STI 2 Fikih Ibadah

September 25, 2017 | Author: TriaaAnditaa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

STI 2...

Description

STUDI ISLAM I

Fikih Ibadah Dr. Akhmad Alim. MA

Pusat Kajian Islam

Universitas Ibn Khladun Bogor Studi Islam II Fikih Ibadah

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ALIM, Akhmad STUDI ISLAM I: Fikih Ibadah, Penulis, Dr. Akhmad Alim, M.A; Penyunting, Bahrum Subagia, --Cet. 1-Bogor: Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun, 2012. 253 hlm.; 25,7 cm. ISBN : 978-979-1324-14-4

STUDI ISLAM II: Fikih Ibadah Penulis: Dr. Akhmad Alim, M.A Penyunting: Bahrum Subagia Penata Letak: Irfan Habibie Desain Sampul: Fathurrohman Saifuddin Penerbit: Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 2 Kedung Badak Bogor Telp./Fax. (0251) 8356884 Cetakan Pertama, Shafar 1435 H- Januari 2014 M

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Ketentuan Pidana (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara palling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002

Studi Islam II Fikih Ibadah

KATA PENGANTAR َٔٚ ‫ز أْؿطٓا‬ٚ‫ذ باهلل َٔ غس‬ٛ‫ْع‬ٚ ،٘ٝ‫ب إي‬ٛ‫ْت‬ٚ ،ٙ‫ْطتػؿس‬ٚ ،٘ٓٝ‫ْطتع‬ٚ ،ٙ‫ حنُد‬،‫إٕ احلُد هلل‬ ‫ اهلل‬٫‫ إي٘ إ‬٫ ٕ‫أغٗد أ‬ٚ ،٘‫ ي‬ٟ‫ ٖاد‬٬‫كًٌ ؾ‬ٜ َٔٚ ،٘‫ َكٌ ي‬٬‫ اهلل ؾ‬ٙ‫ٗد‬ٜ َٔ ،‫ات أعُايٓا‬٦ٝ‫ض‬ ٙ‫عٗس‬ٝ‫ٔ احلل ي‬ٜ‫د‬ٚ ٣‫ أزضً٘ اهلل تعاىل باهلد‬،٘‫ي‬ٛ‫زض‬ٚ ٙ‫ عبد‬ٟ‫أغٗد إٔ حمُدا‬ٚ ،٘‫و ي‬ٜ‫ غس‬٫ ٙ‫سد‬ٚ ‫تسى‬ٚ ،ٙ‫داٖد يف اهلل سل دٗاد‬ٚ ،١َ‫ْؿض ا٭‬ٚ ،١ْ‫ ا٭َا‬٣‫أد‬ٚ ،١‫ؼ ايسضاي‬٤ً‫ ؾب‬،ً٘‫ٔ ن‬ٜ‫ ايد‬٢ً‫ع‬ ٘‫ آي‬٢ً‫ع‬ٚ ً٘ٝ‫َ٘ ع‬٬‫ض‬ٚ ‫ات اهلل‬ًٛ‫ ؾؿ‬،‫ ٖايو‬٫‫ؼ عٓٗا إ‬ٜ‫ص‬ٜ ٫ ‫ًٗا نٓٗازٖا‬ٝ‫ ي‬٤‫كا‬ٝ‫ ب‬١‫ حمذ‬٢ً‫أَت٘ ع‬ :‫ أَا بعد‬.ٜٔ‫ّ ايد‬ٜٛ ‫َٔ تبعِٗ بإسطإ إىل‬ٚ ،٘‫أؾشاب‬ٚ Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ًَُُِٕٛٔ‫َأْتُِ َٗط‬ٚ ٤٫‫تُٖٔ إ‬َُُٛ‫ ت‬ٜ٫َٚ ٔ٘ٔ‫ات‬ٜ‫ سَلٖ ُتك‬ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫ا اٖتك‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔ‫ ٔر‬٤‫ اي‬ٜ‫ٗٗا‬ٜ‫َاأ‬ٜ “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali-Imran: 102)

ٟ٫‫زدَا‬٢ ‫َبَحٖ ََُُِٔٓٗا‬ٚ ‫ َدَٗا‬ِٚ َ‫لَ ََِٔٓٗا ش‬ًَٜ‫ػ‬َٚ ٕ٠َ‫َاسٔد‬ٚ ٣‫ظ‬ٞ‫ِٔ َْؿ‬َٚ ِٝ‫ه‬ٜ‫ك‬ًَٜ‫ ػ‬ٟٔ‫ر‬٤‫ُِ اي‬ٝ‫ا زَبٖه‬ٛٝ‫َٗا ايٖٓاعُ اٖتك‬ٜٗ‫َاأ‬ٜ ‫بّا‬ٝٔ‫هِِ زَق‬ٝ ًَِٜٝ‫إَ ع‬ٜ‫ ن‬ٜ‫٭ ِزسَاَّ إٕٖ اهلل‬ٞ‫ا‬َٚ ٔ٘ٔ‫َٕ ب‬ٛٝ‫َي‬٤‫ َتطَآ‬ٟٔ‫ر‬٤‫ اي‬ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫َاٖتك‬ٚ ّ٤‫ْٔطَآ‬َٚ ‫جٔريّا‬ٜ‫ن‬ “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa: 1)

i | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢‫ٔع‬ُٜٛ َََٔٚ ِِ‫ه‬ٝ َ‫ب‬ُْٛ‫هِِ ذ‬ٝ ٜ‫َ ِػؿٔسِ ي‬ٜٚ ِِ‫ه‬ٝ ٜ‫هِِ أعَُِاي‬ٝ ٜ‫ُؿًِٔضِ ي‬ٜ ‫دّاظ‬ٜ‫ ضَ ٔد‬ٟ٫ِٜٛ‫ا ق‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫َق‬ٚ ٜ‫ا اهلل‬ٛٝ‫ا اٖتك‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔ‫ ٔر‬٤‫َٗا اي‬ٜٗ‫َاأ‬ٜ ‫ُّا‬ٝٔ‫ِشّا عَع‬ٜٛ‫اشَ ؾ‬ٜ‫دِ ؾ‬ٜ‫ؾك‬ٜ ُٜ٘‫ي‬ُٛ‫َزَض‬ٚ ٜ‫اهلل‬ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalanamalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.” (QS. Al-Ahzab: 70-71) Manusia modern cenderung melepaskan diri dari keterikatan dengan Tuhan (al-I‟radh), untuk selanjutnya membangun tatanan yang berpusat pada manusia (al-qadariyah). Akibatnya, kehidupan manusia terdominasi oleh hipnotis atmosfer modernitas, yang pada gilirannya akan membuat manusia lengah dan tidak menyadari bahwa dimensi spiritualnya terdistorsi, sehingga tidak mengherankan jika akar spiritualtas tercabut dari panggung kehidupan global. Munculnya problem spiritual yang menimpa manusia modern bermula dari hilangnya visi keilahiyan (uluhiyah) yang disebabkan oleh ulahnya sendiri, yakni bergerak menjauh dari tuntunan Allah dalam mengatur kehidupan. Menurut Ibn Jauzi penyebab utama krisis keruhaniyan tersebut, berawal dari dua hal pokok, yaitu menjauh dari Allah (al-i‟radh), dan menuhankan hawa nafsu (ittiba al-hawa) atau dalam istilah lain dikenal dengan istilah ―memperturutkan syahwat‖(Ittiba‟ alsyahawat). Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam (QS. Thaha: 124) dan (QS. Maryam: 19), berikut ini:

٢َُِ‫ع‬ٜ‫ٔ أ‬١َ ‫َا‬ٝٔ‫يك‬ٞ‫َِّ ا‬َٜٛ ُُٙ‫شػُس‬ ِ َْٚ ‫ا‬ٟ‫ قَِٓه‬ٟ١َ‫ػ‬ٝٔ‫ُ٘ َع‬ٜ‫ٕٖ ي‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٟ٢‫س‬ٞ‫عِسَضَ عَِٔ ذٔن‬ٜ‫ َِٔ أ‬َٚ “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada harikiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

‫٘ا‬ٜٝ‫َِٕ غ‬ٜٛ‫ك‬ًَٜٞ َ‫ِف‬َٛ‫ؾط‬ٜ ٔ‫َات‬َٛٗ‫ػ‬ ٖ ‫ا اي‬ُٛ‫َاتٖبَع‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ا ايؿ‬ُٛ‫قَاع‬ٜ‫ـْ أ‬ًَٞ‫ـَ َِٔٔ بَعِدِِٖٔٔ ػ‬ًَٜ‫ؼ‬ٜ‫ؾ‬ “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyianyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.‖ (QS. Maryam: 19) ii | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dari penafsiran ayat tersebut, Ibn Jauzi melihat bahwa ada dua penyebab pokok, yang membuat rusaknya mental spiritual manusia, sehingga menyebabkannya terjatuh dalam jurang kehancuran (ghayya), yaitu (1) berpaling dari Allah (al-i‟radh), dalam hal ini menyia-nyiakan shalat; karena orang yang meremehkan shalat berarti tanda orang yang berpaling dari jalinan vertikal yaitu hablumminallah, dan (2) memperturutkan hawa nafsu (Ittiba‟ al-syahawat), yaitu dengan melampiaskan segala kesenangan, yang melampaui batas syari‘at, seperti zina, khamr, dan sejenisnya yang menghalangi seseorang dari jalan ketaatan kepada Allah. Untuk itu, tidak ada solusi lain kecuali manusia harus kembali ke pusat eksistensi tersebut, yaitu kembali kepada Allah (fafirru ilallah) dan mengendalikan kembali hawa nafsu (dzam al-hawa). Dalam usaha mencapai hal tersebut, maka dibutuhkan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) melalui ibadah kepada Allah. Karena dengan usaha inilah jiwa akan terbebas dari hal-hal yang mengotorinya dan kembali pada fitrahnya. Menurut Ali Abduh, ibadah seperti shalat, zakat, membaca Al-Qur‘an, berdzikir, dan ibadah lainnya, adalah sarana paling efektif untuk menyucian jiwa seseorang. Penulisan buku “Studi Islam 2: Fikih Ibadah” ini diharapkan dapat menjawab problematika krisis spiritual tersebut, sehingga dapat memberikan solusi yang memadai. Wallahu A‟lam Bisshawab. Bogor, 01 Maret 2012 Dr. Akhmad Alim, M.A

iii | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................. v Bab I Ibadah Dan Ruang Lingkupnya ................................................ 1 Bab II Fikih Shalat ............................................................................ 24 Bab III Fikih Zakat............................................................................ 45 Bab IV Fikih Puasa ........................................................................... 73 Bab V Ibadah Haji, Umrah Dan Ziarah ............................................ 97 Bab VI Fikih Jenazah ...................................................................... 117 Bab VII Dzikir, Istighfar, Selawat, & Do’a ................................... 139 Bab VIII Qiyamullail Dan Tadabur Al-Qur’an .............................. 190 Bab IX Panduan Shalat Sunnah ...................................................... 207 Bab X Khilafiyah Dalam Ibadah..................................................... 223 Daftar Pustaka. ................................................................................ 247 Riwayat Hidup Penulis ................................................................... 250

iv | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB I

IBADAH DAN RUANG LINGKUPNYA

1. Ibadah Sebagai Tujuan Penciptaan Jin dan Manusia Allah Subhanahu wa Ta‟ala tidak menciptakan jin dan manusia sebagai suatu yang sia-sia. Tetapi, ada tujuan dibalik penciptaan mereka, yang tidak lain adalah tujuan ubudiyah. Dalam arti menyembah Allah Subhanahu wa Ta‟ala, mengesakan, mengagungkan, membesarkan, dan mentaati-Nya, dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta‟ala:

٢ُٕٚ‫َعبُد‬ٝٔ‫اي‬٤‫ي‬٢‫ْظَ إ‬٢‫َٱإل‬ٚ ٖٔٔ‫كتُ ٱجل‬ًَٜ‫ََا ػ‬َٚ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56) Dari Mu'azd bin Jabal Radhiyallahu „anhu, ia berkata, "Saya membonceng Nabi Salallahu „Alaihi wa Sallam di atas keledai yang dinamakan 'afir, lalu 'Beliau Salallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, 'Wahai Mu'adz, tahukah kamu apa hak Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap hamba dan apa hak hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala? Saya menjawab. 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.' Beliau bersabda,: 'Sesungguhnya hak Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap hamba adalah bahwa mereka menyembah Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan hak hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta‟ala adalah bahwa Dia Subhanahu wa Ta‟ala tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, bolehlah saya memberitahukan kepada manusia?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau beritakan kepada mereka, maka mereka menjadi enggan beramal.‖ (HR.Muttafaqun 'alaih).1 1 Muttafaqun 'alaih. HR. al-Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30, lafadz hadits ini dari riwayat Muslim.

1 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

2. Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara‘ (terminologi), ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.2 Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri berkata : Yang berhak disembah hanya Allah Subhanahu wa Ta‟ala semata, dan ibadah digunakan atas dua hal; Pertama: menyembah, yaitu merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya. Kedua: Yang disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhahi oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala berupa perkataan dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir, shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat misalnya adalah merupakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Maka kita hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta‟ala semata dengan merendahkan diri kepada-Nya, karena cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.3 Dari pengertian di atas dapat dirinci bahwa ibadah mencakup ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja‘ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.4

2Ibn Taimiyah,Al ‘Ubudiyah, Maktabah Darul Balagh, hlm. 6 3 - Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka Islamhouse,hlm.17 4- Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Bogor : Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3

2 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

3. Rukun Ibadah Setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap hamba, harus menenuhi tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja‘ (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja‘. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsurunsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:

َُْ٘ٛٗ‫شٔب‬َُٜٚ ُِِٗ‫شٔٗب‬ُٜ “Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS.Al-Maaidah: 54)

ٔ٘٤ًٓٔ‫أغَدٗ ُسب٘اي‬ٜ ‫ا‬َُٛٓ‫ َٔ آ‬ٜٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ “Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” (QS.Al-Baqarah: 165)

َ‫غعٔني‬ ٔ ‫يَٓا ػَا‬ٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ ‫َزَ َٖبّا‬ٚ ‫غبّا‬ٜ َ‫ََْٓا ز‬ُٛ‫َدِع‬ٜٚ ٔ‫ِسَات‬ٝ‫ؼ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ َٕ ؾ‬ُٛ‫زع‬٢ ‫طَا‬ُٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ُْٖٗ ِِ ن‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo‟a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu‟ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90) Mengenai tiga pilar ini, sebagian ulama salaf berkata , ―Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq,5 siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja‘ saja, maka ia adalah murji‘.6 Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf,

5. Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid. 6. Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.

3 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

maka ia adalah haruriy.7 Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja‘, maka ia adalah mukmin muwahhid.‖8 4. Syarat diterimanya ibadah Melakukan amalan ibadah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim; karena tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah. Demikian itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ‗azza wa jalla dalam Al-Qur‘an (QS. Adz Dzariyat : 56).

ُٕٚ‫ ِعبُد‬َٝٔ‫ي‬ٜ٫ٓ ٢‫ظ إ‬ َ ْ٢‫َاإل‬ٚ َٓٔٔ‫يذ‬ٞ‫ت ا‬ ُ ٞ‫ك‬ًَٜ‫ََا ػ‬َٚ “Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk beribadah hanya kepadaKu.‖ (QS. Adz Dzariyat : 56) Agar amalan ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah, maka harus mengikuti dua syarat, berikut ini: a. Al-Ikhlash, yaitu berniat ikhlas kepada Allah „Azza wa Jalla. b. Al-Ittiba‟, yaitu mengikuti syariat Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam.9 Dua syarat ini sebagaimana dijelaskan oleh oleh Allah dalam AlQur‘an (QS. Al Kahfi: 110),

‫أسَدّا‬ٜ ٘ٔٚ‫ٔ زَب‬٠‫ ٔبٔعبَا َد‬ٝ‫ى‬٢‫ػِس‬ُٜٜ٫َٚ ‫ ؾَأيشّا‬ٟ٬ََُ‫عٌَُِِ ع‬ًَٜٝٞ‫ٔ٘ ؾ‬ٚ‫َ زَب‬٤‫آ‬ٜ‫ائك‬ُٛ‫َ ِسد‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ؾ‬ “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya.” (QS. Al Kahfi: 110) Di dalam ayat ini, Ibnu Katsir menafsirkan, bahwa maksud dari firman Allah: ( ) adalah amal ibadah yang shaleh merupakan bekal bagi siapa saja yang ingin berjumpa dengan Allah. 7.Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir. 8. Ibn Taimiyah, al-‘Ubuudiyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby alAtsar, Maktabah Darul Ashaalah 1416 H, hlm.161-162 9. Ibnu Rajab, Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 12.

4 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Amal ibadah tersebut tidak akan pernah diterima, kecuali sesuai dengan syariat Allah, yaitu dengan mengikuti petunjuk Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Sementara maksud dari firman Allah: ( ) adalah selalu ikhlas dalam beramal, yaitu hanya mencari ridha Allah dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Kemudian Ibn Katsir menegaskan, ―Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam‖.10 Pendapat Ibn Katsir tersebut, dikuatkan dengan atsar sahabat Ali bin Abi Thalib, Ibn Mas‘ud, Hasan, Sa‘id bin Zubair, dan sahabat yang lainnya. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Sufyan Ats Tsaury berikut ini:

ٜ٫َٚ ، ٕ١َٓٝٓٔٔ‫ٓ ب‬ٜ٫‫إ‬٢ ٌُْ‫ع‬ٚ ٍْٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬ ِ َٜ ٜ٫َٚ ، ٣ٌَُ‫ٓ ٔبع‬ٜ٫‫إ‬٢ ٍْٜٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬ ِ َٜ ٜ٫ ٪َٕٛٝ‫ي‬ٛٝ‫َك‬ٜ ُ٤‫نإ ايؿكٗا‬ "ٔ١َُٓ‫ط‬ ٓ ‫ اي‬١ٔ‫َاؾك‬ُُٛ ٔ‫ٓ ب‬ٜ٫‫إ‬٢ ٠١ْٝٚ ٌْ ُ‫ع‬ٚ ٍْٛ‫ُِِ ق‬ٝ‫طتَٔك‬ ِ َٜ Artinya: ―Para ulama berkata: „Tidak akan lurus perkataan kecuali dengan perbuatan, tidak akan lurus perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan tidak akan sempurna perkataan dan perbuatan serta niat kecuali dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam”.11 Dalam menyikapi dua syarat diterimanya amalan ibadah tersebut, manusia dibagi menjadi empat golongan. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim dalam Madarij al-Salikin (1/95-97), yang kesimpulannya adalah sebagai berikut: 1. Kelompok Muwahid, yaitu orang yang dalam amalannya menyempurnakan kedua syarat di atas, yakni ikhlas dan mutaba‘ah, secara terintegrasi. Mereka adalah orang-orang menyembah kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Karena mereka mengikhlaskan amalan mereka hanya kepada Allah, dengan mengikuti syari‘at Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Mereka tidak beramal untuk 10Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Maktabah Darus Salam, Volume III, hlm. 120121 11Ibnu Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9, Al-Baghdadi, Iqtidha’ Al-Ilm Al-Amal, Beirut: Maktab Al-Islami, 1397H. , hlm. 29, Ibn Bathah Al-Ukbari, Al-Ibanah, Vol. 2, hlm. 803

5 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

manusia, karena mereka mengetahui bahwa pujian manusia sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat, sebagaimana cercaan mereka sama sekali tidak bisa mendatangkan kejelekan. Akan tetapi mereka mengikhlaskan ibadah secara zhahir dan batin untuk Allah, serta mereka jujur dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam. 2. Kelompok Zindiq, yaitu orang yang kehilangan ikhlas dan Ittiba‘ dalam amalannya. Dengan demikian, kelompok ini melakukan amalan hanya karena makhluk dan kepentingan duniawi, sehingga mereka tidak lagi mementingkan Ittiba‘ sunah Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam dalam amalannya tersebut. 3. Kelompok Mubtadi‟ah, yaitu orang yang beramal dengan ikhlas, tapi tanpa Ittiba‘. Hal ini berawal dari kejahilan dalam mengamalkan syari‘at, sehingga beribadah tanpa berdasarkan ilmu. Akibatnya, kebanyakan dari mereka terjatuh dalam kebid‘ahan, yaitu amalanamalan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Hasilnya, amalan yang mereka lakukan tidak menambah dekat dengan Allah, tetapi amalan tersebut akan semakin membuat mereka jauh dari Allah. 4. Kelompok Munafik, yaitu orang yang melakukan Ittiba‘ dalam amalannya, tetapi meninggalkan keikhlasan. Hal ini disebabkan karena riya‘ dan mencari tujuan duniawi yang sifatnya fana, sehingga amalan ibadahnya mengharapkan pujian manusia, dan kedudukan di sisi mereka. Hasilnya, amalan-amalan tersebut adalah sia-sia di sisi Allah.12 Dua syarat diterima suatu amalan ibadah tersebut, akan dijelaskan dalam uraian berikut ini:

1. Al-Ikhlas a.

Pengertian (Ta‟rif)

Ikhlas secara bahasa (lughah) memiliki beberapa makna, di antaranya adalah sebagai berikut:

12 Ibnu Qayyim, Bada’i Al-Fawaid, Mekah: Maktabah Nizar Musthafa, 1416H. , Vol. 4, hlm. 952, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarij al-Salikin, Vol. I, hlm. 95-97

6 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

1) Al-Tashfiyah, Al-tanqiyah, Al-Tahdzib, yaitu memurnikan sesuatu dari segala macam campuran. 2) Al-Tauhid, yaitu mengesakan. 3) Al-Takhshish, yaitu mengkhususkan. 4) Al-Najah, yaitu selamat dari sesuatu. 5) Al-Ihsan, yaitu memperbaiki dan menyempurnakan.13 Adapun secara istilah, para ulama berbeda redaksi (ibarah) dalam menggambarkanya, tetapi pada intinya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah menyelamatkan ibadah dari pamer (riya‘) kepada makhluk. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mensucikan amal dari sifat ujub, dan segala macam penyakit hati (afat al-qulub).14 Al Harawi mengatakan: ―Ikhlas ialah, membersihkan amal dari setiap noda. ―Ulama yang lain berkata, ‗Seorang yang ikhlas ialah seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi (dzarrah)‖.15 Sementara Fudhail bin ‗Iyadh berkata: ―Meninggalkan amal karena manusia adalah riya‘. Dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah, apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya‖.16 Sa‘id bin Zubair mengatakan: ―ikhlas adalah mensucikan diri dalam melakukan amal dari segala sifat riya, dan menjadikan amalan ibadah hanya karena Allah‖.17 Al-Qurthubi berkata:‖ikhlas adalah memurnikan amalan ibadah dari campuran kepentingan duniawi‖.18 Ibn Hajar Al-Ashqalani berkata: ―ikhlas bermakna ihsan, yaitu seseorang 13Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah Munawarah: Dar Althaibah, 1987, hlm. 184, Ibn Faris, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Libanon: Dar Al-Fikr, 1415 H. , hlm. 327, hlm. 6, Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H. , Vol. 10, hlm. 589 14Abdul Lathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar, Darul Wathan, 1412 H. , www. alabdullatif. islamlight. net, hlm. 5, Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, Beirut: Al-Maktabah Al-Ashriyah, 1420 H. , Vol. 4, hlm. 502 15Ibid 16Ibn Qayyim, Madarijus Salikin, Kairo: Darul Hadits, Vol. 2, hlm. 95-96 17Al-Marwazi, Ta’dzim Al-Shalat, Madinah Munawarah: Maktabah Al-Dar, 1406 H. , Vol. 2, hlm. 566 18Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Kairo: Dar Al-Hadist, 1414 H. , Vol. 2, hlm. 151

7 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

melakukan amal ibadah, seakan-akan Ia melihat Allah, atau merasa bahwa dirinya selalu dilihat oleh Allah‖.19 Dari uraian singkat pendapat para ulama di atas, dapat dikatakan bahwa ikhlas adalah seseorang berniat dengan amal ibadahnya, hanya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah semata, bukan karena mencari pujian manusia, atau mencari kepentingan duniawi. Dengan demikian, seseorang akan selalu memperbaiki amalannya, dengan cara mentauhidkannya dan tidak mensyirikkan amalan tersebut kepada selain Allah. b. Dalil-Dalil tentang Ikhlas Adapun mengenai dalil-dalil yang menjelaskan tentang pentingnya ikhlas dalam melakukan amalan ibadah, adalah terdapat di dalam AlQur‘an dan Al-Sunah. Dalil-dalil dari Al-Qur‘an tentang ikhlas adalah sebagai berikut:

‫أسَدّا‬ٜ ٘ٔٚ‫ٔ زَب‬٠‫ ٔبٔعبَا َد‬ٝ‫ى‬٢‫ػِس‬ُٜٜ٫َٚ ‫ ؾَأيشّا‬ٟ٬ََُ‫عٌَُِِ ع‬ًَٜٝٞ‫ٔ٘ ؾ‬ٚ‫َ زَب‬٤‫آ‬ٜ‫ائك‬ُٛ‫َ ِسد‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ؾ‬ “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb- nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

ٜ‫ذَئو‬َٚ ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصٖن‬ُٛ‫ِت‬٪َُٜٚ ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ُك‬َٜٚ ٤‫ا‬ٜ‫َٔ ُسَٓؿ‬ٜٚ‫ُ٘ ايد‬ٜ‫َ٘ َُؼًِٔؿٔ َني ي‬٤ً‫ا اي‬ُٚ‫ ِعبُد‬َٝٔ‫اي‬٤‫ي‬٢‫ا إ‬ُٚ‫أَٔس‬ٝ ‫ََا‬َٚ ٔ١َُٚٝ‫ك‬ٜ ٞ‫ ُٔ اي‬ٜٔ‫د‬ “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Bayyinah: 5)

َٜٔٓٔ‫ُٓ٘ ايد‬ٜ‫َٓ٘ َُؼًِٔؿّا ي‬ًٜ‫أ ِعبُ َد اي‬ٜ ِٕٜ‫ت أ‬ ُ ِ‫أَٔس‬ٝ ْٞٓٔ٢‫ ٌِ إ‬ٝ‫ق‬

19Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H. , Vol. 10, hlm. 589

8 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Katakanlah: „Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.‘‖ (QS. Al-Zumar: 11)

٢ًِٜ‫أع‬ٜ ٞ‫ٔ٘ اي‬ٚ‫دِ٘ٔ زَب‬َٚ ٤‫ا اِبتٔػَا‬٤‫ إي‬٣َ‫ ُتذِص‬١َُِٕ‫ْع‬ٚ َٔٔ َُٙ‫أسَدٕ عٔٓد‬ٜ ٔ‫ََاي‬َٚ “Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.‖ (QS. Al-Lail: 19 – 20)

‫زّا‬ٛٝ‫ا غُه‬ٜ‫َي‬ٚ ٤‫ِِ دَصَا‬ٝ‫دُ َٔٓه‬ٜ٢‫ا ُْس‬ٜ‫ٔ٘ ي‬٤ً‫دِٔ٘ اي‬َٛ ٔ‫ ِِي‬ٝ‫عُُٔه‬ٛٞ ُْ ‫إَُْٖا‬ “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insaan: 9)

‫ََا‬َٚ ‫تٔ٘ٔ ََِٔٓٗا‬٪ُْ ‫َا‬ِْٝٗ‫دُ سَسِخَ ايد‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬َٚ ٔ٘ٔ‫ سَسِث‬ٞٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫دِ ي‬٢‫ َْص‬٠َٔ‫آػٔس‬ٞ‫خ اي‬ َ ِ‫دُ سَس‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬ ‫ب‬ٝٔ‫ٔ َٔٔ ْٖؿ‬٠َ‫آػٔس‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ ُ٘ ؾ‬ٜ‫ي‬ “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.‖ (QS. Asy-Syuuraa: 20)

َُٕٛ‫ُبؼَط‬ٜ ‫ا‬ٜ‫َٗا ي‬ٝٔ‫َُِٖ ؾ‬ٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫يُِٗ ؾ‬َِٰٜ‫ع‬ٜ‫ِ أ‬٢ٜٗٝ‫ي‬٢‫ف إ‬ ٚ َُْٛ ‫ََٓتَٗا‬ٜ٢‫ش‬َٚ ‫َا‬ْٝٗ‫ ٱيد‬ٜ٠َٰٜٛٝ‫دُ ٱحل‬ٜ‫س‬٢ ُٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََٔ ن‬ ‫بَٰطٌٔ َٖا‬َٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫ا ؾ‬ُٞٛ‫ ََا ؾََٓع‬ٜ‫ َسبٔط‬َٚ ُ‫ا ٱيٖٓاز‬٤‫ي‬٢‫ إ‬٠َٔ‫ ٱ٭ػٔس‬ٞٔ‫يُِٗ ؾ‬ٜ ‫ظ‬ َ ٜٝ‫َٔ ي‬ٜٔ‫ير‬٤‫ ٱ‬ٜ‫ٔو‬٥ٍَِٰٚ ‫أ‬ٝ ًََُٕٛٝ‫َع‬ٜ ٞ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ن‬ “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu.‖ (QS. Hud: 15-16) 9 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dalil-dalil dari Al-Sunah tentang ikhlas adalah sebagai berikut: Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam seraya berkata, ‖Bagaimanakah pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?‖ Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menjawab, ‖Dia tidak mendapatkan apa-apa. ‖ Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

ُُِ٘ٗ‫َد‬ٚ ٔ٘ٔ‫َ ب‬ٞٔ‫ ابُِتػ‬َٚ ٟ‫ُ٘ ػَائؿا‬ٜ‫ا َٕ ي‬ٜ‫ ََا ن‬٤٫٢‫ٌ إ‬٢ ََُ‫كبٌَُ َٔ َٔ ايع‬ٞ َٜ ٜ٫ ٜ‫ٕٖ اهلل‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.‖20 Dari Amirul Mu‘minin, Abi Hafs Umar bin Al Khathab, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫اَْتِ ٖٔذِسَتُ ُ٘ إ‬ٜ‫ َُ ِٔ ن‬ٜ‫ ؾ‬.٣ََْٛ ‫ ََا‬٣٨٢‫ اَِس‬ٌٚٝ‫َُْٖائه‬٢‫َإ‬ٚ ٔ‫ٖات‬ٝٓٚ‫٭عَُِاٍُ بٔاي‬ٜ ‫ا‬ٞ ‫َُْٖا‬٢‫إ‬ ُُ٘‫ٗذِسَت‬٢‫ؾ‬ٜ ‫شَٗا‬ ُ ‫ِٓ ٔه‬َٜ ٕ٠‫أ‬َٜ‫ِ اَِس‬ٜٚ‫ُبَٗا أ‬ِٝٔ‫ُؿ‬ٜ ‫َا‬ُِْٝ‫اَْتِ ٖٔذِسَتُ ُ٘ئد‬ٜ‫ َ ِٔ ن‬َٚ ،ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُ ُ٘ إ‬٢‫ؾ‬ٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ ََا َٖادَ َس إ‬٢ٜ‫ي‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”21

20HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8. 21HR. Muslim, no: 1907

10 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, Allah berfirman (hadits qudsi):

ُٜ٘‫غٔسِن‬َٚ ُُ٘‫نت‬ٞ َ‫ تَس‬ٟ٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ٞٔ‫ِ٘ٔ َع‬ٝ‫ى ٔؾ‬ٜ َ‫أغِس‬ٜ ٬ ٟ ََُ‫سِىٔظ ََٔ عٌََُٔ ع‬ٚ‫ٔ ايػ‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ا‬ٜ‫ ايػٗسَن‬٢َٓ‫غ‬ٞ ‫أ‬ٜ ‫َْا‬ٜ‫أ‬ Aku tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah yang ia menyekutukan selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya.22 2. Al-Ittiba’ a. Pengertian (Ta‘rif) Al-Ittiba‘ secara bahasa bersumber dari mashdar ittaba‟a, yang bermakna al-talwu, al-qafwu, al-i‟timam, yaitu mengikuti sesuatu. Dikatakan mengikuti sesuatu jika berjalan mengikuti jejaknya dan mengiringinya. Kata ini berkisar pada makna menyusul, mencari, mengikuti, meneladani dan mencontoh. Dikatakan Ittiba‟ kepada AlQur‘an, bermakna mengikutinya dan mengamalkan kandungannya. Dan Ittiba‟ kepada Rasul Shalallahu „Alaihi wa Sallam, bermakna meneladani, mencontoh dan mengikuti sunah-sunahnya.23 Adapun secara istilah syar‘i, Al-Ittiba‟ adalah mengikuti petunjuk Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam melaksanakan amalan ibadah, baik dalam keyakinan (i‟tiqad), perkataan (qauliyah), perbuatan (fi‟liyah) dan di dalam perkara-perkara yang ditinggalkan.24 Ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam keyakinan akan terwujud dengan meyakini apa yang diyakini oleh Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam perkataan, akan terwujud dengan melaksanakan kandungan dan makna-makna dari sabda Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam,. Ittiba‘ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dalam perbuatan akan terwujud dengan meneladani semua apa yang telah dilakukan Rasulullah dalam bentuk sunah fi‟liyah.

22HR. Muslim, no. 29985 23Ibn Faris, Maqayis Al-Lughah, Vol. I, hlm. 362 24Ibn Qayyim, Al-Fawa;id,Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1393H. , hlm.199

11 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Jadi, Ittiba‘ merupakan konsekuensi syahadat yang kedua yaitu Muhammad Rasulallah, persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sebuah ikrar yang di dalamnya terdapat pengakuan atas kerasulan Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Dengan demikian, syahadat tersebut mengandung maksud bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam adalah benar, sehingga harus diimani dan diamalkan. Oleh karena itu, wajib bagi seorang muslim untuk ittiba‟ kepada Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, dengan taat terhadap apa yang diperintahkannya dan membenarkan apa yang diberitakannya serta menjauhi apa yang dilarang dan diancamnya. Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. b. Dalil-Dalil tentang Al-Ittiba‟ Adapun mengenai dalil-dalil yang menjelaskan tentang pentingnya Ittiba‟ dalam melakukan amalan ibadah, adalah terdapat di dalam AlQur‘an dan Al-Sunah. Dalil-dalil dari Al-Qur‘an,

ِْٝٔ‫زْ زَس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫ُ٘ غ‬٤ً‫َاي‬ٚ ِِٝ‫بَه‬ُُْٛ‫ِِ ذ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ػِؿٔ ِس ي‬َٜٚ ُ٘٤ً‫ ُِ اي‬ٝ‫شبٔبِه‬ ِ ُٜ ْٞٔٛ‫اتٖٔب ُع‬ٜ‫ َ٘ ؾ‬٤ً‫ َٕ اي‬ٛٗ‫شب‬ ٔ ‫نِٓتُ ِِ ُت‬ٝ ِٕ ٢‫ ٌِ إ‬ٝ‫ق‬ “Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

‫ ِِ سَ َسدّا‬٢ٗ‫ط‬ ٔ ‫ؿ‬ٝ ِْٜ‫ أ‬ٞٔ‫ا ؾ‬ُٚ‫َذٔد‬ٜ ‫ا‬ٜ‫َُِِِٓٗ ثُ ِٖ ي‬ٝ‫غذَسَ َب‬ َ ‫َُا‬ٝٔ‫ى ؾ‬ٜ ُُِّٛ‫ُشَه‬ٜ ٢ٖ‫َٕ َست‬َُِٛٓٔ٪ُٜ ‫ا‬ٜ‫ ي‬ٜ‫و‬ٚ‫زَب‬َٚ ‫ا‬ًٜٜ‫ؾ‬ ‫ُّا‬ًِٝٔ‫ا تَط‬ًَُُِّٛ‫ُط‬َٜٚ َ‫ت‬َِٝ‫ك‬ٜ‫َُٖٔا ق‬ “Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.‖ (QS. An-Nisa`: 65)

ِِٝ‫ه‬ِٝٔٝ‫ش‬ُٜ ‫ ِِئَُا‬ٝ‫إذَا دَعَان‬٢ ٍ٢ ُٛ‫َئًسٖض‬ٚ ٔ٘٤ًٔ‫اي‬ُٛ‫ب‬ٝٔ‫ضتَذ‬ ِ ‫ا ا‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َا أ‬ٜ 12 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah engkau penuhi panggilan Allah dan RasulNya, apabila Dia memanggil kepada apa-apa yang menghidupkan kamu.” (Al-Anfaal: 24)

ٔ‫اب‬ٜ‫يعٔك‬ٞ‫ ُد ا‬ٜٔ‫َٓ٘ غَد‬ًٜ‫َٕٓ اي‬٢‫ٓ َ٘ إ‬ًٜ‫ا اي‬ٛٝ‫َاتَٓك‬ٚ ‫ا‬ُٛٗ‫اَِْت‬ٜ‫ِِ َعِٓ ُ٘ ؾ‬ٝ‫ََا ََْٗان‬َٚ ُُٙٚ‫ؾؼُر‬ٜ ٍُ ُٛ‫ ُِ ايسَٓض‬ٝ‫تَان‬ٜ‫ََا آ‬َٚ “Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

َٜٔٔ‫نتُبِٓا َ َع ايػٖأٖد‬ٞ ‫ا‬ٜ‫ ٍَ ؾ‬ُٛ‫َاٖتبَ ِعَٓا ايسٖض‬ٚ َ‫ت‬ٞ‫ِْصَي‬ٜ‫زَبٖٓا آَٖٓا بُٔا أ‬ “Ya Allah, kami beriman dengan apa yang telah engkau turunkan, dan kami telah mengikuti (Ittiba‟) Rasul, maka catatlah kami dalam golongan orang yang bersaksi. (QS. Ali Imran: 53) Dalil-dalil dari Al-Sunah,

ًٜ٘ٓ‫ اي‬٢َ‫دِ عَؿ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ْٔ‫َِٔ عَؿَا‬َٚ ، ًَٜ٘ٓ‫ا َع اي‬ٜ‫ط‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ٔٓ‫ا َع‬ٜ‫ط‬ٜ‫َ ِٔ أ‬ “Siapa yang taat kepadaku maka dia telah taat kepada Allah dan siapa yang durhaka kepadaku maka dia telah durhaka kepada Allah.‖ (HR. Bukhari)

َِٔ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٢َ‫ب‬ٞ‫َأ‬ٜ ََِٔٚ ٔ٘٤ً‫ ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ ق‬.٢َ‫ب‬ٜ‫ َ ِٔ أ‬٤٫٢‫ إ‬، ٜ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ َٕ ا‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٜ ٢ٔ‫أَٖت‬ٝ ٌٗ ٝ‫ن‬ .٢َ‫ب‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ْٔ‫ َِٔ عَؿَا‬َٚ ، ٜ١ٖٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ َدػَ ٌَ اي‬٢ٔٓ‫ا َع‬ٜ‫ط‬ٜ‫أ‬ “Semua umatku akan masuk jannah (surga), kecuali orang-orang yang enggan”. Para shahabat bertanya: Ya Rasulullah siapa orang enggan itu? Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menjawab: “Barang siapa yang mentaatiku maka dia kan masuk jannah, dan barang siapa yang memaksiatiku maka sungguh dia telah enggan.“ (HR. Bukhari)

ْٓ‫َ زَد‬ُٛٗ‫ؾ‬ٜ ‫أَِسَُْا‬ٜ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬ٜ ‫ا‬ًََُٟ‫َِٔ عٌََُٔ ع‬ 13 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Artinya: Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada asalnya dari agama kita maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)

ٙ‫َ زَد‬ُٜٛٗ‫ٔ٘ ؾ‬ٝٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٜٝ‫َْا َٖرَا ََا ي‬٢‫أَِس‬ٜ ٞٔ‫خ ؾ‬ َ َ‫أسِد‬ٜ ِٔ َ “Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apaapa yang bukan darinya maka dia tertolak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

ًَِّٞ‫ؾ‬ٝ‫ أ‬ُُُْٞٔٛ‫ت‬ِٜٜ‫َُا زَأ‬ٜ‫ا ن‬ٛ٥ًَ‫ؾ‬ “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”25

٣َ‫َس‬ٝ‫ط‬ َ ‫ؾ‬ٜ ِِ ٝ‫عٔؼِ َِٔٓه‬َٜ َِٔ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ْظ ؾ‬ٞٔ‫ِٕ َعبِدْ َسَبػ‬٢‫َإ‬ٚ ٔ١َ‫اع‬٤ٛ‫َاي‬ٚ ٢‫َايطُِٖع‬ٚ ٔ‫ اهلل‬٣َٛ‫ك‬ٞ َ‫ِِ ٔبت‬ٝ‫ِه‬ٝ‫ؾ‬ ٔ ِٚ‫أ‬ٝ ‫ِا ٔبَٗا‬ٛ‫ه‬ٝ ٖ‫َٔظ تََُط‬ِٜٔ‫ِ َٔ ايسٖاغٔد‬ٜٝٚٔ‫ َُِٗد‬ٞ‫ اي‬٤ٔ‫ا‬ٜ‫ؿ‬ًُٜ‫يؼ‬ٞ‫ ا‬١ٖٔٓ‫ض‬ ُ َٚ ٞٔ‫طٖٓت‬ ُ ‫ِِ ٔب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ‫ِسّاظ‬ٝ‫نٔج‬ٜ ‫ا‬ٟ‫ؾ‬ٜ٬ٔ‫ا ِػت‬ ٔ‫َادٔر‬ٖٛٓ‫َٗا بٔاي‬ًَِٜٝ‫ِا ع‬ٛ‫ك‬ ٗ َ‫ع‬َٚ “Saya berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat (kepada pemerintah) walaupun (pemerintah tersebut) seorang budak Habasyi. Karena sesungguhnya barangsiapa yang tetap hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka wajib atas kalian (untuk mengikuti) sunnahku dan sunnah khulafa` yang mendapatkan hidayah dan petunjuk. Berpegangteguhlah kalian dengannya serta gigitlah ia dengan gigi geraham kalian”. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`) Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu „anhuma dari Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam beliau bersabda:

25HR. Buhari, no. 631

14 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢‫ز‬َُٛٝ‫أ‬ٞ‫غَ ٗس اي‬َٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٣َ‫ ُٖد‬٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ِ ُس ا‬ٝ‫ َػ‬َٚ ٔ٘٤ً‫ب اي‬ ُ ‫ح ٔنتَا‬ ٔ ٜٔ‫يشَد‬ٞ‫ِ َس ا‬ٝ‫ٕٖ َػ‬٢‫إ‬ٜ‫أَٖا َبعِ ُد ؾ‬ٜ ٕ١َ‫ٌٗ بٔ ِدع‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١َ‫ٕ بٔ ِدع‬١َ‫ٌٗ َُشِدَث‬ٝ‫َن‬ٚ ‫ َُشِدَثَاُتَٗا‬٢‫ز‬َُٛ‫أ‬ٝ ٞ‫َغَ ٗس اي‬ٚ٠١ٜ‫اي‬ًَٜ‫ٕ ق‬١َ‫ٌٗ بٔ ِدع‬ٝ‫َن‬ٚ ‫َُشِدَثَاُتَٗا‬ ٢‫ ايٖٓاز‬ٞٔ‫ ؾ‬١ٕٜ‫اي‬ًَٜ‫ٌٗ ق‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫اي‬ًَٜ‫ق‬ “Amma ba‟du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid‟ah dan setiap bid‟ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam neraka. (HR. Muslim dan An-Nasa`i) c. Kriteria Amalan Yang Mutaba‟ah Ukuran yang menunjukkan bahwa kita telah mewujudkan Ittiba‟ kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam dalam ibadah, adalah dengan terwujudnya 6 kriteria, sebagaimana berikut ini: 1) Sebab pelaksanaannya (as-sabab) Dalam masalah ibadah, sebab pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka siapa saja yang beribadah dengan sebab yang tidak sesuai dengan tuntunan syari‘at, maka ibadah tersebut akan berubah menjadi perbuatan bid‘ah. Sebagai contoh, seseorang shalat dua rakaat disebabkan mendengar suara petir, atau menyembelih hewan kurban sebab menyambut datangnya tahun baru Masehi. 2) Jenis (an-nau‟/al-jinsu) Dalam masalah ibadah, jenis yang dipilih harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka apabila ada yang menyelisihinya, maka dampaknya akan terjadi penyimpangan ibadah. Misalnya dalam masalah udhiyah (hewan kurban), syari‘at telah menentukan jenisnya yaitu harus dari jenis bahimatul an‟am (onta, sapi, domba, dan kambing). Bila ada seseorang yang berkurban (udhiyah) dengan jenis kuda atau ayam, maka ibadah kurbannya tersebut tidak sah, bahkan digolongkan dalam amal bid‘ah. 15 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

3) Ukuran (al-qadr) Dalam masalah ibadah, ukurannya harus sesuai dengan apa yang telah diukur oleh syari‘at, maka apabila ada seseorang yang shalat Zhuhur 6 raka‘at atau shalat magrib 7 raka‘at, maka shalat Zhuhurnya dan Magribnya tersebut, tidak diterima karena menyelisihi syari‘at. 4) Sifat (as-sifat) Dalam masalah ibadah, sifatnya harus sesuai dengan apa yang telah disifati oleh syari‘at, maka ada orang yang wudhu menyelisihi sifat wudhu Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam seperti mendahulukan mencuci kaki sebelum mencuci wajah atau seseorang yang mengawali shalat dengan salam, dan mengahiri dengan takbiratul ihram-, maka kedua ibadah seperti ini tidak akan diterima, karena menyelisihi sunah Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam. 5) Waktu Pelaksanaannya (al-zaman/al-waqtu) Dalam masalah ibadah, waktu pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari‘at, maka apabila ada orang yang menyembelih udhhiyahnya sebelum shalat idul Adh-ha, maka tidak dianggap sebagai udhhiyah. Karena waktu disyari‘atkannya udhhiyah (menyembelih) di hari Iedul Adhha adalah setelah shalat Ied, bukan sebelumnya. 6) Tempat Pelaksanaannya (al-makan) Dalam masalah ibadah, tempat pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah tentukan oleh syari‘at, maka apabila ada orang yang beri‘tikaf di kamar rumahnya atau pergi melakukan thawaf kepada Allah di kuburan. Kedua ibadah ini tidak akan diterima, karena i‘tikaf tempat disyariatkannya adalah di masjid. Sedangkan thawaf hanya diperbolehkan di Ka‘bah.26 d. Urgensi Niat dalam Ibadah Islam sangat memperhatikan masalah niat, karena niat adalah ruh amal ibadah dan inti sarinya (lubb). Perbuatan tanpa niat bagaikan jasad

26Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin, Al-Ibda' fi Kamaalisy-Syar'i wa KhothrulIbtida', hm. 21-23

16 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

tanpa ruh, sehingga dapat dikatakan amalan tanpa niat ikhlas adalah tiada bermakna, dan menghilangkan pahala dari kebaikan yang dilakukan. Bahkan Imam Syafi‘i menegaskan, bahwa niat adalah mencakup sepertiga ilmu agama ini, dan merangkum 70 (tujuh puluh) bab fiqih. Lebih dari itu, Ibnu Rajab mengatakan bahwa niat adalah pilar agama, tanpa niat agama ini akan runtuh.27 Oleh karena itu, niat adalah fondasi dasar (asas) dari amalan ibadah, yang dapat membedakan antara sah, dan rusaknya suatu ibadah, atau diterima dan ditolaknya suatu amalan ibadah. Perbuatan bisa dikatakan sah jika niatnya juga sah, begitu juga sebaliknya, jika niatnya rusak, maka amalannya juga dikatakan rusak, tentunya hal ini sangat menentukan kesesuaian dengan balasan yang akan diterima di dunia dan di akhirat.28 Ibn Qayyim mengibaratkan niat yang ikhlas, bagaikan sebatang pohon yang tertanam di dalam hati, yang cabang-cabangnya adalah amal-amal, sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik, maka buah dari niat yang berupa tauhid dan keikhlasan di dunia pun akan tetap mengalir. Adapun syirik, kedustaan, dan riya‘ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim ayat 24-26 berikut ini,29

27Ibnu Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9 28 Ibn Qayyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaq-qi’in, Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, Vol. 4, hlm. 250 29Ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Fawa’id, hlm. 158

17 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٞٔ‫ ِسعَُٗا ؾ‬ٜ‫َؾ‬ٚ ْ‫ًَٗا ثَابٔت‬ِٝ‫ؾ‬ٜ‫ٕ أ‬١َ‫ٔب‬ٝٓ‫ط‬ٜ ٕ٠َ‫ػذَس‬ َ ‫ن‬ٜ ٟ١َ‫ٔب‬ٜٝٓ‫ ط‬ٟ١ًَُٜٔ‫ ن‬٬َ‫ُ٘ َج‬٤ً‫ِـَ قَ َسبَ اي‬ٜٝ‫ِِ تَسَ ن‬ٜ‫أي‬ ٌَُ‫َج‬َٚ َُٕٚ‫س‬٤‫تَرَن‬َٜ ًُِِٗ٤َ‫يع‬ٜ ٢‫ُ٘ ا٭َِجَاٍَئًٖٓاع‬٤ً‫سبُ اي‬٢ ِ‫َك‬ٜٚ ‫ زَٓبَٔٗا‬٢ِٕ‫ذ‬٢‫ بٔإ‬٣‫ٌٖ سٔني‬ٝ‫ًَٗا ن‬ٜٝ‫ن‬ٝ‫ أ‬ٞٔ‫ِت‬٪‫ٔ ُت‬٤‫ايطَُٖا‬ ٣‫سَاز‬ٜ‫يَٗا َٔ ِٔ ق‬ٜ ‫ ََا‬٢‫ ا٭زِض‬٢‫ِم‬ٛ‫ؾ‬ٜ ِٔ َٔ ِ‫ ا ِدُتجٖت‬١َٕ‫ج‬ٝٔ‫ٕ َػب‬٠‫ػذَ َس‬ َ ٜ‫ ن‬١َٕ‫ج‬ٝٔ‫ٕ ػَب‬١ًَُٜٔ‫ن‬ “Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim: 24-26) 

Pengertian (Ta‟rif) Tentang Niat Niat secara lughah berasal dari kata an-nawa (

), yang bermakna

al-qashdu (bermaksud), al-iradah (berkeinginan), al-azimah (bertujuan), alibtigha (mencari).30 Adapun niat menurut istilah syar‘i adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah, yang diiringi dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.31 Dalam Al-Qur‘an banyak menjelaskan masalah niat dalam beberapa nash dan istilah yang beragam, walaupun niat tidak disebutkan secara langsung, tetapi substansinya berpusat pada niat, tujuan dan keikhlasan. Firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam al-quran surat alBayyinah ayat ke-5 dan Surat al-Zumar ayat 2 dan 11, Surat al-A‘raf ayat 29, Surat al-Ghafir ayat 14 dan 65, dan Surat Luqman ayat 32. Di dalam ayat-ayat tersebut, secara detail menjelaskan tentang urgensi ikhlas sebagai ruh dari sebuah niat. Niat juga diungkapkan dengan menggunakan istilah al-iradah (keinginan). Hal ini dapat dilihat di dalam Al-Quran Surat al-Isra‘ ayat 19, al-Furqan ayat 62, al-Qoshash ayat 19, al-Baqarah ayat 233 dan 228, Surat Hud ayat 88. Di dalam ayat-ayat 30Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah Munawarah: Dar Althaibah, 1987, hlm. 687, Ibnu Manzhur, Lisanul ‘Arab, Beirut: Daar Ihya at Turats al-’Arabi, Vol. 14, hlm. 343 31Ibid

18 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

tersebut al-iradah diungkapkan dalam makna yang berbeda-beda dalam konteks yang beragam pula, tetapi semua iradah (keinginan) tersebut dikembalikan pada niat dan tujuan. Niat juga diungkapkan dengan kata al-ibtigha‟ (tujuan, sasaran atau target). Misalnya di dalam Al-Qur‘an surat an-Nisa‘ ayat 94, at-Tahrim ayat 1, al-Qashash ayat 55, dan Ali ‗Imran ayat 5 dan ayat 85, dan di dalam surat al-Ra‘d ayat 22 dan al-Isra‘ ayat 28. Di dalam ayat-ayat tersebut al-ibtigha‟ muncul dalam konteks larangan maupun perintah. Dengan demikian, perbuatan yang diperintahkan membutuhkan niat, perbuatan yang dilarang pun juga membutuhkan niat. Adapun dalam pandangan Al-Sunah, niat selalu dikaitkan dengan maksud dan tujuan seseorang dalam melakukan amalan ibadah. Jika tujuannya karena Allah maka hal itu disebut ikhlas, dan jika karena manusia atau kepentingan duniawi, maka niat tersebut berubah menjadi riya‘. Selain itu, Rasulallah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menjadikan niat sebagai salah satu syarat sahnya suatu amalan, sehingga suatu amalan tiada bernilai pahala jika tanpa disertai dengan niat. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist Umar bin Khatthab berikut ini.

ٍَِٛ‫ض‬ ُ َ‫ ضَُٔ ِعتُ ز‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ٓابٔ زَق‬ٜٛ‫ؼ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٔ‫ عَُُسَ ِب‬٣‫ـ‬ٞ‫ِ سَؿ‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َِٔ أ‬َٝٓٔٔ٪ِ ُُ ٞ‫ اي‬٢‫ِس‬َٜٝٔ‫َعِٔ أ‬ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫اَْتِ ٖٔذِسَتُُ٘ إ‬ٜ‫ َُِٔ ن‬ٜ‫ ؾ‬.٣ََْٛ ‫ ََا‬٣٨٢‫ٓ اَِس‬٢ٌٝ‫ََُْٓا ئه‬٢‫َإ‬ٚ ٔ‫َٓات‬ٝٔٓ‫٭عَُِاٍُ بٔاي‬ٜ ‫ا‬ٞ ‫ََُْٓا‬٢‫ إ‬٪ٍُِٛ ‫ك‬ٝ َٜ ٔ‫اهلل‬ ‫شَٗا‬ ُ ‫ِٓ ٔه‬َٜ ٕ٠‫أ‬َٜ‫ِ اَِس‬ٜٚ‫ُبَٗا أ‬ِٝ‫ؿ‬ ٔ ُٜ ‫َا‬ُِْٝ‫اَْتِ ٖٔذِسَتُُ٘ ئد‬ٜ‫َِٔ ن‬َٚ ،ٔ٘ٔ‫ِي‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ز‬َٚ ٔ‫ اهلل‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُُ٘ إ‬٢ ٜ‫ِئ٘ٔ ؾ‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ز‬َٚ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ ََا َٖادَ َس إ‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٗذِسَتُ ُ٘ إ‬٢‫ؾ‬ٜ “Dari Amir al-Mu‟minīn, Abu Hafsh „Umar bin al-Khaththab ra, dia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya dan setiap orang pun (akan dibalas) sesuai dengan yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang-siapa yang hijrahnya karena urusan duniawi yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut.” (HR. Buhari dan Muslim) 19 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Fungsi Niat (Fawaid al-Niyah) dalam Ibadah Fungsi niat dalam amalan ibadah ada dua perkara, yaitu:

1. Pertama: membedakan antara ibadah dengan adat (tamyiz al-„ibadat „an al-„adat). Misalnya seseorang duduk di masjid untuk istirahat atau i‘tikaf, hal ini dapat dibedakan dengan niatnya. Demikian juga menyerahkan harta kepada orang lain, apakah akadnya hibah, hadiyah, atau wadi‘ah, atau zakat, sedekah biasa atau sebagai kaffarat. Semua itu, akan dibedakan dengan niatnya. 2. Kedua, membedakan antara peringkat ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya (tamyiz mzrztib zl-„ibadat ba‟dhuha min ba‟dhin). Misalnya macam-macam shalat ada yang fardhu dan ada pula yang sunnah, demikian juga apakah bersifat qadha‘ atau ada‘.32 

Waktu Niat dan Tempatnya

Menukil kesepakatan ulama, Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa waktu niat itu di awal melakukan amalan ibadah. Adapun tempat niat adalah di hati, bukan diucapkan dengan lisan,33 kecuali waktu tertentu yang disunahkan untuk melafazkan niat, seperti ketika haji dan umrah, dengan mengatakan: "Labbaik Allahumma Hajjan" (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji), atau "Labbaik Allahumma 'Umratan" (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah), sehingga apa yang ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata yang dilafazkan. Sebab Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam melafazkan niat haji dan juga melafazkan niat umrah. Maka demikian ini sebagai dalil disyariatkannya melafazkan niat karena mengikuti Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam. Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu seperti diajarkan oleh Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam dan mereka mengeraskan suara mereka.34

32Al-Zarkasyi, Al-Mantsur, Kuwait: Wuzarah Al-Auqaf Kuwait, 1405H. , Vol. 2, hlm. 285, IbnU Rajab, Jâmi’ al-’Ulûm wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu’assassah ar-Risalah, 1419H. , hlm. 9 33 Ibn Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, Vol. 26, hlm. 21-24. 34Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh UlamaUlama Besar Saudi Arabia, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, hlm. 80 83

20 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Besar Kecilnya Pahala Amalan Dzahir Tergantung Pada Kualitas Niatnya

Niat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pahala amalan dzahir yang kita lakukan, semakin niatnya ikhlas, semakin besar pula pahala yang akan kita dapatkan. Demikian juga sebaliknya, niat yang salah akan mempengaruhi rusaknya amalan yang kita lakukan, dan menghapus pahalanya. Oleh karena itu, menata niat sebelum melakukan amal adalah amat penting, sehingga amalan yang dilakukan terjaga pahalanya dan kualitasnya. Lebih jelasnya, kita tadaburi firman Allah berikut ini:

ِِٝ‫ َِٔٓه‬٣َٛ‫ك‬ٞ ٖ‫ ُ٘ ايت‬ٝ‫ََٓاي‬ٜ ِٔٔ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ ‫َُٖا‬٩‫ ٔدََا‬٫َٚ ‫ ََُٗا‬ُٛ‫ش‬ٝ‫ َ٘ ي‬٤ً‫ََٓا ٍَ اي‬ٜ ِٔ‫ي‬ٜ “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37) Dari ayat di atas, menunjukkan bahwa amalan dzahir yang berupa penyembelihan hewan kurban, ditentukan oleh kualitas niat dalam hatinya yang terwujud dalam bentuk ketaqwaan, sehingga bentuk dzahir berupa daging dan darah hewan kurban tidak sampai pada Allah, tetapi niatnya itulah yang sampai pada keridhaan Allah. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

ٔ‫ِب‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ََا ؾ‬َٚ ،ٔ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ ِدزَُٖا مبَا يف اي‬ٜ‫ؿػُسُ ق‬ ِ َٜٚ ‫ ِدزَُٖا‬ٜ‫ُِ ق‬ٝ‫ ِعع‬َٜ ٜ٠َ‫أٖس‬٤‫أعَُِاٍَ ايع‬ٜ ٞ‫ٕٖ اي‬ٜ‫أ‬ ٝ‫ اهلل‬٤٫‫إ‬٢ ٢ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫إ‬ٞ‫ِبٔ َٔ َٔ اي‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ِسَ ََا ؾ‬ٜٔ‫اد‬ٜ‫فُ َك‬٢‫عِس‬َٜ ٜ٫ ٌَُ‫اق‬ٜ‫تَؿ‬َٜ “Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah.”

21 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢ًُِٜٔٝ‫ٕٖ اي ٖسد‬٢‫َإ‬ٚ ،٢‫ف‬ٜ٬ِ‫إػ‬٢ٞ‫َاي‬ٚ ٢ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫ِبٔ ََٔٔ اإل‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫ ََا يف اي‬٢ٌُ‫اق‬ٜ‫اقٌَُ ٔبتَؿ‬ٜ‫أعَُِاٍَ َتتَؿ‬ٜ ٞ‫ٕٖ اي‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬ ٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ٤‫ِ َٔ ايطَُٖا‬ٝ‫َُا َب‬ٜ‫َُا ن‬٢َِٗٝ‫ت‬ٜ٬َ‫َِٔ ؾ‬ٝ‫ََب‬ٚ ‫َاسٔدّا‬ٚ ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫ا ََُُُٗا ؾ‬ٜ‫َِٕ َك‬ٛ‫ه‬ٝ َٝ‫ي‬ٜ “Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi”.35 Salah satu rahasia kenapa Allah menjadikan sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat Nabi lebih tinggi nilai pahalanya, dari pada beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Hal itu dikarenakan, kualitas niat para sahabat sangatlah tinggi, sementara kualitas niat kita tidak sebanding dengan niat mereka. Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

ُٜ٘‫ؿ‬ٝٔ‫ا َْؿ‬ٜ‫َي‬ٚ ِِٖٔٔ‫أسَد‬ٜ ‫ؼَ َُ ٖد‬ًَٜ‫أسُدٕ ذَ َٖبّا ََا ب‬ٝ ٌَ ِ‫لَ َٔج‬ٜ‫ِْؿ‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫أسَدَن‬ٜ ٖٕٜ‫ أ‬ِٛ ًٜٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ؾشَاب‬ ِ ٜ‫ا أ‬ٛٗ‫طب‬ ُ ‫ا َت‬ٜ‫ي‬ “Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan.” (HR. Bukhari dan Muslim) Al-Baydhawi mensyarah hadist ini, seraya berkata:

‫ ََا‬٢‫٭دِس‬ٜ ‫َا‬ٚ ٢ٌِ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫أسُدٕ ذَ َٖبّا ََٔ اي‬ٝ ٢ٌِ‫ام َٔج‬ٜ‫ِِ بٔإِْؿ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٍُ‫َٓا‬َٜ ٜ٫ ٔ‫ِح‬ٜ‫يشَد‬ٞ‫ ا‬٢َٓ‫َ ِع‬ ٌَ َ‫ك‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ُٕ ا٭‬٢‫از‬ٜ‫ُك‬ٜ ‫ُت ََا‬ٚ‫ا‬ٜ‫ضَببُ ايتٖؿ‬ َ َٚ ٔ٘ٔ‫ِؿ‬ٝ‫ؿ‬ ٔ َْ ِٚ‫أ‬ٜ ٣ّ‫عَا‬ٜ‫ ط‬ٚ‫ام َُد‬ٜ‫ِْؿ‬٢‫أسَدُُِِٖ بٔإ‬ٜ ٍُ‫َٓا‬َٜ ٔ١ٖٝٚٓ‫م اي‬٢ ِ‫َؾٔد‬ٚ ٢‫ف‬ٜ٬ِ‫إلػ‬٢ ‫ِ ٔد ا‬ٜ٢‫َِٔ َص‬ “Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun 35-Ibn Taimiyah, Minhaj alSunnah, Vol. 6, hl. 136-137

22 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar.‖36 Walhasil, niat yang berkualitas akan mempengaruhi kualitas suatu amalan ibadah yang kita amalkan. Dengan demikian, niat adalah bagian yang amat penting dalam struktur amal, sehingga baik tidaknya amal adalah ditentukan pada niat pelakunya.

36Redaksi ini sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari, Vol. 7, hlm. 34

23 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB II

FIKIH SHALAT

1. Kedudukan Shalat dalam Islam Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia yaitu sebagai rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat. Dari Ibnu Umar Radhiallahu „anhuma bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, "Islam itu didirikan atas lima pondasi, bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah Shubhanahu wa Ta‟alLa dan bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Shubhanahu wa Ta‟alla, mendirikan shalat, menunaikan zakat , berhaji dan melaksnakan puasa ramadhan‖. Shalat juga merupakan ibadah pertama yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wa Ta‟alla pada hari kiamat. Dari Abdullah bin Qarth Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, "Amal ibadah yang pertama yang akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya yang lain dan jika shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalannya yang lain‖. Shalat juga sebagai pembeda antara seorang muslim dengan orang yang kafir. Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, "Di antara seseorang dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat‖. Shalat juga sebagai tameng yang melindungi seseorang dari kemaksiatan. Allah berfirman: "Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.‖ (QS. Al-Ankabut: 45) Shalat juga sebagai alat yang dapat menghapuskan dosa. Dari Abi Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa 24 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Sallam bersabda: Bagaimanakah pendapat kalian jika ada sebuah sungai di hadapan pintu salah seorang di antara kalian dan dia mandi padanya lima kali sehari, maka apakah akan ada daki yang tertinggal pada badannya? Para shahabat berkata: Tidak ada daki yang tertinggal pada jasadnya. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, "Itulah perumpamaan shalat lima waktu di mana Allah Ta‟ala menghapuskan kesalahan dengannya.‖37 Shalat juga merupakan pesan terakhir, yang diwasiatkan Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam pada umatnya, saat beliau menghadapi sakaratul maut adalah: ―Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak yang kalian miliki‖. 2. Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia telah kufur. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal itu berdasarkan dalil berikut ini : 

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu „anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda

ٔ٠٬ ٜ ٖ‫ى ايؿ‬ٝ ِ‫س تَس‬٢ ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫سِى‬ٚ‫ َٔ ايػ‬ِٝ‫ََب‬ٚ ٢ٌُ‫ َٔ اي ٖسد‬ِٝ‫ٕٖ َب‬٢‫إ‬ Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim). 

Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushaib Radhiallahu „anhu, ia berkata: aku mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

َ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ِد ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫نَٗا ؾ‬ٜ َ‫َُ ِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬٠ٝ٬ ٜ ٖ‫َُِٓٗ ُِ ايؿ‬ٝ‫ََب‬ٚ ‫ََِٓٓا‬ٝ‫ِ َب‬ٟٔ‫ر‬٤‫ي َعِٗ ُد اي‬ٜٞ‫ا‬ Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka benar benar iatelah kafir. (HR.Abu Daud, Turmudzi, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad) 

Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam telah berwasiat:

37Shahih Bukhari 1/184 no: 528 dan shahih Muslim 1/463 no: 667

25 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َ‫ ِدػَ َسز‬ٜ‫ك‬ٜ‫دّا ؾ‬َُٚ‫نَٗا عَُِدّا ََُتع‬ٜ َ‫َُِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬،‫ عَُِدّا‬ٜ٠٬ ٜ ٖ‫ا ايؿ‬ٛٝ‫ َتتِسُن‬ٜ٫َٚ ،‫ّا‬٦ِٝ‫غ‬ َ ٔ‫ِا بٔاهلل‬ٛ‫ن‬ٝ ٢‫ ُتػِس‬ٜ٫ ٔ١٤ًُٔٞ‫َ َٔ اي‬ Janganlah kamu berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, dan janganlah kamu sengaja meninggalkan shalat, barangsiapa yang benar-benar dengan sengaja meninggalkan shalat maka ia telah keluar dari Islam. Adapun kosekwensi hukum yang berlaku karena kufur (keluar dari Islam), yaitu : a. Kehilangan haknya sebagai wali, karena syarat perwalian adalah harus Islam dan adil. b. Kehilangan haknya untuk mewarisi harta kerabatnya. Hal itu berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid Radhiallahu „anhu, Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

ًَِِٔ‫ ُُط‬ٞ‫اؾٔ ُس اي‬ٜ‫ه‬ٞ‫ اي‬٫ٜ َٚ َ‫اؾٔس‬ٜ‫ه‬ٞ‫ ُُطًِٔ ُِ اي‬ٞ‫خ اي‬ ُ ٢‫َس‬ٜ ٜ٫ Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi orang muslim. (HR.Bukhari dan Muslim) c. Dilarang baginya untuk memasuki kota Makkah dan tanah haram. Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla:

ِِ٢َٗٔ‫يشَسَاَّ َبعِدَ عَا‬ٞ‫طذٔدَ ا‬ ِ َُٞ‫ا اي‬ُٛ‫سَب‬ٞ‫َك‬ٜ ٬ٜ‫َٕ َْذَظْ ؾ‬ٛٝ‫ن‬٢‫ ُُػِس‬ٞ‫ََُْٓا اي‬٢‫ا إ‬َُٛٓ ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ‫َٖرَا‬ “Hai orang orang yang beriman, sesungguhnya orang- orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Al Masjidil Haram sesudah tahun ini…” (QS. At Taubah: 28) d. Diharamkan makan hewan sembelihannya. karena salah satu syarat penyembelihannya adalah bahwa penyembelihnya harus seorang muslim, adapun orang murtad, paganis, majusi, dan sejenisnya, maka sembelihan mereka tidak halal. 26 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

e. Tidak boleh dishalatkan jenazahnya dan tidak boleh dimintakan ampunan dan rahmat untuknya. Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla:

ٔ٘ٔ‫ي‬ُٛ‫زَض‬َٚ ًٜٔ٘ٓ‫ا بٔاي‬ُٚ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫َُِِْٓٗ ن‬٢‫ٔ إ‬ٙ٢‫قبِس‬ٜ ٢ًَٜ‫ِِ ع‬ٝ‫ تَك‬٫َٚ ‫بَدّا‬ٜ‫أسَدٕ َُِِِٔٓٗ ََاتَ أ‬ٜ ٢ًَٜ‫ٓ ع‬٢ٌَ‫ تُؿ‬٫َٚ َٕٛٝ‫اضٔك‬ٜ‫َُٖ ِِ ؾ‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫ََات‬َٚ “Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburannya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At -Taubah: 84) f. Dilarang menikah dengan wanita muslimah. Karena orang kafir tidak boleh menikahi wanita muslimah, berdasarkan nash dan ijma‘. Allah Subhaanahu wa Ta‟allaberfirman:

َٓٔ٢ْٗٔ‫ميَا‬٢‫ُِ بٔإ‬ًِٜ‫أع‬ٜ ًُٜ٘ٓ‫َُٖٔٓ اي‬ُٛٓ‫ش‬ ٔ ‫اََِت‬ٜ‫ََٔٓاتُ ََُٗادٔسَاتٕ ؾ‬٪ِ ُُ ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫َن‬٤‫إذَا دَا‬٢ ‫ا‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ًَٕٛٓٝٔ‫َش‬ٜ ُِِٖ ٫َٚ ُِِٗ‫ي‬ٜ ٌْٓٔ‫ َُٖٔٓ س‬٫ ٢‫ٓاز‬ٜ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ َُٖٔٓ إ‬ُٛ‫ تَ ِس ٔدع‬٬ٜ‫ََٔٓاتٕ ؾ‬٪ِ َُ َُُُُٖٓٔٛ‫ِٕ عًَٔ ُِت‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬ َُٓٔٗ‫ي‬ٜ “Hai orang-orang yang beriman, apabila perempuan perempuan yang beriman datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka, Allah lebih mengetahui tentang mereka, jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka …” (QS. Al Mumtahanah: 10) g. Keutamaan shalat berjamaah  Pahala shalat berjama`ah melebihi pahala shalat sendirian dua puluh tujuh derajat.

