi pengertian sebagai berikut: 1. Strategi merupakan keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk mencapai tujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan. 2. Strategi merupakan kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam bidang pembelajaran. 3. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelolan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. 4. Strategi dalam pembelajaran merupakan suatu rencana tentang aktivitas yang dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan pembelajaran. 5. Strategi merupakan pola umum kegiatan guru-peserta didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Pola ini menunjukkan macam dan urutan perbuatan yang ditampilkan guru-peserta didik dalam berbagai peristiwa belajar. Dengan demikian strategi belajar pembelajaran pada dasarnya menyangkut 4 hal utama yaitu penetapan tujuan, pemilihan sistem pendekatan pembelajaran, pemilihan dan penetapan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran, dan penetapan kriteria keberhasilan pembelajaran dari evaluasi yang dilaksanakan. J. Pengertian Belajar Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan manusia yang dilakukan sejak lahir sampai meninggal dunia. Perbuatan atau aktivitas belajar menghasilkan
9
perubahan, yakni perubahan dalam diri seseorang maupun tingkah lakunya. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat aktif dan positif. Bersifat aktif, karena aktivitas tersebut dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Sedangkan pengertian bersifat positif, karena aktivitas belajar tersebut memperoleh hasil berupa dimilikinya kompetensi tertentu. Proses belajar dapat dipandang secara horizontal dan srecara vertikal. Secara horizontal, belajar berarti memperoleh kemampuan baru, menguasai ilmu pengetahuan, memperoleh sikap-sikap untuk menghadapi situasi baru, dan menentukan minat baru untuk menemukan teknik pemecahan masalah yang baru. Sedangkan belajar dipandang secara vertikal, karena dengan belajar seseorang dapat mengembangkan keterampilan khusus, mengembangkan pengetahuan yang sudah dimiliki, dan melakukan intensifikasi minat, sikap, dan kemampuan teknis. Hakikat belajar ditandai oleh adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi peserta didik dengan lingkungan melalui pengalaman dan latihan. Tingkah laku belajar dapat diidentifikasikan ciri-cirinya, yaitu: 1. Perubahan itu bersifat konsisten, kontinyu, dan fungsional 2. Aktivitas tersebut dilakukan dengan sadar. 3. Perubahan itu bersifat aktif dan positif 4. Perubahan bukan merupakan proses kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan 5. Perubahan tersebut terarah dan bertujuan. Proses belajar digambarkan oleh beberapa ahli di antaranya Piaget, Vigotsky, dan Bruner. Bagi Piaget, anak adalah individu yang aktif membentuk dan menyusun pengetahuan sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya seperti ketika mereka mengeksplorasi lingkungan. Selanjutnya tumbuh secara kognitif dalam pemikiran-pemikiran yang logis. Dalam hal ini Piaget menekankan pada penciptaan lingkungan belajar. Bagi Vigotsky, anak mengontruksi pengetahuan mereka melalui in teraksi pengajaran dan sosial dengan orang dewasa yang dapat menjembatani arti dengan bahasa atau s ymbol sehingga dalam diri anak tumbuh pemikiran-pemikiran verbal. Dalam hal ini Vigotsky memandang penting interaksi guru siswa di mana guru dapat menjembatani arti simbol yang digunakan. Bruner menyatakan bahwa aktivitas anak dengan orang dewasa akan mendorong anak mengontruksi pengetahuan mereka dalam bentuk tampilan spiral. Hal ini dapat diamati pada anak dalam belajar berbahasa mulai dari pre-speech sampai terlibat dalam penggunaan bahasa yang kompleks. Bruner lebih
10
menekankan pada gambaran proses pikiran anak dalam mengontruksi pengetahuan mereka. Selanjutnya guru konstruktivis akan menyediakan lingkungan atau bahan belajar yang memungkinkan anak mengeksplorasi lingkungan. Guru juga akan menciptakan sistem interaksi pengajaran di mana anak berinteraksi dengan banyak orang dengan arahan guru. Eksplorasi lingkungan dan interaksi yang terjadi dalam diri anak merefleksikan pengalaman belajar anak sehingga membentuk pengetahuan yang berkembang terus menerus. Secara lebih beragam bagaimana anak belajar terkandung dalam sejumlah kata berikut: Constructing Participation Experiences Hands-on Active learning Linking Making conections Interacting Social Sharing Cooperation Collaboration Discussions Talk Scaffolding Mediated modeling Peer teaching Contingent teaching Adult support Assistance Apprenticeship Contextualizing Search for meaning Relevant Functional Real Authentic
11
Meaningful practicing Non-judgemental Continuous Making mistake Risk-taking Trust Trying. K. Pengertian Mengajar Pengertian mengajar sebenarnya tidak hanya menyangkut persoalan penyampaian pesan kepada peserta didik. Tetapi lebih merupakan persoalan bagaimana guru membimbing dan melatih peserta didi k untuk belajar. Kegiatan ini membutuhkan kemampuan professional dari guru. Menurut Gagne, mengajar merupakan usaha membuat siswa belajar. Selanjutnya menurut T Raka Joni, bahwa mengajar merupakan upaya menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar Aktivitas mengajar membutuhkan kemampuan tingkat tinggi karena pengajar harus dapat mengatur berbagai komponen dan menyelaraskannya untuk terjadinya proses belajar-mengajar yang efektif. Hal ini sesuai pendapat Davis yang mengungkapkan bahwa mengajar merupakan aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan. Mengajar pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Ada empat strategi dasar dalam proses pembelajaran yaitu (1) mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam menunaikan tugas mengajarnya, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan system instruksional yangb bersangkutan secara keseluruhan. Beberapa pandangan tentang mengajar dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Mengajar dipandang sebagai ilmu, artinya terdapat landasan yang mendasari kegiatan mengajar baik dari segi filsafat maupun teorinya yang bersifat metodologis dan prosedural.
12
b. Mengajar sebagai teknologi, yaitu penggunaan perangkat alat yang dapat dan harus diuji secara empiris. c. Mengajar sebagai seni, yang mengutamakan penampilan guru secara khas, unik yang berasal dari sifat-sifat guru, perasaan, serta nalurinya. d. Mengajar sebagai pilihan nilai, bersumber dari nilai dan wawasan kependidikan yang dianut guru. e. Mengajar sebagai keterampilan, yaitu suatu proses penggunaan seperangkat keterampilan secara terpadu. Dalam konteks pembelajaran bahasa, seorang guru bahasa selain memenuhi persyaratan sebagai guru profesional yang memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi social kemasyarakatan juga dituntut untuk memiliki kompetensi berkaitan dengan bahasa. Kompetensi dimaksud adalah kompetensi kebahasaan, kompetensi linguistik, kompetensi bidang budaya, dan kompetensi di bidang teknik mengajar serta kompetensi di bidang laboratorium bahasa. Kompetensi pribadi di antaranya (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengamalan ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama, (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan system nilai yang berlaku di dalam masyarakat, (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma, dan (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik. Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting karena langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan guru dapat dilihat dari kompetensi ini. Beberapa kemampuan yang berhubngan dengan kompetensi ini di antaranya (1) kemampuan dalam menguasai landasan kependidikan, (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya, (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran, (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, dan (9) kemampuan melaksanakan bimbingan, (10) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
13
Kompetensi sosial kemasyarakatan berkaitan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, di antaranya meliputi (1) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan, (3) kemampuan untuk menjalin kerjasama baik secara individual maupun secara kelompok.. Khusus berkaitan dengan guru bahasa, ada beberapa kemampuan yang hatus dikuasai yaitu kemampuan di bidang kebahasaan yang meliputi pengetahuan tentang struktur bahasa, keterampilan menggunakan bahasa itu dalam bertutur, menyimak, membaca dan menulis, terampil memahami dan menggunakan ragam bahasa ragam bahasa baku, mengenal mengen al dengan baik ragam-ragam bahasa itu. Kemampuan di bidang linguistik yang harus dikuasai guru meliputi memiliki pengetahuan yang sahih tentang struktur bahasa yang diajarkan di samping keterampilan menggunakan bahasa itu. Memiliki pengetahuan tentang bahasa pertama para siswa dan perbedaan-perbedaannya dengan bahasa yang dipelajari, keterampilan menerapkan analisis linguistik pada bahan pelajaran, memiliki pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan perkembangan bahasa yang dipelajari untuk memperjelas latar belakang bahasa. Kompetensi di bidang budaya berfungsi untuk memahami makna-makna budaya yang diungkapkan menggunakan bahasa tersebut. Adapun kompetensi di bidang budaya mencakup kemampuan memahami hubungan antara bahasa dan kebudayaan, kemampuan dalam memahami pola-pola pokok tentang berpikir, kepercayaan, tradisi, nilai-nilai dalam bahasa itu, memahami sejarah, asal usul pemakai bahasaitu, dan memahami kehidupan perasaan penutur bahasa itu yang terpancar dalam musiknya, leluconnya, dan kehidupan kesehariannya. Kompetensi dalam penggunaan laboratorium bahasa berkaitan dengan pemahaman tentang tentan g lab bahasa dan mampu memanfaatkan dengan baik b aik termasuk mengoperasikannya. L. Strategi Belajar Strategi belajar dan tipe belajar merupakan bidang garapan yang kini banyak menarik minat para pengkaji pembelajaran bahasa kedua. Strategi belajar dipersepsi dan diartikan berbeda-beda. Ada yang menggambarkan strategi belajar sebagai sifat, tingkah laku yang tidak teramati, atau langkah nyata yang dapat diamati. Dari segi ruang lingkupnya, sebagian ahli beranggapan bahwa strategi belajar hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan proses internalisasi system
14
bahasa, namun ada sebagian yang beranggapan bahwa strategi belajar juga mencakup proses pemakaian bahasa untuk berkomunikasi. Strategi belajar dapat digambarkan sebagai sifat dan tingkah laku. Rubin melakukan kajian tentang perbedaan antara sifat-sifat pembelajar bahasa yang berhasil dan sifat-sifat pembelajar bahasa yang tidak berhasil. Oxford mendefinisikan strategi belajar sebagai tingkah laku dan tindakan yang dipakai oleh pembelajar bahasa agar pembelajaran bahasa lebih berhasil, terarah, dan menyenangkan.Definisi ini menekankan bahwa strategi lebih merupakan proses dan tindakan yang teramati walaupun juga mencakup tindakan kognitif yang tidakl teramati. Pengertian yang dikemukakan oleh Brown bahwa strategi belajar merupakan tingkah laku yang tidak teramati dibedakan dengan strategi komunikasi. Strategi belajar berkaitan dengan pemrosesan, penyimpanan, dan pengambilan masukan pemerolehan bahasa, sedangkan strategi komunikasi berkenaan dengan keluaran pemerolehan bahasa. Kedua terminologi tersebut kadang dipakai untuk menyatakan konsep yang sama. Sern (dalam Iskandarwassid, 2008: 30) juga menekankan bahwa strategi belajar merupakan aspek kognitif yang tidak teramati. Sern memandang bahwa strategi belajar merupakan kecenderungan atau sifat-sifat umum dari pendekatan yang digunakan pembelajar bahasa kedua. Sedangkan Nunan menafsirkan strategi belajar sebagai proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari dan menggunakan bahasa sasaran. Dengan demikian, strategi pembelajaran sifatnya sangat personal, berbeda dari satu individu ke individu lainnya karena merupakan proses mental yang tidak tampak. Strategi pembvelajaran hanya bias diidentifikasi melalui manifestasi perilakunya. Strategi pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli meliputi kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai ke tahap evaluasi serta p[rogram tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran bahasa merupakan tindakan pengajar mel;aksanakan rencana mengajar bahasa Indonesia. Dalam pengertian lain, strategi pembelajaran bahasa Indonesia adalah pola keterampilan pembelajaran yang dipilih pengajar untuk melaksankan program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia. Penggolongan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran dibedakan antara strategi utama dan strategi pendukung, atau strategi langsung dan tidak langsung.Strategi utama digunakan
15
secara langsung untuk mencerna materi poembelajaran, sedangkan strategi pendukung digunakan secara tidak langsung untuk mengembangkan sikap belajar dan membantu pembelajar dalam mengatasi gangguan, kelelahan, frustasi dan sebagainya. Strategi belajar juga dapat dibedakan atas strategi kognitif dan strategi metakognitif. Strategi kognitif dipakai untuk mengelola materi pembelajaran agar dapat diingat untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan strategi metakognitif adalah langkah yang dipakai untuk mempertimbangkan proses kognitif, seperti monitoring diri sendiri, dan penguatan diri sendiri. Pembagian lain strategi meliputi strategi sintaksis dan strategi semantik. Strategi sintaksis menggunakan kata fungsi, awalan, akhiran, dan penggoklongan kata. Sedangkan strategi semantik berhubungan dengan objek nyata, situasi, dan kejadian. Subiyantoro (dalam Iskandarwassid, 2008: 11-20) mengungkapkan jenis-jenis utama strategi belajar dilihat dari karakteristik belajar setiap individu yang terbagi atas (1) strategi mengulang, (2) strategi elaborasi, (3) strategi organisasi, dan (4) strategi metakognitif. Strategi mengulang terbagi atas strategi mengulang sederhana dan strategi mengulang kompleks. Pada strategi mengulang kompleks dapat ditempuh dengan menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima. Strategi elaborasi dilakukan dengan membuat catatan, analogi, dan PQ4R. Strategi ini dapat dilakukan dengan menambah rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi ini, informasi baru dari memori jangka pendek pindah ke memori jangka panjang dengan cara menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang perbnah ada. Pembuatan catatan merupakan strategi belajar yang menggabungkan informasi yang dimiliki dengan informasi baru yang diperoleh melalui proses mencatat. Dengan mencatat, peserta didik dapat menuangkan ide baru dari perpaduan kedua informasi itu.Sedangkan analogi merupakan cara belajar dengan pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan persamaan antara cirri pokok benda atau ide. PQ4R adalah singkatan dari preview (membaca selintas dengan cepat), question, read, reflect, recite, dan review yang artinya bertanya, membaca, merefleksi, menanyakan pada diri sendiri, dan mengulang secara menyeluruh. Strategi PQ4R merupakan strategi belajar elaborasi yang efektif dalam membantu peserta didik menghafal informasi bacaan. Strategi organisasi merupakan strategi belajar yang dilakukan dengan mengelompokkan ide-ide atau istilah menjadi bagian yang lebih ringkas. Bentuk
16
strategi organisasi ini adalah outlining, mqapping dan mnemonics. Outlining , membuat garis besar, mapping, pemetaan konsep, dan mnemonics membentuk strategi khusus yang mencakup pemotongan, akronim, dan kata berkait. Strategi metakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik tentang berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan strategi belajar dengan tepat.Metakognisi memiliki dua komponen yaitu pengetahuan tentang kognisi dan mekanisme pengendalian atau monitoring kognisi. Metakognisi mementingkan learning how to learn, yaitu belajar bagaimana belajar. Rubin menyebutkan ada 7 strategi pembelajar pandai yaitu pembelajar yang (1) memiliki kemampuan untuk menebak dengan teliti, (2) memiliki dorongan
kuat untuk berkomunikasi, (3) sering tidak merasa takut dan mau membuat kekeliruan, (4) memfokuskan pada bentuk dengan mencari pola-pola dan melakukan analisis, (5) memanfaatkan kesempatan untuk berlatih, (6) memonitor pembicaraannya sendiri dan pembicaraan orang lain, dan (7) memberikan perhatian kepada makna. Studi lain membandingkan strategi belajar yang digunakan pembelajar yang pandai dan pembelajar yang tidak pandai. Hasilnya pemakaian strategi belajar yang tepat membantu peningkatan kemahiran berbahasa, kemampuan secara umum dan kemampuan pada hal-hal yang bersifat khusus. Selain itu, pembelajar yang pandai cenderung menggunakan banyak strategi belajar dan mampu memadukan sejumlah strategi secara efektif. Pembelajar yang kurang pandai cenderung menggunakan sedikit strategi belajar. Mereka tidak mengetahui strategi yang digunakan walaupun di antara mereka ada yang menggunakan strategi belajar secara sadar serta jenis maupun jumlah strategi tersebut tidak jauh berbeda dengan strategi yang digunakan oleh pembelajar yang pandai. Pembagian strategi belajar yang merupakan hasil kajian Oxford adalah: Strategi Langsung 1) Strategi Ingatan a. Menciptakan hubungan mental b. Menerapkan kesan dan suara c. Mengulang dengan tuntas d. Menggunakan tindakan 2) Strategi Kognitif a. Mempraktikkan b. Menerima dan mengirim pesan c. Melakukan analisis dan argumentasi d. Menciptakan struktur untuk input dan output
17
3) Strategi kompensasi a. menerka secara cerdas b. mengatasi keterbatasan dalam berbicara dan mengarang.. Strategi Tak Langasung 1) Strategi Metakognitif a. Memprioritaskan kegiatan belajar b. Mengatur dan merencanakan kegiatan belajar 2) Strategi Afektif a. Mengurangi kecemasan b. Mendorong diri sendiri c. Mengontrol ketegangan emosi 3) Strategi Sosial a. Bertanya b. Bekerjasama dengan orang lain c. Memahami masalah orang lain (empati). Ada faktor yang berperan dalam pemakaian strategi yaitu motivasi, jenis kelamin, latar belakang budaya, jenis tugas, umur, tahapan belajar berbahasa, dan gaya belajar.Pembelajar yang bermotivasi tinggi menggunakan lebih banyak strategi dibandingkan yang bermotivasi rendah. Wanita lebih banyak menggunakan strategi daripada pria, kelompok etnis berbeda menggunakan strategi yang berbeda misalnya bangsa Asia lebih banyak menggunakan strategi hafalan. Pembelajar yang lebih tua cenderung menggunakan strategi belajar yang lebih rumit. M.
Pemilihan Strategi Pembelajaran Pemilihan strategi pembelajaran dapat dilakukan berdasarkan komponenkomponen yang terdapat dalam proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Gulo (dalam Iskandarwasid, 2008: 45-48) meliputi: a. Tujuan Pembelajaran Dalam pembelajaran dikenal dua mecam tujuan, yaitu tujuan instruksional (instructional effects) dan tujuan iringan (nurturant effets). Tujuan instruksional dinyatakan secara eksplisit dalam kurikulum sedangkan tujuan iringan diperoleh peserta didik jika ia terlibat aktif dalam pembelajaran melalui penampilan pengajar, situasi yang diciptakan pengajar dalam mengelola pembelajaran, dan penampilan pribadi pengajar. Tujuan pengajaran yang berbeda mengharuskan pengajar memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang berbeda pula. Tujuan pengajaran yang
18
berorientasi sikap tentu tidak akan dapat dicapai dengan strategi pembelajaran yang berorientasi pada dimensi kognitif. b. Pengajar Setiap pengajar dituntut memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya. Ia tidak hanya menjalankan proses pembelajaran secara teknis mekanis sesuai ketentuan yang ada, tetapi harus melaksanakan tugas secara bertanggung jawab. Ia melaksanakan tugas yang dipengaruhi oleh sikap dan pandangannya secara pribadi serta wawasan kependidikannya.Wawasan kependidikan pada hakikatnya menunjuk pada cara seorang pengajar melihat dirinya dan tugas-tugasnya yang bersumber pada pandangan hidup yang dimilikinya. Pemilihan strategi pembelajaran dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, dan wawasan pengajar. c. Peserta Didik Peserta didik memiliki perbedaan latar belakang seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasinya dalam kelas. d. Materi Pelajaran Materi pembelajaran dapat dibedakan atas materi formal, yang terdapat dalam buku teks; dan materi informal yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Materi yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran lebih relevan dan aktual. e. Media Pengajaran Dewasa ini tersedia berbagai macam media pembelajaran, tetapi perlu diingat bahwa keberhasilan program pembelajaran tergantung pada ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh pengajar. f. Faktor Administrasi dan Finansial Faktor-faktor administrasi seperti jadwal pelajaran, kondisi gedung, dan ruang belajar diharapkan menjadi factor penunjang yang benar-benar berfungsi selama proses pembelajaran berlangsung. N. Jenis Strategi Pembelajaran Seorang pengajar tidak hanya harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dari peserta didik, tetapi juga harus mampu membelajarkan peserta didik. Untuk itu, pengajar harus berusaha secara terus menerus membantu peserta didik
19
membangun potensi-potensinya. Dalam hal ini pengajar harus memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran diperlukan pendekatan tertentu. Pendekatan merupakan sudut pandang atau titik tolak untuk memahami seluruh persoalan dalam proses pembelajaran. Sudut pandang menggambarkan cara berpikir dan sikap pengajar dalam menjalankan profesinya. Menurut Gulo (dalam Iskandarwassid, 2008: 25-26), seorang pengajar profesional tidak hanya berpikir tentang apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, tetapi juga siapa yang menerima pelajaran, apa makna belajar bagi peserta didik, dan kemampuan apa yang dimiliki ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini berimplikasi bahwa seorang pengajar harus mengetahui dan menguasai berbagai strategi pembelajaran dalam proses pembelajaran. Pengajar harus memilih strategi pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Berikut dijelaskan jenis-jenis strategi pembelajaran berdasarkan klasifikasinya. a. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Penekanan Komponen dalam Pembelajaran 1) Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar merupakan strategi pembelajaran yang paling tua yang disebut dengan strategi pembelajaran tradisional. Dalam hal ini pengajar merupakan sumber utama pembelajaran dan sumber informasi. Pengajar mengalihkan pengetahuannya kepada peserta didik yang pasif. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran ini adalah teknik ceramah, teknik team teaching , teknik sumbang saran, dan teknik antardisiplin 2) Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik bertitik tolak pada pandangan bahwa mengajar merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar Dalam proses pembelajaran peserta didik aktif berusaha secara aktif untuk mengembangkan dirinya sebagai seorang individu dan personal yang mempunyai kepribadian dengan kemampuan tertentu. Dalam hal ini, pengajar berperan sebagai fasilitator dan motivator. Pengajar membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh sehingga pengajar harus mengenal potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dikembangkan. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran ini adalah teknik inkuiri, teknik teknik satuan pengajaran (unit teaching), teknik advokasi, teknik diskusi, teknik eksperimen, teknik
20
kerja lapangan, teknik sosiodrama, teknik nondirektif, dan teknik penyajian kasus. 3) Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pembelajaran Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi bertitik tolak dari pendapat bahwa belajar adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai informasi. Dalam hal ini, pembelajaran dipusatkan pada materi pembelajaran. Dalam hal ini ada kecenderungan dominasi kognitif dimana pendidikan afektif dan keterampilan kurang mendapat perhatian yang memadai dalam kerangka peningkatan kualitas manusia seutuhnya. Di samping itu materi pelajaran yang disampaikan di kelas dan terdapat dalam buku teks cenderung ketinggalan zaman dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat guru bukanlah sumber utama informasi karena banyak sumber informasi yang dapat didapat dari berbagai media yang bersifat aktual. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran yang berpusat pada materi adalah teknik tutorial, teknik modular, teknik pengajaran terpadu, teknik secara kasuistik, teknik kerja lapangan, teknik eksperimen, dan teknik demonstrasi. 4) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Kegiatan Pengolahan Pesan atau Materi a) Strategi pembelajaran ekspositoris Strategi pembelajaran ekspositoris merupakan strategi berbentuk penguraian, baik berupa bahan tertulis maupun penjelasan atau penyajian verbal. Pengajar mengolah materi secara tuntas sebelum disampaikan di kelas. Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua aspek komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada sampainya isi pelajaran kepada peserta didik secara langsung. Dalam strategi ini, pengajar berperan lebih dominan sedangkan peserta didik sangat pasif. Teknik yang paralel dengan strategi pembelajaran ini adalah teknik ceramah, teknik interaksi massa, teknik antardisiplin, teknik simulasi, teknik demonstrasi, dan teknik team teaching. b) Strategi pembelajaran heuristik atau kuriorstik Dalam strategi pembelajaran heuristik ini peserta didik diberi kesempatan untuk berperan dominan dalam pembelajaran. Strategi ini menyiasati agar aspek-aspek pembentuk komponen sistem pembelajaran mengarah pada pengaktifan pserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi yang mereka butuhkan.
21
Dalam strategi heuristik ini pengajar pertama-tama mengarahkan peserta didik kepada data-data terpilih untuk diolah oleh peserta didik sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat. Jika peserta didik dapat menyimpulkan dengan tepat berarti pembelajaran berhasil. Sebaliknya jika kesimpulan peserta didik tidak tepat pengajar dapat memberikan data-data baru sampai peserta didik memperoleh kesimpulan yang tepat. Dalam hal ini, pengajar berperan mengarahkan dan membimbing sampai peserta didik bisa menemukan sendiri. Teknik penyajian yang paralel dengan strategi ini adalah teknik inkuiri, pemecahan masalah, eksperimen, penemuan, teknik nondirektif, penyajian secara kasus, dan teknik penyajian kerja lapangan. 5) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Pengolahan Pesan atau Materi a) Strategi pembelajaran deduksi Dalam strategi deduksi, pesan diolah mulai dari yang umum menuju ke hal yang khusus, dari hal-hal yang abstrak menuju ke hal yang nyata, dari konsep yang abstrak menuju ke contoh-contoh yang konkret, dari premis menuju kesimpulan yang logis. Strategi pembelajaran ini dimulai dari pengajar menjelaskan konsep kemudian memberikan contohnya. b) Strategi pembelajaran induksi Strategi pembelajaran ini dimulai dari hal-hal yang khusus, dari peristiwa-peristiwa yang bersifat individual menuju pada generalisasi, dari pengalaman-pengalaman yang bersifat empiris menuju konsep yang bersifat umum. Pengajaran dimulai dari penentuan pengetahuan, aturan, prinsip, konsep yang akan diajarkan oleh pengajar. Selanjutnya pengajar memberikan contoh-contoh spesifik yang dijadikan bagian penyusunan hipotesis. Kemudian bukti-bukti disajikan untuk menyangkal berbagai hipotesis tersebut. Terakhir menyimpulkan bukti-bukti dan contohcontoh tersebut. Teknik penyajian yang paralel dengan teknik ini adalah teknik penemuan (discovery), teknik pengajaran unit, teknik penyajian secara kasus, dan teknik nondirektif. 6) Strategi Pembelajaran Berdasarkan Cara Memproses Penemuan a) Strategi pembelajaran ekspositoris Strategi ini sudah dijelaskan di atas bahwa strategi ini berbentuk penguraian, di mana pengajar mengolah secara tuntas materi atau pesan secara tuntas sebelum disampaikan di kelas. b) Strategi pembelajaran discovery
22
Strategi ini menuntut peserta didik untuk melakukan proses mental sehingga mampu mengasimilasikan pesan menjadi sebuah konsep dan prinsip. Proses mental dimaksud adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, menduga, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan. Tenik penyajian yang paralel dengan strategi ini adalah teknik discoveri, teknik karya wisata, teknik kerja lapangan, dan teknik nondirektif.
