Stigmatisasi Dan Diskriminasi Orang Dengan Hiv--II
March 28, 2018 | Author: Hamdan Punya Ai | Category: N/A
Short Description
Download Stigmatisasi Dan Diskriminasi Orang Dengan Hiv--II...
Description
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim, Dengan rahmat Allah SWT, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat-Nya yang telah memberikan kesempatan pada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas ini yang merupakan salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Epidemiologi AIDS. Dalam kehidupan kita, tanpa kita sadari kita seringkali menganggap odha (orang dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang buruk dan mempunyai dosa yang besar. Stigma tersebut ternyata meluas sampai ke tataran masyarakat serta berdampak pada pekerjaan dan pendidikan bagi odha. Seringkali odha diberhentikan dari sekolah, universitas, pekerjaanya karena statusnya tersebut. Anggapan ini ternyata telah meluas sampai pada diskriminasi odha dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini tentu saja tidak boleh kita biarkan dan patut kita berikan edukasi bahwa odha adalah manusia sama seperti halnya kita. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
3.
1.
dr. Toha Amin, selaku dosen mata kuliah Pengantar Epidemiologi AIDS.
2.
Kedua orang tua kami.
Teman-Teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Penulis menyadari bahwa paper ini masih belum dikatakan sempurna, oleh karena itu bila ada saran dan masukan yang bersifat membangun, penulis terbuka untuk menerimanya. Mudah-mudahan makalah ini dapat membantu para mahasiswa atau siapa saja yang memerlukannya.
Jakarta, Juli 2011
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................. ii BAB I...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN..................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang..............................................................................................1 1.2 Tujuan...........................................................................................................2 1.3 Rumusan Masalah.........................................................................................2 BAB II..................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN........................................................................................................3 2.1 Pengertian HIV..............................................................................................3 2.2 Pengertian AIDS............................................................................................3 2.3 Cara Penularan HIV.......................................................................................4 2.4 Stigma dan Diskriminasi Bagi ODHA.............................................................4 2.5 Bentuk-Bentuk Diskriminasi ODHA di masyarakat........................................6 2.6 Efek Stigmatisasi dan Diskriminasi Bagi ODHA.............................................8 2.7 Peran Pemuka Agama dalam Mengurangi Stigmatisasi dan Diskriminasi ODHA.................................................................................................................. 8 2.8 Solusi Permasalahan Diskriminasi dan Stigmatisasi ODHA...........................9 BAB III.................................................................................................................. 15 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................15 3.1 Kesimpulan.................................................................................................15 3.2 Saran.......................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 16
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immunodeficiency Down Syndrome) adalah sindrom yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sindrom ini yang dulu belum punya nama, pada tahun 1982, lebih banyak diemukan pada gay. Kasus pertama yang terjadi di San Fransisco, yang menimpa seorang gay pada tahun 1981. Di Indonesia sendiri, kasus AIDS pertama kali dilaporkan secara resmi adalah pada seorang turis asing di Bali pada tahun 1987, meskipun di Jakarta pada tahun 1983 terdapat sedikitnya tiga kasus AIDS. Namun, karena yang dilaporkan adalah hanya yang terdapat di Bali, maka kasus pertama disepakati pada tahun tersebut di atas. Permasalahan AIDS dan perkembangannya memang tidak bisa diabaikan. Menurut laporan triwulan Kemenkes Januari-Maret 2011, selama tiga bulan terakhir, Januari - Maret 2011, tambahan jumlah pengidap AIDS baru yang dilaporkan adalah 351 kasus dari 27 kab/kota di 12 provinsi. Secara kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1978 sampai Maret 2011 sebanyak 24.482 kasus tersebar di 300 kab/kota di 32 provinsi. Angka penderita AIDS memang kelihatannya kecil, namun patutu diperhatikan bahwa tidak semua kasus dapat dideteksi dengan baik dan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan.