27 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٔ١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ ا‬ٝ٠٬َ‫ ؾ‬:ٍَ‫ا‬ٜ‫ضًِ ق‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍَ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫ عَُُسَ إٖٔ زَض‬٢ٔ ِ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬ ١َ‫َٔ دَ َزد‬ِٜ٢‫َ ٔعػِس‬ٚ ٣‫طبِع‬ َ ‫ ِسدٔ ٔب‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٠ٔ٬َ‫كٌَُ َِٔٔ ؾ‬ٞ‫أؾ‬ “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda : Shalat berjama`ah lebih utama daripada shalat sendirian dua puluh tujuh derajat.‖ (HR. Buhari dan Muslim) 

Pahala shalat berjamaah melampui pahala shalat malam

٘٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ ضَُٔعِتُ زَض‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫إ زق‬٤‫َعِٔ ُعجَُِإ بِٔ عَؿ‬ ٢ًٌِٝ٤‫اَّ ْٔؿِـَ اي‬ٜ‫أَُْٖا ق‬ٜ‫ه‬ٜ‫ٕ ؾ‬١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫َ ؾ‬٤‫ٔعػَا‬ٞ‫ اي‬٢٤ًَ‫ (( َِٔ ؾ‬٪ٍُٛٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ع‬ .ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.))ُ٘٤ًٝ‫ِ ٌَ ن‬ًٝ٤‫ اي‬٢٤ًَ‫أَُْٖا ؾ‬ٜ‫ه‬ٜ‫ٕ ؾ‬١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫ؿبِ َض ؾ‬ ٗ ‫ اي‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬َٚ ―Dari Utsman bin `Affan Radhiallahu „anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, ―Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama`ah maka seakan-akan ia shalat seperdua malam, dan barangsiapa yang shalat Shubuh dengan berjama`ah maka seakan-akan ia shalat sepanjang malam.” (HR. Muslim) 

Setiap langkah yang diayunkan seorang muslim untuk menegakkan shalat berjama`ah terhitung disisi Allah sebagai pahala dan ganjaran baginya. Tidaklah setiap ayunan langkahnya melainkan terangkat baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosa untuknya. Sebagaimana hadits yang terdapat di dalam shahihain.

ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫عَ ِٔ أب‬ ٔ٘ٔ‫ق‬ُٛ‫ ض‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫تٔ٘ٔ ؾ‬٬َ‫ ؾ‬٢ًَٜ‫كعٖـُ ع‬ َ ُ‫ٔ ت‬١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ ؾ‬٢ٌُ‫ اي ٖسد‬ٝ٠٬َ‫ ؾ‬:َِ٤ًَ‫َض‬ٚ 28 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢ٜ‫َ ثُِٖ ػَسَزَ إي‬٤ُٛ‫ُق‬ٛٞ‫أ ِسطََٔ اي‬ٜ‫َقٖأ ؾ‬ٛ‫ أُْٖ٘ إذَا َت‬ٜ‫ذَئو‬َٚ ‫ا‬ٟ‫قعِؿ‬ ٔ َٜٔ٢‫َ ٔعػِس‬ٚ ‫ػَ ُِطّا‬ ١٠ َ‫ُ٘ ٔبَٗا َد َزد‬ٜ‫ زُؾٔعَتِ ي‬١٫‫ إ‬ٟ٠َٛٞٛ‫ َػ‬ٝ‫ؼِط‬َٜ ِِٜ‫ ي‬ٝ٠٬ٖ‫ ايؿ‬١٫‫سدُُ٘ إ‬٢ ِ‫ؼ‬ُٜ ٫ ٔ‫طذٔد‬ ِ َُ ٞ‫اي‬ ٞٔ‫ِ٘ٔ ََا دَاَّ ؾ‬ًَٜٝ‫ ع‬ًَِّٞ‫ تُؿ‬ٝ١ٜ‫ٔه‬٥٬َُٞ‫ اي‬٢ٍ‫ِِ تَ َص‬ٜ‫ ي‬٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬ٜ‫ ؾ‬٠١َ٦ٝٔٛ‫تِ َعُِٓ٘ ٔبَٗا َػ‬٤ُٛ‫س‬َٚ ‫ٕ ََا‬٠٬َ‫ ؾ‬ٞٔ‫ِِ ؾ‬ٝ‫َصَاٍُ أسَدُن‬ٜ ٫َٚ ،َُُِ٘‫ًُِٖٗ ا ِزس‬٤‫ِ٘ٔ اي‬ًَٜٝ‫ ع‬ٌَٚ‫ًُٗ ِٖ ؾ‬٤‫ اي‬٪ ٍُِٛ ‫ك‬ٝ َ‫ُ ت‬ٙ١٬َ‫َُؿ‬ ٜ٠٬ٖ‫ َس ايؿ‬ٜ‫اَِْتع‬ “Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu berkata: Rasululah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Pahala shalat seseorang yang berjamaah melebihi pahala shalat sendirian di rumahnya dan dipasarnya dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu apabila ia berwudhu` dengan sebaikbaiknya, kemudian ia pergi menuju masjid, tidak ada tujuan lain kecuali untuk shalat berjama`ah maka tidaklah setiap langkah yang diayunkannya melainkan terangkat baginya satu derajat dan dihapuskan untuknya satu dosa, apabila ia melakukan shalat berjama`ah maka para malaikat senantiasa mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya dan juga ia belum berhadats. Para Malaikat berdoa: “Allahumma shalli `alaihi, Allahummarhamhu (Ya Allah, Ampunilah dia dan rahmatilah).” Dan tetap ia dianggap shalat selama ia menunggu waktu shalat berikutnya tiba.” (HR. Buhari) 

Seseorang yang istiqamah shalat berjama`ah dijamin terlepas dari sifat nifaq.

‫دّا َُطًُِّٔا‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ك‬ًَٜٞ ِٕ‫ُ أ‬ٖٙ‫اٍَ َِٔ ضَس‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫دٕ زق‬ِٛ ُ‫طع‬ ِ َ ٢ِٔ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬ ٢٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َ٘ غَ َسعَئَٓٔب‬٤ً‫إٕٖ اي‬ٜ‫ٖٔ ؾ‬٢ٗ‫ ٔب‬٣َ‫َُٓاد‬ٜ ُ‫ِح‬َٝ‫َاتٔ س‬ًٜٖٛ‫ٔ ايؿ‬٤٫ُ٪َٖ ٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫شَاؾٔغ‬ًُٜٝٞ‫ؾ‬ ٞٔ‫تُِِ ؾ‬ِٝ٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ِ أْٖه‬ٛ‫ي‬َٜٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ ا‬٢َُٔٓ‫َإُْٖٖٗٔ َِٔٔ ض‬ٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ضََٓٔ ا‬ ُ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫اي‬ ١ٜ ٖٓ‫ض‬ ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫ِ تَس‬ٜٛ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ه‬ٚٝٔ‫ َْب‬ٜ١ٖٓ‫ض‬ ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫يتَس‬ٜ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ ُُتَؼًَِّـُ ؾ‬ٞ‫ َٖرَا اي‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ِِ ن‬ٝ‫تٔه‬ُٛٝ‫ُب‬ 29 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ِٔ َٔ ٕ‫طذٔد‬ ِ َ ٢ٜ‫عُِٔدُ إي‬َٜ ُِٖ‫زَ ث‬ُٛٗ٥ٛ‫شطُٔٔ اي‬ ِ ُٜٝ‫ٖٗسُ ؾ‬ٜٛ ‫ََت‬ٜ ٣ٌُ‫َََا َِٔٔ َزد‬ٚ ُِِ‫ًت‬ًَٜٞ‫ك‬ٜ‫ِِ ي‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َْٔب‬ ‫ؾعُُ٘ ٔبَٗا‬ِٜ‫َس‬ٜٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ ‫َٖا َس‬ِٛٝٛ‫ؼ‬َٜ ٕ٠َٛ ٞٛ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ُ٘ بٔه‬ٜ‫ُ٘ ي‬٤ً‫َتبَ اي‬ٜ‫ ن‬١٫‫ َُطَادٔدٔ إ‬ٞ‫ٔ اي‬ٙٔ‫َٖر‬ ًُِّٛٝ‫ ََُٓاؾٔلْ َع‬١٫‫ًـُ َعَِٓٗا إ‬٤َ‫ََتؼ‬ٜ ‫ََا‬َٚ ‫تَُٓا‬ِٜ‫دِ زَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٚ‫ض‬ َ ‫ َعُِٓ٘ ٔبَٗا‬٥‫شُط‬َٜٚ ٟ١َ‫َد َزد‬ .ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫اَّ ؾ‬ٜ‫ُك‬ٜ ٢ٖ‫ َست‬٢ًُِٜٔٝ‫َٔ ايسٖد‬ِٝ‫ َب‬٣َ‫َٗاد‬ُٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬٢َ‫ِت‬٪ُٜ ٌُُ‫إَ اي ٖسد‬ٜ‫دِ ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٢‫ام‬ٜ‫ؿ‬ٚٓ‫اي‬ .ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ز‬ “Dari Ibnu Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia mendengar panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda (jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff shalat berjama`ah.” (HR. Muslim) 

Orang yang shalat berjama`ah terbebas dari segala perangkap syaithan

30 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٘٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫اٍَ ضَُٔ ِعتُ زَض‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ٔ زق‬٤‫ اي ٖد ِزدَا‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬ ٔ‫د‬ٜ‫ ق‬١٫‫ إ‬ٝ٠٬ٖ‫٘ٔ ايؿ‬ٝٔ‫اُّ ؾ‬ٜ‫ تُك‬٫ ٣ٚ‫ بَ ِد‬٫َٚ ٕ١َِٜ‫س‬ٜ‫ ق‬ٞٔ‫ٕ ؾ‬١َ‫ث‬٬َ‫ٍُ ََا َِٔٔ ث‬ٛٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ع‬ ٜ١َٝ‫ؾ‬ ٔ ‫ا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ِبُ اي‬٥‫ر‬ٚ ‫ٌُ اي‬ٝ‫َأن‬ٜ ‫إَُْٖا‬ٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫يذََُاع‬ٞ‫ِِ بٔا‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ع‬ٜ‫ا ُٕ ؾ‬ِٜٛٝ‫ػ‬ ٖ ‫ ُِ اي‬٢ًَِٜٗٝ‫َذَ ع‬ٛ‫ش‬ ِ ‫ضَت‬ ِ‫ا‬ ―Dari Abu Darda Radhiallahu „anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Tidaklah dari tiga orang yang berada di sebuah perkampungan maupun sebuah dusun dan mereka tidak mendirikan shalat berjama`ah di dalamnya, melainkan syaithan telah menguasai diri mereka. Maka hendaklah atas kamu bersama jama`ah, sesungguhnya srigala hanya menerkam kambing yang terpisah dari kawannya.” (HR. Abu Daud)

ِٔ َ ٍَ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ اهلل عٓ٘ إٖٔ ايٖٓب‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬ َ‫ِ زَاغ‬ٚ‫دَا أ‬ٜ‫َُا غ‬٤ًٝ‫ ن‬ٟ٫‫ ُْ ُص‬١ٖٔٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫ ُ٘ ؾ‬ٜ‫ ُ٘ ي‬٤ً‫ِ زَاغَ أعَ ٖد اي‬ٚ‫طذٔ ٔد أ‬ ِ َُٞ‫ اي‬٢ٜ‫دَا إي‬ٜ‫غ‬ ―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Siapa yang datang ke masjid pagi-pagi atau setelah matahari tergelincir (maksudnya lebih awal dari waktu shalat), Allah menyediakan baginya tempat di surga setiap kali dia datang.‖ (HR. Bukhari dan Muslim) 

Melakukan shalat berjamaah berarti ia merealisasikan shalat pada waktunya.

ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ت ايٖٓب‬ ُ ٞ‫ ضَأي‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ِٕد زق‬ٛ‫ َطِ ُع‬٢ٔ‫٘ٔ ِب‬٤ً‫َعِٔ َعبِدٔاي‬ ‫ ؟‬ٟٙ‫ ثُ ِٖ أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.‫ٔتَٗا‬ٞ‫َق‬ٚ ٢ًَٜ‫ ع‬ٝ٠٬ٖ‫ ايؿ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫٘ٔ ؟ ق‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ب إي‬ ٗ ‫ٌ أ َس‬٢ ََُ‫يع‬ٞ‫ ا‬ٟٗ ‫ َِ أ‬٤ًَ‫َض‬ٚ ٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ ضَب‬ٞٔ‫ذَٗادُ ؾ‬ ٔ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٟٜٙ‫ ثُِٖ أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬.٢َِٜٔ‫َائد‬ٛ‫ي‬ٞ‫ ثُِٖ بٔسٗ ا‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬ .ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.َْٞٔ‫صَاد‬ٜ‫ضتَ َصدِتُ ُ٘ ي‬ ِ ‫ ا‬ٛ٢ ٜ‫َي‬ٚ ٖٔ٢ٗ‫ ٔب‬ٞٔٓ‫سَدَٖث‬ 31 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

―Dari Abdullah bin Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, “Apakah amal yang paling disukai Allah ?”, jawab Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Shalat pada waktunya”. Saya bertanya: “Kemudian apa lagi?”, jawab Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Berbakti kepada kedua orang tua”. Saya bertanya: “Kemudian apa lagi?”, jawab Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Berjihad di jalan Allah”. Berkata Abdullah bin Mas`ud Radhiallahu „anhu, “Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam menyampaikan semuanya itu kepadaku, seandainya aku meminta penjelasan lebih dari itu, niscaya beliau akan menambahkannya.” (HR. Al Bukhari) 

Berjalan menuju masjid untuk berjamaah bisanya dilakukan dengan tenang

٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ اي‬٢ٍُٛ‫ َعَ زَض‬ًَِّٞ‫ََُٓا َْشُِٔ ُْؿ‬َِٝ‫ ب‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫قتَا َد‬ٜ ٞٔ‫َعِٔ أب‬ ٢ٜ‫ًَٓا إي‬َٞ‫ضَتعِذ‬ ِ ‫ ا‬٪ ‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ِِ ؟ ق‬ٝ‫ُْه‬ٞ‫ ((ََا غَأ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٟ١َ‫ًب‬َٜ‫ؾطَُٔعَ د‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫اي‬ ‫ِا‬ًٛ٤َ‫ؿ‬ٜ‫نتُِِ ؾ‬ٞ َ‫َُا أ ِدز‬ٜ‫ ؾ‬ٝ١َٓٝٔ‫ُِ ايطٖه‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ٜ٠٬ٖ‫ِتُُِ ايؿ‬ٝ‫ا إذَا أَت‬ًَٛٝ‫ؿع‬ٞ َ‫ ت‬٬ٜ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬.ٔ٠٬ٖ‫ايؿ‬ .ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.))‫ا‬ُٛٗٔ‫أت‬ٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ضبَك‬ َ ‫ََا‬َٚ ―Dari Abu Qatadah Radhiallahu „anhu berkata: Ketika kami sedang shalat bersama-sama Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, tiba-tiba kami mendengar suara hiruk pikuk. Maka Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa yang terjadi dengan kalian”, jawab mereka : “Kami tergesa-gesa hendak shalat”. Sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Jangan kalian lakukan itu, apabila kamu pergi shalat, berjalanlah dengan tenang. Apa yang kamu dapati dalam shalat ikutilah, dan apa yang kamu ketinggalan, sempurnakanlah kemudian.” (HR. Muslim) 

Allah menjadi saksi atas setiap orang yang memelihara shalat berjama`ah di masjid dengan penuh keimanan. Firman Allah Subhanahu wa Ta‟alla : 32 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٠ٜ‫ا‬ٜ‫ ايصٖن‬٢َ‫َات‬٤َٚ ٜ٠ٜ٬ٖ‫اَّ ايؿ‬ٜ‫َأق‬ٚ ٢‫٭ػٔس‬ٞ‫ ا‬٢َِّٛٝٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َأََ بٔاهلل‬٤ َِٔ ٔ‫عُُِسُ َطَادٔدَ اهلل‬َٜ ‫إَُْٖا‬ َٜٔٔ‫ ُُِٗتَد‬ٞ‫ا َٔ َٔ اي‬ُْٛٛٝ‫َه‬ٜ ٕ‫ أ‬ٜ‫و‬٥ٜٔ٫ِٚ ‫ أ‬٢َ‫ؾعَط‬ٜ ‫هلل‬ ٜ ‫ ا‬٫٤ ‫ؼ إ‬ َ ِ‫ؼ‬َٜ ِِٜ‫َي‬ٚ “Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah : 18) 

Berharap agar ―amin‖ yang diucapkan dapat berbarengan dengan ―aminnya‖ imam dan ―aminnya‖ para malaikat.

ٍ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ اهلل عٓ٘ إٖٔ زَض‬ٞ‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫َعِٔ أب‬ َّٖ‫د‬ٜ‫ُ٘ ََا تَك‬ٜ‫ؿٔسَ ي‬ٝ‫ٔ غ‬١ٜ‫ٔه‬٥٬َُٞ‫ُُٓ٘ تَأَٔنيَ اي‬َٝٔ‫لَ تَأ‬ٜ‫َاؾ‬ٚ َِٔ ُْٖ٘‫إ‬ٜ‫ا ؾ‬َُٛٓٚ‫أ‬ٜ‫َ إذَا أََٖٔ اإلََاُّ ؾ‬٪ .ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.ٔ٘ٔ‫َِٔٔ ذَِْب‬ ―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Apabila Imam membaca “Amin”, maka ucapkan pula “Amin” olehmu. Barangsiapa yang ucapan “Amin”nya berbarengan dengan ucapan “Amin”nya malaikat, diampuni segala dosanya yang telah lalu.‖ (HR. Bukhari dan Muslim) h. Hikmah shalat berjamaah Disyariatkannya shalat berjamaah, tentu memiliki banyak hikmah. Di antaranya adalah sebagaimana berikut: Pertama: Mamperlihatkan syiar Islam, yaitu syi‘ar shalat, sebab seandainya manusia tetap melaksanakan shalat di rumah mereka maka tidak ada yang mengetahui bahwa di sana ada syari‘at shalat. Kedua: Menjalin kasih sayang sesama manusia, sebab saling bertemu dengan manusia dan saling berjabatan tangan akan melahirkan rasa kasih sayang dan saling mencintai. Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam 33 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

kitab shahihnya dari Abi Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai, tidakkah aku tunjukkan kepada kalian suatu amalan yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai?. Sebarkanlah salam di antara kalian.‖38 Ketiga: Terbentuknya rasa persamaan sesama manusia. Sebab di dalam mesjid akan berkumpul orang yang paling kaya di samping orang yang paling miskin, seorang penguasa bersebelahan dengan rakyat, seorang hakim berjejer bersama orang yang dihakimi dan anak-anak atau remaja berdampingan dengan orang yang sudah tua, dengan ini maka akan tercipta rasa persamaan, oleh karena itulah Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf. Dan Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: Luruskanlah shaf dan janganlah kalian bershaf bengkok sehingga hati-hati kalian menjadi berselisih.‖39 Keempat: Akan terbentuk rasa peka dengan keadaan orang lain. Peka dengan keadaan orang-orang fakir dan orang-orang yang sakit serta keadaan orang yang meremehkan shalat. Sebab jika keadaan orang yang fakir diketahui oleh jama‘ah mesjid maka mereka akan bersedekah kepadanya dan menghiburnya, begitu juga jika seseorang tidak menghadiri shalat berjama‘ah maka para jama‘ah akan mengetahui jika dia sakit, sehingga dengan ini para jama‘ah akan membantunya, atau jika ada salah seorang jama‘ah yang meremehkan shalat berjama‘ah maka mereka akan menasehatinya dengan segera.40 i.

Hukum shalat berjamaah

Shalat berjama`ah hukumnya wajib, ini pendapat mayoritas ulama. Kewajiban ini berlaku atas setiap muslim laki-laki, baik ia dalam keadaan menetap maupun dalam perjalanan, dalam keadaan aman maupun dalam keadaan genting. Hal itu berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur`an dan As-Sunnah dan pendapat Ahlu Ilmi. Di antara dalil-dalil tersebut adalah : 38Muslim: no: 54 39Shahih Muslim: no: 432 40- Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Shalat Jamaah, Pustaka Islamhouse,2010,hlm.8

34 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla yang memerintahkan NabiNya untuk mendirikan shalat berjama`ah di dalam keadaan yang genting :

‫ا‬ُٚ‫أػُر‬ٞ َٝ‫َٔي‬ٚ ٜ‫َُِِٓٗ َٖ َعو‬ٚ ُٝ١ٜ‫ٔؿ‬٥‫طآ‬ٜ ِِٝ‫ًتَك‬ٜٞ‫ ؾ‬ٜ٠ٜ٬ٖ‫يُُِٗ ايؿ‬ٜ َ‫ُِت‬ٜ‫أق‬ٜ‫ِِ ؾ‬٢ٗٝٔ‫ٓتَ ؾ‬ٝ‫َإذَا ن‬ٚ ‫ا‬ٛ٥ًَ‫ُؿ‬ٜ ِِٜ‫ ي‬٣َ‫ أػِس‬٠١ٜ‫ٔؿ‬٥‫طآ‬ٜ ٔ‫ت‬ٞ‫تَأ‬ٞ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ٔه‬٥‫زَآ‬َٚ َٔٔ ‫ا‬ُْٛٛٝ‫َه‬ًٜٝٞ‫ا ؾ‬ُٚ‫ضذَد‬ َ ‫إذَا‬ٜ‫شَتُِِٗ ؾ‬ َ ًِٔ‫أض‬ ُِِٗ‫شَت‬ َ ًِٔ‫َأض‬ٚ َُِِٖ‫ا سٔرِز‬ُٚ‫َأػُر‬ٝ‫ي‬َٞٚ ٜ‫ا َ َعو‬ٛ٥ًَ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ؾ‬ “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka'at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.” (QS. AnNisa’: 102) Ayat ini menegaskan bahwa dalam keadaan kecamuk perang, Allah masih mewajibkan untuk tetap melakukan shalat dengan cara berjamaah. Apalagi dalam keadaan aman, tentu shalat yang dilakukan dengan berjamaah akan lebih wajib. 

Firman Allah Subhaanahu wa Ta‟alla:

‫ا َ َع ايسٖأنعٔني‬ُٛ‫نع‬ٜ ِ‫َاز‬ٚ ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصٖن‬ُٛ‫َات‬٤َٚ ٜ٠٬ ٜ ٖ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫َأق‬ٚ “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.‖ (QS.Al-Baqarah:43) Ayat ini merupakan nash yang menunjukan hukum wajibnya shalat berjama`ah, indikasinya adalah dikaitkan dengan lafadz akhir ayat tersebut yang berbunyi: ―Warka`uu ma`ar raaki`iin‖. Yang artinya perintah melaksanakan shalat bersama orang-orang yang mendirikan shalat. 35 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Terdapat dalam hadist-hadist, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ٠٬ٖ‫بَ ثُِٖ آَُسَ بٔايؿ‬ِٜٛ‫ش‬ُٜٝ‫بٕ ؾ‬ٜٛ‫ش‬ َ ٔ‫دِ ََُٖ ُِتُ إِٔ آَُسَ ب‬ٜ‫ك‬ٜ‫ٔ ي‬ٙٔ‫َد‬ٝ‫ ٔب‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ِِ ٢ًَِٜٗٝ‫مَ ع‬ٚ‫أسَس‬ٜ‫ ؾ‬٣ٍ‫زدَا‬٢ ٢ٜ‫ُّٖ ايٖٓاعَ ثُِٖ أػَأيـَ إي‬٪َٝ‫ؾ‬ٜ ٬ُ‫يَٗا ثُِٖ آَُسَ زَد‬ٜ َٕٖ‫ذ‬٪َ ُٝ‫ؾ‬ٜ (ً٘ٝ‫ )َتؿل ع‬.ُِِٗ‫َت‬ُٛٝ‫ُب‬ Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, rasanya aku ingin menyuruh mengumpulkan kayu bakar, dan kuperintahkan mengumandangkan adzan untuk mendirikan shalat, kemudian aku instruksikan seseorang untuk mengimami jama`ah shalat. Selanjutnya aku berbalik menuju orang-orang yang tidak shalat berjama`ah, lalu aku bakar mereka bersama rumah-rumah mereka. (HR. Buhari dan Muslim)

َِ ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ ايٖٓب‬٢َ‫ أت‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫ زق‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫عَِٔ أب‬ .ٔ‫طذٔد‬ ِ َُ ٞ‫ اي‬٢ٜ‫ إي‬ُْٞٔ‫د‬ٛٝ‫َك‬ٜ ْ‫ٔد‬٥‫ا‬ٜ‫ ق‬ٞٔ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ُْٖ٘‫٘ٔ إ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢َُِ‫َزدٌُْ أع‬ ‫ـ‬ َ ٖ‫ َسػ‬ٜ‫ ؾ‬.ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫ـَ ي‬ٚ‫ُسَػ‬ٜ ِٕ‫َِ أ‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫ؾطَأ ٍَ زَض‬ٜ ٍَ ‫ا‬ٜ‫ ق‬.َِِ‫ َْع‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫َ ؟ ق‬٤‫دَا‬ٚٓ‫ ٌَِٖ َتطَُِعُ اي‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ُ ؾ‬ٙ‫ َدعَا‬٢٤‫َي‬ٚ ‫ُٖا‬ًٜٜ‫ ؾ‬.ُٜ٘‫ي‬ (ً٘ٝ‫َتؿل ع‬.)ِ‫أدٔب‬ٜ‫ؾ‬ ―Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu katanya seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam, lalu bertanya: „Ya Rasulullah, aku ini buta. Tidak ada orang yang akan menuntunku pergi ke masjid (untuk shalat berjama`ah). Lalu dia memohon kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam agar membolehkannya shalat di rumahnya. Mula-mula Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam membolehkannya, tetapi setelah orang itu pergi belum begitu jauh, dia dipanggil kembali oleh Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa 36 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Sallam seraya bertanya: “Apakah adzan dan shalat terdengar sampai kerumahmu?‟ Jawab orang buta itu: „Terdengar, ya Rasulullah !. Sabda Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam: “Kalau begitu, penuhilah panggilan adzan tersebut!”. (HR. Buhari dan Muslim)

‫دّا َُطًُِّٔا‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ك‬ًَٜٞ ِٕ‫ُ أ‬ٖٙ‫اٍَ َِٔ ضَس‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬ٞ‫دٕ زق‬ِٛ ُ‫طع‬ ِ َ ٢ِٔ‫ اب‬٢ٔ‫َع‬ ٢٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َ٘ غَ َسعَئَٓٔب‬٤ً‫إٕٖ اي‬ٜ‫ٖٔ ؾ‬٢ٗ‫ ٔب‬٣َ‫َُٓاد‬ٜ ُ‫ِح‬َٝ‫َاتٔ س‬ًٜٖٛ‫ٔ ايؿ‬٤٫ُ٪َٖ ٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫شَاؾٔغ‬ًُٜٝٞ‫ؾ‬ ٞٔ‫تُِِ ؾ‬ِٝ٤ًَ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ِ أْٖه‬ٛ‫ي‬َٜٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ ا‬٢َُٔٓ‫َإُْٖٖٗٔ َِٔٔ ض‬ٚ ٣َ‫يُٗد‬ٞ‫ضََٓٔ ا‬ ُ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ِٗ ع‬٤ً‫اي‬ ١ٜ ٖٓ‫ض‬ ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫ِ تَس‬ٜٛ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ه‬ٚٝٔ‫ َْب‬ٜ١ٖٓ‫ض‬ ُ ُِِ‫نت‬ٞ َ‫يتَس‬ٜ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬ٞٔ‫ ُُتَؼًَِّـُ ؾ‬ٞ‫ َٖرَا اي‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ِِ ن‬ٝ‫تٔه‬ُٛٝ‫ُب‬ ِٔ َٔ ٕ‫طذٔد‬ ِ َ ٢ٜ‫عُِٔدُ إي‬َٜ ُِٖ‫زَ ث‬ُٛٗ٥ٛ‫شطُٔٔ اي‬ ِ ُٜٝ‫ٖٗسُ ؾ‬ٜٛ ‫ََت‬ٜ ٣ٌُ‫َََا َِٔٔ َزد‬ٚ ُِِ‫ًت‬ًَٜٞ‫ك‬ٜ‫ِِ ي‬ٝ‫ه‬ٚٝ‫َْٔب‬ ‫ؾعُُ٘ ٔبَٗا‬ِٜ‫َس‬ٜٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ ‫َٖا َس‬ِٛٝٛ‫ؼ‬َٜ ٕ٠َٛ ٞٛ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ُ٘ بٔه‬ٜ‫ُ٘ ي‬٤ً‫َتبَ اي‬ٜ‫ ن‬١٫‫ َُطَادٔدٔ إ‬ٞ‫ٔ اي‬ٙٔ‫َٖر‬ ًُِّٛٝ‫ ََُٓاؾٔلْ َع‬١٫‫ًـُ َعَِٓٗا إ‬٤َ‫ََتؼ‬ٜ ‫ََا‬َٚ ‫تَُٓا‬ِٜ‫دِ زَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٚ‫ض‬ َ ‫ َعُِٓ٘ ٔبَٗا‬٥‫شُط‬َٜٚ ٟ١َ‫َد َزد‬ ٚ‫ ايؿٖـ‬ٞٔ‫اَّ ؾ‬ٜ‫ُك‬ٜ ٢ٖ‫ سَت‬٢ًُِٜٔٝ‫َٔ ايسٖد‬َِٝ‫ ب‬٣َ‫َٗاد‬ُٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬٢َ‫ِت‬٪ُٜ ٌُُ‫إَ اي ٖسد‬ٜ‫دِ ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫َي‬ٚ ٢‫ام‬ٜ‫ؿ‬ٚٓ‫اي‬ (ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫)ز‬ ―Dari Ibnu Mas`ud Radhiallahu „anhu berkata: Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak (dalam keadaan) sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia memelihara shalat setiap kali ia mendengar panggilan shalat. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sunnanal huda (jalan-jalan petunjuk) dan sesungguhnya shalat berjama`ah merupakan bagian dari sunnanil huda. Apabila kamu shalat sendirian di rumahmu seperti kebiasaan shalat yang dilakukan oleh seorang mukhallif (yang meninggalkan shalat berjama`ah) ini, berarti kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, apabila kamu telah meninggalkan sunnah nabimu, berarti kamu telah tersesat. Tiada seorang pun yang bersuci (berwudhu`) dengan sebaik-baiknya, kemudian dia pergi menuju salah satu masjid melainkan Allah mencatat baginya untuk setiap langkah yang 37 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

diayunkannya satu kebajikan dan diangkat derajatnya satu tingkat dan dihapuskan baginya satu dosa. Sesungguhnya kami berpendapat, tiada seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah melainkan seorang munafik yang jelas-jelas nifak. Dan sesungguhnya pada masa dahulu ada seorang pria yang datang untuk shalat berjama`ah dengan dipapah oleh dua orang laki-laki sampai ia didirikan di dalam barisan shaff shalat berjama`ah.” (HR. Muslim) j.

Adab shalat berjamaah di masjid  Memilih pakaian yang bagus. Allah Ta‟ala berfirman

ٕ‫طذٔد‬ ِ َ ٌٚٝ‫ِِ عٔٓدَ ن‬ٝ‫َٓتَه‬ٜ٢‫ ش‬ٞ‫ا‬ُٚ‫ آدََّ ػُر‬ٞٔٓ‫َا َب‬ٜ “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31) 

Berwudhu dari rumah terlebih dahulu, sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam.

٢‫ٔض‬٥‫سَا‬ٜ‫ َِٔٔ ؾ‬ٟ١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫َ ؾ‬ٞٔ‫ك‬ٞ‫َك‬ٝ‫تٔ اهللٔٔي‬ُُٛٝ‫ِتٕ َِٔٔ ب‬َٝ‫ ب‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢َ‫تٔ٘ٔ ثُِٖ َػ‬َِٝ‫ ب‬ٞٔ‫ٖٗسَ ؾ‬ٜٛ َ‫َِٔ ت‬ ٟ١َ‫عُ دَ َزد‬ٜ‫ تَسِؾ‬٣َ‫أػِس‬ٝ ٞ‫َاي‬ٚ ٟ١َ٦ٝٔٛ‫ َػ‬٥‫إسِدَاَُُٖا َتشُط‬٢ ُٙ‫َتَا‬ٛٛٞ ‫اَْتِ َػ‬ٜ‫هلل ن‬ ٔ‫ا‬ “Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim) 

Membaca doa menuju masjid. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam mengajarkan kita untuk mengucapkan doa. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

38 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫ا‬٤‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٠ٖٛ ٝ‫ا ق‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫ا َس‬ٜ‫٘ٔ ي‬٤ً‫ اي‬٢ًَٜ‫تُ ع‬ًٞ‫ن‬٤ َٛ‫٘ٔ َت‬٤ً‫ اي‬٢ِِ‫اٍَ ٔبط‬ٜ‫ك‬ٜ‫تٔ٘ٔ ؾ‬ِٝ‫إذَا ػَسَزَ اي ٖسدٌُُ َِٔٔ َب‬٢ ُٜ٘‫ٍُ ي‬ٛٝ‫َك‬ٝ‫ؾ‬ٜ ُ‫َاطٔني‬ٖٝ‫ُ٘ ايػ‬ٜ‫ ي‬٢ٖ‫ؾَتتََٓش‬ٜ َ‫ت‬ٝٔ‫ُق‬َٚٚ َ‫ت‬ٝٔ‫ؿ‬ٝ‫َن‬ٚ َ‫ت‬ٜٔ‫ٔرٕ ُٖد‬٦َٓٝٔ‫اٍُ س‬ٜ‫ُك‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫٘ٔ ق‬٤ً‫بٔاي‬ َٞٔ‫ُق‬َٚٚ َٞٔ‫ؿ‬ٝ‫َن‬ٚ َٟٔ‫دِ ُٖد‬ٜ‫ ق‬٣ٌُ‫ بٔ َسد‬ٜ‫يو‬ٜ ‫ـ‬ َ ِٜٝ‫إْ آػَ ُس ن‬َِٜٛٝ‫غ‬ ―Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya lalu mengucapkan: “Bismillahi tawakkaltu „alallaahi, laa haula wa laa quuwata illa billah” (Dengan nama Allah aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah). „ Beliau bersabda, “Maka pada saat itu akan dikatakan kepadanya, „Kamu telah mendapat petunjuk, telah diberi kecukupan, dan mendapat penjagaan‟, hingga setan-setan menjauh darinya. Lalu setan yang lainnya berkata kepadanya (setan yang akan menggodanya, pent.), “Bagaimana (engkau akan mengoda) seorang laki-laki yang telah mendapat petunjuk, kecukupan, dan penjagaan.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi) 

Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :

َُٜٞٔٓٝٔ َِٔ‫ع‬َٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ ق‬ٞٔ‫ًُِٖٗ ا ِدعٌَِ ؾ‬٤‫اي‬ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ؿ‬ًَٞ‫َػ‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ َٞٔ‫أََا‬َٜٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫شت‬ ِ ‫ََت‬ٚ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫ِق‬ٛ‫ؾ‬َٜٚ ‫زّا‬ُْٛ ٟ٢‫َطَاز‬ٜ َِٔ‫ع‬َٚ ‫زّا‬ُْٛ ‫زّا‬ُْٛ ٞٔ‫َا ِدعَ ٌِي‬ٚ “Allahummaj‟al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam‟i nuura wa „an yamiinihi nuura wa „an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj‟al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya.” (HR. Muslim) 

Berdoa Ketika Masuk Masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa‘id radhiyallahu ‗anhu:

39 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫إذَا ػَ َس َز‬٢َٚ .ٜ‫َابَ َزسَُِٔتو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ؾتَضِ ي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ اي‬٢ٌٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫طذٔدَ ؾ‬ ِ َُ ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢ ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬٢ْٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ٌ اي‬٢ ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫ؾ‬ ―Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, „Allahummaftahlii abwaaba rahmatik‟ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: „Allahumma inni as-aluka min fadhlik‟ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim) 

Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

ُٜ٘‫ِسّا ي‬ٝ‫ َػ‬،َِٔٝ‫زَِبٔع‬ٜ‫َٔكـَ أ‬ٜ ِٕٜ‫إَ أ‬ٜ‫ه‬ٜ‫ ي‬،ًَِٜٔ٘ٝ‫ ََاذَا ع‬ًَٞٓٔ‫ُُؿ‬ٞ‫ اي‬َٟ‫َد‬ٜ ََِٔٝ‫َُازُٓ ب‬ٞ‫ُِ اي‬ًِٜ‫َع‬ٜ ِٛ‫ي‬ٜ َِٜٔ٘‫َد‬ٜ ََِٔٝ‫َُُسَٓ ب‬ٜ ِٕٜ‫َٔ ِٔ أ‬ Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 ( tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yangsedang shalat. (HR. Bukhari dan Muslim) 

Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda :

٢ٌِ‫ذ‬َٜ ِٕٜ‫قبِ ٌَ أ‬ٜ ٔ٢ ِٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫عِ ز‬ٜ‫َسِن‬ًٜٝٞ‫طذٔ َد ؾ‬ ِ َُ ٞ‫ ِِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢ Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk. (HR. Bukhari dan Muslim) 

Menghadap Sutrah41 Ketika Shalat. Dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat menghadap sutrah terdapat dalam sabda Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam berikut :

41- Yang dimaksud denagan sutrah adalah pembatas dalam shalat, bisa berupa tembok, tiang, orang yang sedang duduk/sholat, tongkat, tas, dll. Sutrah disyariatkan bagi imam dan bagi orang yang shalat sendirian.

40 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫َدُِٕ ََِٔٓٗا‬ٝ‫ي‬َٞٚ ٕ٠‫ضتِ َس‬ ُ ٢ٜ‫ي‬٢‫ٌ إ‬ٚ َ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢ Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya ia shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya. (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Shahihul Jaami’) 

Menjawab panggilan adzan. Rasulullah shallallahu ‗alihi wa sallam bersabda:

ُٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫ِ ٍُ اي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ ‫ِا َٔجٌَِ ََا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ك‬ٝ ٜ‫ ؾ‬٤َ ‫إذَا ضَُٔ ِعتُ ُِ ائٓدَا‬٢ Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin. (HR. Bukhari dan Muslim)

٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثُ َِٓ ق‬٫ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫هلل أ‬ ٝ ‫نبَ ُس ا‬ٞ ٜ‫هلل أ‬ ٝ ‫ ا‬٪ُِٝ‫أسَدُن‬ٜ ٍَ ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫هلل أ‬ ٝ ‫نبَ ُس ا‬ٞ ٜ‫هلل أ‬ ٝ ‫ ا‬٪ُٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫ا ٍَ اي‬ٜ‫إذَا ق‬٢ َٕٓ ٜ‫غَٗدُ أ‬ ِ ٜ‫ أ‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٕٜ‫غَٗدُ أ‬ ِ ‫أ‬ٜ ٪ٍَٜ‫كا‬ٜ‫ ؾ‬،ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫٢‫َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٕٜ‫غَٗدُ أ‬ ِ ‫أ‬ٜ ٢ًَٜ‫َٓ ع‬َٞ‫ س‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٍُ اهلل‬ُٛ‫ َٕٓ َُشََُٓدّا زَض‬ٜ‫أغَِٗدُ أ‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،ٔ‫ٍُ اهلل‬ُٛ‫َُشََُٓدّا زَض‬ ‫ا‬ٜ‫ ي‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،٢‫اغ‬ًٜٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫َٓ ع‬َٞ‫ س‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٓا بٔاهلل‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٠َٓٛٝ‫ا ق‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫ َس‬ٜ٫ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ٔ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ايؿ‬ َِٓ ُ‫ ث‬٫ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫بَسُ اهلل‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ اهلل‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫نبَسُ اهلل‬ٞ ٜ‫ أ‬ٝ‫ اهلل‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ثَُِٓ ق‬٫ٔ‫ٓ بٔاهلل‬ٜ٫٢‫ إ‬ٜ٠َٓٛ‫ق‬ٝ ‫ا‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَِٛ‫َس‬ ٜ١َٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ًبٔ٘ٔ َدػَ ٌَ ا‬ٜٞ‫ َٔ ِٔ ق‬٫ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،ٝ‫ٓ اهلل‬ٜ٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬ “Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya „Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, 41 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Hayya „Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim) Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam dalam hadits berikut :

ٔ‫ٔ آت‬١َُٔ٥‫كا‬ٜ ٞ‫ٔ اي‬٠‫ا‬ًٜٖ‫َايؿ‬ٚ ٔ١َٖ‫ٔ ايتٖا‬٠َٛ‫ٔ ايدٖ ِع‬ٙٔ‫ُِٖٗ زَبٖ َٖر‬٤ً‫َ اي‬٤‫دَا‬ٚٓ‫طَُِعُ اي‬َٜ َ‫اٍَ سٔني‬ٜ‫َِٔ ق‬ ُٜ٘‫ًتِ ي‬٤َ‫َعَدِتَُ٘ س‬ٚ ٟٔ‫ر‬٤‫دّا اي‬ُُِٛ‫اَّا َش‬ٜ‫َاِب َعجُِ٘ َك‬ٚ ٜ١ًٜٝٔ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٜ١ًٜٝٔ‫َض‬ٛ‫ي‬ٞ‫َُشَُٖدّا ا‬ ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َّ اي‬َٜٛ ٞٔ‫ا َعت‬ٜ‫غَؿ‬ “Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da‟wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab‟atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa „adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari) 

Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Uddzur. Hal ini sebagaiamana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya‘tsaa Radhiyallahu „anhu, beliau berkata :

ٔ‫طذٔد‬ ِ َُ ٞ‫اَّ زَدٌُْ َِٔٔ اي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ُٕ ؾ‬ٚ‫ذ‬٪َ ُُٞ‫أذَٖٕ اي‬ٜ ٜ‫ ؾ‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫طذٔدٔ َعَ أ‬ ِ َُ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫دّا ؾ‬ُٛ‫قع‬ٝ ‫نٖٓا‬ٝ ‫أَٖا‬ٜ ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ُٛ‫ب‬ٜ‫اٍَ أ‬ٜ‫ك‬ٜ‫طذٔدٔ ؾ‬ ِ َُٞ‫ ػَسَزَ َِٔٔ اي‬٢ٖ‫ُ َست‬َٙ‫ بَؿَس‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬ُٛ‫ب‬ٜ‫تَِبعَُ٘ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫َ ُِػ‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ ؾ‬٢ِٔ‫اض‬ٜ‫ك‬ٞ‫بَا اي‬ٜ‫ أ‬٢َ‫دِ عَؿ‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٖرَا ؾ‬ 42 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang lakilaki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim” (Nabi Muhammad) Shalallahu „Alaihi wa Sallam.” (HR Muslim) 

Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah. Yaitu dengan mengisi shalat sunnah qabliyah, membaca Al-Qur‘an, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam:

١َ‫اإلقا‬ٚ ٕ‫سد بني ا٭ذا‬ٜ ٫ ٤‫ايدعا‬ Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak. (HR. Tirmidzi) 

Menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda,

‫ٔ آػٔسَُٖا‬٤‫فٔ ائٓطَا‬ٛٝ‫ِسُ ؾُؿ‬ٝ‫ َػ‬َٚ ‫غَسَٖٗا آػٔسَُٖا‬َٚ ‫يَٗا‬ٝٚ ‫أ‬ٜ ٢ٍ‫فٔ ائسدَا‬ٛٝ‫ِسُ ؾُؿ‬ٝ‫َػ‬ ‫يَٗا‬ٖٝٚ‫أ‬ٜ ‫غَسَٖٗا‬َٚ Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama. (HR.Muslim) 

Merapikan dan merapatkan shaf shalat. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu‘man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda :

ِِٝ‫ِٖٔه‬ٛ‫ُ ُد‬ٚ َِٔٝ‫ َب‬ٝ‫ؿ ٖٔ اهلل‬ٜ ٔ‫ؼَاي‬ُٜٝ‫ ي‬ِٚ ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ِؾ‬ٛ‫ؿ‬ٝ ُ‫ٕٖٗ ض‬ٛ‫ط‬ َ ‫يُت‬ٜ 43 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajahwajah kalian. (HR. Bukhari dan Muslim) 

Jangan mendahului gerakan imam.Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu:

‫اٍَ ضَُٔ َع‬ٜ‫إذَا ق‬٢َٚ ‫ا‬ُٛ‫نع‬ٜ ِ‫از‬ٜ‫عَ ؾ‬ٜ‫إذَا زَن‬٢ٜ‫ِ٘ٔ ؾ‬ًَٜٝ‫ا ع‬ٛٝ‫ؼتًَٔؿ‬ ِ ‫ا َت‬ًٜٜ‫ِتَِٖ بٔ٘ٔ ؾ‬٪ُٝ‫إََاُّ ٔي‬٢ ٞ‫َُْٖا ُدعٌَٔ اي‬٢‫إ‬ ٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢َٚ ‫ا‬ُٚ‫اضِذُد‬ٜ‫ضذَدَ ؾ‬ َ ‫إذَا‬٢َٚ ُ‫يشَُِد‬ٞ‫ ا‬ٜ‫يو‬ٜ ‫ا زَٖبَٓا‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ُ٘ ئَُِٔ سَُٔد‬٤ً‫اي‬ َُٕٛ‫أدِ َُع‬ٜ ‫ضّا‬ًُٛٝ‫ا د‬ٛ٥ًَ‫ؿ‬ٜ‫دَأيطّا ؾ‬ “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku‟, maka ruku‟lah. Dan bila ia mengatakan „sami‟allahu liman hamidah‟, maka katakanlah,‟Rabbana walakal hamdu‟. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya.‖ (HR. Bukhari) 

Berdoa ketika keluar masjid. Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

‫إذَا ػَسَ َز‬٢َٚ ٜ‫َابَ َزسِ َُتٔو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ؾتَضِ ي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ٌِ اي‬ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫طذٔدَ ؾ‬ ِ َُٞ‫ِِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢ ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ ٌِ اي‬ٝ‫َك‬ًٜٝٞ‫ؾ‬ Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu). (HR. Muslim)

44 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB III

FIKIH ZAKAT

1. Definisi Zakat Zakat secara bahasa memiliki banyak arti yang saling berdekatan, yaitu: 

Zakat berarti ―

‖ berarti bertambah atau tumbuh.

Makna seperti dapat kita lihat dari perkataan ‗Ali bin Abi Tholib,

‫ باإلْؿام‬ٛ‫صن‬ٜ ًِ‫ايع‬ “Ilmu itu semakin bertambah dengan diinfakkan.” 

Zakat berarti ―

‖, yang lebih baik. Sebagaimana dapat kita

lihat pada firman Allah Ta‟ala,

ٟ٠‫ا‬ٜ‫ِسّا َُِٔٓ٘ شَن‬ٝ‫يَُُٗا زَٓبَُُُٗا َػ‬ٜٔ‫بِد‬ُٜ ِٕٜ‫أ َزدَِْا أ‬ٜ ٜ‫ؾ‬ “Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu.” (QS. Al-Kahfi: 81) 

Zakat juga berarti ―

‖ mensucikan. Sebagaimana firman Allah

Ta‟ala,

‫ٓاَٖا‬ٜ‫ضَ َِٔ شَن‬ًٜٞ‫ؾ‬ٜ‫ ِد أ‬ٜ‫ق‬ “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.‖ (QS. Asy-Syams: 9)

‫ِِ ٔبَٗا‬٢ٗٝٓٔ‫َتُصَن‬ٚ ُُِِٖ‫ٓس‬٢ٜٗٛ ‫ ُت‬١ٟ ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ِٔ َٔ ِ‫ػُر‬ 45 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)42 Adapun secara istilah syar‘i, zakat berarti penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob (ukuran minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan. Sedangkan muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.43 Hubungan antara definisi zakat secara bahasa dan istilah sangat erat, yaitu pokok harta itu akan tumbuh dengan bertambah barokah ketika dikeluarkan dan juga orang yang mengeluarkan akan mendapatkan berkah dengan do‘a dari orang yang berhak menerima zakat tersebut. Harta lain yang tersisa juga akan bersih dari syubhat, ditambah dengan terlepasnya dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut.44 2. Fungsi Zakat Zakat merupakan ibadah maliyah (harta), yang memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu fungi diniyah (keagamaan), khuluqiyyah (akhlak) dan ijtimaiyyah (sosial) yang memiliki posisi sangat penting, setrategis dan mentukan, baik dilihat dari ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.45 Fungsi zakat ini akan dirinci dalam uraian berikut:46 a. Fungi diniyah  Menegakan satu rukun dari rukun-rukun Islam yang menjadi sentral kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat.

42- Al-Mu’jam Al-Wasith, Mesir : Dar Al-Maarif, 1972,Vo.1,hlm.396 43- Ibid 44- Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2001, hlm.17 45- Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2001, hlm.1 46- Muhamad bin Soleh al-Utsaimin, Zakat dan Faedah-Faedahnya, Puataka Islamhouse,2010, hlm.8

46 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





Zakat dapat mendekatknan hamba kepada Tuhannya dan menambah keimananya, seperti ketaatan-ketaatan yang lain. Zakat adalah pintu surga bagi orang yang menunaikannya. Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda,

َِٔٔ ‫َُْٗا‬ٛٝٛ‫َُب‬ٚ ‫َْٔٗا‬ٛٛٝ ‫زَُٖا َِٔٔ ُب‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ ٣َ‫ا تُس‬ٟ‫سَؾ‬ٝ‫ٔ غ‬١َٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٔ‫َٕٓ ؾ‬٢‫إ‬ َ‫اب‬ٜ‫ط‬ٜ‫اٍَ ئ َُِٔ أ‬ٜ‫ٓ٘ٔ ق‬ًٜ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ َ٢ٖٔ َُِٔٔ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ْٓ ؾ‬٢ٔ‫أعِسَاب‬ٜ َّ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٖاؾ‬٢‫ز‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ ّْ‫َا‬ْٝٔ‫ع‬ ُ ‫َايَٓٓا‬ٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫ٓ٘ٔ بٔاي‬ًٜٔ‫ي‬٢ًَٜٓ‫َؾ‬ٚ َّ‫َا‬ٝٔ‫ؿ‬ ٓ ‫أدَاَّ اي‬َٜٚ َّ‫عَا‬ٜٛٓ ‫طعَ َِ اي‬ٞ ٜ‫َأ‬ٚ َّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫اي‬



“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.” (HR.Tirmidzi) Pahala dan keberkahan yang besar yang diperoleh dari menunaikan zakat, Allah Subhaanahu wa Ta‟alla berfirman:

ٔ‫ات‬ٜ‫ ايؿٖدَق‬ٞٔ‫ُسِب‬َٜٚ ‫بَا‬ٚ‫س‬ٞ‫ ُ٘ اي‬١ً‫اي‬ٝ‫َ ُِشَك‬ٜ “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (AlBaqoroh: 276). Dan berfirman:

47 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ُِ‫ت‬ِٝ‫ََا آَت‬َٚ ٔ٘٤ً‫عٔٓدَ اي‬ُٛ‫َسِب‬ٜ ‫ا‬ًٜٜ‫ ؾ‬٢‫ ايٖٓاع‬٢ٍ‫َا‬َِٜٛ‫ أ‬ٞٔ‫َ ؾ‬ُٛ‫َسِب‬ٝ‫ ِّي‬ٟ‫با‬ٚ‫ٔ ز‬َٚ ُِ‫ت‬ِٝ‫ََا آَت‬َٚ ٕٛٝ‫كعٔؿ‬ ِ ُُٞ‫هُٗ ُِ اي‬ٜ ٔ٦ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٝ ٜ‫ٔ٘ ؾ‬٤ً‫دِ َ٘ اي‬َٚ َُٕٚ‫د‬ٜ‫س‬٢ ُ‫ ت‬٠ٕ‫ا‬ٜ‫ٔ شَن‬َٚ “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS: Ar-rum: 39) Nabi bersabda:

٫ٚ ،‫ب‬ٝ‫ َٔ نطب ط‬- ٠‫عادٍ متس‬ٜ ‫ أميا‬- ٠‫َٔ تؿدم بعدٍ متس‬ ‫ٗا يؿاسب٘ نُا‬ٝ‫ٓ٘ مثريب‬ُٝٝ‫أػرٖا ب‬ٜ ‫ ؾإٕ اهلل‬،‫ب‬ٝٛ‫ اي‬٫‫كبٌ اهلل إ‬ٜ ٌ‫ٕ َجٌ اجلب‬ٛ‫ ته‬٢‫ ست‬ًٙٛ‫ أسدنِ ؾ‬ٞ‫سب‬ٜ “Barang siapa bersedekah dengan dengan sepadan satu butir kurma, dari hasil kerja yang baik(halal), dan Allah tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah Subhaanahu wa Ta‟alla akan mengambilnya dengan tangan kananya, kemudian mengembangkanya untuk pemiliknya sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan hingga menjadi seperti gunung.” (HR: Bukhori dan Muslim) 

Allah Subhaanahu wa Ta‟alla menghapus dosa-dosa dengan zakat, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam:

‫ ايٓاز‬٤‫ املا‬٤٢‫ؿ‬ٜٛ ‫ نُا‬١٦ٝٛ‫ اخل‬٤٢‫ؿ‬ٛ‫ ت‬١‫ايؿدق‬ٚ “Dan sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR.Tirmidzi) b.

Fungsi Akhlakiyah 48 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

 

Memasukan muzakki ke dalam barisan orang-orang dermawan yang pemurah. Zakat mengharuskan muzakki memiliki sifat penyayang kepada saudara-saudaranya yang tidak punya, dan para penyayang itu disayang Allah.

ٔ٘ٔ‫ؿط‬ٞ َٓٔ‫بُي‬ ٓ ٔ‫ش‬ُٜ ‫٘ٔ ََا‬ٝٔ‫٭ػ‬ٜ َٓ‫ُشٔب‬ٜ ٢َٓ‫ِِ َست‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ُٔ َٔ٪ِ ُٜ ٫





Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (HR.Bukhari) Terbukti bahwa ketika jiwa memberikan kontribusinya secara finansial bagi kepentingan kaum muslimin, akan menjadikan dada terasa lapang dan jiwa terasa lega, dan mengharuskan seseorang menjadi dicintai karena telah memberikan manfaat bagi saudaranya. Bahwa zakat itu dapat mensucikan akhlak pelakunya dari sifat kikir dan pelit, sebagaimana Firman-Nya:

‫ِ ٔبَٗا‬٢ِّٗٝ‫َتُصَن‬ٚ ُُِِٖ‫س‬ٜٚٗٛ ‫ُت‬ٟ١ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ٗ‫َأي‬َِٜٛ‫ػُرِ َٔ ِٔ أ‬ “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS: At-Taubah: 103) c. Fungsi Ijtimaiyyah  Zakat mengokohkan ikatan-ikatan cinta antara kaya dan miskin, karena jiwa sesungguhnya diciptakan dengan kecenderungan mencintai orang yang berbuat baik kepadanya.

ِ‫ َٓه‬٤‫ا‬ٝٓ‫ بني ا٭غ‬١‫ي‬ٚ‫ْد‬ٛ‫ه‬ٜ٫ ٞ‫ن‬ ―Agar harta itu jangan hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja diantara kalian..” (QS. Al-Hasyr:7) 

Zakat dapat menutupi kebutuhan fakir miskin yang mayoritas di kebanyakan negeri. 49 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah







Zakat dapat memperkokoh kaum muslimin dan meninggikan derajat mereka, karena itu salah satu dari sasaran zakat adalah jihad fi sabilillah, seperti yang akan kamisebutkan insya Allah. Zakat dapat menghapus rasa iri dengki dan cemburu dari dalam dada kaum fakir miskin, orang miskin jika melihat orang-orang kaya menikmati hartanya tanpa ia dapat mengambil manfaat sedikit pun darinya, terkadang tumbuh dalam dirinya rasa cemburu dan permusuhan terhadap orang-orang kaya akibat mereka tidak memberikan perhatian terhadap haknya, tidak pula memenuhi kebutuhanya, jika orang kaya memberikan sebagian hartanya kepada si miskin pada setiap putaran tahunya, maka semua perasaan ini akan lenyap dan tumbuhlah rasa cinta dan kebersamaan. Zakat dapat menumbuhkan harta dan memperbanyak berkah, sebagaimana dalam hadits, bahwa Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

.ٍ‫ َٔ َا‬١‫َا ْكؿت ؾدق‬ “Tidaklah zakat itu dapat mengurangi harta”  Di dalam pembayaran zakat terdapat perluasan daerah harta, karena suatu harta jika dicairkan sebagian darinya, maka akan meluas jangkauanya, dan banyak orang yang mengambil manfaat darinya, berbeda jika harta hanya berputar di antara orang-orang kaya saja sedang orangorang miskin tidak mendapatkan sedikitpun darinya. 3. Kewajiban Berzakat Zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan sha lat, Kitab dan sunnah serta ijma' telah menunjukan kewajibanya. Dalil yang menyatakan wajibnya zakat di antaranya terdapat dalam ayat, 50 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ٠‫ا‬ٜ‫ا ايصَٓن‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43) Perintah zakat ini berulang di dalam Al-Qur‘an dalam berbagai ayat sampai berulang hingga 32 kali. Begitu juga dalam sabda Nabi Shalallahu „Alaihi wa Sallam ketika memerintahkan pada Mu‘adz yang ingin berdakwah ke Yaman,

َِٔٔ ُ‫ػَر‬٪ِ ُ‫ ت‬، ِِ٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٢ٔ‫ ؾ‬ٟ١ٜ‫ِِ ؾَدَق‬٢ًَِٜٗٝ‫ؾتَ َسضَ ع‬ٞ‫َٓ٘ ا‬ًٜ‫َٕٓ اي‬ٜ‫عًِٔ ُُِِِٗ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ا ئرَٔيو‬ُٛ‫اع‬ٜ‫ط‬ٜ‫ِٕ ُِِٖ أ‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬ ِِ٢ٗ٥ٔ‫سَا‬ٜ‫ك‬ٝ‫ ؾ‬٢ًَٜ‫َتُسَدُٓ ع‬ٚ ِِ٢ٗ٥ٔ‫َا‬ٝٓٔ‫غ‬ٞ ‫أ‬ٜ “Jika mereka telah mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan shalat ), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di antara mereka.‖ (HR. Bukhari) Dari nash-nash di atas telah jeas bahwa hukum zakat adalah wajib. Maka barang siapa mengingkari kewajibanya maka ia adalah kafir dan murtad dari Islam harus diminta agar bertaubat, jika tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat atau mengurangi sesuatu derinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak atas sangsi dari Allah Subhaanahu wa Ta‟alla, Allah Subhaanahu wa Ta‟alla berfirman:

ُِِٗ‫ي‬٤ ٙ‫ غَس‬َٛ ُٖ ٌَِ‫يُِِٗ ب‬٤ ٟ‫ِسا‬َٝ‫َػ‬ُٖٛ ًِٔ٘ٔ‫ك‬ٜ‫ُ٘ َٔٔ ؾ‬١ً‫َٕ بَُٔا آتَاُُِٖ اي‬ًَٛٝ‫َِبؼ‬ٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫طَبٖٔ اي‬ َ ِ‫ش‬َٜ ٜ٫َٚ ًََُِٕٛٝ‫ُ٘ بَُٔاَتع‬١ً‫َاي‬ٚ ٢‫٭زِض‬ٜ ‫َا‬ٚ ٔ‫َات‬ٚ‫٘ٔ َٔريَاخُ ايطَُٖا‬١ًٔ‫َي‬ٚ ٔ١َ ‫َا‬ٝٔ‫ك‬ٞ‫ َاي‬ِٛ َٜ ٔ٘ٔ‫ ب‬ٞ‫ا‬ًٛٝٔ‫َٕ ََا َبؼ‬ٛٝ‫ٖق‬ٜٛٛ ُٝ‫ض‬ َ ْ‫َػبٔري‬ “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik 51 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.‖ (QS: Ali-Imron: 180) 4. Hukum Orang yang Enggan Menunaikan Zakat Orang yang enggan menunaikan zakat ada dua keadaan, yaitu karena inkar, dan bakhil. 

Pertama: Orang yang mengingkari kewajiban zakat. Sebagaimana yang sudah maklum bahwa bahwa zakat adalah bagian dari rukun Islam. Para ulama bersepakat (berijma‘) bahwa siapa yang menentang dan mengingkari rukun tarsebut, termasuk di dalamnya kewajiban zakat, maka ia telah kafir dan murtad dari Islam. Karena ini adalah perkara ma‘lum minad diini bid doruroh, yaitu sudah diketahui akan wajibnya. Imam Nawawi Rahimahullah berkata, ―Barangsiapa mengingkari kewajiban zakat di zaman ini, ia kafir berdasarkan kesepakatan para ulama.‖47 Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar berkata, ―Adapun hukum asal zakat adalah wajib. Siapa yang menentang hukum zakat ini, ia kafir.‖48  Kedua: Orang yang enggan menunaikan zakat karena bakhil, bukan karena inkar, maka hukum orang yang seperti ini adalah fasik, karena telah melakukan maksiat, yaitu melanggar perintah yang telah ditetapkan oleh Allah. 5. Ancaman bagi yang enggan menunaikan zakat  Ancaman siksa yang amat berat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

47 - Imam Nawawi, Syarh Muslim, 1: 205. 48 - Imam Ibn Hajar, Fathul Bari, 3: 262.

52 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٕ‫سُِِٖ ٔبعَرَاب‬ٚ‫َبػ‬ٜ‫٘ٔ ؾ‬١ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬ َ ٞٔ‫ََْٗا ؾ‬ٛٝ‫ُٓؿٔك‬ٜٜ٫َٚ ٜ١ٖ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ َ‫َٕ ايرٖ َٖب‬ُٚ‫هٓٔص‬ٞ َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ِِ ُُٖ‫ز‬ُٛٗ‫ظ‬ٝ َُِٛ ُٗ‫ُب‬ُٛٓ‫َد‬ٚ ُُِِٖٗ ‫ ٔبَٗا دٔبَا‬٣َٛ‫ه‬ٞ ُ‫ؾت‬ٜ ََِٖٓٗ ‫ َد‬٢‫ َْاز‬ٞٔ‫َٗا ؾ‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢َُِ‫ش‬َُٝ ِٛ َٜ ٣ِٝٔ‫ي‬ٜ‫أ‬ َُٕٚ‫هٓٔص‬ٞ َ‫ٓتُ ُِت‬ٝ‫ ََا ن‬ٞ‫ا‬ٛٝ‫ق‬ُٚ‫ر‬ٜ‫ ِِ ؾ‬ٝ‫ؿطٔه‬ٝ ْٜ‫نَٓصِتُِِ ٭‬ٜ ‫َٖعرَا ََا‬ “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS: At-Taubah: 34-35) 

Harta yang tidak dizakati akan berubah menjadi adzab baginya. Rasullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫َِّ ائك‬َٜٛ َٕ‫ا‬ٜ‫ذَا ن‬٢‫ٓ إ‬ٜ٫‫إ‬٢ ‫َٗا‬ٜ‫ ََِٔٓٗا سَ ٓك‬ٟٓٔ‫د‬٪َ ُٜ ٜ٫ ٕ١َٓ‫ ؾٔك‬ٜ٫َٚ ٕ‫ََا َِٔٔ ؾَا ٔسبٔ ذََٖب‬ ُُ٘‫ بَٔٗا َدِب َٗت‬٣َٛ‫ه‬ٞ ُٜٝ‫ ؾ‬،َََِٓٗ ‫ َد‬٢‫ َْاز‬ٞٔ‫َٗا ؾ‬ًَِٜٝ‫َ ع‬ُِٞٔ‫أس‬ٝ ٜ‫ ؾ‬،٣‫ٔضُ َٔ ِٔ َْاز‬٥‫ؿا‬ٜ َ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫ت ي‬ ِ ‫ش‬ َ ‫ؾُٔؿ‬ ‫ـ‬ َ ٞ‫ي‬ٜ‫َِٔ أ‬ٝ‫ط‬ ٔ َُِ‫ُ ػ‬ُٙ‫دَاز‬ٞ‫إ َٔك‬ٜ‫ ن‬٣َِّٜٛ ٞٔ‫ِ٘ٔ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ِدَتِ إ‬ٝ‫ ٔع‬ٝ‫َُٓا بَ ُسدَتِ أ‬ًٜٝ‫ ن‬،ُُٙ‫ظِٗس‬ٜ َٚ ُُ٘‫ َدِٓب‬َٚ ٢‫ ايَٓٓاز‬٢ٜ‫ي‬٢‫إَٓا إ‬٢َٚ ،ٔ١َٜٓ‫ اجل‬٢ٜ‫ي‬٢‫إَٓا إ‬٢ ُ٘ ًِٜٝٔ‫ضب‬ َ ٣َ‫َس‬ٝ‫ؾ‬ٜ ،ٕ١َٓ‫ض‬ َ “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.‖ (HR. Muslim) 53 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dan dalam riwayat yang sohih dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, ia berkata: " Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ular itu menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh dengan racun bisa, lalu memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah harta simpananmu, Kemudian Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membaca:

ُِِٗ‫ي‬٤ ٙ‫َ غَس‬ُٖٛ ٌَِ‫يُِِٗ ب‬٤ ٟ‫ِسا‬َٝ‫ػ‬َٛ ُٖ ًِٔ٘ٔ‫ك‬ٜ‫ُ٘ َٔٔ ؾ‬١ً‫َٕ بَُٔا آتَاُُِٖ اي‬ًَٛٝ‫بِؼ‬َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫شطَبَٖٔ اي‬ ِ َٜٜ٫َٚ ٔ١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َاي‬َٜٛ ٔ٘ٔ‫ ب‬ٞ‫ا‬ًٛٝٔ‫َٕ ََا َبؼ‬ٛٝ‫ٖق‬ٜٛٛ ُٝ‫ض‬ َ “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.‖ (QS: Ali-Imran: 180) Dalam sahih Bukhari dari Abu Hurairoh Radhiyallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ّٜٛ ٘‫ق‬ُٜٛٛ ٕ‫بتا‬ٝ‫ أقسع ي٘ شب‬ٟ‫غذاعا‬١َ‫ا‬ٝ‫ّ ايك‬ٜٛ ٘‫د شنات٘ َجٌ ي‬٪ٜ ًِ‫ ؾ‬ٟ٫‫ اهلل َا‬ٙ‫َٔ آتا‬ ‫و أْا نٓصى‬ٝ‫٭ْا َاي‬ٛ‫ك‬ٜ - ٘ٝ‫عين غدق‬ٜ - ٘ٝ‫أػر بًٗصَت‬ٜ ِ‫ ث‬١َ‫ا‬ٝ‫ايك‬ “Barang siapa Allah berikan kepadanya harta, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, maka akan ditampilkan dihadapanya pada hari kiamat seekor ular jantan yang memiliki dua bisa, ia menjulurkan mahkota kepalanya karena penuh dengan racun bisa, ular itu memakaikan kalung kepadanya, kemudian memegang kedua tulang rahangnya, kemudian mengatakan: Aku adalah hartamu, aku adalah harta simpananmu.” Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyallahu „anhu, ia berkata, ―Aku datang menemui Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang sedang berlindung di bawah naungan Ka‘bah. Beliau bersabda, ‗Merekalah 54 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

orang-orang yang paling merugi, demi Rabb Pemilik Ka‘bah‘. Beliau mengucapkannya tiga kali. Abu Dzar berkata, ―Aku pun menjadi sedih, aku menarik nafas lalu berkata, ‗Ini merupakan peristiwa yang buruk pada diriku. Aku bertanya, Siapakah mereka? Ayah dan ibuku menjadi tebusannya?‘‖ Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

٣ٌُ‫ٌِْ ََا ُِِٖ ََا َِٔٔ َزد‬ًٜٝٔ‫َق‬ٚ ‫رَا‬ٜ‫ََٖه‬ٚ ‫رَا‬ٜ‫ ٔعبَادٔ اهللٔ َٖه‬ٞٔ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ٓ َِٔ ق‬ٜ٫٢‫ إ‬،ٟ٫‫َا‬َِٜٛ‫َِٕ أ‬ٚ‫نجَ ُس‬ٞ ٜ‫ا٭‬ ‫ُِ ََا‬ٜ‫ ِعع‬ٜ‫ٔ أ‬١َ ‫َا‬ٝ‫َِّ ائك‬َٜٛ ُِ٘‫َت‬٤‫ٓ دَا‬ٜ٫٢‫اَتَٗا إ‬ٜ‫ شَن‬ٟٓٔ‫د‬٪َ ُٜ ٜ٫ ‫سّا‬ٜ‫ِ بَك‬ٜٚ‫ أ‬ٟ٬ٔ‫ب‬٢‫ِ إ‬ٜٚ‫غَُّٓا ا‬ٜ ٝ‫تِسُى‬َٜٝ‫ِتُ ؾ‬ُُٛ َٜ َُِٓ‫ ث‬٢‫َٔ ايَٓٓاع‬ِٝ‫ َب‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ك‬ٞ‫َك‬ٜ ٢َٓ‫ َست‬،‫َِْٔٗا‬ٚ‫ ُس‬ٝ‫شُُ٘ بٔك‬ٛٔ ِٓ‫ََت‬ٚ ،‫ٔؾَٗا‬ٜ٬ٞ‫ظ‬ٜ‫ُ بٔأ‬ٜٙ‫أ‬ٜٛ‫ َت‬٢َٓ‫ضِ َُُٔ َست‬ٜ‫َأ‬ٚ ُِٕٛ‫ه‬ٝ َ‫ت‬ ‫أػِسَاَٖا‬ٝ ٢ َ ًَ‫َٖا ع‬ٜ٫ِٚ‫أ‬ٝ ُ‫د‬ِٛ ‫َت ُع‬ “Orang-orang yang banyak hartanya! Kecuali yang menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah begini dan begini. Namun sangat sedikit mereka itu. Tidaklah seorang lelaki mati lalu ia meninggalkan kambing atau unta atau sapi yang tidak ia keluarkan zakatnya melainkan hewan-hewan itu akan datang kepadanya pada hari kiamat dalam bentuk yang sangat besar dan sangat gemuk lalu menginjaknya dengan kukunya dan menanduknya dengan tanduknya. Hingga Allah memutuskan perkara di antara manusia. Kemudian hewan yang paling depan menginjaknya kembali, begitu pula hewan yang paling belakang berlalu, begitulah seterusnya.” (HR. Bukhari) 6. Syarat-syarat zakat Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Syarat tersebut berkaitan dengan dua hal, yaitu yang berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan berkaitan dengan harta.49 a. Syarat pertama, berkaitan dengan muzakki: (1) Islam, dan (2) merdeka. Adapun anak kecil dan orang gila (jika memiliki harta dan memenuhi syarat-syaratnya) masih tetap dikenai zakat yang nanti akan dikeluarkan oleh walinya. Pendapat ini adalah pendapat terkuat dan dipilih oleh mayoritas ulama. 49 - Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 12-13 dan Az Zakat, 64-66.