23
BAB II PENDEKATAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN E. Pendahuluan Dalam proses pembelajaran, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dalam pengertian yang sama; artinya orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan. Demikian pula dengan istilah teknik dan metode.. Sebenarnya ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda, walaupun dalam penerapannya saling berkaitan. Anthony berpendapat bahwa pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang mengenggap bahasa sebagai kebiasaan; ada asumsi bahwa bahasa sebagai seperangkat kaidah, dan ada asumsi bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Setiap asumsi teraktualisasikan dalam sebuah pendekatan, dengan demikian asumsi yang berbeda akan berkonsekuensi pada pendekatan yang berbeda pula. Pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Dapat dikatakan bahwa pendekaan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian metode tersebut menekankan pada langkah-langkah pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Definisi ini menekankan pada sajian materi yang sistematis. Pengertian yang pertama lebih tepat diterapkan dalam pembelajaran, sebab metode lebih menekankan pada cara-cara yang ditempuh peserta didik dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran bahasa, metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses pembelajaran. Proses itu tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis, tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat sebuah metode adalah prosedural.
24
Teknik adalah sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berpegang pada proses yang sistematis yang terdapat dalam metode.Penggunaan teknik pembelajaran perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi lain. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha atau upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dari hal ini dikatakan bahwa teknik pembelajaran bersifat implementasional. F. Pendekatan Pembelajaran Dalam pembelajaran bahasa, dikenal beberapa pendekatan yang dapat diterapkan antara lain pendekatan formal, pendekatan, struktural, pendekatan mekanis, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan terpadu, pendekatan integral, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan psikologi, pendekatan psikolinguistik dan pendekatan komunikatif. Dalam setiap pendekatan menerapkan asumsi tertentu dalam pembelajarannya. 1. Pendekatan Formal Pendekatan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional dalam pembelajaran bahasa. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa pembelajaran bahasa merupakan kegiatan rutin yang konvensional, dengan mengikuti cara-cara yang telah biasa dilakukan berdasar pengalaman. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak memiliki latar belakang teoritis. Prosedur pembelajarannya pun hanya mendasarkan pada pengalaman pengajar dan apa yang dianggap baik oleh umum. Menurut pendekatan ini, yang dikemukakan oleh Semi, pembelajaran dimulai dengan rumusan-rumusan teoritis kemudian diaplikasikan dengan contohcontoh pemakaiannya. Metode pembelajaran bahasa yang relevan dengan pendekatan ini adalah metode terjemahan tatabahas a dan metode membaca. 2. Pendekatan Empirik Pendekatan empirik ini sering disebut dengan pendekatan atau aliran behavioris, pendekatan mekanis. Disebut pendekatan empirik karena didasarkan pada pengalaman, dan disebut pendekatan behavioris karena mendapat masukan dari psikologi behavioristik. Disebut pendekatan mekanik karena sifat dari tingkah laku dalam psikologi behavioristik adalah mekanis. Tokoh aliran ini misalnya Skinner. Adapun asumsi-asumsi dalam pendekatan ini meliputi 1) Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan 2) Bahasa adalah rangkaian kebiasaan
25
3) Bahasa yang sewajarnya adalah yang digunakan penuturnya, bukan yang seharusnya diujarkan 4) Ajarkanlah bahasa, dan bukan tentang bahasa 5) Tidak ada dua bahasa yang sama. Metode pembelajaran bahasa yang sesuai dengan pendekatan mekanis ini adalah metode aural oral, metode mimikri memorisasi, metode drill. 3. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahwa bahasa adalah seperangkat kaidah. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Dalam hal ini, pembelajaran lebih menekankan pada pengetahuan tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dengan demikian pengetahuan bidang kognitif bahasa lebih diutamakan. Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan semakin cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidahnya. 4. Pendekatan Keterampilan Proses Setiap manusia yang dilahirkan dibekali dengan kemampuan dasar. Kemampuan dasar ini ini tumbuh dan berkembang bila dibina dan dilatih. Sebaliknya, kemampuan dasar itu menjadi tumpul bila tidak dibina. Dalam belajar, diperlukan keterampilan intelektual, sosial, dan fisik. Ketiga keterampilan inilah yang mendasari pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses. Setiap keterampilan terdiri atas beberapa subketerampilan yang perlu dilatihkan. Keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep. Konsep yang te;lah ditemukan dan dikembangkan berfungsi sebagai penunjang keterampilan proses. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan pengembangan konsep dalam pembelajaran mengahasilkan terbentuknya sikap dan nilai dalam diri siswa. Sikap dan nilai tersebut misalnya teliti, kreatif, kritis, objektif, tenggang rasa, bertanggung jawab, jujur, terbuka, dapat bekerjasama, rajin dan seb againya. Keterampilan proses dibangun oleh sejumlah keterampilan-keterampilan. Karena itu pencapaian atau pengembangannya dilaksanakan dalam sdetiap proses belajar mengajar dalam semua mata pelajaran. Tidak ada satu mata pelajaran pun yang dapat mengembangkan keterampilan itu secara utuh. Karena itu, ada keterampilan yang cocok dikembangkan dengan mata pelajaran tertentu, dan ada pula keterampilan yang lain dikembangkan dengan mata pelajaran lainnya.
26
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik masing-masing. Karena itu penjabaran keterampilan proses yang dapat dikembangkan juga berbeda sesuai dengan karakteristiknya. Perbedaan itru sifatnya tidak mendasar tetapi merupakan variasi-variasi belaka. Berbagai kemampuan dasar yang dapat dikembangkan dengan pendekatan keterampilan proses adalah: 1) Mengamati a. Menatap, memperhatikan b. Membaca, memahami bacaan c. Menyimak, memahami sesuatu yang dikatakan orang lain 2) Menggolongkan Mencari persamaan, perbedaan atau penggolongan berbagai objek yang dipelajari. 3) Menafsirkan a. Menafsirkan: mencari dan menemukan arti, situasi, pola, simpulan, dan mengelompokkan wacana. b. Mencari dasar penggolongan; mengelompokkan sesuatu berdasarkan suatu kaidah. c. Memberi arti, baik kata, morfem, frasa, klausa, kalimat, paragraf, maupun wacana dan mengungkapkan kembali secara lisan dan tulis. d. Mencari hubungan situasi, waktu, tempat, umum-khusus, kausal, dan sebagainya. e. Menemukan pola kalimat, paragraf, wacana, cerita, puisi sebagai bentuk penggunaan bahasa. f. Menarik kesimpulan baik secara deduktif maupun induktif. g. Menggeneralisasikan berbagai bentuk penggunaan bahasa dalam lingkup yang lebih luas. h. Menganalisis baik wacana, paragraf, kalimat maupun frasa. 4) Menerapkan Menggunakan konsep untuk menyusun wacana eksposisi, narasi, deskripsi, argumentasi, dan persuasi; surat menyurat. Mengubah, memadukan, meramu, memodifikasi, membentuk berbagai satuan bahasa menjadi satuan bahasa yang lebih besar. 5) Mengkomunikasikan a. Berdiskusi: melakukan diskusi, tanya jawab, dengan menggunakan argumentasi atau alasan untuk memecahkan masalah. b. Mendeklamasikan c. Dramatisasi
27
d. Bertanya e. Mengarang f. Bermain peran g. melaporkan 6) Mengendalikan variabel Dalam melakukan penelitian diperlukan langkah-langkah yang objektif, sistematis, dan pasti untuk memutuskan penyelesaian suatu masalah. 5. Pendekatan Rasional Pendekatan rasionalis dikenal sebagai aliran mentalis yang dipelopori oleh Chomsky. Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa pada tahun 1960-an. Adapun asumsi-asumsin ya adalah 1) Manusia adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa 2) Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berpikir 3) Bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan tatabahasa 4) Aturan-aturan tatabahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan. Dengan pendekatan ini muncul metode verbal aktif yang merupakan perbaikan dari metode langsung. Kaum rasionalis berpendapat bahwa: (1) kemampuan berbahasa telah dimiliki seseorang sejak lahir tetapi kemampuan berbahasa itu baru dapat dicapai dengan belajar; (2) dalam belajar berbahasa, anak harus aktif. Kemampuan berbahasa tidak hanya dikuasai dengan pembiasaan, anak harus mampu menciptakan kalimat-kalimat baru yang sesuai kaidah tatabahasa; (3) melatih berulang-ulang kalimat-kalimat yang lepas dari hubungan pemakaiannya tidak banyak manfaatnya; (4) tatabahasa perlu diajarkan secara fungsional; dan (5) karena bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan untuk berpikir, penguasaan bahasa dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat berpikir dengan kegiatan mendengarkan, membaca, b erbicara, dan menulis. 6. Pendekatan Fungsional Pembelajaran bahasa dengan pendekatan fungsional dilakukan dengan mengadakan kontak langsung dengan masyarakat pemakai bahasa. Dengan demikian peserta didik langsung menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba memakainya sesuai dengan keperluan komunikasi. Mereka dengan sendirinya merasakan fungsi bahasa tersebut dalam komunikasi langsung.
28
Metode pembelajaran bahasa yang didasarkan pada pendekatan fungsional adalah metode langsung, metode pembatasan bahasa, metode intensif, metode audiovisual, dan metode linguistik. 7. Pendekatan Terpadu Pendekatan terpadu sering disebut dengan pendekatan integratif. Pendekatan pembelajaran bahasa yang terintegrasi didasarkan pada kenyataan bahwa penggunaan bahasa sehari-hari baik secara formal maupun tidak formal tiap-tiap aspeknya tidak pernah berdiri sendiri. Misalnya pada waktu kita membaca, berhadapan dengan ejaan, kosa kata, struktur kalimat. Setelah membaca mungkin membuat catatan, menceriterakannya kepada orang lain. Pada saat kita berbicara atau menulis perlu memilih kosa kata yang tepat dan menerapkan struktur kalimat yang tepat. Hal ini jelas bahwa kegiatan membaca, berbicara, menyimak, dan menulis merupakan kegiatan yang terpad u. Guru-guru yang menggunakan filsafat bahasa terpadu, tentu saja memberikan pengetahuan kognitif kepada siswa, tetapi di samping itu mereka juga menjadi model dalam hal membaca, menulis dan sebagainya. Dengan demikian, kelas mereka ditandai oleh komunikasi dan interaksi dengan bahasa yang hidup. Penerapan pembelajaran bahasa terpadu memerlukan perlengkapan yang memadai, setidak-tidaknya ada perpustakaan yang meyediakan buku-buku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan guru dan siswa. Lebih baik lagi jika sekolah memiliki laboratorium dan kelas khusus. Namun dengan kondisi sekolah yang sederhana pun dapat melaksanakan pembelajaran terpadu asal guru betul-betul mempersiapkan hal-hal yang mendukung pelaksanaannya. Salah satu model pembelajaran terpadu yaitu pembelajaran tematik diartikan sebagai pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemadu beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna, karena peserta didik akan mempelajari konsep-konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Pembelajaran tematik dapat diterapkan dengan meliputi beberapa mata pelajaran atau dalam satu mata pelajaran. Misalnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pelaksanaan pembelajaran terpadu dilakukan dengan memadukan beberapa keterampilan berbahasa dalam satu tema. 8. Pendekatan Integral Pendekatan integral menganut pengertian bahwa pengajaran bahasa harus merupakan sesuatu yang multidimensional. Artinya, banyak factor yang harus
29
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembelajarannya. Oleh karena itu, pengajaran harus fleksibel dan dengan metodologi terbuka. Bantuan-bantuan ilmu lain yang mendukung kelancaran pembelajaran berbahasa perlu mendapat tempat sehingga pembelajaran bahasa lebih bermanfaat. Misalnya, ilmu jiwa belajar, sains, dan antropologi. 9. Pendekatan Sosiolinguistik Pendekatan sosiolinguistik diartikan sebagai pendekatan pembelajaran bahasa yang memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik yang menghubungkan gejala masyarakat dengan gejala bahasa. Konsep-konsep sosiolinguisik yang memberikan sumbangan terhadap pembelajaran bahasa di antaranya (1) bahasa merupakan suatu sistem yang memiliki variasi atau ragam, setiap ragam memiliki peran, fungsi, gejala bahasa tertentu, serta kawasan pemakaian tertentu pula. Semua ragam perlu dipelajari sesuai konteksnya; (2) bahasa merupakan identitas kelompok. Bahasa yang digunakan menunjukkan identitas dan sikap masyarakatnya; (3) bahasa sebagai alat komunikasi, orang yang mampu berkomunikasi adalah orang yang dapat mengungkapkan gagasan dan perasaannya kepada orang lain dengan menggunakan bahasa tersebut. Implikasi dari beberapa hal tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa menyangkut (a) pengajaran bahasa harus diarahkan pada penguasaan kompetensi komunikatif oleh peserta didik; (b) salah satu cara menganalisis komunikasi melalui bahasa dilakukan dengan mngeidentifikasi fungsi-fungsi bahasa yang khas, cara pemakaian bahasa dengan tujuan khusus; (c) analisis fungsional kegiatan komunikasi adalah menemukan fungsi-fungsi bahasa yang bersangkutan dengan komunikasi tersebut. Pengajaran bahasa memberi penekanan pada fungsi bahasa yang penting; (d) analisis linguistik atas kegiatan komunikasi adalah menemukan bentuk-bentuk linguistik yang diperlukan dalam setiap jenis kegiatan berkomunikasi. Analisis ini berguna untuk memberikan penekanan pada pembelajaran bahasa dan untuk memilih materi pembelajaran; (e) analisis bahasa yang berkembang dalam masyarakat perlu dipetakan untuk mengetahui dinamika bahasa. 10. Pendekatan Psikologi Pendekatan psikologi dalam pembelajaran bahasa menelaah bagaimana peserta didik belajar bahasa dan bagaimana peserta didik sebagai individu yang kompleks. Asumsi psikologi dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa terutama dalam penyusunan strategi pembelajaran. Asumsi-asumsi yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain:
30
a. Teori Behaviorisme. Teori ini berasumsi bahwa segala tingkah laku termasuk tingkah laku berbahasa manusia merupakan respons terhadap stimulus. Proses belajar juga merupakan mekanisme stimulus respons. Dalam proses belajar tergantung pada faktor yang berada di luar diri anak sehingga memerlukan stimulus dari pengajar. Di samping itu hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulangan, dan penguatan. Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului yang sulit. b. Teori gestalt. Teori ini beranggapan bahwa setiap individu mempunyai memiliki kemampuan mengkaji secara mendalam. Kajian ini berfungsi untuk mengasimilasi atau mereka-reka objek yang sedang diamati sehingga diterima sebagai objek yang utuh. Menurut teori ini pengamatan bagi seseorang yang pertama adalah struktur atau keseluruhan dari sebuah benda, baru diikuti dengan pengamatan atas bagian-bagian. Dalam pembelajaran yang berdasar pada teori ini agar bahan pembelajaran jangan diberikan sepotong-sepotong tetapi harus diberikan secara utuh dan dalam struktur yang bermakna. c. Teori kognitif. Menurut teori ini segala aktivitas menusia yang dilakukan dengan sadar bersumber pada otak dan digerakkan oleh kognitif yang meliputi segala aspek kegiatan mulai dari menyadari adanya masalah, mengidentifikasikannya, merumuskan hiopotesis, mengumpulkan informasi atau data, menyimpulkan, mengevaluasi simpulan dan strategi untuk mencapai tujuan.. Pusat kognitif terletak di dalam susunan syaraf pusat, yang memiliki kemampuan mengolah dan menyimpan informasi yang hampir tidak terbatas jumlah dan ragamnya. Hal tersebut mengingatkan bahwa keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh faktor pengajar. Aspek psikologis, respons peserta didik serta kemampuan bawaan merupakan faktor yang penting juga. 11. Pendekatan Psikolinguistik. Pendekatan psikolinguistik bertumpu pada pemikiran tentang proses yang terjadi pada benak anak ketika mulai belajar bahasa, serta bagaimana pula perkembangannya.Persoalan ini merupakan bidang yang ditekuni studi psikolinguistik yaitu ilmu yang mempelajari latar belakang psikologis kemampuan berbahasa manusia.. Dalam proses penguasaan bahasa, terdapat teori empirisme yang pada akhirnya sejalan dengan paham behaviorisme..Menurut pandangan ini bahwa keberhasilan belajar berbahasa seseorang ditentukan oleh faktor dari luar atau
31
faktor eksternal. Pandangan behaviorisme tentang belajar bahasa dapat dideskripsikan dalam dua ciri pokok yaitu fisikalisme dan determinisme. Ciri fisikalisme ditandai oleh semua yang terjadi dalam benak menusia dapat dirumuskan sebagai pernyataan tentang kondisi badan dan tingkah lakunya yang dapat diamati sehingga dapat dimasukkan ke dalam wilayah fisika. Ciri determinisme menyatakan bahwa semua gejala yang ada dapat dikembalikan pada hukum sebab akibat, semua tingkah laku berpikir dan tingkah laku yang tidak terlihat dapat dikaitkan dengan faktor eksternal. Pengaruh Skinner dalam pembelajaran bahasa antara lain dalam bentuk penyusunan program dengan tahapan tertentu, sehingga peserta didik dapat mempelajari sendiri, mengerjakan tugas sendiri, dan mengecek sendiri sesuai dengan kunci jawaban. Kesalahan yang ditemukan mengajarkan kepada mereka untuk menjadi lebih baik pada masa berikutnya. Penguatan harus segera diberikan . Chomsky memberikan reaksi terhadp pendapat Skinner dalam 2 hal yaitu bahwa bahasa merupakan produk dari proses yang tersembunyi di dalam benak anak, berupa sistem aturan yang abstrak dan terinternalisasi. Skinner tidak berpikir bahwa tingkah laku berbahasa berlangsung dalam benak individu. Chomsky menganggap factor luar hanya merupakan prakondisi untuk mengaktifkan proses internal;. Ada prinsip yang sangat spesifik dan yang secara genetic menentukan bahasa menusia. Prinsip ini dimiliki anak dalam belajar bahasa yang sifatnya bawaan. Menurut Chomsky, dalam diri individu memiliki competence dan performance. Kompetensi merupakan kemampuan berbahasa yang tidak terdfengar dan tidak terlihat karena berada dalam benak. Penampilan merupakan perbuatan berbahasa yang tampak, tuturan dalam situasi konkret sehingga dapat diamati dan dianalisis. Penguasaan bahasa ibu tidak ditentukan oleh faktor luar seperti peniruan, penguatan, dan factor luar linnya, tetapi boleh kekuatan yang ada pada diri anak. Anak tidak pasif, tetapi aktif dan kreatif seperti menciptakan strategi belajar sendiri, dan mampu menangkap hubunganhubungan abstrak yang menjadi dasar semua hubungan kalimat ang didengarnya. Bila anak memahami struktur dasar kalimat, dia mampu menciptakan berbagai kalimat lain. 12. Pendekatan Komunikatif Pendekatan Komunikatif diartikan sebagai orientasi belajar mengajar bahasa yang berdasarkan pada tugas dan fungsi bahasa untuk berkomunikasi.
32
Selanjutnya, bentuk bahasa yaqng dipakai dalam berkomunikasi selalu dikaitkan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan pembelajaran bahasa yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai.Sesuai pendapat Chomsky bahwa kompetensi komunikatif terbagi dalam kompetensi dan performansi. Kompetensi bertalian dengan pengetahuan kebahasaan yang mencakup pengetahuan penutur terhadap bahasa sebagai sistem dan merupakan kemampuan potensial dalam diri penutur. Di sisi lain performansi kebahasaan diartikan sebagai kegiatan verbal yang berkaitan dengan proses pengungkapan yang mengandung ciri-ciri sosiokultural. Performansi kebahasaan sering dikenal sebagai pemakaian bahasa secara aktual dalam situasi konkret. Berkaitan dengan hal itu, kompetensi komunikatif merupakan paduan antara kompetensi gramatikal dengan kompetensi sosiolinguistik. Kompetensi komunikatif menurut Cambell dan Wales, Hymes, dan Munby (dalam Farkhan, 1986: 7) meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, kewacanaan, dan kompetensi strategi. Keempat konsep kompetensi komunikatif ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Kompetensi gramatikal mencakup kemampuan seseorang menguasai kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau rumus-rumus ketatabahasaan. Kemampuan ini meliputi pemahaman dan penguasaan kaidah pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan ortologi. Kompetensi sosiolinguistik mencakup pemahaman dan penguasaan terhadap aspek-aspek komunikasi bahasa. Di dalamnya tercakup kemampuan memahami penutur, isi komunikasi, alat penyampaian pesan, tujuan komunikasi, dan siapa mitra komunikasinya. Dengan kata lain, kompetensi sosiolinguistik berkaitan dengan kemampuan seseorang memahami aspek tujuan berkomunikasi, ragam bahasa yang digunakan, diksi, serta nuansanuansa lain yang berkaitan dengan aspek sosial dan bahasa. Kompetensi kewacanaan berkaitan erat dengan pemahaman dan penguasaan seorang penutur bahasa terhadap aspek fisik serta mental bahasa. Yang dimaksud aspek fisik adalah aspek tuturan, lisan mapun tulisan, dari tataran kalimat., paragraf, hingga wacana. Sementara, aspek mental bahasa berkaitan dengan makna, nuansa, dan rasa b ahasa. Kemampuan untuk mengolah informasi sehingga menjadi sebuah wacana yang dipahaminya menjadi informasi yang dikemukakan kepada orang lain,
33
juga ditentukan oleh strategi berpikir. Dalam konsep kompetensi berbahasa, hal ini disebut dengan kpompetensi strategi. Kompetensi ini berkaitan dengan keterkaitan antara kemampuan berbahasa dengan berpikir. Kaitan antara bahasa dengan berpikir dapat dijelaskan secara psikolinguistik. Menurut Ali (dalam Hairudin, 2007: 4-18) terdapat tiga pendapat tentang hubungan antara berbahasa dengan berpikir yaitu (1) kemampuan berbahasa tidak memiliki hubungan dengan kemampuan berpikir. Bahasa hanyalah merupakan alat membantu pikiran, membedakan, dan mempertajam konsep-konsep; (2) kemampuan berbahasa pada dasarnya identik dengan kemampuan berpikir. Manusia tidak hanya berpikir menggunakan otaknya etapi juga enggan bahasanya. Tidak ada penalaran tanpa dan tidak ada bahasa tanpa penalaran.; (3) kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir memiliki keterkaitan, akan tetapi tidak identik. Pendapat ini didukung oleh ahli psikologi dan psikolinguistik. Bullock menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa bahasa merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran dan pengembangan kemampuan kognitif. Bahasa dipandang sebagai sarana aktivitas simbolik. Dengan bahasa seseorang dapat merefleksikan kehidupannya, menerjemahkan dan mentransformasikan pengalamannya. Sedangkan asumsi/prinsip pendekatan komunikatif secara rinci dideskripsikan seperti berikut (Suyono, 1990: 45): 1) Fungsi utama bahasa adalah alat komunikasi, karena itu pengajaran bahasa didasarkan pada fungsi komunikatif bahasa; 2) Tujuan utama pengajaran bahasa adalah penguasaan kompetensi dan performansi komunikatif; 3) Pengajaran bahasa harus didasarkan pada dan menjawab kebutuhankebutuhan komunikatif peserta didik; 4) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil bagian dalam peristiwa komunikat yang bemakna, dengan penutu r asli; 5) Dalam proses belajar mengajar dan di luar proses belajar mengajar mengoptimalkan pemakaian bahasa dalam peristiwa komunikatif; 6) Memberikan informasi, latihan, praktik dan pengalaman-pengalaman berbahasa yang dihubungkan dengan peristiwa komunikatif; 7) Diarahkan pada penggunaan bahasa dan bukan pengetahuan bahasa; 8) Semua ragam bahasa berguna, di antaranya untuk menyampaikan informasi; 9) Buku teks atau bahan pengajaran yang paling baik adalah yang memberikan bahan latihan komunikatif yang bermanfaat;
34
10) Pembelajaran beranggapan bahwa (1) bahan pembelajaran berupa bahasa sebagai alat komunikasi, (2) bahan pembelajaran merupakan kegiatan bukan pokok bahasan, (3) bahan pembelajaran mendorong peserta didik untuk berkomunikasi, (4) aktivitas untuk berkomunikasi yang sebenarnya mendorong peserta didik untuk belajar, (5) aktivitas berbahasa yang bertujuan untuk mengerjakan tugas yang bermakna mendorong peserta didik untuk belajar, (6) materi dan silabus komunikatif disusun setelah dilakukan analisis kebutuhan komunikatif peserta didik, (7) dalam pembelajaran peserta didik sebagai pusat dan guru sebagai penyuluh, pembimbing, (8) peran bahan pembelajaran sebagai penunjang dan perangsang terjadinya proses komunikasi sehingga peserta didik aktif, dan (9) bahan pembe;lajaran berupa teks, tugas, dan bahan otentik. Pendekatan komunikatif memandang bahwa bahasa lebih tepat dilihat sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat ditindakkan dengan bahasa atau juga berkenaan dengan makna apa yang yang dapat diungkapkan dengan bahasa. Brumfit dan Finocchiaro (dalam Hairudin, 2007: 4-19) menyatakan bahwa cirri-ciri pendekatan komunikatif adalah: 1. Makna merupakan hal yang terpenting; 2. Percakapan harus berpusat pada sekitar fungsi komunikatif dan tidak dihafalkan; 3. Kontekstualisasi merupakan premis pertama; 4. Belajar behasa berarti belajar berkomunikasi; 5. Komunikasi efektif dianjurkan; 6. Latihan penubihan atau drill diperbolehkan, tetapi tidak memberatkan; 7. Ucapan yang dapat dipahami diuatamakan; 8. Setiap alat bantu peserta didik diterima dengan baik; 9. Setiap upaya untuk berkomunikasi dapat didorong sejak awal; 10. Penggunaan bahasa secara bijaksana dapat diterima bila memang layak; 11. Terjemahan digunakan jika diperlukan peserta didik; 12. Membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal; 13. System bahasa dipelajari melalui kegiatan berkomunikasi; 14. Komunikasi komunikatif merupakan tujuan; 15. Variasi linguistik merupakan konsep inti dalam materi dan metodologi; 16. Urutan ditentukan berdasarkan pertimbangan isi, fungsi, atau makna untuk memperkuat minat belajar;
35
17. Guru mendorong peserta didik agar dapat bekerjasama dengan menggunakan bahasa; 18. Bahasa diciptakan oleh peserta didik melalui mencoba dan mencoba; 19. Kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama, ketepatan dinilai dalam konteks bukan dalam keabstrakan; 20. Peserta didik diharapkan berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok atau pasangan, lisan dan tulis; 21. Guru tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya; 22. Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang dikomunikasikan. Peran Peserta Didik dalam pembelajaran Robin dan Thompson (dalam Tarigan, 1999: 201) mengemukakan cirri peserta didik yang sesuai dengan konsep pendekatan komunikatif adalah (1) selalu berkeinginan untuk menafsirkan tuturan secara tepat, (2) berkeinginan agar bahasa yang digunakan selalu komunikatif, (3) tidak merasa malu jika berbuat kesalahan dalam berkomunikasi, (4) selalu menyesuaikan bentuk dan makna dalam berkomunikasi, (5) frekuensi ;latihan berbahasa lebih tinggi, dan (6) selalu memantau ujaran diri dan ujaran mitra bicaranya untkmengetahui apakah pola pola bahasanya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat. Peran Guru dalam Pembelajaran Peran guru dalam pembelajaran bahasa yang berpendekatan komunikatif adalah sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dilengkapi dengan sumber belajar dari peserta didik, dan lingkungan. Chandlin (dalam Tarigan, 1999: 201) menyatakan peran guru dalam pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif adalah (1) pemberi kemudahan dalam belajar berbahasa, (2) sebagai partisipan mandiri dalam kelompok belajar mengajar. 13. Pendekatan Whole Language Pendekatan whole language (dalam Suratinah, 2003: 2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang sudah banyak dibuktikan keampuhannya di beberapa Negara. Pendekatan ini mendasarkan pelaksanaan pembelajaran bahasa sebagai materi pelajaran, isi pelajaran, dan proses pembelajaran. Whole language dilandasi konsep konstruktivisme, language experience approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan yang dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan penentuan isi pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika. Sementara itu, prinsip dan penggarapan proses pembelajarannya diwarnai oleh
36
progresivisme dan konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated). Siswa termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya diperlukan oleh mereka. Guru berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Penentuan isi pembelajaran diarahkan oleh konsepsi tentang kebahasaan dan nilai fungsionalnya bagi pebelajar dalam kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan konsepsi bahwa pengajaran bahasa didasarkan pada kenyataan penggunaan bahasa, maka isi pelajaran diorientasikan pada (1) membaca, (2) menulis, (3) menyimak, (4) wicara. Ditinjau dari nilai fungsionalnya dalam kehidupan penguasaan yang perlu dijadikan fokus dan perlu dikembangkan adalah penguasaan kemampuan membaca dan menulis. Komponen-komponen whole language didasarkan pada prinsip pelaksanaan pembelajaran dengan menumbuhkan lingkungan berbahasa yang diajarkan secara utuh dan keterampilan berbahasa diajarkan secara terpadu. Adapun komponen-komponen dimaksud adalah reading aloud, sustained silent reading, shared reading, journal writing, guided reading, guided writing, independent reading dan independent writing. 1. Reading Aloud Reading aloud adalah kegiatan membaca nyaring yang dapat dilakukan oleh siswa atau guru yang dapat mengambil cerita di buku teks atau sumber lain. Manfaat kegiatan ini antara lain meningkatkan keterampilan menyimak, memperkaya kosa kata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan menumbuhkan minat baca siswa. Kegiatan ini cocok untuk siswa-siswa pada kelas rendah. 2. Sustained Silent Reading Sustained silent reading merupakan kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan ole siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau bacaan yang akan dibacanya. Namun, guru sedapat mungkin menyediakan bacaan yang sesuai untuk siswa. Pesan yang in gin disampaikan dengan kegiatan ini adalah (a) membaca merupakan kegiatan penting yang menyenangkan, (b) membaca dapat dilakukan oleh siapa pun, (c) membaca berarti berkomunikasi dengan penulis, (d) siswa dapat mermbaca dan berkonsenrasi dalam waktu yang relative lama, (e) guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca, (f) siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan berakhir.