Istilah
fenomena gunung es, mungkin saja terjadi di Indonesia. AIDS merajalela di negara-negara berkembang, misalnya India dan Thailand. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian dari masyarakat dan pemerintahnya. Semula permasalahan AIDS tidak dibahas secara terbuka karena masyarakatnya masih menganut norma kebudayaan dan agama. Selain itu, pemerintahnya mengkhawatirkan bila berita tentang keberadaan AIDS di negaranya dapat mengganggu sektor pariwisata. AIDS memang belum ditemukan obatnya sehingga belum bisa disembuhkan. Hal ini yang mungkin menurut anggapan masyarakat AIDS sebagai gambaran yang menakutkan. Kesalahan dalam memahami HIV AIDS telah berdampak pada tatanan sosial dalam masyarakat. Penderita AIDS di Indonesia masih belum mendapatkan tempat yang tepat di masyarakat. Pandangan masyarakat mengenai penyakit AIDS masih dipengaruhi oleh pemahaman – pemahaman takhayul dan kurafat. Selanjutnya, penderita AIDS dipinggirkan 1
dari kehidupan bermasyarakat, ODHA dijauhi dan distigmatisasi sebagi makhluk-makhluk pendosa yang tidak punya hak untuk hidup sebagaimana manusia normal. Kemudian, terjadilah pembedaan (diskriminasi) bagi para ODHA dengan membatasi, bahkan menghilangkan kesempatannya untuk bekerja dan hidup seperti orang lain. Padahal, AIDS bukanlah penyakit kutukan dan penderita HIV AIDS sebenarnya masih bisa produktif dalam masyarakat. Kesalahpahaman masyarakat dalam memahami HIV AIDS dapat berakibat buruk bagi penderita AIDS itu sendiri. Stigmatisasi yang berujung pada diskriminasi ODHA patut untuk dibahas dan dicarikan solusi permasalahannya. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengertian HIV, AIDS, dan cara penularannya. 2. Mengetahui pengertian stigma dan diskriminasi.
3. Mengetahui bentuk-bentuk stigmatisasi dan diskriminasi ODHA di masyarakat. 4. Mengetahui efek stigmatisasi dan diskriminasi bagi ODHA. 5. Memahami peran pemuka agama dalam pengurangan stigmatisasi dan diskriminasi. 6. Mencari dan memahami solusi permasalahan diskriminasi dan stigmatisasi ODHA. 7. Mengetahui Hak Asasi Manusia bagi ODHA 1.3 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian HIV, AIDS, dan cara penularannya? 2. Apa pengertian stigma dan diskriminasi ? 3. Bagaimana bentuk – bentuk stigmatisasi dan diskriminasi ODHA di masyarakat ? 4. Apa efek stigmatisasi dan diskriminasi bagi ODHA? 5. Apa peran pemuka agama dalam mengurangi stigmatisasi dan diskriminasi ODHA di
masyarakat ? 6. Bagaimana solusi permasalahan diskriminasi dan stigmatisasi ODHA? 7. Apa saja Hak bagi ODHA ? 2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian HIV HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan mengkopi cetak materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini sel HIV dapat mematikan sel-sel T4. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih, yang befungsi untuk menangkal atau mencegah infeksi.sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut ‘sel T-4’ atau sel ‘T penolong’ (helper), atau disebut juga sel CD-4 (Kemenkes, dalam buku AIDS dan Penanggulangannya, 1997).
Pengerttian lain adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh (KPAN) . 2.2 Pengertian AIDS AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus HIV (KPAN,2007). 3
Menurunnya sistem kekebalan tubuh ini menyebagkan odha (orang dengan HIV/AIDS) menjadi sangat rentan dan mudah terjangkit oleh berbagai macam penyakit. Serangan penyakit yang awalnya tidak berbahayapun lama kelamaan apat menyebabkan penderita sakit parah dan akhirnya meninggal. Karena penyakit yang menyerang sangat bervariasi, maka kurang tepa jika AIDS disebut sebagai penyakit. Sehingga, definisi yang lebih tepat disebut sindrom, atau kumpulan gejala penyakit. Tingkat HIV baik dari segi jumlah dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. 2.3 Cara Penularan HIV Cara penularan HIV dapat dengan cara- cara sebagai berikut ; 1. Hubungan seks (heteroseksual, homoseksual, dll) 2. IDU (transfusi darah, penggunaan jarum suntik pengguna narkoba) 3. Prenatal (dari ibu hamil ke anak yang dikandung) (Kemenkes, 2010)