55 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

b. Syarat kedua, berkaitan dengan harta yang dikeluarkan sebagaimana yang akan dijelaskan dalam uraian berikut ini: 1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Adapun harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak menerima sesuatu yang haram.50

ََٔٓٔ ِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬ َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َٔٔ ٞ‫ا‬ٛٝ‫ْؿٔك‬ٜ‫ أ‬ٞ‫ا‬َُٛٓ ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ٞ‫ا‬ُٛ‫ٕ ُتػُِٔك‬ٜ‫ٓ أ‬ٜ٫‫إ‬٢ ٜٔ٘‫طتُِ بٔآػٔ ٔر‬ ِ ‫ي‬َٜٚ َٕٛٝ‫حَ َُِٔٓ٘ تُٓؿٔك‬ٝٔ‫يؼَب‬ٞ‫ ا‬ٞ‫ا‬ََُُُٛٓٝ‫ َت‬ٜ٫َٚ ٢‫٭زِض‬ٜ ‫ا‬ ْ‫د‬َُٝٔ‫ْٓ س‬ٞٔٓ‫غ‬ٜ َ٘١ً‫ َٕٓ اي‬ٜ‫ا أ‬ًُُِٜٞٛ‫َاع‬ٚ ٔ٘ٝٔ‫ؾ‬ “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah: 254) 2) Dimiliki secara sempurna. Yang dimaksud dengan syarat ini adalah harta tersebut di bawah control dan kekuasaan pemiliknya dan tidak berkaitan dengan hak orang lain. 3) Termasuk harta yang berkembang secara hakiki atau secara hukum. Yang bertambah secara hakiki seperti: hewan ternak, biji-bijian dan buah-buahan, dan harta perdagangan. Yang bertambah secara hukum seperti: emas dan perak jika tidak diperdagangkan. Sebab meskipun keduanya tidak bertambah, namun secara hukum dianggap bertambah, karena kapan saja seseorang menghendaki dia bisa memperdagangkannya. Adapun harta yang tidak berkembang, atau tidak ada potensi untuk berkembang, maka tidak wajib dizakati. Kuda dan hamba sahaya, di zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam termasuk harta yang tidak produktif. Karenanya tidak menjadi objek zakat. 50 - Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam PerekonomianModern, Jakarta : Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2001, hlm.32

56 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Adapun Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.

ٔ٘ٔ‫سَض‬ٜ‫ ؾ‬٫ٜ َٚ ٔٙٔ‫ َعبِد‬٢ٔ‫ ؾ‬١٠ ٜ‫ ؾَدَق‬٢ًِِٔ‫ُُط‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬ٜ “Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari) Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah 4) Telah mencapai nishab. Yaitu, telah mencapai ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٕ‫ِد‬ٚ‫ َذ‬٢‫َٕ ػَُِظ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬َٜٚ ، ٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫َام‬ٚ‫أ‬ٜ ٢‫َٕ ػَُِظ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ ٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫ِضُل‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬ ٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٝ‫ي‬َٜٚ ، ٠١ٜ‫ؾَدَق‬ “Tidak zakat bagi perak di bawah 5 uqiyah51, tidak ada zakat bagi unta di bawah 5 ekor dan tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.‖52 (HR. Bukhari) 5) Telah mencapai haul. Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

ٍُِٛ‫ش‬ َ ٞ‫ِٔ٘ اي‬ًَٜٝ‫ٍَ ع‬ُٛ‫َش‬ٜ ٢َٓ‫ سَت‬٠‫ا‬ٜ‫ شَن‬٣ٍ‫ ََا‬٢ٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٝ‫ي‬َٜٚ “Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” ( HR. Abu Daud)

51 - Satu uqiyah sama dengan 40 dirham. Jadi nishob perak adalah 5 uqiyah x 40 dirham/uqiyah = 200 dirham (Lihat Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376). 52 - Satu wasaq sama dengan 60 sho’. Jadi nishob zakat tanama adalah 5 wasaq x 60 sho’/wasaq = 300 sho’ (Lihat Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376). Satu sho’ kira-kira sama dengan 3 kg. Sehingga nishob zakat tanaman = 300 sho’ x 3 kg/sho’ = 900 kg.

57 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada syarat haul. Zakat pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

َ‫َاي ٓصَزِع‬ٚ ٌَِ‫َايَٓؼ‬ٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ِسَ َعِس‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ دََٓٓاتٕ َعِس‬ٜ‫ِْػَأ‬ٜ‫ أ‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ َٚ ‫إذَا‬٢ ٔٙ٢‫ا َِٔٔ ثََُس‬ًٛٝٝ‫ِسَ َُتَػَابٕٔ٘ ن‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ‫َاي ٓسَُٓإَ ََُتػَأبّٗا‬ٚ َُٕٛ‫ت‬َِٜٓ‫َايص‬ٚ ًُ٘ٝٝ‫ن‬ٝ‫ا أ‬ٟ‫ؼتًَٔؿ‬ ِ َُ ٔٙٔ‫َِّ سَؿَاد‬َٜٛ ُٜ٘ٓ‫ا سَك‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ َ‫ثَُِس‬ٜ‫أ‬ “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141) 6) Lebih dari kebutuhan pokok. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan tersebut dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti nafkah, tempat tinggal, dan pakaian.53 Dalilnya firman Allah :

ٛ‫ٕ قٌ ايعؿ‬ٛ‫ٓؿك‬ٜ ‫ْو َاذا‬ٛ‫طأي‬ٜٚ “Mereka bertanya tentang apa yang harus diinfaqkan (dizakatkan), katakan : yang lebih dari kebutuhan.”(QS. Al-Baqarah: 219) Menurut Ali Ashabuni, maksud “al-afw” pada ayat tersebut adalah sesuatu yang sifatnya lebih dari kebutuhan pokok. Maka dari itu, zakat dikeluarkan dari harta yang lebih dari kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan papan.54 7. Harta Yang Wajib Dizakati

53 - Ibid 54 - Ali Asshabuni, Shaffatus tafasir, Beirut : Dar Ihya al-turast Al-Arabi, 1993, Vol.1,hlm.140

58 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Zakat hanya disyariatkan pada jenis-jenis harta yang mengalami pertambahan, baik yang bertambah dengan zatnya itu sendiri, seperti binatang ternak, hasil bumi, dan harta dagangan. Atau bertambah dengan penggunaannya, seperti emas dan perak. Untuk lebih jelasnya akan diperinci dalam uraian berikut ini : a. Zakat Atsman (emas, perak dan mata uang)  Dalil ketentuan zakat emas dan perak, sebagaimana diriwayatkan dari ‗Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu „anhu, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

َِٖٔ‫ َدزَا‬ٝ١َ‫َٗا ػَُِط‬ٝٔ‫ؿ‬ٜ‫ٍُِ ؾ‬ٛ‫ش‬ َ ٞ‫َٗا اي‬ًَِٜٝ‫سَاٍَ ع‬َٚ ٣َِِٖ‫تَا ٔدز‬٥َ‫ َٔا‬ٜ‫يو‬ٜ ِ‫اَْت‬ٜ‫ذَا ن‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬ َُٕٚ‫ ٔعػِس‬ٜ‫و‬ٜ‫َٕ ي‬ٛٝ‫َه‬ٜ ٢َٓ‫ ايرَٓ َٖبٔ – َست‬٢ٔ‫ ؾ‬٢ٔٓ‫َ ِع‬ٜ – ْ٤ِ٢َ‫ غ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ِظَ ع‬ٝ‫ي‬َٜٚ ُ‫َٗا ْٔؿِـ‬ٝٔ‫ؿ‬ٜ‫ٍُ ؾ‬ِٛ َ‫يش‬ٞ‫َٗا ا‬ًَِٜٝ‫سَاٍَ ع‬َٚ ‫َٓازّا‬ٜٔ‫َٕ د‬ُٚ‫ ٔعػِس‬ٜ‫يو‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫إذَا ن‬٢ٜ‫َٓازّا ؾ‬ٜٔ‫د‬ ٜ‫شطَابٔ ذَئو‬ ٔ ٔ‫ؾب‬ٜ ‫َُا شَا َد‬ٜ‫ز ؾ‬٣ ‫َٓا‬ٜٔ‫د‬ “Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.” (HR.Bukhari) Dari sahabat Abu Sa‘id Al Khudri radhiyallahu ‗anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫َام‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬ ٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٝ‫ي‬ٜ “Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima uqiyah.” (HR. Bukhari) 59 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dan pada hadits riwayat Abu Bakar Radhiyallahu „anhu dinyatakan,

٢‫ي ُعػِس‬ٞ‫ٔ زُبِ ُع ا‬١ٜ‫ٓق‬٢‫ ايس‬٢ٔ‫َؾ‬ٚ “Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperempat puluh (2,5 %).” (HR. Bukhari) 









Nishob zakat emas Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat). Jika emas mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah. Kadar zakat emas Besaran zakat emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, emas telah mencapai 85 gram, maka besaran zakat adalah 85/40 = 2,125 gram. Jika timbangan emas adalah 100 gram, besaran zakat adalah 100/40 = 2,5 gram. Nishob zakat perak Nishob zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu dirham setara dengan 2,975 gram perak. Sehingga nishob zakat perak adalah 595 gram perak (murni). Jika perak telah mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah. Kadar zakat perak Besaran zakat perak adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya, 200 dirham, maka zakatnya adalah 200/40= 5 dirham. Jika timbangan perak adalah 595 gram, maka zakatnya adalah 595/40 = 14,875 gram perak. Zakat mata uang Mata uang wajib dizakati karena fungsinya sebagai alat tukar sebagaimana emas dan perak yang ia gantikan fungsinya saat 60 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ini. Hukum mata uang ini pun sama dengan hukum emas dan perak karena kaedah yang telah ma‘ruf “al badl lahu hukmul mubdal” (pengganti memiliki hukum yang sama dengan yang digantikan). Yang mejadi patokan dalam nishob mata uang adalah nishob emas atau perak. Jika mencapai salah satu nishob dari keduanya, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, maka tidak ada zakat. Jika kita perhatikan yang paling sedikit nishobnya ketika ditukar ke mata uang adalah nishob perak. Patokan nishob inilah yang lebih hati-hati dan lebih menyenangkan orang miskin. Besaran zakat mata uang adalah 2,5% atau 1/40 ketika telah mencapai haul. Contoh perhitungan zakat mata uang: Simpanan uang yang telah mencapai haul adalah Rp.10.000.000, Harga emas saat masuk haul = Rp.500.000,-/gram (perkiraan). Nishob emas = 85 gram x Rp.500.000,/gram = Rp.42.500.000,-.  Harga perak saat masuk haul = Rp.5.000,-/gram (perkiraan). Nishob perak = 595 gram x Rp.5.000,/gram = Rp.2.975.000,-.  Yang jadi patokan adalah nishob perak. Simpanan di atas telah mencapai nishob perak, maka besar zakat yang mesti dikeluarkan = 1/40 x Rp.10.000.000,- = Rp.250.000,-.55 b. Zakat Perdagangan (‗urudhudh tijaroh) 1) Dalil akan wajibnya zakat perdagangan adalah firman Allah Ta‟ala,

ََٔٔ ِِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬ َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َِٔٔ ‫ا‬ٛٝ‫ِْؿٔك‬ٜ‫ا أ‬َُٛٓ ‫آ‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫اي‬

55 - Panduan Zakat (6): Zakat Penghasilan — Muslim.Or.Id

61 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. AlBaqarah: 267) Yang dimaksud (

) ‗hasil usaha kalian‘ pada ayat di

atas adalah perdagangan. Hal itu sebagaimana yang ditegaskan oleh imam Bukhari dalam shahihnya, dan juga dikuatkan oleh Ibnul Arabi dalam tafsirnya.56 a) Syarat zakat barang dagangan  Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu‘awadhot) seperti jual beli dan sewa atau secara cuma-cuma (tabaru‘at) seperti hadiah dan wasiat.  Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta.  Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan.  Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nishob dari emas atau perak, Kalau mencapai nishob, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40.  Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun hijriyah). b) Rumus zakat perdagangan Perhitungan zakat barang dagangan= nilai barang dagangan 57 + uang dagang yang ada + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo.58 Contoh:59 56 - Shahih Al Bukhari pada Kitab Zakat, Ibnul Arabi, Ahkamul Qur’an,1: 469. 57 - dengan harga saat jatuh haul, bukan harga saat beli 58 - utang yang dimaksud adalah utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut (tahun pengeluaran zakat). Jadi bukan dimaksud seluruh hutang pedagang yang ada. Karena jika seluruhnya, bisa jadi ia tidak ada zakat bagi dirinya. 59 - Panduan Zakat (7): Zakat Barang Dagangan — Muslim.Or.Id

62 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Pak Muhammad mulai membuka toko dengan modal 100 juta pada bulan Muharram 1432 H. Pada bulan Muharram 1433 H, perincian zakat barang dagangan Pak Muhammad sebagai berikut: - Nilai barang dagangan

= Rp.40.000.000

- Uang yang ada

= Rp.10.000.000

- Piutang

= Rp.10.000.000

- Utang

= Rp.20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433 H)

Perhitungan Zakat = (Rp. 40.000.000 + Rp. 10.000.000 + Rp. 10.000.000 – Rp. 20.000.000) x 2,5% = Rp.

40.000.000 x 2,5%= Rp. 1.000.000

2) Zakat Hasil Pertanian  Dalil wajibnya zakat pertanian

ََٔٔ ِِٝ‫ه‬ٜ‫أػِ َس ِدَٓا ي‬ٜ ‫ََُٔٓا‬َٚ ُِِ‫طِبت‬ َ ‫ن‬ٜ ‫ٔبَاتٔ ََا‬ٝٓ‫ط‬ٜ َِٔٔ ‫ا‬ٛٝ‫ِْؿٔك‬ٜ‫ا أ‬َُٛٓ ‫آ‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ٢‫أزِض‬ٜ ٞ‫اي‬ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. AlBaqarah: 267)

َ‫َاي ٓصَزِع‬ٚ ٌَِ‫َايَٓؼ‬ٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ِسَ َعِس‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ٕ‫غَات‬ُٚ‫ دََٓٓاتٕ َعِس‬ٜ‫ِْػَأ‬ٜ‫ أ‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ َٚ ‫إذَا‬٢ ٔٙ٢‫ا َِٔٔ ثََُس‬ًٛٝٝ‫ِسَ َُتَػَابٕٔ٘ ن‬ٝ‫غ‬ٜ َٚ ‫َاي ٓسَُٓإَ ََُتػَأبّٗا‬ٚ َُٕٛ‫ت‬َِٜٓ‫َايص‬ٚ ًُ٘ٝٝ‫ن‬ٝ‫ا أ‬ٟ‫ؼتًَٔؿ‬ ِ َُ ٔٙٔ‫َِّ سَؿَاد‬َٜٛ ُٜ٘ٓ‫ا سَك‬ُٛ‫ت‬ٜ‫َآ‬ٚ َ‫ثَُِس‬ٜ‫أ‬ “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang 63 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141) 

Hasil pertanian yang wajib dizakati Zakat hasil pertanian diwajibkan pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.Yaitu: sya‘ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur kering).

٪٣ٌَ‫ َدب‬٢ٔ‫ َُعَاذٔ ِب‬َٚ ٢َ‫ض‬َُٛ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫ عَِٔ أ‬ٜ٠‫ بُ ِس َد‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ عَِٔ أ‬٢َٝ‫ش‬ ِ َٜ ٢ِٔ‫ ب‬ٜ١َ‫ًش‬ٜٞ‫َعِٔ ط‬ ‫أ َسََُُٖا‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٢ََُٔٝ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ َبعََجَُُٗا إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َٕٓ زَض‬ٜ‫أ‬ َِٔٔ ٜٓ٫‫إ‬٢ ٔ١ٜ‫ ايؿَٓدَق‬٢ٔ‫أػُرَا ؾ‬ٞ َ‫ ت‬ٜ٫ «٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫َق‬ٚ.ِِ٢َٜٗٓٔ‫أَِسَ د‬ٜ َ‫عًََُٔٓا ايَٓٓاع‬ُٜ ِٕٜ‫أ‬ .٢‫َايتَُِٓس‬ٚ ٔ‫ب‬ٝٔ‫َايصَٓب‬ٚ ٔ١ِٜٛٓ‫ش‬ ٔ ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫ػَعٔري‬ ٓ ‫ اي‬١َٔ‫٭زَِبع‬ٜ ‫ؾَٓافٔ ا‬ ِ ٜ‫ٔ ا٭‬ٙٔ‫َٖر‬ “Dari Tholhah bin Yahya, dari Abu Burdah, dari Abu Musa dan Mu‟adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mengutus keduanya ke Yaman dan memerintahkan kepada mereka untuk mengajarkan agama. Lalu beliau bersabda, “Janganlah menarik zakat selain pada empat komoditi: gandum kasar, gandum halus, kismis dan kurma.” (HR. Baihaqi) Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan:

‫ب‬ٝ‫هٔ متس ؾصب‬ٜ ‫هٔ بس ؾتُس ؾإٕ مل‬ٜ ‫ عٔ أزبع َٔ ايرب ؾإٕ مل‬١‫ايؿدق‬ ‫ب ؾػعري‬ٝ‫هٔ شب‬ٜ ‫ؾإٕ مل‬ “Zakat (pertanian) hanya untuk empat komoditi: Burr (gandum halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada kurma 64 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya‟ir (gandum kasar).” (HR. Ibn Abi Syaibah) Dari Thalhah bin Yahya, beliau mengatakan: Saya bertanya kepada Abdul Hamid dan Musa bin Thalhah tentang zakat pertanian. Keduanya menjawab,

‫ب‬ٝ‫ايصب‬ٚ ‫ايتُس‬ٚ ١ٛٓ‫ يف احل‬١‫إمنا ايؿدق‬ “Zakat hanya ditarik dari hinthah (gandum halus), kurma, dan zabib(kismis).” (HR. Ibn Abi Syaibah) 

Nishob zakat pertanian Nishob zakat pertanian adalah 5 wasaq. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Dalilnya adalah hadits,

٠١ٜ‫ ؾَدَق‬٣‫ِضُل‬ٚ‫أ‬ٜ ‫ظ‬ ٢ َُِ‫َٕ ػ‬ُٚ‫َُا د‬ٝٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٝ‫ي‬َٜٚ “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.” (HR. Bukhari) Keterangan : 1 wasaq = 60 sho‘, 1 sho‘ = 4 mud. Nishob zakat pertanian = 5 wasaq x 60 sho‘/wasaq = 300 sho‘ x 4 mud = 1200 mud. Ukuran mud adalah ukuran dua telapak tangan penuh dari pria sedang. Dewan Fatwa Saudi Arabia atau AlLajnah Ad-Da`imah yang diketuai Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, wakilnya Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‗Afifi dan anggotanya Abdullah bin Ghudayyan memperkirakan 1 sho‘ sama dengan 3 kg. (Fatawa Al-Lajnah, 9/371) Jadi, jika 1 sho‘ sama dengan 3 kg, maka nishob zakat tanaman = 5 wasaq x 60 sho‘/ wasaq x 3 kg/ sho‘ = 900 kg. 65 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

 -

-

Kadar zakat hasil pertanian Pertama, jika tanaman diairi dengan air hujan atau dengan air sungai tanpa ada biaya yang dikeluarkan atau bahkan tanaman tersebut tidak membutuhkan air, dikenai zakat sebesar 10 %. Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan biaya untuk pengairan misalnya membutuhkan pompa untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai zakat sebesar 5%. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu ‗Umar, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

َ٢ٔ‫َََا ضُك‬ٚ ، ُ‫ي ُعػِس‬ٞ‫ّٓا ا‬ٜ‫س‬٢ َ‫إَ َعج‬ٜ‫ِ ن‬ٚ‫أ‬ٜ ُُٕٛٝ‫ ُع‬ٞ‫َاي‬ٚ ُ٤‫تٔ ايطََُٓا‬ٜ‫َُا ضَك‬ٝٔ‫ؾ‬ ٢‫ ُعػِس‬ٞ‫ـ اي‬ ُ ‫ؿ‬ ِ ْٔ‫ض‬٢ ِ‫ٔبايَٓك‬ “Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).” (HR.Bukhari) 3) Zakat Hewan Ternak Ada tiga jenis hewan ternak yang wajib dizakati, yaitu:  Unta dan berbagai macam jenisnya.  Sapi dan berbagai macam jenisnya, termasuk kerbau.  Kambing dan berbagai macam jenisnya, termasuk kambing kacang (ma‘iz) dan domba. Hewan ternak dapat dibagi menjadi empat macam:  Hewan ternak yang diniatkan untuk diperdagangkan. Hewan seperti ini dikenai zakat barang dagangan walau yang diperdagangkan cuma satu ekor kambing, satu ekor sapi atau satu ekor unta.  Hewan ternak yang diambil susu dan digembalakan di padang rumput disebut sa-imah. Hewan seperti ini dikenai zakat jika telah mencapai nishob dan telah memenuhi syarat lainnya. 66 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Hewan ternak yang diberi makan untuk diambil susunya dan diberi makan rumput (tidak digembalakan). Seperti ini tidak dikenai zakat karena tidak termasuk hewan yang diniatkan untuk diperdagangkan, juga tidak termasuk hewan sa-imah.  Hewan ternak yang dipekerjakan seperti untuk memikul barang dan menggarap sawah. Zakat untuk hewan ini adalah hasil upah dari jerih payah hewan tersebut jika telah mencapai haul dan nishob. Syarat wajib zakat hewan ternak:  Ternak tersebut ingin diambil susu, ingin dikembangbiakkan dan diambil minyaknya. Jadi, ternak tersebut tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, mengairi sawah, memikul barang atau pekerjaan semacamnya. Jika ternak diperlakukan untuk bekerja, maka tidak ada zakat hewan ternak.  Ternak tersebut adalah sa-imah yaitu digembalakan di padang rumput yang mubah selama setahun atau mayoritas bulan dalam setahun. Yang dimaksud padang rumput yang mubah adalah padang rumput yang tumbuh dengan sendirinya atas kehendak Allah dan bukan dari hasil usaha manusia.  Telah mencapai nishob, yaitu kadar minimal dikenai zakat sebagaimana akan dijelaskan dalam tabel. Syarat ini sebagaimana berlaku umum dalam zakat.  Memenuhi syarat haul (bertahan di atas nishob selama setahun). Dalil wajibnya zakat hewan ternak

ٕ١َ٥‫َٔا‬َٚ َٜٔ٢‫ ٔعػِس‬٢ٜ‫ي‬٢‫أزَِبعٔنيَ إ‬ٜ ِ‫اَْت‬ٜ‫إذَا ن‬٢ ‫َُٔٔتَٗا‬٥‫ضا‬ َ ٢ٔ‫ ؾ‬٢َِٓ‫ي َػ‬ٞ‫ٔ ا‬١ٜ‫ ؾَدَق‬٢ٔ‫َؾ‬ٚ ٠‫غَا‬

67 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Mengenai zakat pada kambing yang digembalakan (dan diternakkan) jika telah mencapai 40-120 ekor dikenai zakat 1 ekor kambing.” (HR.Bukhari)

َ‫ِٕ آػُر‬ٜ‫ أ‬٢َْٔ‫أ َس‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٢ََُٔٝ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ُٓ٢ٔ‫ ايَٓب‬٢ٔٓ‫َب َعَج‬ ٟ١َٓ‫ط‬ ٔ َُ َ‫أزَِبعٔني‬ٜ ٢ٌٓ ٝ‫َٔ ِٔ ن‬َٚ ٟ١َ‫ع‬ٝٔ‫ َتب‬ِٚ ٜ‫عّا أ‬ٝٔ‫ َتب‬٠َٟ‫س‬ٜ‫ثٔنيَ بَك‬ٜ٬َ‫ٓ ث‬٢ٌٝ‫َِٔٔ ن‬ ―Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkanku untuk mengambil dari setiap 30 ekor sapi ada zakat dengan kadar satu ekor tabi‟ (sapi jantan umur satu tahun) atau tabi‟ah (sapi betina umur satu tahun) dan setiap 40 ekor sapi ada zakat dengan kadar 1 ekor musinnah (sapi berumur dua tahun).” (HR.Tirmidzi) Kadar wajib zakat hewan ternak ZAKAT UNTA

Nishob (jumlah unta)

Kadar wajib zakat

5-9 ekor

1 kambing

10- 14 ekor

2 kambing

15-19 ekor

3 kambing

20-24 ekor

4 kambing

25-35 ekor

1 bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun)

36-45 ekor

1 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)

46-60 ekor

1 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)

61-75 ekor

1 jadza‘ah (unta betina berumur 4 tahun)

76-90 ekor

2 bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)

91-120 ekor

2 hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)

121 ekor ke atas

setiap kelipatan 40: 1 bintu labun, setiap kelipatan 50: 1 hiqqoh

68 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ZAKAT SAPI

Nishob (jumlah sapi)

Kadar wajib zakat

30-39 ekor 1 tabi‘

1 tabi‘ (sapi jantan berumur 1 tahun)

40-59 ekor

1 musinnah (sapi betina berumur 2 tahun)

60-69 ekor

2 tabi‘

70-79 ekor

1 musinnah dan 1 tabi‘

80-89 ekor

2 musinnah

90-99 ekor

3 tabi‘

100-109 ekor

2 tabi‘ dan 1musinnah

110-119 ekor

2 musinnah dan 1 tabi‘

120 ke atas

setiap 30 ekor: 1 tabi‘ atau tabi‘ah, setiap 40 ekor: 1 musinnah

ZAKAT KAMBING/DOMBA

Nishob (jumlah kambing)

Nishob (jumlah kambing)

69 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

40-120 ekor

1 kambing dari jenis domba yang berumur 1 tahun

121-200 ekor

2 kambing

201-300 ekor

3 kambing

301 ke atas

setiap kelipatan seratus bertambah 1 kambing sebagai wajib zakat

8. Asnaf yang berhak mendapatkan zakat Asnaf zakat ada delapan sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

َ‫زَٔني‬٢ ‫ػَا‬ٞ‫َاي‬ٛ‫أب‬ٜ‫ق‬ٚ‫ ايس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ُُِِٗ‫ب‬ًٛٝٝ‫ٔ ق‬١ٜ‫ؿ‬٤‫َي‬٪ُُ ٞ‫َاي‬ٚ ‫َٗا‬ًَِٜٝ‫يعَأًَٔنيَ ع‬ٞ‫َا‬ٛٓٔٝٔ‫ َُطَان‬ٞ‫َاي‬ٚ ٤‫سَا‬ٜ‫ك‬ٝ‫ؿ‬ًٞٔ‫اتُ ي‬ٜ‫َُْٖا ايؿٖدَق‬٢‫إ‬ ِْٝٔ‫ِْ سَه‬ًَٝٔ‫ُ٘ ع‬١ً‫َاي‬ٛٗ٢ً١‫ََٔ اي‬ٚ ٟ١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫ٌ ؾ‬٢ ٝٔ‫طب‬ ٖ ‫ٔ اي‬٢ ِ‫َاب‬ٚ ٔ٘١ً‫ٌ اي‬٢ ٝٔ‫ضب‬ َ ٞٔ‫َؾ‬ٚ “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” ( QS: At-Taubah: 60) Mereka itu ada delapan golongan: 



Pertama: fakir, yaitu mereka yang tidak mendapatkan sesuatu yang mencukupi separuh dari kebutuhanya, jika seseorang tidak memiliki sesuatu yang ia dapat nafkahkan untuk diri sendiri dan keluarganya selama setengah tahun, maka ia adalah fakir, ia diberi dari zakat sesuatu yang mencukupi dirinya dan keluarganya selama setahun. Kedua: Miskin, mereka adalah orang-orang yang memiliki harta, namun tidak dapat memenuhi kebutuhanya selama setahun penuh, maka mereka diberi sesuatu yang dapat 70 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

menyempurnakan kekurangan untuk nafkah setahun. Jika seseorang tidak memiliki uang namun ia memiliki sumber pendapatan, seperti profesi, atau gaji, atau investasi yang dapat memberikan kecukupan padanya, maka ia tidak diberi zakat, sebagaimana Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

.‫ َهتطب‬ٟٛ‫ يك‬٫ٚ ‫ٗا يػين‬ٝ‫ سغ ؾ‬٫ Tidak ada bagian bagi orang kaya, tidak pula bagi oarng yang kuat dan berpenghasilan. 







Ketiga: Amil, yaitu orang-orang yang mendapat tugas dari penguasa negara untuk mengumpulkan zakat dari para muzakki, dan membaginya kepada orang-orang yang berhak dan menjaganya, mereka ini diberi zakat sepadan dengan pekerjaanya meski meraka kaya. Keempat: Muallaf, mereka adalah para pemimpin kabilah yang tidak memiliki iman yang kuat, mereka diberi zakat untuk menguatkan keimanan mereka, sehingga mereka menjadi penyeru-penyeru islam dan tauladan yang baik. Jika seseorang lemah keislamanya, namun ia bukan kepala kabilah yang ditaati dan hanya orang awam, apakah diberi zakat agar menguatkan imanya.Sebagian ulama memandang perlu untuk diberi zakat, karena kepentingan agama lebih besar dari pada kepentingan tubuh, orang yang fakir diberi zakat agar menjadi makanan tubuhnya, maka memberi makan hati dengan keimanan jauh lebih bermanfaat, sebagian ulama yang lain berpendapat tidak diberi zakat, karena kepentingan menguatkan imanya adalah kepentingan pribadi yang khusus denganya. Kelima: Budak, termasuk di dalamnya memerdekakan budak dari uang zakat, dan membantu para budak yang ingin membeli dirinya, dan membebaskan tawanan islam. Keenam: Orang-orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat menutupi hutangnya, mereka diberi dari zakat sesuatu yang dapat menutupi hutangnya baik sedikit maupun banyak, meski mereka kaya makanan, maka jika 71 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





ada seseorang yang memiliki pemasukan yang mencukupi untuk makanan buat dirinya dan keluarganya, namun ia memiliki hutang yang ia tidak mampu membayarnya, maka ia diberi zakat untuk sekedar menutupi hutangnya, dan tidak boleh menggugurkan hutang kepada fakir yang berhutang lalu menggantinya dari uang zakat. Ketujuh: Fii sabilillah, yakni jihad fi sabilillah, para mujahid dapat diberi zakat sejumlah yang dapat menyukupi mereka dalam berjihad, dan digunakan untuk membeli peralatan jihad. Dan termasuk dalam sabilillah adalah: menuntut ilmu syar'i, pelajar ilmu syar'i dapat diberi uang zakat agar bisa menuntut ilmu dan membeli kitab yang diperlukan, kecuali jika ia memiliki harta yang dapat mencukupinya dalam memenuhi kebutuhan itu. Kedelapan: Ibnu sabil, yaitu musafir yang perjalananya terputus, ia dapat diberi zakat agar dapat sampai ke negerinya.60

60 - Muhamad bin Islamhouse,2010,hlm.12

Soleh

al-Utsaimin,

zakat

dan

faedah-faedahnya,

Pustaka

72 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB IV

FIKIH PUASA

1. Fadhilah Puasa Puasa memiliki banyak manfaat, baik secara fisik maupun mental. Di antara keutamaan itu akan diuraikan dalam perspektif wahyu dan sains modern, berikut ini: a. Manfaat Puasa perspektif wahyu  Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan ibadah puasa ini kepada semua umat manusia, sejak Nabi Adam Alaihissalam sampai Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam .

ِٝ‫بًٔه‬ٜ‫َٔ َٔٔ ق‬ٜٔ‫ر‬٤‫ ٱي‬٢ًَٜ‫نتٔبَ ع‬ٝ ‫َُا‬ٜ‫َاُّ ن‬ٝ‫ؿ‬ ٚ ‫ُِ ٱي‬ٝ‫ه‬ًَٜٝ‫ٔتبَ ع‬ٝ‫ ن‬ٞ‫ا‬َُٛٓ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َٗا ٱي‬ٜٜٗ‫َٰأ‬ٟ َٕٛٝ‫ِ َتتٖك‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫يع‬ٜ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183) 

Puasa menjadi sebab ampunan dan penebus segala kesalahan. Dalam Shahihain, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٘‫ؿٔس ي٘ َا تكدّ َٔ ذْب‬ٝ‫استطابا غ‬ٚ ‫َٔ ؾاّ زَكإ إمياْا‬

73 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.

‫س‬٥‫ٓٗٔ إذا ادُِتٔٓبَت ايهبا‬ٝ‫ؿِّسات ملا ب‬ٜ‫ َه‬١‫ إىل اجلُع‬١‫اجلُع‬ٛ‫ات اخلُط‬ًٛ‫ايؿ‬ Shalat lima waktu, shalat Jum'at hingga Jum'at berikutnya merupakan penebus dosa yang ada di antaranya, apabila dijauhi dosa-dosa besar. 

Pahala puasa akan dibalas langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan lipatan tak terhingga. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٘‫ نٌ عٌُ ابٔ آدّ ي‬٪‫ (قاٍ اهلل تعاىل‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬ ٬‫ّ أسدنِ ؾ‬ٛ‫ّ ؾ‬ٜٛ ٕ‫ ؾإذا نا‬١ٖٓ‫اّ ُد‬ٝ‫ايؿ‬ٚ ٘‫ ب‬ٟ‫أْا أدص‬ٚ ٞ‫ّ ؾإْ٘ ي‬ٛ‫ ايؿ‬٫‫إ‬ ‫ ْؿظ‬ٟ‫اير‬ٚ ِ٥‫ ؾا‬ْٞ‫ إ‬٪ٌ‫ك‬ًٝ‫ قاتً٘ ؾ‬ٚ‫ؿؼب ؾإٕ ضابٖ٘ أسد أ‬ٜ ٫ٚ ‫سؾح‬ٜ ِ٥‫ض املطو يًؿا‬ٜ‫ب عٓد اهلل َٔ ز‬ٝ‫ِ أط‬٥‫ف ؾِ ايؿا‬ًٛ‫ خل‬ٙ‫د‬ٝ‫حمُد ب‬ ) َ٘ٛ‫ زب٘ ؾسغ بؿ‬ٞ‫إذا يك‬ٚ ٙ‫س‬ٛ‫س ؾسغ بؿ‬ٛ‫ إذا أؾ‬٪‫ؿسسُٗا‬ٜ ٕ‫ؾسستا‬ “Allah Shubhanahu wa ta‟alla berfirman: setiap amal ibadah anak cucu Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka ia adalah untuk -Ku dan Saya yang membalasnya. Puasa merupakan perisai. Apabila salah seorang darimu berpuasa maka janganlah ia mengucap kata-kata kotor dan membuat gaduh. Maka jika seseorang mencelanya atau memusuhinya maka hendaklah ia berkata: sesungguhnya Saya puasa. Demi diri Muhammad yang berada di tangan -Nya, sungguh bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah Shubhanahu wa ta‟alla dari pada aroma minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: apabila

)61( HR. Al-Bukhari 38, Muslim 760, at-Tirmidzi 683, Ahmad 2/241. )62( HR. Muslim 233, at-Tirmidzi 214, Ibnu Majah 1086 dan Ahmad 2/400.

74 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ia berbuka, ia bahagia dengan berbukanya dan apabila ia bertemu Rabbnya ia senang dengan puasanya.‖

١ٓ‫كاعَـ احلط‬ٜ ٘‫ نٌ عٌُ ابٔ آدّ ي‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬ ‫أْا‬ٚ ٞ‫ّ ؾإْ٘ ي‬ٛ‫ ايؿ‬٫‫ إ‬٪‫ قعـ قاٍ اهلل تعاىل‬١٥‫بعػس أَجاهلا إىل ضبعُا‬ ‫ص‬ٟ‫ ايرتَر‬ٙ‫ا‬ٚ‫ طز‬.ًٞ‫طعاَ٘ َٔ أد‬ٚ ٘‫ت‬ٛٗ‫َ َدعُ غ‬ٜ ٘‫ ب‬ٟ‫أدص‬ Setiap amal perbuatan manusia adalah untuk-Nya, kebaikan dilipat gandakan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: kecuali puasa maka ia untuk-Ku dan Saya yang membalasnya, dia meninggalkan syahwat dan makanan karena Saya. 

Puasa merupakan perisai, maksudnya pemelihara dan penutup orang yang puasa dari perbuatan sia-sia. Karena itulah beliau bersabda: "Apabila salah seorang darimu berpuasa maka janganlah ia mengucap kata-kata kotor dan membuat gaduh. Dan menjaganya pula dari api neraka. Karena itulah imam Ahmad meriwayatkan dengan isnad yang hasan, dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

َٔ ‫طَِتذٔٔٗ بٗا ايعبد‬َٜ ١ٓ‫اّ د‬ٝ‫ يؿ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬ ‫ايٓاز‬ Puasa adalah perisai yang hamba menjadikannya sebagai tameng dari api neraka. 

Puasa akan memberi syafaat bagi yang mengerjakannya di hari kiamat. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu,

)63( HR. Al-Bukhari 1805, Muslim 1151, at-Tirmidzi 764, an-Nasa`i 2216, Ibnu Majah 1638 dan Ahmad 2/273. )64( HR. At-Tirmidzi 764 dan Ibnu Majah 1638 )65( HR. Ahmad 3/396.

75 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ّٜٛ ‫ػؿعإ يًعبد‬ٜ ٕ‫ايكسآ‬ٚ ّ‫ا‬ٝ‫ ايؿ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫قاٍ زض‬ ٍٛ‫ك‬ٜٚ ٘ٝ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ؾػَؿِّ ِع‬ٜ ٠ٛٗ‫ايػ‬ٚ ّ‫عا‬ٛ‫ زب َٓعتُ٘ اي‬ٟ‫ أ‬٪ّ‫ا‬ٝ‫ٍ ايؿ‬ٛ‫ك‬ٜ ١َ‫ا‬ٝ‫ايك‬ ٕ‫ػؿعا‬ٝ‫ ؾ‬٪ٍ‫٘ قا‬ٝ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ؾػَؿِّ ِع‬ٜ ًٌٝ‫ّ باي‬ٛٓ‫ َٓعتُ٘ اي‬٪ٕ‫ايكسآ‬ “Puasa dan al-Qur`an memberi syafaat bagi hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, Saya menghalanginya makan dan syahwat, maka berilah syafaatku padanya. Dan al-Qur`an berkata: 'Saya menghalanginya tidur di malam hari maka berilah syafaatku padanya.' Beliau bersabda: maka keduanya memberi syafaat. b. Manfaat puasa perspektif sains modern  Ibadah puasa adalah sarana pencegahan dari sejumlah penyakit dan gangguan kesehatan yang timbul akibat kebiasaan makan berlebihan dan berkesinambungan sepanjang tahun tanpa pernah berhenti.  Ibadah puasa merupakan sarana terapi untuk beberapa penyakit ganas dan kronis.  Ibadah puasa mampu membangkitkan kinerja seluruh proses vital yang berlangsung di dalam tubuh, meningkatkan performanya. Puasa pun meremajakan komponen-komponen sel dasar dan energi yang tersimpan di dalamnya sehingga lebih kuat dan lebih mampu menghadapi hal-hal yang berat atau keadaan darurat di saat tubuh mengalami pasokan makanan yang sedikit atau tidak mendapatkan pasokan selama sekali dalam jangka waktu tertentu.  Ibadah puasa menjadi pengontrol dan penekan gejolak seksual yang membara, terutama di kalangan ramaja dan anak muda.

66( HR. Ahmad 2/174, ath-Thabrani dan al-Hakim, ia berkata : Shahih menurut syarat Muslim. AlMundziri berkata : semua perawinya dijadikan hujjah dalam shahih.

76 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Ibadah puasa tidak memberatkan atau menyulitkan tubuh. Gejala memberatkan yang dirasakan secara ilusif (termasuk lapar) sebenarnya hanyalah karena menyalahi kebiasaan dan jam makan.  Ibadah puasa merangkum dua proses anabolisme dan kataolisme sekaligus dalam satu waktu, sehingga ia bisa memenuhi pasokan glukosa sebagai satu-satunya bahan bakar untuk sel otak dan sebagai bahan bakar utama seluruh jaringan lainnnya.67 2. Kekhususan Puasa Ramadhan  Puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala merupakan rukun Islam ke-4.  Qiyam Ramadhan (shalat malam) penuh iman dan mengharap pahala dengan shalat tarawih serta tahajud pada sepuluh hari terakhir.  Turunnya Al-Qur'an yang merupakan petunjuk. Sebagaimana firman Allah: “Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)  Terdapat malam lailatul qodar yang lebih baik dari seribu bulan, setara dengan kurang lebih 83 tahun 4 bulan.  Perang Badar Kubro terjadi di pagi bulan Ramadhan, yang memisahkan antara hak dan batil, sehingga Islam dan pembelanya Allah menang dalam melawan syirik dan pembelanya.  Pada bulan Ramadhan terjadi Fathul Mekkah (pembebasan Mekkah), di mana Allah menolong rasulNya sehingga manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.  Pada bulan Ramadhan dibukakan pintu surga dan rahmat, pintu neraka ditutup dan syaitan dibelenggu.  Bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada bau minyak misk. 67 - Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi, Terapi Puasa : Manfaat Puasa ditinjau dari Sains Modern, Jakarta :Pepublika,2007

77 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Malaikat memintakan ampun untuk orang yang berpuasa hingga dia berbuka puasa.  Terdapat di dalam hadits bahwa ibadah nafilah (sunnah) di bulan Ramadhan menyamai pahala faridhah (ibadah wajib) di bulan lain, sedangkan faridhah (ibadah wajib) di bulan Ramadhan menyamai pahala 70 faridhah pada bulan yang lain.  Pada bulan Ramadhan diturunkan rahmat, dosa dihapuskan dan do‘a dikabulkan.  Ia merupakan bulan kesabaran, dan ganjaran pahala kesabaran adalah surga.  Orang yang berpuasa diampuni dosanya pada akhir malam Ramadhan, hal itu sebagaimana seorang pekerja yang mendapat upah setelah usai dari pekerjaannya. 68 3. Adab-adab puasa dan sunnah-sunnahnya  Makan sahur dan mengakhirkannya.  Menyegerakan berbuka, sebagaimana sabda Rasulullah shalallah alaihi wasalam-,

َ‫س‬ٞٛ‫ٔؿ‬ٞ‫ا اي‬ًٖٛٝ‫ ََا َعذ‬٣‫ِس‬ٝ‫ؼ‬ َ ‫َصَا ٍُ ايٖٓاعُ ٔب‬ٜ ٜ٫ “Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi) 

Berbuka dengan buah kurma muda sebelum shalat magrib, jika tidak ada dengan kurma masak, jika tidak ada beliau minum beberapa teguk air, dan berkata setelah iftornya:

ُ٘٤ً‫ اي‬٤َ ‫ِٕ غَا‬٢‫٭دِ ُس إ‬ٜ ‫ت ا‬ َ َ‫ََثب‬ٚ ُ‫م‬ُٚ‫يعُس‬ٞ‫ت ا‬ ٔ ٤ًَ‫َابِت‬ٚ ٝ‫َُأ‬٤‫ب ايع‬ َ ََٖ‫ذ‬ “Hilang rasa dahaga, urat-urat kembali basah dan pahala ditetapkan dengan kehendak Allah.” (HR. Abu Dawud) 68 Abdullah Ibn Jarullah al-Jarullah, Ringkasan Hukum-Hukum Seputar Puasa,Pustaka Islamhouse,2010,hlm.12

78 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

 



Menjauhi rofast, yaitu perkataan dan perbuatan maksiat. Di antara yang menghilangkan pahala kebaikan dan mendatangkan kejelekan adalah menyibukkan diri dengan permainan puzzles (game), menonton sinetron, film, lomba-lomba, menghadiri majelis sia-sia dan duduk-duduk (nongkrong) di jalan. Hendaknya tidak berlebih-lebihan dalam urusan makan. Sebagaimana hadits:

٣ٔٛٞ ‫ّ غَس٘ا َِٔٔ َب‬٤‫عَا‬ٚ٢ ََّ‫ٮ ابُِٔ آد‬ ٜ َ ‫ََا‬ “Tidak ada wadah yang diisi penuh oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya.” (HR. Ahmad) 

Bersedekah dengan ilmu, harta, kedudukan, tenaga dan akhlak. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, terlebih lagi di bulan Ramadhan. 4. Hukum-hukum puasa a. Diantara hukum-hukum puasa  Dalam ibadah puasa ada puasa yang harus dilakukan secara tatabu' (berurutan), seperti: pusa Ramadhan, puasa kafarah qotlul khata‟ (penebus dosa pembunuhan yang tidak disengaja), puasa kafarah zhihar (penebus dosa menyerupakan istri dengan ibu), kafarah jima (penebus dosa berhubungan badan) di siang Ramadhan dan yang lainnya. Ada pula puasa yang tidak mengharuskan tatabu' (berurutan) seperti qodho (mengganti) puasa Ramadhan, puasa 10 hari bagi yang berhaji ketika tidak memiliki hadyi (hewan sembelihan) dan yang lainnya.  Puasa tatawu' (sunah) menutupi kekurangan puasa wajib.  Terdapat larangan menyendirikan puasa hari Jumat dan hari Sabtu yang bukan puasa wajib. Dilarang juga berpuasa sebulan penuh di luar Ramadhan dan puasa wishol (menyambung puasa pada malam harinya). Diharamkan puasa pada dua hari raya dan hari tasyrik ( tanggal 11-13 Zulhijah, kecuali bagi jamaah 79 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

haji yang tidak memiliki hewan sembelihan untuk bayar hadyu -pent).  Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal (bulan baru) atau menyempurnakan bilangan hari di bulan Syaban menjadi 30 hari. Adapun menentukan masuknya bulan dengan hisab (penghitungan) tidaklah sunah.  Puasa diwajibkan atas setiap muslim, balig, berakal, mukim, mampu, tidak terdapat penghalang seperti haid dan nifas (bagi wanita).  Anak kecil yang berumur 7 tahun diperintahkan jika mampu. Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang berumur lebih dari sepuluh tahun dipukul jika meninggalkannya sebagaimana halnya shalat.  Jika orang kafir masuk Islam, anak kecil menjadi balig, orang gila sembuh di siang Ramadhan, mereka diharuskan menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa sampai matahari tenggelam, tetapi tidak diharuskan mengganti puasa hari itu dan hari-hari sebelumnya.  Orang gila tidak diwajibkan berpuasa. Jika sesekali sadar kemudian kumat lagi, dia harus berpuasa saat sadarnya, sama halnya dengan orang yang pingsan.  Siapa yang meninggal di pertengahan bulan Ramadhan, tidak ada kewajiban baginya atau keluarganya melunasi sisa hari setelahnya.  Siapa yang tidak tahu hukum wajibnya puasa Ramadhan, atau tidak tahu haramnya makan atau berjima (bersetubuh) di siang Ramadhan, Jumhur Ulama (kebanyakan ulama) menganggapnya sebagai uzur, itu pun bila sebab kebodohan/ketidaktahuannya memang dapat dimaklumi (tinggal di pedalaman misalnya– pent). Adapun orang yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin dan sangat mungkin baginya bertanya dan belajar, maka tidak ada uzur baginya. b. Puasa musafir (orang yang bepergian)  Syarat untuk dapat berbuka puasa ketika safar (bepergian) adalah perjalanannya haruslah perjalanan jauh atau urf (dinilai 80 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah









 





oleh keumuman masyarakatnya sebagai safar) dan telah melampaui negerinya serta bangunan-bangunannya. Safarnya pun bukan safar maksiat (menurut Jumhur Ulama) dan bukan memaksudkan muslihat untuk tidak puasa. Orang yang sedang safar (bepergian), boleh berbuka dengan kesepakatan umat. Baik ia mampu berpuasa ataupun tidak. Baik puasa memberatkan baginya ataupun tidak. Siapa yang berazam ingin bersafar pada bulan Ramadhan, tidak boleh berniat untuk berbuka hingga mulai bersafar. Tidak pula berbuka (membatalkan puasanya) kecuali setelah keluar atau meninggalkan bangunan-bangunan kampungnya. Jika matahari tenggelam dan berbuka di daratan, kemudian pesawat lepas landas (take off) sehingga melihat matahari, dia tidak diharuskan imsak (berpuasa), karena dia telah menyempurnakan puasanya hari itu. Siapa yang sampai ke suatu negeri dan berniat tinggal di tempat itu lebih dari 4 hari, wajib baginya berpuasa menurut Jumhur Ulama. Siapa yang memulai puasa dan dia mukim, kemudian bersafar di siang hari, boleh baginya berbuka. Boleh berbuka bagi mereka yang kebiasaannya melakukan perjalanan jika memiliki negeri yang dijadikan tempat tinggal tetap, seperti: petugas pos, supir mobil sewa, awak pesawat dan para pegawai. Sekalipun safar (perjalanan) mereka setiap hari. Wajib bagi mereka mengqodho (mengganti puasa yang ditinggal). Demikian pula para pelaut yang memiliki tempat tinggal di darat. Jika musafir tiba di tempat tujuan siang hari, lebih terjaga jika dia imsak (menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang ketika berpuasa) sebagai penghormatan terhadap bulan Ramadhan. Tetapi wajib baginya mengqodho (mengganti), baik ia imsak ataupun tidak. Jika mulai puasa di negerinya, kemudian bersafar ke negeri lain yang puasanya dimulai sebelum atau sesudahnya, maka hukumnya mengikuti negeri yang dia datangi. 81 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

c. Puasa orang yang sakit  Setiap penyakit yang menyebabkan seseorang keluar dari batas sehat boleh berbuka puasa. Adapun sesuatu yang ringan seperti pilek atau sakit kepala, tidak boleh berbuka karenanya. Jika menurut dokter atau dia mengetahui dan amat yakin jika berpuasa justru akan menyebabkan sakit atau memperparah penyakitnya atau menunda kesembuhan penyakitnya, boleh baginya berbuka, bahkan makruh baginya berpuasa  Jika puasa dapat menyebabkan pingsan, boleh berbuka dan wajib menggantinya. Jika tersadar sebelum matahari tenggelam atau setelahnya, maka puasanya sah jika pagi harinya dia berpuasa. Jika pingsannya sejak fajar sampai Magrib, Jumhur Ulama berpendapat puasanya tidak sah. Sedangkan qodho (mengganti puasa) bagi yang pingsan, menurut Jumhur Ulama adalah wajib, sekalipun pingsannya berlangsung lama.  Bila lapar dan haus yang sangat membuatnya kelelahan dan dikhawatirkan dapat membinasakan atau merusak indranya secara yakin, bukan wahm (dugaan), maka boleh berbuka, dan ia harus mengganti puasanya. Pekerja berat tidak boleh berbuka, kecuali jika puasa memudaratkan aktifitasnya dan dikhawatirkan akan membahayakan dirinya, ia boleh berbuka dan mengganti puasanya. Ujian sekolah bukanlah uzur yang dibolehkan untuk berbuka.  Penyakit yang dapat sembuh, ditunggu kesembuhannya kemudian mengqhodo (mengganti puasanya). Tidak boleh diganti dengan ith'âm (memberi makan). Bila penyakitnya kronis dan sulit sembuh, demikian pula orang tua yang sudah lemah, mengganti puasanya dengan memberi makan orang miskin setiap harinya setengah sho' (kurang lebih 1-1,5 kg ) dari makanan pokok negerinya.  Siapa yang sakit kemudian sembuh dan mampu berpuasa tetapi tidak mengqodho (mengganti puasa yang tertinggal semasa sakit) hingga meninggal dunia, menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin dari hari yang tidak dipuasainya yang dikeluarkan dari hartanya. Jika salah seorang dari keluarganya berkenan berpuasa untuknya hal itu sah. 82 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

d. Puasa orang tua, lemah dan pikun  Orang tua yang sudah hilang kekuatannya tidak diharuskan berpuasa. Ia boleh berbuka jika puasa membebani dan memberatkannya. Adapun yang sudah tidak bisa membedakan dan sampai pada batasan pikun, tidak wajib baginya atau keluarganya sesuatu pun karena sudah tidak ada kewajiban atasnya.  Siapa yang memerangi dan mengepung musuh di negerinya dan puasa membuatnya lemah dalam berperang, boleh baginya berbuka sekalipun tanpa safar. Jika berbuka dibutuhkan sebelum perang, dia boleh berbuka.  Jika sebab berbukanya lahiriah, seperti sakit, tidak mengapa berbuka terang-terangan. Siapa yang sebab berbukanya tidak lahiriah seperti haid, yang utama baginya berbuka dengan tidak terang-terangan, menghindari tuduhan/prasangka. e. Niat puasa  Disyaratkan niat dalam puasa fardhu. Demikian pula puasa wajib, seperti: qodho (mengganti) dan kafarah (penebusan dosa). Niat boleh dilakukan di bagian malam manapun sekalipun sesaat sebelum fajar.  Niatnya tempatnya di dalam hati.  Nafilah mutlak (sunah yang tidak terikat waktunya) tidak disyaratkan niat di malam harinya. Sedangkan nafilah mu'ayyan (sunah yang terikat waktunya) yang lebih hati-hati meniatkannya sejak malam hari.  Siapa yang disyari'atkan untuk berpuasa wajib seperti qodho, nazar dan kafarah haruslah menyempurnakannya. Tidak boleh berbuka tanpa uzur. Adapun puasa nafilah/sunah, pengamalnya memerintah dirinya sendiri, jika berkehendak dapat berpuasa atau berbuka, sekalipun tanpa uzur.  Bagi seseorang yang tidak tahu akan masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar, diharuskan imsak (menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa) di hari 83 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

itu. Dia harus mengqodho (mengganti) menurut Jumhur Ulama).  Orang yang di penjara atau dalam tahanan, jika menyaksikan masuknya bulan Ramadhan atau mengetahui dari pemberitaan orang yang tepercaya, wajib atasnya berpuasa. Jika tidak, dia boleh berijtihad untuk dirinya sendiri (menentukan awal bulan Ramadhan) dan beramal dengan perkiraan kuatnya. f. Ifthor (berbuka) dan imsak (menahan)  Jika seluruh lingkaran matahari telah tenggelam, orang yang puasa berbuka. Jangan pedulikan akan adanya cahaya merah yang tersisa di langit.  Jika terbit fajar, wajib bagi orang yang berpuasa untuk imsak (menahan) seketika itu juga, sama saja apakah ia telah mendengar azan ataupun tidak. Adapun berhati-hati dengan imsak (menahan) sebelum fajar dalam waktu tertentu seperti 10 menit atau yang sepertinya itu adalah bid'ah.  Negeri yang malam dan siangnya 24 jam, bagi kaum muslimin di sana wajib untuk berpuasa sekalipun siangnya panjang. g. Pembatal puasa  Pembatal puasa (selain haid dan nifas) tidaklah membatalkan kecuali dengan tiga syarat: Dia melakukannya dengan pengetahuan bukan karena jahil, ingat dan tidak lupa, sadar dan tidak terpaksa atau dipaksa. Di antara pembatal itu adalah: jima (bersetubuh), menyengaja muntah, haid/nifas, dibekam, makan dan minum.  Di antara pembatal puasa ada yang semakna dengan makan dan minum, seperti: obat-obatan dan tablet melalui oral (mulut), injeksi/infus makanan dan transfusi darah. Sedangkan suntikan yang tidak mengandung unsur makanan dan minuman, hanya sekedar pengobatan, tidaklah membatalkan pusa. Cuci darah tidak membatalkan puasa. Pendapat kuat mengenai suntik biasa, tetes mata dan telinga, cabut gigi dan pengobatan luka, semua itu tidaklah membatalkan. Spray penyakit asma juga tidak membatalkan. Periksa darah tidak membatalkan puasa. Obat kumur tidak membatalkan puasa 84 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





 





 

selama tidak ditelan. Pembiusan ketika pengobatan gigi dan rasanya masuk sampai ditenggorokan tidak membatalkan puasanya. Siapa yang sengaja makan atau minum pada siang Ramadhan tanpa uzur, maka dia telah melakukan dosa besar. Wajib bertobat dan mengganti puasanya. Jika lupa makan atau minum, hendaknya meneruskan puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang telah memberinya makan dan minum. Jika melihat orang lain yang makan dan minum karena lupa hendaklah mengingatkannya. Jika dia perlu berbuka demi menolong orang yang dalam bahaya, boleh baginya berbuka dan mengganti puasanya. Siapa yang diwajibkan berpuasa, kemudian berjima (bersetubuh) di siang Ramadhan dengan sengaja dan sadar, maka dia telah merusak puasanya, wajib bertobat dan menyempurnakan puasanya hari itu. Dia juga harus mengqodho dan menunaikan kafarah mugholazoh.69 Demikian juga yang melakukan zina, sodomi, atau bersetubuh dengan hewan. Siapa yang hendak berjima (bersetubuh) dengan istrinya dengan terlebih dahulu membatalkan puasanya dengan makan, maka maksiatnya lebih besar. Dia telah melecehkan kesucian bulan dua kali, dengan makan dan bersetubuh. Menunaikan kafarah mugholazoh lebih ditekankan. Jika masuk subuh dan dia bangun dalam keadaan junub, hal itu tidak merusak puasanya. Boleh mengakhirkan mandi junub, haid dan nifas setelah terbit fajar. Dia harus bersegera mandi semata karena untuk melakukan shalat. Jika orang yang puasa tidur kemudian mimpi basah, maka puasanya tidak batal dan tetap menyelesaikan puasanya. Siapa yang istimna (onani) di siang Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin baginya untuk tidak melakukannya, seperti memegang dan mengulang-ulang pandangan, haruslah

69Membebaskan budak, jika tidak ada puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu puasa maka dengan memberi makan 60 orang miskin.

85 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





   



bertaubat kepada Allah dan berimsak (menahan) sisa hari itu dan menggantinya di hari lain. Siapa yang tiba-tiba muntah tidak harus mengganti puasanya. Siapa yang sengaja muntah hendaknya mengganti puasanya. Jika muncul mual seolah akan muntah tetapi kemudian kembali normal secara sendirinya, puasanya tidak batal. Adapun ludah dan dahak jika menelannya sebelum sampai kemulutnya, puasanya tidak batal, tetapi jika dia menelannya setelah sampai di mulutnya maka puasanya batal. Makruh mencicipi makanan tanpa hajah. Apa yang terjadi pada orang yang puasa, seperti luka, mimisan, masuk ke air, adanya rasa bensin di tenggorokkan karena mencium baunya tanpa sengaja, tidaklah membatalkan puasa. Turunnya tetes mata ke tenggorokan, memakai minyak rambut, memulas kulit dengan hana dan mendapatkan cita rasa baunya di tenggorokan tidaklah mengapa. Tidak batal puasa karena memakai hinna (pacar kuku), celak, dan minyak rambut. Demikian pula penggunaan krim pelembab kulit. Tidak mengapa mencium bau minyak wangi dan bukhur (wewangian yang dibakar), akan tetapi berhati-hati dari sampainya asap ke tenggorokan. Untuk kehati-hatian bagi orang yang puasa adalah tidak berbekam. Khilaf (beda pendapat) dalam hal ini cukup kuat. Rokok termasuk pembatal puasa. Ia bukanlah sesuatu yang dapat dijadikan uzur untuk tidak berpuasa. Berendam di air dan memakai pakaian basah untuk mendinginkan tubuh tidak mengapa bagi yang berpuasa. Jika makan, minum atau jima (bersetubuh) dengan sangkaan masih malam, lalu sadar bahwa fajar sudah terbit, tidak ada apa-apa baginya. Jika berbuka dengan sangkaan matahari telah tenggelam padahal belum, haruslah mengqodho (mengganti) menurut Jumhur Ulama (kebanyakan ulama).

86 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Jika terbit fajar sedang di mulutnya masih ada makanan atau minuman, para ahli fikih telah sepakat untuk mengeluarkannya dan sah puasanya.70 h. Hukum berpuasa bagi wanita  Anak perempuan yang baru baligh tetapi karena malu tidak berpuasa, baginya taubat, mengganti hari yang terlewati dan memberi makan satu orang miskin setiap harinya sebagai kafarah (penebus dosa) jika belum menggantinya hingga tiba Ramadhan berikutnya. Sama halnya dengan hukum wanita yang tetap berpuasa ketika haid karena malu dan tidak mengganti puasanya.  Istri tidak boleh berpuasa –selain Ramadhan- ketika suaminya ada bersamanya, kecuali suaminya mengizinkan. Jika suaminya sedang bersafar tidak mengapa.  Wanita haid jika melihat lendir putih –cairan putih yang keluar dari rahim seusai haid- ini diketahui oleh wanita, berarti dia telah bersih. Hendaknya meniatkan puasa pada malamnya dan berpuasa setelahnya. Jika masih belum bersih pada waktunya, diperiksa dengan diusap dengan kapas atau yang sepertinya, jika bersih hendaknya berpuasa. Wanita haid atau nifas jika darahnya berhenti pada malam hari kemudian berniat puasa tetapi belum mandi hingga terbit fajar, menurut mazhab seluruh ulama puasanya sah. 70 Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersada: َ ‫اإل َنا ُء عَ لَى َي ِد ِه َفال يَضَعْ ُه حَ َّتى َي ْقضِ يَ حَاجَ َت ُه ِم ْن ُه‬ ِ ‫إِ َذا سَ ِمعَ أحَ ُد ُك ْم ال ِّندَا َء َو‬ “Jika salah seorang di antara kalian mendengar kumandang azan sementara wadah makanan masih ada di tangannya, janganlah meletakkannya hingga selesai dari hajatnya.” [HR. Ahmad 10910 dan Abu Dawud no. 2352. Disahihkan oleh al-Albani dalam Sahih Abu Dawud] Ketika Syaikh bin Baz -rahimahullah- ditanya apakah boleh minum sebelum usainya azan, beliau menjawab: Jika orang yang berpuasa tidak mengetahui bahwa itu adalah azan subuh, tetapi seperti kebiasaan orang-orang yang mengandalkan jam dan penanggalan, tidak mengapa ia minum. Ia boleh memakan dan meminum apa yang ada di tangannya meskipun azan berkumandang, karena azan yang dikumandangkan adalah dugaan masuknya waktu subuh, bukan kepastian subuh. Muazin mengabarkan apa yang dia lihat di jam atau penanggalan. Bisa jadi waktu subuh sudah benar-benar keluar dan bisa jadi juga belum. Allah mewajibkan imsak (menahan) dengan tabayun (melihat lansung). Hendaknya bagi seorang mukmin untuk menjaga agar berhenti dari makan sahur sebelum fajar atau sebelum azan hingga tidak jatuh dalam subhat (keraguan). Akan tetapi jika sempat makan sesuatu yang ringan bersamaan dengan azan atau minum ketika azan, yang nampak adalah tidak mengapa jika tidak mengetahui waktu fajar benar-benar telah terbit. [Transkripsi dari fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Bâz di acara Nûrun Ala ad-Darb] –pent.

87 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Wanita yang tahu bahwa haidnya akan datang esok hari, hendaknya tetap terus dalam niat puasanya dan tidak berbuka sampai mendapatkan darah.  Yang utama bagi wanita haid adalah tetap pada tabiatnya dan ridha dengan apa yang telah Allah gariskan atasnya. Hendaknya tidak memakai apa-apa yang mencegah haid.  Jika wanita hamil mengalami persalinan dan janinnya sudah berbentuk, maka ia nifas dan tidak berpuasa. Jika janinnya belum berbentuk, itu adalah mustahadhah (darah penyakit), atasnya berpuasa jika mampu.  Wanita nifas jika sudah bersih sebelum 40 hari, berpuasa dan mandi untuk shalat. Jika melebihi 40 hari hendaknya meniatkan puasa dan mandi. Darah yang masih keluar setelah 40 hari dianggap istihadhah (darah penyakit).  Darah istihadhah (darah penyakit) tidak berpengaruh pada keabsahan puasa.  Pendapat yang kuat adalah mengkiaskan wanita hamil dan menyusui dengan orang sakit; boleh berbuka dan tidak ada kewajiban atasnya selain qodho (mengganti). Sama saja apakah khawatir akan dirinya atau anaknya.  Wanita yang wajib berpuasa, jika disetubuhi oleh suaminya pada siang Ramadhan dengan keridhaannya, maka hukumnya sama seperti hukum suaminya. Adapun jika dipaksa, atasnya berusaha menolak dan tidak ada kafarah baginya.71 5. Kesalahan-Kesalahan Dalam Berpuasa Banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa, baik yang disadari atau tidak. Di antara kesalahan itu adalah: 

Menyia-nyiakan waktu di bulan Ramadhan Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia, yang di dalamnya banyak keutamaan-keutamaan. Namun sangat disayangkan, kebanyakan orang tidak meresponya dengan amal kebaikan.

71 - Muhammad Shaleh al-Munajid, Tujuh Puluh Masalah Seputar Puasa, Pustaka Islamhouse, 2010, hlm. 5-14

88 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Bahkan justeru sebaliknya, Ramadhan diisi dengan amalan siasia. Padahal semua itu akan dipertanggungjawabkan kelak. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Tidak akan melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia akan ditanya tentang umurnya di manakah dia manfaatkan, tentang ilmunya apakah yang telah diperbuatnya, tentang hartanya dari mankah dia dapatkan dan ke manakah disalurkan dan tentang badannya pada apakah dipergunakan.‖72 Dalam hadist yang lain Rasulullah mengingatkan orang yang rugi, karena menyia-nyiakan kesempatan di bulan ramadhan, sehingga selesai ramadhan, ia tidak mendapatkan apa-apa. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

٘‫ػؿسي‬ٜ ٕ‫٘ زَكإ ثِ اْطًخ قبٌ أ‬ًٝ‫زغِ أْـ زدٌ دػٌ ع‬ٚ “Sungguh celaka seseorang yang mendapatkan bulan ramadhan kemudian berakhir bulan ramadhan tetapi dosanya tidak diampuni.” (HR. Tirmidzi dan dia berkata “ Hadits Hasan Gharib” dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dari shahabat Abu Hurairah) 

Berpuasa tetapi tidak shalat Kesalahan ini sangat fatal, karena dia telah melakukan dosa besar bahkan dosa kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َ‫نٔني‬٢‫ملػِس‬ٝ ‫ا ََٔٔ ا‬ُْٛٛٝ‫ تَه‬٫َٚ ٜ٠٬َٓ‫ا ايؿ‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ “Dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (Qs. Ar-Ruum:31) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ٠٬ ٜ َٓ‫ى ايؿ‬ٜ ِ‫س تَس‬٢ ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫ َٔ ايػٔٓسِى‬ِٝ‫ََب‬ٚ ٢ٌُ‫َٔ اي ٓسَد‬ِٝ‫َٕٓ َب‬٢‫إ‬ 72 - HR. Turmudzi: 4/612 no: 2417 dan dia berkata: Hadits hasan shahih.

89 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Sesungguhnya pembatas antara seseorang dan kesyirikkan dan kekufuran adalah meninngalkan shalat.” (HR. Muslim) Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

َ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ِد ن‬ٜ‫ك‬ٜ‫نَٗا ؾ‬ٜ َ‫َُ ِٔ تَس‬ٜ‫ ؾ‬، ٝ٠ٜ٬َٓ‫َُٓٗ ُِ ايؿ‬ِٝ‫ََب‬ٚ ‫ََٓٓا‬َِٝ‫ ب‬ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫ي َعِٗ ُد اي‬ٞ‫ا‬ Perjajian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat sungguh dia telah kafir. (HR. An-Nasai, AtTirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh AlAlbani) 

Tidak meninggalakan perkataan dusta dan ghibah. Tentang kesalahan ini Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

َ٘‫غَسَاب‬َٚ َُ٘ ‫طعَا‬ٜ َ‫َدَع‬ٜ ِٕٜ‫ أ‬ٞٔ‫ ؾ‬١٠ َ‫ٓ٘ٔ سَاد‬ًٜٔ‫ظي‬ َ ًِٜٜٝ‫يعٌَََُ بٔٔ٘ ؾ‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫ز‬ُٚٓ‫ِ ٍَ ايص‬ٛ‫ق‬ٜ ‫َدَ ِع‬ٜ ِِٜ‫َ ِٔ ي‬ “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, dan melakukan tindakan kebodohan, maka Allah tidak butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari) 

Melaksakan shalat terawih dengan cepat-cepat tidak tuma‟ninah. Kesalahan ini dapat membatalkan shalat, karena tuma‟ninah merupakan rukun shalat itu sendiri. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah melihat seseorang yang shalatnya tidak tuma‟ninah, belum sempurna dari satu gerakakn sudah pindah pada gerakan shalat yang lainnya. Lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyuruh untuk mengulang shalatnya. Orang yang shalat wajib untuk menyempurnakan gerakan shalatnya, tuma‟ninah dalam ruku, sujud dan gerkan shalat lainnya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ٔ‫د‬ُٛ‫طُذ‬ ٓ ‫َاي‬ٚ ٢‫ع‬ٛٝ‫ ايسُٓن‬ٞٔ‫ًبَُ٘ ؾ‬ُٞ‫ُِ ؾ‬ٝٔ‫ُك‬ٜ ٜ٫ َُِٔ ٔ‫ي‬ٜ٠٬ ٜ َ‫ ؾ‬ٜ٫ ‫ ُُطًُِٔٔنيَ ظ‬ٞ‫َا َ ِعػَ َس اي‬ٜ

90 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Wahai sekalian muslim, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang punggunya ketika ruku dan sujud.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah dan Ahmad) 

Berlebih-lebihan dalam makan dan minum

َ‫ؾٔني‬٢‫ملطِس‬ٝ ‫بُ ا‬ ٓ ‫ش‬ ٔ ُٜ ٫ َُْ٘ٓ٢‫ا إ‬ٛٝ‫ؾ‬٢‫ ُتطِس‬٫َٚ ‫ا‬ُٛ‫َاغِسَب‬ٚ ‫ا‬ًٛٝٝ‫َن‬ٚ “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. AlA’raaf: 31) 

Menjadikan bulan Ramadhan kesempatan untuk mengemis. Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‗alaihi wasallam bersabda :― Senantiasa seseorang meminta-minta kepada manusia sampai pada hari kiamat datang dalam keadaan wajahnya tidak tersisa sepotong dagingpun.‖ (HR Bukhari dan Muslim)

6. Khatimah: Puasa Sebagai Tazkiyatun Nafs dan Jasad73 Puasa adalah ritual klasik yang terdapat pada semua agama wahyu. Inilah yang disitir dalam firman Allah: kama kutiba „ala l-ladzina min qablikum (QS 2:183), sebagaimana diinstruksikan kepada umat-umat para nabi zaman dahulu– yang nota bene semuanya beragama Islam jua. Bagaimana persisnya cara mereka berpuasa hanya dapat diduga-duga, mungkin begini dan mungkin begitu, namun sukar untuk dipastikan seperti apa praktiknya. Yang jelas, syariat Nabi Muhammad saw sebagai telah menganulir sekaligus mengintrodusir bentuk final tata tertib puasa bagi kaum beriman (alladzina amanu) seperti anda. Artinya, cara berpuasa yang tidak sejalan atau berbeda dengan regulasi yang ditetapkan dalam syariat Islam (yakni preskripsi al-Qur‘an dan tradisi Rasulullah) dianggap nihil. Ditilik dari sudut semantik, lafaz „shiyam‟ yang dipakai al-Qur‘an untuk ‗puasa‘ asalnya mengandung arti bertahan atau menahan diri, dari kata kerja reflexif: shama–yashumu. Namun, dalam konteks syariat Islam, 73 - Syamsuddin Arif, Puasa: Tazkiyatun Nafs dan Jasad, Jurnal pemikiran Islam, Islamia, (InsistsRepublika) edisi 19 Juli 2012

91 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

puasa (shiyam) yang dimaksud ialah menahan diri dari makan-minum dan kegiatan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat ibadah kepada Allah tentunya. Khusus di bulan suci Ramadhan, puasa merupakan kemestian perorangan (fardhu „ayn) setiap individu yang berakal dan tumbuh dewasa, dengan beberapa pengecualian yang diuraikan detilnya dalam buku-buku fikih. Di luar bulan suci Ramadhan, kaum Muslim juga dibolehkan dan dianjurkan berpuasa secara suka rela (tathawwu„) berdasarkan petunjuk Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, disamping puasa denda dan kompensasi (qadha) sesuai dengan aturan yang berlaku. a. Multifungsi Puasa Seperti halnya yang lain, puasa adalah ibadah multifungsi dan multidimensi. 