37
3. Shared Reading Shared reading merupakan kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dengan tujuan dapat saling belajar dalam cara membaca terutama sikap membaca, jarak bacaan, intonasi, volume suara membaca, pelafalan dan kecepatan membaca. 4. Journal Writing Salah satu cara yang fektif untuk meningkatkan keterampilan menulis adalah menulis jurnal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk mencurahkan gagasan, dan menceritakan kejadian di sekitar tanpa memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik. Tompson (dalam Hairudin, 2007: 2-13) menyatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang mekanik membuat tulisan mati karena tidak mengizinkan gagasan siswa tercurah secara alami. Banyak manfaat yang dapat dperoleh dari kegiaan menulisjurnal, antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan menulis, terutama dalam hal mengungkapkan pikirannya. 2. Meningkatkan kemampuan membaca, karena siswa akan membaca hasil tulisannya sendiri setelah menulis. 3. Menumbuhkan keberanian menghadapi risiko, yaitu keberanian mencurahkan gagasan dan pikirannya. 4. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi, karena menulis jurnal pada hakikatnya merfleksikan apa yang telah dilakukannya dalam kehidupannya. 5. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi, karena menuliskan pengalaman entah menyenangkan atau tidak merupakan bentuk pengakuan tentang apa yang telah dialaminya. 6. Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis, karena hasil tulisan siswa bias saja tidak boleh dibaca oleh orang lain termasuk guru. Menulis jurnal ini sering disebut diary. 7. Meningkatkan kemampuan berpikir, karena menulis jurnal juga merupakan bentuk berpikir, mengingat kembali, menyusun informasi, memilih ejadian yang akan diceritakan. 8. Meningkatkan kesadara akan peraturan menulis, 9. Menjadi alat evaluasi, artinya siswa dapat menilai diri sendiri tentang kemampuan menulisnya. 10. Menjadi dokumen tertulis, terutama dalam perkembangan kemampuan, cara berpikir, sikap, dan melihat hal-hal yang dulu diangap penting dalam hidupnya.
38
5. Guided Reading Guided reading sering disebut dengan membaca terbimbing. Dalam kegiatan ini, guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Materi yang dibaca siswa sama dan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan oleh kelas dan siswa menanggapi secara kritis. 6. Guided Writing Seperti halnya dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing ini guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Guru membantu siswa tentang apa yang akan ditulisnya dan bagaimana menulisnaya dengan jelas, logis, sistematis dan menarik. Selanjutnya guru dapat mendorong siswa untuk giat menulis, member petunjuk dan mengarahkan siswa. 7. Independent Reading Independent reading juga disebut degan membaca bebas, dalam pengertian bebas dalam memilih materi bacaan namun siswa dituntut untuk mempertanggungjawabkan kegiatan membacanya. Dalam hal ini, guru dapat menyediakan buku-buku yang memadai untuk dibaca siswa baik fiksi maupun nonfiksi. Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan portofolio membaca untuk siswa. 8. Independent Writing Independent writing dapat diartikan sebagai menulis bebas bertujuan yaitu meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Ciri-ciri kelas whole language meliputi (1) kelas penuh dengan barang cetakan baik buku teks, majalah, bulletin, Koran, kamus dan bulletin board; (2) guru bereran sebagai model aktivitas berbahasa yang ideal; (3) siswa bekerja dan belajar sesuai dengan kemampuanna; (4) siswa bebas melakukan tugas yang sudah direncanakan, misalnya ada pembagian tugas di bulletin board; (5) siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran; (6) siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen; (7) siswa mendapat feedback positif dari teman maupun guru. Penilaian yang dapat dilakukan guru adalah observasi, catatan anekdot, dan portofolio. G. Metode Pembelajaran Seperti telah diungkapkan di bagian awal bahwa metode diartikan sebagai sebuah prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Di sisi lain metode diartikan sebagai rencana pembelajaran yang mencakup pemilihan bahan,
39
penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan serta kemungkinan pengulangan, dan pengembangannya. Dalam uraian berikut pengertian metode lebih menekankan pada prosedur, cara kerja yang sistematis untuk mencapai tujuan. Macam-macam metode pembelajaran bahasa yaitu: 1. Metode Terjemahan Metode Terjemahan sering digunakan dalam pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua. Penggunaan metode ini dilakukan dengan menerjemahkan wacana dalam bahasa asing ke dalam bahasa ibu peserta didik. Urutan penyajiannya dari pengenalan kata dan aturan tata bahasa dalam kalimat. Karena itu penyajian materi lebih menekankan pada pemakaian bahasa tulis. Kebaikan metode Terjemahan adalah (1) praktis, dengan memilih bacaan kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa ibu dengan bermodalkan kamus; (2) pengetahuan kata-kata dapat diperoleh dengan cepat; (3) latihan terjemahan juga merupakan pembandingan dua bahasa. Kelemahan metode Terjemahan meliputi (1) hanya berlaku dalam pembelajaran bahasa asing, (2) kurang memberikan kesempatan dalam penggunaan bahasa lisan; (3) menimbulkan kesulitan karena belum tentu katakata dapat diterjemahkan dalam bahasa ibu; (4) kurang tepat digunakan untuk pembelajaran bahasa yang bersifat aktif; (5) penerjemahan sering dilakukan dengan menerjemahkan kata per kata yang kurang tepat dengan penggunaan bahasa sesuai konteks; (6) pencampuran bahasa ibu dengan bahasa asing kurang menguntungkan, dapat menimbulkan kerancuan penggunaan bahasa. 2. Metode Tatabahasa Penggunaan metode Tata Bahasa didasarkan pada pendekatan informatif, yang berupa penjelasan penggunaan kata-kata dan tata bahasa. Isi pelajaran berupa daftar kata-kata dan butir-butir tata bahasa. Penggunaann metode ini lebih menekankan pada pembelajaran bahasa tulis yang bersifat pasif. Kelebihan metode Tata bahasa yaitu (1) mudah dilaksanakan, (2) sederhana, (3) biayanya murah. Sedangkan kelemahannya yaitu (1) tidak tepat digunakan dalam pembelajaran bahasa yang bersifat dinamis; (2) arti kata-kata lebih tergantung pada konteks pemakaiannya, dan bukan pada daftar kata-kata lepas; (3) gagal membedakan aspek pengetahuan dan penguasaan bahasa. 3. Metode Langsung Penggunaan metode langsung didasarkan pada asumsi bahwa penguasaan bahasa dan pengembangan rasa bahasa secara instingtif berakar dalam hubungan langsung antara pengalaman dan ekspresi. Karena itu tidak
40
diperkenankan penggunaan bahasa perantara, penguasaan bahasa lisaan diutamakan, pembelajaran dilaksanakan seperti anak belajar bahasa ibunya, waktu terbanyak digunakan untuk latihan bahasa lisan, pola-pola dan struktur kalimat diajarkan secara induktif, gairah belajar harus tumbuh dalam pelajaran itu, Kebaikan metode Langsung adalah (1) peserta didik aktif berbahasa, (2) peserta didik langsung diajak menggunakan bahasa target yang merupakan penerapan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, (3) pemahaman peserta didik terhadap bahasa tidak verbalistis. Kelemahan penggunaan metode Langsung adalah (1) tidak semua kata dapat dijelaskan dengan menghiubungkan kata-kata dengan benda, gerakan, gambar, atau tiruan, (2) peserta didik cenderung menerjemahkan secara diamdiam , (3) kesulitan dalam mmenjelaskan nbentuk kata-kata, (4) pelajarann membaca permulaann lambat karena peserta didik harus mendengarkan bahasa target yangn menekanlan pada bahasa lisan, (5) membebani guru (guru kelelahan). 4. Metode Berlizt Penggunaan metode Berlizt merupakan pengembangan metode Langsung. Prinsip dasar penggunaannya sama dengan metode langsung. Adapun cirri-ciri penggunaan nmetode Berlizt yaitu (1) selalu menjaga hubungan langsung antara bahasa dan pikiran, (2) Bahasa ibi tidak boleh digunakan, (3) kata-kata benda konkret diajarkan dengan menunjukkan benda asli, gambar atau tiruannya, (4) kata-kata benda abstrak diajarkan dengan mendemonsrasikan pengertiannya, (5) tata bahasa diajarkan dengan contoh-contoh, (6) sejak awal semua aspek diajarkan secara lisan, dan (7) kata-kata diajarkan dalam hubungannya dengan kalimat. Kelebihan metode Berlizt yaitu (1) pembelajaran bahasa menekankan pada aspek mendengarkan dan berbicara sehingga metode ini tepat untuk mengajarkan bahasa lisan; (2) karena pembelajaran bahasa lisan sudah baik, kemampuan menulis mudah dicapai; (3) guru yang mengajarkan dengan bahasa ibu murid yang berbeda-beda tidak menimbulkan masalah bagi guru. Kekurangan metode ini adalah (1) yang dapat melaksanakan metode ini hanyalah guru-guru yang fasih berbahasa target dan memiliki kemampuan menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan situasi belajar bahasa pertama; (2) dalam kelas besar sulit dilaksanakan.(3) beban mengajar guru berat karena harus mendemonstrasikan kata-kata sampai dipahami; (4) pelajaran mengarah
41
pada materi yang mudah dipelajari; (5) diperlukan alat peraga yang memadai dan biayanya juga besar. 5. Metode Pembatasan Bahasa Penggunaan metode pembatasan bahasa berdasar asumsi mencari jalan paling efisien agar dalam waktu singkat dan mudah siswa0-siswa dapat menguasai sejumlah kata-kata dan pola-pola kalimat yang terbatas, tetapi mempunyai kegunaan tinggi dalam kehidupan. Untuk mencapai hal itu ditempuh langkah-langkah pembelajarannya (1) kata-kata dan pola kalimat yang dipilih yang frekuensi pemakaiannya tinggi, (2) kata-kata dan p[ola kalimat yang diajarkan diambil dari bacaan, (3) pemilihan kata-kata dan struktur kalimat didasarkan pada nilai struktuernya, keumuman pemakaiannya secara geografis, nilai dalam pembentiukan kata baru dan fungsi stilistikanya 6. Metode Oral Metode oral disebut juga dengan the Reform Method atau Fonetic Method. Metode ini merupakan perbaikan metode langsung. Prionsip dasar yang digunakan dalam metode ini bahwa pengajaran bahasa dilaksanakan melalui bicara, apa pun tujuan yang ingin dicapai.. Titik berat pembelajaran pada penggunaan bahasa yang benar-benar digunakan oleh masyarakat penutur bahasa itu. Menghafal kata-kata dihindari, tetapi penggunaan pola-pola penggunaan bahasa yang digunakan penutur bahasa itu diintensifkan. Latihan-latihan mendengarkan, latihan ucapan dilakukan secara teratur. Latihan itu dilakukan dengan urutan latihan ucapan kata, ungkapan-ungkapan, pemakaian kata-kata dalam kalimat dengan intonasinya. Pembelajaran bahasa tulis digunakan buku-buku yang disertai tanda-tanda ucapan. Namun penekanannya pada bahasa lisan yaitu mendengarkan dan berbicara. 7. Metode Realis Penggunaan metode ini didasarkan pada prinsip bahwa mempelajari bahasa harus sebaaimana tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya. Adapun cirri-ciri metode ini (1) sejak awal siswa belajar berbahasa sesuai tingkah laku berbahasa sesungguhnya, (2) bahas dipandang sebagai reaksi terhadap alam sekitar. Reaksi itu seperti kata-kata, gerakgerik, intonasi, tekanan suara, dan pernyataan yang lain; (3) tingkah laku merupakan bagian dari keseluruhan berbahasa itu sendiri; (4) penggunaan bahasa sesuai tingkah laku berbahasa
42
sesungguhnya; (5) bahan disajukan dalam bentuk percakapan, (6) penyusunan bahan dilakukan dengan kerja sama an tara guru dan ah;li bahasa. Kelebihan metode ini adalah cepat digunakan dalam usahan penguasaan bahasa, karena latihan-latihan sesuai dengan tingkah laku berbahasa. 8. Metode Baru Landasan metode ini adalah membaca dengan cirri (1) pioritas pelajarannya membaca, (2) murid diperlenkapi dengan kata-kata pilihan, (3) bahasa ibu masih mungkin digunakan secara selektif, (4) mendengar dan memahami sesuatu dilakukan lebih dahulu sebelum anak belajar berbicara, (5) buku guru dan buku murid disiapkan dan ditamba h dengan bacaan pelengkap. Kelemahan Metode ini (1) biasanya isi buku yang disiapkan tidak dicapai sesuai jadwal, (2) bahan pelajaran tidak selalu relevan dengan situasi anak, karena buku disiapkan secara umum, (3) kadang-kadang bahan kurang menarik perhatian murid sehingga mengurangi minat siswa, (4) belajar bahasa dengan membaca lebih sulit daripada dengan berbicara. 9. Metode Alamiah Metode ini didasarkan pada prinsip bahwa belajar bahasa sesuai dengan anak belajar bahasa ibu.. Adapun langkahnya (1) pembelajaran kata-kata (kata benda, kata sifat, dan kata kerja) selalu dihubungkan dengan benda, sifat, dan kerja yang diwakilinya; (2) yang mula-mula dipelajari adalah kelompok bunyi yang umum bukan bunyi yang terpisah, (3) pembelajaran dimulai dari mendengarkan, (4) bila anak melakukan kesalahan segera dibetulkan oleh diri sendiri maupun orang lain dan biasanya karena contohnya juga salah, (5) Perasaan ingin tahu ditumbuhkan dan dijadikan sebagai pendorong dalam belajar berbahasa, (6) anak belajar berbahasa dari banyak guru karena setiap orang yang berbahasa adalah gurunya, (7) proses belajar berlangsung dalam keragaman dan dilakukan sambil bermain, (8) bahasa yang dipelajari anak ada;lah bahasa yuang dipakai sehari-hari.. Pembelajaran dilakukan melului dua tahapan yaitu tahap tanpa buku dan tahap dengan buku. Pertama,Tahap tanpa buku dilakukan dengan langkah-langkah (1) guru menunjukkan benda atau tiruannya, jika guru mengajarkan kata kerja, guru memperlihatkan kerja dan menggunakannya dalam hubungannya dengan kalimat; (2) pembelajaran nbertujuan agar siswa memahami arti kata dan ucapannya, siswa harus mengucapkannya berulang; (3) setiap kata yang diajarkan harus digunakan dalam hubungan dengan kalimat; (4) kata=-kata yang diajarkan diambil dari lingkungan siswa.
43
Kedua, Tahapan dengan buku, ditempouh lanhkah-langkah (1) setelah dikenal sejumlah kata digunakan buku yang berisi bacaan, (2) kemudian dikenalkan kata baru yang berkaitan dengan kata-kata yang sudah dikenal ; (3) setiap kesalahan diperbaiki guru dengan bijaksana; (4) setiap pelajaran dilakukan dengan perbuatan; (5) pengulangan pe;lajaran dilakukan dengan teratur; (6) guru harus mendorong agar muriud menggunakan kata yang diajarkan melalui percakapan; (7) guru harus menciptakan variasi belajar mengajar sehingga menarik. Menurut Hastuti (1989) metode alamiah ini condong ke metode IKP (Imitasi, Komprehensi, dan Produksi) yaitu dengan prosedur (1) anak menirukan (imitasi) apa yang didengar dari guru, (2) kemudian memahami (komprehensi) apa yang ditiru dari guru, dan akhirnya ia mampu mengungkapkan dan menghasilkan (produksi) kata atau kalimat atau ujaran yang ia pahami artinya dalam percakapan. 10. Metode Psikologis Metode ini berdasar prinsip visualisasi mental dan asosiasi gagasangagasan. Ciri-cirinya, benda-benda, gambar-gambar, diagram-diagram, kartukartu digunakan untuk menciptakan mental image dan menghubungkan mental image itu dengan kata-kata. Pelaksanaan: (1) kata-kata disusun dalam kelompok kalimat idiomatic pendek pendek yang dihubungkan dengan benda-benda, (2) kelompok-kelompok itu membentuk satu unit pelajaran, (3) pelajaran dikumpulkan dalam bab-bab, beberapa bab membentuk satu cirri. Langklah-langkahnya: (1) pembelajaran dimulai dari bahasa lisan lalu menggunakan buku, (2) bahasa ibu sedapat mungkin tidak digunakan, (3) menulis baru diajarkan setelah melalui beberapa pelajaran, dan (4) tata bahasa diajarkan sejak perm,ulaan. 11. Metode Membaca Pembelajaran bertujuan pada pengetashuann dan keterampilan membaca pada bahasa target. Teks dibagi atas dua b agian pendek masing-masing dengan daftar kata-kata yang akan diajarkan dalam teksitu, terjemahannya, dan gambargambar. Sdetelah kemampuan membaca memadi teks didsajikan dalam bentuk ceria atau novel. 12. Metode Linguistik Metode linguistic juga disebut metode Oral-aural Method. Metode ini dipandang sebagai metode modern karena berdasar pada pendekatan ilmiah. Prinsip-prinsip pembelajarannya: (1) bahasa yang akan diajarkan didasarkan
44
pada analisis deskriptif dan analisis kontrastifnya dengan bahasa ibu siswa, (2) sistem bunyi bahasa diajarkan terlebih dahulu, (3) pola struktur kalimat diajarkan setelah siswa memahami system bunyi, (4) pelajaran tentang kata dipadukan dengan pembelajaran bunyi dan pola strukltur kalimat, (5) pelajaran tata bahasa dapat dikjelaskan dengan bantuan bahasa ibu siswa dan dijalinkan dalam latihan pemakaian bahasa, (6) pembelajaran bahasa ditekankan pada penguasaan bahasa lisan, (8) latihan-latihan dilakukan seca ra intensif agar siswa terbiasa menggunakan bahasa baru yang diajarkan. Dalam metode linguistic semua bahasa diperlakukan sama, artinya tidak ada bahasa yang lebih baik/lebih maju daripada bahasa lain. Kelemahan metode linguistic yaitu (1) mempelajari bahasa lisan telbih dahulu tidak memberikan jaminan pada kelancaran kemampuan membaca dan mengarang, (2) latihanlatihan intensif sering menjemukan. 13. Metode Pilihan Prinsip dasar metode pilihan berdasarkan gabungan antara metode langsung dan metode tak langsung. Bahasa ibu murid dapat digunakan untuk menjelaskan dan menerjemahkan agar tidak terjadi pemborosan waktu dan mencegah salah paham. Urutan bahan pembelajaran yan sering ditempuh adalah berbicaramenulis-membaca pemmahaman. Kegiatan pembelajaran mencakup latihan bercakap-cakap, membaca bersuara,dan Tanya jawab. Tata bahasa diajarkan secara dedsuktif. Media pembelajaran yang digunakan midsalnya audio visual. Kebaikan metode pilihan (1) metode ini luw3ers, mudah disesuaikan dengan kebutuhan, (2 ) guru lebih mudah melaksanakan karena tidak terlalu terikat jioka dibandingkan dengan metode murni, (3) kelemahan metode langsung/metode tatabahasa dapat dihilangkan. 14. Metode Tatabahasa Terjemahan Metode ini merupakan gabungan antara metode tata bahasa dan metode terjemahan. Penggunaan metode ini dapat dideskripsikan cirri-cirinya yaitu 910 tata bahasa yang diajarkan adalah tata bahasa formal, (2) kata-kata yang diajarkan diambil dari teks, (3) pembelajaran dimulai dari aturan-aturan tata bahasa dan kata-kata yang berdiri sendiri (lepas konteks), (4) ucapan kata diajarkan bila perlu, (5) aturan-aturan tata bahasa dihafalkan siswa sebagai satu unit dalam contoh-contoh kalimat. 15. Metode Unit Pembelajaran bahasa dengan metode ini menggunakan 5 langkah yaitu (1) peersiapan, (2) penyajian bahan, (3) bimbingan, (4) generalisasi, dan (5)
45
penggunaan. Metode ini bila dilakukan di SD menggunakan langkah-langkah (1) topic/unit ditentukan sesuai minat sebagian besar siswa, (2) siswa mempersiapkan percakapan dalam bahasa ibu, (3) guru menerjemahkan percakapan ke dalam bahasa yang diajarkan sekaligus kaidahnya, (4) siswa mempelajari kata yang digunakan dalam percakapan, (5) daftar bentuk-bentuk tatabahasa disusun, (6) kata-kata dipelajari dalam hubungannya dengan pemakaian, (7) ungkapan-ungkapan dan kalimat-kalimat terutama yang mengandung unsure-unsur tata bahasa yang baru diulangi dan dihafalkan, (8) guru memastikan siswa sudah menguasai kaidah bahasa, (9) siswa bercakapcakap sesuai konteks, (10) siswa ditugasi mengarang, menerjemahkan, atau membaca. 16. Metode Mimikri-Memorisasi Metode ini sering disebut Informant-drill Method. Pembelajaran dilakukan dengan demonstrasi dan latihan-latihan. Demonstrasi digunakan untk kata-kata, ucapan-ucapan, dan kata-kata yang diberikan guru atau informan (penutur asli). Latihan digunakan untuk menirukan, mengulangi yang disampaikan informan. Tatabahasa diajarkan secara induktif, Pembelajaran dilanjutkan dengan ceramah, demonstrasi dan diskusi. Variasi metode ini dengan cara menggantikan guru/informan dengan alat yang disebut metode Audio Lingual. Penggunaan metode ini memanfaatkan laboratorium bahasa dengan program yang sudah direncanakan. 17. Metode Teori Praktik Metode ini merupakan pengembangan metode mimikri memorisasi. Metode ini dilaksanakan dengan bentuk tujuh uinit praktik tiga teori. Contohcontoh kalimat dihafalkan, dipraktikkan kemudian dianalisis secara fonetis dan structural untuk menciptakan kalimat-kalimat baru yang sama tipenya. 18. Metode Cognate Metode ini digunakan dengan diawali dari kata-kata yang sama atau mirip antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu siswa. Kata-kata ini kemudian digunakan dalam kalimat atau percakapan dan dilanjutkan dengan menulis. 19. Metode Bi-bahasa Metode ini hampir sama dengan metode Cognate. Pembelajaran dimulai dari pembahasan tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu siswa yang meliptuti bunyi-bunyi, bentuk kata, dan kalimat-kalimat.. Pembelajaran dilanjutkan dengan latihan-latihan secara sistematis. Sedangkan metode-metode mengajar dapat dideskripsikan sebagai berikut:
46
1. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan metode yang digunakan paling awal karena sejak dimulainya pendidikan sudah digunakan metode iniCerama adalah penerangan atau penjelasan secara lisan oleh guru kepada kelas. Dalam ceramah mungkin guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi kegiatan siswa yang tama mendengarkan dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan guru Penggunaan metode ceramah di antaranya: (1) jika guru ingin menyampaikan fakta tetapi tidak ada buku yang mendukung bahan tersebut, (2) jika guru mengajar dengan jumlah siswa besar (misalnya 50 orang atau lebih), (3) bila guru bersemangat dan mampu memberi motivasi kepada siswa untuk melakukan tugas, menggerakkan hati siswa untuk belajar, (4) kalau guru akan menyimpulkan pokok-pokok enting yang telah diajarkan, (5) bila guru menjelaskan hal-hal baru dalam pembelajaran. Kelebihan metode ceramah antara lain guru dapat menguasai arah pelajaran kelas, organisasi kelas sederhana serhingga pengelolaannya juga relative sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah guru tidak dapat mengontrol pemahaman siswa terhadap pembelajaran, kata-kata yang diucapkan guru mungkin ditafsirkan berbeda oleh siswa sehinga erjadi kesalahmengertian. Mengingat penggunaan metode ceramah banyak menimbulkan kelemahan, perlu dipersiapkan penggunaan metode ibi sehingga pembelajaran lebih efektif. Caranya (1) tujuan ceramah dirumuskan dengan jelas, (2) penggunaan ceramah apakah sudah tepat dengan tujuan tersebut, (3) menyusun ceramah denan memeperhatikan kejelasan penerangannya bagi siswa, dapat menangkap perhatian siswa-siswa, memberikan pengertian bahwa materi sangat bermanfaat bagi siswa, (3) menanamkan pengertian yang jelas, (5) menunjukkan kegunaan materi tersebut dalam kehidupan siswa. 2. Metode Tanya jawab Pada hakikatnya metode Tanya jawab berusaha menanyakan kepada siswa tentang pemahamannya terghadap hal-hal yang sudah diajarkan serta siswa mampu menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang belum dikuasainya kepada guru. Metode Tanya jawab digunakan pada kondisi (1) untuk melanjutkan pelajaran yang lalu sehingga perhatian siswa terpusat pada materi yang ditanyakan guru, siswa juga mengingat , (2) menyelingi pembicaraan untuk
47
mendapatkan kerjasama siswa, (3) memimpin pengamatan atau pemikiran siswa. Kelebihan metode Tanya jawab adalah kelas aktif, guru dapat mengikuti permahaman siswa terhadap embelajara. Namun metode ini juga memiliki kelemahan antara lain kadang pembelajaran berbelok pada hal di luar tema, waktu yang dibutuhkan banyak, tidak semua pembelajaran dapat disajikan dalam bentuk Tanya jawab terutama pembelajaran keterampilan. 3. Metode diskusi Metode diskusi digunakan apabila siswa diminta untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan bertukar pikiran. Pada penggunaan metode diskusi ada peran yang harus dilaksanakan oleh kelompok diskusi. Peran tersebut adalah pemimpin diskusi, pembicara, peserta diskusi, dan penulis jalannya diskusi. Penggunaan metode diskusi sebagai metode pembelajaran, peran pemimpin diskusi dapat dipegang guru atau juga dapat diserahkan kepada siswa. Peran pemimpin diskusi adalah sebagai pengatur lalu lintas diskusi, sebagai dinding penangkis yang dapat memantulkan kembali pertanyaan pertanyaan kepada peserta, dan sebagai penunjuk jalan bagi yang belum memahami jalannya diskusi. Sebagai pengatur lalulintas diskusi pemimpin diskusi bertugas untuk menunjukkan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta, menjaga agar tidak terjadi pembicaraan serempak, mencegah dikuasainya pembicaraan oleh orabng-orang tertentu, membuka kesempatan bagi anggota yang pemalu, dan mengatur agar pembicaraan dapat ditangap dengan jelas oleh pendengar.Pemimpin diskusi sebagai dinding penangkis mempunyai tugas memberikan jalan keluar atas kebuntuan yang mungkin terjadi dalam diskusi sehingga diskusi dapat dilanjutkan, meluruskan peserta yang pembicaraannya di luar topic, mengarahkan pembicaraan kea rah penyelesaian masalah. Peran pemimpin diskusi sebagai penunjuk jlan antara lain mengarahkan pertanyaan pertanyaan yang menyimpang dari topic, dan membuat kesimpulan atas diskusi yang telah dilaksanakan. Kebaikan penggunaan metode diskusi yaitu siswa belajar bermusyawarah, siswa mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetahuan masingmasing, belajar menghargai pendapat orang lain, dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah. Sedangkan kelemahannya adalah pendapat atau pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan, kesulitan dalam m,enyimpulkan sering menyebabkan tidak ada penyelesaian, membutuhkan waktu yang cukup banyak.