Hubungan seks, baik homoseksual maupun heteroseksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV dapat menjadi faktor resiko penularan HIV. Penularan tersebut terjadi melalui luka yang terjadi saat berhubungan, dan akhirnya masuk ke aliran darah dan menyerang sel darah putih. Selain itu juga cara penularan HIV dengan transfusi darah, pengguna jarum suntik narkoba, serta ditularkan dari ibu kepada anaknya melalui luka saat persalinan. HIV – dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi orang lain- dapat ditemukan dalam darah, air mani, dan cairan vagina seorang pengidap HIV. Cairan tubuh yang lain tidak pernah dilaporkan adanya kasus penularan HIV (misalnya disebabkan oleh, air mata, keringat, air ludah, dan air kencing). 2.4 Stigma dan Diskriminasi Bagi ODHA Dalam kamus besar bahasa Indonesia, stigma mempunyai pengertian ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma merupakan anggapan negatif seseorang kepada orang lain. Stigmatisasi merupakan proses bagaimana stigma berkembang dan menjadi sebuah opini umum dalam masyarakat. Pengertian diskriminasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga Negara(berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, 4
agama, dsb. Bila stigma hanya merupakan ciri negatif dan belum sampai pada tataran realita, maka diskriminasi sudah menyentuh pada pembedaan pada kenyataan, misalnya pembedaan perlakuan dalam keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. Fenomena orang-orang dengan HIV/AIDS merupakan suatu fenomena yang asing namun menarik bagi masyarakat kita. Kita sering mendengar odha menghadapi banyak masalah sosial. Masalah sosial tersebut antara lain berupa dikucilkan dan diasingkan oleh teman-teman, bahkan keluarganya sendiri. Ketakutan akan pembedaan perlakuan ini membuat odha berusaha untuk menjembatani diri atau menjaga jarak dengan orang-orang di sekitarnya. Akhirnya baik odha maupun masyarakat saling menjaga jarak, baik dalam kelompok skala kecil maupun skala yang besar. Faktor-faktor yang berhubungan dengan stigma HIV/AIDS dalam masyarakat adalah sebagai berikut : 1. HIV/AIDS dianggap penyakit seumur hidup
2. Masyarakat takut mengidap HIV/AIDS 3. HIV/AIDS berhubungan dengan perilaku (misalnya homoseks dan penasun) yang telah terstigmatisasi dalam masyarakat 4. Orang yang terinfesi HIV seringkali berfikir bahwa ialah yang harus bertanggungjawab terhadap infeksi yang menimpanya. 5. Kepercayaan agama dan moral yang membuat masyarakat percaya bahwa HIV/AIDS
merupakan hasil dari kesalahan moral (misalnya seks bebas dan perilaku seks menyimpang) yang pantas dihukum (anonim). Menjalani hidup sebagai odha memang kenyataannya sangat berat dan menyedihkan. Tekanan psikologi bisa saja muncul karena menerima kenyataan mengidap suatu penyakit yang sampaisekarang belum bisa disembuhkan. Odha seringkali menutupi identitasnya jika ingin merasa aman, karena ada kemungkinan adanya diskriminasi di lingkungannya, baik pekerjaan, keluarga, atau layanan kesehatan. Belum lagi pandangan dari masyarakat yang penuh ketakutan dan kebencian terhadap odha, dan susahnya mencari layanan kesehatan bagi odha yang mudah diakses dan terjangkau.
5
Stigma khas yang masih melekat pada odha bahwa mereka adalah manusia pendosa dan tidak bermoral. Padahal, pemaparan HIV tidak hanya diakibatkan oleh faktor perilaku yang menyimpang (seks bebas, homoseks, penasun), namun juga karena berbagai faktor lain baik yang sengaja maupun tidak disengaja. Permasalahan odha akhirnya semakin meluas tidak hanya masalah medis saja, namun merambah pada masalah kultur sosial bagaimana masyarakat menempatkan odha, termasuk stigmatisasi yang terjadi pada masyarakat. Sikap diskriminasi dan diskriminasi terhadap odha biasainya terjadi ketika kasus AIDS baru merebak dan masyarakat masih awam sekali dalam menghadapinya. Sikap diskriminasi dan stigmatisasi ini sebenarnya muncul karena masyarakat belum sepenuhnya memahami HIV/AIDS dan sikap masyarakat yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional dalam menghadapi masalah HIV/AIDS. 