Pertama, boleh kita namakan fungsi konfirmatif. Jangan mengaku orang Islam dan beriman kalau tidak puasa di bulan suci Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan. Berpuasa merupakan bukti pengukuh keislaman dan keimanan. Kedua, fungsi purifikatif. Orang yang berpuasa sesungguhnya mensucikan dirinya. Puasa adalah instrumen pembersih kotoran-kotoran jiwa, seperti halnya shalat. Orang yang berpuasa tidak hanya menolak yang haram dan menjauhi yang belum tentu halal dan belum tentu haram. Jangankan yang syubhat dan yang haram, sedangkan yang jelas halal pun tak dijamahnya. Puasa berfungsi mematahkan dua syahwat sekaligus: yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Demikian kata Imam ar-Razi dalam kitab tafsirnya (Mafatih alGhayb, cetakan Darul Fikr Lebanon 1426/2005, juz 4, jilid 2, hlm. 68). Syah Waliyyullah ad-Dihlawi menambahkan: puasa itu ibarat tiryaq penawar bagi racun-racun syaitan, semacam detoxifikasi spiritual. Dengan puasa anda memukul naluri kebinatangan (albahimiyyah) yang mungkin selama ini menguasai diri anda. Puasa sejati melumpuhkan syaitan dan membuka 92 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





gerbang malakut (Hujjatullah al-Balighah, cetakan Kairo 1355 H, juz 1, hlm. 48-50). Itulah sebabnya mengapa dalam suatu riwayat disebutkan bahwa mereka yang berhasil menamatkan puasa sebulan Ramadhan disertai iman dan pengharapan bakal dihapus dosa-dosanya sehingga kembali suci fitri bagaikan bayi baru dilahirkan dari rahim ibunya. Ketiga, fungsi iluminatif. Para awliya‟ dan orang-orang shalih diketahui amat suka berpuasa karena, seperti dituturkan oleh Syekh Abdul Wahhab as-Sya‗rani dalam kitabnya, mereka justru memperoleh pencerahan batin (ghayat an-nuraniyyah) dan peneguhan rohani serta berbagai kebajikan yang berlimpah tatkala mereka berpuasa (Tanbih al-Mughtarrin, cetakan Damaskus hlm. 55). Hal karena puasa menaikkan status mereka ke derajat malaikat yang penuh taat dan hampa maksiat. Hasilnya semakin dekat mereka kepada Allah, sumber hakiki segala ilmu dan hikmah manusia. Puasa menjernihkan ruang komunikasi spiritual antara alam nasut dengan alam malakut. Di saat berpuasa, sinyal-sinyal makrifat akan lebih jelas, lebih mudah dan lebih banyak dapat ditangkap. Keempat, fungsi preservatif. Selain mensucikan jiwa dan mencerahkan nurani, ibadah puasa juga berdampak positif terhadap kesehatan tubuh kita. Sebuah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah menyatakan: ―Berpuasalah, niscaya anda sehat.‖ (shumu, tashihhu), riwayat Imam at-Thabarani dari Abi Hurayrah Radhiyallahu 'anhu. dan Ibn ‗Adiyy dari Sayyidina ‗Ali dan Ibn ‗Abbas Radhiyallahu 'anhu. Meskipun jalur transmisi hadis ini masih diperdebatkan, kebenaran matan atau isinya sudah banyak dibuktikan secara medis. Kalau kita makan tiga kali sehari maka rata-rata tiap 8 jam lambung kita mendapat tugas baru. Padahal makanan di ditampung dan dicerna oleh lambung selama 4 jam, diolah sampai diserap oleh usus selama 4 jam. Ini 93 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

berarti perut kita terus-menerus bekerja tanpa istirahat sama sekali. Nah, puasa memberikan interval waktu bagi organ-organ pencernaan tersebut untuk merenovasi selsel yang rusak dan memberikan kesempatan energi tubuh memenuhi kebutuhan organ-organ lainnya. Benarlah sabda Rasulullah: ―Segala sesuatu ada zakatnya. Zakatnya tubuh adalah puasa (li-kulli syay‟in zakah, wa zakatul jasad as-shawmu)‖, hadis riwayat Imam Ibn Majah dari Abi Hurayrah r.a. (no. 1745). Bukankah zakat itu makna dasarnya bersih dan tumbuh, sehingga puasa berarti tazkiyatun nafs plus tazkiyatul jasad. Penelitian mutakhir Hari Basuki dan Dwi Prijatmoko (2005) dari FKG Universitas Jember menyimpulkan bahwa puasa selama bulan Ramadhan dapat menurunkan risiko kardiovaskuler melalui perubahan komposisi tubuh, tekanan darah dan plasma kolesterol. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari puasa walaupun di musim panas yang waktu siangnya lebih panjang dari dari waktu malam, seperti di Eropa atau Australia. Sebagaimana ditegaskan A. J. Carlson, Profesor Fisiologi di Universitas Chicago Amerika Serikat, seorang manusia normal yang sehat bisa bertahan hidup 50 hingga 75 hari tanpa makanan, asalkan tidak terkena unsur-unsur toksik dan atau tekanan emosi. Cadangan lemak dalam tubuh manusia diyakini lebih dari cukup untuk memberinya tenaga untuk bekerja selama beberapa minggu. Di atas itu semua, puasa merupakan ibadah transformatif. Puasa sebagaimana disyariatkan niscaya mengubah diri anda menjadi orang bertaqwa. La„allakum tattaqun, firman Allah dalam kitab suci Al-Qur‘an (2:183). Kalau latihan militer bisa mengubah seseorang yang asalnya lemah lembut lagi penuh kasih sayang menjadi keras dan bengis tak mengenal belas kasihan, maka latihan Ramadhan dapat mengubah seseorang yang tadinya fasiq (banyak melanggar hukum Allah) atau munafiq menjadi shaleh dan bertaqwa kepada Allah. Dan ini logis kalau kita ingat bahwa puasa itu merupakan ibadah rahasia, bukan ibadah publik yang dapat disaksikan oleh orang lain seperti halnya sholat, zakat dan haji. Hanya Allah dan kita sendiri sebagai pelakunya yang mengetahui apakah kita berpuasa ataukah tidak. 94 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dampak transformatif ini juga terkait dengan kecerdasan emosi. Daniel J. Goleman (1995) mengutip penelitian seorang psikolog terhadap sejumlah anak-anak TK usia 4 tahun. Anak-anak ini dipanggil satu per satu oleh guru mereka ke dalam sebuah ruangan dan disuguhkan sepotong kue lezat di atas meja. Sang guru berkata: ―Bu Guru akan keluar sebentar dan kamu boleh makan kue ini, tetapi kalau kamu tunggu beberapa menit sampai Bu Guru datang, kamu akan dapat dua (ditambah sepotong lagi).‖ Empat belas tahun kemudian, setamatnya mereka dari sekolah menengah, anak-anak yang dulunya langsung makan kue tersebut ditemukan rendah prestasinya, labil emosinya, cenderung suka bertengkar dan sulit mencapai target yang dikehendaki, sementara mereka yang sabar menunggu sampai Bu Guru datang dan karenanya mendapat imbalan dua potong kue, ditemukan lebih baik prestasinya, mempunyai emosi yang stabil, lebih berdikari dan mampu mengendalikan diri dalam keadaan tertekan sekalipun. Begitu pula orang seperti Imam as-Syafi‗i dan para ilmuan hebat lainnya sukses dalam karirnya berkat banyak puasa. b. Multidimensi Puasa Dalam salah satu kitabnya yang terkenal, Imam al-Ghazali menguraikan beberapa dimensi puasa yang baik diketahui jika kita menghendaki hasil optimal sebagaimana tersebut di atas, dan bukan sekadar hasil minimal yaitu gugurnya kewajiban dan tetapnya identitas diri sebagai mukmin-muslim. Menurutnya, ada tiga dimensi puasa. 





Pertama, dimensi eksoterik, di mana anda menahan diri dari makan, minum dan kegiatan seksual. Beliau menyebutnya shawm al-bathn wa al-farj. Dimensi ini penting karena menjadi syarat minimal puasa. Kedua, dimensi semi-esoterik, di mana seseorang itu tidak hanya berpuasa perut dan kemaluannya, tetapi juga panca indera dan anggota badan lainnya. Yakni apabila ia mengunci penglihatan, pendengaran, dan kaki tangannya dari segala yang haram dan syubhat. Imam al-Ghazali mengistilahkannya shawm al-jawarih. Yang ketiga adalah dimensi esoterik, di mana anda berpuasa total, mencekik syahwat badaniah dan syahwat batiniah sekaligus. Namanya shawm al-qalb, yaitu apabila hati dan akal 95 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

pikiran pun berpuasa dari pelbagai keinginan, kerinduan, dan harapan kepada sesuatu dan sesiapa jua melainkan Allah. Menurut Imam al-Ghazali, seyogyanya puasa kita merangkum tiga dimensi tersebut.74

74 - Lihat: Ihya’ ‘Ulumiddin, juz 3, hlm. 428-430

96 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB V

IBADAH HAJI, UMRAH DAN ZIARAH

1. Keutamaan Ibadah Umrah Umrah memiliki beberapa keutamaan, di antaranya sebagaimana uraian berikut ini: 

Umrah adalah jihad sebagaimana ibadah haji. Sebagaimana terdapat dalam hadist, ‗Aisyah berkata,

ٔ٘ٝٔ‫ ٔقتَاٍَ ؾ‬ٜ٫ ْ‫َٔٓ دَٔٗاد‬٢ًَِٜٗٝ‫اٍَ « َْعَِِ ع‬ٜ‫ٔ ٔدَٗادْ ق‬٤‫ ايٓٔطَا‬٢ًَٜ‫ٓ٘ٔ ع‬ًٜ‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ق‬ ٝ٠َ‫يعُُِس‬ٞ‫َا‬ٚ ُٓ‫يشَر‬ٞ‫ا‬ “Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan „umroh.” (HR. Ibnu Majah) 

Menghapus dosa di antara dua umrah. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١َٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ اي‬ٜ٫ٓ ‫إ‬٢ ٤ْ ‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ظ ي‬ َ ِٝ‫ي‬ٜ ‫ ُز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَ ٓرُ اي‬ٞ‫َا‬ٚ ، ‫ََُُٓٗا‬ِٝ‫ئَُا َب‬٠َ‫ٓاز‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ ن‬٠َٔ‫يعُُِس‬ٞ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠ٝ‫يعُُِ َس‬ٞ‫ا‬ “Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan surga.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Umrah menghilangkan kefakiran dan menghapus dosa. Dari Abdullah, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

97 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫ح‬ َ ‫هٔريُ ػََب‬ٞ‫ اي‬٢ٔ‫ِٓؿ‬َٜ ‫َُا‬ٜ‫بَ ن‬ُُْٛٓ‫َاير‬ٚ َ‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ٕ‫َا‬ٝ‫ِٓٔؿ‬َٜ ‫ََُُْٓٗا‬٢‫إ‬ٜ‫ٔ ؾ‬٠‫يعُُِ َس‬ٞ‫َا‬ٚ ٓ٢‫يشَر‬ٞ‫َٔ ا‬ِٝ‫ا َب‬ُٛ‫تَأبع‬ ٝ١َٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬ٜ٫ٓ ٢‫ب إ‬ ْ ‫َا‬ٛ‫ٔ َث‬٠‫ َز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫ اي‬١َٔٓ‫شذ‬ َ ًٞٔ‫ظي‬ َ ِٜٝ‫َي‬ٚ ٔ١َٓ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َايرََٖٓب‬ٚ ٔ‫د‬ٜ‫يشَ ٔد‬ٞ‫ا‬ “Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An-Nasai) 2. Keutamaan Ibadah Haji Keutamaan haji banyak disebutkan dalam Al Qur‘an dan As Sunnah. Berikut beberapa di antaranya: 

Haji merupakan amalan yang paling afdhol. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

ٔ٘٤ً‫ميَإْ بٔاي‬٢‫اٍَ « إ‬ٜ‫كٌَُ ق‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ أ‬٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫ٗ ا‬٣ٜ‫ضًِ – أ‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٗ – ؾ‬٢ٔ‫ٌَٔ ايٖٓب‬٦‫ض‬ ُ ٍَ ‫ا‬ٜ‫ٌَ ثُِٖ ََاذَا ق‬ٝٔ‫ ق‬. » ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬ َ ٢ٔ‫اٍَ « دَٔٗادْ ؾ‬ٜ‫ٌَ ثُِٖ ََاذَا ق‬ٝٔ‫ ق‬. » ٔ٘ٔ‫ي‬ُٛ‫زَض‬َٚ ْ‫ز‬ُٚ‫ َبِس‬ٙ‫سَر‬ “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari) 

Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surge. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١ٖٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ اي‬٫٤ ‫إ‬٢ ْ٤‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ظ ي‬ َ ِٝ‫ي‬ٜ ‫ ُز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَ ٗر اي‬ٞ‫َا‬ٚ 98 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah). Dari ‗Aisyah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

ٖٔٔ‫ه‬ٜ‫ ي‬، ٜ٫ « ٍَ‫ا‬ٜ‫ ُْذَأٖدُ ق‬ٜ٬ٜ‫ؾ‬ٜ‫ أ‬، ٢ٌََُ‫يع‬ٞ‫كٌََ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ذَٗادَ أ‬ ٔ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٣َ‫ َْس‬،ٔ٘٤ً‫ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ »ْ‫ز‬ُٚ‫ َبِس‬ٙ‫ذَٗادٔ سَر‬ ٔ ‫ي‬ٞ‫كَ ٌَ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أ‬ “Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?” “Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari) 

Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُ٘ ِ‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ٢َِّٛٝ‫ن‬ٜ َ‫طُلِ َزدَع‬ٞ‫َؿ‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ِ‫ح‬ٝ‫َسِؾ‬ٜ ًِِٜٜ‫ٔ٘ ؾ‬٤ًٔ‫َِٔ سَ ٖري‬ “Siapa yang berhaji ke Ka‟bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.‖ (HR. Bukhari) 

Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa. Dari Abdullah bin Mas‘ud, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda,

‫ح‬ َ ‫هٔريُ ػََب‬ٞ‫ اي‬٢ٔ‫ِٓؿ‬َٜ ‫َُا‬ٜ‫بَ ن‬ُْٛٗ‫َاير‬ٚ َ‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢ٕ‫َا‬ٝ‫ِٓٔؿ‬َٜ ‫َُُْٖٗا‬٢‫إ‬ٜ‫ٔ ؾ‬٠‫يعُُِ َس‬ٞ‫َا‬ٚ ٚ‫يشَر‬ٞ‫َٔ ا‬ِٝ‫ا َب‬ُٛ‫تَأبع‬ ٝ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٫٤ ٢‫ب إ‬ ْ ‫َا‬ٛ‫ٔ َث‬٠‫ َز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫ اي‬١ٖٔ‫شذ‬ َ ًٞٔ‫ظي‬ َ ِٜٝ‫َي‬ٚ ٔ١ٖ‫ؿٔك‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ‫َايرَٖٖب‬ٚ ٔ‫د‬ٜ‫يشَ ٔد‬ٞ‫ا‬ “Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An-Nasai) 99 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Orang yang berhaji adalah tamu Allah. Dari Ibnu ‗Umar, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda.

ُٙٛٝ‫ي‬ٜ‫َضَأ‬ٚ ُُٙٛ‫أدَاب‬ٜ ٜ‫٘ٔ َدعَاُِِٖ ؾ‬٤ً‫دُ اي‬ٞ‫َؾ‬ٚ ُ‫ ُُ ِعتَُٔس‬ٞ‫َاي‬ٚ ٗ‫يشَاز‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٌٝٔ‫ضب‬ َ ٢ٔ‫ ؾ‬٣٢‫يػَاش‬ٞ‫ا‬ ُِِٖ‫ا‬ٜٛ‫أ ِع‬ٜ ٜ‫ؾ‬ “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri.” (HR. Ibnu Majah) 3. Alternatif Ibadah Haji Dalam melakukan ibadah haji terdapat tiga cara, yaitu: Tamattu, Qiran dan Ifrad. 





Haji Tamattu‘ ialah berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqaidah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah), dan diselesaikan umrahnya pada waktu-waktu itu. Kemudian berihram untuk haji dari Mekkah atau sekitarnya pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) pada tahun umrahnya tersebut. Haji Qiran ialah, berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan terus berihram (tidak tahallul) kecuali pada hari nahr (tanggal 10 Dzulhijjah). Atau berihram untuk umrah terlebih dahulu, kemudian sebelum melakukan thawaf umrah memasukkan niat haji. Haji Ifrad ialah, berihram untuk haji dari miqat atau dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari tempat lain di daerah miqat bagi yang tinggal disitu, kemudian tetap dalam keadaan ihramnya sampai hari nahr, selanjutnya melakukan thawaf, sa‘i, mencukur rambut dan bertahallul.

Ibadah haji yang lebih utama ialah haji Tamattu‘, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan hal itu dan menekankannya kepada para shahabat. 100 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

4. Cara Melaksanakan Umrah75  Apabila telah sampai di miqat, maka mandi dan memakai wangiwangian jika hal itu memungkinkan, kemudian memakai pakaian ihram (sarung dan selendang), lebih utama berwarna putih. Bagi wanita boleh mengenakan pakaian yang ia sukai, asal tidak menampakkan perhiasan. Setelah itu berniat ihram untuk umrah seraya mengucapkan:

‫و‬ ٜ ٜ‫ ي‬١ٜ َُِ‫ٓع‬ٚ‫َاي‬ٚ َ‫شَُِد‬ٞ‫ ٖٕ اي‬٢‫و إ‬ ٜ ِٝ‫يٖب‬ٜ ٜ‫و‬ٜ‫و ي‬ ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫ِو‬ٝ‫ٖب‬ٜ‫ ي‬،ٜ‫ِو‬ٝ‫يٖب‬ٜ ِٖ ًُٗ٤‫و اي‬ ٜ ِٝ‫يٖب‬ٜ ٟ٠َ‫ عُُِس‬ٜ‫ِو‬ٝ‫يٖب‬ٜ . ٜ‫و‬ٜ‫و ي‬ ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫ًو‬ُُٞٞ‫َاي‬ٚ



“Kusambut panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah. Kusambut panggilan-Mu yaa Allah, ku sambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagiMu, ku sambut panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu .” Bagi kaum pria hendaknya mengucapkan talbiah ini dengan suara keras, sedangkan bagi wanita hendaknya mengucapkannya dengan suara pelan. Kemudian memperbanyak membaca talbiyah, dzikir dan istighfar serta menganjurkan berbuat baik dan mencegah kemunkaran. Apabila telah sampai di Mekkah, maka thawaf di Ka‘bah sebanyak tujuh putaran, mulai dari Hajar Aswad sambil bertakbir dan selesai di Hajar Aswad pula. Disunahkan zikir serta do‘a yang kehendaki. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad sebaiknya membaca:

٢‫ب ايٖٓاز‬ َ ‫َٔقَٓا عَرَا‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ ‫ٔ َس‬٠‫ اٯػٔ َس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ َ‫َا س‬ِْٝٗ‫ ايد‬ٞٔ‫زَٖبَٓا آٔتَٓا ؾ‬ “Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka .”

75 - Lihat Bimbingan Haji dan Umrah, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah

101 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Kemudian setelah thawaf, shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim walaupun agak jauh dari tempat tersebut jika hal itu mungkin, jika tidak mungkin, maka dlakukan di tempat lain di dalam masjid. Kemudian keluar menuju Safa dan naik ke atasnya sambil menghadap Ka‘bah, kemudian membaca tahmid serta takbir tiga kali sambil mengangkat kedua tangan, membaca do‘a dan mengulanginya setiap do‘a tiga kali sesuai sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lalu ucapkanlah:

ٕ٤َِٞ‫ غ‬ٌٚٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫َ ع‬َُٖٛٚ ُ‫يشَُِد‬ٞ‫ُ٘ ا‬ٜ‫َي‬ٚ ‫و‬ ٝ ًُُٞٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫ ي‬،ُٜ٘‫ ي‬ٜ‫و‬ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ َُٙ‫سِد‬َٚ ٝ‫ اهلل‬٤٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ . َُٙ‫سِد‬َٚ َ‫٭سِصَاب‬ٜ ٞ‫ََٖصَ َّ ا‬ٚ َُٙ‫َْؿَسَ َعبِد‬ٚ َُٙ‫عِد‬َٚ َ‫ِْذَص‬ٜ‫ أ‬َُٙ‫سِد‬َٚ ٝ‫ اهلل‬٫٤ ٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ .ْ‫ِس‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ق‬ Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, hanya bagi-Nya segala kerajaan dan hanya bagi-Nya segala puji, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Esa, yang menepati janji-Nya dan memenangkan hamba-Nya serta telah menghancurkan golongan kafir sendirian Kemudian melakukan sa‘i umroh sebanyak tujuh kali putaran dengan berjalan cepat di antara tanda hijau dan berjalan biasa sebelum dan sesudah tanda tersebut, kemudian naik ke atas Marwa, lalu bacalah takbir dan tahmid tiga kali apabila mungkin sebagaimana yang anda lakukan di Safa. Dalam thawaf ataupun Sa‘i, tidak ada bacaan zikir wajib yang khusus untuk itu. Akan tetapi dibolehkan bagi yang melakukan thawaf atau sa‘i untuk membaca zikir dan do‘a atau bacaan AlQur‘an yang mudah baginya, dengan mengutamakan bacaanbacaan zikir dan do‘a yang bersumber dari tuntunan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. 5. Bila telah selesai melakukan sa‘i, maka mencukur dengan bersih (gundul) atau cukup memendekkannya. Dengan demikian selesailah rangkaian umrah dan selanjutnya diperbolehkan melakukan hal-hal yang tadinya menjadi larangan ihram. Apabila 102 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

kita melakukan haji Tamattu, maka wajib menyembelih hewan pada hari Nahr, yaitu seekor kambing atau sepertujuh onta/sapi, jika tidak mendapatkannya, maka wajib melakukan puasa sepuluh hari; tiga hari di waktu haji, dan tujuh hari setelah pulang ke tanah air. 6. Cara Melaksanakan Haji a. Hari Tarwiyah (Tanggal delapan Dzul Hijjah) Amalan yang dilakukan : 1) Disunnahkan untuk mandi dan memakai wewangian sebelum ihram. 2) Disunnahkan bagi yang hajinya tamattu' untuk ihram haji sebelum tergelincir matahari. 3) Niat ihram untuk haji dengan mengucapkan: Labbaika Hajjan (Ya Allah aku sambut panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah haji). Jika ia khawatir ada halangan untuk menyempurnakan hajinya, maka hendaklah ia mengucapkan syarat:

َِٞٔٓ‫ِحُ َسَبط‬ٝ‫ِ َس‬ًَِّٞ‫ َُش‬ٜ‫ظ ؾ‬ ْ ٔ‫ِ سَاب‬ٞٔٓ‫ط‬ َ ‫إٕ سََب‬ٚ “Jika aku terhalang oleh sesuatu, maka tempat tahallulku adalah di tempat aku terhalangi.” Adapun jika ia tidak khawatir, maka tidak perlu mengucapkan syarat di atas. 4) Menuju Mina pada Hari Tarwiyah dan menginap di sana pada malam sembilan. Tidak keluar dari Mina kecuali setelah terbitnya matahari dan melakukan shalat lima waktu di sana. 5) Memperbanyak bacaan talbiyah.

ٜ‫يو‬ٜ ٜ١َُِ‫ٓع‬ٚ‫َاي‬ٚ َ‫ُِد‬ٜ‫حل‬ٞ‫ٕٖ ا‬٢‫ إ‬،ٜ‫و‬ِٝ‫ٖب‬ًٜٜ‫ه‬ٜ‫ ي‬ٜ‫ِو‬ٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ٜ‫و‬ِٝ‫ٓب‬ٜ‫ ي‬،ٜ‫و‬ِٖٝ‫ب‬ٜ‫ًُِٖٗ ي‬١‫ اي‬ٜ‫و‬ِٝ‫ٖب‬ٜ‫( ي‬ ) ٞ‫و‬ٜ‫و ي‬ ٜ ِٜ٢‫ غَس‬ٜ٫ ،ٝ‫ًو‬ُُٞٞ‫َاي‬ٚ 103 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Kusambut panggilan-Mu, ya Allah.Kusambut panggilan-Mu. Kusambut panggilan-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu.Kusambut panggilan-Mu.Sesungguhnya segala puji, karunia dan kekuasaan hanyalah milik-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu”. Bacaan talbiyah ini tetap diucapkan hingga akan melempar Jumrah 'Aqabah pada Hari Kurban. 6) Mengqashar shalat yang empat raka'at tanpa jamak. Dengan melaksanakannya secara jamaah dan bersungguh-sungguh untuk melakukan shalat witir. b. Hari Arafah (Tanggal sembilan Dzul Hijjah) Amalan yang dilakukan: 1) Menuju Arafah setelah terbitnya matahari pada tanggal sembilan Dzul Hijjah. 2) Tinggal sementara di Masjid Namirah hingga tergelincirnya matahari jika hal ini mudah dilakukan. Jika tidak, maka tidak mengapa, karena hukumnya adalah sunnah. 3) Shalat Dzuhur dan Ashar secara jamak dan qashar (jamak takdim) seperti yang dilakukan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam agar tersedia banyak waktu untuk berada di Arafah dan berdo‘a. 4) Disunnahkan bagi jamaah haji ketika di Padang Arafah untuk bersungguh-sungguh dalam zikir, berdo‘a dan merendahkan diri pada Allah Ta'ala. Ketika berdo‘a, hendaklah mengangkat kedua tangan. Jika ia bertalbiyah atau membaca Al-Qur'an maka itu juga baik. 5) Berada di Padang Arafah hingga terbenamnya matahari. 6) Berbuat kebaikan pada sesama jamaah haji dengan memberikan minuman dan membagi makanan.

c. Malam Muzdalifah Amalan yang dilakukan: 1) Dari Arafah berangkat menuju Muzdalifah setelah terbenamnya matahari dengan penuh sakinah dan khusyu'. 104 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

2) Shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar dengan satu adzan dan dua iqamah sesampainya di Muzdalifah. 3) Jika jamaah haji tidak mungkin sampai di Muzdalifah sebelum pertengahan malam, maka untuk lebih hati-hatinya agar shalat Maghrib dan Isya di jalan. 4) Bersegera tidur setelah shalat dan tidak sibuk dengan hal lainnya. 5) Menginap di Muzdalifah. Ini adalah hal yang wajib. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah baik laki maupun perempuan untuk meninggalkan Muzdalifah di akhir malam setelah bulan tidak tampak lagi. Adapun siapa yang tidak lemah atau bersama orang yang lemah, maka ia tetap tinggal di Muzdalifah hingga Shalat Fajar/Subuh sebagai realisasi mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Bersegera melakukan Shalat Fajar, kemudian menuju Masy'aril haram76 lalu mengesakan Allah dan bertakbir dan berdo‘a apa yang ia inginkan sampai langit terlihat kuning sekali. Jika tidak mudah baginya menuju Masy'aril Haram, maka hendaklah ia berdo‘a di tempatnya. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: "Aku berada di sini dan Muzdalifah seluruhnya adalah mauqif". d. Hari Kurban (tanggal sepuluh Dzul Hijjah) Amalan yang dilakukan: 1) Meninggalkan Muzdalifah menuju Mina sebelum terbitnya matahari dengan penuh sakinah dan kekhusyu'an. 2) Disunnahkan untuk lebih cepat ketika melewati wadi Muhassir, jika hal itu memungkinkan. 3) Menyibukkan diri dengan talbiyah hingga sampai di Jumrah 'Aqabah, lalu menghentikan bacaan, menjadikan Mina di sebelah kanan dan Ka'bah di sebelah kirinya, melempar

76

Yang dimaksud adalah Quzah, yaitu gunung yang sangat terkenal di Muzdalifah. Hadits ini merupakan hujjah/alasan para ulama fikih bahwa Masy'ar il Haram adalah Quzah. Jumhur ulama tafsir dan sejarah serta ulama hadits berkata: Masy'aril Haram adalah seluruh wilayah Muzdalifah. Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi rahimahullah.

105 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Jumrah 'Aqabah dengan tujuh kerikil secara berurutan, mengangkat tangan setiap kali lemparan dan bertakbir. 4) Jika jamaah haji sudah selesai dari melempar Jumrah 'Aqabah, hendaklah menyembelih hadyu. Disunnahkan baginya untuk menyembelih sendiri jika hal itu memungkinkan, sebagai mana yang dilakukan oleh nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Ketika menyembelih mengucapkan:

‫يو‬ٚ ‫ ايًِٗ ٖرا َٓو‬،‫اهلل أنرب‬ًٛٗ‫بطِ اي‬

5)

6)

7)

8) 9)

“Allah Maha Besar, Ya Allah, ini adalah dari Engkau dan untuk-Mu, dengan menyebut nama Allah.” Hendaknya mengarahkan (hewan yang disembelih) ke arah kiblat. Jika sudah selesai menyembelih, menggundul rambut atau memendekkannya. Menggundul adalah lebih utama. Tidak cukup hanya memendekkan sebagian rambut kepala, bahkan mesti meratakannya seperti halnya menggundul. Adapun bagi wanita, memendekkan (ujung rambut) sebesar ujung jari. Setelah melempar Jumrah 'Aqabah dan menggundul atau memendekkan rambut, dibolehkan bagi orang yang sedang ihram melakukan apa saja kecuali berhubungan badan dengan istri. Inilah yang dinamakan tahallul awwal. Disunnahkan setelah tahallul awal, untuk membersihkan diri, memakai wewangian dan menuju ke Mekkah untuk melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf ini dinamakan (Thawaf Ziarah) yang merupakan rukun yang tidak sempurna haji melainkan dengannya. Setelah itu maka dihalalkan melakukan semuanya termasuk berjima' (dengan istri). Sa'i antara Shafa dan Marwah bagi jamaah haji yang tamattu', ifrad dan qiran dan belum thawaf qudum. Jika ia mendahulukan kurban sebelum lempar jumrah atau mencukur rambut, maka hal itu dibolehkan, walaupun yang 106 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

lebih utama adalah melempar, kemudian menyembelih, lalu mencukur rambut dan thawaf. e. Hari-hari Tasyriq (Tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah) Amalan yang dilakukan: 1) Para jamaah haji kembali menuju Mina pada Hari Raya setelah thawaf dan sa'i. Mereka tinggal di sana sampai selesai hari-hari tasyriq dan malam-malamnya. Bagi mereka yang hendak meninggalkan Mina pada tanggal dua belas, maka wajib baginya menginap malam sebelas dan malam dua belas. Adapun malam tiga belas bagi mereka yang ingin tetap tinggal. 2) Melempar jumrah yang tiga, dimulai dari jumrah yang kecil (Sughra), sedang(Wustha) kemudian yang besar (Aqabah). Melempar pada setiap jumrah tujuh kerikil secara berurutan dan bertakbir pada setiap lemparan. Lempar jumrah dilakukan setelah tergelincirnya matahari. 3) Disunnahkan setelah melempar untuk ke samping kanan dan menghadap kiblat lalu berdo‘a dalam waktu yang lama sambil mengangkat kedua tangan. Ini dilakukan di Jumrah Sughra (kecil) dan Wustha (tengah). Dan tidak dilakukan di Jumrah 'Aqabah. 4) Thawaf Wada', inilah amalan haji yang terakhir. 5) Memanfaatkan hari-hari (haji) dalam rangka ketaatan pada Allah yaitu dengan membaca Al-Qur'an, dzikir dan takbir dan lain-lain. 7. Kewajiban-Kewajiban Bagi Yang Sedang Ihram Diwajibkan bagi yang sedang berihram untuk haji dan umrah hal-hal berikut:  

Melaksanakan apa yang diwajibkan Allah kepadanya, seperti kewajiban shalat pada waktunya secara berjamaah. Menjauhi apa yang dilarang Allah, berupa: rafats (berkata buruk, bercumbu mesra dengan istri), fusuq (melanggar perintah agama), jidal (berbantah-bantahan) dan perbuatan maksiat lainnya. 107 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

 

Menghindari ucapan atau perbutan yang mengganggu dan menyakiti sesama muslim. Menjauhi larangan-larangan ihram, yaitu: a. Mencabut rambut atau memotong kuku. Sedangkan bila rambut atau kuku itu lepas dengan tidak disengaja di saat Ihram, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa. b. Mempergunakan wangi-wangian di badannya atau pakaiannya, begitu juga pada makanan dan minumannya. Adapun jika ada sisa wangi-wangian yang ia pergunakan saat sebelum ihram, maka tak mengapa. c. Membunuh binatang buruan atau menghalaunya, atau membantu orang yang berburu, selagi ia masih dalam keadaan ihram. d. Memotong pepohonan atau mencabut tanaman yang masih hijau di tanah haram, begitu juga memungut barang temuan, kecuali jika bermaksud untuk mengumum-kannya, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melarang semua perbuatan tersebut. Larangan-larangan ini berlaku pula bagi yang tidak berihram. e. Meminang atau melangsungkan akad nikah, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, begitu juga mengadakan hubungan dengan istri atau menjamahnya dengan syahwat selama ia dalam keadaan ihram.

Larangan-larangan tersebut di atas berlaku bagi pria dan wanita. Khusus bagi pria ada larangan-larangan sebagai berikut: a. Mengenakan tutup kepala yang melekat. Adapun menggunakan payung atau berteduh di bawah atap kendaraan, atau membawa barang-barang di atas kepala, tidaklah mengapa. b. Memakai kemeja dan semacamnya yang berjahit untuk menutupi seluruh badan atau sebagiannya, begitu juga 108 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

jubah, sorban, celana dan sepatu, kecuali jika tidak mendapatkan sarung lalu dia memakai celana, atau tidak mendapatkan sandal kemudian mengenakan sepatu, maka tak mengapa baginya. Sedangkan bagi wanita diharamkan saat ihram untuk menggunakan sarung tangan dan menutup mukanya dengan cadar atau kerudung. Tetapi bila ia berhadapan muka dengan kaum pria yang bukan mahram, maka ia wajib menutup mukanya dengan kerudung atau semacamnya, sebagaimana kalau ia tidak dalam ihram. Apabila seseorang yang berihram mengenakan pakaian yang berjahit, atau menutup kepalanya, atau mempergunakan wangi-wangian, atau mencabut rambutnya, atau memotong kukunya karena lupa atau tidak mengetahui hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah. Dan hendaklah segera ia menghentikan perbuatan-perbuatan tadi di saat ia ingat atau mengetahui hukumnya. Bagi yang sedang berihram, boleh mengenakan sandal, cincin, kacamata, alat bantu pendengaran (earphone), jam tangan, ikat pinggang biasa, ikat pinggang bersaku untuk menyimpan uang dan surat-surat. Diperbolehkan menggganti pakaian ihram dan mencucinya, serta mandi dan membasuh kepala. Apabila lantaran mandi dan membasuh tadi terdapat rambut yang rontok tanpa disengaja, maka ia tak dikenakan apa-apa, begitu juga halnya bila ia terkena luka. 8. Berziarah ke Masjid Nabawi  Disunnahkan bagi anda pergi ke Madinah kapan saja, dengan niat ziarah ke Masjid Nabawi dan shalat di dalamnya. Karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.  Ziarah ke Masjid Nabawi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ibadah haji, oleh karena itu tidak perlu berihram maupun membaca talbiyah.  Apabila anda telah sampai di Masjid Nabawi, masuklah dengan mendahulukan kaki kanan, bacalah: Bismillahirrahmaanirrahim dan selawat untuk nabi Muhammad Shalallahu 109 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

'Alaihi wa Sallam dan mohonlah kepada Allah agar Dia membukakan untuk anda segala pintu rahmat-Nya, dan bacalah:

٢ِِٝ‫ٕ ايع ٖس ٔد‬٢ ‫ا‬ِٜٛٝ‫ َٔع َٔ ايػٖع‬٢ِِٜٔ‫عد‬ٜ‫ك‬ٞ‫أْٔ٘ اي‬ًُٜٛٞ‫َض‬ٚ ٢ِِٜ٢‫س‬ٜ‫ه‬ٞ‫٘ٔ اي‬٢ٗ‫ ِد‬َٚ َٚ ٢ِِٝ‫ي َع ٔع‬ٞ‫ذُ بٔاهللٔ ا‬ِٛ ‫أ ُع‬ٜ ٜ‫َابَ َزسِ َُٔتو‬ٛ‫ِب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ؾتَ ِضي‬ٞ‫ ايًِٖٗ ا‬. “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung kepada wajahNya yang Maha Mulia, dan kepada kekuasaan-Nya Yang Maha Dahulu (qadim), dari godaan setan yang terkutuk. Ya Allah, bukakanlah bagiku segala pintu rahmat-Mu.” Do‘a ini juga dianjurkan untuk dibaca setiap masuk masjidmasjid yang lain. 



Setelah memasuki masjid Nabawi, segeralah anda melakukan shalat tahiyatul masjid. Afdhalnya, shalat ini dilakukan di Raudhah, jika tak mungkin, lakukanlah di tempat lain di dalam masjid itu. Kemudian tujulah makam Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan berdirilah di depannya menghadap ke arahnya, kemudian ucapkanlah dengan sopan:

ُُ٘‫ات‬ٜ‫َبَسَن‬ٚ ٔ‫ اهلل‬ٝ١َُِ‫َ َزس‬ٚ ٗٞٔ‫َٗا ايٖٓب‬ٜٜٗ‫ أ‬ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫ايط‬ “Semoga salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah kepadamu wahai Nabi (Muhammad).”

ِٖ‫ًُٗع‬٤‫ اي‬،ُ٘‫عَدِتَع‬َٚ ٟٔ‫عر‬٤‫دَ اي‬ِٛ ‫ َُشُُِع‬ٞ‫عاَّ اي‬ٜ‫َُك‬ٞ‫َاِب َعجِعُ٘ اي‬ٚ ٜ١ًِٜٝ‫ك‬ ٔ ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٜ١ًِٜٝ‫ض‬ ٔ َٛ‫ي‬ٞ‫ًُِٖٗ آتٔ٘ٔ ا‬٤‫اي‬ ٔ٤‫يذَصَا‬ٞ‫كٌََ ا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أَٖتٔٔ٘ أ‬ٝ ِٔ‫ٔ َع‬ٙ٢‫أدِص‬ٜ “Ya Allah, berilah beliau kedudukan tinggi di sorga serta kemuliaan, dan bangkitkanlah beliau di tempat terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. Ya Allah, limpahkan kepadanya sebaik-baik pahala, beliau yang telah menyampaikan risalah kepada umatnya.” 110 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Kemudian beranjaklah sedikit kesebelah kanan, agar dapat berada dihadapan makam Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu, ucapkanlah salam kepadanya dan berdo‘alah memohonkan ampunan dan rahmat Allah untuknya. Kemudian bergeserlah lagi sedikit kesebalah kiri, agar anda dapat berada dihadapan makm Umar Radhiyallahu 'anhu, ucapkanlah salam dan berdo‘alah untuknya.  Disunnahkan bagi anda berziarah ke masjid Quba dalam keadaan telah bersuci dari hadats, dan lakukan shalat di dalamnya, karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melakukan hal itu dan menganjurkannya.  Disunnahkan pula bagi anda berziarah ke pemakaman Baqi, Makam Utsman Radhiyallahu 'anhu (di Baqi) dan juga makam para syuhada Uhud dan makam Hamzah Radhiyallahu 'anhu, ucapkanlah salam dan berdo‘a untuk mereka, karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menziarahi mereka dan berdo‘a untuk mereka, dan beliaupun mengajarkan para shahabat, apabila mereka berziarah agar mengucapkan:

ٝ‫َ اهلل‬٤‫غععا‬ َ ِٕ٢‫ْٖععا إ‬٢‫َإ‬ٚ ًَُِٔٝٔٔ‫طع‬ ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ َ‫َٔٓٔني‬٪ِ ‫ ُُع‬ٞ‫ َٔع َٔ اي‬٢‫َاز‬ٜٚ‫ ِٖع ٌَ ايعد‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ِه‬ٝ‫ًع‬َٜ‫ُّ ع‬ٜ٬‫طع‬ ٖ ‫اي‬ ٜ١َٝ‫يعَأؾ‬ٞ‫ ِِ ا‬ٝ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ٜ‫أٍُ اهلل‬ٜ ِ‫َِٕ َْط‬ٛ‫ك‬ٝ ٔ‫س‬٫ٜ ِِٝ‫بٔه‬ “Semoga salam sejahtera terlimpahkan untuk kamu sekalian, wahai para penghuni makam yang mu‟min dan yang muslim, dan kamipun insya Allah akan menyusul kamu sekalian, semoga Allah mengaruniakan keselamatan untuk kami dan kamu sekalian.”  Di Madinah Munawwarah tidak ada masjid ataupun tempat yang disunnahkan untuk diziarahi selain Masjid Nabawi dan tempat-tempat tersebut di atas, oleh karena itu janganlah memberatkan diri atau berpayah-payah mengerjakan sesuatu yang tidak ada pahalanya, bahkan mungkin akan mendapatkan dosa karena perbuatan tersebut. 9. Kriteria Haji Mabrur

111 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Mendapatkan gelar haji mabrur adalah impian setiap orang yang berhaji, karena keutamaan yang ada di dalamnya begitu agung. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ٝ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٤٫‫إ‬٢ ٤ْ ‫ُ٘ دَصَا‬ٜ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ُ‫ز‬ُٚ‫ َُبِس‬ٞ‫يشَرٗ اي‬ٞ‫ا‬ٚ “Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.” (HR. Muslim) Haji mabrur bukan hanya sekedar memenuhi ritual haji semata. Bisa jadi haji seseorang sah secara hukum, sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah Ta‘ala. Oleh karenanya, disebut haji mabrur, kalau memenuhi kriteria berikut ini : 

Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

‫بّا‬ٝٚ‫ط‬ٜ ٤٫‫إ‬٢ ٌَُ‫كب‬ٞ َٜ ٜ٫ ْ‫ب‬ٝٚ‫ط‬ٜ َ٘٤ً‫ ٖٕ اي‬٢‫إ‬

 

“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik.‖ (HR.Muslim) Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam (mutabaah). Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan memperbanyak amal shaleh, seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya dengan berjamaah, berbuat kebajikan kepada siapa saja selama proses haji. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,

٢ّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫بُ اي‬ٝٔ‫َط‬ٚ ٢ّ‫عَا‬ٛ٤ ‫طعَاُّ اي‬ٞ ٢‫إ‬ “Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR.Baihaqi)

112 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Keempat: Tidak berbuat maksiat selama proses haji, sepertti rafats,77 fusuq78 dan jidal.79 Allah berfirman,

ٜ٫َٚ َ‫م‬ٛ‫ؾطُع‬ٝ ٫ٜ َٚ َ‫عح‬ٜ‫ زَؾ‬ٜ٬‫ع‬ٜ‫يشَع ٖر ؾ‬ٞ‫ٖٗٔ ا‬٢ٝ‫ع َسضَ ؾٔع‬ٜ‫ َُِٔ ؾ‬ٜ‫ََاتْ ؾ‬ًِٛٝ‫غُٗسْ َع‬ ِ ‫أ‬ٜ ٗ‫يشَر‬ٞ‫ا‬ ٚ‫يشَر‬ٞ‫ ا‬ٞٔ‫دٔدَاٍَ ؾ‬ “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.” (QS.Al-Baqarah: 197)

َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُ٘ ِ‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ََِّٜٛ ٔ٘ٔ‫ت‬٦ََِٝٗ ‫ن‬ٜ َ‫ؿطُلِ َزدَع‬ٞ َٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ِ‫ؾح‬ٝ ِ‫َس‬ٜ ًِِٜٜ‫َِٔ سَرٖ ؾ‬



“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim) Kelima: Terjadi perubahan yang lebih baik pasca haji, sehingga kualitas keimanannya semakin meningkat. Al-Hasan al-Bashri mengatakan, ―Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.‖ Ia juga mengatakan, ―Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.‖ Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, ―Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti temanteman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.‖80

77

- Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram. 78

- Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas. 79

- Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.

80 - Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathâiful Ma'ârif Fîma Li Mawâsimil 'Am Minal Wazhâif, al-Maktabah asy-Syâmilah., 1/68.

113 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

DAFTAR GAMBAR MIQOT

Catatan: 1.

Miqot ada dua, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqot zamani yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo‘dah, dan Dzulhijjah. Miqot makani yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat: (1) Dzulhulaifah (Bir ‗Ali), miqot penduduk Madinah (2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam, (3) Qornul Manazil (As Sailul Kabiir), miqot penduduk Najed, (4) Yalamlam (As Sa‘diyah), miqot penduduk Yaman, (5) Dzat ‗Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak. Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.

2.

Penduduk Makkah yang ingin berihram haji atau umrah, maka hendaklah ia ke tanah halal, yaitu di luar tanah haram dari arah mana saja.

3. Tidak boleh bagi seseorang yang berhaji atau berumroh melewati miqot tanpa ihram. Jika melewatinya tanpa ihram, maka wajib kembali ke miqot untuk berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya menunaikan dam (fidyah), namun haji dan umrahnya sah. Jika ia berihram sebelum miqot, maka haji dan umrahnya sah, namun dinilai makruh.

114 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

115 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

116 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB VI

FIKIH JENAZAH

Fikih jenazah secara singkat dapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagaimana berikut ini, yaitu : 

Bagian pertama berhubungan dengan sebelum terjadinya kematian



Bagian ke dua berhubungan dengan setelah terjadinya kematian



Bagian ke tiga berhubungan dengan pasca penguburan

1. Hal yang berhubungan dengan sebelum terjadinya kematian a. Persiapan menuju kematian. Yaitu dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan diri dari berbagai hal yang akan membawa dirinya pada kemurkaan Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh. Dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhan-nya."(QS. Al Kahfi: 110). Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Umar, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau melintas di jalanan.‖ Dan pada saat itu Ibnu Umar berkata: ―Apabila kamu tengah berada di waktu sore, janganlah kamu menunggu pagi. Dan ketika kamu berada di waktu pagi, janganlah kamu menunggu datangnya sore. Pergunakanlah sehatmu sebelum datang sakitmu, dan kehidupanmu sebelum kematianmu.‖ Dalam satu riwayat 117 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

dikatakan: ―Persiapkanlah dirimu, untuk menjadi bagian dari ahli kubur.‖ b. Memperbanyak mengingat kematian. Hal ini amat penting bagi kehidupan seorang muslim. Dengannya, akan melahirkan perilaku waspada dalam mengarungi kehidupan dunia yang bersifat sementara ini. Lebih dari itu, dirinya akan berusaha untuk mengingat kehidupan akhirat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan. Yaitu, kematian.‖81 Yang dimaksud dengan penghancur di sini adalah pemutus dari semua kenikmatan. c. Ziarah kubur. Amalan ini merupakan sarana yang efektif, yang dapat mengingatkan manusia pada kematian. Sehingga, dirinya bersiap-siap menuju pintu kehidupan abadi yaitu kehidupan akhirat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berziarah ke kubur ibunya. Maka, beliau-pun menangis. Hal itu membuat orangorang yang ada di sekelilingnya juga menangis. Pada saat itu, Nabi berkata: ‗Aku meminta izin kepada Allah untuk memintakan ampunan baginya. Akan tetapi, Allah tidak mengizinkanku. Kemudian, aku meminta izin kepada Allah untuk menziarahi kuburnya. Maka, Allah-pun mengizinkanku. Oleh karena itu, ziarahilah kuburan. Karena, ziarah kubur akan mengingatkan kita pada kematian.‖82 d. Penulisan wasiat. Amalan ini sering dilupakan oleh kebanyakan orang, padahal amalan ini amatlah berharga. Oleh karenanya hendaknya setiap muslim mempunyai wasiat yang tertulis untuk kemaslahatan agamanya dan juga kaum muslimin. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Tidak selayaknya seorang muslim yang menginap sebanyak dua malam. Kemudian, ia memiliki sesuatu untuk diwasiatkan, kecuali mencatat wasiatnya tersebut di dekat bagian kepalanya 81 Hadits Shahih, diriwayatkan oleh imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Hakim. Kemudian, hadits ini dianggap shahih oleh imam al Dzahabi. 82 HR. Muslim

118 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

(bantal).‖ Kemudian, Ibnu Umar berkata: ―Semenjak aku mendengarkan sabda Rasulullah tersebut, aku tidak melewati malam-malamku. Kecuali, aku telah memiliki wasiat.‖83 Dalam menulis wasiat, harus memperhatikan hal-ha berikut ini, 

Disunnahkan bagi orang yang memberikan warisan untuk memberikan wasiat kepada kerabatnya yang tidak mendapatkan hak waris. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah: ―Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibubapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.‖84



Wasiat ini tidak lebih dari sepertiga harta yang hendak diwariskan. Bahkan, akan lebih baik lagi apabila kurang dari satu per tiganya. Dalam kitab ―Shahihain‖ dikatakan bahwa Sa‘ad bin Abi Waqqash berkata: ―Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta yang berlimpah. Tidak ada satu-pun yang menjadi pewaris hartaku. Kecuali, putriku semata wayang. Apakah aku harus mewasiatkan tiga per dua harta tersebut?‖ Maka, Rasulullah pun menjawab: ‗Tentu saja tidak.‖ Kemudian, Sa‘ad bin Abi Waqqash bertanya lagi: ―Dengan setengah harta tersebut?‖ Rasulullah-pun menjawab: ‗Bukan‖, Sa‘ad bertanya lagi: ―Mungkin dengan satu per tiga hartaku?‘ Maka Rasulullah menjawab: ―Ya, satu per tiga. Dan itu-pun lebih dari banyak.‖ Kemudian, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam meneruskan: ―Wahai Sa‘ad, lebih baik kamu membiarkan ahli warismu dalam keadaan kaya. Dari pada kamu membiarkan mereka miskin dan meminta-minta kepada orang lain.‖ Dalam kitab ―Shahih Bukhari‖ disebutkan bahwasanya Ibnu Abbas Radhiyallahu „Anhuma berkata: ―Seandainya manusia memberikan kurang dari satu per tiga sampai

83 HR. Muttafaq ‘Alaihi 84 QS. Al Baqarah: 180

119 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

satu per empat, maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam akan berkata: ―Satu per tiga. Itu-pun, sudah lebih dari banyak.‖ 

Wasiat harta tidak berlaku bagi orang yang telah mendapatkan harta warisan. Rasulullah bersabda: ―Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada orang yang berhak mendapatkannya. Oleh karena itu, tidak ada wasiat bagi orang yang mendapatkan hak waris.‖85



Diharamkan melakukan wasiat yang membahayakan pihak-pihak tertentu, seperti: mewasiatkan agar harta yang dimilikinya tidak boleh diberikan kepada para pewarisnya. Atau, mengutamakan sebagian ahli waris dibanding ahli waris yang lainnya. Dan seandainya orang yang mewariskan tersebut masih tetap melakukan hal tersebut, maka wasiatnya dianggap tidak sah dan tidak dapat diterima. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Barang siapa yang membuat-buat sesuatu yang baru dalam ajaran kita. Padahal, sesuatu tersebut bukan bagian dari ajaran kita. Maka, tidak dapat diterima.‖86



Sebaiknya seorang Muslim memberikan wasiat terhadap keluarganya untuk bertakwa kepada Allah, dan agar tidak meratapinya pasca kematian, dengan menjerit-jerit ketika dirinya meninggal, memukul-mukul pipi, menyobek pakaian dan mengucapkan hal-hal yang akan membuat murka Allah.



Ketika berwasiat, seorang muslim dianjurkan untuk menghadirkan dua orang saksi yang adil. Dengan harapan, isi wasiatnya tidak akan dirubah atau diganti ketika dirinya telah meninggal dunia.

85 Hadits Hasan yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Baihaqi. 86 HR. Muttafaq Alaihi

120 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

e. Sabar dalam menjalani sakit.Dengan itu, orang yang sedang sakit akan lapang dada dalam menerima seluruh ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Orang-orang yang beriman memang menakjubkan. Semua perbuatannya baik. Dan semuanya itu tidak dimiliki oleh siapapun. Kecuali, orang yang beriman. Seandainya mereka mendapatkan kebaikan, maka mereka bersyukur dan menganggap itulah yang terbaik baginya. Dan seandainya mereka ditimpa keburukan, mereka akan bersabar dan menganggap semua itu adalah yang terbaik bagi mereka.‖87 Dari ‗Atha bin Abi Rabah, ia berkata: ―Ibnu Abbas berkata kepada saya: ‗Maukah kuperlihatlkan kepadamu perempuan ahli surga?‘ Maka akupun berkata: ‗Ya, tentu.‘ Ia berkata: ‗Perempuan kulit hitam ini telah datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan berkata: ‗Aku menderita penyakit epilepsi. Sehingga, pakaianku terbuka (tanpa sadar). Mintakanlah do‘a untukku.‘ Maka, Rasulullah berkata: ―Seandainya kamu memilih bersabar, maka kamu akan mendapatkan surga. Dan seandainya kamu memilih yang lain, maka aku telah mendo‘akan kesembuhanmu.‘ Perempuan itu-pun menjawab: ―Aku akan bersabar.‘ Kemudian, ia meneruskan perkataannya: ‗Bajuku telah tersingkap. Maka, do‘akanlah agar di lain waktu tidak tersingkap lagi.‘ Maka Rasulullah-pun mendo‘akan perempuan tadi.‖88 Selain sabar, Orang yang sedang dalam sakit hendaknya memahami bahwa sakit yang dideritanya akan menghilangkan dosa-dosa. Dari Abu Sa‘id al Khudriyyi dan Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Segala sesuatu yang menimpa seorang Muslim dari rasa lelah, penyakit menahun, sedih, dilukai, dirampas sampai terkena duri, maka Allah akan menggantinya dengan menghapus dosa-dosanya.‖89 Orang yang sakit juga harus memiliki prasangka baik terhadap Allah. Di samping, mengingat kasih sayangnya yang begitu berlimpah. Dari Abu Hurairah 87 HR. Muslim 88 HR. Muttafaq ‘Alaihi 89 HR. Muttafaq ‘Alaihi

121 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Allah berfirman: ―Aku tergantung kepada prasangka hambaku.90 Dan aku akan bersama mereka ketika mereka mengingat-Ku. Seandainya mereka mengingatku dalam jiwanya, maka aku pun akan mengingat mereka dalam jiwa-Ku. Dan seandainya mereka mengingat-Ku di suatu tempat, maka Aku akan mengingat mereka di suatu tempat yang lebih baik dari tempat mereka.‖91 f. Sakaratul maut. Paling tidak ada tiga hal yang harus dilakukan dalam kondisi sakaratul maut, yaitu : 

Apabila seseorang telah merasakan datangnya kematian, maka sebaiknya ia memperbanyak untuk membaca kalimat: ―Lâ Ilâha Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah).‖ Adapun orang-orang yang berada di sekelilingnya membantunya membaca talqin tersebut apabila yang sakit lupa. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Talqinkanlah kematian kalian dengan mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah).‖92 Dan dari Muadz bin Jabal Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah

90 Tegasnya: Allah berfirman: “Aku dapat melakukan apapun yang diperkirakan hambaku bahwa aku akan melakukannya.” Dalam konteks di atas, lebih mengedepankan sisi permohonan dari pada rasa takut. Imam Qurthubi dalam bukunya: “Al Mufham” dikatakan bahwa makna: “Tergantung prasangka hambaku kepadaku” adalah: Prasangka seorang hamba untuk mendapatkan jawaban dari Allah ketika berdoa, menerima taubatnya dan mendapatkan ampunan ketika dirinya memohonnya kepada Allah. Ia juga berprasangka bahwa Allah akan memberikan balasan ketika dirinya melakukan ibadah yang sesuai dengan syarat. Semua itu dipegang oleh manusia sesuai dengan janji Allah yang dikuatkan oleh Hadits Nabi yang lain: “Berdoalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.” Adapun prasangka akan mendapatkan ampunan dosa dengan terus melaksanakan dosa adalah bagian dari kebodohan dan kelalaian. Dan hal tersebut akan menggiringnya pada aliran Murjiah. Anda dapat melihat keterangan ini dalam kitab: “Syarhu as Sunnah” (5/273). Khithabi berkata: “Yang akan diterima prasangkanya oleh Allah adalah orang-orang yang sering berbuat baik. Seakan-akan Allah berkata: “Perbaikilah amal perbuatan kalian. Maka, Allah akan berbaik sangka kepada kalian.” Dan seandainya amal perbuatan manusia yang berprasangka itu buruk, maka akan buruk pula prasangka Allah terhadapnya. Dan sikap berbaik sangka juga termasuk ke dalam bagian harapan, permohonan maaf. Sesungguhnya Allah maha mulia dan agung. Anda dapat melihatnya pada kitab: “Syarhu as Sunnah” (5/272) 91 HR. Muttafaq ‘Alaihi 92 HR. Muslim

122 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Barang siapa yang akhir kehidupannya ditutup dengan membaca Lâ Ilâha Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah) akan masuk surga.‖93Dan dari Umar bin Khattab Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Hadirilah saat-saat datangnya kematian salah seorang di antara kalian. Dan bimbinglah mereka untuk mengucapkan talqin dengan mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh (Tidak ada Tuhan selain Allah). Karena, mereka melihat apa yang tidak kalian lihat.‖94 

Sebaiknya, orang-orang yang berada di sekeliling orang yang tengah sakaratul maut berbicara tentang yang baikbaik saja. Karena, pada saat itu, para malaikat mengamini apa yang mereka katakan.Dari Ummu Salamah Radhiyallahu „Anha, ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Apabila kalian hadir untuk menjenguk orang yang sakit dan hendak meninggal, maka katakanlah yang baik-baik. Karena, para malaikat akan mengamini apa yang kalian ucapkan.‖95



Disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut ke arah kiblat. Para ulama telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadapkan ke arah kiblat. Pertama: Berbaring telentang di atas punggungnya. Sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan ke arah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap ke arah kiblat. Kedua: Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap kiblat.

2. Hal yang berhubungan dengan setelah terjadinya kematian Setelah kematian seseorang dapat diyakini secara hukum. Sehingga, dalam keputusan medis, ruh orang tersebut telah dibuktikan meninggalkan jasadnya secara sempurna. Maka, bagi orang-orang yang

93 Hadits Hasan yang diriwyatkan Ahmad (5/233) dan Abu Dawud (3116) 94 HR. Muslim dalam kitab: “Iman” 95 HR. Muslim

123 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

menghadiri kematian tersebut, mereka diwajibkan untuk melakukan beberapa hal tertentu: a. Menutupkan kedua matanya dan mendo‘akannya. Hal tersebut sesuai dengan sebuah hadits yang datang dari Ummu Salamah Radhiyallahu „Anha, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menemui Abu Salamah. Pada saat itu, pandangannya telah kabur.96 Maka, Rasulullah-pun berkata: ―Ketika ruh manusia dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya.‖ Seketika itu juga, keluarganya menjerit histeris. Kemudian, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan kembali perkataannya: ―Janganlah kalian mendo‘akan diri kalian, kecuali dengan yang baik-baik. Karena para malaikat akan mengamini apa yang kalian ucapkan.‖ Kemudian, Rasulullah melanjutkan kembali perkataannya: ―Ya Allah, ampunilah Abu Salamah dan angkatlah derajatnya ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Dan ampunilah seluruh dosa yang telah dilakukannya di masa lalu. Ya Allah, Tuhan semesta alam, ampunilah kami dan dia. Luaskanlah ia di alam kuburnya dan berikanlah cahaya di dalamnya.97 b. Kerabat dan keluarga orang yang meninggal hendaknya bersabar dan rela dengan ketentuan Allah. Menyerahkan segala keputusan kepada Allah dan kembali kepada kehendak-Nya. Allah berfirman dalam al Quran: ―Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah. Mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun." Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.‖98 Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Seorang muslim yang tertimpa suatu musibah, kemudian berkata: 96 Dikatakan pandangan orang yang tengah sakaratul maut telah memudar. Artinya, seseorang yang melihat sesuatu. Akan tetapi, ia tidak terfokus pada pandangannya tersebut. 97 HR. Muslim 98 QS. Al Baqarah: 155-157

124 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

―Sesungguhnya kami hanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Oleh karena itu, berikanlah pahala atas semua musibah yang aku terima. Dan tinggalkanlah sisi baik dari musibah tersebut. Niscaya Allah akan meninggalkan sisi baik dari musibah tersebut.‖99 c. Diperbolehkan untuk menangis dalam batas kewajaran, tanpa menjerit dan berteriak-teriak. Sebagaimana terdapat dalam hadist Anas Radhiyallahu ‗Anhu, ia berkata: ―Kami masuk ke rumah Abu Saif100 bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Pada saat itu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengangkat tubuh Ibrahim dan menciumnya. Tidak lama berselang, kami masuk kembali ke kamarnya dan Ibrahim menghembuskan nafasnya yang terakhir. Maka, kedua mata Rasulullah terlihat berkaca-kaca dan mengalirkan air mata. Abdurrahman bin ‗Aufpun berkata kepada Rasulullah: ―Wahai Rasulullah!‖ Rasulullah menjawab: ―Bin ‗Auf, air ini adalah rahmat dari Allah.‖ Kemudian, beliau meneruskan: ―Mata akan mengalirkan air, hati akan melahirkan kesedihan. Dan kita tidak akan berbicara, kecuali yang diridloi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kami akan merasa sedih dengan kepergianmu, Ibrahim.‖101 Ibnu Bathal dan ulama lainnya berkata: ―Hadits ini menjelaskan bahwa menangis dan bersedih diperbolehkan oleh agama. Tentunya, kesedihan yang diwarnai dengan aliran air mata dan kelembutan hati dan bukan kesedihan yang diwarnai kemurkaan terhadap keputusan Allah.102 d. Dilarang meratapi Jenazah, dengan merobek-Robek pakaian,mencakar-cakar wajah, dan lain sebagainya. Dari Ibnu Mas‘ud Radhiyallahu „Anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Bukan termasuk ke dalam golongan kami orang-orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek pakaian dan berdo‘a dengan do‘a-do‘a di zaman Jahiliyyah.‖103 Dalam hadist lain, dari Umar bin Khattab Radhiyallahu „Anhu, 99 HR. Muslim 100 Suami pengasuh Ibrahim, putra Rasulullah Saw. 101 HR. Muttafaq ‘Alaihi 102 Lihat: “Fathul Bari” (3/208). 103 Hadits Shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Baihaqi.

125 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Seorang jenazah akan disiksa di dalam kuburnya, hanya karena ratapan terhadapnya.‖104 e. Memberitahukan Berita Kematian. Hal itu bertujuan untuk memberitahukan pihak keluarga jenazah, kerabat, sahabatsahabatnya dan orang-orang yang sudah selayaknya diberi tahu. Dengan harapan, semua elemen masyarakat tersebut dapat bahu membahu dalam mengurus jenazah, mengkafani, menshalatkan dan mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. Karena, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri telah mengumumkan kematian raja Najasyi pada hari kematiannya kepada orang-orang. Kemudian, beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat ghaib bersama masyarakat muslim. Sebagaimana Rasulullah juga mengumumkan kematian Zaid, Ja‘far dan Ibnu Rawahah sebelum datangnya berita kematian mereka dalam peperangan Mu‘tah.105 f. Menyelesaikan hutang orang yang meninggal. Adapun yang berkewajiban melunasinya adalah pihak keluarga dan kerabat terdekat. Pelunasannya diambilkan dari harta si mayit, atau iuran dari pihak keluarga apabila si mayit tidak meninggalkan harta sedikit pun. Karena, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah memberitahukan bahwa seorang jenazah tidak dapat masuk ke dalam surga hanya karena dirinya memiliki hutang.‖106 Dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga pernah tidak mau menshalatkan seorang jenazah. Sampai hutang-hutangnya dilunasi. Atau, ada seseorang yang berjanji untuk menyelesaikan seluruh hutang-hutangnya tersebut.107 Apabila tidak ada satu-pun orang yang dapat menutupi hutang si jenazah, maka pada kesempatan ini yang berkewajiban menutup seluruh hutangnya adalah kas negara —seandainya ia berada dalam wilayah negara Islam— hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Barang siapa yang meninggalkan harta, maka untuk ahli warisnya. Dan barang siapa yang meninggalkan 104 HR. Muttafaq ‘Alaihi 105 Hadits hasan yang diriwayatkan imam Ahmad 106 Hadits shahih yang diriwayatkan imam Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Hakim dan Baihaqi. 107 Hadits Hasan yang diriwayatkan imam Ahmad, Hakim dan Baihaqi.

126 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

peninggalan108 ataupun hutang, maka tanggungan kewajiban dipikulkan kepada walinya. Dan aku adalah wali dari orangorang yang beriman.‖109 g. Berkabung atas kematian si jenazah. Adapun prosedurnya, seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk mempergunakan pakaian berkabung atas kematian salah seorang kerabatnya lebih dari tiga hari. Apabila suaminya yang meninggal, maka ia wajib mempergunakan pakaian berkabung tersebut atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Semuanya itu didasarkan kepada sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Janganlah seorang perempuan mempergunakan pakaian berkabung, kecuali atas kematian suaminya. Maka, pada saat itu, ia diwajibkan untuk berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Selain itu, ia juga tidak diperbolehkan untuk mempergunakan pakaian yang berwarna. Kecuali, pakaian Ashab,110 tidak boleh mempergunakan celak mata, dan jangan berjalan dengan mempergunakan minyak wangi, menghiasi wajah dengan perona, jangan menyisir. Kecuali, ketika dirinya bersuci. Sehingga, mengharuskan dirinya untuk mempergunakan beberapa tumbuhan yang dapat menghilangkan bau tidak enak dari kemaluannya.‖111 h. Mempercepat Proses Penguburan. Sudah seharusnya keluarga orang yang meninggal atau orang yang datang untuk bertakziah mempercepat proses penguburan si mayit. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Apabila salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka janganlah kalian membiarkannya. Dan percepatlah proses penguburannya.‖112 108 Yang dimaksud di atas adalah keluarga. Ibnu Atsir mengatakan bahwa asal mula kalimat (Dhaya’) adalah (Dha’a), (Yadhi’u), (dhaya’an). Dan kalimat keluarga (al ‘Iyal) mempergunakan bentuk infinitif, seperti anda berkata: “Barang siapa yang mati dan meninggalkan kemiskinan (faqran). Maka, kalimat kemiskinan (faqran) di sini berarti orang-orang yang fakit (Fuqara). 109 HR. Muslim dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu. 110 Yang dimaksud dengan pakaian ‘Ashab adalah: Pakaian yang telah dipintal terlebih dahulu sebelum ditenun. Dan ‘Ashab itu sendiri merupakan nama tumbuhan yang tumbuh di Yaman. Dimana tumbuhan tersebut dipergunakan untuk bahan pakaian. Dan nabi telah menganjurkan kaum perempuan mempergunakan bahan ini, agar mereka terjauh dari berhias. 111 Karena, tujuan di dalamnya hanyalah untuk menghilangkan bau yang tidak enak dan bukan untuk berhias diri dan mempergunakan wewangian. 112 HR. Thabrani dari Ibnu Umar. Al Hafidz, dalam kitab: “Al Fath” (3/219) mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan isnad hasan.

127 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

i.

Memandikan jenazah. Para ulama telah bersepakat atas diwajibkannya memandikan jenazah seorang muslim.113 Adapun orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. Hal tersebut sesuai dengan perintah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menguburkan para syuhada dalam perang Uhud begitu saja, tanpa memandikan mereka terlebih dahulu. Bahkan, seandainya orang yang mati syahid tersebut dalam keadaan junub,114 maka mereka juga tetap tidak perlu dimandikan. Dikisahkan bahwa Handhalah bin Abu Amir keluar menuju medan perang Uhud. Padahal, pada saat itu ia dalam keadaan junub. Ketika ia mati syahid, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Sahabat kalian tengah dimandikan oleh malaikat.‖115 Begitu pula ketika Hamzah bin Abdul Muthallib dan Handhalah bin Rahib syahid di medan Uhud. Dan pada saat itu, mereka juga dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Aku melihat para malaikat tengah memandikan keduanya.‖116 Adapun tata cara memandikan jenazah adalah sebagaimana diriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam masuk ke dalam ruangan kami ketika putri-putrinya meninggal dunia. Kemudian, beliau berkata: ‗Mandikanlah mereka sebanyak tiga sampai lima kali. Atau, lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Akan lebih baik lagi dengan mempergunakan air dan tumbuhtumbuhan yang dapat membuat kesat.117 Setelah itu, berikanlah kamper (kapur barus). Seandainya kalian telah selesai melakukan semuanya, maka beritahukanlah kepadaku.‖ Setelah kami selesai memandikan, maka Rasulullah-pun mengadzankan keduanya dan menyelesaikan seluruh haknya. Setelah itu, Rasulullah berkata: ‗Segeralah tutup dan berikan kain kafan kepada keduanya.‖ Sedangkan dalam riwayat lain dikatakan: ―Mulailah

113 Lihat: “Bidayah al Mujtahid”, milik: Ibnu Rusyd (1/226) 114 Selesai melakukan hubungan biologis dengan istrinya dan belum mandi wajib. 115 Hadits ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi. Kemudian, hadits ini diperkuat keshahihannya oleh imam Hakim dan disetujui oleh imam Dzahabi. 116 Hadits ini adalah hadits Hasan yang diriwayatkan imam Thabrani dalam kitab: “Al Mu’jam al Kabir” (11/391), No: 12094). Dan Haitsami dalam kitab: “Al Mujma’” hadits ini diriwayatkan Thabrani dalam kitab: “Al Kabir” dengan isnad yang shahih. 117 Dalam hadits disebutkan sebuah nama tumbuhan bernama daun Shidr

128 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

j.

dengan membasuh tempat-tempat yang diwajibkan dalam berwudlu.‖ Sedangkan dalam kalimat lain dikatakan: ―Mandikanlah mereka. Seandainya kalian menganggap perlu, maka mandikanlah sebanyak tiga, lima, tujuh atau lebih dari itu.‖ Dan di dalam hadits tersebut juga, Ummu ‗Athiyah berkata: ―Maka kami-pun mengepang rambut jenazah menjadi tiga bagian. Setelah itu, kami meletakkannya di bagian belakang.‖118 Mengkafani jenazah. Yang disunnahkan ketika mengkafani jenazah adalah dengan memperhatikan hal berikut:  Disunnahkan agar kain kafan yang digunakan masih bagus. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Apabila salah seorang di antara kalian mengkafankan saudara laki-lakinya, hendaknya ia mengkafani jenazah saudaranya tersebut dengan sebaik-baiknya.‖119  Hendaknya, kain kafan yang dipergunakan masih baru. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim yang berasal dari hadits Abu Sa‘id. Yaitu, ketika ajal datang menjemputnya, ia mencari kain kafan yang masih baru. Kemudian, ia mempergunakannya. Setelah itu, ia berkata: ―Saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ‗Sesungguhnya setiap jenazah akan dibangkitkan dengan kain kafan yang dipergunakannya ketika meninggal dunia.‖120  Hendaknya kain yang dipergunakan sebagai kafan berwarna putih. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Aisyah Radhiyallahu „Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dikafani dengan mempergunakan tiga lapis kain berwarna putih.‖121 Dan sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih. Karena itulah pakaian yang

118 HR. Bukhari (1253), HR. Muslim (2133), HR. Ahmad (5/84), HR. Abu Dawud (3142, 3146), HR. Nasa’i (4/28-29) dan HR. Ibnu Majah (1458). 119 Lihat: “Tharhu al Tatsrib” (3/273-275) 120 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Hakim (1/340). Kemudian, hadits ini dianggap shahih dan disetujui oleh imam Dzahabi. 121 Keterangannya telah disampaikan sebelumnya.