48
Jenis-jenis diskusi meliputi buzz group, fish bowl, whole group, syndicate group, brainstorming, informal debate, colloquium, panel, symposium, dan seminar. Pada buzz group siswa dalam kelas besar dibagi dalam kelompok kecil terdiri atas 4 atau 5 orang. Tempat duduk dizatur sedemikian rupa sehingga memudahkan pertukaran pendapat. Pada fish bowl siswa diatur duduknya membentuk lingkaran dengan memberi 3 kursi kosong di tengah untuk memberi kesempatan yang akan menyampaikan gagasannya duduk di kursi tersebut setelah selesai kembali ke tempat duduk semula. Pada whole group kelas berdiskusi dengan jumlah siswa tidak lebih dari 15 orang. Pada syndicate group; suatu kelas dibagi dalam kelompok kecil terdiri atas 3-6 anggota mendiskusikan masalah dan aspek-aspeknya. Kemudian kelompok menyimpulkan hasilnya dan melaporkannya kepada kelasn dalam siding pleno. Pada brainstrorming, merupakan bentuk diskusi di mana setiap anggota bebas menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah. Semua ide dicatat untuk diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Dari beberapa ide tersebut mungkin ada ide yang menarik untuk dikembangkan. Pada informal debate, kelas dibagi dalam 2 tim sama besar untuk memperdebatkan masalah yang kontradiktif. Dua tim dimaksud adalah tim pro dan tim kontra terhadap sebuah masalah. Colloqium merupakan suatu kegiatan di mana siswa dihadapkan pada nara sumber untuk mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah. Dan pada panel, dilaksanakan dengan cara kelompok kecil 3-6 orang mendiskuasikan suatu topic di hadapan kelompok peserta yang dapat berpartisipasi dalam diskusi. Kelompok kecil tadi disebut panelis yaitu orang yang ahli dalam bidangnya. Agar diskusi panel berjalan lancer dan efektif, ada hal-hal yang harus diperhatikan (1) menentukan pokok persoalan yang dibahas, menentukan panelisnya,masalahnya actual sehingga menarik, panelis orang yang ahli dalam bidangnya. Pada pelaksanaan panel, pembicaraan seorang panelis didengarkan baik kelompok panelis maupun pendengar, moderator memperkenalkan panelis kepada pendengar dan mengemukakan setiap persoalan yang akan dibahas serta dapat menyimpulkan pembicaraan dan tidak harus terdapat kesatuan pendapat. Simposium merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal. Pembahasan dilakukan minimal 2 orang, yang pertama mengajukan prasaran dan yang kedua mengemukakan prasaran banding/penyanggah. Satu masalahdisoroti dari beberapa aspek yang masing-masing dibacakan oleh pemrasarankemudian diikuti sanggahan dan pandangan umum pendengar. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok masalah dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka pandangan umum.
49
4. Metode bekerja kelompok Penggunaan metode bekerja kelompok didasarkan pada beberapa latar belakang seperti kurangnya alat pelajaran yang tersedia, kemampuan siswa yang bervariasi, partisipasi siswa dalam bekerja kelompok, dan rumitnya materi yang dipelajari. Adapun kelebihan metode ini dapat memupuk kerjasama antaranggota, dapat untuk megembangkan miat elajar, membangun sikap kekeluargaan, menghindari luapan emosi yang ersifat individual, dan melatih sikap kegotongroyongan. Kelemahannya yaitu adanya sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri sedangkan yang lemah tergantung pada orang lain, biasanya tugas didominasi seseorang. 5. Metode sosiodrama Metode sosiodrama digunakan apabila guru meminta siswa mendramatisasikan sekaligus memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat. Dengan metode ini diharapkan siswa memahami dan mendalami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya. Tujuan sosiodrama meliputi (1) membantu siswa dalam menghadapi masalah-masalah hubungan antarmanusia, (2) menanamkan sikap demokratis, (3) mengerti peranan dan menghargai pendapat orang lain, (4) mengambil keputusan dalam kelompok. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode sosiodrama: a. Guru menjelaskan teknik-teknik sosiodrama; b. Guru menceritakan masalah yang disosiodramakan; c. Siswa dan guru menentukan pelaku untuk melaksanakan tugas; d. Guru menetapkan masalah dan peranan yang harus dimainkan; e. Guru menugasi siswa membuat scenario berdasar masalah f.Siswa memainkan sosiodrama berdasar scenario g. Tindak lanjut sosiodrama berupadiskusi umum h. Siswa dan guru menyimpulkan sosiodrama. Kelebihan dan kelemahan metode sosiodrama: a. Kelebihan: siswa belajar menghayati peran-peran sehingga tumbuh perasaan social tertentu, pembelajaran bersifat aktif, menarik perhatian siswa, mengurangi sifat pemalu pada diri siswa. b. Kelemahannya: membutuhkan persiapan yang matang, penghayatan yang tidak maksimal akan membuat sosiodrama tidak dapat berhasil, tidak semua siswa mendapat kesempatan mengaktualisasikan penghayatannya. 6. Metode resitasi
50
Metode resitasi atau metode penugasan digunakan bila pembelajaran bertujuan menambah pengertian dan memantapkan hasil belajar yang telah dikuasai siswa, melatih siswa belajar, melatih siswa membagi waktu sesuai dengan kondisi masing-masing, melatih siswa berdisiplin dan tidak mengabaikan waktu, melatih siswa mencari dan menemukan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas, memperkaya pengalaman siswa. Penggunaan metode resitasi dapat berujud memraktikkan suatu teori, kaidah, keterampilan atau prinsip sesuai mata pelajaran. Dapat juga berbentuk membahas permasalahan dalam mata pelajaran tertentu yang dapat dibuat dalam bentuk karya ilmiah. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa tugas individu atau mandiri, kelompo, atau tugas khusus wanita/pria. Sedangkan kelebihan penggunaan metode resitasi adalah member kesempatan kepada siswa belajar lebih banyak atau luas, mengembangkan rasa tanggung jawab, memperkuat motivasi belajar, memupuk keberanian berinisiatif, dan memungkinkan hubungan sekolah dan orang tua/masyarakat lebih erat. Kelemahan penggunaan metode resitasi adalah ada kemungkinan tugas dikerjakan orang lain, ada kecenderungan mencontek pekerjaan orang lain, memerlukan pengawasan orang tua maupun guru, jika fasilitas terbatas siswa tidak dapat menyelesaikan dengan baik. 7. Metode demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode penyajian yang memperlihatkan proses terjadinya, menghasilkan, dan melaksanakan sesuatu. Misalnya cara membuat kue brownis didemonstrasikan sehingga mengjhasilkan kue brownis. Metode ini digunakan apabila kompetensi yang akan dikuasai siswa berupa kemampuan melaksanakan, menghasilkan sesuatu. Terbatasnya sarana tidak semua siswa dapat memraktikkannya, tetapi mengamati dan kadang dapat ikut ambil bagian dalam praktik. 8. Metode eksperimen Metode eksperimen digunakan apabila kompetensi yang ingin dikuasai siswa berkaitan dengan kemampuan membuktikan hukum, kaidah, dan membuat laporan eksperimen. Penggunaan metode eksperimen mempunyai kelebihan (1) meningkatkan daya tahan karena siswa harus menyelesaikan eksperimen sesuai tujuan, (2) menambah pengalman untuk menempa diri menjadi manusia yang andal karena dapat membuktikan, menemukan sesuatu, (3) berani menghadapi masalah yang ringan maupun berat karena dengan eksperimen berarti menyelesaikan masalah sesuai hipotesis yang sudah
51
dirumuskan, (4) menimbulkan rasa puas, (5) biasanya diikuti demonstrasi, (6) melatih siswa menggunakan metode ilmiah.. 9. Metode karya wisata Dengan karyawisata diharapkan siswa memperoleh pengalaman langsung dari objek yang dilihat, dan diamati. Selain itu juga dapat menghayati tugas pekerjaan milik orang lainserta dapat bertanya jawab dengan pelaksana sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pengetahuannya, dan praktik yang dilakukannya. Pelaksanaan metode ini harus didahului perencanaan yang matang karena menyangkut biaya, sarana, tenaga, waktu dan pengelolaan yang matang. Setelah karya wisata selesai diadakan diskusi, menyusun laporan dan diadakan tindak lanjut. Kelebihan penggunaan metode karyawisata adalah (1) siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh petugas pada objek serta mengalami dan menghayati pekerjaan, (2) siswa dapat mengamati berbagai kegiatan sehingga memperluas pengetahuan dan pengalaman mereka, (3) dapat memecahkan masalah yangdihadapi dengan inspirtasi dari sumber informasi orang pertama, (4) siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman terintegrasi. Penggunaan istilah metode mengajar tersebut oleh sementara ahli pengajaran disebut dengan teknik penyajian. Sehinga dikenal teknik penyajian ceramah, teknik diskusi, kerja kelompok, simulasi, pengajaran unit, sumbang saran/brainstorming, inkuiri, eksperimen, demonstrasi, karya wisata, kerja lapangan, sosiodrama dan bermain peran, Tanya jawab, penugasan, teknik nondirektif (Roestiyah, 1991: 5-147). H. Teknik Pembelajaran Pengertian teknik pembelajaran menekankan pada pemberian latihan-latihan untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang telah dimilik. Penerapan teknik pembelajaran ini menekankan kegiatan dan kreativitas siswa. Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun dan bergantung pada kemampuan guru dalam mencari siasat agar pembelajaran berjalan lancar dan berhasil maksimal. Dalam menentukan teknik pembelajaran ini, guru perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi lainnya. Berikut dijelaskan teknik-teknik pembelajaran keterampilan berbahasa mulai dari menyimak, berbicara, membaca dan menulis. 1. Teknik Pembelajaran Menyimak
52
Beberapa teknik pembelajaran menyimak yang dapat diterapkan guru adalah a) Dengar-ulang ucap Pembelajaran menyimak dengan teknik ini dilakukan dengan memperdengarkan model ucapan kepada siswa dan siswa menirukan pengucapannya. Guru perlu mempersiapkan secara cermat model ucapan yang akan diajarkan apakah berbentuk kata, kalimat yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Walaupun teknik pembelajaran teknik ini bersifat mekanis, jika diperlukan akan bermanfaat bagi siswa. Misalnya pelafalan fonem yang benar sesuai lafal fonem bahasa Indonesia, terutama sebagai bekal dalam membaca teknik. b) Dengar-tulis Teknik dengar-tulis juga disebut dengan dikte. Dikte ini menurut Burhan Nurgiantoro (2010: 417) dapat juga berperan sebagai alat penilaian menulis di samping sebagai teknik pembelajaran menyimak. Dalam pembelajaran, siswa diminta untuk mendengarkan penggunaan bahasa kemudian diminta menuliskan apa yang telah didengarkan. Terdapat empat tipe dikte yaitu (1) dikte penuh, (2) dikte sebagian, (3) dikte dengan gangguan, dan (4) dikte komposisi. Pada dikte penuh siswa diminta untuk menuliskan semua ujaran yang diperdengarkan kepadanya. Pada dikte sebagian siswa diminta untuk menuliskan katab yang dapat melengkapi kalimat atau paragraph, atau wacana yang tidak diperdengarkan secara penuh. Jika dalam wacana tulis disebut dengan wacana rumpang. Pada wacana tulis teknik ini disebut dengan colze test . Siswa diminta mengisi kata ke-n dari sebuah wacana yang disediakan, bias kata kelima, keenam atau yang lain. Sedangkan dikte dengan gangguan dilakukan dengan memperdengarkan wacana lisan diikuti dengan gangguan seperti penyimakan sebenarnya yang sering ada gangguan dari lingkungan. Siswa diminta untuk menuliskan semua ujaran yang diperdengarkan. Di sisilain dikte komposisi meminta siswa untuk mendengarkan seluruh wacana lisan yang panjang baik berupa cerita, uraian, penjelasan kemudian siswa menuliskan kembali dengan menggunakan kalimat sendiri. c) Dengar-kerjakan Pembelajaran menyimak dengan teknik ini, siswa diminta mendengarkan perintah berupa kalimat, petunjuk kemudian mengerjakan sesuai perintah atau petunjuk. Misalnya petunjuk mengerjakan soal, petunjuk mengoperasikan tape recorder.
53
d) Dengar-terka Pembelajaran menyimak dengan teknik ini, siswa diminta mendengarkan pendeskripsian sesuatu benda, objek, atau konsep kemudian siswa menerka objek atau benda atau konsep yang dimaksud. e) Menemukan benda/konsep Penggunaan teknik ini dilakukan dengan cara guru mengumpulkan benda-benda dalam suatu tempat tertentu. Gu ru mendeskripsikan benda yang dimaksud kemudian siswa mengambil bendanya. Atau benda dapat diganti dengan nama konsep tertentu dalam bidang tertentu juga. Guru mendefinisikan atau menyebut cirri-ciri suatu konsep kemudian siswa mengambil tulisan tentang konsep dimaksud. Misalnya guru menyebut cirriciri (1) kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan, (2) predikatnya diikuti objek. Siswa mengambil sebuah tulisan dari beberapa konsep yang tersedia yaitu kalimat aktif transitif. f) Siman bilang Teknik pembelajaran ini sering disebut dengan permainan bahasa yang bertujuan untuk melatih kemampuan menyimak siswa. Pelaksanaan pembelajaran dengan teknik ini mula-mula siswa dibagi dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok mempersiapkan delapan perintah yang harus diikuti oleh kelompok lawan dengan kriteria tertentu. Misalnya perintah berupa aktivitas menggerakkan anggota tubuh, terdiri atas 5-8 kata dalam sebuah kalimat, perintah merupakan gerakan yang sopan. Setelah perintah disusun permainan dimulai dengan setiap siswa dalam satu kelompok menjadi yuri untuk satu siswa pada kelompok lawan. Jika gerakan benar skornya 1 dan jika salah skornya 0. Skor perolehan untuk satu gerakan tergantung jumlah siswa, jika jumlah siswa dalam satu kelompok 10, sedang yang melakukan gerakan benar untuk satu perintah 6 maka skornya 6. Skor tersebut dijumlah sesuai jumlah perintahnya. Kelompok pemenang adalah kelompok yang jumlah skornya terbanyak. g) Bisik berantai Teknik pembelajaran ini dilakukan dengan kelas dibagi dalam dua kelompok. Setiap kelompok menyiapkan kalimat-kalimat yang akan dsibisikkan oleh setiap anggota kelompok lawan. Kalimat yang dibuat harus memenuhi criteria tertentu misalnya dalam sebuah kalimat terdapat diftong, suku kata berpola kompleks, memiliki fungsi SPOK.Setelah kalimat selesai disusun diberitahukan kepada guru untuk dilihat sudah memenuhi criteria tersebut atau belum. Jika sudah memenuhi, permainan dimulai dengan setiap
54
siswa pertama membisikkan kalimat kepada siswa kedua, swiswa kedua membisikkannya kepada siswa ketiga dan seterusnya sampai siswa terakhir. Semua kalimat yang dibuat dibisikkan dan siswa kedua sampai terakhir menuliskan kalimat yang didengarnya pada kertas. Pemberian skor dilakukan pada setiap siswa dalam satu kelompok dengan membandingkannya dengan kalimat yang dibisikkan oleh siswa pertama. Jika satu kelompok 8 siswa, kalimat yang ditulis sesuai dengan yang dibisikkan siswa pertama 5, berarti skornya 5. h) Melanjutkankan cerita Kelas dapat dibagi dalam kelompok atau juga tidak. Kelas membuat kesepakatan tentang cerita yang akan disampaikan kepada teman oleh anggota kelas secara estafet. Kesepakatan itu misalnya tentang tema. Kemudian guru memanggil seorang siswa untuk memulai bercerita di depan kelas dan dilanjutkan oleh siswa kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita berakhir. i) Merangkum Teknik ini dilaksanakan dengan cara siswa mendengarkan wacana lisan, dapat berupa ceramah, kotbah, dialog, talk show setelah selesai membuat rangkuman secara tertulis dari yang didengarkan. j) Menjawab pertanyaan Pembelajaran menyimak dengan teknik ini dilaksanakan dengan cara siswa diminta untuk mendengarkan sebuah rekaman wacana, kemudian diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan guru. Guru menunjuk siswa yang diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut. Perlu diingat bahwa pertanyaan hendaknya bervariasi tentang kata tanya yang digunakan maupun variasi jenis pertanyaannya pada domain kognitif, afektif, atau psikomotorik. Jawaban pertanyaan siswa dapat tertulis dan dapat juga disampaikan secara lisan secara bergantian. k) Permainan telepon/bertelepon Dengan teknik ini, siswa dituntut untuk mendengarkan pembicaraan dari tempat lain dengan media telepon. Kemudian memberikan respon yang sesuai dengan pembicaraan lewat telepon tersebut. Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan menulskan/menyampaikan secara lisan tenang pembicaraa yang telah dilakukannya. l) Testimoni
55
2. Teknik Pembelajaran Berbicara Teknik pembelajaran berbicara dari yang bersifat mekanik sampai pada yang bersifat berbicara sesungguhnya antara lain a) Ulang –ucap Teknik ini dilakukan dengan memberikan model ucapan yang benar sesuai ucapan baku berupa fonem, kata, kalimat siswa mendengarkan lalu menirukan pengucapan tersebut. Pelafalan fonem bahasa Indonesia sesuai dengan lafal fonem baku yang dideskripsikan dalam PUEYD dan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemahaman dan keterampilan tentang ucapan fonem, kata baku ini akan bermanfaat tidak saja dalam penggunaan bahasa sehari-hari tetapi juga dalam membaca teknik, berpidato, ceramah, kotbah. b) Lihat-ucap Teknik ini digunakan dengan cara siswa melihat benda, gambar, atau deskripsi kemudian menyebutnya. c) Permainan kartu kata Teknik ini digunakan dengan cara sekelompok siswa memainkan kartu. d) Wawancara Wawancara sebagai teknik pembelajaran berbicara merupakan kelanjutan dari bercakap-cakap. Dalam wawancara, pewawancara harus memahami profil orang yang diwawancarai agar pelaksanaannya lancer. Di samping itu juga harus mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada yang diwawancarai. Pertanyaan hendaknya bervariasi menggunakan kata tanya 5W dan 1H. e) Reka cerita gambar Teknik ini digunakan dengan menyediakan gambar, dapat berujud gambar lepas (1 gambar) atau gambar seri atau poster. Siswa diminta untuk bercerita berdasarkan gambar. f) Biografi Dengan teknik ini, siswa diminta untuk memaparkan biografi seseorang atau diri sendiri berdasarkan data yang ada. g) Bermain peran Teknik pembelajaran berbicara ini dilakukan dengan cara siswa memainkan peran misalnya dokter dengan pasien, guru dan siswanya, penjual Koran dan pembeli, penumpang dan kernet. Dalam bermain peran
56
siswa dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan ragam bahasa yang sesuai. h) Bertelepon Pada masa sekarang telepon bukan lagi merupakan barang mewah karena hampir setiap orang memiliki HP. Dalam bertelepon seseorang dituntut untuk berbicara dengan jelas, singkat, dan lugas. i) Dramatisasi Dengan dramatisasi, pembelajaran perlu mempersiapkan scenario untuk dimainkan oleh sekelompok siswa. Dengan teknik ini siswa belajar menghayati, dan meaktualisasikan peran sesuai dengan scenario. j) Elaborasi Teknik ini dilakukan dengan cara membahas informasi yang didengar untuk mendapatkan simpulan sehingga informasi itu akan lebih bermakna. k) Diskusi Teknik diskusi bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Dalam berdiskusi siswa dituntut menyampaikan gagasan, merespon gagasan orang lain, menyimpulkan berbagai gagasan untuk memecahkan masalah. Banyak manfaat diskusi bagi siswa antara lain: (1) Siswa belajar bermusyawarah, (2) siswa dapat men guji tingkat pengetahuannya, (3) belajar menghargai pendapat orang lain, (4) mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah. l) Pidato Teknik berpidato digunakan dalam pembelajaran dengan cara meminta siswa berpidato di depan kelas dengan peran, topic,dan isi sesuai dengan konteks yang dikondisikan. m)Melanjutkan cerita Dengan teknik ini, salah seorang siswa memulai cerita dengan tema atau topik yang telah disepakati. Kemudian cerita dilanjutkan secara estafet oleh siswa kexdua, ketiga dan seterusnya. n) Talk show Dengan teknik ini, siswa diminta untuk berpartisipasi dalam talk show sesuai jadwal yang direncanakan. Masing-masing siswa bertugas dalam kegiatan itu. o) Debat Pelaksanaan debat bertujuan untuk mengkonfrontasikan da pendapat yang berbeda tentang suatu masalah. Ada dua kelompok dalam debat yaitu kelompok pro an kelompok kontra. Sebelum debat dilaksanakan masing-
57
masing kelompok mengumpulkan dan menyusun data, fakta, dan argumentasi tentang tugasnya, pro atau kontra. Setelah selesai dilakukan verifikasi tentang masalah yang diperdebatkan. p) Menceritakan kembali Dengan teknik ini, siswa diminta menceritakan kembali buku yang telah dibaca, kegiatan yang telah dilaksanakan, film yang telah ditonton. Dalam menceritakan kembali perlu diperhatikan aspek-aspek yang harus ada. q) Memberi petunjuk Memberi petunjuk seperti menjelaskan arah, letak suatu tempat, cara mengerjakan sesuatu memerlukan kemampuan berbicara tingkat tinggi. Petunjuk haruis disampaikan dengan singkat agar mudah dipahami, juga harus tepat agar tidak salah paham,harus juga tegas agar tidak meragukan orang yang mendengarkan. r) Laporan pandangan mata Ada kalanya seseorang harus melaporkan suatu kejadian dari tempat peristiwa berlangsung agar orang lain dapat memahami peristiwa secara jelas. Perlunya laporan tersebut karena penonton kurang memahami konteks kejadian mungkin dalam hal pelaku, latar belakang peristiwa, rincian kejadian secara urut. s) Bertanya Bertanya juga merupakan salah satu teknik pembelajaran berbicara. Agar dapat bertanya dengan baikperlu dipahami hal-hal berkaitan dengan bertanya. 3. Teknik Pembelajaran Membaca a) Baca-terka Pembelajaran membaca dengan menggunakan teknik ini dimulai dari kegiatan membaca teks yang berisi deskripsi, ilustrasi, paparan dari sesuatu. Kemudian siswa menerka sesuatu yang dimaksud. b) Memraktikkan petunjuk Kegiatan memraktikkan petunjuk sering kita hadapi sehari-hari. Misalnya dalam petrunjuk minum obat, mengoperasikan alat rumah tangga seperti mesin cuci, blender, mixer, kipas angin dan sebagainya. Termasuk di dalamnya juga petunjuk cara memasak makanan, membuat kerajinan, merangkai bunga. Dari hal ini dapat dilihast bahwa membaca petunjuk mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. c) Scanning (membaca sepintas/membaca memindai)
58
Membaca sepintas dilakukan untuk menemukan suatu informasi yang sudah ditentukan sebelumnya secara cepat. Membaca cepat walaupun dilakukan secara cepat harus teliti dan penuh kesiapan menangkap informasi.Pelaksanaan pembelajaran membaca sepintas ini dapat dilakukan dengan tahapan (1) menugasi anak membaca untuk menemukan informasi pukul berapa kereta api Prameks tiba di staasiun Balapan pada bacaan; (2) membaca sepintas untuk menemukan letak informasi yang dibutuhkan pada bacaan; (3) membaca untuk menemukan informasi yang mungkin tidak saja harafiah tetapi juga yang besifat tersirat. d) Skimming (membaca sekilas) Membaca sekilas adalah tipe membaca dengancara menjelajah bahan bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Seorang pembaca sekilas yang terampil dapat memetik ide-ide pokok dengan cepat dengan cara mengumpulkan kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat-kalimat inti. Subjudul-subjudul memang sangat bergubna bagi pembaca sekilas karena dalam subjudul telah terangkum bagian-bagian selanjutnya sehingga kecepatan membaca kian mewningkat untuk memeriksa isi yang telah ditandai. Pembaca sekilas dapat melakukan hal-hal berikut dengan alasannya: (1) menemukan sepenggal informasi khusus dalam paragraph, kutipan, atau acuan, (2) memetik secara cepat ide pokok dan butir pebnting dalam bacaan, (3) memeriksa apakah bagian tertentu diloncati atau harus dipetik karena penting, (4) memanfaatkan waktu setepat mungkin. Pembaca sdekilas biasanya mempunyai tujuan untuk menemukan sesuatu atau untuk memperoleh kesan umum dalam bacaan. e) Melengkapi wacana/paragraf rumpang Melengkapi wacana rumpang merupakan salah satu teknik dalam menguji kemampuan siswa dalam memahami wacana tersebut. Caranya, sebuah wacana atau paragraph dihilangkan kata ke-n untuk diisi siswa dengan kata yang tepat. Kalimat pertama merupakan kalimat yang utuh. f) Menceritakan kembali Menceritakan kembali bacaan merupakan indikator bahwa siswa mampu menguasai bacaan. Apabila siswa mampu memahami kata kunci, kalimat topik, struktur bacaan dan menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, bilamana, mengapa, dan bagaimana dia telah memahami bacaan tersebut. Untuk itu, siswa diminta dapat memahami hal-hal tersebut agar dapat menceritakan kembali isi bacaan.