2.5 Bentuk-Bentuk Diskriminasi ODHA di masyarakat Bentuk-bentuk diskriminasi odha di masyarakat cukup beragam, misalnya : a. Diskriminasi di lingkungan Keluarga Diskriminasi di lingkungan keluarga sering dialami oleh odha,. Bentuk diskriminasi misalnya sering terjadi bahwa seorang anak yang positif HIV dilarang untuk tetap bersekolah dan kemudian dikucilkan oleh orang tuanya karena dihkawatirkan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya. b. Diskriminasi di Lingkungan Masyarakat Keadaan ini biasanya dialami oleh masyarkat-masyarakat yang untuk pertama kali menghadapi HIV/AIDS. Contohnya terjadi seorang remaja yang positif HIV dilarang untuk bergaul dengan tetangganya dan kemudian dikucilkan. Hal ini terjadi karena orang tua anak lainnya takut anaknya akan tertular HIV. Padahal kita tahu bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. c. Diskriminasi di lingkungan pendidikan Di lingkungan pendidikan juga mungkin bisa terjadi diskriminasi odha. Murid yang kedapatan mengidap AIDS dikeluarkan dari sekolah atau kampusnya. d. Diskriminasi di Lingkungan Kerja 6
Diskriminasi di lingkungan kerja, dan sering terjadi karyawan dipecat oleh perusahaannya ketika diketahui positif HIV. Perusahaan takut bahwa odha yang tidak produktif lagi akan menjadi beban bagi perusahaan, dan mempunyai anggapan yang salah bahwa odha tersebut akan menularkan HIV kepada karyawan lainnya. Dalam sebuah penelitian kualitatif tahun 2010 yang dilakukan di pegunungan papua di kota Wamena di kabupaten Jayawijaya dan kota Enarotali di kabupaten Paniai, terhadap 28 odha didapatkan bahwa para responden menceritakan praktek-praktek stigma datang dari beragam sumber, yang mempertanda bahwa akar stigma dan diskriminasi berasal dari praktek-praktek budaya yang dekat yang tak jauh berbeda dengan yang terjadi di kondisikondisi ekonomi makro atau politik yang lebih besar. Secara khusus, para responden dengan jelas menyebutkan stigma berasal dari: 1.
Pengungkapan status mereka oleh orang lain;
2.
Pengungkapan status mereka oleh orang lain yang memiliki kekuasaan seperti
pemimpin gereja atau petugas kesehatan; 3.
Kesalahan dalam penyediaan layanan kesehatan termasuk pelanggaran atas
kerahasiaan; 4.
Kurangnya akses ke ARV atau pelanggaran akses;
5.
Diskriminasi di tingkat kerabat dan masyarakat;
6.
Pikiran-pikiran budaya dan praktek-praktek menyangkut sakit yang serius;
7.
Nilai-nilai budaya dan praktek-praktek menyangkut sakit yang serius;
8.
Nilai-nilai budaya seputar kematian dan ajal;
9.
Nilai-nilai budaya menyangkut pengucilan; kondisi-kondisi politik yang
menyebabkan rasisme; 10.
Ketidakadaan atau tidak cukup layanan kesehatan;
11.
Penundaan dalam penyediaan berbagai layanan dasar.
7
2.6 Efek Stigmatisasi dan Diskriminasi Bagi ODHA Selain menanggung beban medis, odha juga menanggung beban psikososial yang besar akibat stigamtisasi dan diskriminasi. Permasalahan tersebur terkait dengan karakteristik HIV/AIDS maupun dengan sikap masyarakat terhadap dirinya. Dalam Buku AIDS dan Penanggulangannya (Kemenkes,1997) beban psikis yang dialami oleh odha terkait dengan diskriminasi cukup bervariasi, diantaranya : 1. Sejak mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV, pada umunya odha mengalami syok
kejiwaan yang berat dan dapat melumpuhkan kekuatan jiwanya serta membuatnya putus asa. 2. ODHA mengetahui bahwa AIDS adalah penyakit yang mematikan. Kekhawatiran membebani batinnya. 3. Dengan berkembangnya penyakit-penyakit yang mekin lama makin berat odha makin tersiksa. 4. Penyakit-penyakit yang berlangsung berbulan-bulan membutuhkan biaya yang besar. Bagi odha yang tidak mampu hal ini akan menambah beratnya depresi. 5.
ODHA merasa dihukum oleh masyarakat sekitarnya. Karena cara penularan AIDS yang sangat spesifik, masyarakat mencurigai odha dan menganggap mereka sebagai manusia yang menjijikkan, kotor dan berdosa, walaupun tidak mengetahui siapa orangnya dan bagaimana cara menularnya. Keadaan ini menambah berat penderitaan odha. Dan perlu diingat bahwa yang harus dimusnahi adalah penyakitnya bukan orangnya.