129 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah







paling bagus. Dan pergunakanlah kain berwarna putih tersebut sebagai kafan kalian ketika datang kematian.‖ 122 Imam Nawawi berkata: ―Sabda Rasulullah: ‗Kain berwarna putih‘ merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mempergunakan kain kafan putih merupakan perbuatan yang dianjurkan. Dan pendapat ini telah menjadi kesepakatan.‖123 Hendaknya kain tersebut terbuat dari bahan katun. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Aisyah Radhiyallahu „Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dikafani dengan mempergunakan tiga lapis kain berwarna putih yang berasal dari daerah Suhul dan terbuat dari katun.‖124 Imam Nawawi berkata: ―Riwayat tersebut menunjukkan adanya anjuran untuk mempergunakan kain kafan yang terbuat dari bahan katun.‖125 Hendaknya kain yang dipergunakan sebagai kafan berjumlah ganjil. Hal tersebut sesuai dengan perkataan Aisyah Radhiyallahu „Anha: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dikafani dengan mempergunakan tiga lapis kain kafan.‖ Hendaknya kain kafan tersebut dibubuhi wewangian. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Apabila kalian membubuhkan wewangian kepada jenazah, maka bubuhkanlah sebanyak tiga kali.‖126 Akan tetapi, hukum ini tidak diperuntukkan bagi jenazah orang yang tengah melakukan ihram. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah ketika mendengar kematian seseorang yang tengah berihram karena terjatuh dari kendaraannya dan mengalami patah

122 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (1/247), Tirmidzi (994), Abu Dawud (3878) dan Ibnu Majah (1472) 123 Lihat: “Syarh an Nawawi ‘Ala Shahih Muslim” (7/11). 124 HR. Muttafaq ‘Alaihi. 125 Lihat: “Syarh an Nawawi ‘Ala Shahih Muslim” (7/12) 126 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (3/331), Ibnu Abi Syaibah (4/92), Ibnu Hibban (752), Hakim (1/355), Baihaqi (3/405). Hadits ini dianggap shahih oleh Hakim dan disepakati oleh imam Dzahabi.

130 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

tulang leher. Pada saat itu, Rasulullah bersabda: ―Dan jangan kalian pakaikan wewangian kepadanya.‖ g. Shalat Jenazah. Adapun pelaksanaan shalat jenazah harus memperhatikan hal berikut, 

Membaca surat al Fatihah. Dan pembacaan tersebut dilakukan setelah melakukan takbir yang pertama.



Membaca selawat kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Dan pembacaan tersebut dilakukan setelah melakukan takbir yang ke dua. Dalam hal ini, tidak ada satu-pun teks baku yang menentukan bentuk selawat kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Akan tetapi, yang paling utama adalah membacakan selawat Ibrahim yang biasa dibacakan dalam setiap shalat.



Membaca do‘a untuk jenazah sebagaimana do‘a di bawah ini:

ٚ ًَُٜ٘‫ع ِ َ ِدػ‬ٚ‫َض‬َٚ ُٚ ٜ٘‫ّ ُِْصُي‬٢‫س‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ُٚ ِ٘ٓ‫ؿ َع‬ٝ ِ‫ َاع‬ٚٔ٘ٔ‫ َعَاؾ‬ٚ َُُِ٘‫ َا ِزس‬ُٚ ٜ٘‫ؿٔسِي‬ٞ‫ًُِٖٗ اغ‬١ٜ‫أي‬ َٔ ُ‫َض‬ٝ‫ِب‬ٜ‫بُ ا٭‬ِٛ ٖ‫ٓ َايج‬٢‫َٓك‬ُٜ ‫َُا‬ٜ‫َا ن‬ٜ‫ا‬ٜٛ‫خل‬ٜ ‫ ََْكِّ٘ٔ َٔ َا‬ٚ ٔ‫ َايبَسَد‬ٚ ٢‫ر‬ًٖٞ‫ َايج‬ٚ ٔ٤‫ا‬ٜ‫٘ ُبامل‬ًٞ‫ط‬ٞ‫َاغ‬ ٔ‫ِسّا‬ٝ‫دّا َػ‬ِٚ ‫ َ َش‬ٚ ًِٖٜٔ٘‫ِسّا َِٔٔ أ‬ٝ‫ّ َػ‬٬ِٖٜ‫ َأ‬ٖٛٔٔ‫ِسّأَِٔ دَاز‬ٝ‫٘ ُدَازّا َػ‬ٞ‫بِدٔي‬ٜ‫ َأ‬ٚ ،٢‫َايدْٖظ‬ َِٔٔ َٚٔ ٘ٔ‫ ؾِتَٓت‬٢َٔٔ َٚ ٢‫كبِس‬ٜ ‫بٔ اي‬ٜ‫ٔ َِٔ عَرا‬ِٙ‫أعٔر‬َٜ ٚ ،ٜ١ٖٓ‫جل‬ٜ ‫ُ٘ ا‬ًٞٔ‫أ ِدػ‬َٜ ٚ ٔ٘‫ِد‬ٚ‫َِٔ َش‬ .٢‫بٔايٖٓاز‬ٜ‫عَرا‬ “Ya Allah, ampunilah dosanya, rahmatilah di barzahnya, selamatkan ia, dan maafkanlah kesalahannya, muliakanlah kedudukannya, lapangkanlah kuburannya, bersihkanlah dosanya seperti bersihnya yang mandi dengan air segar dan air bersih. Bersihakanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana bersihnya pakian yang putih dari kotoran. Gantilah rumahnya dengan pengganti yang lebih baik, keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, istrinya dengan istri yang lebih baik.

131 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Masukkanlah ia ke dalam surga, peliharalah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka.” 

Setelah membaca takbir yang keempat, hendaknya membaca do‘a seperti di bawah ini:

ََِ‫أ ِزس‬ٜ ‫َا‬َٜ ‫٘ ُبٔ َسسِ َُتٔو‬ٜ‫ َي‬َٚ ‫ٓا‬ٜ‫ؿٔسِي‬ٞ‫ َاغ‬ُٚ َٙ‫ؿتٔٓا ََبعِد‬ٞ ُ‫ َت‬٫َ ُٚ َٙ‫أدِس‬َٜ ‫سَِٓا‬٢ ِ‫ ُتش‬ٜ٫َ ًُِٓٗ‫ي‬ٜ‫أ‬ .َُِٔٝٔٔ‫ايسٖاس‬ “Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi pahala amal baiknya, janganlah Engkau menjadikan fitnah bagi kami sesudah ia wafat meninggalkan kami, dan ampunilah dosa kami dan do‟a dia.”  Selesai membaca do‘a terakhir kemudian membaca salam dua kali:

.ُُ٘‫ت‬ٜ‫َبسَنا‬ٚ ٔ‫اهلل‬ٝ١َُِ‫ َزس‬َٚ ِِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫يط‬ٜ‫ا‬ 

Posisi imam dalam shalat jenazah perempuan adalah berdiri di bagian tengahnya. Sedangkan jenazah laki-laki posisi imam berdiri pas di bagian kepalanya.sebagaimana terdapat dalam hadist Samrah, ia berkata: ―Saya shalat di belakang Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Kami menshalatkan jenazah perempuan yang meninggal pada saat masa nifasnya belum selesai. Maka Rasulullah-pun berdiri di bagian tengahnya.‖128 Dari Abu Ghalib al Hannath, ia berkata: ―Saya menyaksikan Anas bin Malik menshalatkan jenazah seorang laki-laki. Maka, ia berdiri pas di bagian kepalanya. Dan ketika diajukan seorang jenazah perempuan, Ibnu Abbas pun menshalatkannya dan memilih berdiri di bagian tengah. Pada saat itu, di tengah-tengah kami hadir ‗Ala bin Ziyad. Ketika ia melihat adanya perbedaan tempat berdiri antara jenazah laki-laki dan perempuan, ia berkata: ―Wahai Abu Hamzah, apakah Rasulullah Shalallahu

127 HR. Muslim, Shahih Muslim Juz II hlm. 663 128 HR. Muttafaq ‘Alaihi.

132 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

„Alaihi Wa Sallam juga berdiri seperti ini ketika menshalatkan jenazah laki-laki. Persis, seperti yang kamu lakukan. Dan Rasulullah juga berdiri di tempat yang sama denganmu ketika menshalatkan jenazah perempuan?‘ Ibnu Abbas menjawab: ‗Benar.‖129

129 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (3/118, 204), Abu Dawud (3194), Tirmidzi (1034), Ibnu Majah (1494), Thayalisi (2149) dan Baihaqi (4/32)

133 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

h. Mempercepat Proses Penguburan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Percepatlah dalam mengurus jenazah. Karena hal itu adalah pilihan terbaik baginya. Maka, percepatlah proses penguburannya. Dan alangkah buruknya seandainya kalian tidak berbuat demikian. Di mana kalian hanya meletakkan jenazah itu di bawah kendali kalian.‖ Dari Abu Bakrah, ia berkata: ―Kamu telah meliat bagaimana kami berjalan bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika membawa jenazah. Dan kami berjalan hampir sama seperti gerakan pasir.‖130 Dan dalam sebuah riwayat dikatakan: ―Percepatlah proses penguburan jenazah. Seandainya kalian mempercepatnya, maka kalian telah mendekatkan jenazah tersebut kepada kebaikan. Akan tetapi, alangkah buruknya seandainya kalian tidak berbuat demikian. Dimana kalian hanya meletakkan jenazah itu di bawah kendali kalian.‖ (HR. Muslim) i.

Mengiringi jenazah. Diwajibkan mengusung jenazah dan mengiringinya sampai kubur. Karena, itu semuanya merupakan hak jenazah muslim yang harus ia dapatkan dari saudaranya sesama umat Islam. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Hak seorang muslim atas muslim yang lainnya (dalam riwayat lain dikatakan: ‗Kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya) ada lima perkara: ‗Menjawab salam, menjenguk ketika sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendo‘akan orang yang bersin.‖131

j.

Proses Penguburan. Dengan memperhatikan hal berikut ini,



Disunnahkan untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur dengan mendahulukan arah kepalanya terlebih dahulu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas: ―Bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menarik jenazah dari bagian kepalanya sebanyak satu tarikan.‖132

130 Hadits ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad (5/36), Abu Dawud (3182), Nasa’i (4/43) dan Hakim (1/355). Hadits ini dianggap shahih oleh imam Dzahabi. Dan yang dimaksud dengan gerakan pasir adalah cara berjalan yang cepat. 131 HR. Muttafaq ‘Alaihi yang diambil dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. 132 Lihat: “Al Mughni” Ibnu Qudamah (2/497).

134 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

 



Disunnahkan mengarahkan jenazah di kuburnya pada arah kiblat. Meletakkan jenazah di dalam kubur hendaknya berkata: ―Bismillahi Wa „Ala Sunnati Rasulillah Shallallahu „Alaihi Wasallam‖133 yang artinya: ―Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.‖ Disunnahkan untuk membacakan istighfar untuk jenazah. Tepatnya, ketika selesai proses penguburan. Dari Utsman Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Apabila Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selesai menguburkan jenazah seseorang, beliau berdiri di atas kuburan dan berkata: ―Mohonkanlah ampunan dan penetapan bagi jenazah ini. Karena, pada saat ini ia tengah ditanya.‖134

3. Hal yang berhubungan dengan pasca penguburan a. Takziyyah. Yang dimaksud dengan takziyyah adalah berusaha untuk menghibur keluarga yang terkena musibah, agar mereka untuk menyerahkan seluruh bencana yang mereka rasakan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika bertakziah. Rasulullah Sallallahu ‗Alaihi Wasallam bersabda: ‗Sesungguhnya hanya milik Allah-lah seluruh yang diambil-Nya, dan hanya milik Allah-lah yang diberikan-Nya. Dan segala sesuatu miliknya akan memiliki akhir. Oleh karena itu, hendaknya kamu bersabar dan mawas diri.‖135 Adapun keutamaan takziyah ini sebagaimana disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Abi Bakar Bin Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah Salallahu „Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: ―Tidak ada satu-pun orang mukmin yang bertakziah kepada saudaranya yang tertimpa musibah, kecuali Allah akan menutupinya dengan kain kemuliaan pada hari kiamat.‖136 133 HR.Ahmad dari Hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma. 134 HR.Abu Dawud 135 HR. Muttafaq ‘Alaihi 136 Hadits ini merupakan hadits hasan yang diriwayatkan imam Ahmad, Nasa’I, Ibnu Hibban dan Hakim. Hadits ini kemudian dinilai shahih dan disepakati oleh imam Dzahabi.

135 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

b. Yang Bermanfaat Bagi Manusia Setelah Meninggal Dunia. Di antaranya: 

Do‘a anak-anaknya, pahala shadaqah jariyah, dan pahala ilmu yang bermanfaat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda: ‗Apabila seseorang meninggal dunia, maka amal perbuatannya akan terputus. Kecuali, tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo‘akannya.‖137



Do‘a kaum muslimin dan permohonan ampun mereka kepada Allah untuk dirinya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: ―Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo‘a: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.‖138



Bershadaqah untuk orang yang telah meninggal. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu „Anhu bahwasanya ibunya Sa‘ad bin ‗Ubbadah Radhiyallahu ‗Anhu meninggal dunia. Pada saat itu, Sa‘ad sedang tidak ada di sisinya. Maka, Sa‘ad-pun bertanya: ―Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal. Sayangnya, aku tengah tidak berada di sisinya. Apakah bermanfaat bagi ibuku seandainya aku bershadaqah untuknya?‘ Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Tentu saja.‘ Maka Sa‘ad berkata: ‗Aku bersaksi di hadapanmu bahwa kebun yang tengah berbuah ini aku shadaqahkan untuk ibuku.‖139 Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu „Anhu bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Sesungguhnya ayahku telah meninggal dunia. ia meninggalkan harta benda. Akan tetapi, ia tidak berwasiat. Apakah aku dapat menggantikannya untuk menshadaqahkan harta tersebut untuknya?‘ Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Tentu saja.‘140

137 Lihat: “Fatawa Syaikh Husnaini Makhluf” (2/260), Cet: Daar al I’tisham 138 QS. Al Hasyr: 10 139 HR. Bukhari 140 HR. Muslim

136 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Menghajikan dan Mempuasakan Orang Yang Telah Meninggal Dunia. Dari Buraidah bin Hashib Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Ketika aku duduk bersama dengan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, datanglah seorang perempuan menemui beliau, ia berkata: ―Aku telah bershadaqah untuk ibuku dengan membebaskan seorang budak perempuan. Dan ibuku telah meninggal‘ maka, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ‗Engkau pasti akan mendapatkan pahala dan semoga Allah mengembalikan harta warisan itu kepadamu.‘ Perempuan itu kembali berkata: ‗Wahai Rasulullah, ia memiliki hutang puasa selama satu bulan, apakah aku dapat menggantikan puasanya?‘ Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda: ‗Puasalah untuknya‘ Perempuan itu kembali berkata: ‗Ibuku juga belum berhaji sama sekali. Apakah aku dapat menghajikannya?‘ Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ‗Berhajilah untuknya.‖141



Ziarah Kubur. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita untuk melakukan ziarah kubur. Setelah sebelumnya beliau melarang perbuatan tersebut. Dari Buraidah bin Hashib Radhiyallahu „Anhu, ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ‗Sesungguhnya aku telah melarang kalian untuk melakukan ziarah kubur. Akan tetapi, sekarang, berziarahlah. Karena, perbuatan tersebut akan mengingatkan kalian pada hari akhirat.‖142 Adapun do‘a yang dibaca adalah,

ِِٝ‫ بٔه‬ٝ‫َاهلل‬٤‫ِٕ غَا‬٢‫ْٖا إ‬٢‫َإ‬ٚ ًَُِِٔٝٔٔ‫ملط‬ٝ ‫َا‬ٚ ََِٔٝٔٓٔ٪ِ ‫مل‬ٝ ‫ ََٔٔ ا‬٢‫َاز‬ٜٚ‫ٌَِٖ ايد‬ٜ‫ِِ أ‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫يط‬ٜ‫أ‬ .١َٝ‫ُِ ايعَأؾ‬ٝ‫ه‬ٜ‫َي‬ٚ‫يَٓا‬ٜ ٜ‫ٌَُ اهلل‬٦‫ض‬ ِ ٜ‫َٔ) أ‬ِٜ‫س‬٢ ٔ‫أػ‬ٞ َ‫طت‬ ِ ‫مل‬ٝ ‫َا‬ٚ ََِٔٝٔ‫ ٔد‬ٞ‫طتَك‬ ِ ‫مل‬ٜ ‫ ا‬ٝ‫َ ِسسَُِ اهلل‬ٜٚ( َِٕٛ‫ك‬ٝ ٔ‫س‬٫ٜ “Semoga keselamatan dianugrahkan kepada kalian wahai para penghuni kubur yang beriman dan beragama Islam. Sesunggunya kami Insaya Allah akan menyusul kalian. (Semoa Allah merahmati orang-orang diantara kami yang telah lebih dahu meningal dan juga yang menyusul 141 HR. Muslim 142 HR. muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i.

137 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

kemudian). Aku memohon kepada Allah untuk kami dan untuk kalian (agar diberi selamat).

143 HR. Ibn Majah, Juz I hlm. 94. Dan lafal yang dikurung adalah milik Imam Muslim, Sahih Muslim, Juz II hlm. 671

138 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB VII

DZIKIR, ISTIGHFAR, SELAWAT, & DO’A

A. Dzikir dan Keutamaannya 1. Dzikir sebagai pilar kehidupan Dzikir memilki peran yang amat besar dalam kehidupan, sehingga Allah menjulukinya sebagai ―urusan yang besar‖ (waladzikrullahi akbar). Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firmanya,

َُٕٛ‫ؿَٓع‬ ِ َ‫ُِ ََا ت‬ًِٜ‫ع‬َٜ ًُٜ٘ٓ‫َاي‬ٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ٓٔ٘ أ‬ًٜ‫ ُس اي‬ٞ‫رٔن‬ٜ‫َي‬ٚ “Dan sesungguhnya dzikir kepada Allah itu adalah urusan yang amat besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45) Dalam bahasa hadist, dzikir disebut sebagai “khairul a‟mal” (amalan terbaik), “azka a‟mal” (amalan tersuci), “arfa‟ a‟mal‖ (amalan tertinggi). Sebagaimana sabda Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

ِِٝ‫ه‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫ َػ‬َٚ ِِٝ‫ َد َزدَاتٔه‬ٞٔ‫ؾعَٔٗا ؾ‬ِٜ‫أز‬َٜٚ ِِٝ‫هٔه‬ًَٝٔ َ‫اَٖا ٔعِٓد‬ٜ‫أشِن‬َٜٚ ِِٝ‫أعَُِائه‬ٜ ٢‫ِس‬ٝ‫ؼ‬ َ ‫ِِ ٔب‬ٝ‫ُه‬٦ٔ‫َْٓب‬ٝ‫ا أ‬ٜ‫ي‬ٜ‫أ‬ ‫ا‬ُٛ‫ب‬٢‫َكِس‬ٜٚ ُِِٗ‫ق‬ٜ‫أ ِعَٓا‬ٜ ‫ا‬ُٛ‫ب‬٢‫تَكِس‬ٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫َٓن‬ٚ‫ِا عَ ُد‬ٛ‫ك‬ٜ ًَٞ‫ِٕ ت‬ٜ‫ِِ َِٔٔ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ٢‫م‬٢‫َز‬ٛ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ‫ ايرََٖٓب‬٢‫ام‬ٜ‫ِْؿ‬٢‫َِٔٔ إ‬ ٢ٜ‫ٓٔ٘ َتعَاي‬ًٜ‫ ُس اي‬ٞ‫اٍَ ذٔن‬ٜ‫ ق‬٢ًَٜ‫ا ب‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ ِِ ق‬ٝ‫ه‬ٜ‫أ ِعَٓاق‬ٜ “Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan tersuci serta tertinggi pada derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal kepalanya dan

139 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

mereka memenggal kepala kalian? Mereka menjawab: ya, lalu rasulullah menjawab: amalan tersebut adalah dzikrullah.” (HR. Tirmidzi)144 Ayat dan hadist tersebut menjelaskan tentang urgensi dzikir, bahwa dzikir adalah pilar kehidupan seorang mukmin, karena dengan dzikir, jiwa seseorang akan senatiasa hidup. Sebaliknya, tanpa dzikir kehidupan seseorang serasa mati, karena kosong dari nilai-nilai ilahi. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:

ٟٚ‫َِ َجٌَُ اير‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬،ٍَ‫ا‬ٜ‫ َعِٓ ُ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬٢َ‫ِض‬َُٛ ٞٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬ ٔ‫ت‬َُٚٝٞ‫َاي‬ٚ َٚٞ‫يش‬ٞ‫سُ زَبُٖ٘ َجَ ٌُ ا‬ٝ‫َرِن‬ٜ ٜ٫ ٟٚ‫َاير‬ٚ ُٖ٘‫سُ زَب‬ٝ‫َرِن‬ٜ “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati.” (HR. Bukhari) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, bahwa zikir bagi hati laksana makanan bagi tubuh. Maka sebagaimana tubuh tidak akan merasakan kelezatan makanan ketika menderita sakit. Demikian pula hati tidak akan dapat merasakan manisnya iman apabila hatinya melupakan dzikir, dan terpedaya oleh cinta dunia. Apabila hati seseorang telah disibukkan dengan mengingat Allah, senantiasa memikirkan kebenaran, dan merenungkan ilmu, maka dia telah diposisikan hati sesuai dengan tempatnya.145 Maka dari itu dzikir adalah ruh kehidupan, sehingga kebutuhan manusia terhadap dzikir lebih penting dari kebutuhannya terhadap nafasnya sendiri. Oleh sebab itu, Allah perintahkan kita agar memperbanyak dzikir kepada-Nya, sebagai upaya menyambung tali munajat yang akan mempererat hubungan spiritual kita kepada Allah,

144 Hadits riwayat At Tirmidzi dalam sunannya kitab Ad da’awaat ‘An Rasulillah no. 3377 dan Ibnu Majah dalam sunannya kitab Al Adab bab Fadhlu dzikr no. 3790 dan dishahihkan Albaniy dalam Shahih Al Jami’ no. 2629 145 Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Vol. 2, hlm. 344

140 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

sehingga kehidupan kita lebih bermakna dan mencapai tujuannya. Allah berfirman:

‫نجٔريّا‬ٜ ‫سّا‬ٞ‫ ذٔن‬ٜ‫ا اهلل‬ُٚ‫س‬ٝ‫ا اذِن‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َآأ‬ٜ “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzaab: 41)

ِِٝ‫سِن‬ٝ‫أذِن‬ٜ ُْٞٔٚ‫س‬ٝ‫اذِن‬ٜ‫ؾ‬ “Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku juga akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152) Orang mukmin yang memenuhi panggilan Allah agar senantiasa berdzikir, maka kehidupannya akan selalu diisi dengan dzikir, sehingga duduk dan berdirinya adalah dzikir, bahkan berbaringnya pun bernilai dzikir. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh Allah,

٢‫ ِزض‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ‫َات‬َُٛ َٓ‫ل ايط‬٢ ًَٞ‫ ػ‬ٞٔ‫ َٕ ؾ‬ُٚ‫ٓس‬ٜ‫ه‬ٜ‫تَؿ‬َٜٚ ِِ٢ٗ‫ٔب‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ًَٜ‫َع‬ٚ ‫دّا‬ُٛ‫قع‬ٝ َٚ ‫َاَّا‬ٝٔ‫ٓ َ٘ ق‬ًٜ‫ َٕ اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َرِن‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬ .٢‫ب ايَٓٓاز‬ َ ‫ٔكَٓا عَرَا‬ٜ‫و ؾ‬ ٜ َْ‫ا ضُِبشَا‬ًٟٔ‫كتَ َٖرَا بَاط‬ٞ ًَٜ‫زَٓبََٓا ََا ػ‬ “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191)

ُ‫َايرٖانٔسَات‬ٚ ‫نجٔريّا‬ٜ َ٘ ٤ً‫ َٕ اي‬ُٚ‫اٍَ ايرٖانٔس‬ٜ‫ٔ٘ ق‬٤ً‫ ٍَ اي‬ُٛ‫َا زَض‬ٜ َُٕٚ‫سد‬ٚ ٜ‫ُُؿ‬ٞ‫ََا اي‬َٚ ‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ َٕ ق‬ُٚ‫سد‬ٚ ٜ‫ُُؿ‬ٞ‫ضبَ َل اي‬ َ Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Al mufarridun telah mendahului dalam kebaikan, ” mereka bertanya, ”Siapakah al mufarridun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.‖146

146 Hadits riwayat Muslim dalam shahihnya, kitab Ad Du’a wa Dzikir wa Taubah wal Istighfar, bab Al Hats Ala Dzikr, no. 2676]

141 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dalam ayat dan hadist tersebut, Allah menyebutkan Karakter mukmin dan komunitas yang cinta dzikir, dan Allah selalu memuji mereka, bahkan Allah memerintahkan agar karakter tersebut dijadikan contoh dalam kehidupan. Allah berfirman,

ٜ‫َٓاى‬ِٝ‫ َتعِدُ َع‬٫ٜ َٚ َُ٘ٗ‫ ِد‬َٚ َِٕٚ‫ِ ُد‬ٜ٢‫ُس‬ٜ ٚٞٔ‫ َعػ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٔ٠‫يػَدَا‬ٞ‫َِٕ زَٖبُِِٗ بِا‬ٛ‫َ ِد ُع‬ٜ َِٜٔٚ‫ َعَ اير‬ٜ‫طو‬ َ ‫ؿ‬ٞ َْ ‫ؾبٔ ِس‬ ِ ‫َا‬ٚ ُُٙ‫أَِس‬ٜ َٕ ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ ُٙ‫َا‬َٖٛ َ‫َاٖتبَع‬ٚ ‫َْا‬٢‫س‬ٞ‫ًبَُ٘ عَِٔ ذٔن‬ٜٞ‫ًَٓا ق‬ٜٞ‫ؿ‬ٞ‫أغ‬ٜ َِٔ ِ‫ٔع‬ٛ‫ ُت‬٫ٜ َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ٔ ايد‬٠‫َا‬ٝ‫ش‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬١ٜ َِٜٓ٢‫ِدُ ش‬ٜ٢‫َعُِٓٗ ِِ تُس‬ ‫ا‬ٟ‫سُط‬ٝ‫ؾ‬ “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengkuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28) Sebaliknya Allah mencela karakter nisyan atau ghaflah (lupa diri) yang merupakan lawan dari karakter dzikir, sehingga Allah memerintahkan agar kita menjauhi mereka. Allah berfirman,

َ‫يػَاؾًٔٔني‬ٞ‫هِٔ َٔ ِٔ ا‬ٝ َ‫ا ت‬ٜ‫َي‬ٚ “Dan janganlah kamu termasuk golongan mereka-mereka yang melupkan Allah (tidak berdzikir).” (QS. Al-A'raf: 204)

َٕٛٝ‫اضٔك‬ٜ‫ ُٖ ُِ ايؿ‬ٜ‫ٔو‬٦‫ي‬ِٜٚ‫أ‬ٝ ِِ ُٗ‫ط‬ َ ‫ؿ‬ٝ ْٜ‫ْطَاُٖ ِِ أ‬ٜ‫أ‬ٜ‫ٓ َ٘ ؾ‬ًٜ‫ا اي‬ُٛ‫ َٔ َْط‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬ٜ‫ا ن‬ُْٛٛٝ‫ تَه‬٫َٚ “Dan janganlah kamu menjadi termasuk orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah pun akan melupakan mereka.” (QS. Al-Hasyr: 19)

ٜ‫ٔو‬٦‫ي‬ٜٚٝ‫أ‬ٜ‫و ؾ‬ ٜ ‫ؿعٌَِ ذَٔي‬ٞ َٜ ََِٔٚ ٔ‫س اهلل‬٢ ٞ‫ِِ عَِٔ ذٔن‬ٝ‫دُن‬٫ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ٫ٜ َٚ ِِٝ‫ه‬ٝ‫َاي‬َِٜٛ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬٢ًُٗٞ‫ ت‬٫ٜ ‫ا‬َُٛٓ ‫َا‬٤ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َاأ‬ٜ َُٕٚ‫يؼَاضٔس‬ٞ‫ُٖ ُِ ا‬ 142 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anakanak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9) 2. Fadhilah dzikir Keutamaan dan faedah dzikir sangatlah banyak, bahkan Ibnu Qayyim menyebutkan lebih dari seratus keutamaan berdzikir dalam kitabnya yang bertajuk Al Waabil Ashshoyyib Wa Raafi‟ Al kalimi Al Thoyyib. Di antara keutamaan dan faedah dzikir tersebut adalah: a. Dzikir sebagai obat yang dapat memberikan ketenangan bagi hati seseorang. Semakin rutin seseorang dalam melakukan dzikir, maka semakin tenang hatinya. Hal itu dikarenakan dzikir merupakan vitamin ruhani yang dapat mengendalikan hati seseorang sehingga dapat terkendali. Dengan demikian, hati yang terkendali akan mencapai puncak ketenangan. Allah telah menjelaskan dalam AlQur'an, bahwa hati dapat menjadi tenang dan tentram dengan melakukan amalan dzikir,

ُ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ ٗٔ اي‬٦َُٔ ٞٛ‫هلل َت‬ ٔ ‫ ا‬٢‫س‬ٞ‫ بٔرٔن‬ٜ٫‫أ‬ٜ ٔ‫ اهلل‬٢‫س‬ٞ‫ُِبُِِٗ بٔرٔن‬ًٛٝٝ‫ٔ ٗٔ ق‬٦َُ ٞٛ‫ََت‬ٚ ‫ِا‬َُٛٓ‫ َٔ آ‬ِٜٚ‫اير‬ “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang.” (QS. Arra’du: 28) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ِ‫ت‬ٜ‫َْصَي‬ٚ ٝ١َُِ‫َِتُٗ ِِ اي ٖسس‬ٝ‫ػ‬ ٔ ٜ‫غ‬َٚ ٝ١ٜ‫ٔه‬٥‫ًا‬َُٜٞ‫ؿِتُٗ ِِ اي‬٤ َ‫ا س‬٤‫ي‬٢‫دَ ٌٖ إ‬َٚ ٖ‫َ٘ عَص‬٤ً‫ َٕ اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َرِن‬ٜ ِّْٛ‫ق‬ٜ ُ‫كعُد‬ٞ َٜ ‫ا‬ٜ‫ي‬ َُٙ‫ َُِٔ ٔعِٓد‬ٝٔ‫ ُ٘ ؾ‬٤ً‫سَُٖ ِِ اي‬ٜ‫ذَن‬َٚ ٝ١َٓٝٔ‫ ِِ ايطٖه‬٢ًَِٜٗٝ‫ع‬ “Tidaklah ada suatu kaum yang duduk untuk berdzikir kepada Allah ta‟ala melainkan malaikat akan meliputi mereka dan rahmat akan menyelimuti mereka, dan akan turun kepada mereka ketenangan, dan Allah 143 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisiNya.” (HR. Muslim) b. Dzikir dapat mengusir syetan dan melindungi orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

‫ٔ ضٔسَاعّا‬ٙ٢‫ثَس‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫ُٓ ؾ‬ٚ‫عَ ُد‬ٞ‫ ػَسَزَ اي‬٣ٌُ‫ َزد‬٢ٌَ‫ َُج‬ٜ‫ ن‬ٜ‫َٕٓ َجٌََ ذَٔيو‬٢‫إ‬ٜ‫َٓ٘ ؾ‬ًٜ‫ا اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫ِٕ تَرِن‬ٜ‫ِِ أ‬ٝ‫َآَُسُن‬ٚ َُ٘‫ؿط‬ٞ َْ ُ‫سش‬٢ ِ‫ش‬ُٜ ‫ا‬ٜ‫ي َعبِدُ ي‬ٞ‫ ا‬ٜ‫رَٔيو‬ٜ‫ؿطَُ٘ َُِِِٔٓٗ ن‬ٞ َْ َ‫أسِسَش‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٣‫ سَؿٔني‬٣ِٔ‫ سٔؿ‬٢ًَٜ‫ ع‬٢َ‫ت‬ٜ‫ذَا أ‬٢‫ إ‬٢َٓ‫َست‬ ًٜٔ٘ٓ‫س اي‬٢ ٞ‫ٓا بٔرٔن‬ٜ‫ي‬٢‫ٕ إ‬٢ ‫ا‬َِٜٛٝ‫ػ‬ ٓ ‫َٔ ِٔ اي‬ Dan Aku memerintahkan kalian untuk banyak berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu seperti seseorang yang dikejar-kejar musuh lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung di dalamnya. Demikianlah seorang hamba tidak dapat melindungi dirinya dari syetan kecuali dengan dzikir kepada Allah. (HR. Ahmad dalam Musnadnya, disahihkan Syeikh Al Albaniy dalam Shohih Al Jaami’) Hadist di atas sangat jelas, bahwa dzikir adalah benteng yang melindungi diri kita dari ancaman setan. Dengan demikian, jika kita lalai dari dzikir maka benteng perlindungan akan lemah, sehingga syetan mudah masuk untuk menggoda dan menguasai diri kita. Sebagaimana firman Allah:

ْٜٔ٢‫س‬ٜ‫ ُ٘ ق‬ٜ‫ ي‬َٛ ُٗ‫ؾ‬ٜ ‫اّْا‬ِٜٛٝ‫غ‬ َ ُٜ٘‫ض ي‬ ِ ٜٓٔٝ‫ٔ ُْك‬٢ َُِ‫س اي ٓسَس‬٢ ٞ‫عِؼُ عَٔ ذٔن‬َٜ َََٔٚ “Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah (alQur‟an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf: 36) c. Dzikir menghapus dosa dan dapat menyelamatkan dari adzab Allah, karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: 144 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ًٜٔ٘ٓ‫س اي‬٢ ٞ‫ٓ٘ٔ َِٔٔ ذٔن‬ًٜ‫ب اي‬ ٔ ‫ُ٘ َِٔٔ عَرَا‬ٜ‫ ي‬٢َ‫ِْذ‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ط‬ ٓ ٜ‫ا ق‬ًََُٟ‫ْٓ ع‬ََٞٔ‫ََا عٌََُٔ آد‬ “Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya dan dishahihkan Syeikh Albaniy dalam Shohih Al Jami’) d. Dzikir mendatangkan pahala besar dan ampunan

ٞٔ‫أدِسّا عَع‬َٜٚ ٟ٠‫يُِِٗ َػِؿٔ َس‬ٜ ُ٘٤ً‫أعَ ٖد اي‬ٜ ‫ت‬ ٔ ‫َايرٖانٔسَا‬ٚ ‫نجٔريّا‬ٜ َ٘ ٤ً‫ َٔ اي‬ٜ٢‫َايرٖانٔس‬ٚ “Dan kaum lelaki yang banyak mengingat Allah demikian pula kaum perempuan, maka Allah persiapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

ٓ٢ٌٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫َ ع‬ُٖٛ َٚ ُ‫شَُِد‬ٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫َي‬ٚ ٝ‫ًو‬ُُٞٞ‫ُ٘ اي‬ٜ‫ُ٘ ي‬ٜ‫ ي‬ٜ‫و‬ٜ٢‫ا غَس‬ٜ‫ُ ي‬َٙ‫سِد‬َٚ ًُٜ٘ٓ‫ٓا اي‬ٜ‫ي‬٢‫َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫اٍَ ي‬ٜ‫َِٔ ق‬ ٕ١َٓ‫ط‬ َ َ‫ س‬ٝ١َ٥‫ُ٘ َٔا‬ٜ‫تَٔبتِ ي‬ٝ‫َن‬ٚ ٕ‫اب‬ٜ‫ق‬٢‫ ز‬٢‫ُ٘ عَ ِدٍَ َعػِس‬ٜ‫اَْتِ ي‬ٜ‫ٕ ن‬٠َ‫ َ ٓس‬ٜ١َ٥‫ َٔا‬٣َِّٜٛ ٞٔ‫سْ ؾ‬ٜ‫ ٔد‬ٜ‫ٕ ق‬٤َِٞ‫غ‬ َٞٔ‫ُ ُِط‬ٜ ٢َٓ‫ َست‬ٜ‫ِ َُ٘ ذَئو‬َٜٛ ٢ٕ‫ا‬َِٜٛٝٓ‫ُ٘ سٔ ِسشّا َِٔٔ ايػ‬ٜ‫اَْتِ ي‬ٜ‫َن‬ٚ ٕ١َ٦ٔٝٓ‫ض‬ َ ٝ١َ٥‫تِ َعُِٓ٘ َٔا‬َٝٔ‫ َُش‬َٚ ٜ‫نجَسَ َِٔٔ ذَئو‬ٞ ٜ‫أسَدْ عَُٔ ٌَ أ‬ٜ ‫ٓا‬ٜ‫ي‬٢‫َ بٔٔ٘ إ‬٤‫كٌََ ََُٔٓا دَا‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أسَدْ بٔأ‬ٜ ٔ‫ت‬ٞ‫َأ‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ “Barang siapa mengucapkan (dzikir): ( ) dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan untuknya dan dihapus seratus dosanya. Juga menjadi pelindungnya dari syeitan pada hari itu sampai sore dan tidak ada satupun yang lebih utama dari amalannya kecuali seorang yang beamal dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu.” (HR. Buhari dan Muslim) e. Dzikir adalah taman syurga dunia dan syurga akhirat

145 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ُِِ‫إذَا َ َسزِت‬٢" َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬،ُِ٘ٓ‫ َع‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ عَُُسَ زَق‬٢ٔ‫َعِٔ اِب‬ ،٢‫س‬ٞ‫ن‬ٚ‫لُ اير‬ًَٜ‫اٍَ س‬ٜ‫ق‬،‫ٍَِ اهللٔ؟‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫َا ز‬ٜ ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ضُ ا‬ٜ‫ا‬ٜ٢‫َََا ز‬ٚ ‫ِا‬ٛ‫ي‬ٝ‫ا‬ٜ‫ ق‬،‫ِا‬ٛ‫ازَِت ُع‬ٜ‫ٔ ؾ‬١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ا‬٢‫َاض‬ٜ٢‫بٔس‬ ‫ِا‬ٛ‫ؿ‬٥ َ‫ِِ س‬٢ًَِٜٗٝ‫ِا ع‬ٛ‫َت‬ٜ‫إذَا أ‬٢ ٜ‫ ؾ‬، ٢‫س‬ٞ‫ن‬ٚ‫لَ اير‬ًَٜ‫َِٕ س‬ٛ‫ُب‬ًَٜٝٞٛ ٔ١ٜ‫ٔه‬٥٬ ٜ َُٞ‫ٖازَاتْ ََٔٔ اي‬ٝ‫ض‬ َ َ‫٘ٔ َتعَاىل‬٤ًٔ‫ٕٖ ي‬٢‫إ‬ٜ‫ؾ‬ .ِِ٢ٗ‫ٔب‬ “Dari ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila kalian melalui taman-taman surga, maka kelilingilah ia.” Sahabat bertanya, “apakah taman-taman surga wahai Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam?", beliau menjawab, "yaitu halaqoh-halaqoh dzikir, karena sesungguhnya Allah memiliki pasukanpasukan dari malaikat, yangmencari halaqoh-halaqoh dzikir, yang apabila mereka menjumpainya, mareka akan mengelilinginya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi)

ُِِِٖ‫أ ِػبٔس‬َٜٚ َّ‫ا‬ًَٜٓ‫ ايط‬َٞٓٔٓٔ ٜ‫أَٓتَو‬ٝ ِ٨٢‫س‬ٞ‫ق‬ٜ‫َا َُشََُٓدُ أ‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫َ ب‬ٟ٢‫ضِس‬ٝ‫ أ‬ٜ١ًِٜٝ‫ي‬ٜ َِٖٝٔ‫بِسَا‬٢‫تُ إ‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫ي‬ ُ‫يشَُِد‬ٞ‫َا‬ٚ ًٜٔ٘ٓ‫ضِبشَإَ اي‬ ُ ‫ضَٗا‬ َ ‫َٕٓ غٔسَا‬ٜ‫َأ‬ٚ ْٕ‫عَا‬ٝٔ‫ََْٓٗا ق‬ٜ‫َأ‬ٚ ٔ٤‫َُا‬ٞ‫ اي‬ٝ١َ‫ٔ عَرِب‬١َ‫ ايتُٓسِب‬ٝ١َ‫ٔب‬ٜٝٓ‫ ط‬ٜ١َٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫َٕٓ ا‬ٜ‫أ‬ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ٓ ُ٘ أ‬ًٜ‫َاي‬ٚ ًُٜ٘ٓ‫ٓا اي‬ٜ‫ي‬٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫َي‬ٚ ًٜٔ٘ٓٔ‫ي‬ “Aku berjumpa dengan Ibrohim pada malam isra‟ dan mi‟roj, lalu ia berkata: “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahulah mereka bahwa syurga memiliki tanah yang terbaik dan air yang paling menyejukkan. Syurga itu dataran kosong (Qai‟aan) dan tumbuhannya adalah (dzikir) Subhanallahi Wala ilaha illa Allah wallahu Akbar.” (HR. Tirmidzi)147 f. Dzikir adalah kunci kemenangan

147 Hadits riwayat At Tirmidziy dalam sunannya kitab Al Da’awaat ‘An Ar Rasul bab Ma Ja’a Fi Fadhl Tasbiih wa Tahlil Wa takbir wa Tahmid no. 3462 dan dihasankan Al Albani dalam Silsilah Shohihah no. 105

146 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َُٕٛ‫ًٔش‬ٞ‫ ِِ تُؿ‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫ع‬ٜ‫نجٔريّا ي‬ٜ َ٘ ٤ً‫ا اي‬ُٚ‫س‬ٝ‫َاذِن‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫اِثُبت‬ٜ‫ ؾ‬ٟ١َ٦‫تُِِ ٔؾ‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫إذَا ي‬٢ ‫ا‬َُٛٓ‫آ‬ٜ َٔ ٜٔ‫ر‬٤‫َٗا اي‬ٜٜٗ‫َا أ‬ٜ “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan pasukan musuh maka tegarlah kalian dan ingatlah kepada Allah dengan sebanyakbanyaknya, mudah-mudahan kalian mendapatkan kemenangan.” (QS. AlAnfal: 45) g. Dzikir sebagai barometer keimanan

‫ميَاّْا‬٢‫َاتُُ٘ شَادَِتُِِٗ إ‬ٜٜ‫ ِِ آ‬٢ًَِٜٗٝ‫َتِ ع‬ًُٝٔ‫إذَا ت‬٢َٚ ُِِٗ‫ُب‬ًٛٝٝ‫ت ق‬ ِ ًٜٔ‫َد‬ٚ ُ٘٤ً‫إذَا ذُنٔ َس اي‬٢ َٔ ٜٔ‫ر‬٤‫ َٕ اي‬َُٛٓٔ٪ِ ُُ ٞ‫َُْٖا اي‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat mereka maka bertambahlah keimanan mereka.” (QS. Al-Anfal: 2) B. Istighfar dan Keutamaannya 1. Perintah Beristighfar Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan melakukan kesalahan, sehingga dalam bahasa hadistnya disebut ―mahalul khotho‟ wa nisyan‖. Untuk itu, sebaik-baiknya orang adalah yang selalu bertaubat dan memohon ampun atas segala dosa yang ia lakukan. Istighfar merupakan salah satu jalan tuk memohon ampunan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan hamba-hamba Nya yang beriman untuk beristighfar dan Allah-pun menjanjikan mereka dengan ampunan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ُّا‬ٝٔ‫زّا ٖزس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫هلل ن‬ ٜ ‫ ٖٕ ا‬٢‫هلل إ‬ ٜ ‫ا ا‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫َا‬ٚ “Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Nisa’: 106)

ِِٝ‫بَه‬٤ًٜ‫ُِ َُتَك‬ًِٜ‫ع‬َٜ ٝ‫َاهلل‬ٚ ٔ‫ََٔٓات‬٪ِ ُُٞ‫َاي‬ٚ َ‫َِٔٓٔني‬٪ُُ ًٞٔ‫َي‬ٚ ٜ‫َاضَِتػِؿٔ ِسئرَْٔبو‬ٚ ٝ‫ا اهلل‬٤‫ي‬٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ا إ‬ٜ‫ْٖ ُ٘ ي‬ٜ‫ ِِ أ‬ًِٜ‫اع‬ٜ‫ؾ‬ ِِٝ‫َان‬ٛ‫َِج‬َٚ 147 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orangorang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad: 19)

ِْٝٔ‫زْ ٖزس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫ غ‬ٜ‫ ٖٕ اهلل‬٢‫هلل إ‬ ٜ ‫ا ا‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫َا‬ٚ “Dan mohonlah ampunan kepada Allah, karenasesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‖ (QS. Al-Muzzammil: 20)

‫ازّا‬٤‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫ْٖ ُ٘ ن‬٢‫ ِِ إ‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ‫تا‬ ُ ًٞٝ‫ؾك‬ “Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, - sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.‖ (QS. Nuh: 10)

ٟٔ‫ٌٖ ذ‬ٝ‫ِتٔ ن‬٪َُٜٚ ٢َُ٘‫ َُط‬٣ٌَ‫د‬ٜ‫ أ‬٢ٜ‫ي‬٢‫طّٓا إ‬ َ َ‫ِِ َتَاعّاس‬ٝ‫تعِه‬َُٚ ُٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫ِٕ ا‬ٜ‫َأ‬ٚ ٣‫نبٔري‬ٜ ّ٣َِٜٛ َ‫ُعَرَاب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫أػَافُ ع‬ٜ ْٞٚ٢‫إ‬ٜ‫ِا ؾ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ ِٕ َت‬٢‫َإ‬ٚ ًُِٜ٘‫ك‬ٜ‫ٌ ؾ‬٣ ِ‫ك‬ٜ‫ؾ‬ “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiama.” (QS. Hud: 3) Ayat-ayat tersebut memerintahkan kita untuk beristighfar. Perintah ini berulangkali kita jumpai dalam banyat ayat, bahkan di dalam surat hud tercatat ada empat ayat di dalam yang menyebut perintah beristighfar, yaitu pertama ayat 3 di atas, ayat 52, 61, dan 90. Yang lebih menarik lagi, bahwa secara korelatif, perintah beristighfar pada ayat-ayat tersebut diawali dengan perintah menyembah dan mengabdi sematamata kepada Allah. Itu artinya terdapat korelasi antara orang yang bertauhid dengan kebutuhannya terhadap istighfar.148

148 Atabik Luthfi, Tafsir Tazkiyah, Jakarta: Gema Insani, 2009, hlm. 68

148 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Jadi manusia yang bertuhid sangat membutuhkan istighfar dalam kehidupannya. Tentu istighfar yang dimaksud tidak hanya sekedar ucapan dengan lisan ―astaghfirullah‖, tetapi secara aplikatif adalah sikap waspada, mawas diri dan berhati-hati dan bersikap dan berperilaku agar terhindar dari kesalahan. Dan jika terjermus ke dalam kemaksiatan segera sadar dan mampu bangkit dari kesalahan dengan bersungguhsungguh bertaubat dalam arti menyuguhkan pengabdian dan karya yang lebih bermanfaat untuk umat.149 Secara aplikatif, kebiasaan beristighfar sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Tercatat dalam sebuat riwayat Imam Muslim bahwa Rasulullah (memberi pelajaran kepada umatnya) senantiasa beristighfar setiap hari tidak kurang dari 70 kali. Bahkan di riwayat Imam Bukhari beliau beristighfar setiap hari lebih dari 100 kali (Bukhari Muslim). Pelajaran yang diambil dari prilaku Rasulullah ini adalah bahwa beristighfar tidak harus menunggu setelah melakukan kesalahan, tetapi bagaimana hendaknya aktifitas ini berlangsung senantiasa menghiasi kehidupan sehari-hari kita tanpa terkecuali.150 2. Fadhilah Istighfar a. Istighfar dapat menghapus dosa

‫ُّا‬ٝٔ‫زّا زَس‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫َ٘ غ‬٤ً‫ذٔدِ اي‬َٜ َ٘٤ً‫طَتػِؿٔ ِس اي‬ ِ َٜ ُِٖ‫ؿطَُ٘ ث‬ٞ َْ ِِ ًٔٞ‫َع‬ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ‫ّا‬٤ُٛ‫عٌَُِِ ض‬َٜ ََِٔٚ “Dan barangsiapa yang mengerjakankejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepadaAllah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.” (QS. An-Nisa: 110)

149 Ibid 150 Ibid

149 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ُ‫ػِؿٔس‬َٜ َََٔٚ ِِ٢ٗ‫ٔب‬ُُْٛ‫ ئر‬ٞ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫ضَتػِؿ‬ ِ ‫ا‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ اهلل‬ٞ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫طُِِٗ ذَن‬ َ ‫ؿ‬ٝ ِْٜ‫ أ‬ٞ‫ا‬ًُُٜٜٛ‫ِ ظ‬ٜٚ‫ أ‬ٟ١َ‫ا ٔسػ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ؾع‬ٜ ‫إذَا‬٢ َٜٔٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ِِ٢ٗٚ‫ٔ زٖب‬َٚ ٠‫ُُِٖ َٖػِؿٔ َس‬٩‫ دَصَآ‬ٜ‫و‬٦ٔ‫ع‬ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٝ ًَُُِْٜٛ‫ع‬َٜ َُِِٖٚ ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ع‬ٜ‫ ََا ؾ‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ا‬ٚٗ‫ُؿٔس‬ٜ ِِٜ‫َي‬ٚ ٝ‫ اهلل‬٤٫٢‫بَ إ‬ُْٛٗ‫اير‬ َ‫يعَأًَٔني‬ٞ‫أدِ ُس ا‬ٜ َِ ِ‫َْٔع‬ٚ ‫َٗا‬ٝٔ‫ َٔ ؾ‬ٜٔ‫َِْٗازُ ػَائد‬ٜ‫شٔتَٗا ا٭‬ ِ ‫ َٔٔ َت‬ٟ٢‫ َدٖٓاتْ َتذِس‬َٚ “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan kejiatau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalumemohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yangdapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidakmeneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. Ali Imron: 135136) b. Istighfar adalah sebab bagi turunnya keberkahan rizki yang turun dari langit dan bumi, mendatangkan keberkahan harta dan anak.

ِِٝ‫ُُِ ٔددِن‬َٜٚ* ‫ ِدزَازّا‬َٚ ِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬٤‫ ايطَُٖا‬٢ٌٔ‫ُسِض‬ٜ* ‫ازّا‬٤‫ؿ‬ٜ‫إَ غ‬ٜ‫ُْٖ٘ ن‬٢‫ِِ إ‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫ًتُ ا‬ٞٝ‫ك‬ٜ‫ؾ‬ ‫َِْٗازّا‬ٜ‫ ِِ أ‬ٝ‫ه‬٤‫ذعٌَ ي‬ ِ َٜٚ ٕ‫ِِ َدٖٓات‬ٝ‫ه‬٤‫ذعٌَ ي‬ ِ َٜٚ َ‫ََبٓٔني‬ٚ ٣ٍ‫َا‬َِٛ‫أ‬ٜ ٔ‫ب‬ “Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepadaTuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12) c. Beristighfar akan mendatangkan kehidupan yang bahagia

ٌٖٝ‫ِتٔه‬٪َُٜٚ ٢َُ٘‫ َُط‬٣ٌَ‫أد‬ٜ ٢ٜ‫ي‬٢‫طّٓا إ‬ َ ‫ِِ َتَاعّا َس‬ٝ‫تعِه‬َُٚ ُٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫ِٕ ا‬ٜ‫َأ‬ٚ ٣‫نبٔري‬ٜ ّ٣َِٛٝ‫ِِ عَرَاَب‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫أػَافُ ع‬ٜ ْٞٚ٢‫إ‬ٜ‫ِا ؾ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ ِٕ َت‬٢‫َإ‬ٚ ًُِٜ٘‫ك‬ٜ‫ٌ ؾ‬٣ ِ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٟٔ‫ذ‬ “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan 150 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Huud: 3) d. Istighfar sebab bertambahnya kekuatan jasmani dan rohani

٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٟ٠ٖٛ ‫ك‬ٝ ُِٝ‫صدِن‬٢ َٜٚ ‫ِِ َٔدِزَازّا‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ع‬٤َ ‫ُسِضٌِٔ ايطَُٖا‬ٜ ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ا إ‬ُٛ‫ب‬ُٛ‫ِِ ثُِٖ ت‬ٝ‫ا زَبٖه‬ُٚ‫ضَتػِؿٔس‬ ِ ‫ ا‬٢ِّٛ‫ق‬ٜ‫َا‬َٜٚ َ‫سَٔني‬٢ ِ‫ِا َُذ‬ٛ‫ي‬٤َٛ‫ا تََت‬ٜ‫َي‬ٚ ِِٝ‫ٖتٔه‬ٛ‫ق‬ٝ “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52) e. Istighfar adalah benteng dari bencana. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬ ِ َٜ َُِِٖٚ ُِِٗ‫َب‬ٚ‫ َُعَر‬ٝ‫ا َٕ اهلل‬ٜ‫ََا ن‬َٚ ِِ٢ٗٝٔ‫ت ؾ‬ َ ْٜ‫َأ‬ٚ ُِِٗ‫َب‬ٚ‫عَر‬ُٝ‫ٔي‬ٝ‫إَ اهلل‬ٜ‫ََا ن‬َٚ “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamuberada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akanmengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33) f. Istighfar adalah akan mendatangkan rahmat Allah

ََُُٕٛ‫ ِِ تُ ِسس‬ٝ‫ه‬٤ًَ‫ع‬ٜ‫هلل ي‬ ٜ ‫َٕ ا‬ُٚ‫ا َتطَِتػِؿٔس‬ٜ‫ِي‬ٛ‫ي‬ٜ ٔ١َٓ‫ط‬ َ‫ش‬ َ ٞ‫قبِ ٌَ اي‬ٜ ١َٔ٦ٚٝ‫ط‬ ٖ ‫َٕ بٔاي‬ًٛٝٔ‫ّئ َِ َتطَِت ِعذ‬٢ِٛ‫ق‬ٜ ‫َا‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫ق‬ “Dia berkata: "Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakankeburukan sebelum (kamu minta) kebaikan? Hendaklah kamumeminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Naml: 46) g. Isitgfar adalah penghapus dosa di dalam majlis. Diriwaytkan oleh Al-Tirmidzi di dalam sunannya dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Barangsiapa yang berada pada sebuah majlis yang terjadi padanya keributan, lalu sebelum dirinya bangkit dari majlis itu hendaklah dia 151 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

membaca:

.ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ب إ‬ ُ ِٛ‫ُت‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ضَتػِؿٔسُى‬ ِ ٜ‫ أ‬،َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢ َ٘‫ع‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ِٕٜ‫غَِٗ ُد أ‬ٜ‫ أ‬،ٜ‫َٔبشَُِدٔى‬ٚ ًُِٖٗ٤‫و اي‬ ٜ َْ‫ضِبشَا‬ ُ “Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji -Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.‖ (HR. Tirmudzi) 3. Bacaan Istighfar Yang Ma‘tsur Lafadz istighfar itu sangat banyak, dan telah disebutkan di dalam hadits riwayat yang banyak pula. Di antaranya adalah yang diriwayatkan dalam hadist berikut ini, a. Riwayat Abu Dawud dari hadits Zaid bin kharisah, bahwa salah satu istighfar yang dibaca oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah.

٘ٝ‫ب إي‬ٛ‫أت‬ٚ ّٛٝ‫ ايك‬ٞ‫ احل‬ٖٛ ٫‫ إي٘ إ‬٫ ٟ‫أضتػؿس اهلل اير‬ “Aku meminta ampun kepada -Mu Ya Allah, Yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia, Dialah Yang Maha Hidup dan Yang berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepada -Nya.” (HR. Abu Dawud) b. Riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhma berkata: ―Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): ―Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.‖ (HR Abu Dawud)

ُِٝٔ‫ب اي ٖسس‬ ُ ‫ٖا‬ٛ‫ت ايٖت‬ َ ِْٜ‫و أ‬ ٜ ْٖ٢‫ إ‬ٞ ٖ ًَٜ‫َُتبِ ع‬ٚ ُِٞٔٓ َ‫َا ِزس‬ٚ ٞٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫زَب اغ‬ “Ya Allah ampunilah dan sayangilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha penerima Taubat dan Maha Penyayang.” c. Riwayat Syaddad bin Aus berkata, ―Penghulu istighfar (sayyidul istighfar) itu adalah seorang hamba mengucapkan: 152 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ‫عِدٔى‬َٚ َٚ ٜ‫ َعِٗدٔى‬٢ًَٜ‫َْا ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫َْا َعبِدُى‬ٜ‫َأ‬ٚ ِٞٔٓ‫كَت‬ٞ ًَٜ‫ ػ‬،َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ َ٘‫ع‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ِٞٚ‫ِْتَ زَب‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫ي‬ٜ‫ا‬ ُ٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬ٜ‫ ٔبٓٔعِ َُٔتو‬ٜ‫و‬ٜ‫ُ ي‬٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫ أ‬،ُ‫ ََا ؾََٓ ِعت‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬ٜ ،ُ‫ ِعت‬ٜٛ‫ََا اضَِت‬ .َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ب إ‬ َ ِٛ ُْٗ‫ػِؿٔسُ اير‬َٜ ٜ٫ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ ِ ٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ ِ ٔ‫بٔرَِْب‬ “Ya Allah! Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba -Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan -Mu semampuku. Aku berlindung kepada -Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau. “Barangsiapa yang membacanya pada waktu siang dengan penuh keyakinan lalu dia meninggal pada siang hari itu sebelum memasuki waktu sore maka dia termasuk penghuni surga, dan barangsiapa yang membacanya pada waktu malam dengan penuh keyakinan dan dirinya meninggal sebelum memasuki waktu pagi maka dia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari) C. Selawat Atas Nabi 1. Perintah Berselawat Ke Atas Nabi Selawat ke atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam merupakan suatu amalan yang disyariatkan oleh Islam. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah,

‫ُّا‬ًِٝٔ‫ا تَط‬ًَُُٛٓٔ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ا ع‬ًَٛٓٝ‫ا ؾ‬َُٛٓ‫َٔ آ‬ٜٔ‫ٓر‬ٜ‫َُٓٗا اي‬ٜٜ‫َا أ‬ٜ ٓ٢ٞٔ‫ ايَٓب‬٢ًَٜ‫َٕ ع‬ًَٛٓٝ‫ُؿ‬ٜ َُ٘‫هت‬ٜ ٔ٥٬َ َٚ ًَٜ٘ٓ‫َٕٓ اي‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56). Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa Allah dan para malaikat berselawat atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan memerintahkan kepada kita agar berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Makna selawat yang datang dari Allah Ta‟ala kepada hambaNya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari 153 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Allah Ta‟ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya,

َ‫َِٔٓٔني‬٪ُُ ٞ‫ا َٕ بٔاي‬ٜ‫َن‬ٚ ٢‫ز‬ُٛٓٓ‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫َُاتٔ إ‬ًٝٓٝ‫ِِ ََٔٔ ايع‬ٝ‫سدَه‬٢ ِ‫ؼ‬ُٝٔ‫هتُُ٘ ي‬ٜ ٔ٥٬َ َٚ ِِٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬ًَٞٓٔ‫ُؿ‬ٜ ٟٔ‫ٓر‬ٜ‫َ اي‬ُٖٛ ‫ُّا‬ٝٔ‫َزس‬ “Dialah yang berselawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS Al-Ahzaab: 43) Selawat dari para malaikat bermakna do‘a kepada manusia dan memohonkan ampunan bagi mereka, sebagaimana disebutkan didalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

َٜٔٔ‫ر‬٤ًٔ‫َٕ ي‬ُٚ‫طَِتػِؿٔس‬َٜٚ ٔ٘ٔ‫َٕ ب‬َُٛٓٔ٪ِ َُٜٚ ِِ٢ٗٔ‫َٕ ٔبشَُِدٔ زَٓب‬ُٛ‫طَٓبٔش‬ُٜ ُٜ٘‫ِي‬ٛ‫َِٔ َس‬َٚ َ‫يعَسِؽ‬ٞ‫َٕ ا‬ًُِٛٝٔ‫ش‬َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫اي‬ ِِ٢ٗ‫َٔق‬ٚ ٜ‫و‬ًٜٝٔ‫ا ضَب‬ُٛ‫َاٖتَبع‬ٚ ‫ا‬ُٛ‫َٔ تَاب‬ٜٔ‫ر‬٤ًٔ‫ؿٔسِ ي‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ُّا ؾ‬ًٞٔ‫ع‬َٚ ٟ١َُِ‫ٕ َزس‬٤َِٞ‫ٌٖ غ‬ٝ‫َضٔعِتَ ن‬ٚ ‫ا زَٖبَٓا‬َُٛٓ‫آ‬ ِِ٢ٗ٥ٔ‫ضَ َِٔٔ آَبا‬ًَٜ‫َِٔ ؾ‬َٚ َُِِٗ‫عَدِت‬َٚ ٞٔ‫ت‬٤‫ اي‬٣ِٕ‫ًُِِٗ َدٖٓاتٔ عَد‬ٞٔ‫أدِػ‬َٜٚ ‫زَٖبَٓا‬٧ ٢ِٝٔ‫يذَش‬ٞ‫عَرَابَ ا‬ ٕ‫ٔر‬٦َِٛ َٜ ٔ‫َات‬٦ٓٔٝ‫ط‬ ٖ ‫ اي‬٢‫ َِٔ تَل‬َٚ ٔ‫َات‬٦ٖٔٝٓ‫ُِ ايط‬٢ٗ‫َٔق‬ٚ٨ ُِٝٔ‫يشَه‬ٞ‫صُ ا‬ٜ٢‫يعَص‬ٞ‫ِْتَ ا‬ٜ‫ أ‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ِِ إ‬٢ٗ‫ٖأت‬ٜٓ٢‫ ُذز‬َٚ ِِ٢ٗ‫َا ٔد‬ٚ‫أ ِش‬َٜٚ ُِٝٔ‫ي َعع‬ٞ‫ِ ُش ا‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫ اي‬َٛ ُٖ ٜ‫ذَئو‬َٚ َُ٘‫دِ َزسٔ ُِت‬ٜ‫ك‬ٜ‫ؾ‬ “(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan Malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan Kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan Kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) 154 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

kejahatan. dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu Maka Sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. Ghofir: 7 – 9) Adapun makna selawat kita atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah kita berdo‘a kepada Allah Ta‟ala agar Nabi Muhammad beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diberikan keagungan di dunia dan akhirat. Keagungan di dunia dengan dimuliakan penyebutan (nama) Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dikokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipat gandakan pahala kebaikan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, memudahkan syafa‘at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk.151 2. Fadhilah berselawat atas Nabi Fadhilah berselawat atas Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah amat banyak, bahkan Ibnu Qoyyim menyebutkan 39 manfaat berselawat, di antaranya adalah sebagai berikut:     



 

Melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mendapatkan sepuluh selawat dari Allah bagi yang membaca selawat satu kali. Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh kejahatan. Diangkat baginya sepuluh derajat. Kemungkinan do‘anya terkabul bila ia mendahuluinya dengan selawat, dan do‘anya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam. Penyebab mendapatkan syafa‘at Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya. Penyebab mendapatkan pengampunan dosa. Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya.