59
g) Memparafrasekan Puisi merupakan salah satu tipe bacaan yang harus dipahami dan ditafsirkan maknanya. Sebagai indicator bahwa siswa telah memahami puisi adalah dapat memparafrasekannya secara tepat. Dalam hal ini guru dapat membantu memberikan penjelasan dan informasi yang memudahkan siswa dalam memparafrasekan puisi. h) SQ3R Teknik SQ3R ( survey, question, read, recite, and review) merupakan salah satu teknik membaca untk studi. Untuk memahami wacana dibutuhkan langkah-langkah ini agar pemahaman siswa secara mendalam terhadap teks bacaan terpercaya. Pada langkah survey, siswa melakukan kegiatan membaca secara sekilas bacaan untuk mendapatkan gambaran umum isi bacaan. Pada langkah question siswa menyusun pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan. Pada langkah read, siswa membaca secara paragraph demi paragraf untuk mendapatkan pemahaman terhadap isi bacaan secara mendalam. Pada langkah recite, siswa menceritakan kembali isi bacaan, dan pada review siswa mengkaji ulang isi bacaan dengan mermberikan umpan balik terhadap penceritaan kembali. i) Melanjutkan cerita Siswa diminta untuk melanjutkan bacaan yang disajikan belum selesai. Apabila siswa dapat menyelesaikan cerita secara lengkap maka siswa telah memahami cerita (bacaan) dengan baik. 4. Teknik Pembelajaran Menulis a) Baca-tulis Teknik baca-tulis sebagai teknik pembvelajaran menulis dilakukan dengan cara siswa diminta untuk membaca teks kemudian menuliskan kembali apa yang telah dibacanya dengan kalimat-kalimat siswa. b) Dengar-tulis Teknik dengar-tulis juga disebut sebagai dikte. Pelaksanaan pembelajaran dengan teknik ini sama dengan teknik dengar-tulis pada teknik pembelajaran menyimak. Perbedaannya pada aspek yang dinilai yaitu hasil tulisan siswa. c) Meniru model Pembelajaran m,enulis dengan teknik ini, siswa diminta untuk membaca model tulisan dari guru, kemudian siswa menulis berdasar tema lain seperti model yang dibacanya. d) Mengarang bersama
60
Suatu karangan dapat ditulis oleh kelompok secara bersama.Setiap anggota kelompok memberikan kontribusinya dalam menulis. Tulisan dapat ditentukan temanya oleh kelompok. Setelah itu anggota mulai menulis dan diteruskan oleh anggota yang lain. e) Melanjutkan cerita Guru memberikan sebagian awal cerita yang sudah dikenal siswa. Cerita itu harus dilanjutkan oleh siswa sesuai dengan pemahaman dan daya khayalnya masing-masing. f) Meringkas bacaan Siswa diminta untuk meringkas bacaan yang telah selesai dibaca. Guru dapat menentukan buku yang harus dibaca oleh siswa atau memberikan rambu-rambu buku yang harus dibaca untuk dibuat ringkasannya. g) Reka cerita gambar Guru memberikan sebuah gambar seri kepada siswa. Berdasar gambar seri itu siswa mengembangkan cerita sesuai dengan kemampuan , pemahaman, dan daya khayalnya. Guru dapat memberikan rambu-rambu tentang panjang karangan, dan penerapan ejaan. h) Memerikan Pembelajaran menulis dengan teknik ini, siswa diminta memerikan suatu benda, lingkungan, atau objek tertentu berdasar pengamatannya. Sesuatu yang diperikan dapat bebas dan juga bias ditentukan oleh guru dan siswa. Dari hasil tulisan siswa dapat diketahui kejelian pengamatannya pada suatu objek. Hasil tulisan yang singkat menunjukkan pengamatan siswa yang belum cermat, dan teliti. Dengan demikian teknik ini dapat dimanfaatkan untuk melatih siswa mengamati objek tertentu secara cermat dan teliti. i) Mengembangkan topic Pembelajaran menulis dengan teknik mengembangkan topik dapat dimodifikasi dengan pengembangan tema, atau judul. Sebelum memulai menulis siswa perlu merencanakan tulisan dalam bentuk kerangka karangan agar tulisan yang dibuatnya sistematis, tidak tumpang tindih, dan efektif. j) Menulis surat Teknik pembelajaran menulis ini biasanya didasarkan pada kepentingan, dan tujuan menulis surat. Agar konteks penulisan nyata dan bermakna penulisan surat biasanya didasarkan pada kondisi nyata seperti membuat surat lamaran pekerjaan berdasar lowongan pekerjaan yang terdapat dalam media cetak, membalas surat edaran dan sebagainya.
61
k) Menyusun dialog Teknik pembelajaran menulis ini membutuhkan kemampuan penulis dalam mengatur peran-peran dalam dialog, menjabarkan maksud percakapan lewat peran, menjaga konsistensi topik, karakter tokoh, dan penyelesaian masalah yang dipercakapkan. l) Catatan harian Teknik ini meminta siswa menuliskan kejadian yang dialaminya berikut refleksinya dalam kehidupan siswa. m)Elaborasi Dengan teknik elaborasi, siswa diminta untuk mendiskusikan suatu permasalahan secara mendalam sehingga memperoleh simpulan yang benar informasi yang didengar. Setelah itu siswa dapat menuliskan kembali kajiannya secara terperinci dengan melengkapinya dengan informasi yang sudah dimiliki sehingga pemahaman siswa lebih bermakna. n) Biografi Dengan teknik ini siswa diminta untuk menuliskan biografi seseorang yang dikenal dan memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Cara yang dapat ditempuh adalah mengumpulkan data dan fakta berkaitan dengan seseorang yang akan ditulis biogafinya. Pengmpulan data-data tersebut apat dilakukan dengan wawancara, membaca dokumen, observasi, dan membuat catatan lapangan tentang orang yang akan ditulis biografinya. o) Catatan harian Dengan teknik ini, siswa diminta untk membuat catatan harian yang berisi tentang kejadian-kejadian yang dialami dan dirasakan dalam kesehariannya. Diharapkan dengan cara tersebut siswa terlatih menulis untuk mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan sikapnya terhadap suatu kejadian, seseorang, atau sesuatu yang ada. p) Mengisi formulir Mengisi formulir sering dilakukan oleh seseorang ketika akan mendaftarkan diri untuk menjadi siswa baru, meminjam uang di bank, mengikuti lomba dan sebagainya. Dalam mengisi formulir perlu dipahami tujuan pengisian, respon yang diharapkan, petunjuk pengisian, dan harapan pengisi. Hal ini perlu ditempuh agar dalam pengisian formulir tidak terjadi salah pemahaman.
62
BAB III PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN E. Pendahuluan Pembelajaran merupakan proses kompleks dalam diri peserta didik dan terkait dengan berbagai aspek dalam diri maupun luar dirinya. Guru sebagai pemberi fasilitas belajar dituntut memiliki kemampuan dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut guru dapat melaksanakan fungsi pemberi fasilitas dengan baik sehingga peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar secara efektif. Kemampuan ini merupakan salah satu persyaratan kemampuan guru profesional. Hal ini juga berkaitan dengan pemahaman guru tentang berbagai jenis strategi pembelajaran dan penggunaannya seperti yang telah diuraikan pada bab II. Banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli berkaitan dengan pemilihan strategi instruksional ini, sehingga guru dapat belajar, membuat pertimbangan dan membuat keputusan tentang strategi pembelajaran yang diterapkan pada peserta didik. Strategi pembelajaran yang dipilih tentu perlu dipertimbangkan dalam beberapa segi mengingat bahwa konteks pembelajaran yang berbeda-beda untuk setiap proses pembelajaran yang dipandunya. Di samping itu, dikenal beragamnya pendekatan, metode, teknik, dan model pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli mendorong guru untuk memilih salah satu atau beberapa yang sesuai dengan kondisi pemelajaran. Perlu diingat juga bahwa beberapa strategi yang ditawarkan ahli tersebut tidak ada jaminan adanya salah satu strategi pembelajaran yang paling baik. Setiap jenis strategi memiliki kelebihan dan kekurangannya dan memiliki kecocokan penggunaannya masing-masing. F. Faktor-faktor yang Perlu Dipetrimbangkan dalam Pemililihan Strategi Pembelajaran Pendidik mempunyai peran penting dalam menentukan strategi belajar mengajar yang paling tepat dan baik karena pendidik lebih tahu keaadaan dan kondisi anak didik serta segala aspek yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Sanjaya (2009: 296) menyatakan bahwa sebelum memilih strategi belajar mengajar ada bebrapa hal yang harus diperhatikan agar pemilihan strategi belajar mengajar dapat optimal dan efektif.
63
a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai Setiap kegiatan belajar mengajar tentu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Semakin kompleks tujuan yang ingin dicapai maka semakin rumit juga strategi yang harus dirancang. Di bawah ini ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan tujuan kegiatan belajar mengajar: Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif atau psikomotorik? Pertanyaan ini mengandung pengertian bahwa setiap jenis tujuan yang dirumuskan akan berimplikasi pada rancangan suatu strategi. Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau tingkat rendah? Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis? b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran Materi atau pengalaman belajar merupakan pertimbangan kedua yang harus diperhatikan. Materi pelajaran yang sederhana misalnya, materi pelajaran berupa data yang harus dihafal, maka pengalaman belajar pun cukup sederhana juga, mungkin siswa hanya dituntut untuk mendengarkan, mencatat dan menghafalnya. Dengan demikian strategi yang digunakan juga sederhana. Berbeda ketika materi pelajaran berupa generalisasi, teori, atau keterampilan, maka pengalaman belajar pun harus dirancang sedemikian rupa sehingga materi pelajaran dan pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. c. Pertimbangan dari sudut siswa Siswa adalah individu yang unik, yang memiliki perbedaan, tidak ada siswa yang sama. Walaupun secara fisik agak sama, namun pasti ada hal-hal tertentu yang pasti berbeda, misalnya perbedaan dari sudut minat, bakat, kemampuan bahkan gaya belajar. Dengan demikian strategi belajar mengajar yang dirancan g mestilah sesuai dengan keadaan siswa. Beberapa pertanyaan rancangan strategi ditinjau dari sudut siswa diantaranya: Apakah strategi yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangan siswa? Apakah strategi yang digunakan itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa? Apakah strategi yang dipilih sesuai dengan gaya belajar siswa? d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya Pertimbangan lainnya dalam hal ini adalah pertimbangan ditinjau dari strategi itu sendiri, sesbab begitu banyak strategi yang dapat dipilih dalam proses belajar mengajar. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kaitannya dengan pertimbangan dari segi strategi itu sendiri yaitu:
64
Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu srategi saja? Apakah strategi yang diterapkan dianggap satu-satunya startegi yang dapat digunakan? Apakah strategi itu memiliki memiliki nilai efektifitas dan efisiensi? Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan dalam menetapakan startegi yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif akan memiliki strategi yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif dan psikomotorik. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pemilihan strategi pemelajaran. Peter F Oliva (1997: ))dalam bukunya yang berjudul Developing the Curriculum menyatakan beberapa sumber pemilihan strategi pembelajaran yaitu tujuan, pokok masalah, siswa, guru, dan masyarakat. Sedangkan Esef (dalam Gafur, 1974: 98-100) dinyatakan bahwa dalam memilih strategi instruksional perlu memperhatikan (1) faktor belajar, lingkungan belajar dan besar kecinya kelompok belajar, (2) tujuan instruksional, dan (3) pola-pola kegiatan belajar mengajar. Termasuk dalam faktor belajar meliputi stimulans (penyampaian materi pelajaran oleh guru), respons (reaksi siswa terhadap stimulans), dan feedback (umpan balik yang diberikan kepada siswa untuk menunjukan tepat tidaknya respon tersebut.. Faktor lingkungan belajar mencakup tempat terjadinya proses pembelajaran termasuk di dalamnya konteks pembelajaran. Pola kegiatan pembelajaran dapat dibagi menjadi 3 (Kemp) yaitu presentasi, studi independen, dan interaksi gurusiswa. Pemilihan strategi pembelajaran perlu mempertimbangkan faktor-faktor: 1. Peserta didik Peserta didik merupakan sujbek pembelajaran sehingga strategi pembelajaran harus mempertimbangkan faktor peserta didik. Faktor ini terutama berkaitan dengan karakteristik peserta didik yang meliputi (a) kematangan mental dan kecakapan intelektual. (b) kondisi fisik dan kecakapan psikomotorik, (c) umur, dan (d) jenis kelamin. Kematangan mental berkaitan dengan kesiapan peserta didik secara psikologis dalam mengikuti pembelajaran bahasa. Kondisi fisik yang sehat dari peserta didik dapat menunjuukkan kesiapannya dalam pembelajaran. Umur berkaiatan dengan tugastugasperkemangan dalam beajar bahasa seperti dikemukakan oleh Piaget. Faktor peserta didik, oleh Oliva dijelaskan adanya faktor minat, kemampuan, kecakapan intelektual dan motivasinya dalam belajar bahasa. Juga tidak dapat ditinggalkan gaya belajar peserta didik yang perlu disesuaikan dengan gaya mengajar guru.Selain itu juga adanya fator kondisi fisik peserta
65
didik ikut menentukank keberhasilan pembelajaran sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan strateginya. 2. Guru Kemampuan guru dalam hal ini meliputi pemahaman terhadap berbagai jenis strategi pembelajaran, kemampuannya dalam memilih strategi pembelajaran dan kemampuannya dalam menerapkan strategi pembelajaran. Peter F Oliva menjelaskan bahwa faktor guru penting karena di tangan gurulah pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan tidaknya. Kita pernah mendengar pepatah bahwa tidak ada satu pun etode yang baik tetapi yang ada ada;lah guru yang baik. Guru yang baik adalah guru yang professional dan selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Di samping itu guru professional dituntut dapat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Menurut Jawad Ridla (dalam Majid, 2005: 124-125) seorang guru harus menerapkan prinsip (kode etik) yang meliputi (1) keharusan mengamalkan ilmu yang dikuasainya. Ia harus menyatukan antara ucapan dan perbuatannya, sebab ilmu yang bersifat batiniah harus dapat diamati secara lahir.; (2) bersikap kasih sayang terhadap siswanya seperti terhadap putra-putrinya sendiri; (3) menghindarkan diri dari ketamakan dan komersialisasi ilmu, karena tugas guru berkaitan dengan tujuan kebahagiaan dunia akhirat; (4) bersikap toleran dan pemaaf; (5) menghargai kebenaran karena guru adalah penyampai kebenaran; (6) keadilan dan keinsafan; (7) rendah hati, yang mengedepankan ketulusan dan kejujuran dalam menghadapi berbagai persoalan; dan (8) ilmu sebagai sarana pengabdian guru pada orang lain. Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah dan orang yang berpengalaman dalm bidang profesinya (Djamara, 2006:112). Guru dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar yaitu : 1) Kepribadian Hal ini akan mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas didalam kelas 2) Pandangan terhadap anak didik Proses belajar dari guru yang memandang anak didik sebagai mahluk individual dengan yang memiliki pandangan anak didik sebagai mahluk sosial akan berbeda. Karena prosesnya berbeda, hasil p roses belajarnya pun akan berbeda.