6. Odha merasa disisihkan oleh masyarakat sekitarnya yang takut secara berlebihan bahwa bila bersentuhan ataupun mendekat saja dengan odha akan tertular, padahal kita mengetahui bahwa aids tidak menular lewat kontak sosial biasa
2.7 Peran Pemuka Agama dalam Mengurangi Stigmatisasi dan Diskriminasi ODHA Dalam buku Apa yang dapat diperbuat Para Pemuka Agama terhadap Masalah HIV/AIDS? Yang dibuat oleh UNICEF, diterangkan bahwa di beberapa negara, masih ada yang memakai budaya diam dalam menghadapi masalah HIV/AIDS. Diam disini maksudnya adalah bersikap tidak peduli terhadap permasalahan HIV/AIDS yang terjadi di sekelilingnya. budaya ini sering dikaitkan dengan kepercayaan Hubungan Antara HIV dengan imoralitas perilaku seksual, dan penggunaan narkoba serta alkohol Pemuka agama mempunyai kemampuan memecahkan kebisuan dengan memberikan ceramah pada masyarakat untuk 8
mengakhiri rasa bersalah, penolakan, stigma, dan diskriminasi. Peran pemuka agama memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai HIV/AIDS bukanlah penyakit karena kutukan. 2.8 Solusi Permasalahan Diskriminasi dan Stigmatisasi ODHA Diskriminasi dan stigmatisasi bagi ODHA tidak lepas dari permasalahan sosial yang dialami oleh odha, dan mencari solusinya juga harus menyeluruh. Berdasarkan hal tersebut, maka solusi dari permasalahan sosial yang dihadapi odha adalah sebagai berikut :
1. Mengubah Persepsi Masyarakat Seseorang yang terkena HIV bukan berarti hak hidupnya dicabut. Mereka masih punya hak dan kewajiban seperti masyarakat lainnya. Segala sikap diskriminatif yang mengarah pada pengucilan dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.pada ofha, masalah yang ditimbulkan seringkali lebih banyak masalah sosialnya daripada masalah medisnya. Dalam hal ini harus ada perubahan persepsi dari masyarakat, agar odha tidak merasa menjadi sampah masyarakat. Masyarakat dapat membantu menghilangkan cap buruk pada odha dengan cara memperlihatkan perhatian dan dukungannya. Misalnya dengan menggelar malam renungan AIDS, yang membantu pada odha untuk mengadvokasi dan meningkatkan kepedulian terhadap AIDS. 2. Pihak Pemerintah Kebijakan perintah dan strategi politik seharusnya memperhatikan apa yang dirasakan ODHA, apa yang dibutuhkan ODHA, apa yang tidak dibutuhkan ODHA, suasana yang seperti apa yang dibutuhkan ODHA, untuk bisa hidup sehat secara fisik dan secara psikologis, dan sejenisnya. Oleh karena itu segala kebijakan, pelayanan, program, dan strategi yang efektif adalah yang client-centered, dalam konteks ini menempatkan ODHA sebagai pusat. 3. Meningkatkan keterlibatan dan peran ODHA dalam penaggulangan HIV/AIDS Upaya pencegahan penularan HIV tidak dapat perawatan yang baik walaupun memakan waktu yang cukup lama, mata masyarakat mulai terbuka mengenai hal ini. 9
Kini disadari bahwa ODHA orang dengan HIV/AIDS sesungguhnya mempunyai peran penting dalam upaya pencegahan penularan. Dukungan dan perawatan sangat erat kaitannya dengan pencegahan. Melihat pengalaman di beberapa tempat/negara, meningkatkan dukungan dan perawatan terbukti sangat menunjang keberhasilan upaya pencegahan mereka. Dengan memberikan perhatian yang cukup pada dukungan dan perawatan, ketakutan yang berlebihan dapat dikikis, dalam masyarakatnya (baik yang terinfeksi maupun tidak) rasa aman dan nyaman timbul, dan dengan demikian HIV/AIDS mulia mendapat perhatian serius sebagaimana mestinya dari semua orang. Menghubungkan pencegahan dengan dukungan dan perawatan adalah salah satu hal yang paling masuk akal yang pernah tercetus dalam upaya penanggulangan upaya penaggulangan HIV/AIDS. ODHA menjadi bagian penting upaya penanggulangan HIV/AIDS karena mereka adalah orang-orang yang hidupnya tersentuh dan terpengaruh secara langsung oleh virus ini. Mereka adalah sumber pengertian yang paling tepat dan paling dalam mengenai HIV/AIDS. Pengertian ini penting dimiliki oleh setiap orang, terutama oleh mereka yang pekerjaannya berhubungan dengan HIV/AIDS.