151 Abdul Muhsin Ibn Hamd Al-Abbad, As-Shalatu Ala Al-Nabi: Fadhluha wa Kaifiyatuha, Madinah: Majallah Ja’mi’ah Islamiyah, 1394 H, hlm. 47-61

155 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

      







Mendekatkan hamba dengan nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pada hari kiamat. Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya berselawat untuk orang yang berselawat. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab selawat dan salam orang yang berselawat untuknya. Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat. Menghilangkan kefakiran. Menghapus predikat ―kikir‖ dari seorang hamba jika ia berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika namanya disebut. Orang yang berselawat akan mendapatkan pujian yang baik dari Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang berselawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh rasul-Nya. Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya dan kemaslahatannya, karena orang yang berselawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan do‘a ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya. Nama orang yang berselawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: ―Sesungguhnya selawat kalian akan diperdengarkan kepadaku. ‖ Sabda beliau yang lain: ―Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku salam dari umatku. ‖ Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: ―Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu selawatnya 156 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah





untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya lalu menyelamatkannya. ‖ (HR. Abu Musa Al-Madiniy) Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan keadaan lahir menunjukkan hal itu. Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak ia berselawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat selawat yang diinginkan untuknya dari Allah.152

Adapun hadist-hadist yang menerangkan tentang keutamaan berselawat atas Nabi adalah sebagai berikut: a. Pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah, diampunkan dosa, dan ditinggikan derajat

152 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Jala’ul Afham fii Fadhl Al-Shalat Ala Muhammad Khair AlAnam, Maktabah Misykah Al-Islamiyah, hlm. 176-182

157 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ُ‫تِ عٓ٘ َعػِس‬ٜٛٓ ُ‫س‬ٚ ،ٕ‫َات‬ًَٜٛ‫٘ َعػِسَ ؾ‬ًٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَ‫ ؾ‬، ٟ٠‫اسد‬ٚ ٟ٠٬‫َٓ ؾ‬ًٞ‫ ع‬٢ ًٜٓ‫ََٔ ؾ‬ ٕ‫ت ي٘ َعػِسُ َد َزدَات‬ ِ ‫زُؾٔ َع‬ٚ ، ٕ‫ات‬َٝٛ‫ػ‬ “Barangsiapa yang mengucapkan selawat kepadaku satu kali maka Allah akan berselawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak).” (HR anNasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim) b. Berselawat akan mendatangkan cahaya hidup

ِٞٔٓ‫ ُػ‬ًِٝ‫ِِ َتب‬ٝ‫تَه‬٬َ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ٖ ؾ‬ًَٜٞ‫ِ ع‬ٛ٥ًَ‫َؾ‬ٚ ،‫ِدّا‬ٝ‫ِ ٔع‬ٟ٢‫قبِس‬ٜ ‫ا‬ًَٛٝ‫ذع‬ ِ ‫ َت‬٫َٚ ‫زّا‬ِٛ ُ‫قب‬ٝ ِِٝ‫ِتَه‬ُٛٝ‫ا ُب‬ًَٛٝ‫ذع‬ ِ َ‫ ت‬٫ ُِِ‫نِٓت‬ٝ ‫جَُُا‬ِٝ‫َس‬ “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id. Berselawatlah untukku karena selawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Mendapatkan syafa‘at pada hari kiamat

‫إذَا‬٢« ٪ٍُٛٝ‫َك‬ٜ ًََِٜٓ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَٜٓ‫َٓ ؾ‬ٞٔ‫َُْٓ٘ ضَُٔعَ ايَٓب‬ٜ‫ أ‬،٢‫يعَاف‬ٞ‫ ا‬٢ِٔ‫ ب‬ٚ٢‫ عَُِس‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ ِب‬ ٢ًَٜٓ‫ ؾ‬ٟ٠‫ا‬ًٜ‫ؾ‬ َ ًََٜٓٞ‫ ع‬٢ًَٜٓ‫َُْٓ٘ َِٔ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،ًََٜٓٞ‫ا ع‬ًَٛٓٝ‫ٍُ ثَُِٓ ؾ‬ٛٝ‫َك‬ٜ ‫ا َٔجٌَِ ََا‬ٛٝ‫ي‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬،َٕٓٔ‫ذ‬٪َ ُُ ٞ‫ضَُٔ ِعتُُِ اي‬ ،‫ِ٘ٔ ٔبَٗا َعػِسّا‬ًَٜٝ‫اهلل ع‬ “Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia mendengar Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian mendengar adzan oleh muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan, kemudian bacalah selawat untukku. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkan satu kali selawat kepadaku niscaya Allah mengucapkan selawat kepadanya sebanyak sepuluh kali.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai) 158 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢‫ ايَٓٓاع‬٢ٜ‫ِي‬ٚ‫أ‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ٓ َِ ق‬ًَٜ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُٓ٘ ع‬ًٜ‫ اي‬٢ًَٜٓ‫ ٍَ اهللٔ ؾ‬ُٛ‫َٕٓ زَض‬ٜ‫ أ‬،ٕ‫د‬ُٛ‫ َطِع‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ ِب‬ ٟ٠ٜ٬َ‫َٓ ؾ‬ًَٜٞ‫نجَسُُِِٖ ع‬ٞ ٜ‫ أ‬١َٔ ‫َا‬ٝ‫ِ َّ ائك‬َٜٛ ٞٔ‫ب‬ Dari Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca selawat untukku. ” (HR. Tirmidzi. Ia berkata: Hadits hasan gharib)

ٞٔ‫ا َعت‬ٜ‫تُِ٘ غَؿ‬ٜ‫ َعػِسّا أ ِدزَن‬ٞٔ‫ُ ُِط‬ٜ َ‫سٔني‬َٚ ‫ؿبٔضُ َعػِسّا‬ ِ ُٜ َِٔٝ‫ٖ ٔس‬ًَٜٞ‫ ع‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬ “Barangsiapa yg berselawat untukku di waktu pagi sepuluh kali & di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa‟atku.” (HR. Thabarani) c. berselawat pada hari jum‘at memiliki keutamaan khusus

٢ٌَ‫ؾك‬ٜٞ‫ " َِٔٔ أ‬٪ًََِٜٓ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢ًَٜٓ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٣‫ِع‬ٚ‫أ‬ٜ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ ِب‬٢‫ِع‬ٚ‫أ‬ٜ ِٔ‫َع‬ ،ٝ١ٜ‫ؿَعِك‬ ٓ ‫٘ٔ اي‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،ٝ١َ‫ؿؼ‬ٞ َٓ‫٘ٔ اي‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،َ‫بٔض‬ٝ‫٘ٔ ق‬ٝٔ‫َؾ‬ٚ ،َُّ‫٘ٔ ػًُٔلَ آد‬ٝٔ‫ ؾ‬،ٔ١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ُِّ ا‬َٜٛ ِِٝ‫َٓأَه‬ٜٜ‫أ‬ ٍَُٛ‫َا زَض‬ٜ ٪‫ا‬ٛٝ‫اي‬ٜ‫ك‬ٜ‫َٓ " ؾ‬ًَٜٞ‫ ع‬٠١َ‫ق‬ُٚ‫ِِ َعِس‬ٝ‫اتَه‬ًَٜ‫َٕٓ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،ٔ٘ٝٔ‫ٔ ؾ‬٠‫ا‬ًَٜٓ‫َٓ ََٔٔ ايؿ‬ًَٜٞ‫ا ع‬ُٚ‫نجٔس‬ٞ ٜ‫أ‬ٜ‫ؾ‬ َٕٓ٢‫ " إ‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬،َ‫ت‬ًَٝٔ‫دِ ب‬ٜ‫َق‬ٚ ٞٔٓ‫َ ِع‬ٜ - ‫زَِتَ؟‬٢ ‫أ‬ٜ ِ‫د‬ٜ‫َق‬ٚ ‫اُتَٓا‬ًَٜ‫ ؾ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ِـَ ُتعِسَضُ ع‬ٝ‫ن‬ٜ َٚ ،ٔ‫اهلل‬ "ِِ٢ًَِٜٗٝ‫َاتُ اهللٔ ع‬ًَٜٛ‫ٔ ؾ‬٤‫َا‬ٝٔ‫ِْب‬ٜ‫أ‬ٞ‫ ِدطَا َد اي‬ٜ‫ ٌَ أ‬ٝ‫ن‬ٞ‫ ِٕ تَأ‬ٜ‫ض أ‬ ٢ ِ‫ز‬ٜ‫أ‬ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫دٌََٓ سَسََّٓ ع‬َٚ َٓ‫ عَص‬ٜ‫اهلل‬ Dari Aus bin Abu Aus Radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Seutama-utama hari kalian adalah hari Jum‟at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula Adam meninggal, pada hari itu sangkakala kehancuran dunia ditiup dan pada hari itu pula sangkalala kebangkitan makhluk ditiup. Maka perbanyalah membaca selawat untukku pada hari itu, karena sesungguhnya bacaan selawat kalian akan ditunjukkan kepadaku. ” Para sahabat 159 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana selawat kami akan ditunjukkan kepada Anda sementara jasad Anda telah hancur?” Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi untuk memakan jasad para nabi „alaihim selawat wa salam. ” (HR. Ahmad dan Abu Daud) 3. Ancaman bagi orang yang tidak berselawat a. Orang yang tidak mau berselawat akan dihinakan oleh Allah dan diturunkan derajatnya,

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬٣ٌُ‫ِْـُ َزد‬ٜ‫َزغٔ َِ أ‬ “Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau berselawat untukku.” (HR. Tirmidzi) b. Orang yang tidak mau berselawat disebut sebagai orang bakhil

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬ٟٔ‫ر‬٤‫ٌ اي‬٢ ِ‫ ٌٖ ايُبؼ‬ٝ‫ ٌُ ن‬ٝٔ‫ايَبؼ‬ “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak berselawat untukku.” (HR. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabarani) c. Orang yang tidak mau berselawat akan dijauhkan dari jalan surga

ٜ١ٖٓ‫جل‬ٜ ‫ َل ا‬ٜ‫س‬٢ ٜ‫َ ط‬٧ٔٛ‫ٖ ُػ‬ًَٜٞ‫ ع‬ٜ٠ٜ٬ٖ‫ ايؿ‬ٞ َ ٔ‫َ ِٔ َْط‬ “Barangsiapa yang lupa mengucapkan selawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.” (HR. Ibnu Majah) d. Suatu majlis yang tidak dibacakan selawat akan kehilangan berkah di dalamnya. Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: ―Suatu kaum yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir kepada Allah dan berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki maka mereka akan diampuni.‖ (HR. Tirmidzi dan mentahsinnya serta Abu Daud) 160 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

4. Waktu dan tempat yang dianjurkan membaca selawat a. Sebelum berdo‘a: Fadhalah bin ‗Abid berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mendengar seorang laki-laki berdo‘a dalam sholatnya, tetapi tidak berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda: ―Orang ini tergesa-gesa‖ Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:

ُِٖ‫ ث‬، ٚٞٔ‫ ايٖٓب‬٢ًَٜ‫ ع‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ُِٖ‫ ث‬، ًَٜٔ٘ٝ‫ٔ ع‬٤‫َايجَٖٓا‬ٚ ٔ‫دٔ اهلل‬ُِٝٔ‫ بَٔتش‬ٞ‫بِدَأ‬ًَٜٝٞ‫ِِ ؾ‬ٝ‫ أسَدُن‬٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬ َ٤‫َدِعُ َبعِدُ بَُٔا غَا‬ٝ‫ٔي‬ “Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdo‟a) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu berselawat untuk nabi, kemudian berdo‟a setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٓ ؾ‬ٞٔ‫ ايٖٓب‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٔ‫ ايدٖاع‬ٞ َ ًَِّ‫ُؿ‬ٜ ٢ٖ‫بْ َست‬ُٛ‫ُ َشِذ‬٤‫اي ٗدعَا‬ “Do‟a itu terhalangi, hingga orang yang berdo‟a itu berselawat untuk nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (HR. Thabarani) b. Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau:

ًَٖٜٞ‫ ع‬ٌَٚ‫ُؿ‬ٜ ًِِٜٜ‫ُ ؾ‬َٙ‫ ذُنٔسِتُ ٔعِٓد‬٣ٌُ‫ِْـُ َزد‬ٜ‫ َِ أ‬ٜ‫َزغ‬ “Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak berselawat untukku.‖ (HR. Tirmidzi dan Hakim) c. Memperbanyak selawat untuknya pada hari Jum‘at:

ِِٝ‫َته‬ٜ٬َ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫٘ٔ ؾ‬ٝٔ‫ٔ ؾ‬٠٬ ٜ ٖ‫ٖ ََٔٔ ايؿ‬ًَٜٞ‫ا ع‬ُٚ‫نجٔس‬ٞ ٜ‫أ‬ٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫ ُِع‬ٝ‫ُُّ اجل‬َٜٛ ِِٝ‫ٖأَه‬ٜ‫كٌََ أ‬ٞ‫إٕٖ أؾ‬ ًَٖٜٞ‫ ع‬٠١َ‫ق‬ُٚ‫َعِس‬ 161 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum‟at, maka perbanyaklah selawat untukku pada hari itu, karena selawat kalian akan sampai kepadaku.” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Hakim) d. Ketika masuk dan keluar masjid: Dari Fatimah Radhiyallahu „Anha berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah:

ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ٍ‫ آ‬٢ًَٜ‫ع‬َٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫ًُِٖٗ ؾ‬٤‫ اهللٔ اي‬٢ٍُٛ‫ زَض‬٢ًَٜ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫َايط‬ٚ ٔ‫ اهلل‬٢ِِ‫ٔبط‬ ٜ‫َابَ زَسِ َُتٔو‬ٛ‫َٓا أِب‬ٜ‫ ٌِ ي‬ٚٗ‫ض‬ َ َٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫َاغ‬ٚ “Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah selawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.” Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan: ( ) “Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu. ” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi) 5. Selawat yang Ma‘tsur Selawat yang ma‘tsur adalah selawat yang diajarkan oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam hadits-hadits yang shahih, bukan selawat-selawat bid‘ah yang dibuat oleh kelompok tertentu. Karena selawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah, dan mutaba‘ah yaitu berselawat yang sesuai dengan sunah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Diantara selawat yang ma‘tsur adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

ُٙ‫ؾَٓا‬َٞ‫دِ عَس‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ُّ ع‬ٜ٬ٖ‫اَٖاايط‬ٜ ٔ‫ٍَِ اهلل‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫َا ز‬ٜ ٌَِٝٔ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬ٜ٠َ‫ ُعذِس‬٢ِٔ‫عِبٔ ب‬ٜ‫َعِٔ ن‬ ‫َُا‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ِا ا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ق‬ٝ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٝ٠٬ ٜ ٖ‫ِـَ ايؿ‬ٝ‫ه‬ٜ ٜ‫ؾ‬

162 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫يًُِٗٓ بَاز‬ٜ‫ ا‬.ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬ ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫َِِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫ِتَ ع‬ًَٜٝ‫ؾ‬ .ْ‫ِد‬ٝٔ‫ِدْ َذ‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫ِ َِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ٍ أبِسَا‬٢ ٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ٞ‫َُا بَازَن‬ٜ‫ َُشَُٖ ٕد ن‬٢ٍٰ‫ا‬ “Ka‟ab bin Ujrah berkata, „Dikatakan, Wahai Rasulullah! Adapun (cara mengucapkan) salam kepadamu, sungguh kami telah mengetahuinya, lalu bagaimana berselawat kepadamu?” Beliau menjawab, ” Ucapkanlah, ” Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung. Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung.” Ibnu Abi Laili berkata, ―Ka‘ab telah menemuiku dan berkata, ‖ Bukankah aku telah menghadiahi kamu suatu hadiah yang telah diberikan Rasulullah pada kami?‖ Kami berkata, ―Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana (cara mengucapkan) salam kepadamu, lalu bagaimana berselawat kepadamu?‖ Beliau menjawab, ‖ Ucapkanlah

ٜ‫َِِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ا‬ ٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫نتَ ع‬ٞ َ‫َُا بَاز‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫يًُِٗٓ بَاز‬ٜ‫ ا‬.ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬ ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫س‬ .ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬ ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫ِ َِ أْٖو‬ٖٝٔ ‫أبِسَا‬ Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung. Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

163 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫تَاَْا زَض‬ٜ‫ ا‬٪ٍَ‫ا‬ٜ ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٟٚ‫يبَدِز‬ٞ‫دٕ ا‬ِٛ ُ‫طع‬ ِ َ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ َع‬َٚ ٕ‫ضعِد‬ َ ُِٔ‫ُ٘ َبػِسُ ب‬ٜ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ َعُِٓ٘ ؾ‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٜ٠َ‫ ُعبَاد‬٢ِٔ‫ ضَعِدٔ ب‬٢‫ َذًِٔظ‬٢ٔ‫َْشُِٔ ؾ‬ٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ٔ‫ٍُ اهلل‬ِٛ ‫ض‬ ُ َ‫ت ز‬ٜ‫ؾطَه‬ٜ ‫ ؟‬ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢ًَِّ‫ـَ ُْؿ‬ِٜٝ‫ٍَ اهللٔ ن‬ِٛ ‫ض‬ ُ َ‫َا ز‬ٜ ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬٢ًَِّ‫ِٕ ُْؿ‬ٜ‫ أ‬ٝ‫ا َسََْا اهلل‬ٜ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُ اهللٔ ؾ‬ِٛ ُ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ُ٘ ثُِٖ ق‬ٞ‫ي‬ٜ‫طِأ‬َٜ ِِٜ‫ُْٖ٘ ي‬ٜ‫َٓا أ‬َُِٖٝٓ َ‫ ت‬٢ٖ‫َِ َست‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ؾ‬ ٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫ َُشَُٖدٕ ن‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫ِا ا‬ٛ‫ي‬ِٝٛ‫ق‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ َِِٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫نتَ ع‬ٞ َ‫َُا بَاز‬ٜ‫ٍ َُشَُٖدٕ ن‬٢ ٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫َبَاز‬ٚ .َِِٖٝٔ ‫أبِسَا‬ ًِ‫ َط‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.ُِِ‫دِ عًَٔ ُِت‬ٜ‫َُا ق‬ٜ‫ُّ ن‬ٜ٬ٖ‫َايط‬ٚ .ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬ ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫أْٖو‬ “Abu Mas‟ud Al-Badry Radhiyallahu 'anhu berkata, ” Ketika kami berada di majlis Sa‟d bin Ubadah, tiba – tiba Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dating kepada kami. Lalu ditanya oleh Basyr bin Sa‟ad, ” Allah menyuruh kami membaca selawat atamu wahai Rasulullah, maka bagaimakan cara membaca selawat itu? Rasulullah dia sejenak, hingga kami merasa khawatir kalau – kalau pertanyaan itu salah, tetapi kemudian beliau bersabda, „Bacalah, Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung” Dan mengenai sungguh telah kami ketahui.” (HR. Muslim)

٢ًَِّ‫ِـَ ُْؿ‬ٝ‫ن‬ٜ ٔ‫ٍَ اهلل‬ِٛ ‫ض‬ ُ َ‫َا ز‬ٜ ٪‫ِا‬ٛ‫ي‬ٝ‫ا‬ٜ‫ ق‬٪ٍَ‫ا‬ٜ ‫ َعُِٓ٘ ق‬ٝ‫َ اهلل‬ٞٔ‫ زَق‬ٚ٣ٔ‫ِدٕ ايطٖاعٔد‬َُٝ ُ‫ س‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ َعِٔ أ‬َٚ ٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ًَِٜٝ‫َُا ؾ‬ٜ‫َتٔ٘ٔ ن‬ٜٓٚ‫َ ُذز‬ٚ ٔ٘ٔ‫د‬َٚ ِ‫اش‬ٜ ٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٌَٚ‫يًُِٗٓ ؾ‬ٜ‫اٍَ ا‬ٜ‫ ؟ ق‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ع‬

164 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َِِٖٝٔ ‫ أبِسَا‬٢ٍٰ‫ ا‬٢ًَٜ‫تَ ع‬ٞ‫َُا بَازَن‬ٜ‫َتٔ٘ٔ ن‬ٜٓٚ‫ذُز‬َٚ ٔ٘ٔ‫د‬َٚ ِ‫اش‬ٜ ٢ًَٜ‫َ ع‬ٚ ٕ‫ َُشَُٖد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞ‫ى‬٢‫َبَاز‬ٚ .َِِٖٝٔ ‫أبِسَا‬ ْ‫ِد‬ٝ‫ذ‬ ٔ َ ْ‫ِد‬َُٝٔ‫ س‬ٜ‫أْٖو‬ “Abu Hamid as Sa‟idy Radhiyallahu 'anhu berkata, Para Shahabat bertanya, ” Wahai Rasulullah bagaimana cara membaca selawat kepadamu?” Jawab Nabi, “ Ya Allah berilah rahmat kepada Nabi Muhammad, para istri dan anak keturunanya sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim Dan berilah barakah kepada Nabi Muhammad, para istri dan anak keturunanya, sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung.‖ (HR. Bukhari dan Muslim) D. Do’a Beserta Adabnya 1. Perintah berdo‘a Di antara ketaatan yang paling mulia dan ibadah serta taqarrub yang paling agung yang semestinya dijalankan oleh seorang muslim adalah berdo'a, karena di dalam do'a tersebut terkandung rasa pengakuan terhadap kebesaran Allah Yang Maha Menciptakan dan kekuatan-Nya, serta kekayaan-Nya, juga kekuasaan-Nya, dan di dalam do'a juga terkandung kerendahan seorang hamba dan kebutuhannya di hadapan Tuhannya yang Mahapencipta dan Mahatinggi.153 Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk berdo'a dan Dia telah menjanjikan bahwa do‘a-do‘a yang telah kita panjatkan akan dikabulkan. Bahkan Allah mencela bagi siapa saja yang tidak mau berdo‘a kepada-Nya, dan memasukkan mereka itu dalam golongan orang-orang yang sombong (takabur). Allah berfirman,

153Amin Abdullah Asy-Syaqawy, Al-Du’a: Adabuhu Terjemah:Muzaffar Sahid Mahsun, Pustaka Islamhouse, 2009, hlm. 3

wa

Mawani’uhu,

165 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ََِٖٓٗ َ‫َٕ د‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٝ‫ض‬ َ ٞٔ‫َٕ عَِٔ ٔعبَادَت‬ُٚ‫هبٔس‬ٞ َ‫طت‬ ِ َٜ َٜٔٔ‫ر‬٤‫ ٖٕ اي‬٢‫ ِِ إ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ضتَذٔبِ ي‬ ِ ٜ‫ أ‬ُْٞٔٛ‫ُِ ا ِدع‬ٝ‫اٍَ زَبٗه‬ٜ‫َق‬ٚ َٜٔ٢‫دَاػٔس‬ “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo‟alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina.” (QS. Al-Ghafir: 60) Ayat tersebut menjelaskan pada kita, bahwa setiap do‘a akan dikabulkan oleh Allah selama do‘a tersebut tidak mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi. Allah mengabulkan do‘a, dengan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: 1) Do‘a yang secara langsung dikabulkan, 2) Do‘a yang dikabulkan dengan cara digantikan dengan yang lebih baik, yaitu dengan menyelamatkannya dari marabahaya yang mengancam jiwanya. 3) Do‘a yang dikabulkan dengan cara ditunda, dan akan diberikan di akhirat. Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadist Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

ٕ٠َٛ‫ بٔ َد ِع‬ُٛ‫َدِع‬ٜ ٣ًِِٔ‫اٍَ « َا َِٔٔ َُط‬ٜ‫ ق‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ٖ٢ٔ‫ٕٖ ايٖٓب‬ٜ‫دٕ أ‬ٝٔ‫ ضَع‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫عِٔ أ‬ ُُ٘‫َت‬ٛ‫ُ٘ َد ِع‬ٜ‫ِٕ ُت َعذٌَٖ ي‬ٜ‫إَٖا أ‬٢ ٕ‫خ‬ٜ٬َ‫ ث‬٣َ‫إسِد‬٢ ‫ُ٘ بَٔٗا‬٤ً‫ُ اي‬ٙ‫ا‬ِٜٛ‫أع‬ٜ ٤٫‫إ‬٢ ٣ِٔ‫ َزس‬ٝ١َ‫ع‬ٝٔٛ‫ق‬ٜ ٜ٫َٚ ِِْ‫ث‬٢‫َٗا إ‬ٝٔ‫ِظَ ؾ‬ٝ‫ي‬ٜ ‫َٗا‬ًِٜ‫ٔ َٔج‬٤ٛٗ‫فَ َعُِٓ٘ َٔ َٔ ايط‬٢‫َؿِس‬ٜ ِٕٜ‫إَٖا أ‬٢َٚ ٔ٠َ‫ اٯػٔس‬٢ٔ‫ُ٘ ؾ‬ٜ‫َ ٖدػٔسََٖا ي‬ٜ ِٕٜ‫إَٖا أ‬٢َٚ “Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: „Apabila seorang muslim berdo‟a dengan suatu do‟a yang tidak mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal, yaitu; (1) Allah akan menyegerakan pengabulan do‟anya, atau (2) Allah menjadikannya sebagai simpanan baginya di akhirat, atau (3) Allah menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya.” (HR. Ahmad) 2. Fadhilah berdo‘a Do‘a memiliki keutamaan dan fadhilah yang amat banyak, yang di antaranya adalah sebagai berikut: 166 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

a. Do‘a adalah ibadah

ٝ٠َ‫يعٔبَاد‬ٞ‫ ا‬َٛ ُٖ ُ٤‫ي ٗدعَا‬ٜ‫ا‬ “Do‟a adalah ibadah.” (HR. Abu Daud dan Tirmizi)

ِِٝ‫ه‬ٜ‫ذبِ ي‬ ٔ َ‫ضت‬ ِ ٜ‫ أ‬ُْٞٔٛ‫ُِ ا ِدع‬ٝ‫اٍَ زَبٗه‬ٜ‫َق‬ٚ “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo‟alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al- Ghafir: 60) b. Do‘a adalah pembuka rahmat

٢ِٔٓ‫ع‬َٜ ‫ّا‬٦ِٝ‫غ‬ َ ُ٘٤ً‫ٌَٔ اي‬٦‫ض‬ ُ ‫ََا‬َٚ ٔ١َُِ‫َابُ اي ٖسس‬ِٛ‫ب‬ٜ‫ُ٘ أ‬ٜ‫ؾٔتشَتِ ي‬ٝ ٔ٤‫ِِ بَابُ اي ٗدعَا‬ٝ‫ُ٘ َِٔٓه‬ٜ‫ؾتٔضَ ي‬ٝ َِٔ ٖٕ٢‫ إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ٔ٘٤ً‫ ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫َق‬ٚ ».١َٝ‫يعَأؾ‬ٞ‫ٍَ ا‬ٜ‫طِأ‬ُٜ ِٕٜ‫ِ٘ٔ َٔ ِٔ أ‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ب إ‬ ٖ َ‫أس‬ٜ ٔ٤‫٘ٔ بٔاي ٗدعَا‬٤ً‫ِِ ٔعبَا َد اي‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ؾع‬ٜ ٍِ ‫ص‬٢ َِٜٓ ِِٜ‫َُٖٔا ي‬َٚ ٍَ‫عُ َُٖٔا َْ َص‬ٜ‫ِٓؿ‬َٜ َ٤‫اي ٗدعَا‬ “Barang siapa diantara kalian telah dibukakan baginya pintu do‟a, pasti dibukakan pula baginya pintu rahmat, dan tidaklah Allah diminta sesuatu yang Dia berikan lebih Dia senangi dari pada diminta kekuatan. ” Dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “sesungguhnya do‟a itu bermanfaat baik terhadap apa yang terjadi maupun belum terjadi, maka hendaklah kalian berdo‟a.” (HR. At-Tirmidzi) c. Do‘a adalah senjata dan kekuatan ruhani

َِٔٔ ٝ١َ‫يعٔؿَاب‬ٞ‫ٔ ا‬ٙٔ‫ َٖر‬ٞ‫ِٕ َتًِٗٔو‬٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬٢ٔٓ‫عَدَِت‬َٚ ‫ًُِٖٗ آتٔ ََا‬٤‫ اي‬٢َٔٓ‫عَدِت‬َٚ ‫ ََا‬٢ٔ‫ِْذٔصِي‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬ ٌَٔ‫كب‬ٞ َ‫طت‬ ِ َُ َِٜٔ٘‫َد‬ٜ ‫٘ٔ ََاد٘ا‬ٚ‫َِٗتٔـُ بٔسَب‬ٜ ٍَ‫َُاشَا‬ٜ‫ ؾ‬.» ٢‫٭زِض‬ٜ ‫ ا‬٢ٔ‫ تُ ِعبَدِ ؾ‬ٜ٫ ٢ّٜ٬ِ‫ض‬٢‫ اإل‬٢ٌِٖٜ‫أ‬ ٢ًَٜ‫ُ ع‬ٙ‫ا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ي‬ٜ‫أ‬ٜ‫ُ ؾ‬َٙ٤‫زدَا‬٢ َ‫أػَر‬ٜ ٜ‫ ؾ‬٣‫س‬ٞ‫ بَه‬ُٛ‫ب‬ٜ‫ُ أ‬ٙ‫تَا‬ٜ‫أ‬ٜ‫ِ٘ٔ ؾ‬ٝ‫ُ عَِٔ َِٓ ٔهَب‬ُٙ٩‫زدَا‬٢ ٜ‫ط‬ٜ‫ ضَك‬٢ٖ‫ٔ َست‬١ًِٜ‫ٔكب‬ٞ‫اي‬

167 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫ زَبٖو‬ٜ‫ ََُٓاغَدَُتو‬ٜ‫رَاى‬ٜ‫٘ٔ ن‬٤ً‫ٖ اي‬٢ٔ‫َا َْب‬ٜ ٍَ‫ا‬ٜ‫َق‬ٚ .ٔ٘ٔ٥‫زَا‬َٚ َِٔٔ َُ٘ ‫يتَ َص‬ٞ‫ِ٘ٔ ثُِٖ ا‬ٝ‫َِٓهَٔب‬ ٜ‫عَدَى‬َٚ ‫ ََا‬ٜ‫و‬ٜ‫ِٓذٔ ُص ي‬ُٝ‫ض‬ َ “Ya Allah wujudkanlah untuk kami apa yang engkau janjikan, ya Allah berikanlah kepada kami apa yang engkau janjikan, ya Allah jika sekumpulan kaum muslimin ini binasa, maka tidak ada yang akan menyembah engkau di muka bumi ini. ” Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam terus melantunkan do‟a seraya membentangkan kedua tanganya menghadap kiblat hingga selempangnya jatuh, maka datanglah Abu Bakar mengambil selempang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan meletakanya di atas pundaknya dan menjaganya dari belakang dan berkata: wahai nabi Allah, do‟a engkau kepada Tuhanmu sudah cukup, karena Dia pasti akan mewujudkan apa yang Dia janjikan untukmu.” (HR. Muslim)

ُٜ٘‫ضَتذَِبَٓا ي‬ ِ ‫ا‬ٜ‫أ ِزسَُِ ايسٖاسُٔٔنيَ ؾ‬ٜ َ‫ِْت‬ٜ‫َأ‬ٚ ٗ‫َ ايكٗس‬ٞٔٓ‫ط‬ ٖ َ ْٜٞٚ‫ زَبُٖ٘ أ‬٣َ‫ذِ َْاد‬٢‫بَ إ‬ٜٜٛٗ‫َأ‬ٚ ٣َ‫س‬ٞ‫ذٔن‬َٚ ‫ َِٔٔ ٔعِٓدَْٔا‬ٟ١َُِ‫ًُِِٗ َ َعُِِٗ َزس‬ِٜ‫َٔج‬َٚ ًُِٜٖٜ٘‫ُ أ‬ٙ‫َِٓا‬ٝ‫َآَت‬ٚ ٍّ‫ؿَٓا ََا بٔ٘ٔ َِٔٔ قُس‬ٞ َ‫هػ‬ٜ ٜ‫ؾ‬ َٜٔٔ‫ًعَابٔد‬ٞٔ‫ي‬ “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS: Al-Anbiya’: 83-84) d. Do‘a dapat menjauhkan murka Allah

ً٘ٝ‫ػِكَبِ ع‬َٜ ٜ‫ اهلل‬٢ٍ‫أ‬ٜ ِ‫ط‬َٜ ِِٜ‫َ ِٔ ي‬ 168 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Barang siapa tidak mau meminta kepada Allah, niscaya Dia akan marah kepadanya.” (HR. Ahmad) 3. Adab-adab berdo‘a Agar do‘a kita mustajabah, maka hendaklah kita menjaga adab-adab dalam berdo‘a, yang diantaranya adalah: a. Membuka do‘a dengan hamdalah dan pujian bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala dan selawat atas nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Sebagaimana hadits fadhalah bin Ubaid: Tatkalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam duduk, tiba-tiba masuk seorang laki-laki lalu berdo‘a: ―Allahumaghfirli warhamni. ‖ Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٪ٍ‫ ؾكا‬٢١ً‫ إذ دػٌ زدٌْ ؾؿ‬ٟ‫ضًِ قاعدا‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ُٓا زض‬ٝ‫ب‬ ‫ت‬ًٝ‫ إذا ؾ‬،ًٞ‫ٗا املؿ‬ٜ‫ٍ اهلل" عذًت أ‬ٛ‫ ؾكاٍ زض‬.‫ازمحين‬ٚ ٞ‫ايًِٗ اغؿس ي‬ ‫ زدٌ آػس بعد‬٢١ً‫ ثِ ؾ‬." ٘‫ٓ ثِ ادع‬ًٞ‫ ع‬ٌٚ‫ؾ‬ًٖٛٗ‫ أ‬ٖٛ ‫ؾكعدت ؾامحد اهلل مبا‬ ٙ‫ا‬ٚ‫ ادع تُذب (ز‬ًٞ‫ٗا املؿ‬ٜ‫أ‬: ‫ ؾكاهلل ايٓيب‬،‫ايٓيب‬٣ً‫ ع‬٢ً‫ؾ‬ٚ ،‫ذيو ؾشُد اهلل‬ )ْٞ‫ؾشش٘ ا٭يبا‬ٜٛ‫ايرتَر‬ Tatkalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam duduk, tiba-tiba masuk seorang laki-laki lalu berdo‟a: “Allahummaghfirli warhamni.” Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Kamu tergesa-gesa wahai orang yang berdo‟a, jika kamu berdo‟a maka duduklah, lalu ucapkan pujian kepada Allah dengan sesuatu yang layak bagi-Nya, dan berselawatlah kepadaku kemudian berdo‟alah. ” Kemudian ada laki-laki lain berdo‟a setelah itu, ia mengucapkan pujian kepada Allah dan berselawat kepada nabi, maka nabi bersabda kepadanya:” Wahai orang yang berdo‟a, berdo‟alah engkau niscaya dikabulkan” (HR: Tirmizi, disahihkan AlBani) 169 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

b. Mengakui dosa Mengakui dosa menunjukan kesempurnaan ubudiyah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana do‘a Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan do‘a Nabi Yunus Alaihi Salam. :

‫ِز‬ٛٝ‫ب ايػَؿ‬ ُ ‫ٖا‬ٛ‫ت ايٖت‬ َ ِْٜ‫و أ‬ ٜ ْٖ٢‫ إ‬ٞ ٖ ًَٜ‫َُتبِ ع‬ٚ ٢ٞ‫ؿٔ ِس ي‬ٞ‫ اغ‬ٚ‫َزب‬ “Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Pengampun.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

َ‫ائُٕني‬ٜ‫ٓتُ َٔ َٔ ايع‬ٝ‫ ن‬ْٞٚ‫ إ‬ٜ‫َ٘ إٯ أْتَ ضُبشَاَْو‬ٜ‫َُاتٔ إٔ ٯ إي‬ًٝٝ‫ ايع‬ٞٔ‫ ؾ‬٣‫ؾَٓاد‬ٜ “Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.‖ (QS: Al-Anbiya’: 87) c. Bersungguh-sungguh dalam berdo‘a dan berketetapan hati dalam meminta Sabda Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

٫ ْ٘‫ ؾإ‬،‫ين‬ٛ‫ت ؾأع‬٦‫ايًِٗ إٕ غ‬: ٔ‫ي‬ٛ‫ك‬ٜ ٫ٚ ،١‫عصّ املطأي‬ًٝ‫إذا دعا أسدنِ ؾ‬ )ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ ي٘ (ز‬ٙ‫َطتهس‬ “Jika salah seorang dari kalian berdo‟a, maka hendaknya berketetapan hati dalam meminta, dan janganlah mengatakan: Ya Allah jika engkau mau berilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa memaksa Allah.” (HR: Bukhari Muslim) d. Berwudhu, menghadap kiblat dan mengangkat tangan ketika berdo‘a Hal itu akan lebih mendatangkan kekhusu‘an dan kejujuran dalam menghadap. Abu Abdillah bin Zaed mengatakan: 170 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ِ‫ ث‬،٢‫اضتطك‬ٚ ‫ ؾدعا‬ٞ‫طتطك‬ًٝٝ‫ضًِ إىل ٖرا املؿ‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ػسز ايٓيب ؾ‬ ٙ٤‫قًب زدا‬ٚ ١ً‫اضتكبٌ ايكب‬ “Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam keluar ke tempat salat untuk minta hujan, lalu beliau berdo‟a dan meminta hujan, kemudian menghadap kiblat dan membalik selempangnya.” Dan sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy‘ari, tatkala Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selesai dari perang hunain – Abu Musa mengatakan: Beliau meminta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua tanganya seraya berdo‘a:‖ Ya Allah ampunilah Ubaid bin Amir.‖ Dan aku melihat putih ketiaknya. (HR. Bukhari Muslim) e. Merendahkan suara dalam berdo‘a Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

َٜٔٔ‫عتَد‬ٝ‫ب امل‬ ُ ‫ش‬ ٔ ُٜٜ٫ َُْ٘‫ إ‬٠١َٝ‫ػُؿ‬َٚ ٟ‫ِ تَكَسُعا‬ٝ‫ا زَبَه‬ُٛ‫ادع‬ “Berdo‟alah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.‖ (QS. Al-A’raf: 55)

ٕٛ‫ إْهِ تدع‬،ٟ‫با‬٥‫ غا‬٫ٚ ِ‫ٕ أؾ‬ٛ‫ تدع‬٫ ِ‫ إْه‬،ِ‫أْؿطه‬٣ً‫ا ع‬ٛ‫ ازبع‬،‫ٗا ايٓاع‬ٜ‫أ‬ )ٟ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ َعهِ (ز‬ٖٛٚ ‫ا‬ٟ ‫ب‬ٜ‫ا قس‬ٟ ‫ع‬ٝ‫مس‬ “Wahai manusia, sayangilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo‟a kepada yang tuli dan tidak pula yang jauh, kalian berdo‟a kepada Yang Maha Mendengar dan Dekat, dan Dia selalu menyertaimu.‖ (HR. Bukhari) f. Menghadap ke arah kiblat Dari Badr bin Zaid dia berkata, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah keluar ke lapangan ini untuk meminta hujan, maka beliau berdo‟a 171 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

dan shalat istisqa`, kemudian beliau menghadap ke kiblat dan membalik kain yang beliau pakai.” (HR. Bukhari) g. Mengangkat kedua tangan ketika berdo‘a Dari Salman Radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian -Tabaraka wa Ta‟ala- Maha Malu lagi Maha Pemurah kepada hamba-Nya, Dia malu kepada hamba-Nya tatkala dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lantas Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong. ” (HR. Abu Daud) h. Berwudhu sebelum berdo‘a, jika memungkinkan. Dalam hadits Abu Musa Al-Asy‘ari, bawa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam meminta air lalu berwudhu kemudian beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdo‘a, “Ya Allah, ampunilah Ubaid Abu Amir. ” (HR. Bukhari) i.

Memilih waktu-waktu yang dianjurkan dan saat-saat yang mulia. Seperti saat-saat setelah shalat, saat azan, antara azan dan iqamat, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, hari arafah, saat turun hujan, saat sujud, saat berangkat menyerbu musuh dalam jihad fisabililah, dan lain-lain.

j.

Tidak mendo‘akan jelek kepada diri, keluarga dan harta Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٫ ،ِ‫ايه‬َٛ‫ أ‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫ٚ ،ِ‫دن‬٫ٚ‫ أ‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫ٚ ،ِ‫ أْؿطه‬٢ً‫ا ع‬ٛ‫ تدع‬٫ ِ‫بًه‬ٝ‫طتذ‬ٝ‫ّ ؾ‬٤‫ا‬ٛ‫ٗا ع‬ٝ‫طأٍ ؾ‬ٜ ١‫ا َٔ اهلل ضاع‬ٛ‫اؾك‬ٛ‫ت‬ “Janganlah kalian mendo‟akan jelek terhadap diri kalian, jangan pula terhadap anak-anak dan harta kalian, jangan sampai kalian mendapati satu saat Allah diminta satu permintaan lalu Dia mengabulkan untuk kalian.” (HR. Muslim) k. Hendaknya makanan, minuman dan pakaiannya dari yang halal

172 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٚ‫َا زَب‬ٜ ٚ‫َا زَب‬ٜ ٔ٤‫ ايطَُٖا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ِ٘ٔ إ‬َٜ‫َد‬ٜ ٗ‫َُُد‬ٜ َ‫غبَس‬ٞ ‫أ‬ٜ َ‫غعَح‬ ِ ‫أ‬ٜ َ‫س‬ٜ‫ٌُ ايطٖؿ‬ُٜٝٔٛ ٌَُ‫سَ اي ٖسد‬ٜ‫ثُِٖ ذَن‬ ُ‫طَتذَاب‬ ِ ُٜ ٢ْٖٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬٢ّ‫يشَسَا‬ٞ‫َ بٔا‬٣ٔ‫ر‬ٝ‫غ‬َٚ ّْ‫ًَبطُُ٘ سَسَا‬َٞ َٚ ّْ‫ََػِسَبُُ٘ سَسَا‬ٚ ّْ‫عَُُُ٘ سَسَا‬ٛٞ ََٚ ٜ‫ئرَٔيو‬ “Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi seraya berdo‟a: Ya Rabbi, ya Rabbi (Wahai Tuhanku), sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana mungkin do‟anya bisa terkabulkan?” (HR. Muslim) l.

Tidak tergesa-gesa dalam berdo‘a

٢ٔ‫بي‬ ِ ٔ‫طَِتذ‬َٜ ًِِٜٜ‫ ؾ‬٢ٚ‫ِتُ زَب‬ٛ‫دِ دَ َع‬ٜ‫ ٍُ ق‬ٛٝ‫َك‬ٝ‫ؾ‬ٜ ٌَِ‫َ ِعذ‬ٜ ِِٜ‫ِِ ََا ي‬ٝ‫٭سَدٔن‬ٜ ُ‫طتَذَاب‬ ِ ُٜ “Akan dikabulkan permintaan seseorang di antara kamu, selagi tidak tergesa-gesa, yaitu mengatakan: Saya telah berdo‟a kepada Tuhanku tetapi tidak dikabulkan.” (HR. Bukhari) m. Berdo‘a dengan khusyu‘ dan yakin bahwa do‘anya pasti akan dikabulkan

ٕ‫ًب‬ٞ‫ق‬ٜ َِٔٔ ّ٤‫بُ ُدعَا‬ٝٔ‫طتَذ‬ ِ َٜ ٜ٫ َ٘٤ً‫ٕٖ اي‬ٜ‫ا أ‬ًُُِٜٛ‫َاع‬ٚ ٔ١َ‫دَاب‬٢‫َٕ بٔاإل‬ُٛٓ‫ٔق‬َُٛ ُِِ‫ِْت‬ٜ‫َأ‬ٚ َ٘٤ً‫ا اي‬ُٛ‫ا ِدع‬ ٜٙ٫ ٣ٌٔ‫اؾ‬ٜ‫غ‬ “Mohonlah kepada Allah sedangkan kamu merasa yakin akan dikabulkan karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan do‟a dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi)

4. Contoh-contoh do‘a dari kitab dan sunah: Pertama: Do‘a-do‘a dari al-qur‘an: 173 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٟ‫اَا‬ٜ‫َُك‬َٚ ٟ‫سا‬ٜ‫َت َُطتَك‬٤‫ إََْٗا ضَآ‬ٟ‫اَْػَسَاَا‬ٜ‫ف َعَٓا عَرٓابَ َد َََِٗٓ إَٕ عَرَابََٗا ن‬٣‫زََبَٓا اؾس‬ “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Fur’qan: 65-66)

ٟ‫دعًََٓائً ُُتَكٔنيَ إََاَا‬ٜ‫ا‬ُٕٛٓٝ‫ أع‬ٜ٠َ‫س‬ٝ‫أتَٓا ق‬ٜ٢‫ذُز‬َٚ ‫َ ٔدَٓا‬ٚ‫يَٓا َٔٔ أش‬ٜ ‫زََبَٓا َٖب‬ “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Fur’qan:74)

َٜٔٔ‫ًر‬ٜٔ‫ ي‬ٟ٬ٔ‫ٔبَٓا غ‬ًٛٝٝ‫ ق‬ٞٔ‫ تَذعٌَ ؾ‬ٜ٫َٚ ٢ٕ‫َْا بٔايإلميَا‬ٛٝ‫ضبَك‬ َ َٜٔٔ‫ر‬١‫ََْٔٓا اي‬ٛ‫َإلػ‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫زََبَٓا اغؿٔس‬ ِْٝٔ‫ َسس‬٠‫ؾ‬ٚ٩َ‫ ز‬ٜ‫ا زََبَٓآ إَْو‬َُٛٓ ‫َا‬٤ “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; ya Tuhan kami, sesungguhnya engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10)

َ‫َأْتَ ػَ ُري ايسَاسُٔني‬ٚ َِ‫َازس‬ٚ ‫َزبٔ اغؿٔس‬ “Ya Tuhanku, berilah ampun dan berilah rahmat, dan engkau adalah pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. Al-mukminun: 118)

٢‫َٔقَٓا عَرَابَ ايَٓاز‬ٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ َ‫ٔ س‬٠َ‫٭ػٔس‬ٜ ‫يف ا‬٢ َٚ ٟ١َٓ‫ط‬ َ ‫َا َس‬ُْٝٓ‫ ايد‬ٞٔ‫َأتَٓا ؾ‬٤ ‫زََبَٓآ‬ “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.‖ (QS. Al-Baqarah: 201).

174 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

٢ًَٜ‫َُا سًََُتَُ٘ ع‬ٜ‫ا ن‬ٟ‫َٓآ إؾس‬ًَٜٝ‫تَشٌُٔ ع‬ٜ٫َٚ ‫أَْا زََبَٓا‬ٜٛ‫ أػ‬ٜٚ‫َٓآ أ‬ٝٔ‫َاػٔرَْآ إٕ َْط‬٪‫ ُت‬٫ٜ ‫زََبَٓا‬ ‫َازسََُٓآ‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫اغؿٔس‬ٚ ‫َاعـُ َعٓٓا‬ٚ ٔ٘ٔ‫يَٓا ب‬ٜ ٜ١ٜ‫اق‬ٜ‫ ط‬ٜ٬َ ‫تَشًَُٔٓآ‬ٜ٫َٚ ‫بًَٔٓا زَبَٓآ‬ٜ‫َٔ َٔٔ ق‬ٜٔ‫ر‬١‫اي‬ َٜٔ٢‫ؿٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ ايك‬٢ًَٜ‫يَٓا ؾاْؿُسَْا ع‬ََُٜٛ‫أْت‬ “Ya Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah, Ya Tuhan kami janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tak sanggup memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka yolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)

ُ‫ََٖاب‬ٛ‫ت اي‬ َ ْ‫ أ‬ٜ‫ إَْو‬ٟ١ٜ‫ َزمح‬ٜ‫دُْو‬ًَٜٓٔ ‫يَٓا‬ٜ ‫ََٖب‬ٚ ‫تَٓا‬َٜ‫ًَبَٓا بَع َد إذ َٖد‬ٝٝ‫ؽ ق‬٢‫ تُص‬٫ٜ ‫زََبَٓا‬ “Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).‖ (QS. Ali-Imran: 8)

٢ٞ‫ي‬ٜٛ‫ا ق‬ُٛٗ‫ك‬ٜ ‫َؿ‬ٜ ْٞ‫َٔٔٔيطَا‬٠ٟ‫ٌ عْك َد‬ًٝ‫َس‬ٚ ٟ٢‫ أَس‬ٞ ٢ ‫س ي‬ٚ‫ط‬َٜٚ ٟ٢‫ ؾَدز‬ٞ‫ اغسَغ ي‬ٚ‫َزب‬ “Ya Tuhanku, lapangkanlah untuku dadaku, dan mudahkanlah untuku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (Tahaa: 25-28)

٢ٞ‫اغؿٔس ي‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ُتُ َْؿط‬ًٜٜ‫ ظ‬٢ْٞٓ‫َزبٔ إ‬ “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.” (QS. Al-Qasash: 16)

َٜٔ٢‫اؾٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ َٔ َٔ ايك‬ٜ‫محتٔو‬ ٜ ‫َْذٔٓآبٔ َس‬ٚ َ‫ائُني‬١‫ّ ايع‬٢ٜٛ‫ئًك‬ٟ١َٓ‫ًَٓآ ؾٔت‬َٜ‫ تَذع‬٫ٜ ‫زَبَٓآ‬ 175 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ya Tuhan kami; janganlah engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim.” (QS. Yunus: 85- 86)

َٜٔ٢‫اؾٔس‬ٜ‫ّ ايه‬٢ٜٛ‫ ايك‬٢ًَٜ‫َاْؿُسَْا ع‬ٚ ‫َثَبٔتأقدَآََا‬ٚ ‫َْا‬٢‫يف أَس‬٢ ‫ؾَٓا‬ٜ‫َإضسَا‬ٚ ‫َبَٓا‬ُُْٛ‫يَٓا ذ‬ٜ ‫زَبَٓآ اغؿٔس‬ “Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir .” (QS. Ali Imran: 147)

ٟ‫َْا َزغَدا‬٢‫يَٓا َٔٔ أَس‬ٜ ٤٢ََٖٝٚ ٟ١ٜ‫ َزمح‬ٜ‫دُْو‬ٜ‫َأتَٓا َٔٔ ي‬٤ ‫زََبَٓآ‬ “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisimu dan sempurnakan bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. Al-Kahfi: 10)

ٟ‫ُا‬ًٞٔ‫ ع‬ِْٞٔ‫شد‬٢ ٚ‫ٖزب‬ “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepada kami ilmu pengetahuan.‖ (QS. Thaha: 114)

٢‫َاطٔني‬ٖٝ‫ت ايػ‬ ٔ ‫ َِٔٔ ََُٖصَا‬ٜ‫ذُ بٔو‬ُٛ‫ع‬ٜ‫ب أ‬ ٚ ‫ٖز‬ “Ya Tuhanku aku berlindung kepada engkau dari bisikan-bisikan setan.” (QS Al-Mukminun: 97)

ُِٝٔ‫يشَه‬ٞ‫ ُص ا‬ٜ‫ص‬٢ َ‫يع‬ٞ‫ت ا‬ َ ْٜ‫و أ‬ ٜ ْٖ٢‫يَٓا زَٖبَٓا إ‬ِٜ‫ؿٔس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ‫ا‬ُٚ‫س‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ َٔ ن‬ٜٔ‫ر‬٤ًِّ‫ ي‬١ٟ َٓ‫ًَٓا ؾِٔت‬َٞ‫ا َتذِع‬ٜ‫زَٖبَٓا ي‬ “Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orangorang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. AlMumtahanah: 5)

٤‫عُاي ٗدعَا‬َُٝٔ‫ ض‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ إ‬١ٟ َ‫ب‬ٝٚ‫ط‬ٜ ٟ١ٖٜٚ‫ ُذز‬ٜ‫دُِْو‬٤‫ َٔٔ ي‬ٞٔ‫بي‬ ِ َٖ ٚ‫َزب‬ 176 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do‟a.” (QS Ali Imran: 38)

ًَُِٝٔ‫يع‬ٞ‫ ُع ا‬ُٖٝٔ‫ت ايط‬ َ ْٜ‫و أ‬ ٜ ْٖ٢‫كبٌِٖ َٖٔٓا إ‬ٜ َ‫زَٖبَٓا ت‬ “Ya Tuhan kami, terimalah dari pada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS AlBaqarah: 127)

٤‫كبٌِٖ ُدعَا‬ٜ َ‫َت‬ٚ‫ زَٖبَٓا‬ٞٔ‫ت‬ٜٖٚ‫َٔٔ ذُز‬َٚ ٔ٠٬ ٜ ٖ‫ َِ ايؿ‬ٝٔ‫ َُك‬ًَٞٔٓٞ‫ ا ِدع‬ٚ‫َزب‬ “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami perkenankanlah do‟aku.” (QS Ibrahim: 40)

ُ‫شطَاب‬ ٔ ٞ‫ُّ اي‬ٛٝ‫َك‬َِٝٛ َٜ َ‫َٔٓٔني‬٪ِ ُُ ًٞٔ‫َي‬ٚ َٖٟ‫َائد‬ٛ‫َٔي‬ٚ ٞٔ‫ؿٔ ِسي‬ٞ‫زَٖبَٓا اغ‬ “Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orangorang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS Ibrahim: 41)

٢‫ب ايٖٓاز‬ َ ‫َٔقَٓاعَرَا‬ٚ ‫َبَٓا‬ُُْٛ‫يَٓا ذ‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫َْٖٓا آَٖٓا ؾ‬٢‫زَٖبَٓا إ‬ “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali-Imran: 16)

َٜٔٔ‫ؿطٔد‬ٞ ُُٞ‫ّ اي‬٢ِٛ‫ك‬ٜ ٞ‫ اي‬٢ًَٜ‫ ع‬ِْٞٔ‫ اْؿُس‬ٚ‫َزب‬ “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS Al-Ankabut: 30)

َ‫ِسُايسٖاسُٔٔني‬ٝ‫ْتَ َػ‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫َا ِزسََُِٓا‬ٚ ‫يَٓا‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫زَٖبَٓا آَٖٓا ؾ‬

177 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Paling Baik.” (QS AlMukminun: 109)

ٕ٤َِٞ‫ غ‬ٌٚٝ‫ه‬٣ًَٜ‫ ع‬ٜ‫ْٖو‬٢‫يَٓا إ‬ٜ ‫ؿٔ ِس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ‫زََْا‬ُْٛ ‫يَٓا‬ٜ ِِ ُِٔ‫ت‬ٜ‫زَٖبَٓا أ‬ “Ya Tuhan kami, sempurnakan bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS AT-Tahrim: 8)

َٜٔٔ‫نتُِبَٓا َ َع ايػٖأٖد‬ٞ ‫ا‬ٜ‫زَٖبَٓا آَٖٓا ؾ‬ “Ya Tuhan kami, kami telah beriman maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran al-qur‟an dan kenabian Muhamad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).” (QS Al-Maidah: 83)

Kedua: Do‘a-do‘a dari sunnah

ِ‫ضتُس‬ ِ ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ اي‬.ٞٔ‫ َاي‬َٚ ًِٖٜٞٔ‫َأ‬ٚ َٟ‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ِٜٞٔٓٔ‫ د‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ١َٝٔ‫يعَاؾ‬ٞ‫َا‬ٚ َٛ‫ؿ‬ٞ َ‫يع‬ٞ‫ ا‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ َُِٜٞٔٓٝٔ ِٔ‫َ َع‬ٚ ٞٔ‫ؿ‬ًَٞ‫ََِٔٔ ػ‬ٚ َٖٟ‫َد‬ٜ ٢ِٔٝ‫ َِٔٔ َب‬ٞٔٓ‫ع‬ٞ ‫ؿ‬ٜ ِ‫ًُِٖٗ اس‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫عَات‬ِٚ ‫َآَِٔٔ َز‬ٚ ،ٞٔ‫زَات‬ِٛ ‫َع‬ . ِٞٔ‫غتَاٍَ َٔ ِٔ َتشِت‬ٞ ‫أ‬ٝ ِٕ ٜ‫و أ‬ ٜ ‫َُٔت‬ٜ‫ِذُ ٔب َعع‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ٞٔ‫ِق‬ٛ‫ؾ‬ٜ ِٔ ََٔٚ ٞٔ‫ َعِٔ غَُٔاي‬َٚ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam urusan agamaku dan duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aku dari segala yang memalukanku dan tentramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari depanku, belakangku, dari kananku dan kiriku, serta atasku. Dan aku berlindung dengan keagungan-Mu dari ancaman yang datang dari arah bawahku.”

178 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ،ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫ اي‬،َْٞٔ‫ بَد‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔٓ‫ًُِٖٗ عَأؾ‬٤‫اي‬ .َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢ “Ya Allah, sehatkanlah badanku, Ya Allah sehatkanlah pendengaranku. Ya Allah sehatkanlah penglihatanku. Tiada Tuhan yang patut disembah selain Engkau.”

.َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ َ٘ إ‬ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٫ٜ ،٢‫كبِس‬ٜ ٞ‫ب اي‬ ٔ ‫َِٔٔ عَرَا‬َٚ ٢‫س‬ٞ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫س‬ٞ‫ؿ‬ٝ‫ه‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran serta siksa kubur, Tiada Tuhan yang yang patut disembah selain Engkau.”

‫ ََا‬ٜ‫عِدٔى‬َٚ َٚ ٜ‫ َعِٗدٔى‬٢ًَٜ‫َْا ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫َْا َعبِدُى‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔٓ‫كَت‬ٞ ًَٜ‫ ػ‬. َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ َٜ٘‫ي‬٢‫ إ‬ٜ٫ ٞٚ‫ِْتَ زَب‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬ ِ‫ؿٔس‬ٞ‫اغ‬ٜ‫ ؾ‬ٞٔ‫ُ بٔرَِْب‬٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬ٜ‫ ٔبٔٓعِ َُتٔو‬ٜ‫يو‬ٜ ُ٤ِٛ‫ُب‬ٜ‫ أ‬،ُ‫ؾَٓ ِعت‬ َ ‫ ََا‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ،ُ‫ ِعت‬ٜٛ ‫ضَت‬ ِ‫ا‬ . َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ٢‫ب إ‬ َ ُِْٛٗ‫ػِؿٔسُ اير‬َٜ ٜ٫ ُْٖ٘٢‫ إ‬،ٞٔ‫ي‬ “Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tiada Tuhan yang patut disembah selain Engkau, Kau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu dan aku tetap pada sumpah dan janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku perbuat. Aku datang kepada-Mu menyatakan pengakuan akan segala nikmat-Mu yang Kau limpahkan kepadaku. Dan aku datang kepada-Mu mengakui segala dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”

٢ٌِ‫ُبؼ‬ٞ‫َََٔٔ اي‬ٚ ،٢ٌَ‫هط‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫يعَذِص‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ ،٢َٕ‫يشَص‬ٞ‫َا‬ٚ َِٚٗ‫ي‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ .٢ٍ‫سدَا‬ٚ ‫س اي‬٢ ِٗ‫ق‬ٜ َٚ ٢ِٜٖٔ‫ ايد‬١َٔ‫ًب‬ٜٜ‫ َِٔٔ غ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،٢ٔ‫ذِب‬ ُ ‫ي‬ٞ‫َا‬ٚ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari duka cita dan kesusahan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, serta dari rasa kikir dan jiwa pengecut. Aku berlindung kepada-Mu dari cengkraman hutang dan penindasan manusia.” 179 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َِٟ‫ِس‬ٝ‫ َػ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٟ‫ُ َْذَاسا‬َٙ‫َآػٔس‬ٚ ٟ‫سا‬ٜ٬ٜ‫ُ٘ ؾ‬ٜٛ‫ض‬ َ ِٚ‫أ‬َٜٚ ،ٟ‫سا‬ٜ٬َ‫ ؾ‬٢َِّٛٝ‫ي‬ٞ‫ٍَٖ َٖرَا ا‬ٚ‫أ‬ٜ ٌَِ‫ًُِٖٗ ا ِدع‬٤‫اي‬ .َُِٔٝٔٔ‫أ ِزسَ َِ ايسٖاس‬ٜ ‫َا‬ٜ ٔ٠‫َاٯػٔ َس‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ايد‬ “Ya Allah, jadikanlah permulaan hari ini kebaikan dan pertengahannya keberuntungan serta akhirnya kesuksesan. Aku berlindung kepada-Mu kebaikan dunia dan akhirat, wahai Yang Maha Pengasih lebih dari mereka yang berhati kasih.”

٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢‫س‬ٜ‫ ايٖٓع‬ٜ٠‫ ٖر‬ٜ‫َي‬ٚ ،ٔ‫ِت‬َُٛ ٞ‫ َبعِدَ اي‬٢‫ِؼ‬ٝ‫ي َع‬ٞ‫َبَ ِسدَ ا‬ٚ ،ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ بَعِدَ اي‬٢َ‫ق‬ٚ‫ ايس‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ ٕ١٤ًٔ‫ٕ َُك‬١َٓ‫ ؾِٔت‬ٜ٫َٚ ٕ٠‫ٔ َُكٔ ٖس‬٤‫ قَسٖا‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ٞٔ‫ ؾ‬،ٜ‫و‬٥ٔ‫كا‬ٜ ٔ‫ ي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٢‫ِم‬ٛ‫ػ‬ ٖ ‫َاي‬ٚ ،٢ِِٜ٢‫س‬ٜ‫ه‬ٞ‫ اي‬ٜ‫و‬٢ٗ‫ ِد‬َٚ .ُُٙ‫ َتػِؿٔس‬٫ٜ ٟ‫ِ ذَِْبا‬ٚ‫أ‬ٜ ١ٟ َ٦ِٝٛٔ َ‫ُتبَ ػ‬ٞ‫ن‬ٜ‫ أ‬ِٚ ‫أ‬ٜ ،ًَٖٜٞ‫ ع‬٣َ‫ ِعتَد‬ُٜ ِٚ‫أ‬ٜ َٟٔ‫أ ِعتَد‬ٜ ِٚ‫أ‬ٜ ،ًَِٜٞ‫ظ‬ٝ‫ أ‬ِٚ ٜ‫ًٔ َِ أ‬ٞ‫ظ‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫أ‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keridhaan terhadap keputusan-Mu, kelapangan hidup setelah mati, kenikmatan memandang wajah-Mu yang mulia dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu, tidak dalam kesusahan yang meyedihkan dan tidak dalam cobaan yang menyesatkan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari menganiaya atau dianiaya atau diserang dan berbuat kesalahan atau dosa yang Engkau tidak ampuni.”

.٢‫يعُُِس‬ٞ‫ٍ ا‬٢ َ‫أ ِزذ‬ٜ ٢ٜ‫ي‬٢‫ ُز ٖد إ‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫و أ‬ ٜ ٔ‫ِذُ ب‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kembali ke masa hidup yang terhina.”

ٞٚٓ‫فِ َع‬٢‫َاؾِس‬ٚ َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٤٫‫إ‬٢ ‫ ِسطََٔٓٗا‬ٜ‫ ٭‬ٟٔ‫ِٗد‬َٜ ٜ٫ ٢‫م‬ٜ٬ِ‫ػ‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫ ا‬٢ٔ‫ط‬ َ ‫ ِس‬ٜ‫ ٭‬ْٞٔٔ‫ًُِٖٗ اِٖد‬٤‫اي‬ .َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬٫٤ ‫إ‬٢ ‫َٗا‬٦ََٝٚ‫ ض‬َٞٚٓ‫فُ ع‬٢‫َؿِس‬ٜ ٜ٫ ‫َٗا‬٦َٝٚ‫ض‬ َ “Ya Allah, tunjukilah aku kepada sebaik-baik perbuatan dan budi pekerti, tiada satupun dapat menunjukinya selain Engkau. Dan jauhkanlah aku dari keburukannya, tiada satupun dapat menjauhkannya selain engkau.” 180 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫زشِق‬٢ ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫ىي‬ٞ ٢‫َبَاز‬ٚ ،ِٟ٢‫ دَاز‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫عِي‬ٚ‫َض‬َٚٚ ،ِٜٞٔٓٔ‫ِ د‬ٞٔ‫ؾًِٔ ِضي‬ٜ‫ًُٗ ِٖ أ‬٤‫اي‬ ٢‫ام‬ٜ‫ك‬ٚ‫َايػ‬ٚ ٢‫ِم‬ٛ‫ط‬ ُ ‫ؿ‬ٝ ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫س‬ٞ‫ؿ‬ٝ‫يه‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،ٔ١َِٓٝ‫َايطٖ ٔه‬ٚ ٔ١٤‫ي‬ٚ‫َاير‬ٚ ٔ١ًٜٞ‫يػَؿ‬ٞ‫َا‬ٚ ٔ٠َٛ‫ط‬ ِ ‫ك‬ٜ ٞ‫ََٔٔ اي‬ ٔ‫ًُِٖٗ آت‬٤‫ اي‬،٢ّ‫ا‬ٜ‫ضِك‬ٜ‫ٔ ا٭‬٤َٚٞ‫َض‬ٚ ٢ّ‫يذُرَا‬ٞ‫َا‬ٚ ٢ِٞ‫َايبُه‬ٚ ِٚٗ‫ ََٔٔ ايؿ‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ،ٔ٤‫َا‬ٜٚ‫َايس‬ٚ ٔ١َ‫َايطٗ ُِع‬ٚ ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،‫َٖا‬ٜ٫ِٛ َ َٚ ‫َٗا‬ٝٗٔ‫َي‬ٚ َ‫ِْت‬ٜ‫ أ‬،‫اَٖا‬٤‫ِسُ َِٔ شَن‬ٝ‫ِْتَ َػ‬ٜ‫ أ‬،‫شَناَِّٖا‬َٚ ‫َاَٖا‬ٛ‫ك‬ٞ َ‫ِ ت‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ . ‫يَٗا‬ٜ ‫ب‬ ُ ‫طَتذَا‬ ِ ُٜ ٜ٫ ٕ٠َٛ ‫دَ ِع‬َٚ ‫ػبَع‬ ِ ‫ َت‬ٜ٫ ٣‫ظ‬ٞ‫َْؿ‬ٚ ،‫ؼِػَع‬َٜ ٜ٫ ٔ‫ب‬ًٜٞ‫َق‬ٚ ،‫ع‬ٜ‫ِٓؿ‬َٜ ٜ٫ ٣ًِٞٔ‫َِٔٔ ع‬ “Ya Allah perbaikilah untukku agama-ku, dan lapangkanlah bagiku tempat kediamanku serta berkahilah untukku rizkiku.” “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keras hati, kelalaian, kehinaan dan kemiskinan. Aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefasikan, pertikaian, rasa ingin tersohor dan rasa ingin dipandang. Aku berlindung kepada-Mu dari tuli. Ya Allah karuniakanlah ketaqwaan pada jiwaku dan sucikanlah ia, karena Engkaulah sebaik-baik dzat yang mensucikannya, Engkaulah Pelindungnya dan Pemiliknya.” “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, hati yang tak khusyu‟, jiwa yang tak puas dan do‟a yang tak terkabulkan.”

‫ ََا‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ُٛ‫أع‬َٜٚ ،ٌُِ‫أع‬ٜ ِِٜ‫ ََا ي‬ٚ‫َِٔٔ غَس‬َٚ ،ُ‫ًت‬َُٞٔ‫ ََا ع‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ .ًِِِٜ‫ع‬ٜ‫ ِِ أ‬ٜ‫ ََا ي‬ٚ‫ََِٔٔ غَس‬ٚ ُ‫عًَُِٔت‬ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku perbuat dan yang belum ku perbuat. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku ketahui dan yang belum ku ketahui.”

٢‫ِع‬َُٝٔ‫د‬َٚ ،ٜ‫ َُٔتو‬ٞ‫ ْٔك‬ٜ٠‫أ‬ٜ ِ‫ؾذ‬َٜٚ ٜ‫َٔتو‬ٝ‫ عَأؾ‬٢ٍٛٗ ‫ش‬ َ َ‫َت‬ٚ ،ٜ‫ ْٔعِ َُٔتو‬٢ٍ‫َا‬ٚ‫ َِٔٔ َش‬ٜ‫ِذُ ٔبو‬ٛ‫أ ُع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٜ‫ٔو‬ٛ‫ؼ‬ َ‫ض‬ َ 181 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lenyapnya nikmat yang Engkau karuniakan, berobahnya kesehatan yang Engkau anugrahkan, kejutan bencana dari-Mu dan dari segala bentuk amarah-Mu.”

ِٕٜ‫ أ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ٢َّ‫َٗس‬ٞ‫َاي‬ٚ ٢‫يشَسَم‬ٞ‫َا‬ٚ ٢‫م‬٢‫يػَس‬ٞ‫ََٔٔ ا‬َٚ ٟٚ‫َايتٖ َسد‬ٚ ٢ِّ‫يَٗد‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ‫أ ُع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٣‫َُع‬ٜ‫و َِٔٔ ط‬ ٜ ‫ِذُ ٔب‬ٛ‫َأ ُع‬ٚ ،ٟ‫ِػا‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ِتَ ي‬َُٛ ‫أ‬ٜ ِٕٜ‫ َِٔٔ أ‬ٜ‫ذُ ٔبو‬ِٛ ‫أ ُع‬َٜٚ ٔ‫ِت‬َُٛٞ‫إُ ٔعِٓدَ اي‬ِٜٖٛٝ‫َ ايػ‬ٜٞٔٓٛ ‫َتؼَٖب‬َٜ .‫طبَع‬ٜ ٢ٜ‫ إي‬ٟٔ‫ِٗد‬َٜ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kehancuran, terjatuh, tenggelam, terbakar dan kesengsaraan masa tua. Aku berlindung kepada-Mu dari sentuhan setan disaat kematian. Aku berlindung kepada-Mu dari kematian karena digigit binatang. Dan aku berlindung kepada-Mu dari rasa rakus yang membawa kepada tabi‟at jahat.‖

َِٔٔ ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬َٜٚ ،ٔ٤‫َا‬ٚ‫ ِد‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ٤‫َا‬ِٖٛ ٜ‫َا٭‬ٚ ٢ٍ‫٭عَُِا‬ٜ ‫َا‬ٚ ٢‫م‬ٜ٬ِ‫٭ػ‬ٜ ‫ا‬ٞ ٔ‫سَات‬ٜ‫ َِٔٔ َُِٓه‬ٜ‫ذُ بٔو‬ِٛ ُ‫أع‬ٜ ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ . ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ‫ا‬ٞ ١َٔ‫غََُات‬َٚ ٚ ‫يعَ ُد‬ٞ‫س ا‬٢ ِٗ‫ق‬َٜٚ ،٢ِٜٖٔ‫ ايد‬١َٔ‫ًب‬ٜٜ‫غ‬ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pekerjaan buruk, perbuatan munkar, hawa nafsu jahat dan penyakit membinasakan. Aku berlindung kepada-Mu dari cengkraman hutang dan penindasan lawan, serta kegembiraan musuh melihatku.”

،ٞٔ‫َٗا َعَاغ‬ِٝ‫ ٔؾ‬ٞٔ‫يت‬٤‫َ ا‬ٟ‫َا‬ُِْٝ‫ د‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ٢‫أَِس‬ٜ ٝ١َُِ‫َ عٔؿ‬ُٖٛ ٟٔ‫ر‬٤‫َ اي‬ِٜٞٔٓٔ‫ِ د‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬ ٢ٌَ‫َا ِدع‬ٚ ،٣‫ِس‬ٝ‫ َػ‬ٌٚٝ‫ ن‬ٞٔ‫ ؾ‬ٞٔ‫ ي‬ٟ٠‫َا َد‬ٜ٢‫ ش‬ٜ٠‫َا‬َٝ‫يش‬ٞ‫ ا‬٢ٌَ‫َا ِدع‬ٚ ،ٟٔ‫َٗا َعَاد‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞٔ‫يت‬٤‫َ ا‬ٞٔ‫ آػٔسَت‬ٞٔ‫ؾًِٔضِ ي‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ َتِٓؿُسِ ع‬ٜ٫َٚ ِْٞٔ‫َاِْؿُس‬ٚ ،ًَٖٜٞ‫ ُتعِٔٔ ع‬ٜ٫َٚ ٞٚٓ‫ ٔع‬ٜ‫ أ‬ٚ‫ زَب‬،ٍّ‫ غَس‬ٌٚٝ‫ َِٔٔ ن‬ٞٔ‫ ي‬ٟ١َ‫ِتَ زَاس‬َُٛ ٞ‫اي‬ ٟ‫ٖاٖا‬ٚ‫أ‬ٜ ،ٜ‫و‬ِٜٝ‫ي‬٢‫ إ‬ٟ‫ؼبٔتا‬ ِ َُ ،ٜ‫يو‬ٜ ٟ‫ازا‬٤‫ غَه‬،ٜ‫يو‬ٜ ٟ‫ازا‬٤‫ ذَن‬ًَٞٔٓٞ‫ًُِٖٗ ادِع‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ ي‬٣ َ‫يُٗد‬ٞ‫سِ ا‬ٚ‫ط‬َٜٚ ْٞٔٔ‫َاِٖد‬ٚ

182 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

،ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫َاِٖدٔ ق‬ٚ ،ٞٔ‫ذت‬ ٖ ‫بتِ ُس‬َٚ‫َث‬ٚ ٞٔ‫َت‬ٛ‫َ ٔدبِ َد ِع‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔ‫َِبت‬ٛ‫طٌِٔ َس‬ٞ‫َاغ‬ٚ ٞٔ‫َِبت‬ٛ‫كبٌِٖ َت‬ٜ َ‫ ت‬ٚ‫ َزب‬،ٟ‫ِبا‬َُٝٓٔ ٟ٢‫ ؾَ ِدز‬ٜ١َُِٝ‫ؼ‬ ٔ‫ض‬ َ ًٌِِٝ‫َاض‬ٚ ،ْٞٔ‫د ِدٔيطَا‬ٚ َ‫َض‬ٚ “Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan pelindung segala urusanku, perbaikilah keadaan duniaku yang merupakan tempat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Jadikanlah hidup ini sebagai tambahan bagiku untuk berbuat segala kebajikan dan jadikanlah kematian sebagai peristirahatan akhir bagiku dari segala kejahatan.” “Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang banyak mengingat-Mu, banyak mensyukuri nikmat-Mu, sangat patuh terhadap perintah-Mu, selalu merendahkan diri di haribaan-Mu dan senantiasa mengadu dan berserah diri kepada-Mu.” “Tuhanku, terimalah taubatku, bersihkanlah dosaku, kabulkanlah do‟aku, kuatkanlah alasanku, tunjukilah hatiku, luruskanlah perkataanku dan lenyapkanlah keburukan hatiku.”

،ٜ‫سَ ْٔعِ َُٔتو‬ٞ‫ غُه‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٔ‫ اي ٗسغِد‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ١َُِٜ٢‫يعَص‬ٞ‫َا‬ٚ ،٢‫٭َِس‬ٜ ‫ ا‬ٞٔ‫ ايجٖبَاتَ ؾ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ٞ ْٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ًُِِٜ‫ ََا َتع‬٢‫ِس‬ٝ‫ َِٔٔ َػ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ‫ ؾَادٔقا‬ٟ‫َٔيطَاْا‬ٚ ،ٟ‫ُِا‬ًَٝٔ‫ ض‬ٟ‫با‬ًٜٞ‫ ق‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٜ‫ ُسطَِٔ ٔعبَادَتٔو‬َٚ .ٔ‫ب‬ِٛ ُٝ‫ي ُػ‬ٞ‫ُّ ا‬٤٬َ‫ِْتَ ع‬ٜ‫َأ‬ٚ ًُِِٜ‫ َُٖٔا َتع‬ٜ‫ضَتػِؿٔسُى‬ ِ ٜ‫َأ‬ٚ ،ًُِِٜ‫ ََا تَع‬ٚ‫ َِٔٔ غَس‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫أ ُع‬َٜٚ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ketetapan hati dalam segala urusan, keteguhan kehendak menuju kebenaran. Aku mohon agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, mengabdi kepada-Mu dengan baik. Aku mohon kepada-Mu kesucian hati, kejujuran kata. Aku mohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang Engkau ketahui, aku mohon ampunan-Mu dari segala kejahatanku yang Engkau ketahui, karena Engkaulah yang mengetahui segala yang ghaib.”