66
3) Latar belakang Pendidikan dan Pengalaman guru Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalamannya. Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar , akan banyak menemukan masalah dikelas. Oleh sebab itu, untuk menjembatinya dibuat program Akta 4 dan Akta 5. Di samping itu seorang guru harus harus memiliki kompetensi prasyarat berkaitan dengan kompetensi kepribadian, professional, pedagogis, dan sosial (Sanjaya, 2009: 200). Berkaitan dengan guru, ada beberapa hal yang perlu diperbincangkan yaitu gaya mengajar, kecakapan mengajar, dan kemampuan mengajar. Gaya mengajar dikaiutkan dengan kepribadiannya. Banyak kecakapan mengajar (ada yang mendeskripsikan 23) yang penting dikuasai guru di antaranya membuka dan menutup pelajaran, mernjelaskan, memberi penguatan, mengadakan variasi, mengelola kelas, mengajar siswa dengan kelompok kecil, dan 3. Bahan Ajar Bahan ajar meliputi fakta, konsep, prosedur, prinsip, sikap, nilai, dan aspek psikomotorik. Fakta merupakan sifat suatu gejala, peristiwa, benda yang nyata atau wujudnya dapat dilihat atau dirasa oleh indra. Fakta dapat dipelajari melalui informasi dalam bentuk lambing, kata-kata, atau kalimat, istilah maupun pernyataan. Konsep atau pengertian merupakan serangkaian perangsang yang memiliki sifat-sifat yang sama. Konsep dibentuk dari dan melalui pola unsure bersama di antara anggota kumpulan . Konsep adalah klasifikasi pola yang bersamaan. Dengan konsep kita dapat memberikan cirriciri, definisi, klasifikasi dan contohnya. Prinsip merupakan suatu pola antarhubungan fungsional di antara prinsip Dengan kata lain prinsip adalah hubungan fungsional dari beberapa konsep. Berbeda dengan keterampilan, keterampilan merupakan pola kegiatan yang bertujuan dan memerlukan peniruan serta koordinasi informasi yang dipelajari. Ada dua jenis keterampilan, yaitu keterampilan fisik dan keterampilan intelektual. Kterampilan berbahasa lebih merupakan keterampilan intelektual karena berhubungan dengan proses berpikirb seperti menuangkan gagasan, memecahkan masalah, menilai, menyimpulkan dan lain-lain.Setiap jenis bahan ajar membutuhkan cara pembelajaran yang berbeda. Pemilihan bahan ajar dapat
67
digunakan prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Artinya materi pembelajaran harus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah dirumuskan. Prinsip konsistensi artinya bahan ajar yang harus disajikan juga empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar. 4. Tujuan dan kompetensi dasar yang diharapkan Tujuan pembelajaran berkaitan dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang sudah dirumuskan. Dalam KTSP dikenal standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang harus dikuasai siswa setelah menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran tertentu. 5. Waktu yang Tersedia Waktu yang diugunakan untuk mengajarkan materi dengan strategi tertentu akan menentukan. Penggunaan strategi pembelajaran yang mengaktifkan siswa secara simultan cenderung menggunakan waktu yang relative lama. 6. Sarana dan Prasarana Kemp dan Dayton (dalam Hairudin, 2004: 7-4-7-5) menyatakan manfaat media dalam pembelajaran adalah: a) Memudahkan penyampaian materi pembelajaran sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda. b) Pembelajaran lebih jelas dan menarik c) Proses pembelajaran lebih interaktif d) Pemakaian waktu dan tenaga lebih efisien e) Kualitas hasil belajar lebih meningkat f) Proses belajar dapat berlangsung secara luwes tidak harus di kelas g) Menumbuhkan sikap positif siswa terhadap proses belajar h) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif 7. Masyarakat Tulisan ini memuat rangkuman materi Selecting and Implementing Strategies of Instruction yang merupakan bagian dari buku Developing the Curriculum yang disusun oleh Peter F. Oliva, permasalahan yang berkaitan dengan pemilihan dan penerapan strategi instruksional, dan solusi permasalahan dengan meramunya dari sumber lain yang relevan. 1. Sumber-sumber pemilihan strategi instruksional
68
a. Tujuan sebagai sumber Misalnya: tujuan pembelajarannya adalah agar siswa mampu melakukan lompat tinggi, strategi intruksional yang dipilih adalah memberi contoh pada siswa melompat tinggi dan siswa menampilkan aktivitas melompat tinggi. b. Pokok masalah sebagai sumber Dalam hal ini pokok masalah dapat berwujud fakta, pemahaman, sikap, apresiasi, dan kecakapan. Jika pokok masalahnya sikap, misalnya komit terhadap tatabahasa maka siswa harus memahami tatabahasa, mampu menerapkan, dan konsisten dalam menerapkan kaidah tata bahasa yang berlaku. c. Siswa sebagai sumber Seorang guru harus mengenali siswa dalam hal kemampuannya, minat, perkembangannya, sikap, dan kebutuhan siswa untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran. Ada baiknya siswa berpartisipasi dalam memilih topik, membantu mengidentifikasi tujuan, mendorong startegi yang sesuai, pemilihan tugas individu atau kelompok, memilih materi, dan menyusun kegiatan pembelajaran. d. Masyarakat sebagai sumber Strategi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, kepercayaan, nilai, kebudayaan. Di samping itu mempertimbangkan juga masukan dari komite, orang tua, komite sekolah, pendapat masyarakat tentang sekolah. Hal ini berkaitan dengan harapan masyarakat terhadap sekolah yang direalisasikan dalam strategi pembelajaran. e. Guru sebagai sumber Strategi instruksional harus disesuaikan dengan gaya mengajar guru, model mengajar guru. Guru dapat mempertimbangkan pemilihan strategi dengan siswa, guru, pokok masalah, jam belajar, sumber dan alat, fasilitas, dan tujuan pembelajaran. Semakin luas pengalaman dan semakin professional guru akan menerapkan strategi pembelajaran yang lebih menarik. Dalam hal ini guru dituntut memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas. Di samping itu, ada beberapa kemampuan guru yang turu mempengaruhi aktivitas pembelajaran siswa di kelas yaitu: 1) Keterampilan komunikasi guru di kelas yang akan mempunyai efek besar terhadap interaksi pembelajaran, yaitu:
69
Menunjukkan kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi pada topik yang diberikan dengan cara yang koheren dan logis. Menunjukkan kemampuan menulis yang logis, mudah, understoodstyle dengan tata bahasa yang tepat dan struktur kalimat. Menunjukkan kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan setelah mendengarkan. Menunjukkan kemampuan membaca materi dan menafsirkan memahami profesi. 2) Pengetahuan dasar Seorang guru hendakanya memiliki pengetahuan dasar yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar, yaitu: (a) menunjukkan kemampuan untuk menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi (b) menunjukkan kemampuan untuk memahami pola pembangunan fisik, sosial, dan akademis pada siswa, dan nasihat mengenai kebutuhan mereka di daerah-daerah. 3) Keterampilan teknis Keterampilan teknis yang perlu dimiliki guru diantaranya: (a) mendiagnosis pengetahuan masuk dan atau keterampilan siswa untuk satu set tujuan pembelajaran menggunakan tes diagnostik, pengamatan guru, dan catatan siswa, (b) mengidentifikasi tujuan jangka panjang untuk area subyek tertentu. membangun dan terkait urutan jarak pendek tujuan untuk area subyek tertentu. pilih, mengadaptasi, atau mengembangkan bahan ajar untuk suatu tujuan tertentu yang ditetapkan pembelajaran dan kebutuhan siswa belajar, (c) memilih, mengembangkan, dan urutan kegiatan belajar yang terkait sesuai untuk diberikan seperangkat tujuan pembelajaran dan kebutuhan siswa laearning, (d) menjalin hubungan dengan siswa di callroom dengan menggunakan perangkat motivasi verbal dan atau visual. 4) Administrasi keterampilan meliputi kemampuan (a) menyiapkan seperangkat rutinitas kelas dan prosedur untuk pemanfaatan bahan dan gerakan fisik, (b) menyiapkan standar untuk perilaku siswa, (c) mengidentifikasi penyebab perilaku buruk kelas dan teknik untuk memberikan bimbingan dan konseling pada mereka, (d) mengidentifikasi dan atau mengembangkan system untuk menyimpan catatan kelas dan kemajuan siswa secara individu. 5) Keterampilan interpersonal mencakup (a) mengidentifikasi dan atau menunjukkan perilaku yang mencerminkan perasaan untuk martabat atau
70
harga diri kelompok etnis, budaya, bahasa dan lainnya, (b) mendemonstrasikan pembelajaran dan keterampilan sosial yang membantu siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif, (c) mendemonstrasikan pembelajaran dan keterampilan sosial yang membantu siswa dalam berinteraksi secara konstruktif dengan rekanrekan mereka, (d) mendemonstrasikan mengajarkan keterampilan yang membantu siswa dalam mengembangkan nilai-nilai mereka sendiri, sikap, dan keyakinan. G. Gaya Mengajar, Gaya Belajar, dan Kecakapan Mengajar Gaya mengajar adalah seperangkat karakteristik dan sifat personal yang secara jelas mengidentifikasi individu sebagai guru unik. Guru yang gemar pengetahuan akan memasukkan m emasukkan ke dalam metode bentuk-bentuk b entuk-bentuk penelitian. pene litian. Guru yang nyaman tentang pekerjaannya akan mengundang pengunjung ke kelas menggunakan sumber perorangan, memperbolehkan kegiatan yang menggunakan peralatan audio video. Guru yang demokratis akan mempersilakan siswa berpartisipasi dalam membuat keputusan. Fischer dan fischer mengidentifikasikan gaya mengajar termasuk: (1) orientasi tugas, (2) perencana kooperatif, pendapat siswa ditanggapi, dan guru mendukung partisipasi siswa,, dan guru mendukung partisipasi siswa, (3) terpusat pada anak, guru menyediakan struktur agar siswa mengejar apa yang akan dikerjakan dan diminatinya, (3) terpusat pada mata pelajaran, guru memfokuskan pada materi terorgasisasi dsekat dengan siswa, (4) terpusat pada pembelajaran, guru menggabungkan antara terpusat pada anak dan terpusat pada pembelajaran, (5) menarik secara emosional, guru menunjukkan emosi intensif dalam mengajar. Gaya positif misalnya konsisten pada siswa, gaya yang negative missal tidak demokratis. Gaya mengajar menurut Muhammad Ali ( dalam Djamara, 2006:115), dapat dibedakan 4 macam yaitu: Gaya mengajar klasik Gaya mengajar teknologis Gaya mengajar personalisasi Gaya mengajar interaksional Gaya Belajar Gaya mengajar guru berhubungan dengan gaya belajar siswa. Di antara para siswa ada yang dapat mengekspresikan deiri lebih baik secara lisan dibanding secara tertulis. Beberapa setuju dengan abstraksi, yang lain dapat belajar dengan
71
materi konkret. Beberapa dapat bekerja dalam tekanan beberapa lagi tidak. Beberapa membutuhkan petunjuk, yang lain sedikit. Gaya bukan sesuatu yang setiap saat dapat diubah. Pemberian harapan untuk berubah, ketepatan latihan, konseling, atau terapi guru dapat mengubah gaya mengajarnya. Kadang-kadang personalitas berubah dicontoh dari perilaku orang lain yang penting.Perubahan adalah mungkin tetapi tidak mudah. Ada 3 alasan guru perlu mengubah gaya mengajarnya yakni: (1) sekolah mengharapkan gaya mengajar guru guru cocok dengan gaya belajar siswa. (2) sekolah berharap mengungkap variasi gaya belajar siswa selama di sekolah sehingga mereka akan belajar bagaimana berinteraksi dengan berbagai tipe orang. Akhirnya siswa yang termasuk sedikit terstruktur, informal, rileks pada tingkat sekolah menengah dilengkapi dengan gaya terpusat pada tugas, (3) guru dapat mengubah gaya mengajarnya jika guru menjadi fleksibel, memanfaatkan lebih dari satu gaya yang memiliki kesamaan dengan kelompok siswa. Jika gaya mengajar adalah seperangkat tingkah laku guru secara personal, model mengajar adalah seperangkat tingkah laku umum yang menekankan pada strategi khusus. khusus. Buce Joyce dan Marsha Weil mendefinisikan model mengajar adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain materi instruksional, menentukan pembelajaran di kelas. Di LPTK para siswa diperkenalkan dengan model mengajar seperti pengajaran ekspositorik, diskusi kelompok, bermain peran, demonstrasi, simulasi, diskoveri, belajar di laboratorium, pengajaran terprogram, tutorial, problem solving, dan pengajaran bermedia. Bruce Joyce mengidentifikasi ke dalam dua puluh lima model mengajar, yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu; (1) model sosial, contohnya model inkuiri social, (2) model pemrosesan informasi, contohnya model induktif Hilda Taba, dan model latihan inkuiri Richard Suchman, (3) model personal, contohnya pengajaran nondirektif Carl Rogers, dan model pertemuan kelas William Glasser, (4) model perilaku contohnya manajemen kontingensi, dan kontrol diri. Variasi model penting dalam pengajaran yang sukses. Penggunaan satu model dapat membuat kelelahan dan kebosanan siswa. Ini membuat situasi sangat tidak menyenangkan. Sebuah model harus sesuai dengan gaya guru maupun gaya belajar siswa. Berpikir deduktif , membutuhkan waktu untuk mengaplikasikannya, mengaplikasikann ya, sedikit waktu menggunakan sehingga efisien untuk beberapa siswa daripada berpikir induktif, di mana aplikasinya dilakukan lebih dahulu dan siswa
72
menentukan kaidah darinya. Penggunaan model yang sama untuk semua guru tidak menyenangkan. Dalam memilih strategi instruksional masih ada lagi hal yang dipertimbangkan adalah kecakapan mengajar. Memilih pengajaran terprogram misalnya, guru yang memainkan peran sebagai perencana (model), seperti seseorang yang terpusat p[ada p[ada subjek mementingkan perincian , mempercayai mempercayai siswa belajar terbaik (gaya) dan memiliki kecakapan memilih materi, mengurutkan, menulis program, dan menilai (kecakapan). Pendidik telah menncurahkan perhatiannya untuk mengidentifikasikan kecakapan umum mengajar (kompetensi). Diidentifikasi ada 23 kompetensi umum yang dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu kecakapan berkomunikasi, pengetahuan dasar, das ar, dan kecakapan teknis, te knis, kecakapan administratif, dan kecakapan interpersonal. Dengan pelatihan yang tepat guru dapat menguasai kecakapan umum mengajar. Strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada siswa dalam menuju tercapainya tujuan instruksional (Kozma dalam Gafur, 1984: 95). Sedangkan Dick dan Carey (dalam Gafur, 1984: 95) menyatakan strategi instruksional ialah semua komponen materi, paket pelajaran, dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih menyangkut pemilihan materi, kegiatan pembelajaran, prosedur pembelajaran yang dapat membantu siswa mencapai tujuan (kompetensi). Pembelajaran yang menerapkan strategi instruksional secara tepat ditandai oleh kondisi siswa yang dapat belajar secara efektif dan efisien mengena pada tujuan yang telah ditentukan. Di samping itu proses pembelajaran akan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, antusias, ikhlas, dan menyenangkan. Selanjutnya komponen satrategi instruksional meliputi: (1) kegiatan instruksional pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4) evaluasi, dan (5) kegiatan lanjutan. Dalam penyampaian informasi dapat digunakan metode ceramah dan tanya jawab, sedangkan dalam partisipasi siswa dapat digunakan metode penugasan, diskusi, role playing, playing, demonstrasi dan sebagainya tergantung pada karakteristik kompetensi yang hendak dipelajari. Menurut Oemar Hamalik (2008: 207-208) strategi instruksional terbagi dalam 4 komponen dan tahapannya meliputi: (1) pendahuluan, (2) presentasi, (3) latihan transisi, (4) bimbingan, (5) umpan balik, (6) praktik, dan (7) tes formatif.
73
Sebelum melaksanakan pembelajaran guru harus memilih strategi instruksional yang cocok dengan beberapa komponen pembelajaran seperti siswa, guru, lingkungan, tujuan, fasilitas. Pemilihan strategi instruksional di samping apa yang telah disampaikan Peter F. Oliva juga memberikan alternatif pemilihannya yang berkaitan dengan model mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Suwalni Sukirno (1995: 8.2) bahwa model-model mengajar menawarkan berbagai alternatif strategi dengan keragaman cara yang dapat ditempuh. Tiap model mengajar yang dipilih haruslah mengungkapkan berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas, pandangan, tujuan yang hendak dicapai. Kalau seorang guru menginginkan siswa semakin produktif dan berkembang sesuai dengan gaya belajarnya sendiri, maka pemilihan dan penerapan model mengajar pun harus mengikuti kebutuhan siswa. Model mengajar merupakan perangsang bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Aktivitas pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki secara optimal. Belajar harus menyentuh kepentingan siswa secara mendasar. Belajar memiliki makna sebagai kegiatan baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk memperoleh pengetahuan, membangun sikap tertentu, dan memiliki keterampilan tertentu. Model mengajar dikembangkan (1) beranjak dari perbedaan karakteristik siswa, (2) meningkatkan dan menumbuhkan motivasi belajar untuk memilih kegiatan belajar . Sebagai wujud pemilihan strategi instruksional seorang guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman kemampuannya, motivasinya, minat, dan karakteristik pribadinya (Aunurrahman, 2009: 142). Pada dasarnya setiap individu pada setiap tingkatan usia memiliki potensi untuk belajar, namun dalam prosesnya keberhasilan individu beragam ada yang cepat, ada yang lambat. Pelaksanaan pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa memahami pelajaram sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Disamping itu pemilihan model pembelajaran yang tepat, guru dapat menyesuaikan jenis pendekatan, dan metode pembelajaran dengan k arakteristik materi pembelajaran. Model pembelajaran ialah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan sebagai pedoman untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (Aunurrahman, 2009: 146). Ada 4 premis berkaitan dengan model
74
pembelajaran: (1) model pembelajaran memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran bersifat praktis dan implementatif, (2) sejumlah model pembelajaran yang berbeda namun pemisahan model yang satu dengan yang lain tidak bersifat diskrit, setiap model berkaitan dengan model lain; (3) tidak ada model yang lebih baik daripada model yang lain; (4) pemahaman guru terhadap berbagai model penting untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien, guru dituntut untuk mengkombinasikan beberapa model. Pemilihan strategi instruksional mempertimbangkan beberapa aspek atau sumber seperti telah dikemukakan oleh Peter F. Oliva. Berkaitan dengan aspek kemasyarakatan, Oemar Hamalik ( 2008: 103) menyatakan bahwa faktor sosial budaya penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, sehingga (1) kurikulum harus berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat, (2) kondisi sosial budaya yang berubah , penyusunan kurikulum memperhatikan prinsip fleksibilitas dan kedinamisannya, (3) program kurikulum harus disusun dan memuat materi sosial budaya dalam masyarakat, (4) kurikulum harus disusun berdasarkan nkebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila. Demikian juga dalam kurikulum actual harus tercermin hal-hal yanbg dikemukakan tersebut, termasuk di dalamnya dalam pemilihan strategi instruksional. Pokok masalah sebagai sumber pertimbangan pemilihan strategi instruksional relevan dengan pembelajaran yang menerapkan prinsip contextual teaching and learning (CTL). Dalam hal ini mata pelajaran dikaitkan kehidupan nyata. Penggunaan CTL mengisyaratkan adanya 7 strategi penting dalam pembelajaran (Johnson, 2009: 21) yang meliputi: ( 1) pengajaran berbasis problem, (2) menggunakan konteks beragam, (3) mempertimbangkan kebinekaan siswa, (4) memberdayakan siswa untuk belajar mandiri, (5) belajar melalui kolaborasi, (6) menggunakan penilaian otentik, (7) mengejar standar tinggi. Dasar-dasar pemilihan strategi instruksional menurut beberapa ahli ialah (1) menurut Essef (dalam Gafur, 1984: 98-100) disesuaikan dengan faktor belajar, lingkungan, dan besar kecilnya kelompok belajar , (2) menurut Merril (dalam Gafur, 1984: 100) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (3) sesuai dengan pola pola kegiatan belajar mengajar. Sementara itu menurut Kemp (dalam Gafur, 1984: 109) dalam memilih strategi instruksional atau kegiatan belajar mengajar perlu diperhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) apakah materi pelajaran tersebut paling baik kalau disampaikan kepada semua siswa secara serentak dalam satu waktu? (2) apakah materi pelajaran tersebut paling baik kalau dipelajari siswa secara
75
individual sesuai dengan kecepatan dan kesempatan masing-masing? (3) apakah diperlukan pengalaman yang hanya bisa berhasil diperoleh dengan jalan diskusi, kerja kelompok, dan lain-lain di antara para siswa dengan atau tanpa kehadiran guru? (4) apakah diperluka adanya diskusi atau konsultasi secara individual antara guru dan siswa? H. Hubungan antara Model Mengajar, Metode Mengajar, Gaya Mengajar, dan Kecakapan Mengajar Tugas dan peran guru tidak hanya menyangkut penyampaian informasi tertentu kepada siswa tetapi juga meliputi peran antara lain membimbing siswa agar berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan, baik keterampilan intelektual maupun motoriknya, memotivasi siswa agar tetap semangat menghadapi tantangan dan rintangan, melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar agar pembelajaran efektif dan efisien. Di samping itu seorang guru adalah orang yang selalu mengembangkan diri dan dinamis baik dalam menambah wawasan pengetahuan maupun untuk kepentingan profesionaln ya. Ditinjau dari persyaratan professional guru, ada beberapa kemampuan yang harus dikuasai guru yaitu (1) kemampuan menguasai landasan kependidikan, (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, (3) kemampuan menguasai materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya, (4) kemampuan mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran, (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang seperti administrasi kelas, (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja (Sanjaya, 2005:146). Melihat beberapa kemampuan professional tersebut ada kemampuan yang berkaitan langsung dengan kemampuan pemilihan dan pelaksanaan pembelajaran seperti kemampuan mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran. Penguasaan metodologi dan strategi pembelajaran harus diimbangi dengan penguasaan kecakapan mengajar agar pengelolaan pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Dengan demikian seorang guru harus menguasai keterampilan dasar mengajar yang diperolehnya di LPTK maupun mengembangkan diri selama menjadi guru.
76
Di samping apa yang telah dikemukakan oleh Peter F. Oliva tentang kemampuan umum dan khusus dalam mengajar , ada sejumlah keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru agar dalam melaksanakan tugas profesionalnya berhasil secara optimal. Para ahli dari Stanford University dan Sidney University mengidentifikasikan ada 23 keterampilan dasar mengajar yang kemudian disarikan ke dalam beberapa keterampilan dasar mengajar (Sanjaya, 2005: 156) yaitu: (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (2) keterampilan bertanya, (3) keterampilan member penguatan, (4) keterampilan mengadakan variasi, (5) keterampilan mengelola kelas, (6) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, (7) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil. Pembicaraan tentang model mengajar, metode mengajar, kecakapan mengajar berkaitan dengan strategi belajar mengajar. Strategi belajar mengajar ialah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Strategi menunjuk kepada karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan guru-siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan gurusiswa dalam peristiwa belajar mengajar aktual disebut prosedur instruksional (Hasibuan, 2008: 3). Dalam peristiwa belajar mengajar actual guru dapat memilih model mengajar tertentu seperti yang telah ditawarkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Sukirno, 1995: 8.5-8.9) yang terbagi dalam 4 rumpun model mengajar yaitu: 1. Rumpun model pemrosesan informasi yang antara lain (a) model berpikir induktif, (b) model latihan inkuiri, (c) model pertumbuhan kognitif; 2. Rumpun model pribadi diantaranya (a) model pengajaran nondirektif, b model sinektik, (c) model pertemuan kelas; 3. Rumpun model interaksi social, yang termasuk di dalamnya misalnya (a) model investigasi kelompok, (b) model inkuiri social, (c) model role playing; 4. Rumpun model perilaku, misalnya (a) model pengelolaan kontingensi, (b) model mawas diri, (c) model relaksasi. Di samping itu Ely dan Gerlach (dalam Suwalni Sukirno, 1995: 8.9-8.10) menyatakan bahwa ada dua model pembelajaran yaitu model ekspositorik dan model diskoveri inkuiri. Selanjutnya hubungan antara model tersebut dengan metode mengajar dapat digambarkan merupakan gerakan pada satu kontinum dari model ekspositorik ke model diskoveri inkuiri yang dapat digambarkan sebagai berikut.
77
Dalam penerapan model mengajar, metode mengajar, dan kecakapan /keterampilan mengajar akan dapat diamati gaya mengajar guru yang bersifat personal, unik dan individual yang merupakan cerminan kepribadiannya.
78
BAB IV MODEL PEMBELAJARAN
M.
Pengertian Model Pembelajaran Untuk menjelaskan pengertian model pembelajaran, lebih baik dijelaskan pengertian strategi terlebih dahulu. Strategi menurut Kemp (Rusman, 2011: 132) adalah kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Dick & Carey (Rusman, 2011: 132) dinyatakan bahwa strategi adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik. Strategi merujuk pada perencanaan untuk mencapai sesuatu sedangkan metode cara yang digunakan untuk melaksanakan strategi. Menurut Briggs (dalam Gafur, 1984: 27) model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce & Weil menyusun model pembelajaran berdasarkan teori belajar. Model pembelajaran merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
N. Ciri-ciri Model Pembelajaran Berdasarkan uraian tentang pengertian dan hakikat model pembelajaran dapat dikatakan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Herbert Thelen berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi siswa dalam kelompok secara demokratis. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model pembelajaran berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
79
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang. 4. Memiliki bagian-bagian model yang disebut (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, (4) sistem pendukung. Keempat hal tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melasksanakan suatu model pembelajaran. 5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; dan dampak pengiring, yaitru hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yangh dipilihnya. O. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1. Pertimbangan dari segi tujuan yang hendak dicapai, yang dapat mendasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut: a. Apakah tujuan pembelajaran yang akan dicapai berkenaan dengan kompetensi akademik, kepribadian, sosial, dan atau vokasional (dulu diistilahkan dengan domain kognitif, psikomotorik, dan afektif?) b. Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai? c. Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik? 2. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran: a. Apakah materi pembelajaran itu berupa fakta, konsep, teori atau generalisasi? b. Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat atau tidak? c. Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari materi itu? 3. Pertimbangan dari sudut peserta didik yakni: a. Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik? b. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik? c. Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik? 4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis
80
a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja? b. Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan? c. Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi? P. Model Pembelajarann Kontekstual Elaine B. Johnson (2009: 65) mengatakan bahwa pembelajara kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Makna yang dihasilkan merupakan hasil menghubungkan atara muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran, keterkaitan materi dengan kehidupan nyata merupakan hal yang penting. Di samping itu, juga bisa disiasa ti dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya. Hal ini membuat pembelajaran lebih menarik dan dirasakan sangat dibutuhkan siswa karena ada manfaatnya. Pembelajaran kontekstual akan berhasil bila siswa memiliki pemahaman secara memadai tentang teori yang akan dimanfaatkannya dalam kehidupan. Ini berarti bahwa anak dituntut memiliki kemampuan untuk hidup (life skill) dari materi pembelajaran yang dikuasainya. Dengan demikian materi pembelajaran akan lebih dekat (secara fungsional) dengan permasalahan kehidupan. Pembelajaran kontekstual memungkinan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untu k menemukan makna yang baru. Landasan filosofis pembelajaran kontekstual adalah prinsip konstruktivisme yaitu suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah tiruan kenyataan, juga bukan gambaran dunia kenyataan. Pengetahuan selalu merupakamn akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari orang (guru) kepada orang lain (siswa) tetapi siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan dengan pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach dalam Komalasari, 2010: 15). Teori belajar pendukung pembelajaran kontekstual meliputi: 1. Teori perkembangan Piaget 2. Teori Free Discovery learning dari Brunner
81
3. Teori meaningfull learning dari Ausubel 4. Teori belajar Vigotsky Sementara itu, strategi pembelajaran yang sesuai dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual menurut Bern &Ericson (dalam Komalasari, 2010: 23) adalah: 1. Pembelajaran berbasis masalah, pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dalam berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan. 2. Pembelajaran kooperatif, pendekatan yang memusatkan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan. 3. Pendekatan berbasis proyek, pendekatan yang memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan menghasilkan karya nyata. 4. Pembelajaran pelayanan, pendekatan yang menyediakan aplikasi praktis suatu pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas. 5. Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan di mana di tempat kerja , kegiatan terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis. Komponen pembelajaran kontekstual meliputi (1) menjalin hubunganhubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, (3) melakukan proses belajar yang diatur sendiri, (4) mengadakan kolaborasi, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) memberikan layanan secara individual, (7) mengupayakan pencapaian standar yang tinggi, dan (8) menggunakann asesmen otentik. Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam menerapkam pembelajaran kontekstual: 1. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar individu dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengetahuannya. Peran guru adalah sebagai pembimbing siswa sesuai dengan tigkat perkembangannya. 2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. 3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu
82
agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. 4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau pembentukan skema baru (akomodasi). Dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan asimilasi dan akomodasi. Belajar menurut model pembelajaran kontekstual dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Belajar merupakan proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Semakin banyak pengalaman mereka semakin banyak pengetahuan yang mereka dapatkan dari belajar. 2. Pengetahuan merupakan organisasi dari semua yang mereka alami, sehingga pengetahuan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecah kan masalah. Semakin luas dan mendalam pengetahuan seseorang akan semakin efektif dalam berpikirnya. 3. Belajar adalah proses memecahkan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang berkembang tidak hanya kemampuan intelektualnya saja tetapi juga mental dan emosinya. 4. Belajar adalah proses pengalaman yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju ke yang kompleks. Oleh karena itu, belajar sesuai dengan irama kemampuan siswa. 5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Prinsip pembelajaran kontekstual meliputi (1) prinsip konstruktivisme, (2) prinsip inkuiri atau menemukan, (3) prinsip bertanya, (4) prinsip masyarakat bertanya, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian otentik. Berikut akan dijelaskan masing-masing. 1. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan baru sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan terbentuk dari objek yang menjadi bahan pengamatan, dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan setiap objek. Lebih lanjut Piaget menyatakan tentang pengetahuan sebagai berikut: a. Pengetahuan bukan merupakan gambaran dunia kenyataan tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek; b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pegetahuan;
83
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Siswa dalam pembelajaran dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. 2. Inkuiri (menemukan) Inkuiri merupakan proses mencari dan menemukan sendiri pengetahuan melalui proses berpikir sistematis. Dalam hal ini, belajar merupakan proses mental yang mendorong seseorang untuk berkembang secara intelektual, mental emosional dan kepribadiannya. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan dengan langkah-langkah : (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis berdasar data yang diperoleh, dan (5) membuat simpulan. Azas menemukan sendiri dengan langkah-langkah tersebut merupakan azas yang penting dalam pembelajaran kontekstual. Melalui proses berpikir sistematis tersebut diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas. 3. Bertanya Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dianggap sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: 1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran; 2. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa ; 3. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa; 4. Memusatkan perhatian siswa pada masalah yang dibahas; 5. Merupakan alat dan pemberi arah proses pembelajaran; 6. Memperlakukan siswa secara manusiawi yang memiliki ide dan aspirasi; 7. Mengembangkan kreativitas siswa. 8. Menggali informasi dari tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran; 9. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; 10. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
84
Dalam setiap tahapan proses pembelajaran, kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknikteknik bertanya sangat diperlukan. 4. Masyarakat belajar Masyarakat belajar dapat diartikan sebagai pembiasaan agar siswa melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman belajarnya (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dapat dikembangkan. Pembiasaan untuk memanfaatkan sumber belajar dalam kelompok maupun di luar kelompok sangat dimungkinkan megingat bahwa setiap manusia memiliki kelebihan. Sekolah/guru dapat mengundang nara sumber atau mengunjungi kegiatan belajar yang dilakukan sekolah lain . 5. Pemodelan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka ragam berdampak pada tuntutan pembelajaran yang lengkap. Ini sulit dipenuhi oleh guru. Sehingga dalam pembelajaran tidak memungkinkan guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan model pembelajaran yang dapat diambil dari siswa, guru lain, professional sehingga dapat memenuhi harapan siswa. 6. Refleksi Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru dipelajari. Siswa mengendapkan apa yang telah dipelajari sebagai stuktur pegetahuan yang baru yang merupakan pengayaan/revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan utntuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, merenung dan melakukan diskusi dari apa yang telah dipelajari Melalui CTL, pengalaman belajar yang diperoleh siswa tidak hanya disimpan tetapi jauh lebih penting bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut ke luar dari kelas untuk memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah diinternalisasikan dalam setiap jiwa siswa, dan inilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran. 7. Penilaian otentik
85
Penilaian sebagai bagian integral dari proses pembalajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas proses dan hasil pembelajaran. Dengan penilaian akan diperleh pemahaman terhadap proses dan hasil pengalaman pembelajaran yang telah dilakukan siswa. Guru dapat mengetahui kemajuan, kesulitan, dan kemunduran pengalaman belajar siswa sehingga dapat memberikan umpan balik yang tepat baik berupa upaya perbaikan, penyempurnaan, bimbingan belajar . Pembelajaran kontekstual dapat diidentifikasi karakteristiknya yaitu: (1) kerjasama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa (Depdiknas dalam Rusman, 2011: 198). Rencana pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kontekstual dibuat dalam bentuk skenario pembelajaran yang lebih menekankan pada langkahlangkah pembelajaran daripada rumusan tujuan. Berikut merupakan petunjuk merancang rencana pembelajarannya: 1. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar. 2. rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya. 3. uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan. 4. rumuskan skenario pembelajaran tahap-demi tahap. 5. rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya proses maupun setelah siswa selesai belajar. Skenario (desain) pembelajaran akan digunakan sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada hakikatnya pengembangan setiap komponen CTL dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan menerapkan setiap prinsip pembelajarannya. Q. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (dalam Rusman, 2011: 201) pembelajaran koperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara positif dalam kelompok. Ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar ide dan memeriksa ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.