(Murni, 2006) 4. Dukungan dan Pelayanan untuk Orang HIV+ ODHA juga berhak atas kehidupan yang sehat. Tidak seorangpun yang mengharapkan untuk menjadi sakit atau terinfeksi sesuatu yang belum ada obatnya. Jika ada orang yang terkena juga penyakit ini, maka ini adalah bukti bahwa upaya pencegahan yang dilaksanakan belum mencapai semua orang atau belum tepat caranya. Oleh karena itu, upaya pencegahan HIV+ tidak bisa berhenti pada pencegahan saja. Tetapi harus bahu membahu dengan upaya memberikan dukungan dan layanan bagi yang sudah terinfeksi. Bahkan sudah juga harus dipikirkan apa yang akan dilakukan jika dukungan dan layanan ini tidak diberikan dengan semestinya. a.Dukungan Pertama Saat Menjalani Tes Dukungan dan pelayanan untuk ODHA sebenarnya sudah dimulai sejak orang tersebut mengetahui status HIVnya. Bentuknya sudah dijelaskan dalam prinsipprinsiptes HIV yang tercantum dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS. Disana disebutkan mengenai informed consent (dengan pengetahuan dan kesadaran) orang yang bersangkutan, konseling yang harus diberikan sebelum dan sesudah tes, serta kerahasiaan yang harus dijunjung tinggi. Semua itu sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental orang itu selanjutnya. Tapi sayang ketiga prinsip ini masih 10
sering dilanggar di lapangan. Masih ada orang yang di tes tanpa sepengetahuan dan seijinnya. b.Keterbatasan Obat-obatan Jika seseorang sakit, maka yang utama ia cari adalah obat penyembuhannya untuk kembali sehat. Hal ini berlaku untuk semua penyakit. Tidak berbeda dengan HIV. Namun kenyataan yang harus dihadapi orang HIV+ adalah ketiadaan obat penyembuh tersebut. Harapan yang sangat besar lalu digantungkan pada obta-obtatan antiretroviral. Walaupun belum sempurna, obat-obatan ini telah terbukti dapat menurunkan kadar virus dalamdarah seseorang sampai tidak bisa dideteksi lagi. Obatobatan ini masih terus menerus diteliti, karena : obat-obatan ini harganya jauh diatas jangkauan masyarakat, pengadaannya tidak merata serta tidak dapat dijamin ada/ tidaknya, fasilitas dan kemampuan monitoring atas dampak obat-obatan ini masih sangat rendah, dan masih kurangnya informasi yang baru mengenai obat-obatan. c.Perlakuan yang Etis dan Tidak Diskriminatif Perlakuan terhadap orang HIV+ pertama kali dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kemudian ia akan berhubungan kembali dengan tenaga-tenaga kesehatan tersebut. Tenaga kesehatan ini akan menjadi role model bagi masyarakat dan penyedia layanan yang lain tentang bagaimana bersikap terhadap orang HIV+, karena dianggap lebih tahu. Apa bila tenaga kesehatan tersebut kurang informasi dan pemahaman bisa menimbulkan ruang untuk terjadinya ketakutan yang berlebihan dan diskriminasi, mulai dari disepelekannya kerahasiaan sampai menolak unuk merawat. Hal ini dapat mempengaruhi fisik dan mentalnya. d.Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Oportunistik Pada ODHA dimana daya tahan tubuhnya sangat rendah, sehingga penyakitpenyakit dapat mudah masuk ke dalam tubuhnya. Pada orang yang sudah masuk AIDS, penyakit inilah yang akan menyebabkan kematian. e.Terapi Non Medis Pengembangan terapi non medis ini untuk HIV/AIDS perlu didorong dan didukung, agar bisa mengisi kekosongan obat-obatan medis. Bagi banyak masyarakat Indonsia, agamapun telah menjadi semacam terapi. Hal ini perlu dikembangkan untuk HIV/AIDS. f.Kelompok Dukungan Sebaya Sebenarnya Kelompok dukungan sebaya ini termasuk kedalam terapi non medis. Kelompok dukungan sering disebut support group, self-help group, atau peer 11