183 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ‫َتَسِى‬ٚ ٔ‫ِسَات‬ٝ‫ؼ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ٔؾعٌَِ ا‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٖ‫ غَس‬ٞٔٓ‫َٔق‬ٚ ،ٟٔ‫ ُزغِد‬ُِٞٔٓ ٢ٗ‫ي‬ٜٞ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬ ٞٔٓ٤‫َؾ‬ٛ‫ؾَت‬ٜ ٟ١َٓ‫ ٔؾِت‬ٜ‫ َزدِتَ بٔٔعبَادٔى‬ٜ‫إذَا أ‬٢َٚ ،ََُٞٔٓ‫َتَ ِسس‬ٚ ٞٔ‫ِٕ َتػِؿٔسَي‬ٜ‫َأ‬ٚ ،َِٔٝ‫ َُطَأن‬ٞ‫َ ُسبٖ اي‬ٚ ٔ‫سَات‬ٜ‫ ُُِٓه‬ٞ‫اي‬ .٣ِٕٛ‫ؿُت‬ٞ َ َ‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ‫ ََِٔٓٗا‬ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫إ‬ “Ya Allah, ilhamkanlah petunjuk kepadaku dan jagalah aku dari kejahatan diriku.” “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar aku dapat berbuat segala kebajikan, dan meninggalkan segala kemunkaran, serta mencintai orang-orang miskin. Aku mohon kepada-Mu limpahan ampunan dan rahmat kepadaku. Aku mohon, apabila Engkau menghendaki untuk menimpakan cobaan kepada seluruh hambaMu, agar Kau pulangkan aku kepada-Mu dalam keadaan selamat dari cobaan itu.”

. ٜ‫و‬ٚ‫ ُسب‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬ٞٔٓ‫ُب‬ٚ‫س‬ٜ‫ُك‬ٜ ٣ٌََُ‫ ع‬ٌٚٝ‫ب ن‬ ٖ ‫َ ُس‬ٚ ،ٜ‫شٔٗبو‬ُٜ َِٔ ٖ‫َ ُسب‬ٚ ،ٜ‫ ُسٖبو‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬ “ Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar aku dapat mencintaimu, mencintai hamba-Mu yang mencintai-Mu, dan mencintai segala perbuatan yang mendekatkanku menuju cinta-Mu.”

،ٞٔٓ‫ِت‬ٚ‫ََثب‬ٚ ،ٔ‫َاب‬ٛ‫ِسَ ايٖج‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ،٢‫ِسَ ايٖٓذَاغ‬ٝ‫ َػ‬َٚ ،ٔ٤‫ِسَ اي ٗدعَا‬ٝ‫َ َػ‬ٚ ،ٔ١ٜ‫ َُطِأي‬ٞ‫ِسَ اي‬ٝ‫ َػ‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ ُِٖٗ إ‬٤ً‫اي‬ ،ٞٔ‫َات‬٦ِٝٛٔ َ‫ؿٔسِ ػ‬ٞ‫َاغ‬ٚ ،ٞٔ‫ت‬ٜ٬َ‫كبٌِٖ ؾ‬ٜ َ‫َت‬ٚ ،ٞٔ‫عِ دَ َزدَات‬ٜ‫َازِؾ‬ٚ ،ْٞٔ‫َُِا‬ٜ٢‫سَكِّلِ إ‬َٚ ،ِٜٞٔٓ٢‫َاش‬َٛ ٌِِّ‫َثَك‬ٚ .ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ َٔ َٔ ا‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ت ا‬ ٔ ‫ ايدٖزَدَا‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu sebaik-baik permintaan, sebai-baik do‟a, sebaik-baik keberuntungan dan sebaik-baik pahala. Tetapkanlah jejakku, beratkanlah timbangan kebaikanku, nyatakanlah imanku, tinggikanlah derajatku, terimalah shalatku dan ampunilah segala kesalahanku. Aku mohon kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.”

184 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

،َُ٘ٓ‫َبَا ٔط‬ٚ َُٙ‫أٖس‬ٜ‫َظ‬ٚ ،َُٙ‫َآػٔس‬ٚ ُٜ٘‫ٖي‬ٚ‫أ‬َٜٚ َُ٘‫َأَع‬ٛ‫ َد‬َٚ َُُ٘ٔ‫َات‬ٛ‫َ َػ‬ٚ ،٢‫ِس‬ٝ‫ؼ‬ َ ٞ‫َاتٔضَ اي‬ٛ‫ؾ‬ٜ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ َ‫س‬ٜٚٗٛ ‫َُت‬ٚ ،ٟ٢‫ ِشز‬ٚ٢ َ‫َتَكَع‬ٚ ،ٟ٢‫س‬ٞ‫عَ ذٔن‬ٜ‫ِٕ تَسِؾ‬ٜ‫ أ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ ََٔٔ ا‬ًُٜٞ‫يع‬ٞ‫تٔ ا‬ٜ‫َاي ٖدزَدا‬ٚ .ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ‫ي‬ٞ‫ َٔ َٔ ا‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ت ا‬ ٔ ‫ اي ٖدزَدَا‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٞٔ‫ ذَِْب‬ٞٔ‫َتػِؿٔسَي‬ٚ ،ٞٔ‫سِد‬ٜ‫ؿ َٔ ؾ‬ ٚ َ‫َُتش‬ٚ ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ق‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala pembuka kebaikan, penutupnya dan semua yang mendatangkannya, awalnya dan akhirnya, lahirnya dan bathinnya, dan aku mohon derajat yagn tinggi dalam surga.” “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar Kau tinggikan namaku, Kau hapus dosaku, Kau sucikan hatiku, dan Kau pelihara kamaluan-ku, serta Kau ampuni dosaku dan ku mohon kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.‖

ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٞٔ‫ك‬ًٞ‫ َػ‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٞٔ‫س‬ِٚ ‫ ُز‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ٟ٢‫ بَؿَس‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ،ٞٔ‫ ضَ ُِع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ‫ى‬٢‫ِٕ ُتبَاز‬ٜ‫ أ‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٔ‫ اي ٖدزَدَات‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٞٔ‫طَٓات‬ َ ‫كبٌِٖ َس‬ٜ َ‫َت‬ٚ ،ًََُٞٔ‫ ع‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ َٟ‫َا‬ِٝ‫ َش‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ًِٖٜٞٔ‫ أ‬ٞٔ‫َؾ‬ٚ ،ٞٔ‫ك‬ًُٝ‫ػ‬ . ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ َٔ َٔ اي‬٢ًُٜ‫يع‬ٞ‫ا‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar kau limpahkan keberkahan pada pendengaranku, penglihatanku, jiwaku, bentuk ciptaku dan akhlakku, serta pada keluargaku, hidupku dan amal perbuatanku. Dan terimalah segala amal kebajikanku. Dan aku mohon kepada-Mu derajat yang tinggi dalam surga.”

.ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ٞ‫ ا‬١َٔ‫غََُات‬َٚ ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫ اي‬٤ِٔٛ‫ض‬ ُ َٚ ٔ٤‫ا‬ٜ‫َ َدزِ ٔى ايػٖك‬ٚ ٔ٤ٜ٬َ‫ب‬ٞ‫ َِٔٔ َدِٗ ٔد اي‬ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُٗ ِٖ إ‬٤‫اي‬ “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari beratnya cobaan, pedihnya kesengsaraan, buruknya keputusan dan kegembiraan musuh melihatku.”

،٢‫بِؿَاز‬ٜ‫َا٭‬ٚ ٔ‫ِب‬ًٛٝٝ‫ك‬ٞ‫فَ اي‬ٚ‫ًُِٖٗ َُؿَس‬٤‫ اي‬. ٜ‫ِٔٓو‬ٜٔ‫ د‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫تِ ق‬ٚ‫ ثَب‬،ٔ‫ب‬ِٛ ًٝٝ‫ك‬ٞ‫ًبَ اي‬ِّٜ‫ًُِٖٗ َُك‬٤‫اي‬ ٜ٫َٚ ‫َٔٓا‬ٛ‫أ ِع‬َٜٚ ‫ٖٓا‬٢ٗ‫ ُت‬ٜ٫َٚ ‫ََِٓا‬٢‫س‬ٞ‫ن‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫ؿَٓا‬ ِ ٝ‫ َتِٓك‬ٜ٫َٚ ‫شدَِْا‬٢ ًُِٖٗ٤‫ اي‬.ٜ‫ َعٔتو‬ٜ‫ طا‬٢ًَٜ‫َِبَٓا ع‬ًٛٝٝ‫فِ ق‬ٚ‫ؾَس‬ .‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ِثٔسِ ع‬٪ُ‫ ت‬٫ٜ َٚ ‫َآثٔسَِْا‬ٚ ،‫سََِٓا‬٢ ِ‫َتش‬ 185 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Ya Allah, yang mengendalikan semua hati, tetapkanlah hatiku diatas agamaMu. Ya Allah, yang mengarahkan semua hati dan penglihatan, arahkanlah hati kami untuk ta‟at kepada-Mu.” “Ya Allah, tambahkanlah kebaikan kepada kami, dan janganlah Kau kurangi, muliakanlah kami, dan janganlah Kau jadikan kami manusia hina, karuniailah kami segala pemberian-Mu, dan janganlah Kau putuskan kami dari pemberianMu, utamakanlah kami, dan janganlah Kau kesampingkan kami.”

ًُِٖٗ٤‫ اي‬، ٔ٠َ‫ابٔ اٯػٔس‬ٜ‫عَر‬َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢ِٟ‫أدٔسَِْا َِٔٔ ػٔص‬َٜٚ ‫ًَِّٗا‬ٝ‫ ن‬٢‫ز‬ِٛ َُ‫٭‬ٝ ‫ا‬ٞ ٞٔ‫طِٔ عَأقبََتَٓا ؾ‬ ٔ ‫ ِس‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫اي‬ ٔ٘ٔ‫ ََا تُبًَِّػَُٓا ب‬ٜ‫ا َعتٔو‬ٜ‫َِٔٔ ط‬َٚ ٜ‫َٔتو‬ٝ‫ؿ‬ ٔ ِ‫َِٔ َع‬ٝ‫ََب‬ٚ ٜ‫َِٓٓا‬ٝ‫ٍُ بٔ٘ٔ َب‬ِٛ ‫ش‬ ُ ‫ََا َت‬

ٜ‫ٔتو‬َِٝ‫يَٓا َِٔٔ َػػ‬ٜ ِِٔ‫قط‬ٞ‫ا‬

‫َْا‬٢‫بِؿَاز‬ٜ‫َأ‬ٚ ‫ضَُِا ٔعَٓا‬ٜ‫ت ِعَٓا بٔأ‬َٚ َٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ٔبَ ايد‬٥‫ؿا‬ َ َ ‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ُٕ بٔ٘ٔ ع‬َٚٛٗ ‫ ََا ُت‬٢ِٔٝ‫َٔك‬ٝ‫ي‬ٞ‫ََٔٔ ا‬َٚ ،ٜ‫َدَٖٓتو‬ ٢ًَٜ‫َاِْؿُسَِْا ع‬ٚ ‫ ََُٓا‬ًٜٜ‫ َِٔ ظ‬٢ًَٜ‫أزََْا ع‬ٞ َ‫َا ِدعٌَِ ث‬ٚ ،‫خَ َٖٔٓا‬٢‫َاز‬ٛ‫ي‬ٞ‫ًَٗا ا‬َٞ‫َادِع‬ٚ ،‫َتَٓا‬َِِٝٝ‫أس‬ٜ ‫ٖأتَٓا ََا‬ٛ‫ق‬ٝ َٚ ‫َِٔٓٓا‬ٜٔ‫ د‬ٞٔ‫َِبَتَٓا ؾ‬ٝ‫ؿ‬ ٔ َُ ٌَِ‫ذع‬ ِ ‫ َت‬ٜ٫َٚ ‫َُٔٓا‬ًٞٔ‫ؼَ ع‬ًِٜ‫ َب‬ٜ٫َٚ ‫َُٓا‬ٚ َٖ َ‫نبَس‬ٞ ٜ‫َا أ‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢ٌَ‫ذع‬ ِ ‫ َت‬ٜ٫َٚ ،ٜ‫َِٔ عَادَاْا‬ . ‫َ ِسسَ َُُٓا‬ٜ ٜ٫َٚ ٜ‫ؾو‬ٝ ‫ؼَا‬َٜ ٜ٫ َِٔ ‫ٔبَٓا‬ُُْٛ‫َٓا بٔر‬ًَِٜٝ‫ ع‬ٞ‫ تُطًَِّط‬٫ٜ َٚ “Ya Allah, baikkanlah kesudahan segenap urusan kami, dan lindungilah kami dari kenistaan hidup di dunia dan siksaan hidup di akhirat. Ya Allah, karuniailah kami rasa takut kepada-Mu yang dapat menghalangi kami dari perbuatan durjana, dan karuniailah kami ketaatan kepada-Mu yang dapat menyampaikan kami ke dalam sorga-Mu. Karuniailah kami keyakinan hati yang dapat meringankan kami dari aneka cobaan dunia. Limpahkanlah kepada kami kenikmatan lewat pendengaran kami, penglihatan kami, dan kekuatan kami selama kami hidup, dan jadikanlah semua itu pewaris dari kami. Jadikanlah balas dendam kami hanya kepada orang-orang yang menganiaya kami dan menangkanlah kami terhadap orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau jadikan dunia ini puncak tujuan kami dan batas pengetahuan kami. Janganlah Engkau jadikan cobaan kami dalam agama kami. Dan janganlah Kau beri kekuasaan orang-orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak mengasihi kami, dikarenakan dosa-dosa kami.” 186 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ١َ ٬ ٜ ٖ‫َايط‬ٚ ،ٍّ‫ بٔس‬ٌٚٝ‫ َِٔٔ ن‬ٜ١َُِٝٔٓ‫ي َػ‬ٞ‫َا‬ٚ ،ٜ‫َِٔ َػِؿٔسَٔتو‬٥‫عَصَا‬َٚ ،ٜ‫ِ ٔدبَاتٔ زَسِ َُٔتو‬َُٛ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ .٢‫ َٔ َٔ ايٖٓاز‬ٜ٠‫َايٖٓذَا‬ٚ ،ٔ١ٖٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ِشَ بٔاي‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫َاي‬ٚ ،ٍّ‫ غَس‬ٌٚٝ‫َٔ ِٔ ن‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala yang mendatangkan rahmat-Mu, segala yang menimbulkan ampunan-Mu, ku mohon keberuntungan dari segala kebajikan, keselamatan dari berbagai kejahatan dan keberuntungan memperoleh sorga serta keselamatan dari api neraka.‖

٤٫َ‫ إ‬ٟ‫ِٓا‬َٜ‫ د‬ٜ٫َٚ َُ٘‫ ٖس ِدت‬ٜ‫ ؾ‬٤٫٢‫ إ‬ٟ‫ َُٖٓا‬ٜ٫َٚ ،َُ٘‫ضتَسِت‬ َ ٤٫‫إ‬٢ ٟ‫ِبا‬ٝ‫ َع‬ٜ٫َٚ ،َُ٘‫سِت‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫ غ‬٤٫٢‫ إ‬ٟ‫َٓا ذَِْبا‬ٜ‫ تَدَعِ ي‬ٜ٫ ًُِٖٗ٤‫اي‬ ٤٫٢‫غْ إ‬٬ ٜ َ‫َٗا ؾ‬ِٝٔ‫يَٓا ؾ‬َٜٚ ٜ‫قا‬٢‫ ز‬ٜ‫يو‬ٜ َٖٞٔ ٔ٠‫َاٯػٔ َس‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢‫ٔر‬٥‫َا‬ٛ‫ َِٔٔ َس‬ٟ١َ‫ سَاد‬ٜ٫َٚ ،ُ٘ َ‫ت‬ِٝ‫ك‬ َ ٜ‫ق‬ َُِٔٝٔٔ‫أ ِزسَ َِ ايسٖاس‬ٜ ‫َا‬ٜ ‫َتَٗا‬ِٝ‫ك‬ َ ٜ‫ق‬ “Ya Allah, janganlah Kau biarkan pada diri kami suatu dosa kecuali Kau ampuni, janganlah Kau biarkan suatu cacat kecuali Kau tutupi, janganlah Kau biarkan kesusahan kecuali Kau bukakan jalan keluar, janganlah Kau biarkan hutang kecuali Kau lunaskan, dan janganlah Kau biarkan hajat duniawi dan ukhrowi yang Engkau ridhoi dan baik bagi kami kecuali Kau penuhi, wahai Yang Maha Pengasih lebih dari mereka yang berhati kasih.”

‫ِٗ ٔبَٗا‬ًُٝ‫َت‬ٚ ٟ٢‫أَِس‬ٜ ‫ََتذَُِعُ ٔبَٗا‬ٚ ،ٞٔ‫ًب‬ٜٞ‫ ٔبَٗا ق‬ٟٔ‫ َتِٗد‬،ٜ‫ َِٔٔ ٔعِٓدٔى‬ٟ١َُِ‫ َزس‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ،ًََُٞٔ‫ ٔبَٗا ع‬ِّٞ‫َتُصَن‬ٚ ،ٞ٢ِٗ‫د‬َٚ ‫ضُ ٔبَٗا‬ٚٝ‫َُتَب‬ٚ ٟٔ‫عُ ٔبَٗا غَأٖد‬ٜ‫َتَسِؾ‬ٚ ٞٔ‫ب‬٥ٔ‫ا‬ٜ‫ ٔبَٗا غ‬ٝ‫غ‬ٜ‫ََتشِؿ‬ٚ ،ٞٔ‫غ ِعج‬ َ .ٕ٤ِٛ‫ض‬ ُ ٌٚٝ‫ ٔبَٗا َِٔٔ ن‬ُُٞٔٓ ٔ‫ََتعِؿ‬ٚ ،ٞٚٓ‫ٔؿَتَٔ َع‬ٞ‫َتَسُدٗ ٔبَٗا اي‬ٚ ،ٟٔ‫ ٔبَٗا ُزغِد‬ُُٞٔٓ ٢ًُٗٞ‫َت‬ٚ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu rahmat dari-Mu, yang dengannya Kau tunjuki hatiku, dengannya Kau satukan segala perkaraku, dengannya Kau kumpulkan urusan-urusanku yang berserakan, dengannya Kau pelihara diriku dikala ku tiada. Dengannya Kau angkat derajatku dikala aku ada, dengannya kau cerahkan wajahku, dengannya kau sucikan perbuatanku, dengannya kau ilhamkan jalanku yang terang, dengannya Kau hindarkan diriku dari segala cobaan, dan dengannya Kau jaga diriku dari berbagai kejahatan.” 187 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٜ١ٜ‫ك‬ٜ‫َُسَاؾ‬َٚ ،ٔ٤‫ػَٗدَا‬ ٗ ‫صٍَ اي‬٢ ‫ َِٓع‬َٚ ٔ٤‫طعَدَا‬ ٗ ‫ِؼَ اي‬ٝ‫ َع‬َٚ ،ٔ٤‫كَا‬ٜ‫ك‬ٞ‫َِّ اي‬َٜٛ َ‫ِش‬ٛ‫ؿ‬ٜ ٞ‫ اي‬ٜ‫يو‬ٜٝ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ .ٔ٤‫٭عِدَا‬ٜ ‫ ا‬٢ًَٜ‫َايٖٓؿِسَ ع‬ٚ ٔ٤‫َا‬ٝ‫ِْٔب‬ٜ‫ا٭‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kemenangan di hari penentuan (kiamat), kehidupan sebagaimana kehidupan orang-orang yang bahagia, martabat sebagaimana martabat para syuhada, dan hidup bersama para nabi serta kemenangan terhadap musuh-musuh.”

،ْ‫غ‬٬ ٜ ٜ‫َِتَبعُُ٘ ؾ‬ٜ ٟ‫َْذَاسا‬ٚ ،٣‫ل‬ًُٝ‫ ػ‬٢ِٔ‫ ُسط‬ٞٔ‫ ؾ‬ٟ‫َُِاْا‬ٜ٢‫َإ‬ٚ ٣ٕ‫َُِا‬ٜ٢‫ إ‬ٞٔ‫ ؾ‬ٟ١ٖ‫ؾش‬ ٔ ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ .ٟ‫َاْا‬ٛ‫ق‬ ِ ٢‫ز‬َٚ ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ٠‫ََػِؿٔ َس‬ٚ ،ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ١َٝ‫عَأٔؾ‬َٚ ٜ‫ َِٔٓو‬ٟ١َُِ‫ َزس‬َٚ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kebenaran dalam iman, keimanan dalam akhlak, kesuksesan yang disertai kebahagiann, limpahan rahmat dan keselamatan serta ampunan dan keridhaan dari-Mu.”

ٜ‫ِذُ بٔو‬ٛ‫ ُع‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫ اي‬،٢‫ َدز‬ٜ‫ك‬ٞ‫قَا بٔاي‬ٚ‫َايس‬ٚ ،٢‫ل‬ًٝٝ‫طَٔ اخل‬ ِ ُ‫س‬َٚ ،ٔ١٤‫يعٔؿ‬ٞ‫َا‬ٚ ٜ١ٖ‫ؿش‬ ٚ ‫ اي‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬ْٞٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٣ِِٝ‫طتَٔك‬ ِ َُ ‫ط‬ ٕ ‫ ؾٔسَا‬٢ًَٜ‫ ع‬ٞٚ‫ٕٖ زَب‬٢‫ إ‬،‫ٔتَٗا‬َٝ‫ؾ‬ ٔ ‫ِْتَ آػٔرْ بَٔٓا‬ٜ‫ أ‬١ٕٖ‫ دَاب‬ٌٚٝ‫س ن‬ٚ َ‫َِٔٔ غ‬َٚ ،ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ‫س‬ٚ َ‫َِٔٔ غ‬ “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kesehatan, kesucian jiwa, pekerti yang baik, dan keridhaan hati menghadapi takdir. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan dari kejahatan setiap yang melata di atas bumi yang hanya Engkaulah penuntunnya. Sesungguhnya Tuhanku selalu berada di jalan yang lurus.”

ْ٤َِٞ‫ غ‬ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ ع‬٢ٜ‫ؼِؿ‬َٜ ٜ٫َٚ ٞٔ‫َت‬ْٜٝٔ٬َ‫ع‬َٚ ِٟٚ‫ُِ ضٔس‬ًِٜ‫ََتع‬ٚ ،ْٜٞٔ‫ ََها‬٣َ‫َتَس‬ٚ ،َٞٔ٬ ٜ ٜ‫ َتطَُِعُ ن‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ًُِٖٗ إ‬٤‫اي‬ ٗ‫ُُكٔس‬ٞ‫ ُُػِؿٔلُ اي‬ٞ‫دٌَُ اي‬َٛ ‫َاي‬ٚ ،ُ‫ِس‬ٝ‫ذ‬ ٔ ‫ ُُطَِت‬ٞ‫ِحُ اي‬ٝ‫طتَٔػ‬ ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ ،ُ‫ِس‬ٝٔ‫ك‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ٔظُ اي‬٥‫َْا ايَبا‬ٜ‫َأ‬ٚ ،ٟ٢‫أَِس‬ٜ َِٔٔ ،٢ٌِٝ‫ُُرِْٔبٔ ايرٖٔي‬ٞ‫ أِبٔتَٗاٍَ اي‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ٌُ إ‬٢ٗ‫ِبَت‬ٜ‫َأ‬ٚ ،٢ٔٝٔ‫ُٔطِ ٔه‬ٞ‫ اي‬ٜ١ٜ‫ َطِأي‬ٜ‫و‬ٝ‫ي‬ٜ‫ضِأ‬ٜ‫ أ‬،ٔ٘ٔ‫ بٔرَِْب‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫فُ إ‬٢‫ ُُ ِعتَس‬ٞ‫اي‬ 188 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

،ُُُِ٘‫و ٔدط‬ ٜ ٜ‫ذٍَٖ ي‬َٚ ،ُُ٘‫قَبت‬ٜ َ‫ ز‬ٜ‫يو‬ٜ ِ‫َ َِٔ ػَكَ َعت‬٤‫ دُعَا‬٢‫ِس‬ٜ٢‫ـٔ ايكٖس‬٥ٔ‫يؼَا‬ٞ‫َ ا‬٤‫ ُدعَا‬ٜ‫ِى‬ٛ‫أ ِد ُع‬َٜٚ . ًِ‫ض‬ٚ ٘‫ؾشب‬ٚ ٘‫ آي‬٢ً‫ع‬ٚ ‫دْا حمُد‬ٝ‫ ض‬٢ً‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬ٚ ُُ٘‫ؿط‬ٝ ِْٜ‫و أ‬ ٜ ‫ي‬ٜ َِٔ‫ َزغ‬َٚ “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar pembicaraanku, Melihat tempat ku berada, Mengetahui yang rahasia dan yang nyata dariku, dan tiada suatupun dari keadaanku yang luput dari pengetahuan-Mu. Aku ini hamba-Mu yang hina lagi kekurangan, yang mengharap pertolongan dan perlindungan, yang cemas dan takut, serta mengakui segala dosanya di keharibaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sebagai orang miskin yang meminta-minta, aku tunduk dihadapanMu sebagai orang yang berdosa lagi hina, dan ku tengadahkan do‟a kepada-Mu sebagai orang yang dicekam rasa takut dan marabahaya, sebagai orang yang patuh, tunduk dan takluk di keharibaan-Mu.”

189 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB VIII

QIYAMULLAIL DAN TADABUR AL-QUR’AN

A. Qiyamullail dan Keutamaannya 1. Qiyamullail dan Kelezatan Bermunajat Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa nikmat di kala munajat dengan Penciptanya di keheningan malam. Karena waktu malam, di saat kebanyakan manusia tertidur pulas, adalah waktu yang spesial untuk berdo‘a, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta.

‫ا‬ًٟٝٔ‫َُك‬َٛ ‫ق‬ٜٞ‫َأ‬ٚ ‫عّٰا‬ٞ‫َط‬ٚ ٗ‫أغَد‬ٜ َ٢ٖٔ ٢ٌِٝ‫ي‬٤‫ ٱ‬ٜ١َ٦‫غ‬ ٔ ‫ ٖٕ َْا‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6) Lebih dari itu, pada malam hari terdapat rahasia agung, di mana ada satu waktu yang semua do‘a akan dikabulkan, baik do‘a yang berkaitan dengan kebaikan dunia, maupun kebaikan akhirat. Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ا‬٤‫ي‬٢‫ٔ إ‬٠َ‫آػٔس‬ٞ‫َاي‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫ ايد‬٢‫أَِس‬ٜ َِٔٔ ‫ِسّا‬ٝ‫َ٘ َػ‬٤ً‫ٍُ اي‬ٜ‫َطِأ‬ٜ ًِِْٔ‫كَٗا َزدٌُْ َُط‬ٝ ٔ‫َاؾ‬ُٜٛ ‫ا‬ٜ‫ ي‬ٟ١َ‫طَاع‬ٜ‫ ي‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬ٞٔ‫ٕٖ ؾ‬٢‫إ‬ ٕ١ًِٜٜٝ‫ ٌٖ ي‬ٝ‫و ن‬ ٜ ٔ‫ذَي‬َٚ ُٙ‫ٖا‬ٜ٢‫ُ إ‬ٙ‫ا‬ٜٛ‫أ ِع‬ٜ “Sesungguhnya di waktu malam terdapat suatu saat, tidaklah seorang muslim mendapati saat itu, lalu dia memohon kebaikan kepada Allah „azza wajalla baik kebaikan dunia maupun akhirat, kecuali Allah akan memperkenankannya. Demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Muslim) Dalam hadist yang lain disebutkan, bahwa waktu malam yang paling baik bagi seorang hamba adalah pada sepertiga malam terakhir; 190 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

karena pada waktu ini, Allah berada paling dekat dengan hamba-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,

ََُِٔٔ َِٕٛ‫ه‬ٝ َ‫ِٕ ت‬ٜ‫عِتَ أ‬ٜٛ ‫ضَت‬ ِ ‫ ا‬٢ٕ٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬،٢‫آػٔس‬ٞ‫ اي‬٢ًٌِٝ٤‫ِفٔ اي‬ٛ‫ َد‬ٞٔ‫ َعبِدٔ ؾ‬ٞ‫ُِٕ ايسٖبٗ ََٔٔ اي‬ٛ‫ه‬ٝ َٜ ‫ َسبُ ََا‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬ .ِٔٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬١َٔ‫و ايطٖاع‬ ٜ ًٞٔ‫ ت‬ٞٔ‫ ُس اهلل ؾ‬ٝ‫َرِن‬ٜ “Keadaaan paling dekat antara Rabb dengan hamba-Nya adalah pada waktu separuh malam terakhir. Oleh karena itu, jika engkau bisa menjadi orang yang berdzikir kepada Allah ketika itu maka lakukanlah.‖154

َُِٔٝ‫ِي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ ٢‫ِس‬ٝ‫٭ ٔػ‬ٜ ‫حُ ا‬ًُٝ‫ ث‬٢ٜ‫َبِك‬ٜ َِٔٝ‫َا ٔس‬ِْٝٗ‫ٔ ايد‬٤‫ ايطَُٖا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ٕ إ‬١ًِٜٝ‫ي‬ٜ ٌٖٝ‫ ن‬٢ٜ‫ََتعَاي‬ٚ ٜ‫ٍُ زَٗبَٓا َتبَازَى‬٢‫ِٓص‬َٜ ُٜ٘‫ب ي‬ َ ِٝٔ‫ضتَذ‬ ِ ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ ِ ِْٔٛ‫َدِ ُع‬ٜ َِٔ ُٜ٘‫ؿٔ َس ي‬ٞ‫أغ‬ٜ ٜ‫ِ ؾ‬ُْٞٔ‫طَتػِؿٔس‬ ِ َٜ َِٔ َُ٘ٝٛٔ ‫ ِع‬ٝ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٞ ِ ٔٓ‫ي‬ٜٝ‫طِأ‬َٜ “Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam pada sepertiga malam yang terakhir, kemudian berfirman: “Barang siapa berdo‟a kepada-Ku akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku akan Aku beri, barang siapa memohon ampun kepadaku akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim) 2. Qiyamullail dan Tradisi Salafusshalih (

)

Kebiasaan qiyamullail adalah warisan nilai agung yang merupakan tradisi orang-orang shaleh yang telah diwariskan para Nabi terdahulu. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

٢َٔ‫ ع‬٠‫ ََِٓٗا‬َٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠١َ‫سِب‬ٝ‫ ق‬٢ٌِٝ٤ً‫َاَّ اي‬ٝ‫ٕٖ ٔق‬٢‫َإ‬ٚ ، ِِٝ‫ه‬ًِٜ‫قب‬ٜ َ‫بُ ايؿٖأيشٔني‬ٜ‫ُْٖ٘ دَأ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٢ّ‫َا‬ٝ‫ِِ بٔٔك‬ٝ‫ِه‬ًٜٝ‫ع‬ "ٔ‫ذطَد‬ َ ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ئًدٖا‬٠‫ َس َد‬ََٞٛٚ ٔ‫َات‬٦ٝٚ‫ط‬ ٖ ًٔ‫ؿٔ ْريي‬ٞ‫َتَه‬ٚ ، ٢ِِ‫ث‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬ “Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Kerjakanlah Qiyamul Lail sebab ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu pada zaman dahulu. Ia juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta‟aala, sebagai

154 Hadits shahih, riwayat Tirmidzi (no. 3579), Abu Dawud (no. 1277), dan An-Nasa’i (no. 572), dari jalur ‘Amru bin Abasah radhiyallahu’anhu

191 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

penebus amal keburukan-keburukanmu, pencegah dosa dan penangkal penyakit pada badan.” (HR. Tirmidzi) Allah berfirman,

‫ َُعّا‬ٜ‫َط‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ِؾ‬ٛ‫َٕ زَٖبُِِٗ َػ‬ُٛ‫َ ِدع‬ٜ ٢‫َُكَادٔع‬ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ُبُِِٗ ع‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ٜ‫َتَتذَاؾ‬ “Lambung-lambung mereka jauh dari pembaringan (karena qiyamullail), mereka berdo‟a kepada Rabb mereka dalam keadaan takut dan berharap kepadaNya.” (QS. As-Sajadah: 16)

٢ٌٔ٥‫طا‬ ٖ ًٓٔ‫ ي‬ٙ‫ِِ سَل‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٞٔ‫َؾ‬ٚ َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬ ِ َٜ ُِِٖ ‫ز‬٢ ‫ضشَا‬ ِ ٜ‫أ‬ٞ‫َبٔاي‬ٚ َُٕٛ‫ِٗذَع‬َٜ ‫ ََا‬٢ًٌِٝ٤‫ا ََٓٔٔ اي‬ًًٟٜٝٔ‫ا ق‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ن‬ ٢ُّٚ‫ َُشِس‬ٞ‫َاي‬ٚ “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam (karena qiyamullail); Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada hartaharta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzaariyaat: 17-19) Tradisi qiyamullail tersebut harus kita teladani dan dijaga agar tetap lestari dan istiqamah. Karena ketika tradisi ini diabaikan, maka yang terjadi adalah lemahnya jiwa dan mundurnya kekuatan kaum muslimin. Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah mengingatkan hal itu dalam sabdanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‗Amr bin al-‗Ash, ia berkata, ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berkata kepadaku:

.٢ًٌِٝ٤‫َا َّ اي‬ٝ‫ى ٔق‬ٜ َ‫ؾتَس‬ٜ ٌَ ًِٝ٤‫ُِّ اي‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ ن‬،٣ٕٜ٬ٝ‫هِٔ َٔجٌَِ ؾ‬ٝ َ‫ ت‬٫ٜ ٔ‫َا َعبِدَ اهلل‬ٜ “Wahai 'Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, sekarang dia meninggal-kan shalat malam.” (Muttafaq 'alaih) 3. Fadhilah Qiyamullail Qiyamullail memiliki keutamaan yang banyak dalam Islam, diantaranya adalah, 192 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

a. Qiyamullail adalah pilar calon penghuni syurga Allah Ta‟ala berfirman:

‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫طٓٔنيَ ن‬ ٔ‫ش‬ ِ َُ ٜ‫قبٌَِ ذَئو‬ٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َُِِْٓٗ ن‬٢‫َٔ ََا آتَاُِِٖ زَٓبُُِِٗ إ‬ٜٔ‫ آػٔر‬٣ُٕٛٝ‫ ُع‬َٚ ٕ‫ َدَٓٓات‬ٞٔ‫ ُُتَٓكٔنيَ ؾ‬ٞ‫َٕٓ اي‬٢‫إ‬ ٢ٌٔ٥‫طَا‬ ٓ ًٔ‫ِِ سَلْٓ ي‬٢ٗ‫َأي‬َِٛ‫أ‬ٜ ٞٔ‫َؾ‬ٚ َُٕٚ‫طَتػِؿٔس‬ ِ َٜ ُِِٖ ٢‫ضشَاز‬ ِ ‫َبٔا٭‬ٚ َُٕٛ‫ذع‬ َ َِٜٗ ‫ ََا‬٢ًٌِٜٝٓ‫ ََٔٔ اي‬٬ًٜٝٔ‫ق‬ ٢ُّٚ‫ َُشِس‬ٞ‫َاي‬ٚ “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (Surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhirakhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzaariyaat: 15-19) b. Qiyamullail adalah amalan ibadah sunah yang paling afdhal setelah ibadah fardu Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٠ٝ‫ا‬ًَٜ‫ٔ ؾ‬١َ‫ك‬ٜ٢‫س‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ٔ َبعِدَ اي‬٠‫ا‬ًٜٖ‫كَ ٌُ ايؿ‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫أ‬ “Seutama-utama shalat sesudah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim) c. Orang yang mendirikan qiyamullail dicatat sebagai ad-dzakirin dan addzakirat (orang yang berdzikir).

َٜٔ٢‫ ايرٖانٔس‬ٞٔ‫نٔتبَا ؾ‬ٝ ‫عّا‬َُٝٔ‫ د‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ ز‬٢٤ًَ‫ِ ؾ‬ٜٚ‫َا أ‬ًٝ٤َ‫ؿ‬ٜ‫ ؾ‬٢ٌِٝ٤ً‫ُ٘ َِٔٔ اي‬ًِٜٖٜ‫ اي ٖسدٌُُ أ‬ٜ‫غ‬ٜ‫ِك‬ٜٜ‫إذَا أ‬٢ ٔ‫َايرٖانٔسَات‬ٚ “Apabila seorang suami membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat bersama sebanyak dua raka‟at, maka mereka berdua akan dicatat 193 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

termasuk dalam golongan lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah.”. (HR. Abu Dawud) d. Qiyamullail dapat melepaskan ikatan syetan

٪ٕ٠‫ َد‬ٞ‫ٌٖ عُك‬ٝ‫ب ن‬ ُ ٢‫َكِس‬ٜ ٕ‫د‬ٜ‫اخَ عُك‬ًَٜ‫ َْاَّ ث‬َٛ ُٖ ‫إذَا‬٢ ِِ ٝ‫أسَدٔن‬ٜ ‫ع‬ ٢ ٞ‫ٔ زَأ‬١َٝ‫أؾ‬ٜ‫ ق‬٢ًَٜ‫إُ ع‬ِٜٛٝ‫ػ‬ ٖ ‫عِكٔ ُد اي‬َٜ ٜ‫َقٖأ‬ٛ‫ِٕ َت‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٠َ‫د‬ٞ‫تِ عُك‬٤ًَ‫َ٘ اِْش‬٤ً‫سَ اي‬ٜ‫رَن‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫غ‬ٜ‫ِك‬ٝ‫ضَت‬ ِ ‫ِٕ ا‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬. ِ‫د‬ٝ‫ازِق‬ٜ‫ٌْ ؾ‬ٜ٢ٜٛ‫ٌِْ ط‬ٝ‫ي‬ٜ ٜ‫ِو‬ًَٜٝ‫ع‬ َ‫ؾبَض‬ ِ ٜ‫ا أ‬٤‫ي‬٢‫َإ‬ٚ ٢‫ظ‬ٞ‫بَ ايٖٓؿ‬ٜٝٚ‫ا ط‬ٟٛٝٔ‫ؾبَضَ َْػ‬ ِ ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬٠‫ َد‬ٞ‫ًتِ عُك‬٤َ‫ اِْش‬٢٤ًَ‫ِٕ ؾ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٠‫ َد‬ٞ‫ًتِ عُك‬٤َ‫اِْش‬ َٕ‫ا‬ًِٜ‫نط‬ٜ ‫ظ‬ ٢ ٞ‫ح ايٖٓؿ‬ َ ٝٔ‫َػب‬ “Setan mengikat tengkuk kepala seseorang dari kalian saat dia tidur dengan tiga tali ikatan, dimana pada tiap ikatan tersebut dia meletakkan godaan, “Kamu mempunyai malam yang sangat panjang maka tidurlah dengan nyenyak. ” Jika dia bangun dan mengingat Allah maka lepaslah satu tali ikatan, jika dia berwudhu maka lepaslah tali yang lainnya, dan jika dia mendirikan shalat maka lepaslah seluruh tali ikatannya sehingga pada pagi harinya dia akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan jiwa. Namun bila dia tidak melakukan itu, maka pagi harinya jiwanya menjadi jelek dan menjadi malas beraktifitas.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) e. Qiyamullail dapat meninggikan derajat di dunia dan di surga

‫د‬ُُِٛ‫ َٓش‬ٟ‫اَا‬ٜ‫ َك‬ٜ‫ زَٓبُو‬ٜ‫َِب َعجَو‬ٜ ٕٜ‫ أ‬٢َ‫ َعط‬ٜ‫ٓو‬ٜ‫ ي‬١ٟ ًٜٔ‫ؾَت َٗذَٓدِ بٔٔ٘ َْاؾ‬ٜ ٢ًٌِٜٝٓ‫َٔ َٔ اي‬َٚ “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.‖ (Qs. al-Isra’: 79)

194 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٝ‫أعَدَٖٖا اهلل‬ٜ ،‫َٖا‬٢‫أٖس‬ٜ‫َبَا ٔطَٔٓٗا َِٔٔ ظ‬ٚ ‫أٖسَُٖعا َِٔٔ بَا ٔطَٔٓٗا‬ٜ‫ ظ‬٣َ‫ُس‬ٜ ‫ا‬ٟ‫سِؾ‬ٝ‫ٔ غ‬١ٖٓ‫ذ‬ َ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫إٕٖ ؾ‬ ُ‫َايٖٓاع‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫ بٔاي‬٢٤ًَ‫َؾ‬ٚ ،َّ‫َا‬ٝٔ‫ؿ‬ ٓ ‫أدَاَّ اي‬َٜٚ ،َّٜ٬ٜ‫ه‬ٞ‫َٕ اي‬ٜ٫ٜ‫َأ‬ٚ ،َّ‫عَا‬٤ٛ‫طعََِ اي‬ٞ ٜ‫ ئ َُِٔ أ‬٢ٜ‫َتعَاي‬ .ّْ‫َا‬ْٝٔ “Sesungguhnya di dalam Surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar. Allah Ta‟ala menyediakannya bagi orang yang suka memberi makan, melunakkan perkataan, senantiasa berpuasa, dan shalat malam pada saat manusia tidur.” (HR. Thabrani) 4. Qiyamullail dan Kesehatan Jiwa Sebuah penelitian ilmiah telah membukikan bahwa qiyamullail dapat membebaskan seseorang dari berbagai penyakit, khususnya penyakit jiwa. Mohammad Sholeh, dalam Disertasinya yang berjudul “Pengaruh Shalat Tahajjud terhadap Peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi”, mengungkapkan hasil penelitiannya terhadap 51 siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Dari 51 siswa hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan shalat tahajud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi tinggal 19 siswa yang bertahan shalat tahajud selama dua bulan. Shalat dimulai pukul 02-00 hingga 3:30 sebanyak 11 rakaat. Selanjutnya hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya, yaitu laboratorium Paramita, Prodia dan Klinika. Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin qiyamullail secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak mengamalkan qiyamullail. Mereka yang rajin dan ikhlas qiyamullail memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. Qiyamullail selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif yang

195 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

efektif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress dan gangguan penyakit jiwa.155 Hasil penelitian Prof. Dr. Muhammad Sholeh tersebut, dapat diterima secara aqli dan naqli. Secara aqli dapat dilihat pada ruhani yang sehat akan mempengaruhi pada kesehatan jasmani, sehingga orang yang terbiasa mengamalkan qiyamullail, secara ruhani akan selalu terjaga kesehatan jiwanya, dan secara jasmani akan berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan fisiknya. Adapun secara naqli, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

٢َٔ‫ ع‬٠‫ ََِٓٗا‬َٚ ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ٜ‫ي‬٢‫ إ‬٠١َ‫سِب‬ٝ‫ ق‬٢ٌِٝ٤ً‫َاَّ اي‬ٝ‫ٕٖ ٔق‬٢‫َإ‬ٚ ، ِِٝ‫ه‬ًِٜ‫قب‬ٜ َ‫بُ ايؿٖأيشٔني‬ٜ‫ُْٖ٘ دَأ‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٢ّ‫َا‬ٝ‫ِِ بٔٔك‬ٝ‫ِه‬ًٜٝ‫ع‬ "ٔ‫ذطَد‬ َ ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ٔ ع‬٤‫ئًدٖا‬٠‫ َس َد‬ََٞٛٚ ٔ‫َات‬٦ٝٚ‫ط‬ ٖ ًٔ‫ؿٔ ْريي‬ٞ‫َتَه‬ٚ ، ٢ِِ‫ث‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬ “Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Kerjakanlah Qiyamul Lail sebab ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu pada zaman dahulu. Ia juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta‟aala, sebagai penebus amal keburukan-keburukanmu, pencegah dosa dan penangkal penyakit pada badan.” (HR. irmidzi) Qiyamullail adalah bagian dari pendidikan jiwa (tarbiyah ruhiyah) yang akan membentuk kekuatan ruhani pada diri seseorang, sehingga terbentuklah pribadi yang tangguh dan optimis. Pribadi yang tangguh akan selalu berjiwa besar, dan pantang menyerah, serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi cobaan. Dengan demikian, seberat apapun beban cobaan yang dihadapinya, akan terasa menjadi lebih ringan. Hal itu sebagaimana yang terjadi pada diri Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, yaitu ketika pada masa awal dalam mengemban risalah kenabian, Rasulullah dihadapkan dengan cobaan yang amat berat, sehingga salah satu solusi yang ditawarkan oleh Allah adalah qiyamullail. Korelasinya adalah dengan qiyamullail ruhani akan menjadi kuat dan tangguh, sehingga mampu menghadapi segala cobaan, walaupun cobaan itu berat,

155 Penjelasan lebih lanjut, silahkan baca Mohammad Sholeh, Terapi Salat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit, Penerbit Hikmah Populer, 2007.

196 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

akan menjadi ringan bagi orang yang jiwanya tangguh. Hal itu sebagaimana Allah jelaskan dalam firmanya,

‫ إ‬،َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ٌ اي‬٢ ٓٔ‫زَت‬َٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫شدِ ع‬٢ ِٜٚ‫أ‬، ‫ا‬ًًٟٜٝٔ‫ـِ َُِٔٓ٘ ق‬ٝ‫ اِْك‬٢ٚ‫أ‬ٜ ُٜ٘‫ْٔؿِؿ‬،‫ا‬ًًٟٜٝٔ‫ٓا ق‬ٜ‫ي‬٢‫ٌَِ إ‬ًٜٝٓ‫ اي‬٢ِٝ‫ُُ ٓصٌََُٔٓ ق‬ٞ‫َُٗا اي‬ٜٜٓ‫َا أ‬ٜ ‫ا‬ًٟٝٔ‫ا ثَك‬ٟ‫ِي‬ٛ‫ق‬ٜ ٜ‫و‬ًَِٜٝ‫ ع‬ٞٔ‫ك‬ًُٞٓ‫ض‬ َ ‫َْٓا‬ “Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Aku akan mengembankan kepadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 1-4) Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan qiyamullail, bahkan qiyamullail telah menjadi rutinitas beliau yang untuk setiap malamnya. Dari Aisyah Radhiallahu „Anha berkata: "Bahwasannya Rasulullah Shalallaahu „Alaihi Wa „Ala Alihi Wa Sallam senantiasa melakukan qiyamullail sampai pecah-pecah (bengkak) kedua kakinya, lalu akupun berkata kepada Beliau: "Mengapa Anda lakukan ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa anda yang lalu dan yang akan datang?" Beliau Shallallaahu „Alaihi Wa „Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ―Aku hanya ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur.‖ (HR. Bukhari dan Muslim) 5. Kiat-Kiat Agar Mudah Qiyamullail Qiyamullail memerlukan kesungguhan (mujahadah). Dengan mujahadah, akan melahirkan sebuah tekad yang gigih, sehingga mudah bagi kita untuk merealisasikan qiyamullail dengan izin Allah. Berikut ini kiat-kiat agar kita mudah untuk mengamalkan qiyamullail, yaitu: a. Memahami keutamaan qiyamullail, sebagaimana yang telas dijelaskan dalam pembahasan di atas. b. Membangkitkan 'azzam (keinginan Kuat) untuk bangun shalat malam. c. Mempersiapkan diri untuk tidur di awal waktu. d. Berusaha meninggalkan maksiat, dosa dan perbuatan bid'ah. Karena 197 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

semua itu melemahkan keimanan, sehingga mengakibatkan malas beribadah. Al-Imam Hasan Al-Bashri pernah menegaskan: ―Sesungguhnya orang yang telah melakukan dosa, akan terhalang dari qiyamullail. ‖ Ada seseorang yang bertanya: ―Aku tidak dapat bangun untuk untuk qiyamullail, maka beritahukanlah kepadaku apa yang harus kulakukan?‖ Beliau menjawab: ―Jangan engkau bermaksiat (berbuat dosa) kepada-Nya di waktu siang, niscaya Dia akan membangunkanmu di waktu malam‖. Sufyan Ats-Tsauri berkata, ―Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.‖ e. Makan malam jangan kekenyangan, karena terlalu kenyang menyebabkan susah untuk bangun dari tidur. f. Membuat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program qiyamullail berjama‘ah, sehingga dengan amal jama‘i ini akan lebih menggugah semangat beribadah. g. Berdo‘a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Agar dipermudah dalam beribadah qiyamullail ini. B. Tadabbur Al-Qur‘an 1. Perintah membaca Al-Qur‘an dan istiqamah di dalamnya Al-Qur`an adalah kalamullah, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam selama 23 tahun. Ia adalah kitab suci umat Islam yang merupakan sumber petunjuk dalam beragama dan pembimbing dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur`an, menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca Al-Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, kemudian diteruskan dengan tadabbur, yaitu dengan merenungkan dan memahami maknanya sesuai petunjuk salafus shalih, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dilanjutkan dengan mengajarkannya. Di samping itu, kita juga dianjurkan menghapalnya dan menjaga hapalan tersebut agar jangan terlupakan, karena hal itu merupakan salah 198 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

satu bukti nyata bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berjanji akan menjaga Al-Qur`an dari perubahan dan penyimpangan seperti kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan salah satu bukti terjaganya Al-Qur'an adalah tersimpannya di dada para penghapal al-Qur'an dari berbagai penjuru dunia, bangsa arah dan ajam (non arab).156 Perintah tersebut, sebagaimana terdapat dalam firman Allah berikut ini,

ٔ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫و‬ِٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞ َ ٔ‫س‬ٚٝ‫أتٌُِ ََا أ‬ “Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabbmu)Al-Qur'an.‖ (QS. al-Kahfi: 27)

ٔ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ َٔ َٔ اي‬ٜ‫ِو‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ إ‬ٞ َ ٔ‫س‬ٚٝ‫اتٌُِ ََآأ‬ “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (alQur'an).” (QS. Al-'Ankabut: 45)

ََٔٔ َٕٛٝ‫ن‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫تُ أ‬٣‫أَٔس‬َٝٚ ٕ٤ِ٢َ‫ٌٗ غ‬ٝ‫ُ٘ ن‬ٜ‫َي‬ٚ ‫ سَسََٖٗا‬ٟٔ‫ر‬٤‫ٔ اي‬٠‫ َد‬ًَٞ‫يب‬ٞ‫ٔ ا‬ٙٔ‫أ ِعبُدَ َزبٖ َٖر‬ٜ ِٕٜ‫أَٔسِتُ أ‬ٝ ‫َُْٖآ‬٢‫إ‬ َٕ‫َا‬٤ِ‫س‬ٝ‫ك‬ٞ‫َا اي‬ًِٛٝ‫ت‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫َأ‬ٚ .َ‫ ُُطًُِٔٔني‬ٞ‫اي‬ “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". Dan supaya aku membacakan Al-Qur'an (kepada manusia).” (QS. an-Naml: 91-92) Dari penjelasan ayat di atas, memerintahkan pada kita kaum muslimin agar senantiasa akrab dengan bacaan Al-Qur‘an; karena di dalamnya mengandung kebaikan di dunia dan akhirat. Lebih dari itu, membaca Al-Qur‘an dan kegiatan menghafalnya, merupakan faktor penting untuk menjaga keutuhan dan keaslian Al-Qur`an dari perubahan dan campur tangan manusia, seperti yang menimpa kitab156 Muhammad Iqbal Ahmad Gazali, Keutamaan Membaca dan Menghafal al-Qur`an, Pustaka Islamhaose, 2010, hlm. 2

199 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

kitab sebelumnya. Demikian juga, tilawah Al-Qur‘an juga mendorong dalam membentuk persatuan kaum muslimin secara bahasa, memperkuat persatuan agama Islam, dan memudahkan sarana komunikasi di antara mereka serta memperkokoh barisan mereka. 2. Tradisi generasi salafusshalih dalam membaca Al-Qur‘an Kalau kita membaca sejarah umat ini, maka akan kita jumpai dari mereka suatu keteladanan yang agung, di mana para generasi salafus shalih senantiasa akrab dengan bacaan Al-Qur‘an, bahkan mereka memiliki rutinitas amalan tilawah untuk setiap harinya. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam hadist berikut ini,

٢ْٓٔ٢‫ « إ‬-ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫اٍَ ق‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬٢‫ زق‬٢َ‫ض‬َُٛ ٢ٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬ َِٔٔ ُِِٗ‫ي‬ٜ٢‫فُ ََٓاش‬٢‫أعِس‬َٜٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫َٕ بٔاي‬ًُٛٝ‫َدِػ‬ٜ َ‫ سٔني‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ٔٓنيَ بٔاي‬ٜ٢‫غعَس‬ ِ ٜ‫ٔ ا٭‬١ٜ‫ك‬ٞ‫َاتَ زُؾ‬ٛ‫ؾ‬ ِ ٜ‫فُ أ‬٢‫٭عِس‬ٜ ‫ا بٔايََٓٗاز‬ٛٝ‫يُِِٗ سٔ َني َْصَي‬ٜ٢‫أزَ ََٓاش‬ٜ ِِٜ‫ت ي‬ ُ ِٓٝ‫ ِٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ٢ًٌِٜٝٓ‫ بٔاي‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ِِ بٔاي‬٢ٗ‫َأت‬ٛ‫ؾ‬ ِ ٜ‫أ‬ “Abu Musa Al Asy‟ary Radhiyallahu 'anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suara kelompok orang-orang keturunan Asy‟ary dengan bacaan Al Quran, jika mereka memasuki waktu malam dan aku mengenal rumah-rumah mereka dari suarasuara mereka membaca Al Quran pada waktu malam, meskipun sebenarnya aku belum melihat rumah-rumah mereka ketika mereka berdiam (di sana) pada siang hari.‖ (HR. Muslim) Sebagai penguat hadist di atas, Ali Al-qari dalam kitab Mirqat Al Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, meriwayatkan kebiasaan para sahabat yang istiqamah dalam mengamalkan tilawah Al-Qur‘an pada setiap malam, sehingga terdengar suara mereka seperti suara segerombolan lebah.

ٌ‫ ايٓش‬ٟٚ‫ ايكسإٓ ند‬٠٤‫قسا‬ٚ ًٌٝٗ‫ايت‬ٚ ‫ض‬ٝ‫ بايتطب‬ٞ‫ت ػؿ‬ٛ‫ؾ‬

200 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Suara yang lirih berupa ucapan tasbih (Subhanallah), tahlil (Laa Ilaaha Illallah), dan bacaan Al Quran seperti dengungannya lebah.‖157 Di dalam Atsar yang lain, dari Utsman bin Affan berkata: Jikalau hati kamu bersih niscaya kamu tidak pernah kenyang dari membaca Kalamullah. ―Itulah penyebab mereka selalu membaca Al-Qur`an dan menjaga wirid bacaan (hizib) mereka. Hasan al-Bashri Rahimahullah berkata: "Carilah kenikmatan dalam tiga perkara: shalat, Al-Qur`an dan do‘a. Jika kamu mendapatkannya maka pujilah Allah SWT atas hal itu, dan jika kamu tidak mendapatkannya maka ketahuilah bahwa pintu kebaikan telah ditutup atasmu.‖158 Imam an-Nawawi Rahimahullah berkata: "Sepantasnya seseorang menjaga rutinitas dan memperbanyak membaca al-Qur`an. Para salaf mempunyai kebiasaan yang bervariasi dalam mengkhatamkan al-Qur`an. Ibnu Abi Daud meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa di antara mereka ada yang mengkhatamkan setiap dua bulan, ada yang setiap bulan, ada yang setiap sepuluh hari. Dan dari sebagian mereka ada yang mengkhatamkan setiap delapan hari, dan dari kebanyakan mereka adalah mengkhatamkan al-Qur`an setiap tujuh malam. Dan dari sebagian mereka ada yang mengkhatamkan setiap tiga hari. Dan yang terbaik bahwa hal itu berbeda menurut tugas dan kewajiban seseorang. Apabila dengan pelan ia bisa memahami makna dan tafsirnya secara baik, maka hendaklah ia membaca menurut kadar yang ia bisa mendapatkan kesempurnaan pemahaman yang dia baca. Demikian pula orang yang sibuk menyebarkan ilmu (mengajar, berdakwah dan sejenisnya) maka hendaklah membatasi diri agar tidak mengurangi tugas utamanya. Dan jika bukan seperti golongan di atas dan tidak punya tugas yang lain, maka hendaklah ia memperbanyak membacanya sebatas kemampuannya yang tidak menyebabkan rasa bosan.159 3. Keutamaan membaca Al-Qur‘an Adapun di antara keutamaan membaca Al-Qur`an adalah sebagaimana berikut: 157 Hadist diriwayatkan oleh AL-Darimi, no. 5771, dalam Ali Ibn Sulthon Muhammad Al-Qari, Mirqat Al Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih, Beirut: Dar AL-Fikr, 2002. 158 HR. al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman no. 7226 159 An-Nawawi, At-Tibyan, hlm. 46

201 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

a. Pembaca Al-Qur‘an adalah manusia yang terbaik

َُُ٘٤ًَ‫َع‬ٚ َٕ‫سِآ‬ٝ‫يك‬ٞ‫ َِ ا‬٤ًَ‫ِِ َ ِٔ َتع‬ٝ‫ِسُن‬ٝ‫َػ‬ “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) b. Bacaan Al-Qur‘an akan menambah derajat di surga

ٜ‫يتَو‬ٜ٢‫ٕٖ َِٓص‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬.‫ا‬ِْٝٗ‫ ايد‬ٞٔ‫ٌُ ؾ‬ٚ‫ِٓتَ تُسَت‬ٝ‫ُا ن‬ٜ‫ٌِ ن‬ٚ‫زَت‬َٚ ٢‫َازِتَل‬ٚ ٞ‫سَأ‬ٞ‫ أق‬٪٢ٕ‫ُكاٍُ ئؿا ٔسبٔ ايكسآ‬ٜ ‫َُٖا‬٩َ‫س‬ٞ‫ت تَك‬ َ ِٓ‫ن‬ٝ ١َٕٜ‫س آ‬٢ ٔ‫عِٔٓدَ آػ‬ “Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur`an, “Bacalah dan naiklah ke atas. Bacalah dengan tartil sebagaimana dulu kamu di dunia membacanya dengan tartil. Karena jenjang kamu (di surga) berada di akhir ayat yang dulu kamu biasa baca.” (HR. Ahmad dan dinyatakan shahih oleh AlAlbani dalam Shahih Al-Jami’) c. Membaca satu hurufnya dilipatkan pahalanya menjadi 10 kebaikan, dan apabila bacaanya di dalam shalat maka pahalanya bertambah agung.

ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫ٍُ ق‬ٛٝ‫َك‬ٜ ٘ٓ‫ اهلل ع‬٢‫دٕ زق‬ُٛ‫ٓ٘ٔ بَِٔ َطِع‬ًٜ‫َعِٔ َعبِد اي‬ ٜ٫ ‫أَِجَأيَٗا‬ٜ ٢‫ ٔب َعػِس‬ٝ١َٓ‫ط‬ َ َ‫يش‬ٞ‫َا‬ٚ ٠١َٓ‫ط‬ َ ‫ُ٘ بٔ٘ٔ َس‬ًٜٜ‫ٓ٘ٔ ؾ‬ًٜ‫ا َِٔٔ ٔنتَابٔ اي‬ٟ‫ سَسِؾ‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ « َِٔ ق‬-ًِ‫ض‬ٚ ْ‫ِْ سَسِف‬ََٝٔٚ ْ‫ّْ سَسِف‬ٜ٫َٚ ْ‫ئـْ سَسِف‬ٜ‫هٔ ِٔ أ‬ٜ‫َي‬ٚ ْ‫ٍُ امل سسِف‬ٛٝ‫ق‬ٜ‫أ‬ ―Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‗anhu berkata: „Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’) 202 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

« -ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ؾ‬- ًٜٔ٘ٓ‫ٍُ اي‬ُٛ‫اٍَ زَض‬ٜ‫اٍَ ق‬ٜ‫ اهلل عٓ٘ ق‬٢‫ زق‬ٜ٠‫ِ َس‬َٜ‫ ُٖس‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬ .» ٣ٕ‫ ضَُٔا‬٣ّ‫ا‬ٜ‫اتٕ ٔعع‬ٜ‫خَ ػًَٔؿ‬ٜ٬َ‫٘ٔ ث‬ٝٔ‫ذٔدَ ؾ‬َٜ ِٕٜ‫ًِٖٔ٘ٔ أ‬ٜ‫ أ‬٢ٜ‫ي‬٢‫إذَا َزدَعَ إ‬٢ ِِٝ‫أسَدُن‬ٜ ُٓ‫شٔب‬ُٜٜ‫أ‬ ٔ‫خ‬ٜ٬َ‫ُ٘ َِٔٔ ث‬ٜ‫ِسْ ي‬ٝ‫تٔ٘ٔ َػ‬ٜ٬َ‫ ؾ‬٢ٔ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ َٓٔ٢ٗ‫ ٔب‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ ٕ‫َات‬ٜ‫خُ آ‬ٜ٬َ‫ج‬ٜ‫اٍَ « ؾ‬ٜ‫ ق‬.َِِ‫ًَٓا َْع‬ٞٝ‫ق‬ . »٣ٕ‫ ضَُٔا‬٣ّ‫ا‬ٜ‫اتٕ ٔعع‬ٜ‫ػًَٔؿ‬ Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Maukah salah seorang dari kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta yang hamil, gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”, Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada mendapatkan tiga onta yang hamil, gemuk dan besar. ” (HR. Muslim). d. Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi

َُٕٛ‫َسِد‬ٜ ٟ١َْٝٔ‫ا‬ًَٜ‫َع‬ٚ ‫َٓاُِِٖ ضٔسّٓا‬ٞ‫ا ََُٔٓا َزشَق‬ٛٝ‫ك‬ٜ‫ِْؿ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ٠‫ا‬ًَٜٓ‫ا ايؿ‬َُٛ‫ا‬ٜ‫ق‬ٜ‫َأ‬ٚ ًٜٔ٘ٓ‫َٕ ٔنتَابَ اي‬ًِٛٝ‫َت‬ٜ َٜٔٔ‫ٓر‬ٜ‫اي‬ ْ‫ز‬ٛٝ‫زْ غَه‬ٛٝ‫ؿ‬ٜ‫َُْٓ٘ غ‬٢‫كًِٔٔ٘ إ‬ٜ‫دَُِِٖ َٔ ِٔ ؾ‬ٜ٢‫َص‬ٜٚ َُِِٖ‫ز‬ُٛ‫أد‬ٝ ِِ َُٗٝٔ‫َٓؾ‬ُٛٝٔ‫ي‬، َ‫ز‬ُٛ‫ي ِٔ تَب‬ٜ ٠َٟ‫ٔتذَاز‬ “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur‟an) dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30) e. Kenikmatan yang tiada bandingnya

٢‫ ايَٖٓٗاز‬٤‫َآْا‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫َ اي‬٤‫ُِّ بٔ٘ٔ آَْا‬ٛ‫ك‬ٝ َٜ َُٛٗ‫ؾ‬ٜ َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٝ‫ُ اهلل‬ٙ‫ زَدٌُْ آتَا‬٢َِٔٝٓ‫ اِث‬٢ٔ‫ ؾ‬٤٫‫إ‬٢ َ‫ َسطَد‬٫ٜ ٢‫ ايَٖٓٗاز‬٤َ ٜ‫َآْا‬ٚ ٢ًٌِٝ٤‫ اي‬٤َ ٜ‫ ُ٘ آْا‬ٝ‫ِٓؿٔك‬ُٜ َُٛٗ‫ؾ‬ٜ ٟ٫‫ ََا‬ٝ‫ اهلل‬ُٙ‫ َزدٌُْ آتَا‬َٚ 203 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Tidak boleh ghibthah (menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain) kecuali dalam dua hal: (pertama) orang yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala keahlian tentang al-Qur`an, maka dia melaksanakannya (membaca dan mengamalkannya) malam dan siang hari. Dan seorang yang diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kekayaan harta, maka ia infakkan sepanjang hari dan malam.” (Muttafaqun alaih) f. Al-Qur`an memberi syafaat di hari kiamat

ٔ٘ٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫عّأ٭‬ِٝ‫ٔ غَٔؿ‬١َ ‫َا‬ٝ‫ٔك‬ٞ‫ِ َّ اي‬َٜٛ ٞٔ‫ت‬ٞ‫َأ‬ٜ ُْٖ٘٢‫إ‬ٜ‫سِآ َٕ ؾ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ِا اي‬ٚ٩ُ َ‫س‬ٞ‫أق‬ “Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membacanya, mempelajari dan mengamalkannya).” (HR. Muslim) g. Dikumpulkan bersama para malaikat

ًَِٜٔ٘ٝ‫َ ع‬َُٖٛٚ ِٔ٘ٝ‫تََت ِعتَعُ ٔؾ‬َٜٚ َٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ‫ٔظ‬٠‫يبَسَ َز‬ٞ‫ ا‬٢ّ‫هٔسَا‬ٞ‫ اي‬٢‫س‬ٜ‫ َعَ ايطٖؿ‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫أٖسُ بٔاي‬ٜ‫امل‬ ٢ٕ‫أدِسَا‬ٜ ُٜ٘‫م ي‬ٙ ‫غَا‬ “Orang yang membaca al-Qur'an dan ia mahir dalam membacanya maka ia dikumpulkan bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca al-Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala.” (Muttafaqun 'alaih) h. Orang yang membaca Al-Qur‘an akan harum akhlaknya

ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ قاٍ زض‬٪ٍ‫ اهلل عٓ٘ قا‬٢‫ زق‬ٟ‫ ا٭غعس‬٢‫ض‬َٛ ٞ‫عٔ أب‬ ‫ب‬ٝ‫طعُٗا ط‬ٚ ‫ب‬ٝ‫ زحيٗا ط‬١‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ا٭تسد‬ٜ ٟ‫َٔ اير‬٪‫ َجٌ امل‬٪ًِ‫ض‬ٚ ، ًٛ‫ب س‬ٝ‫طعُٗا ط‬ٚ ‫ض هلا‬ٜ‫ ز‬٫ ٠‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ايتُس‬ٜ ٫ ٟ‫َٔ اير‬٪‫َجٌ امل‬ٚ ٌ‫َج‬ٚ ، ‫طعُٗا َس‬ٚ ‫ب‬ٝ‫ زحيٗا ط‬١ْ‫كسأ ايكسإٓ َجٌ ايسحيا‬ٜ ٟ‫َجٌ املٓاؾل اير‬ٚ 204 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٙ‫ا‬ٚ‫ ز‬.‫طعُٗا َس‬ٚ ‫ض‬ٜ‫ظ هلا ز‬ٝ‫ ي‬١ً‫كسأ ايكسإٓ نُجٌ احلٓع‬ٜ ٫ ٟ‫املٓاؾل اير‬ ًِ‫َط‬ٚ ٟ‫ايبؼاز‬ ―Dari Abu Musa Al Asy‘ari semoga Allaah meridhoinya berkata: telah bersabda Rasulullaah: „Perumpamaan orang mu‟min yang membaca Al Qur‟an seperti buah utrujah (jeruk), baunya harum rasanya lezat, dan perumpamaan orang mu‟min yang tidak membaca Al Qur‟an seperti Tamroh (kurma) tidak ada baunya tetapi rasanya manis. Sedang perumpamaan orang munafiq yang membaca Al Qur‟an separti Rihanah, baunya harum tetapi rasanya pahit, sedang orang munagiq yang tidak membaca Al Qur‟an seperti Handholah, tidak ada baunya dan pahit rasanya.” (HR Bukhari dan Muslim) i.