86
Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa berkelompok kecil 2-5 dengan aturan main tertentu, adanya ketergantungan positif, pertanggungjawaban secara individual, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, tatap muka dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Slavin dalam Komalasari, 2010: 62) adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan berkerja secara kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 dengan struktur kelompok yang heterogen. Pembelajaran kooperatif ini dilatarbelakangi oleh situasi belajar individual yang dibarengi dengan menonjolnya aspek-aspek yang tidak menguntungkan bagi perkembangan siswa seperti kecenderungan berkompetisi, bersikap tertutup pada teman, kurang memberi perhatian kepada teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, Bila hal ini dibiarkan akan menghasilkan warga Negara yang egois, introvert, inklusif, kurang bergaul dalam masyarakat, acuh-tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Gejala seperti ini dampaknya sudah menjalar pada masyarakat kita dengan adanya demonstrasi, main keroyok, saling sikut, dan mudah terprovokasi. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan hasil penelitian Slavin (dalam Rusman, 2011: 205) bahwa (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Ada dua komponen pembelajaran kooperatif yaitu (1) cooperative task atau tugas kerjasama, dan (2) cooperative incentive structure atau strukturinsentif kerjasama. Tugas kerjasama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan kelompok bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur insentif kerjasama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan (Sanjaya dalam Rusman, 2011: 206 ).
87
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khas yaitu adanya kerjasama dalam kelompok. Hal ini berarti bahwa tujuan pembelajaran tidak hanya berkaitan dengan kemampuan akademik, tetapi juga kemampuan dalam berkolaborasi untuk mencapai prestasi. Penggunaan pembelajaran kooperatif dilandasi adanya perspektif motivasi, perspektif sosial, dan perspektif perkembangan kognitif. Adapun cirri-ciri pembelajaran kooperatif meliputi (1) pembelajaran secara tim, (2) didasarkan pada manajemen kooperatif, (3) kemauan untuk bekerjasama, (4) keterampilan bekerjasama. Dari sisi lain, cirri pembelajaran kooperatif adalah (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (4) guru mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Isyoni, 2009: 27). Pembelajaran kooperatif didasari teori belajar kooperatif konstruktivis dari Vigotsky yang menekankan pada hakikat sosiokultural dalam pembelajaran. Fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu. Implikasi dari teori Vigotsky dikehendaki susunan kelas berbentuk kooperatif. Penerapan pembelajran koperatif didasari teori (1) Ausubel tentang pembelajaran bermakna artinya mengaitkan informasi baru dengan konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif; (2) Piaget, bahwa pengetahuan akan didapat siswa dengan partisipasi aktifnya dengan cara mengonstruksinya; (3) Vigotsky, bahwa pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif yakni (1) prinsip ketergantungan positif (positive independence), artinya keberhasilan penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing aggota kelompok; (2) tanggung jawab perseorangan (individual accountability); (3) interaksi tatap muka ( face to face promotion interaction), memberi kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi; (4) partisipasi dan komunikasi ( participation and communication), melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran; (5) evaluasi proses kelompok, menjadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama agar selanjutnya dapat bekerja sama secara efektif.
88
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya mencakup empat tahap yakni: (1) penjelasan materi, (2) belajar kelompok, (3) penilaian bisa dalam bentuk tes atau kuis baik secara individu maupun kelompok. Nilai kelompok hasilnya sama untuk setiap anggota sedangkan nilai akhir merupakan jumlah nilai individu dan kelompok dibagi dua, (4) pengakuan tim untuk menentukan tim yang dianggap berprestasi. Model-model pembelajaran kooperatif adalah (1) model Student Teams Achievement Division (STAD), (2) model Jigsaw, (3) model investigasi kelompok group investigation (GI), (4) model Make a Match (membuat pasangan), model Team Games Tournament (TGT), dan model Structural (Rusman, 2011: 2062013). Menurut Komalasari (2010: 68-69) pembelajaran kooperatif juga mencakup Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Two stay two stray, Snowball throwing, Think pair and share, Cooperative script, Numbered head together . Berikut dijelaskan masing-masing: 1.Model Student Teams Achievement Division (STAD) Pembelajaran dengan STAD dikembangkan oleh Slavin . Siswa alam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok ang beranggotakan 4 orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru menyampaikan pelajaran dan siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok bias menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perorangan untuk materi tersebut. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan model STAD adalah: a. menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. b. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang secara heterogen. c. Presentasi dari guru dengan menggunakan media, demonstrasi, pertanyaanatau masalah nyata dalam kehidupan s ehari-hari. d. Kegiatan belajar dalam tim, guru menyiapkan lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan memberikan kontribusi. Selama tim bekerja guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. e. Kuis, untuk mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa harus mengerjakan sendiri untuk mempertanggung jawabkan pemahaman terhadap materi.
89
f. Penghargaan prestasi prestasi tim, tim, dengan cara menghitung perkembangan skor individu dan menjumlah skor kelompok yang dibagi jumlah anggotanya. Kelompok diklasifikasi dalam tim yang baik, sangat baik, dan istimewa. 2. Model Jigsaw Model Jigsaw Jigsaw dalam bahasa Inggris berarti gergaji ukir atau puzzle yaitu puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara kerja gergaji (zigzag) yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya, dengan model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri atas empat orang siswa sehingga setiap anggota bertaggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Siswa-siswa ini bekerja sama untuk meyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: (a) belajar dan mejadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai ‘ahli’ dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopic tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. Langkah-langkah pembelajaran koopertif model jigsaw model jigsaw adalah: adalah: 1. siswa dikelompokkan dengan anggota kurang lebih 4 orang, 2. tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda, 3. anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli) 4. setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai 5. tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi 6. pembahasan/evaluasi, 7. penutup.
90
Pembelajaran kooperatif model jigsaw memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar seara kelompok kecil 4-6 oraang yang bersifat heterogen, memiliki ketergantungan positif, dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam hal ini, siswa memiliki kesematan untuk mengemukukan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain. Dengan pembelajaran koperatif model jigsaw, ada pengaruh positif bagi perkembangan anak (Johnson dalam da lam Rusman, 2011: 219) yakni: 1. meningkatkan hasil belajar siswa 2. menigkatkan daya ingat siswa, 3. dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi, 4. mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik, 5. meningkatkan hubungan interpersonal yang heterogen, 6. meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah, 7. meningkatkan sikap positif terhadap guru, 8. meningkatkan harga diri guru, 9. meningkatkan harga diri siswa, 10. meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif, dan 11. meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong. Pembelajaran kooperatif model jigsaw menntut tim ahli membahas permasalahan yang dihadapi selanjutnya dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan adalah: a. membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut. b. Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok atau disebut kelompok ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut c. Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil yang didapat dari diskusi tim ahli. d. Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi. e. Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. 3. Model Group Investigation (GI) Pembelajaran kooperatif GI didasarkan pada filosofi belajar John Dewey yang dilandasi oleh premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut
91
kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavin dalam Rusman, 2011: 221). Karena itu, GI tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal (yang mengacu pada dimensi sosial afektif). Aspek sosial afektif kelompok, pertukaran intelektual, dan materi yang bermakna merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok kecil dalam belajar. Pembelajaran kooperatif model GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya memecahkan masalah. Adapun implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran secara umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok yang terdiri 4-5 orang (para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi); (2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama dalam kelompoknya, yang melipputi apa yang diselidiki, bagaimana melakukanna, siapa sebagai apa-pembagian kerja, untuk tujuan apa topik ini dinvestigasi) (3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide); (4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana presentasi); (5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi
92
kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas); (6) evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis). Model pembelajaran kooperatif GI dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara individu maupun secara kelompok. Selain itu dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial (Mafune dalam Rusman, 2011: 222). Model ini dipandang sebagai proses pembelajaran aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (constructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif GI dipandang merupakan pembelajaran berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Model ini melatih siswa menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri, kritis, analitis, kreatif, reflektif, dan produktif. 4 Model Make a Match Model pembelajaran kooperatif membuat pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran. Salah satu keunggulan teknik ini mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran dan semua usia. Model pembelajaran dengan teknik ini dimulai dengan siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban). d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
93
e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. f. Kesimpulan. 5. Model Team Games Tournament (TGT) Pembelajaran kooperatif TGT adalah tipe pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 56 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku berbeda. Dalam permainan dengan TGT , setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang dberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan poin bagi keompoknya. Prisipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurng pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran. Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor
94
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, di mana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat bermain sebagai pembaca soal, penantang, dan pemain. Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali ke kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya. 6. Model Struktural Menurut Spencer dan Miguel (dalam Rusman, 2011: 225-226) terdapat enam komponen utama pembelajaran kooperatif tipe pendekatan struktural, yaitu: a. struktur dan konstruk yang berkaitan Prinsip dasar dalam pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan kuat antara yang dilakukan siswa dengan yang dipelajarinya. Interaksi di dalam kelas telah memberi pengaruh besar pada perkembangan siswa pada sisi sosial, kognitif, dan akademisnya. Konstruksi dan pemerolehan pengetahuan, perkembangan bahasa dan kognisi, perkembangan keterampilan sosial merupakan fungsi dari situasi di mana siswa berinteraksi. b. prinsip-prinsip dasar Ada empat prinsip pembelajaran kooperatif dengan model struktural yaitu interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan akuntabilitas perseorangan. c. pembetukan kelompok dan pembentukan kelas Kagan (dalam Rusman, 2011: 225) membedakan lima tujuan pembentukan kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing. Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah (1) agar dikenal, (2)
95
identitas kelompok, (3) dukungan timbal balik, (4) menilai perbedaan, dan (5) mengembangkan sinergi. d. Kelompok Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang idealnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Ada empat tipe kelompok yakni (1) kelompok heterogen, (2) kelompok acak, (3) kelompok minat, (4) kelompok bahasa homogen. e. tata kelola Dalam kelas kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa, untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan. Beberapa di antaranya adalah tipe kelompok, pengaturan tempat duduk, tingkat suara, pemberian arahan, distribusi dan penyimpanan materi kelompok, serta metode pembentukan sikap kelompok. f. keterampilan sosial Pembelajaran kooperatif tipe structural (the structural natural approach) untuk pemerolehan keterampilan sosial menggunakan empat alat yaitu (1) peran dan gerakan pembuka, (2) pemodelan dan penguatan, (3) struktur dan penstrukturan, dan (4) refleksi dan waktu perencanaan. 7. Model Cooperative Integrated Reading and Composition Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC bertujan untuk melatih kemampuan siswa secara terpadu antara membaca dan menemukan ide pokok suatu wacana tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana/kliping secara tertulis. Adapun langkah-langkah pembelajarannya mencakup: a. membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen, b. guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topic pembelajaran. c. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok selanjutnya memberi tanggapan terhadap wacana/kliping yang ditulis dalam lembar kertas. d. Mempresentasikan hasil kerja kelompok e. Guru membuat kesimpulan f. Penutup. 8. Two stay two stray Pada prinsipnya pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (dua tinggal dua tamu) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Caranya: a. Siswa bekerjasama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
96
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain. c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 9. Snowball Throwing Model pembelajaran kooperatif tipe melempar bola salju ini dapat digunakan untuk menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Langkahlangkah pembelajarannya adalah a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberi penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya kemudian menjelaskan materi yang disampaikan guru kepada teman satu kelompoknya. d. Masing-masing siswa diminta menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Siswa diminta untuk membentuk bola dari kertas yang berisi pertanyaan tadi dan dilempar dari satu siswa ke siswa lainselama lebih kurang 15 menit. f. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan lalu deiberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. g. Evaluasi. h. Penutup. 10. Think pair share Pembelajaran koperatif tipe think pair share atau berpikir berpasangan ini bertujuan untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Model ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan kolegana dari Universitas Maryland. Model ini merupakan cara efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pegaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan
97
dapat memberi lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, merespon, dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijeaskan dan dialami. Guru melaksanakan pembelajaram dengan TPS menggunakan langkah-langkah: 1. Berpikir (thinking) Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atas masalah. 2. Berpasangan (pairing) Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan suatu masalah khusus yang didentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3. Berbagi (sharing) Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan (Arends dalam Komalasari, 2010: 64-65). Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Keunggulannya adalah adanya optimalisasi partisipasi siswa . 11. Cooperative script Cooperative script (skrip kooperatif) dikembangkan oleh Dansereau. Model pembelajaran kooperatif ini dilaksanakan dengan cara dimana siswa bekerja berpasangan, dan secara lisan bergantian mengikhtisarkan bagian bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah pembelajarannya adalah: 1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan pasangan. 2. Guru membagikan wacana/materi kepada tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan. 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebaga i pendengar.
98
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. 5. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lain. 6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. 7. Guru dan siswa menyimpulkan bersama. 8. Penutup. 12. Numbered head together Numbered head together (kepala bernomor) merupakan teknik pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Dengan model ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Langkahlangkah pembelajarannya yakni: 1. Siswa-siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. 2. Guru memberi tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya. 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya. 4. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut melaporkan hasil kerja sama mereka. 5. Tanggapan dari teman, kemudian guru menunjuk nomor lain. 6. Kesimpulan. R. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah. Menurut Tan (dalam Rusman, 2011: 229). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berkaitan dengan penggunaan intelegensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual. Pendidikan berfungsi membantu membentuk individu yang kritis dengan tingkat kreativitas tinggi dan keterampilan berpikir yang tinggi pula. Berkaitan dengan ini, Boud dan Felleti serta Margetson (dalam Rusman, 2011: 230)
99
menyatakan bahwa PBM merupakan inovasi pendidikan yang paling signifikan mampu membantu meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain. Masalah dapat mendorong seseorang untuk berpikir dan bertindak serius, inkuiri, berpikir secara bermakna, dan sangat kuat. Pendidikan memerlukan perspektif baru dalam menemukan berbagai permasalahan dan cara memandang suatu permasalahan. Berbagai terobosan dalam lmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil dari adanya ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya pendidikan dimulai dengan adanya ketertarikan dengan masalah, dilanjutkan dengan menentukan masalah, dan penggunaan berbagai dimensi berpikir. Dalam memecahkan masalah di dunia nyata, kita perlu menyadari bahwa seluruh proses kognitif dan aktivitas mental terlibat di dalamnya. Otak bekerja dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir sistematis, sistemik, analitis general, dan divergen. Abad ke-21 ini ditandai oleh tingginya koneksitas, isu-isu saling silang sehingga dibutuhkan pandangan yang luas tentang berbagai hal dan perpaduan dari berbagai pengetahuan. Dari segi paedagogis, PBM berdasarkan teori belajar konstruktivisme dengan cirri: a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario pemasalahan dan lingkungan belajar. b. Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar. c. Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang. Paedagogi PBM membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di daamnya. PBM mengoptimalkan tujuan, kebutuhan, motivasi yang mengarahkan suatu proses belajar yang merancang berbagai acam kognisi pemecahan masalah. Inovasi PBM menggabungkan penggunaan dari akses e-learning, interdisipliner kreatif, penguasaan, dan pengembangan keterampilan individu. Karakteristik PBM PBM merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas ang ada (Tan dalam Rusman, 2011: 232). Adapun karakteristik PBM adalah
100
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar; b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multi perspective); d. Permasalahan menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimiliki oleh siswa, yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. e. Pengarahan diri menjadi hal yang utama; f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial; g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; h. Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan; i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Studi kasus PBM meliputi (1) penyajian masalah, (2) menggerakan inkuiri, (3) langkah-langkah PBM yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar, literasi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi. PBM digunakan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner, (2) penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik, (3) belajar keterampilan pemecahan masalah, (4) belajar keterampilan kolaboratif, dan (4) belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas. Jika tujuan PBM luas, permasalahan juga kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang panjang. Penerapan PBM tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu siswa, fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu dan sumber yang ada. Peran Guru dalam PBM Gru dalam PBM akan menggerakkan siswa untuk menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat. Lingkunan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, berdaya guna. Peran guru dalam PBM adalah berpikir tentang (1) bagaimana merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata sehingga siswa dapat menguasi hasil belajar, (2) bagaimana menjadi pelatih siswa dalam pemecahan
101
masalah, (3) bagaimana agar siswa memandang diri sebagai pemecah masalah yang aktif. Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada (1) memfasilitasi proses PBM, mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inkuiri, menggunakan pembelajaran kooperatif; (2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, berpikir secara sistem, dan (3) menjadi perantara proses penguasaan informasi yang beragam, dan megadakan koneksi. Masalah yang dijadikan sebagai dasar pembelajaran didesain dan memiliki cirri-ciri (1) dari segi karakteristik; masalah bersifat nyata dalam kehidupan , relevan dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan kompleksitasnya sesuai dengan perkembangan siswa, memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah, produk akhir; (2) dari segi konteks: masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru; (3) dari segi sumber dan lingkungan belajar: memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, indpenden untuk bekerja sama, ada bimbingan, adanya sumber nformasi; (4) dari segi presenasi: penggunaan scenario masalah, video klip, audio, jurnal, majalah, web site. Suatu masalah dapat dpecahkan dengan memadukan berbagai pengetahuan dan pegalaman sehingga ada beberapa teori belajar yang melandasinya yaitu: 1. Teori belajar bermakna dari Ausubel, I mana informasi baru dihubungkan dengan struktur oengertian yang sudah dimiliki. 2. Teori belajar Vigotsky, bahwa perkembangan intelektual terjadi saaaat individu berhadapan deeengan pengalaman baru dan menantang serta ketika memecahkan masalah. Vigostky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual. 3. Teori belajar Jerome Bruner, bahwa metode penemuan memberikan pengalaman kepada siswa untuk menemukan kembali (bukan menemukan sesuatu yang benar-benar baru) yang akan menghasilkan pengetahuan yang lebih bermakna. Bruner menyarankan penggunaan scaffolding untuk membantu siswa menuntaskan permasalahan karena melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman, orang lain yang memiliki kemampuan lebih. S. Model Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tema dan melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna pada siswa (Rusman, 20011: 254). Pembelajaran tematik merupakan salah satu bentuk implementasi pembelajaran terpadu dengan
102
menentukan tema tertentu untuk menyatukan beberapa mata pelajaran. Dalam pembelajaran terpadu siswa akan memahami konsep-konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Fokus perhatian dalam pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya. Hal inilah yang menjadikan pemelajaran tematik bermakna. Dengan pembelajaran tematik memungkinkan siswa baik secara kelompok maupun individual menggali dan menemukan konsep serta prinsip prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa . Kebutuhan siswa Sekolah Dasar akan kemampuan –kemampuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung merupakan kelanjutan dari pemerolehan berbahasa yang ditempuhnya hingga usia 5 tahun. Kemempuan tersebut dibutuhkan siswa untuk lebih mengenal, memahami, mempelajari lingkungan untuk mengembangkan diri. Perkembangan siswa SD secara kognitif termasuk masa konkret operasinal (Piaget dalam Hastuti, 1985: 34) dalam pengenalan lingkungan termasuk materi pembelajaran melalui hal-hal yang konkret. Pengenalan lingkungan juga dilakukan secara keseluruhan yang menurut psikologi totalitas perlu dikembangkan agar anak memiliki konsep yang menyeluruh tidak sepotong-sepotong. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik disatukan dengan adanya tema sehingga (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu, (2) siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengatkan mata pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa, (5) siswa lebih dapat merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa dapat lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain, (7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan dapat dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan (Rusman, 2011: 254-255).
103
2. Landasan Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik didasarkan pada aliran filsafat progresivisme, kontruktivisme, dan humanisme. Aliran progresivisme menyatakan bahwa proses pembelajaran seharusnya berlangsung secara alamiah. Pembelajaran dilaksanakan seperti keadaan dunia nyata yang memerhatikan pengalaman siswa, kreativitas dengan memberikan sejumlah kegiatan. Aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini isi atau materi pembelajaran perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa sehingga siswa mengonstruksi pengetahuannya berdasar pengalaman dan interaksinya dengan objek, fenomena dan lingkungannya. Aliran humanisme memandang bahwa setiap siswa unik/khas. Setiap siswa memiliki bakat, minat, kemampuan, gaya belajar yang berbeda. Hal ini berimplikasi pada kegiatan pembelajaran hendaknya dilaksanakan secara individual. Pembelajaran tematik didasarkan pada psikologi gestalt atau psikologi totalitas. Dalam pelaksanaan pembelajaran menurut psikologi ini dimulai dari kesan umum terhadap suatu objek, fenomena. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pembelajaran bermakna (Tim Pengembang PGSD, 2001: 7). Landasan lain adalah psikologi kognitif yang dikemukakan oleh Piaget yang menekankan pada pengembangan pembelajaran berorientasi DAP (developmentally appropriate practice) yaitu bahwa pembelajaran hendaknya mempertimbangkan aspek kognitif, emosi, minat, dan bakat siswa. Dalam pandangan Piaget, perkembangan mental pada hakikatnya adalah perkembangan kemampuan penalaran logis (development of ability to reason logically).Makna berpikir dalam proses mental lebih penting daripada mengerti. Proses perkembangan mental pada hakikatnya bersifat universal, tetapi ditemukan adanya perbedaan penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia. Sistem persekolahan dan tingkat social ekonomi, budaya, system nilai, harapan masyarakat mempengaruhi terjadinya perbedaan perkembangan anak (Hartinah, 2008: 36). Menurut Piaget (dalam Rusman, 2011: 251) dinyatakan bahwa anak usia SD berada pada tahapan operasi konkret dengan karakteristik (1) anak memandang dunia secara objetif, bergeser dari aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsure-unsur secara serentak, (2) anak mulai berpikir secara operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (3) anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip
104
ilmiah sederhana, dan sebab akibat, (4) anak dapat memahami konsep substansi panjang, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Pembelajaran tematik hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran yang telah tertuang dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan SD. Landasan yuridis pelaksanaan pembelajaran tematik di SD adalah UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Dalam UU Sisdiknas dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b). Selain itu dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dalam struktur kurikulum SD/MI dinyatakan bahwa pembelajaran di kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran (Mulyasa, 2007: 51). Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya untuk mencapai hasil yang maksimal. 3. Karakteristik Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Rusman, 2011: 258-259): a. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik yang berpusat pada siswa sesuai dengan pendekatan belajar odern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan mata pelajaran tidak mutlak Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tematema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat
105
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah –masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. e. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes di mana guru dapat mengaitkan nbahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana siswa dan sekolah berada. f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Dalam pembelajaran tematik siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain sehingga menyenangkan. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan bermain sesuai dengan tingkat perkembangan anak yang menyukai permainan tetapi tetap dengan tujuan utama belajar. Karakteristik pembelajaran tematik sebagai salah satu bentuk pembelajaran terpadu (Tim Pengembang PGSD, 1996: 3-4) adalah (1) bersifat holistik, artinya suatu gejala diamati dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus. Hal ini memungkinkan siswa memahami suatu fenomena dari segala sisi yang diharapkan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi kejadian yang dihadapinya; (2) bermakna, artinya pengkajian fenomena dari berbagai aspek memungkinkan terbentuknya jalinan antarskemata yang dimiliki siswa. Pada gilirannya, hal ini akan berdampak pada kebermaknaan materi yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan kegiatan belajar lebih fungsional; (3) otentik, artinya pada pembelajaran tematik, siswa dihadapkan pada kondisi nyata kehidupan sehingga siswa dapat mengolah, mensintesiskan fakta yang dihadapi ; (4) aktif, artinya siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya sendiri , setrta aktif dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil pembelajarannya. Di samping karakteristik pembelajaran tematik, seorang guru perlu memahami prinsip-prinsip pembelajaran tematik yang memudahkan pelaksanaannya. Adapun prinsip tersebut meliputi (Tim Pengembang PGSD, 1996: 6-7): a) Tema yang digunakan dalam pembelajaran tematik hendaknya (1) tidak terlalu luas namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran; (2) bermakna, maksudnya tema yang dipilih harus memberikan bekal bagi siswa untuk
106
belajar selanjutnya; (3) disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak; (4) mampu mewadahi sebagian besar minat siswa; (5) mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar; (6) mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat; dan (7) mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. b) Prinsip Pelaksanaan Pembelajaran Tematik yaitu (1) guru hendaknya bukan single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran, (2) pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama dalam kelompok, (3) guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang tidak terpikirkan dalam perencanaan. c) Prinsip Evaluasi: evaluasi yang dilaksanakan dalam pembelajara tematik hendaknya (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya, (2) guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak. Prinsip Reaksi ; d) Pembelajaran tematik selain bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang eksplisit (dampak instruksional) memungkinkan pencapaian dampak pengiring seperti siswa akan bersikap arif dan bijak dalam menghadapi kehidupannya. h. Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik hal-hal yang perlu diperhatikan adalah (Rusman, 2011: 259-260): 1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan. 2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester. 3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara ytersendiri. 4. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri. 5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral. 6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah setempat. i. Implementasi Pembelajaran Tematik Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa. Dalam merancang pembelajaran tematik di SD dapat dilakukan dengan dua cara:
107
Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Cara ini biasanya diterapkan untuk siswa kelas rendah awal (kelas I dan II). Contoh tema yang dapat dikembangkan, misalnya diri sendiri, keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, pekerjaan, tumbuhan, alam sekitar. Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian tema-tenma tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indicator yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran. Cara ini dilakukan untuk jenjang pendidikan SD kelas III-VI. Langkah-langkah dalam merencanakan pembelajaran tematik meliputi: 1. Menetapkan mata pelajaran yang akan dipadukan Pada langkah ini sudah dipelajari alasan memadukan antarmata pelajaran. 2. Mempelajari kompetensi dasar dan indicator dari mata pelajaran yang akan dipadukan 3. Memilih dan menetapkan tema Pada langkah ini ditetapkan tema yang sesuai dengan kompetensi dasar antarmata pelajaran dan juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. 4. Membuat matriks hubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu 5. Menyusun silabus pembelajaran Silabus pembelajaran perlu disusun dalam bentuk matriks dan memuat tentang (1) mata pelajaran yang akan dipadukan, (2) kompetensi dasar, (3) indicator yang akan dicapai, (4) kegiatan pembelajaran berisi tentang materi pokok, strategi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan alokasi waktu, (5) sarana dan sumber dan (6) penilaian. Di Sekolah Dasar silabus sudah disusun oleh tim dan diberlskukan oleh dinas pendidikan setempat, dalam hal ini guru perlu mempelajarinya dan jika perlu dimodifikasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. 6. Menyusun perencanaan pembelajaran tematik Misalnya di SD kelas I pada semester I dapat digunakan tema keluarga untuk mengajarkan mata pelajaran IPA, PKn, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Seni Budaya dan Keterampilan (Silabus Kelas I, 2009: 15). Dengan beberapa modifikasi silabus ini ditindaklanjuti dengan perencanaan pembelajaran sebagai berikut: Tema: Keluarga 1. Persiapan
108
a) Guru dan siswa mengadakan kesepakatan untuk membahas tentang tema keluarga, misalnya binatang piaraan keluarga. Tema ini sesuai dengan sekolah yang berada di desa dengan lahan kebun yang memadai untuk memelihara binatang peliharaan. b) Guru menyediakan bahan-bahan berupa bagan hubungan keluarga, bagan hubungan binatang peliharaan dengan makanan, jenis, cara berkembang biak, manfaat dan sebagainya, serta gambar binatang peliharaan. 2. Pelaksanaan a) Guru dan siswa mengadakan curah pendapat (brain storming) pada mata pelajaran terkait antara mata pelajaran IPA, PKn, Matetatika, Bahasa Indonesia, dan Seni Budaya dan Keterampilan. b) Pengembangan subtema-subtema yang dilakukan dengan mengadakan curah poendapat tentang hal-gal yang berasal dari mata pelajaran IPA, misalnya: jenis bimnatang piaraan yang dimiliki keluarga siswa atau tetangga siswa, makanannya, cirri-cirinya, manfaatnya. c) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil curah pendapat yang berkaitan dengan mata pelajaran IPA . d) Mengadakan curah pendapat dengan siswa berkaitan dengan mata pelajaran PKn, misalnya alasan menyayangi binatang, cara menyayangi binatang piaraan, manfaat binatang piaraan. e) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil curah pendapat pada mata pelajaran PKn. f) Mengadakan curah pendapat yang berkaitan dengan mata pelajaran Matematika, misalnya mencari pakan ternak peliharaan ke lading yang berjarak 500 m, ditempuh dengan jalan kaki berapa lama, mencari pakan seberapa besar; jumlah ternak peliharaan, jenisnya, kalau bebek, ayam sudah bertelur berapa, menjual berapa dan laku berapa dan sebagain ya. g) Dengan bimbingan guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan hasil curah pendapat pada mata pelajaran Matematika. h) Mengadakan curah pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, misalnya mendengarkan teman menceritakan binatang ternaknya, menjawab pertanyaan, memasangkan gambar binatang sesuai nama, membaca nyaring gambar tentang cara beternak kambing, menjiplak berbagai bentuk gambar dan tulisan, menyalin kata dan kalimat, melengkapi kalimat.