support group, artinya kelompok dukungan yang dikelola oleh dan untuk orang-orang HIV+. Yang agak khusus dengan HIV/AIDS, stigma dan diskriminasi yang menyertai ODHA menjadi faktor penting di belakang bermunculannya kelompok dukungan. Bagi banyak orang HIV+ di banyak tempat tertentu di dunia : Kelompok dukungan adalah tempat satu-satunya dimana mereka merasa nyaman, bisa keluar dari isolasi, terjaga kerahasiaannya, aman, dan terdukung. Terutama di negara berkembang, dimana pelayanan untuk orang HIV+ masih lemah atau bahkan tidak ada sama sekali, kelompok dukungan memiliki peran besar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS secara keseluruhan. Kelompok dukungan menjadi badan dimana dukungan diberikan dan perawatan disediakan. Kelompok dukungan menjadi tempat dimana pendidikan dan penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS terjadi. Kelompok dukungan menutupi kurangnya layanan konseling yang semestinya ada menyertai semua tes HIV tetapin sering tidak dilaksanakan. Kelompok-kelompok dukungan ini ada yang berkembang menjadi bahan advokasi yang menyuarakan keprihatinan tentang hidup dengan HIV/AIDS, berusaha mempengaruhi pembuatan kebijakan, dan berperan dalam proses pengambilan keputusan. g.Jurnalis perlu memperhatikan dan mengedepankan hal-hal di bawah ini : Humanis dan memperhatikan hak-hak penderita Pemberitaan yang dituliskan oleh jurnalis tidak hanya mampu menimbulkan simpati dari pembaca, namun pembaca juga bisa memahami sebuah peristiwa secara beruntun dan tidak melakukan penghakiman pada penderita. Tidak melakukan diskriminasi Penulisan tanpa mengkategorikan bahwa turis asing, pekerja seks atau tenaga kerja ilegal sangat potensial terkena HIV/AIDS. Seharusnya tidak dikaitkan dengan profesi, melainkan bahwa semua orang potensial terkena HIV/AIDS. Tidak menimbulkan stigma baru dalam masyarakat Jurnalis tidak berhak menulis atau menyiratkan sebuah peristiwa yang mengakibatkan masyarakat ikut menghukum penderita. 12
Tidak menuliskan identitas narasumber kecuali dengan kesepakatan. Tidak menuliskan berita sensasional dan mengeksploitasi penderita. Jurnalis tidak menuliskan sesuatu yang membuat pembaca menjadi terkejut dan menyalahkan penderita. 2.9 Hak Bagi ODHA Odha seperti manusia lainnya juga memiliki hak dalam hidupnya. Dalam buku AIDS dan Penanggulangannga (Kemenkes, 1997) secara khusus hak-hak odha adalah sebagai berikut : 1. Hak untuk konfidentialitas. 2. Hak untuk menginformasikan atau tidak menginformasikan statusnya kepada orang
lain. 3. Hak untuk mendapat kesempatan bekerja, berkarya dan berpartisipasi sebagai anggota masyarakat. 4. Hak untuk mendapat dan memilih jenis layanan kesehatan yang sesuai dengan kehenaknya. 5. Hak untuk diperlakukan manusiawi dan tidak diskriminatif dalam layanan kesehatan, layanan sosial dan lain-lain. 6. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan penghasilan yang sesuai dengan dengan pekerjaannya. 7. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai keadaan atau status kesehatannya. 8. Hak untuk menentukan bersama tenaga kesehatan tindakan medis yang perlu dilakukan pada dirinya. Dalam tulisannya, murni (2006) menjalaskan hak asasi manusia dalam konteks HIV adalah sebagai berikut : 1. Sebelum mengetahui terinfeksi atau tidak a. Informasi dan keterampilan untuk melindungi diri dari penularan b. Konseling sebelum menjalani tes HIV c. Memberikan persetujuan atau tidak sebelum menjalani tes HIV d. Tes hasilnya dirahasiakan 2. Hidup dengan HIV/AIDS : 13
a. Hak untuk tidak dibedakan serta persamaan di hadapan hukum b. Hak untuk hidup c. Hak untuk mendapatkan standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai d. Hak atas privasi e. Hak untuk bekerja f. Hak untuk bergerak atau berpinah tempat g. Hak untuk menikah dan membangun keluarga h. Hak untuk mengakses pendidikan i. Hak untuk berkumpul j. Hak untuk mengikuti program asuransi 3. Saat dan Setelah Meninggal a. Hak untuk jenazahnya diperlakukan dengan bermartabat b. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan penguburan yang layak c. Hak untuk tiak dibocorkan identitasnya d. Hak bagi keluarganya untuk tidak diganggu e. Hak untuk mendapatkan santunan dan pensiun yang mejadi haknya. Jadi tidak ada satu alasanpun yang membuat hak odha berbeda dari hak-hak orang pada umumnya. Upaya-upaya untuk mendeskriditkan odha dengan membatasi atau menghilangkan haknya, merupakan sebuah tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan. Selain itu, hal tersebut juga merupakan sebuah pelanggaran hukum yang akan diberikan sanksi.