109
i) Dengan dibimbing guru menelaah hasil curah pendapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. j) Mengadakan curah pendapat pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, misalnya menyanyikan lagu Burungku, Bebekku, dan sebagainya. k) Dengan dibimbing guru para siswa menelaah dan mengklasifikasikan curah pendapat dalam berbagai mata pelajaran tersebut kemudian diteruskan dengan pengkajian subtema secara kelompok, dengan teknik: 1) Kelas dibagi menjadi 4-5 kelompok sesuai dengan jumlah subtema, kemudian mencari informasi terkait dengan tema yang dibahas. Kemudian melaporkan hasil diskusinya; 2) Masing-masing siswa ditugasi menceritakan hasil diskusinya berdasar subtema yang dibahasnya. 3) Mengadakan penilaian baik penilaian proses maupun penilaian hasil pada setiap siswa. Di samping itu perlu dievaluasi dampak pengiring yang dicapai dengan pemnbelajaran tersebut. 3. Implikasi Pembelajaran Tematik Pelaksanaan model pembelajaran tematik di SD menuntut berbagai komponen pembelajaran yang siap mendukung. 1. Implikasi bagi Guru Sebagai model pembelajaran tematik di SD mengarah pada peningkatan mutu pendidikan. Namun pelaksanaannya menuntut kemampuan, kemauan dan kesungguhan guru dalam pelaksanaannya. Di samping itu guru dituntut selalu melakukan inovasi pembelajaran baik dalam penerapan metode, sumber belajar, maupun pe manfaatan pembelajaran. 2. Implikasi bagi Siswa Siswa sebagai subjek pembelajaran merupakan faktor utama keberhasilan pembelajaran tematik. Siswa perlu menyadari atau disadarkan akan pentingnya pengaitan materi antarmata pelajaran sehingga pembelajaran tematik dapat berjalan dengan lancar. 3. Implikasi terhadap Buku Ajar Penerapan pembelajaran tematik menuntut tersedianya bahan ajar, terutama buku ajar yang memadai dan memenuhi kebutuhan pembelajaran yang terintegrasi. Buku ajar yang menyangkut setiap mata pelajaran dapat digunakan dengan dilengkapi buku suplemen yang bersifat tematik.
110
4. Implikasi terhadap Sarana dan Prasarana , Sumber Belajar, dan Media Pembelajaran Penerapan pembelajaran tematik yang memungkinkan siswa aktif baik secara individual maupun kelompok dalam kegiatan mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Sebab itu pelaksanaannya menuntut ketersediaan sarana, prasarana, sumber belajar, dan media pembelajaran. 4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran menurut Yeager (dalam Zuchdi, 2001: 43) memiliki kelebihan : (1) siswa banyak bergaul dengan bacaan dan kenyataan, (20 siswa merasakan peningkatan dalam belajarnya dan memperlihatkan kesanggupan belajar yang tinggi, (3) guru-guru berinteraksi dengan siswa, baik sebagai pembaca maupun sebagai penulis, (4) guru memperlihatkan perhatiannya terhadap bacaan dan penulisan pada umumnya. Model pembelajaran tematik mempunyai beberapa kekuatan (Tim Pengembang PGSD, 2001: 20-21) yaitu: 1. Adanya faktor motivasional yang dihasilkan dari menyeleksi tema yang sangat diminati; 2. Model jaring laba-laba ( tematik) relatif mudah dilaksanakan bagi guru-guru yang belum berpengalaman; 3. Model ini mempermudah perencanaan kerja tim sebagai tim antarmata pelajaran yang bekerja untuk mengembangkan suatu tema ke semua bidang isi pelajaran; 4. Pendekatan tematik memberikan suatu payung yang jelas yang dapat memotivasi siswa; 5. Memudahkan siswa untuk melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide yang berbeda. Adapun kekurangan pembelajaran tematik (Tim Pengembang PGSD, 2001: 21) adalah (1) langkah yang sulit adalah menyeleksi tema, (2) ada suatu kecenderungan untuk merumuskan tema yang dangkal, sehingga hal ini hanya berguna secara artifisial di dalam perencanaan kurikulum, (3) guru sering keluar dari misi kurikulum, (4) dalam pembelajaran biasanya guru lebih fokus pada kegiatan-kegiatan daripada pengembangan konsep. 5. Simpulan Pembelajaran tematik berdasar teori pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD. Pelaksanaan pembelajaran tematik membutuhkan
111
dukungan ketersediaan buku ajar, sarana prasarana, kesiapan guru dan siswa. Namun masih diperlukan kondisi yang mendukung pelaksanaannya terutama pengkondisian oleh kepala sekolah dalam memberikan kemudahan pelaksanaannya. T. Model Pembelajaran Berbasis Komputer Sejarah teknologi pembelajaran merupakan kreasi beberapa ahli dalam bidang terkait yang pada dasarnya ingin mewujudkan ide-ide praktis dalam menerapkan prinsip didaktis, yaitu pembelajaran yang ingin menekankan perbedaan individual baik dalam kemampuan maupun dalam kecepatan. Perwujudan ide praktis itu juga sejalan dengan teori belajar yang dikembangkan oleh ahli psikologi. Aliran teori psikologi tingkah laku dan psikologi kognitif menghasilkan teori model pemrosesan informasi. Teori psikologi persekolahan yang terkait dengan belajar tuntas dari John B. Carrol, Jerome S. Bruner, dan Benjamin S.Bloom sangat berpengaruh terhadap teknologi pembelajaran. Di samping itu, kerangka acu yang berkaitan dengan desain pembelajaran turut menyemarakkan perkembangan teknologi pembelajaran yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan bingkai kerja dalam mengembangkan pembelajaran berdasarkan komputer. Sejarah pembelajaran berbasis komputer dimulai dari teori pembelajaran individual. Demikian juga merupakan kelanjutan dari karya Sydney L. Presseyu yang menciptakan mesin mengajar. Dalam mesin mengajar digunakan untuk melakukan tes pilihan ganda yang ditampilkan daqlam layar, testee memencet tombol jawaban alternatif yang benar, jika jawaban benar akan muncul soal berikut tetapi jika salah tidak akan muncul soal selanjutnya. Alat ini kemudian dikembangkan menjadi mesin mengajar Pada 1964 BF Skinner menciptakan pembelajaran terprogram ( programmed instruction). Dalam sistem ini siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain, guru secara langsung melalui program yang berbentuk tulisan, rekaman radio, film, mesin mengajar, dan sebagainya. Prinsip pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan prinsip yang dikembangkan yaitu conditioning operant adanya stimulus dan respon. Program yang dikembangkan Skinner ini disebut dengan program linier dan dapat pula bercabang (branching). Program ini mewarnai pengembangan perangkat lunak dalam system pembelajaran berasaskan computer. Pembelajaran berdasar komputer ini juga didasarkan pada teori psikologi kognitif yang berkaitan dengan model pemrosesan informasi. Komputer merupakan tiruan proses penyimpanan informasi dalam otak manusia.
112
Pembelajaran berbasis komputer dilakukan dengan menyampaikan pembelajaran secara individual dan langsung kepada para siswa dengan cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan ke dalam sistem komputer . Model-model Pembelajaran Berbasis Komputer 1. Model Drills Model drills merupakan model pembelajaran untuk melatih siswa dalam materi pembelajaran yang sudah diberikan. Dengan model ini, ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan sehingga akan menjadi kebiasaan. Model ini dapat menambah kecepatan, ketetapan, dan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu. Model ini berasal dari model pembelajaran Herbart tentang asosiasi dan ulangan tanggapan. Dalam melatih siswa, guru handaknya memerhatikan jalannya pembelajaran serta faktor-faktor sebagai berikut (Rusman, 2011: 290): a. Jelaskan terlebih dahulu tujuan atau kompetensi , b. Tentukan dan jelaskan kebiasaan, ucapan, kecekatan, gerak tertentu yan akan dilatihkan sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa yang harus mereka kerjakan. c. Pusatkan perhatian siswa terhadap bahan yangakan/sedang dilatihkan , d. Gunakan selingan latihan supaya tidak membosankan dan melelahkan, e. Guru hendaknya memerhatikan kesalahan yang dilakukan siswa serta mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa. Kesalahan dibetulkan secara klasikal sedangkan kesalahan perorangan dibetulkan secara perorangan. f. Latihan tidak boleh terlalu lama atau terlalu cepat. Lamanya latihan dan banyaknya bahan yang dilatihkan sesuai dengan keadaan, kemampuan, serta kesanggupan sisswa. 2. Model Tutorial Program tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Kegiatan tutorial ini memang sangat dibutuhkan sebab siswa yang dibimbing melaksanakan kegiatan belajar mandiri yang bersumber dari modul-modul dalam mata pelajaran tertentu (sering dikaitkan dengan program pembelajaran modular). Sistem pembelajaran ini direalisasikan dalam berbagai bentuk yakni pusat belajar modular, program pembinaan jarak jauh, dan sistem belajar jarak jauh. Tutorial adalah bentuk pembelajaran khusus dengan pembimbing terkualifikasi yang meggunakan mikrokomputer. Tutorial dapat menggunakan
113
metode alternatif di antaranya bacaan, demonstrasi, penemuan bacaan atau pengalaman yang membutuhkan respon verbal dan tulisan serta adanya ujian. 3. Model Simulasi Model simulasi merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko. Model simulasi ini berbentuk animasi yang menjelaskan konten secara menarik, hidup, dan memadukan unsur teks, gambar, audio, gerak, dan paduan warna yang serasi dan harmonis. 4. Model Instructional Games Instructional games merupakan salah satu bentuk metode untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah pengetahuan kemampuan siswa melalui bentuk permainan yang mendidik. Sebagai sebuah permainan, program ini dirancang sedemkian rupa sehingga menantang, memotivasi, kompetisi, dan menyenangkan. U. Model PAKEM Pakem merupakan singkatan dari partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pakem berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak, dan menyenangkan sehingga mereka termotivasi untuk belajar sendiri tanpa diperintah. Pakem juga merupakan penerjemahan dari empat pilar pendidikan learning to know, learningto do, learning to be dan learning to life together. Pembelajaran partisipasif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada kegiatan sehingga menjadi lebih bermakna. Siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sehingga mampu mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas. Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahanman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap berbagai peristiwa belajar dan menerapkannya dalam kehidupan seha ri-hari.
114
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan metode dan strategi yang bervariasi. Pembelajaran kreatif menuntut guru merangsang kreativitas siswa baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis. Pembelajaran efektif adalah pebmelajaran yang mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa dalam membentuk kompetensi serta mengantarkan mereka ke arah tercapainya tujuan secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan mereka baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian. Semua siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa. Pembelajaran efektif perlu didukung suasana dan lingkungan belajar yang kondusif. Karena itu, guru harus mampu mengelola siswa, pembelajaran, isi materi, dan mengelola sumber belajar. Menurut Kenneth D. Moore (dalam Rusman, 2011: 327) ada tujuh langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran efektif yaitu: (1) perencanaan, (2) perumusan tujuan/kompetensi, (3) pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa, (4) proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi, (5) evaluasi, (6) menutup proses pembelajaran,dan (7) tindak lanjut. Pembelajaran menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (Mulyasa, 2006: 194). Guru memosisikan diri sebagai mitra bagi siswa bahkan dapat terjadi guru dapat belajar dari siswa. Terdapat empat aspek yang memengaruhi model PAKEM yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi. Pada aspek pengalaman, siswa diajarkan untuk dapat belajar mandiri dengan eksperimen, pengamatan, penyelidikan, dan wawancara. Dalam aspek komunikasi, artinya konkasi dapat dilakkan denan bebagai bentukantara lain dengan mengemukakan pendapat, presentas, memajangkan hasil karya. Pada aspek interaksi, dapat dilakukan dengan cara diskusi, tanya jawab, dialog, debat. Sedangkan pada aspek refleksi, dapppat dilakukan dengan memikirkan kebali apa yang telah diperbuat untuk memperbaiki makna yang telah terbangun agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya. Adapun model-model pembelajaran yang mendukung PAKEM adalah pembelajarn kuantum dan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kuantum merupakan bentuk inovasi dari pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada
115
di dalam dan di sekitar momen belajar. Menurut Bobbi dePorter (2005: 5) quantum is an interaction that change energy into light. Mengubah semua hambatan belajar yang selama ini dipaksakan menjadi manfaat bagi siswa dan orang lain, dengan memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Pengubahann itu dapat dilakukan dengan cara menjadikan lingkungan sebagai media, sistem komunikasi menjadi ilmu. Kerangka perancangan pembelajaran kuantum yang dinamakan tandur (dePorter, 2005: 7) meliputi Tumbuhkan dalam pengertian sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan dengan AMBAK (apa manfaatnya bagiku/siswa), Alami berikan mereka pengalaman belajar untuk mengalami sendiri, namai berikan data ketika minat memuncak, demonstrasikan berikan kesempatan pada mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi , ulangi rekatkan gambaran keseluruhan dengan retensi, rayakan perayaan menambatkan belajar dengan asosiasi po sitif. V. Model Pembelajaran Berbasis Web Model pembelajaran ini sering disebut sebagai web based education atau juga disebut e –learning. Model pembelajaran ini dirancang dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran konvensional tatap muka yang menerapkan student centered learning. Hal ini dilakukan sebab sebuah pembelajaran diperlukan desain yang memungkinkan siswa belajar secara optimal. Untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis web dilakukan langkah-langkah berikut: (1) program ini dilakukan idealnya 5-10 bulan dengan 5 tahap. Tahap 1, 3, dan 5 dilakukan secara arak jauh sedangkan tahap 2 dan 4 secara konvensional. Sekalipun teknologi web memungkinkan pembelajaran dilakukanvirtual secara penuh, namun kesempatan itu tidak dipilih karena pembelajaran membutuhkan komunikasi. Alasannya adalah (1) perlu forum untuk menjelaskan maksud dan mekanisme belajar yang akan dilalui bersama. Peserta didik perlu mengetahui keluaran dan kompetensi yang akan didapat setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pengalaman, menjelaskan maksud dan mekanisme belajar merupakan langkah awal yang sangat vital. Kelancaran proses belajar selanjutnya sangat ditentukan pada tahapan ini; (2) perlnya memberikan pemahaman sekaligus pengalaman belajar dengan mengerjakan tugas secara kelompok dan kolaboratif ada setiap peserta didik. Mengenal dan membangun kerjasama dengan orang lain perlu dikembangkan pada diri siswa di samping untuk membentuk kelompok yang kokoh selama kerja virtual berlangsung; (3)
116
perlu pemberian latihan secukupnya dalam menggunakan computer yang akan digunakan media komunikasi berbasis web kepada setiap peserta didik. Dengan menyertakan berbagai kegiatan menggunakan komputer beserta fasilitas system komunikasi pendukungnya setiap peserta didik harus mempunyai keterampilan mengoperasikannya. W.
Model Pembelajaran Mandiri Kata mandiri mengandung arti tidak tergantung pada orang lain, bebas, dan dapat melakukan sendiri. Kata ini sering diterapkan untuk pengertian dan tingkat kemandirian yang berbeda-beda. Dalam belajar mandiri menurut Wedemeyer (dalam Rusman, 2011:353) peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau melihat dan mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Di samping itu, peserta didik mempun yai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut: (1) ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya, (2) menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya, (3) belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya, (4) menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya. Berikut Adalah sebuah gambaran mengenai tingkat-tingkat kemandirian dalam program pembelajaran yang dikemukakan oleh Moore (dalam Rusman, 2011: 360): 1. Program belajar sendiri atau private study , di mana dalam system ini pembelajar memiliki kebebasan sepenuhnya dalam menentukan tujuan, media dan cara serta criteria keberhasilannya. Peserta didik yang sangat mandiri memiliki karakteristik (1) sudah mengetahui dengan pasti apa yang ingin dicapai dalam kegiatan belajarnya., (2) dapat memilih sumber belajar dan ke mana mencarinya, (3) dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau untuk memecahkan permasalahan yang ditemuinya dalam kehidupan. 2. Belajar olah raga, di mana pembelajar memiliki kemandirian dalam menentukan tujuan, tetapi tidak bebas menentukan cara mempelajarinya. 3. Kursus dan evaluasi yang dikontrol peserta didik. Tujuan pembelajaran tidak dapat ditentukan sendiri oleh pembelajar, tetapi cara dan evaluasinya dapat ditentukan sendiri.
117
4. Belajar mengendarai mobil yang mandiri menentukan tujuannya tetapi tidak dapat menentukan cara dankriteria keberhasilannya. 5. Evaluasi yang dikontrol peserta didik yangbebas memberikan kemajuan belajarnya tetapi tidak mandiri dalam menentukan tujuan belajarnya. 6. Kuliah mandiri yang juga disebut dengan independent course/independent study. Dalam system ini mahasiswa tidak mandiri dalam menentukan tujuan dan cara evaluasinya tetapi memiliki kemandirian dalam menentukan materi dan cara belajarnya. 7. Belajar bebas untk mendapatkan kredit, siswa tidak memilki kemandirian dalam menentukan tujuan, cara, da evaluasinya. Dalam pembelajaran jarak jauh, Wedemeyer (dalam Rusman, 2011: 371) menyatakan bahwa untuk mengatasi persoalan jarak dalam system pendidikan terbuka jarak jauh perlu diciptakan system pembelajaran yang memerhatikan aspek-aspek: (1) peserta didik belajar terpisah dari guru/instruktur, (2) isi pelajaran disampaikan melalui tulisan atau media lainnya, (3) pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan individual dan proses belajar terjadi melalui kegiatan peserta didik, (4) belajar dapat dilakukan di mana saja asal sesuai, (5) peserta didik bertangun jawab atas kemajuan belajarnya. X. Model Lesson Study Pembelajaran merupakan proses yang manusiawi melibatkan siswa dan guru dengan materi sebagai mediumnya. Siswa dan guru salng memengaruhi dan member masukan selama berinteraksi. Maka itulah interaksi keduanya melahirkan interaksi edukatif yang hidup, sarat nilai, da memliki tujan yang jelas. Seiring denan perkembangan ilm pengetahan dan teknologi, para pendidik ingin menciptakan dan mengembangkan perangkat model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yan salah satunya adalah lesson study. Lesson study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif, dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Tujuan utama lesson study adalah untuk (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar, (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran, (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis malalui inquiry collaborative, (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogies di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Adapun manfaat lesson study adalah (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kinerjanya, (2) guru dapat memperoleh feedback dari teman sejawatnya,
118
dan (3) guru dapat mempublikasikan dan menyebarluaskan hasil akhir lesson study yang telah dilakukana. Dengan demikian, lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning , serta membangun learning community. Pada hakikatnya lesson study bukan strategi atau metode pembelajaran, tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai strategi dan metode p[embelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan ang dihadapi guru pada setiap satuan pendidikannya masing-masing. Ciri-ciri utama lesson study menurut Chaterine Lewis adalah (1) tujuan bersama untuk jangka panjang, misalnya tentang pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan kemampuan individual siswa; 2) materi pembelajaran yang penting, yang menjadi titik lemah pembelajaran siswa, yang sulit dipelajari siswa; (3) studi tentang siswa secara cermat, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, bagaimana minat siswa, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, dsb; (4) observasi pembelajaran secara langsung. Ada dua tipe penyelenggaraan lesson study yaitu yang berbasis sekolah dan yang berbasis MGMP (Mulyana dalam Rusman, 2011: 387). Sedangkan anggotanya, menurut Columbia University disarankan 3-6 orang saja. Tahap-tahap lesson study menurut Bill Cerbin dan Bryan Kopp (dalam Rusman, 2011: 395) adalah: 1. Membentuk tim sebanyak 3-6 orang terdiri atas guru bersangkutan dan pihak berkompeten; 2. Mendiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil lesson study; 3. Mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespon; 4. Salah seorang melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, serta mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa; 5. Kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan kedua sampai tahapan kelima dan tim melakukan sharing atas temuantemuan yang ada. Tahap Perencanaan Pada tahap ini, para guru berkolaborasi menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan siswa dan permasalahan yang dihadapi dalam
119
pembelajaran seperti kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, menyiasati kekurangan fasilitas, sarana, media sehingga dapat diketahui kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, mencari solusi memecahkan segala permasalahan yang ditemukan. Kesimpulan dari analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam menyususn RPP sehingga menjadi RPP yang benar-benar matang. Tahap Pelaksanaan Salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah disusun bersama dan pengamatan dari anggota lainnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan ini adalah: (1) guru melaksanakan pembelajaran dengan RPP yang telah disusun bersama, (2) siswa mengikuti pembelajaran secara natural bukan karena program lesson study, ( 3) selama kegiatan pembelajaran, pengamat tidak mengganggu jalannya pembelajaran baik guru maupun siswa, (4) pengamat menggunakan instrument yang disiapkan dan disusun bersama, (50 pengamat belajar dari kegiatan yang dilaksanakan guru dan bukan mengevaluasi guru, (6) pengamat dapat melakukan perekaman melalui video kamera, (7) pengamat melakukan pencatatan tenang p[erilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung. Tahap Refleksi Tahap ini merupakan tahapan penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran berikutnya tergantung pada ketajaman analisis peserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran. Refleksi berbentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan dan kesulitan serta permasalahan pelaksanaan pembelajaran. Pengamat menyampaikan komentar dan tanggapan terhadap proses pembelajaran disertai bukti yang diperoleh dari pengamatan. Tahap Tindak Lanjut Tahap tindak lanjut ini berkaitan dengan tataran individual, yaitu adanya masukan dan saran berharga selama diskusi sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengembangkan kemampuan. Secara manajerial, kepala sekolah dapat memahami pelaksanaan pembelajaran dengan berbagai masukan sehingga dapat memberikan kebijakan yang tepat untuk kemajuan pembelajaran.
120
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta. DePorter, Bobbi. 2000. Quantum Teaching. Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. 2011. Silabus Kelas I. Wonogiri: Diknas Wonogiri. Djamara, Saiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Gafur, Abdul. 1984. Desain Instruksional. Surakarta: Tiga Serangkai. Hairudin. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Balai Pustaka. Hamalik, Oemar. 2008. Iskandarwssid, dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama. Hasibuan. 2008. Proses Belajar engajar. Andung: Remaja Rosdakarya. Hastuti, Sri. 1985. Konsep Pengajaran Bahasa dan SastraIndonesia. Yogyakarta: FPBS. Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC (terjemahan Ibnu Setiawan). Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Mulyasa. 2007. Kurikulum Rosdakarya.
Tingkat
Satuan
Pendidikan. Bandung:
Remaja
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
View more...
Comments