14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Odha adalah manusia yang sama seperti kita yang memerlukan dukungan sosial dari keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Mereka hanya mengidap suatu penyakit yang belum dutemukan obatnya, dan bergaul dengan odha bukanlah sesuatu yang buruk dan berbahaya. HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya dikaitkan dengan aspek moral saja. Ada aspek lain yang menyebabkan seseorang tertular HIV, antara lain penularan dari ibu ke anaknya dan transfusi darah serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan lainnya. Artinya, stigmatisasi dan diskriminasi terhadap odha merupakan suatu tindakan menggeneralisir bahwa semua odha berperilaku buruk. Stigmatisasi dan diskriminasi tersebut tentu akan sangat merugikan odha, karena dapat berakibat odha tidak bisa produktif lagi di masyarakat. Selain itu perbuatan tersebut akan merampas hak-haknya sebagai warga negara yang memiliki kedudukan dan peranan yang sama di hadapan hukum. Upaya-upaya untuk membatasi hak-hak odha dalam bermasyarakat dalam bentuk diskriminasi dalam pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya merupakan suatu perbuatan melanggar hak asasi manusia. 3.2 Saran Yang perlu dilakukan oleh semua pihak adalah sebagai berikut : 1. Bagi odha; janganlah bersedih, tetaplah berfikir positif dalam menjalani hidup ini. Status odha anggaplah sebagai penebus dosa-dosa di dunia yang dilakukan. Janganlah takut bersosialisasi dengan masyarakat serta teruslah berusaha untuk tetap produktif dalam masyarakat. Serta tingkatkanlah kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME. 2. Bagi keluarga; bila ada anggota keluarganya yang terkana HIV jangan malu untuk dilaporkan dan dirawat ke rumah sakit. Berikan dukungan dan simpati agar odha merasa tidak sendirian. 3. Bagi masyarakat ; buang jauh-jauh prasangka-prasangka buruk terhadap odha serta
berikan perlakuan kepada odha seperti pada masyarakat umumnya tanpa diskriminasi. 4. Bagi pemerintah ; Perlu membuat kebijakan – kebijakan yang proporsional sesuai dengan
peran dan kemampuan odha dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tegakkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang merampas hak-hak odha .
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. HIV and AIDS: Stigma and Discrimination. HealthyPlace.com [Juli 2011] Butt, lestie, dkk. Jurnal : Stigma dan HIV AIDS di wilayah pegunungan Papua. 2010 Demartto, Argyo. Makalah : Odha, Masalah sosial dan pemechannya. 2005 Kemdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008 KPAN. Rencana Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. 2007 Kemkes.
Laporan Triwulan Situasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia Sampai
dengan Maret 2011. Murni, Suzana. Dua Sisi Dari Satu Sosok, Kumpulan Tulisan Suzzana Murni. 2006. Jakarta Unicef. Apa yang dapat diperbuat Para Pemuka Agama terhadap Masalah HIV/AIDS? Parker, R. and P. Aggleton. 2003. HIV and AIDS‐related Stigma and Discrimination: A Conceptual Framework and Implications for Action. Social Science & Me dicine 57:13‐24. [Stigma yang berkaitan dengan HIV dan AIDS: Suatu K erangka Konseptual dan Implikasinya bagi Aksi]
16
PAPER PENGANTAR EPIDEMIOLOGI AIDS “STIGMA DAN DISKRIMINASI ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)”
DI SUSUN OLEH : HAMDAN
2008717025
RACHMAT NOVIAR
2008710064
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011
17
View more...
Comments