Tilawah Al-Qur‘an dan Tazkiyatun nafs

Tazkiyatun nafs adalah sebuah sebuah upaya untuk menyucikan jiwa dari segala hal yang mengotorinya, kemudian menghiasinya dengan amal shaleh dan sifat-sifat terpuji, agar selalu tunduk dan patuh kepada Allah demi terwujudnya akhlak al-karimah.160 Dari pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela ( ), seperti kufur, nifaq, riya‘, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlaq) yang baik/terpuji ( ), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya. Tazkiyatun nafs merupakan bagian dari keimanan (sathrul iman).161 Bahkan dalam Al-Qur‘an disebutkan, bahwa tazkiyatun nafs merupakan kunci keselamatan, dan kebahagiaan. Allah berfirman, 160 Ibrahim Muhammad Ali, Riyadl Al-Insi Fii Tazkiyah Al-Nafs, Aman: Jam’iyyah AlMuhafadzah, 2005, hlm. 39, Miqdad Yaljin, Jawanib al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Riyadh: Jami'ah AIImam, 1997, him. 24 161Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii Al-Islam Wa Fii Falsafah Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul Qura, 2009, hlm. 13

205 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َِٔ ‫ب‬ َ ‫دِ ػَا‬ٜ‫َق‬ٚ ‫اَٖا‬٤‫ضَ َِٔ شَن‬ًٜٞ‫ؾ‬ٜ‫دِ أ‬ٜ‫َاَٖا ق‬ٛ‫ك‬ٞ َ‫َت‬ٚ ‫زََٖا‬ُٛ‫ؾذ‬ٝ ‫يَٗ ََُٗا‬ٜٞ‫أ‬ٜ‫ٖاَٖا ؾ‬ٛ‫ض‬ َ ‫ََا‬َٚ ٣‫ظ‬ٞ‫َْؿ‬ٚ ‫دَضٖاَٖا‬ “Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka Ia mengilhaminya dengan keburukan (fujur) dan kebaikan (taqwa), sungguh sangat beruntung orang yang membersihkannya, dan sangat rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Al-Syams: 7-10) Adapun hubungan antara tilawah Al-Qur‘an dan tazkiyatun nafs adalah sangat erat, dimana tilawah Al-Qur‘an adalah bagian dari amalan yang berfungsi untuk mensucikan jiwa seseorang. Bahkan tilawah AlQur‘an dan tazkiyatun nafs, keduanya adalah tugas yang diemban oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada umatnya, sehingga hubungan keduannya tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an,surat Al-Jumu‘ah, ayat ke-2:

َ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫عًَِّ ُُُُِٗ اي‬َُٜٚ ِِ٢ِّٗٝ‫ُصَن‬َٜٚ ٔ٘ٔ‫َات‬ٜ‫ِِ آ‬٢ًَِٜٗٝ‫ ع‬ًِٛٝ‫ت‬َٜ َُِِِٗٓٚ ‫ا‬ٟ‫ي‬ُٛ‫نيَ زَض‬َٚٝٚٝ‫أ‬ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ بَ َعحَ ؾ‬ٟٔ‫ر‬٤‫َ اي‬ُٖٛ ٣‫ َٗبٔني‬٣ٍ‫ا‬ًَٜ‫ ق‬ٞٔ‫ؿ‬ٜ‫قبِ ٌُ ي‬ٜ َٔٔ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ٜ١َُٞ‫يشٔه‬ٞ‫َا‬ٚ “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

َ‫ ٔهتَاب‬ٞ‫ُِ اي‬ٝ‫ُعًَُُٔٓه‬َٜٚ ِِٝ‫ه‬ٝٓٔ‫ُصَن‬َٜٚ ‫َأتَٓا‬ٜ‫ِِ آ‬ٝ‫ِه‬ًَٜٝ‫ ع‬ًِٛٝ‫َت‬ٜ ِِٝ‫ َٔٓٓه‬ٟ٫ُٛ‫ِِ زَض‬ٝ‫ه‬ٝٔ‫ًَٓا ؾ‬َٞ‫أزِض‬ٜ ‫َُا‬ٜ‫ن‬ ًَُُِٕٜٛ‫ا َتع‬ُْٞٛٛٝ‫ ِِ تَه‬ٜ‫ِ َٓا ي‬ٝ‫عًَُُٔٓه‬َُٜٚ ٜ١َُٞ‫يشٔه‬ٞ‫َا‬ٚ “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.‖ (QS Al-Baqarah: 151) 206 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dalam hadist Nabi162 perintah tazkiyatun nafs sejajar dengan perintah tilawah Al-Qur‘an. Hal itu tampak jelas ketika Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyebut keutamaan mensucikan diri sebagai bagian dari keimanan (sathrul iman), kemudian mensejajarkannya dengan amalan tilawah Al-Qur‘an. Bahkan orang yang dalam hatinya tidak terisi Al-Qur‘an, bagaikan rumah yang runtuh. Artinya jiwa yang tidak diisi dengan Al-Qur‘an akan mudah rusak dan hancur.163

‫ؼسب‬ٞ‫ت اي‬ ٔ َِٝ‫يب‬ٞ‫ا‬ٜ‫ٕ ن‬٢ ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ْ َٔ َٔ اي‬٧َِٝ‫ِؾٔ٘ٔ غ‬ٛ‫ َد‬٢ٔ‫ظ ؾ‬ َ ِٝ‫ي‬ٜ ٟٔ‫ر‬٤‫ ٖٕ اي‬٢‫إ‬ “Sesungguhnya orang yang tidak ada sedikitpun al-Qur`an di dalam rongganya, ia seperti rumah yang runtuh.”164 BAB IX

PANDUAN SHALAT SUNNAH

Di antara rahamat Allah kepada hambanya adalah bahwa Allah mensyari'atkan bagi setiap kewajiban, sunnah yang sejenis; agar orang mukmin bertambah imannya dengan melakukan yang sunnah, dan menyempurnakan yang wajib pada hari kiamat, karena kewajibankewajiban mungkin ada yang kurang. 162 Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadis Muslim dalam kitab Thaharah, bab fadl al-wudhu, yang berbunyi: ‫ والصدقة برهان‬، ‫والصالة نور‬، ‫ والحمد هلل تمألن أو تمأل الميزان مابين السموات واألرض‬، ‫الطهور شطراإليمان‬ ”‫ كل الناس تغدو فبائع نفسه فمعتقها أو موبقها‬، ‫ والقرآن حجة لك أو عليك‬، ‫ والصبر ضياء‬،Bersuci adalah separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada diantara langit-langit dan bumi. Shalat adalah cahaya; sedekah adalah tanda keimanan bagi yang memberikannya; sabar adalah cahaya; al-Quran adalah hujjah untuk kebahagiaanmu – jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya – dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu – jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu pada pagi harinya menjual dirinya kepada Allah berarti ia memerdekakan dirinya sendiri dari siksa Allah Ta'ala dan ada yang merusak dirinya sendiri pula karena tidak menginginkan keridhaan Allah Ta'ala. “ (HR. Muslim) 163Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii Al-Islam Wa Fii Falsafah Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul Qura, 2009, hlm. 13 164 HR. at-Tirmidzi 2910

207 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Shalat ada yang wajib dan ada yang sunnah, puasa ada yang wajib dan ada yang sunnah, demikian pula haji, sedekah dan lainnya, dan seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan yang sunnah-sunnah sehingga Allah mencintainya. Shalat sunnah bermacam-macam: -

Ada yang disyariatkan berjamaah seperti shalat tarawih, istisqa', shalat khusuf, dan shalat ied. Ada yang tidak disyariatkan berjamaah seperti shalat istikharah. Ada yang mengikuti shalat fardhu seperti sunnah rawatib. Ada yang tidak mengikuti yang lain seperti shalat dhuha. Ada yang mempunyai waktu seperti shalat tahajjud. Ada yang tidak ditentukan waktunya seperti sunnah mutlak. Ada yang terikat dengan sebab, seperti tahiyatul masjid, dan dua rakaat wudhu'. Dan ada yang tidak terikat dengan sebab, seperti sunnah mutlak. Ada yang mu'akkad, seperti shalat ied, istisqa', khusuf, dan shalat witir. Ada yang tidak mu'akkad seperti shalat sebelum maghrib dan lainnya.165

Macam-Macam Shalat Sunah 1. Sunah Rawatib Shalat sunat rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat wajib yang lima waktu (baik sebelum atau sesudahnya). Ada dua pendapat mengenai jumlah rakaat shalat sunah rawatib: a.

Pendapat pertama berdasarkan hadits nabi riwayat Bukahri Muslim, shalat rawatib dilakukan sesudah shalat wajib berjumlah sepuluh rakaat

165 - Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka Islamhouse,2012

208 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ًَِٜٔ٘ٝ‫ٖ اهلل ُع‬٢ًَ‫ ؾ‬ٚ٢ٔ‫تُ ََٔٔ ايٖٓب‬ٞ‫سَؿٔع‬٪ ُ٘ٓ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢‫ عَُُسَ زق‬٢ٔ‫َعِٔ َعبِدٔ اهللٔ اِب‬ َ‫ َب ِعد‬٢ِٔٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ‫ َبعِدََٖا‬٢َِٔٝ‫ن َعت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٢‫عِٗس‬٥ ‫قبٌَِ اي‬ٜ ٢َِٔٝ‫ن َعت‬ٞ َ‫ ز‬٪ٕ‫نعَات‬ٜ َ‫َِ َعػَسَ ز‬٤ًَ‫َض‬ٚ ‫(َتؿل‬. ٢‫ؿبِض‬ ٗ ‫بٌَِ اي‬ٜ‫ ق‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬٢ٔ‫ٔ ؾ‬٤‫ئعػَا‬ٞ‫ َبعِدَ ا‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ٔ٘ٔ‫ت‬َِٝ‫ ب‬٢ٔ‫ملػِسبٔ ؾ‬ٜ ٞ‫ا‬ َ‫ع‬ًٜ‫ط‬ٜ ٜ‫ذا‬٢‫إَ إ‬ٜ‫ملطًِ (ن‬ٚ. )ٔ٘ٔ‫ت‬ِٝ‫ َب‬٢ٔ‫ٔ ؾ‬١َ‫ ُُع‬ٝ‫جل‬ٞ‫ َبعِدَ ا‬٢َِٔٝ‫نعَت‬ٞ َ‫ز‬َٚ ‫يَُُٗا‬ٜ ٕ١َٜ‫َا‬ٚ‫ز‬٢ ٢ٔ‫َؾ‬ٚ )ً٘ٝ‫ع‬ .)٢ِٔٝ‫ؿَت‬ٜ ِٝ‫ ػَٔؿ‬٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫ ز‬٤٫٢‫ إ‬٢ ٢ ١ًَ‫ُؿ‬ٜ ٜ٫ ُ‫ؿذِس‬ٜ ٞ‫اي‬ Rincian dari hadist di atas seperti berikut: 1) Dua rakaat sebelum shalat dzuhur dan dua sesuadahnya. 2) Dua rakaat sesudah shalat maghrib dan dilaksanakan di rumah. 3) Dua rakaat sesudah shalat isya di rumah. 4) Dua rakaat sebelum shalat shubuh. 5) Dua rakaat sesudah shalat jum‘ah di rumah. (H.R. Imam Muslim). b. Pendapat kedua sunat rawatib bukan sepuluh tetapi jumlahnya 18 rakaat. Yang mentukan perbedaannya adalah sebagai berikut: sebelum dzuhur bukan dua tetapi empat rakaat, sebulum ashar bukan dua rakaat tetapi empt rakaat dan ditambah seblum maghrib dua rakat (18 takaat) dengan tambahan berdasarkan hadits nabi sebagai berikut: 1) Empat rakaat sebelum shalat dhuhur. (H.R. Imam Bukhari). 2) Empat rakaat sebelum shalat ‗ashar. (H.R. Imam Turmudzi). 3) Dua rakaat sebelum maghrib. (H.R. Ibnu Hibban)166 2. Shalat Wudhu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

166 Al-Shan’ni, Subul al-salam, Juz II, hllm. 3-5.

209 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ََٔٔ ٣٢٦َِٝ‫َُأبػ‬٢ِٗٝ‫ؿطَُ٘ٔؾ‬ٞ َْ ِ‫شِدَخ‬َٜ ِِٜ‫ ي‬٢ِٔٝ‫ َعَت‬ٞ‫ زَن‬٢٤ًَ‫َؾ‬ٚ َ٤ِٛ‫ق‬ ُ ٛٝ‫ي‬ٞ‫طَٔ ا‬ َ ‫ ِس‬ٜ‫أ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ‫َقَأ‬ٛ‫َِٔ َت‬ ٔ‫َطًِ عٔ عجُإ ب‬ٚ ‫ ايبؼاز‬ٙ‫ا‬ٚ‫ (ز‬.َُ٘ٗ‫أ‬ٝ ُِ٘‫دَت‬ٜ‫َي‬ٚ ٣َِّٜٛٝ‫ِبٔ٘ٔ ن‬ُْٛ‫َاػَسَزَ َِٔٔ ذ‬ِْٝ ٗ‫ايد‬ .)ٕ‫عؿا‬ “Barang siapa yang berwudu dengan sempurna kemudian shalat dua rakaat syukur wudhu disertai ikhlash yang tulus (hatinya tidak terganggu oleh urusan dunia sedikitpun), maka ia diampuni dosanya bagaikan seorang bayi yang lahir dari perut ibunya.” (HR.Bukhari Muslim) 3. Shalat Tahajud Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

. ٟ‫ِدا‬ُُٛ ِ‫اَّا َش‬ٜ‫ َك‬ٜ‫ زَٗبو‬ٜ‫ِب َعجَو‬َٜ ِٕٜ‫ أ‬٢َ‫ َعط‬ٜ‫و‬٤‫ ي‬١ٟ ًٜ‫ؾَت َٗذٖدِ بٔٔ٘ َْأؾ‬ٜ ٢ًٌِٜٝ‫َٔ َٔ اي‬َٚ “Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Rab-mu mengangkat kamu ke tempat tertingi.” ( QS. Al-Isra:79)

.َِٕٛ‫ك‬ٝ ٔ‫ِٓؿ‬ُٜ ُِِٖ‫قَٓا‬َٞ‫َُٖٔا َزش‬َٚ ٟ‫َُعا‬ٜ‫َط‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ِؾ‬ٛ‫َِٕ زَٖبُِِٗ َػ‬ٛ‫َ ِد ُع‬ٜ ٢‫َُكَادٔع‬ٞ‫ٔ اي‬٢ َ‫ُِبُِِٗ ع‬ُٛٓ‫ ُد‬٢ٜ‫َتَتذَاؾ‬ “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena banyaak shalat malam), sedang mereka berdo‟a kepada Rab-nya dengan rasa takut dan penuh harap.” (QS. Al-Sajdah ayat 6) Sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di antarnya:

.٢ٌِٝ‫ي‬٤‫ف ا‬ ُ ِٛ‫ َد‬٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫ضَُِ ُع ؟ ؾ‬ٜ‫ٌ أ‬٢ ِٝ٤ً‫ اي‬٣ٗ ٜ‫ أ‬٪ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ً‫ ؾ‬٢ُٝٔ‫ٔ ٌَ ايٖٓب‬٦‫ض‬ ُ Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya oleh shahabat, “Ya Rasulullah disaat manakah waktu yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala”? Sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam: “Waktu tengah malam

210 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

.ُٙ‫ٖا‬ٜ٢‫ُ إ‬ٙ‫ا‬ٜٛ‫ ِع‬ٜ‫ٖأ‬٫٢‫ِسّا إ‬ٝ‫هلل تعاىلَ َػ‬ ٜ ‫َ ٌُ ا‬٦‫ط‬ ِ َٜ ًِِْٔ‫كَٗا عَبِدْ َُط‬ٝ ‫َأؾ‬ُٜٜٛ٫ْ١َ‫ ضَاع‬٢ًٌِٝ٤‫ٕٖ َٔ َٔ اي‬٢‫إ‬ Sesungguhnya dari sebagian malam itu ada suatu saat, tidak memohon seorang hamba kepada suatu kebaikan keciali Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberinya.” 4. Shalat Taubah Firman Allah dalam Al-Qur‘an surat al-Tahrim ayat 8:

.‫سّا‬ِٛ ‫ؿ‬ ُ َّْ١َ‫ِب‬ٛ‫هلل َت‬ ٔ ‫ ا‬٢ٜ‫ي‬٢‫ِا إ‬ٛ‫ُِب‬ٛ‫ ُت‬ِٛ َُٓ‫أ‬ٜ َٔ ِٜٔ‫ر‬٤‫َٗٗااي‬ٜٜ‫َأ‬ٜ “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ٜ‫طَِتػِؿٔسُ اهلل‬َٜ ُِٖ‫ ث‬٢ِٔٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ ز‬٢ًَِّ‫ُؿ‬ٝ‫ؾ‬ٜ ُِّٛ‫ك‬ٝ َٜ ُِٖ‫ِزَ ث‬ُٛٗٛ٤ ‫طُٔ اي‬ ٔ ِ‫ُش‬ٝ‫ؾ‬ٜ‫َرِْبُ ذَِْبّا‬ٜ ٕ‫ََأَِٔ َعبِد‬ .ُٜ٘‫هلل ي‬ ٝ ‫سَا‬ٜ‫ؿ‬ٜ‫غ‬٫٤ ‫إ‬٢ “Jika seorang hamba melakukan dosa, kemudian berwudhu dengan wudhu yang sempurna, kemudian berdiri untuk shalat dua rakaat, kemudian memohon ampun dari segala dosa, niscaya Allah memberi ampun padanya.” (HR.Imam Abu dawud)167 Syarat-Syarat Taubat Ulama berkata taubat nashuha adalah yang terkumpul tiga syarat taubat dosa kepada Allah, ditambah satu yaitu dosa dengan sesama, yang taubat harus mengembalikan hak orang lain. Adapun tiga syarat taubat dosa kepada Allah:

167 (HR. Imam Abu dawud. Sunan Abu Dawud Juz II hlm. 86. Sunan Al Turmudzi, Juz II hlm. 257. Imam Al-Albani berepndapat bahwa hadits tersebut shahih dalam shahih Abu dawud, AlAlbani Juz I, hlm. 282).

211 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

َٕ‫ا‬ٜ‫ِٕ ن‬٢‫َإ‬ٚ ،ِٔ٘ٝ‫ي‬ٜ٢‫ٔ إ‬٠‫ َد‬ِٛ ‫ي َع‬ٞ‫ ا‬٢َّ‫َ عَد‬٢ًَ‫يعَصُِّ ع‬ٞ‫َا‬ٚ ،َ‫ ََاسَدَخ‬٢ًَٜ‫َايٖٓدَُّ ع‬ٚ ،ٔ‫ ايرِْٖب‬٢َٔ‫عُ ع‬ٜ٬ٞ‫ق‬٢‫اإل‬ٜ 16٨.ٔ٘‫ؾِشَأب‬ٜ‫ملئٮ‬٢ٔ‫ا‬ٜ‫َُع‬ٞ‫َ َز ٗد اي‬َُٖٛٚ ْ‫ زَأبع‬٠‫َد غَسِط‬ِٜ‫ٔش‬٢َٚٝٔ‫٭دَا‬ٜ ٔٗ‫ل‬ٜ‫احل‬ Dari pengertian hadits di atas dapat dirumuskan syarat taubat sebagai berikut: Al-Nadam, yaitu penyesalan dan merasa sedih hati atas seala dosa yang telah dilakukan. - Al-„azmu „ala al-tarki al-dzambi, yaitu niyat yang kuat untuk tidak melakukan dosa kembali dimasa-masa yang akan datang. Ketika taubat hendaknya disebut segala dosa satu persatunya - Al-liqla‟, yaitu meningnggalkan dari segala dosa yang pernah dikerjakan atau tidak akan melakukan dosa-dosa yang sama atau yang lebih ringan dari dosa dosa masa lalu - Atbi‟ssayiati bilhasanati, perbutan jahatnya diikuti atau diganti dengan amal yang baik (shalih). - Al-muqinuna bi al-ijabah, yaitu disertai keyakinan dengan seyakinyakinnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuni segala dosa yang pernah dilakukan. - Al-Radu al-madzalim liashhabiha, yaitu mengembalikan hak orang lain jika dosa dengan sesama manusia. Misalnya minta dima‘afkan, minta dihalalkan, dan atu minta dibebaskan dari hak orang lain yang pernah didhaliminya. 5. Shalat Hajat -

Hadist berasal dari Abu ‗Ashim al-Ubad dari Faid Abdurrahman dari Abdullah bin Abi Aufa al-Islamy, ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam keluar dan berkata kepada kami yang artinya: ‖Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah atau kepada manusia, maka hendaknya ia berwudhu dengan sempurna kemudian shalat hajat dua rakaat dan diakhiri dengan membaca tahmid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membaca selawat kepada Nabi Muhamad 168 (Aly Al-Shabuny, Tafsir Shafwah al-Tafasir, Dar al-Fiqr, Beirut Ibanon, (tt). Juz III, hlm. 410).

212 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ‖. Kemudian ia memohon kepada Allah, baik urusan dunia atau urusan akherat, niscaya dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.‖169 6. Shalat Istikharah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: ―Jika di antara kamu merasa sulit atau ragu untuk menentukan suatu perkara, maka hendaknya shalat dua rakaat selain shalat fardhu.‖ (HR. Bukhari dari Jabir). Do‘a Shalat Istikharah:

ٜ‫ْٖو‬٢‫إ‬ٜ‫ ؾ‬٢ِِٝ‫ ايعَ ٔع‬ٜ‫كًِٔو‬ٜ‫ َِٔ ؾ‬ٜ‫ًو‬َٝ٦ِ‫ض‬ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ ِدزَٔتو‬ٝ‫ بك‬ٜ‫ ٔدزُى‬ٞ‫ضتَك‬ ِ ٜ‫َأ‬ٚ ٜ‫ُٔو‬ًٞٔ‫ بٔع‬ٜ‫ِسُى‬ٝ‫ؼ‬ ٔ َ‫ضت‬ ِ ٜ‫ أ‬٢ْٚ٢‫ًُِٖٗ إ‬١‫ي‬ٜ‫أ‬ َ‫٭َِس‬ٜ ‫ٕٖ َٖرَا‬ٜ‫ُِ أ‬ًِٜ‫نِٓتَ َتع‬ٝ ِٕ٢‫ًُِٖٗ إ‬١‫ي‬ٜ‫ أ‬.ٔ‫ب‬ِٛ ُٝ‫ ُّ اي ُػ‬٬َ‫َأِْتَ ع‬ٚ ًُِِٜ‫ع‬ٜ‫أ‬ٜ٫َٚ ًُِِٜ‫َتَع‬ٚ ُ‫ ٔدز‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬ٜ٫َٚ ُ‫ ٔدز‬ٞ‫تَك‬ )ًٔ٘ٔٔ‫أد‬َٜٚ ٣ِ ٢‫أَِس‬ٜ ٌٔ‫ِ (عَٔاد‬٣٢‫أَِس‬ٜ ٔ١َ‫َعَأقب‬ٚ ِ٢ٔ‫ََعَاغ‬ٚ َ٣‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ِ٢ِٜٔٓٔ‫ د‬٢‫ِسْ ىلِ ؾ‬ٝ‫ َػ‬.... ٢ٔ‫ ي‬ٙ‫غَس‬.... َ‫ ا٭ ََِس‬ٜ‫ٕٖ َٖرا‬ٜ‫ُِ أ‬ًِٜ‫ِٓتَ تَع‬ٝ‫ِٕ ن‬٢‫إ‬٢ٚ .ِٔ٘ٝ‫ ىلٔؾ‬ٞ‫ِ ثُِٖ بَأزى‬٢ٔ‫ُ ي‬ِٙ‫س‬ٚ‫ط‬َٜٚ ٢ٔ‫ُ ي‬ِٙ‫ ُدز‬ٞ‫اق‬ٜ‫ؾ‬ ٢ٚٓ‫ُ٘ َع‬ٞ‫ؾ‬٢‫اؾِس‬ٜ‫أدًٔٔ٘ٔ) ؾ‬َٜٚ ِ٣٢‫أَِس‬ٜ ٢ٌٔ‫ (آد‬٣٢‫أَِس‬ٜ ٔ١َ‫عَأقب‬َٚ ِ٢ٔ‫ َعَاغ‬َٚ َ٣‫َا‬ُِْٝ‫د‬َٚ ٢ِٜٔٓ‫ ٔد‬٢‫ٔؾ‬ ٜ‫٭َِسَ ٔعِٓدَى‬ٜ ‫ٕٖ ا‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬١‫ي‬ٜ‫ِ ب٘ٔ أ‬٢ٔٓ‫ق‬ ٚ َ‫ ثُِٖ ز‬،َٕ‫ا‬ٜ‫حُ ََا ن‬َِٝ‫ِسَ س‬ٝ‫ؼ‬ َ ٞ‫ُ ىلَ اي‬ِٙ‫ ُدز‬ٞ‫َاق‬ٚ ُِ٘ٓ‫ َع‬٢ٔٓ‫ؾ‬ٞ‫ؾٔس‬ٞ‫َا‬ٚ ٢ًُِٔٓٞٔ‫أس‬َٜٚ ،ِ٢ٔ‫ؼتَازُي‬ ِ ُُ ٞ‫ِْتَ اي‬ٜ‫ِٔ أ‬ٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬،٢ٔ‫ؿط‬ٞ َٓ‫ُٔي‬ُٙ‫ ِػتَاز‬ٜ‫أَِسّا أ‬ٜ ًُِِٜ‫أع‬ٜ ٜ٫َٚ ،٢ٚٓ‫ِبْ َع‬ٛ‫ذ‬ ُ ِ‫َ َش‬َُٖٛٚ ٌٚٝ‫َ ن‬٢ًَ‫ ع‬ٜ‫ْٖو‬٢‫ إ‬،ٔ٠‫٭ػٔ َس‬ٜ ‫َا‬ٚ ‫َا‬ِْٝٗ‫َايد‬ٚ ٢ِٜٔٚ‫ ايد‬٢ٔ‫ؾ‬ٟ١َ‫أسَُِدَٖٔا عَأقب‬َٜٚ ٜ‫ ٔعِٓدَى‬٢‫ز‬ِٛ َُ‫٭‬ٝ ‫ ا‬٢ٌَُِ‫أد‬ٜ َ٢ًَ‫ع‬ ْ‫ِس‬ٜٔ‫د‬ٜ‫ ق‬٢ٕ٦ِٝ‫غ‬ َ “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan pengetahuan-Mu. Aku memohon nasib yang baik kepada-Mu, aku memohon dari karunia-Mu yang agung, karena Engkau yang Maha Kuasa, sedangkan aku tak kuasa (apapun). Engkau Yang Maha Mengetahui, sedangkan aku tidak mengetahaui. Engkaulah 169 (Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fiqr, Beirut, Libanon, hdits no. 1384, Juz I hlam. 441).

213 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Yang Maha mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesunguhnya perkara ini…..adalah baik bagiku dalam agama, kehidupan, sekarang atau nanti, maka berikanlah ia untuk-ku, dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berkahkanlah ia padaku. Namun jika Engkau mengetahui bahwa sesunguhnya urusan ini…….adalah buruk bagiku dalam agama, kehidupan, sekarang atau nanati, maka singkirkanlah ia dariku. Berilah aku penggantinya yang lebih baik, dimana saja ia berada, kemudian ridailah aku padanya”.Ya Allah sesungguhnya segala sesuatu itu ada dalam kekuasaan-Mu dan tertutup dari padaku. Aku tidak mengetahui apa yang harus aku pilih untuk diriku, maka pilihkanlah apa yang baik bagiku. Bawalah aku ke pada sesuatu yang amat baik dan terpuji akibatnya dalam agama, dunia dan ekherat. Sesungguhnya Engkau atas segala sesuatau adalah Maha Kuasa.” 170 7. Shalat Witir Shalat witir hukumnya sunnah muakkad. Disunahkan shalat witir, karena Allah amat mencintai kepada yang melakukanya. Shalat witir dilaksanakan tiga rakaat atau minimal satu rakaat. Shalat witir juga bisa dilaksanakan sesudah shalat sunah ba‘diyah ‗isya atau sbelum tidur jika khawatir tidak dapat bangun pada waktu tengah malam. Namun para ulama berpendapat, berdasarkan hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa shalat witir utamanya dilaksanakan pada waktu malam setelah selesai shalat malam sebelum shalat sunnat fajar shubuh. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

)‫ أمحد عٔ ابٔ عُس‬ٙ‫ا‬ٚ‫(ز‬. ٢ًٌِٝ٤‫ َاي‬٠ٜ٬َ‫ِا ؾ‬ٚ‫تٔ ُس‬ٜ‫أ‬ٜ‫ُايَٖٓٗأز ؾ‬٠ٜ٬َ‫ِتَسَتِ ؾ‬ٚ‫أ‬ٜ ٔ‫سب‬٢ ِ‫ملػ‬ٜ ‫ُا‬٠ٜ٬َ‫ؾ‬ Shalat Maghrib adalah witirnya shalat diwaktu siang, maka berwitirlah kamu pada waktu malam, (HR. Imam Ahmad dari Ibn Umar Radhiyallahu 'anhu)

170

Doa ini adalah doa Abu Hasan Syadszaly. )Syekh ‘Athoillah, Syarah al-Hikam, AlMa’arif, Bandung (tt). Juz I hlm. 89).

214 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Akhirilah shalat malam kamu dengan witir.‖ 171 Sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam lainnya yang artinya: ―Hendaklah kalian shalat witir pada saat shalat malam, karena sesungguhnya Allah adalah witir (Tunggal). Allah mencintai yang menunggalkan-Nya.‖ (HR. Muslim) 8. Shalat Tahiyat al-Masjid Tahiyyat masjid artinya menghormati masjid. Dan menurut Muhammad Syata al-Dimyathi, Tahiyyat masjid artinya mengagungkan Dzat Allah yang mempunyai masjid. Shalat sunnah tahiyyat masjid ini tidak sunah bagi orang yang masuk ke dalam Masjid Al-Haram (di Mekkah). Mereka yang masuk Masjid Al-Haram dan niat untuk thawaf, maka ia langsung thawaf, karena thawaf dipandang sama dengan shalat tahiyyat masjid.172 Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢ِٔٝ‫نعََت‬ٞ َ‫َ ز‬ًَِّٞ‫ُؿ‬ٜ ٢ٖ‫ذًِٔظِ سَت‬َٜ ٜ٬ٜ‫طذٔ َد ؾ‬ ِ َُ ٞ‫ ُِ اي‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٌََ‫إذَا َدػ‬٢ “Apabila salah seorang di antara kamu masuk ke masjid, maka janganlah duduk sampai ia shalat dua rak‟at.” (HR. Bukhari) 9. Shalat isyraq Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٢٤ًَ‫ ثُِٖ ؾ‬، ُ‫عَ ايػُِٖظ‬ًَٝٞٛ‫ ت‬٢ٖ‫ َست‬ٜ‫سُ اهلل‬ٝ‫َرِن‬ٜ َ‫قعَد‬ٜ ُِٖ‫ ث‬، ٕ١َ‫ دََُاع‬ٞٔ‫ ؾ‬ٜ٠‫يػَدَا‬ٞ‫ ا‬٢٤ًَ‫َِٔ ؾ‬ "ٟ١َٖ‫ تَا‬ٟ١َٖ‫ تَا‬١ٟ َٖ‫ تَا‬، ٕ٠‫عُُِ َس‬َٚ ٕ١ٖ‫ َسذ‬٢‫أدِس‬ٜ ٜ‫ ُ٘ ن‬ٜ‫ت ي‬ ِ َْ‫ا‬ٜ‫ٔ ن‬٢ ِٝ‫ن َعَت‬ٞ َ‫ز‬ “Barang siapa shalat Subuh berjama‟ah, lalu duduk berdzikr mengingat Allah sampai matahari terbit. Setelah itu ia shalat dua rak‟at, maka ia akan

171

(Imam Bukhari, Al-Tajrid al-Shartih/Mukhtashr al-Bukhari, Maktabah al-Yamamah, li al-Thba’ wa al-Nasyar, Beirut Libaon, Juz II, hadits no. 499 hlm. 159). 172 (Al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin Juz I hlm. 255).

215 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

mendapatkan pahala seperti satu kali hajji dan umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi) Shalat ini dikerjakan pada waktu dhuha di bagian awalnya ketika matahari terbit setinggi satu tombak (jarak antara terbit matahari/syuruq dengan setinggi satu tombak kira-kira ¼ jam). 10. Shalat Dhuha Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬٠َ‫د‬ُِٝٔ‫ٌٗ َتش‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬١َ‫ش‬ٝٔ‫ ٌٗ َتطِب‬ٝ‫ه‬ٜ‫ ؾ‬١٠ ٜ‫ِِ ؾَدَق‬ٝ‫سَدٔن‬ٜ‫ َٔ ِٔ أ‬٢ََٜ٬ُ‫ ض‬ٌٚٝ‫ ن‬٢ًَٜ‫ؿبٔضُ ع‬ ِ ُٜ ٢‫س‬ٜ‫ ُُِٓه‬ٞ‫ اي‬٢َٔ‫ْ ع‬٢َِْٗٚ ٠١ٜ‫فٔ ؾَدَق‬ُٚ‫ َُعِس‬ٞ‫أَِسْ بٔاي‬َٜٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬٠َ‫بٔري‬ٞ‫ٌٗ تَه‬ٝ‫َن‬ٚ ٠١ٜ‫ٕ ؾَدَق‬١ًًِٜٝٔٗ‫ٌٗ َت‬ٝ‫َن‬ٚ ٢َ‫كش‬ ٗ ‫ن ُعَُُٗا َٔ َٔ اي‬ٜ ِ‫َس‬ٜ ٢ٕ‫ن َعتَا‬ٞ َ‫ ز‬ٜ‫ُ َِٔٔ ذَٔيو‬٨٢‫ذِص‬َُٜٚ ٠١ٜ‫ؾَدَق‬ “Pada pagi hari setiap persendian kamu harus bersedekah; setiap tasbih adalah sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan Laailaahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar ma‟ruf adalah sedekah, nahi mungkar juga sedekah dan hal itu bisa terpenuhi oleh dua rak‟at yang dikerjakannya di waktu Dhuha.” (HR. Muslim) 11. Shalat qabliyyah dan Ba’diyah Jum’at Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ُِٖ‫َبتٔ٘ٔ ث‬ٛٞ ‫سُؽَ َِٔٔ ُػ‬ٞ‫َؿ‬ٜ ٢ٖ‫ِْؿَتَ َست‬ٜ‫ُ٘ ثُِٖ أ‬ٜ‫زَ ي‬ٚ‫د‬ٝ‫ ََا ق‬٢٤ًَ‫ؿ‬ٜ‫ ؾ‬ٜ١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ ا‬٢َ‫ت‬ٜ‫غَتطٌََ ثُِٖ أ‬ٞ ‫ ا‬٢َٔ ٣ّ‫ٖا‬ٜٜ‫ أ‬١َٔ‫ث‬ٜ٬َ‫كٌَِ ث‬ٜ‫َؾ‬ٚ ٣َ‫٭ػِس‬ٝ ‫ٔ ا‬١َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ِ َٔ ا‬َٝ‫َب‬ٚ َُِ٘ٓٝ‫ُ٘ ََا َب‬ٜ‫ؿٔ َس ي‬ٝ‫َ َعَُ٘ غ‬٢ًَِّ‫ُؿ‬ٜ “Barang siapa yang mandi kemudian menghadiri shalat Jum‟at, sebelumnya ia shalat semampunya, lalu ia diam sampai khatib menyelesaikan khutbahnya, kemudian ia shalat bersamanya, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum‟at yang satu ke Jum‟at berikutnya dengan ditambah tiga hari.” (HR. Muslim) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: 216 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫أزَِبعّا‬ٜ ‫ َبعِدََٖا‬ٌَٚ‫ُؿ‬ًٜٝٞ‫ ؾ‬١ٜ َ‫يذُ ُُع‬ٞ‫ ُِ ا‬ٝ‫أسَدُن‬ٜ ٢٤ًَ‫إذَا ؾ‬٢ “Apabila salah seorang di antara kamu shalat Jum‟at, maka kerjakanlah setelahnya empat rak‟at.” (HR. Muslim) Bisa juga ia kerjakan hanya dua rak‘at karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah melakukannya. 12. Shalat Ied Shalat idul fitri dilakukan setelah selesai puasa bulan ramadhan, shalat idul adha dilakukan selesai haji dan sepuluh hari bulan zulhijjah, keduanya termasuk kebaikan Islam, umat islam menunaikannya setelah melakukan dua ibadah yang agung sebagai syukur kepada Allah. Hukum shalat dua hari raya: sunnah mu'akkadah atas setiap muslim dan muslimah. Waktu shalat ied yaitu mulai matahari meninggi setinggi tombak hingga tergelincir, jika tidak tahu datangnya ied kecuali setelah tergelincir matahari, maka shalat pada esok harinya, pada waktunya, dan tidak menyembelih hewan kurban kecuali setelah selesai shalat ied. Sifat pergi untuk shalat ied: 

Orang yang pergi shalat ied disunnahkan membersihkan diri, memakai pakaian yang paling bagus; untuk menampakkan kegembiraan pada hari itu, adapun wanita, tidak boleh menampakkan perhiasannya dan tidak memakai parfum, pergi shalat bersama-sama orang, sedangkan wanita haid, ia mendengarkan khutbah ied dan tidak masuk tempat shalat.



Makmum disunnahkan pergi pagi-pagi setelah shalat subuh dengan berjalan kaki jika bisa, adapun imam maka agak akhir hingga tiba waktu shalat, dan disunnahkan pergi melalui satu jalan dan kembali melalui jalan lain, untuk menampakkan syi'ar, dan mengikuti sunnah nabi.



Disunnahkan makan beberapa biji kurma sebelum berangkat shalat idul fitri, adapun shalat idul adhal disunnahkan tidak 217 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

makan sebelum shalat hingga makan dari kurbannya jika berkurban. Tempat shalat ied: 

Shalat ied dilakukan di tanah lapang dekat kota, jika sudah sampai ke tempat shalat, maka shalat dua rakaat dan duduk berdzikir kepada Allah, dan shalat ied tidak dilakukan di masjid kecuali ada halangan seperti hujan dan sebagainya.



Jika telah memasuki tempat shalat ied, boleh shalat sunnah sebelum shalat ied dan sesudahnya selama tidak pada waktu yang dilarang, maka tidak disyari'atkan kecuali shalat tahiyatul masjid, jika telah pulang ke rumahnya disunnahkan shalat dua rakaat. Sifat shalat ied:



Jika tiba waktu shalat, maka imam maju dan memimpin shalat dua rakaat tanpa adzan dan iqamah, pada rakaat pertama bertakbir tujuh kali atau sembilan kali dengan takbiratul ihram, dan pada rakaat kedua lima kali setelah berdiri.



Kemudian setelah membaca fatihah disunnahkan membaca surat al-A'la dengan keras pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua setelah fatihah membaca surat al-Ghasyiyah, atau pada rakaat pertama membaca surat Qaaf, dan pada rakaat kedua membaca surat (iqtarabatissaa'ah), suatu kali membaca ini, dan suatu kali membaca yang itu.



Setelah salam, berkhutbah satu kali menghadap kepada jamaah, hendaklah isi khutbah adalah memuji Allah, bersyukur kepadanya, menyanjungnya, mengingatkan wajibnya mengamlkan syari'at Allah, mendorong mereka bersedekah, menganjurkan untuk berkurban dan menjelaskan hukumhukumnya kepada mereka.



Apabila hari raya bertepatan pada hai jum'at, maka siapa yang telah shalat ied gugur baginya shalat jum'at, maka shalat dhuhur, 218 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

adapun imam dan orang yang tidak shalat ied, maka wajib shalat jum'at. 

Apabila imam lupa salah satu takbir dan sudah mulai membaca maka gugur; karena takbir itu sunnah dan telah lewat waktuya, dan tidak mengangkat tangan pada takbir-takbir tambahan pada kedua rakaat di shalat ied dan shalat istisqa'.

13. Shalat Khusuf dan Shalat Kusuf Khusuf adalah gerhana bulan total atau sebagian di malam hari sedangkan Kusuf adalah gerhana matahari total atau sebagian. Hukum Shalat Khusuf dan Kusuf: Hukum kedua shalat ini sunah ma'akkadah bagi setiap muslim dan muslimah baik yang sedang mukim atau safar. Mengetahui Waktu Gerhana. Waktu gerhana matahari dan bulan memiliki waktu-waktu tertentu seperti halnya waktu terbit matahari dan bulan, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan bahwa waktu gerhana matahari terjadi pada akhir bulan sedangkan gerhana bulan terjadi pada malam-malam purnama. Sebab-sebab Gerhana Apabila terjadi gerhana bulan ataupun matahari manusia dianjurkan untuk melakukan shalat di mesjid-mesjid atau di rumahrumah sekalipun di mesjid itu lebih utama, sebagaimana gempa, petir, gunung berapi, memiliki sebab-sebab tertentu demikian juga gerhana matahari dan bulan juga telah Allah tetapkan penyebab keduanya. Dan hikmah di balik itu adalah menakut-nakuti hamba-Nya agar kembali kepada Allah. Waktu Shalat: Shalat gerhana dimulai sejak terjadinya gerhana hingga gerhana tersebut hilang. Tata Cara Shalat Gerhana:

219 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Shalat gerhana tidak dimulai dengan azan dan iqomat akan tetapi dengan panggilan: Ash-Shalatu Jaami'ah sekali atau lebih. Kemudian imam bertakbir dan membaca Al-Fatihah serta surat yang panjang dengan suara keras lalu ruku' dengan ruku' yang lama kemudian i'tidal dengan membaca Sami'allahu liman hamidah, Rabbana walakal hamdu, tetapi tidak sujud. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan membaca surat yang lebih pendek dari yang pertama kemudian ruku' dengan ruku' yang lebih pendek dari yang pertama kemudian i'tidal, lalu turun sujud dengan sujud yang panjang dan sujud yang pertama lebih panjang dari yang kedua dan diselai dengan duduk di antara dua sujud kemudian berdiri untuk rakaat kedua lalu melakukan hal yang sama dengan rakaat pertama hanya saja lebih ringan dari yang pertama kemudian dilanjutkan dengan tahiyat dan salam. Sifat Khutbah Shalat Gerhana Disunnahkan bagi imam untuk melakukan khutbah setelah shalat gerhana untuk mengingatkan manusia akan kejadian yang besar ini agar hati-hati mereka menjadi lunak kemudian meminta mereka untuk benyak berdo‘a dan istighfar. Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata, telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam lalu beliau melakukan shalat dan memanjangkan berdirinya lalu ruku' dengan ruku' yang panjang kemudian berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang pertama kemudian ruku' dan sujud dengan memanjangkan keduanya, lalu berdiri untuk raka'at kedua kemudian ruku' yang panjang tetapi lebih pendek dari ruku' yang pertama kemudian mengangkat kepalanya untuk berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang pertama kemudian ruku' dan sujud. Lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyelesaikan shalatnya dan matahari telah kelihatan kembali maka beliau berkhutbah memuja dan meuji Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersabda, Sesungguhnya matahari dan bulan adalah salah satu tanda dari tandatanda kebesaran Allah dan keduanya tidaklah terjadi gerhana dikarenakan hidup atau matinya seseorang maka apabila kalian melihatnya maka bertakbirlah dan berdo‘alah kepada Allah serta lakukanlah shalat dan bersedekahlah wahai umat Muhammad, sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika 220 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

melihat hamba-Nya melakukan perzinahan wahai umat Muhammad seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa, saksikanlah bukankah telah aku sampaikan.‖ (HR. Muttafaq 'alaihi) 14. Shalat Istisqa (memohon hujan) Kesunnahan Sebelum Shalat Istisqa Imam (pemerintah) sunnah memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk: a. b. c. d.

Melaksanakan puasa selama tiga hari. Memperbanyak infak, sedekah dan yang lainnya. Mengembalikan hak orang lain dari hasil kedzhaliman. Bertaubat dari dosa.(Do‘a taubat lihat pada bagian do‘a shalat taubat). e. Pada hari yang keempat semua umat Islam termasuk usia lanjut dan anak-anak diperintahkan untuk keluar rumah dengan memakai baju sederhana (kebalikan memkai baju di hari raya) disertai rasa tawadhu (rendah hati) dan banyak penyesalan dari segala dosa. f. Mengeluarkan semua binatang ternak (menurut satu pendapat, karena ternak juga memerlukan air). Cara Shalat Istisqa a. Dilaksanakan di tempat (lapangan) terbuka dan waktunya kapan saja. b. Boleh dilakukan di waktu karohah (makruh melakukan shalat) seperti ba‘da shalat shubuh atau ba‘da shalat ashar, karena shalat istisqa termasuk kategori shalat dzati sababin (shalat yang ada sebabnya, yaitu disebabkan tidak ada hujan). c. Boleh dilakukan lebih dari dua rakaat d. Jika shalatnya dua rakaat, maka pelaksanaannya sebagaimana shalat dua rakaat shalat sunnah ied, baik dalam syarat maupun rukun, misalnya e. Membaca takbir sambil mengangkat kedua tangan tujuh kali (pada rakaat pertama) sesudah membaca do‘a iftitah sebelum membaca ta‘awudz. Dan membaca takbir 5 kali pada rakaat kedua 221 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

f. Di rakaat pertama stelah membaca Al-Fatihah adalah membaca surat Qaaf, atau surat Al-A‘la g. Dirakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah adalah membaca surat Iqtarobat Al-Sa‘ah (surat Al-Ghasyiah). h. Disunnahkan Khutbah Dua Kali i. Pada khutbah kedua disunnahkan menghadap kiblat dan membelakangi jama‘ah. j. Khatib dan para jamaah disunnahkan membulak-balikan selendangnya, bagian atas diputarkan ke bawah dan sebaliknya. Jika memakai selendang di sebelah kanan, maka dipindahakan kesebelah kiri dan sebaliknya173 k. Berdo‘a kepada Allah dengan khusu‘ untuk meminta hujan dengan suara yang pelan atau suara keras yang terdengar oleh jama‘ah l. Selesai berdo‘a kemudian khatib dalam mengakhiri kutbahnya kembali menghadap ke arah jamaah. m. Do‘a Jika Hujan Sudah Turun

ٔ٘ٔ‫َ َزسِ َُت‬ٚ ٔ‫كٌِ اهلل‬ٜ‫ِّسَِْأبؿ‬ََٛ ‫ؾبَِبَٓا َْأؾعّا‬ َ ًُِٖٗ١‫ي‬ٜ‫أ‬ ―Ya Allah curahkanlah hujan yang manfaat bagi kami‖. Kami telah dicurahkan hujan dari karunia Allah dan rahmatNya‖. n. Do‘a Agar Hujan Berhenti

٢‫ػذَس‬ ٖ ‫ت اي‬ ٔ ‫ََٓأب‬َٚ ٔ‫َايكٖ ِسب‬ٚ ٓ٢ِٜ‫ن‬ٜ‫َ ا٭‬٢ًَ‫ًُِٖٗ ع‬١‫ي‬ٜ‫ أ‬،‫َٓا‬ًَِٜٝ‫ َع‬٫َٚ ‫َٓا‬ِٝ‫ي‬ٜ‫َا‬ٛ‫ًُِٖٗ َس‬١‫أي‬ ―Ya Allah turunkanlah hujan kesekeliling kami, tetapi tidak menjadi petaka bagi kami. Ya Allah turunkanlah hujan ke daratan tinggi, bukit-biukit, pedalaman lembah-lembah dan tumbuh-tumbuhan yang menumbuhkan pepohonan‖.

173 Hadits berasal dari Abdillah bin Jaed, ia berkata; saya melihat Rasuulah SAW keitka akan melaksanakan shlat istisqa, beliau pertama kalinya mengahadap kepada para jamaah (shahabat) lalu memalingkan badannya mengahadap kiblat sambil memohon kepada Allah. Kemudian beliau membalikan selendangnya, kemudian shalat istisqa dua rakaat sambil mengeraskan bacaannya”. (Imam Bukhari, Al-Tajrid al-Sharih, hadits no. 522, hlm.167).

222 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

BAB X

KHILAFIYAH DALAM IBADAH

A. Adil dalam Menyikapi Masalah Khilafiyah Perbedaan dalam alam pikir manusia yang merupakan sunnatullah haruslah disikapi dengan adil. Maksud adil adalah menempatkannya pada koridor syariah, bukan rasio semata atau hawa nafsu. Adanya perbedaan, bukannya menjadi dalil untuk membiarkan perbedaan itu berjalan secara liar dalam kehidupan manusia, sehingga menyebabkan perpecahan.174 Dalam Islam, terdapat otoritas yang mengatur persoalan keagamaan. Islam bukan seperti aliran postmodern yang kata Francois Lyotard anti-otoritas, tidak mengenal benar dan salah atau menurut Ernest Gellner curiga kepada kebenaran ilahiyyah. Oleh sebab itu, ia perlu dikelola dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti ushul fikih, akidah dan tarikh. Karena, konsep ilmu dalam Islam itu bersifat tauhidi tidak dikotomis. Tauhidi maksudnya, satu konsep ilmu harus berjalinan erat dengan ilmu lain tidak boleh dipisah secara dikotomik, karena semuanya ada dalam satu jaringan konsep (networking concept). Perbedaan dalam perkara agama memang tidak tunggal, tapi perbedaan itu sendiri beragam jenisnya. Ada yang bisa ditolelir ada pula yang tidak bisa dikompromikan. Prinsip inilah yang telah dijalankan oleh para ulama terdahulu. Kenyataannya, sejak zaman Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, sahabat, tabi‘in dan tabiut tabi‘in, perbedaan itu telah ada. Perdebatan di antara sahabat pun kerap terjadi. Namun hal tidak memunculkan cacian ataupun tidak sampai terjadi pembiaran terhadap

174- Kholili Hasib, http://hidayatullah.com

Fiqhul

Khilaf

dan

Adil

dalam

Menyikapi

Perbedaan,

223 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

merebaknya kesesatan apalagi sampai penyuburan penyimpangan agama. Sebab masing-masing disikapi dengan adil. Dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan furuiyyah, para ulama dan imam mujtahid tidak pernah menyikapinya dengan ta‟ashub (fanatik) berlebihan jika terjadi perbedaan. Tidak ada tadlil (penyesatan), takfir (pengkafiran) dan tafsiq (menghukumi fasik). Dalam berdakwah, mereka tidak pula sombong atau memaksakan diri agar pendapatnya wajib diikuti semua umat.175 Adab itu pernah dicontohkan oleh Imam Malik. Dikisahkan bahwa Harun al-Rasyid menyarankan agar Imam Malik mempopulerkan kitabnya, al-Muwatta‟, dengan cara digantungkan di Ka‘bah. Harun alRasyid melihat keilmuan Imam Malik tiada yang menandingi pada waktu itu, sehingga dengan cara itu sang Khalifah ingin madzhab Imam Malik diikuti semua penduduk negeri. Akan tetapi, Imam Malik secara diplomatis menjawab: ‖Jangan Tuan lakukan itu. Sebab sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam saja sudah berselisih dalam masalah furu‘. Lagi pula, umat Islam sudah tersebar di berbagai negeri, sedang sunnah sudah sampai pada mereka, dan mereka juga punya Imam yang diikuti. Harun al-Rasyid pun berkomentar:‖Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi taufiq kepadmu, wahai Abi Abdillah‖ (diriwayat oleh al-Suyuthi dalam al-Inshaf fi Asbabi al-Ikhtilaf). Beda hasil ijtihad di kalangan sahabat juga tidak memicu saling penyesatan dan pengkafiran. Contoh tentang hukum berdiri ketika ada jenazah lewat. Sebagian sahabat memandangnya hukum itu untuk menghormati malaikat, bukan jenazah. Sehingga ini berlaku untuk jenazah yang muslim maupun kafir. Sahabat lainnya berpandangan bahwa hal itu dikarenakan kengerian kematian. Sebagaian lagi menilai hukum itu berlaku khusus untuk jenazah kafir dengan alasan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah beridiri ketika dilewati jenazah Yahudi karena takut jenazah tersebut melebihi kepalanya. Semua hukum ini berjalan di kalangan sahabat dan tabi‘in. Tiada seorang pun saling menyesatkan. Karena semua berdasar dari riwayat yang dipercaya.

175 - Ibid

224 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Kompromi dan saling menerima pendapat seperti tersebut tidak terjadi jika perbedaannya itu menyangkut persoalan yang prinsip dalam akidah. Sebab, dalil-dalil yang jelas, dan pasti (qath‟iy) dalam akidah tidak pernah berubah. Ajaran bahwa Nabi terakhir adalah nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah berubah. Jumlah shalat wajib juga tidak akan dikurangi atau ditambahi. Barangsiapa yang mengubah, maka tidak boleh dibiarkan karena menyesatkan. Orang-orang yang mengaku Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seperti Musailamah alKadzdzab, Thulaihah al-Asadi, Sajah binti Al-Harits at-Tamimiya, dan lain-lain tidak pernah diakui ajarannya oleh para sahabat sebagai ijtihad, tapi penyesatan. Ketika Imam Syafi‘i ditanya tentang aliran Syi‘ah, yang secara prinsip akidah menurut beliau berbeda, beliau mengkritiknya dengan sangat keras, dan berkata: ―Kelompok ini adalah golongan terjelek.‖ (baca al-Manaqib jilid I). Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa ada aturannya dalam mengelola perbedaan. Para ulama memberi nama Fiqhul Khilaf (Fikih Perbedaan). Biasanya Fiqhul Khilaf juga diikuti dengan kajian Fiqhul I‟tilaf (Fikih Persatuan) untuk menjelaskan mekanisme, dan konsep-konsep yang tepat dalam menentukan sikap, hal-hal apa saja yang bisa masuk toleransi dan prinsip-prinsip apa saja yang tidak bisa dikompromikan. Oleh sebab itu, memahami apa itu konsep ikhltilaf mutlak dibutuhkan.176 B. Pembagian Khilafiyah Secara umum ikhtilaf itu dibagi menjadi dua yaitu; Ikhtilafu alTanawwu‟ (perbedaan fariatif) dan Ikhtilafu al-Tadlad (perbedaan kontradiktif). 177 1. Ikhtilaf Tanawwu‟ adalah jika perbedaan itu tidak saling kontradiktif antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing dari pendapat tersebut mempunyai kesamaan makna namun redaksinya berbeda, sebagaimana halnya dengan qira‟ah sab‟ah. Di antara contoh ikhtilaf tanawwu‟ adalah perbedaan dalam adzan Jum‘at, bacaan do'a iftitah, tasyahhud, qunut shubuh, dan bacaan basmalah dalam fatihah, yang kesemuanya disyariatkan. 176 - Ibid 177 - Ibn Taimiyah, Raf’ al-Malam An Aimmah al-A’lam,

225 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Dalam masalah ijtihad seperti ini, tidak diperkenankan saling berselisih (tanazu‘). Lebih-bebih sampai memicu tadlil (saling menyesatkan) dan takfir (mengkafirkan). Karena menurut Ibn jarir At-Thabari, semua itu sifatnya adalah alternative (takhyir), pilihan yang tidak perlu dipertentangkan. 2. Ikhtilaf Tadhad yaitu perbedaan yang kontrdiktif yang tidak mungking dipertemukan, karena antra pendapat yang satu dengn yang lainnya sling bersebrangan. Dalam perbedaan seperti ini tidak sepatutnya ditoleransi, karena kebenaran hanya ada pada salah satu dari pendapat tersebut. Contoh dalam ikhtilaf tadhad ini kebanyakan terjadi pada masalah-masalah aqidah, bukan masalah-masalah furuiyyah. Oleh karena itu ahlu sunnah tidak boleh memberikan toleransi pada syi‘ah, khawarij, mu‘tazilah, murji‘ah, paham pluralisme, liberalisme dan sejenisnya. Karena paham mereka itu telah keluar dari jalur sunah, oleh sebab itu Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid memasukkan semua fikih para ulama madhab empat, bahkan madhab dzhahiriyyah, tsauriyyah, thabariyyah, dan madhab fikih lainnya, akan tetapi Ibn Rusyd tidak mewadahi madhab syiah, murjiah, mu‘tazilah dan sejenisnya, karena madhab ini dianggap telah keluar dari jalur sunah dan penyebab iftiraq (perpecahan) di tubuh umat Islam.178 C. Perbedaan Antara Ikhtilaf (perbedaan) dan Iftiraq (perpecahan) Membedakan antara Ikhtilaf (perbedaan) dan Iftiraq (perpecahan) termasuk perkara yang sangat penting. Karena mayoritas manusia terlebih para du'at dan sebagian penuntut ilmu yang belum matang dalam medalami ilmu agama- tidak dapat membedakan antara permasalahan khilafiyah dengan perpecahan. Akibatnya, terjadi ketimpangan dalam menghukumi suatu masalah.179

178 - Lihat Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Dar Al-Syuruq, 2011, Ibn Taimiyah, Raf’ul Malam An Aimmah al-A’lam, Maktabah Waqfiyyah. 179 - Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan Cara Penanggulangannya,Pustaka Islamhouse,2009, hlm.4

226 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Oleh sebab itu, sudah sewajarnya mengetahui perbedaan antara ikhtilaf dan iftiraq ini. Agar dapat menempatkan suatu hukum sesuai pada tempatnya. Paling tidak, ada lima perbedaan yang dapat dijadikan pijakan, yaitu : 





Iftiraq adalah bentuk perselisihan yang sangat tajam. Bahkan dapat dikatakan sebagai buah dari perselisihan. Banyak sekali kasus yang membawa perselisihan ke muara perpecahan, meski kadang kala perselisihan tidak mesti berujung kepada perpecahan. Jadi, perpecahan adalah sesuatu yang lebih dari sekedar perselisihan. Tentu saja, tidak semua ikhtilaf (perselisihan) disebut perpecahan. Namun setiap perpecahan sudah pasti ikhtilaf. Banyak sekali persoalan yang diperdebatkan kaum muslimin termasuk kategori ikhtilaf, di mana masingmasing pihak yang berbeda pendapat tidak boleh memvonis kafir atau mengeluarkan salah satu pihak dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Iftiraq hanya terjadi pada permasalahan prinsipil, yaitu masalah ushuluddin yang tidak boleh diperselisihkan. Yakni masalahmasalah ushuluddin yang ditetapkan oleh nash yang qath'i, ijma atau sesuatu yang telah disepakati sebagai manhaj (pedoman operasional) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siapa saja yang menyelisihi masalah di atas, maka ia termasuk orang yang berpecah dari Al-Jama'ah. Adapun selain itu, masih tergolong perkara ikhtilaf. Ikhtilaf bersumber dari sebuah ijtihad yang disertai niat yang lurus. Dalam hal ini, mujtahid yang keliru mendapat satu pahala karena niatnya yang jujur mencari kebenaran. Sementara mujtahid yang benar mendapat pahala lebih banyak lagi. Kadang kala pihak yang salah juga pantas dipuji atas ijtihadnya. Adapun bila ikhtilaf tersebut bermuara kepada perpecahan, tidak diragukan lagi hal itu tercela. Sementara perpecahan yang tidak berpangkal dari ijtihad atau niat yang tulus. Pelakunya sama sekali tidak mendapat pahala bahkan mendapat cela dan dosa. Maka dapat kita katakan bahwa perpecahan itu berpangkal dari bid'ah, menuruti hawa nafsu, taqlid buta dan kejahilan. 227 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Iftiraq tidak terlepas dari ancaman dan siksa serta kebinasaan. Tidak demikian halnya dengan ikhtilaf walau bagaimanapun bentuk ikhtilaf yang terjadi diantara kaum muslimin, baik akibat perbedaan dalam masalah-masalah ijtihadiyah, atau akibat mengambil pendapat keliru yang masih bisa ditolerir, atau akibat memilih pendapat yang salah karena ketidaktahuannya terhadap dalil-dalil sementara belum ditegakkan hujjah atasnya, atau karena uzur, seperti dipaksa memilih pendapat yang salah sementara orang lain tidak mengetahuinya, atau akibat kesalahan takwil yang hanya dapat diketahui setelah ditegakkan hujjah.180

D. Solusi Khilafiyah Solusi dari masalah khilafiyah adalah dengan jalan kembali kepada tuntunan Allah. 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ٞ‫ا‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ تَؿ‬٫ٜ َٚ ٟ‫عا‬َُٝٔ‫٘ٔ د‬١ً‫ٌ اي‬٢ ِ‫شب‬ َ ‫ ٔب‬ٞ‫ا‬ُُٛٔ‫َا ِعتَؿ‬ٚ “Artinya : Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS.Ali Imran : 103) 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ِِٝ‫ه‬ٝ‫حي‬٢‫َتَرِ َٖبَ ز‬ٚ ٞ‫ا‬ًَٛٝ‫ػ‬ٞ‫ؾتَؿ‬ٜ ‫ا‬ُٞٛ‫ تََٓاشَع‬٫ٜ َٚ “Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan.” (QS.Al-Anfal : 46) 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

ُ‫َٓات‬ٚٝ‫يَب‬ٞ‫ُٖ ُِ ا‬٤‫ َٔٔ َبعِدٔ ََا دَا‬ٞ‫ا‬ٛٝ‫ؿ‬ًَٜ‫َا ِػت‬ٚ ٞ‫ا‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ َٔ تَؿ‬ٜٔ‫ر‬٤‫اي‬ٜ‫ا ن‬ُْٞٛٛٝ‫ تَه‬٫ٜ َٚ

180 - Ibid

228 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berceraiberai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS.Ali Imran : 105) 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ٔ٘ٝٔ‫ا ؾ‬ٛٝ‫سٖق‬ٜ‫ا َتتَؿ‬ٜ‫َي‬ٚ َٜٔٚ‫ا ايد‬ُُٛٝٔ‫ق‬ٜ‫ ِٕ أ‬ٜ‫أ‬ “Artinya: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS.Asy-Syura : 13) 

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ًٔ٘ٔٝٔ‫ضب‬ َ َٔ‫ِِ ع‬ٝ‫سٖمَ بٔه‬ٜ‫ؾتَؿ‬ٜ ٌَ ُ‫ا ايطٗب‬ُٞٛ‫ تَٖتٔبع‬٫ٜ َٚ ُُٙٛ‫اٖتٔبع‬ٜ‫ا ؾ‬ٟ ُٝٔ‫طتَك‬ ِ َُ ٞٔ‫ٕٖ َٖعرَا ؾٔسَاط‬ٜ‫َأ‬ٚ “Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia ; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya.” (QS.Al-An'am : 153)

‫ إٕ اعتؿُتِ ب٘ نتاب اهلل‬ٙ‫ا بعد‬ًٛ‫هِ َا إٕ متطهتِ ب٘ ئ تك‬ٝ‫قد تسنت ؾ‬ٚ “Sungguh aku telah meninggalkan ditengah-tengah kalian, satu hal yang bila kalian berpegang teguh dengannya, niscaya selama-lamanya kalian tidak akan tersesat, bila kalian benar-benar berpegang tegunh dengannya, yaitu kitab Allah (Al Qur‟an).” (HR. Muslim)

E. Contoh Khilafiyah a. Qunut Shubuh Dalam masalah hukum qunut shalat Shubuh, para ulama berbeda menjadi tiga pendapat, yaitu : 



Pendapat pertama, qunut shubuh disunnahkan secara terusmenerus. Ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Shalih, dan Imam Syafi ‘iy. Pendapat kedua , qunut shubuh tidak disyariatkan karena sudah mansukh ‗terhapus hukumnya‘. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury, dan lain-lainnya dari ulama Kufah. 229 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Pendapat ketiga, qunut pada shalat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah yang boleh dilakukan pada shalat shubuh dan pada shalat-shalat lainnya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa‘d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy, dan ahli fiqih dari para ulama Ahlul Hadits. Adapun dalil-dalil yang dijadikan argumentasi dari masingmasing pendapat adalah sebagaimana berikut : Dalil Pendapat Pertama

٢ٖ‫ٔ َست‬٠‫يػَدَا‬ٞ‫ٔ ا‬٠ٜ٬َ‫ِ ؾ‬ٞٔ‫ُٓتُ ؾ‬ٞ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ٔ٘ٔ‫َآي‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ٍُِ اهللٔ ؾ‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ََا شَاٍَ ز‬ ‫َا‬ِْٝٗ‫ازَمَ ايد‬ٜ‫ؾ‬ Terus-menerus Rasulullah shallallahu „alaihi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia.181 Dalil Pendapat Kedua

٢‫ؿذِس‬ٜ ‫ٔ اي‬٠ٜ٬َ‫ َسؽُ َِٔٔ ؾ‬ٞ‫َؿ‬ٜ َِٔٝ‫ٍُ ٔس‬ِٛ ٝ‫َك‬ٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ٔ٘ٔ‫َآي‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ اهلل‬٢٤ًَ‫ِ ٍُ اهللٔ ؾ‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫إَ ز‬ٜ‫ن‬ ٍُِٛ‫ك‬ٝ َٜ ُِٖ‫يشَُِدُ ث‬ٞ‫ ا‬ٜ‫و‬ٜ‫َي‬ٚ ‫ُ زَبَٖٓا‬َٙ‫ئ َُِٔ سَُٔد‬ٝ‫ضَُ٘ ضَُٔعَ اهلل‬ٞ‫عُ زَأ‬ٜ‫َسِؾ‬ٜٚ ُ‫س‬ٚ‫هب‬ٜ َُٜٚ ٔ٠٤َ ‫كٔسَا‬ٞ‫ََٔٔ اي‬ ١ٜ َ‫ع‬ِٝ‫ِ زَٔب‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫ٖاؽَ ِبَٔ أ‬ٝ‫َ َع‬ٚ ٣ّ‫ ِبَٔ ٖٔػَا‬ٜ١ًََُٜ‫َض‬ٚ ٔ‫ِد‬ٝ‫َٔي‬ٛ‫ي‬ٞ‫ِدَ ِبَٔ ا‬ٝ‫َٔي‬ٛ‫ي‬ٜٞ‫ ا‬٢‫ِْر‬ٜ‫ًُِٖٗ أ‬٤‫ي‬ٜ‫ِْٔ ا‬٥‫قا‬ٜ َُٖٛ َٚ ِِ ٢ًَِٜٗٝ‫ًَٗا ع‬َٞ‫َا ِدع‬ٚ َ‫ َُكَس‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ‫تَو‬ٜ‫أ‬ٞ‫َط‬ٚ ِ‫ًُِٖٗ اغِدُد‬٤‫ي‬ٜ‫َٔ ا‬َِٝٔٓٔ٪ِ ُُٞ‫َٔ ََٔٔ اي‬ِٝ‫كعَٔؿ‬ ِ َ‫طت‬ ِ ُُ ٞ‫َاي‬ٚ ُٜ٘‫ِي‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫ز‬َٚ ٜ‫ؿتٔ اهلل‬ َ َ‫ ع‬ٜ١ٖٝ‫ؿ‬ َ ُ‫ع‬َٚ َٕ‫َا‬ٛ‫ن‬ٞ َ‫ذ‬َٚ ٟ٬ِ‫ع‬٢‫ز‬َٚ َٕ‫َا‬ٝ‫ش‬ ِ ٔ‫ي َعِٔي‬ٞ‫ًُِٖٗ ا‬٤‫ي‬ٜ‫ِضُـَ ا‬ُٜٛ ِٞٔٓ‫ط‬ ٔ ‫ن‬ٜ

181 - Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 3/110 no. 4964, Ahmad 3/162, Ath-Thahawy dalam Syarh Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wa Mansukhih no. 220, Al-Hakim dalam Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Rayah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugra ` 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no. 639, AdDaraquthny dalam Sunan -nya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 6/129-130 no. 2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 689-690 dan Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no. 753, dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al-Jama’ Wa At-Tafriq 2/255 dan Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.

230 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ِٚ ‫أ‬ٜ ِِ٢ًَِٜٗٝ‫ِبَ ع‬ٛ‫ُت‬َٜ ِٜٚ‫ْ أ‬٤َِٞ‫ غ‬٢‫٭َِس‬ٜ ‫ ََٔٔ ا‬ٜ‫و‬ٜ‫ِظَ ي‬ٝ‫ي‬ٜ ٪ ٍََ‫ِْص‬ٜ‫ُٖا أ‬ٜ‫ ي‬ٜ‫ ذَئو‬ٜ‫َُْ٘ تَسَى‬ٜ‫ً َػَٓا أ‬َٜ‫ثُِٖ ب‬ ُُِٕٛ ٔ‫اي‬ٜ‫ُِِْٖٗ ظ‬٢‫إ‬ٜ‫َبُِِٗ ؾ‬ٚ‫عَر‬ُٜ “Adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, ketika selesai membaca (surah pada rakaat kedua) dalam shalat Fajr kemudian bertakbir lalu mengangkat kepalanya (i‟tidal), berkata, „ Sami‟allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu,‟ lalu beliau berdo‟a dalam keadaan berdiri, „Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, „Ayyasy bin Abi Rabi‟ah, dan orang-orang yang lemah dari kaum mukminin. Ya Allah, keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadikanlah atas mereka tahuntahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri‟lu, Dzakwan, dan „Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.‟ Kemudian sampai kepada kami kabar bahwa beliau meninggalkan do‟a tersebut tatkala telah turun ayat, „Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (HR. Bukhai dan Muslim) 

Dalil Pendapat Ketiga Pertama, hadits Sa‘ad bin Thariq bin Asyam Al-Asyja‘i,

٘‫آي‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍُ اهلل ؾ‬ِٛ ُ‫ًـَ زَض‬َٞ‫تَ ػ‬ًِٝ٤َ‫ ؾ‬ٜ‫ْٖو‬٢‫َبتٔ إ‬ٜ‫َا أ‬ٜ ٪ ِٞٔ‫ب‬ٜ‫ًتُ ٭‬ٞٝ‫ق‬ ٔ١ٜ‫ِؾ‬ٛ‫ه‬ٝ ٞ‫َبٔاي‬ٚ ‫َ اهلل َعُِِِٓٗ ََُٖٗٓا‬ٞٔ‫َ زَق‬ًَٞٔ‫ع‬َٚ َٕ‫َ ُعجَُِا‬ٚ َ‫عَُُس‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫ِ بَه‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َأ‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ .ْ‫ِ َُشِدَخ‬ٞٔٓ‫ِ َب‬ٟٜ‫ "أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ك‬ٜ‫" ؾ‬٢‫ؿذِس‬ٜ ‫ اي‬٢‫َِٕ يف‬ٛ‫كُُٓت‬ٞ َ‫ِا ب‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫ه‬ٜ‫ َٔ ؾ‬ِٝٔٓ‫ض‬ ٔ َ‫ػَُِظ‬ Saya bertanya kepada ayahku, „ Wahai ayahku, engkau shalat di belakang Rasulullah shallallahu „ alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, „Umar, „Utsman, dan „Ali radhiyallahu „anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut

231 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

pada shalat Shubuh?‟ Maka dia menjawab, „ Wahai anakku, (qunut Shubuh) adalah perkara baru.182 Kedua, hadits Ibnu ‗Umar,

٪ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬."ِ‫كُٓت‬ٞ َٜ ًِِٜٜ‫ ؾ‬٢‫ؿبِض‬ ٗ ‫ اي‬ٜ٠ٜ٬َ‫ عَُُسَ ؾ‬٢ٔ‫تُ َعَ أِب‬ِٝ٤ًَ‫ ؾ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫ ق‬٢‫ص‬ًِٜ‫ِ َٔذ‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َعِٔ أ‬ . ِٞٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫أسَ ٕد َٔ ِٔ أ‬ٜ ِٔ‫ُ٘ َع‬ٝ‫ؿع‬ٜ ِ‫س‬ٜ‫ "ََا أ‬٪ ٍَ‫ا‬ٜ‫"ظ ق‬ٜ‫ََُِٓ ُعو‬ٜ ُ‫"آي ٔهبَس‬ “Dari Abu Mijlaz, beliau berkata, „ Saya shalat Shubuh bersama Ibnu „Umar lalu beliau tidak qunut.‟ Maka saya berkata, „ Apakah lanjut usia yang menahanmu (melakukan qunut)?‟ Ibnu „Umar berkata, „ Saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku.” (HR.Thabrani) 

Solusi khilafiyah

Dari perbedaan pendapat diatas, sudah semestinya kita harus bersikap bijaksana. Jika posisi kita sebagai makmum, sudah sepatutnya untuk mengikuti imamnya dalam perkara ijtihadiyah ini. Maka jika imam melakukan qunut, hendaknya dia juga melakukan qunut bersama imam. Dan jika imam tidak melakukan qunut maka janganlah melakukan qunut. Dikarenakan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: ―Imam itu dijadikan untuk diikuti.‖ Dan beliau bersabda: ―Janganlah kalian menyelisihi imam-imam kalian.‖ Dan juga telah shahih dari beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: ―‖Mereka (para imam) shalat untuk kalian, maka jika mereka benar, maka (pahala itu) untuk kalian dan juga untuk mereka, dan jika mereka salah, maka (pahala) bagi kalian dan (dosa) atas mereka‖. Adapun mendahului imam, maka itu tidak diperbolehkan. Maka jika imam melakukan Qunut, tidak boleh bagi makmum untuk mendahuluinya, maka dia harus mengikutinya. Inilah sikap yang dipegang oleh para sahabat dalam menyikapi masalah khilafiyah. Sebagaimana dicontohkan oleh Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu 'anhu yang tetap bermakmum di 182- Diriwayatkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no. 1080 dan dalam Al-Kubra no. 667, Ibnu Majah no. 1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thayalisy no. 1328, Ibnu Abi Syaibah dalam AlMushannaf 2/101 no. 6961, Ath-Thahawy 1/249, Ath-Thabarany 8/8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 677-678.

232 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

belakang ‗Utsman, ketika melakukan shalat Dzuhur dan Ashar dengan cara tidak diqashar di Mina, padahal bagi Abdullah bin Mas‘ud, Dzuhur dan Ashar tersebut sunahnya diqashar. Akhirnya masalah ini ditanyakan kepadanya, dia menjawab: ―Menyelisihi imam itu buruk.‖ b.

Perihal basmalah dibaca jahr (keras)atau sirr (pelan) dalam shalat.  Pendapat pertama. Basmalah tidak termasuk ayat dari surat AlFatihah, sunnah dibaca secara sirr ketika membaca Al-Fatihah dalam shalat, baik shalat sirriyyah maupun jahriyyah. Pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri. Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya : 1/118

ٔ‫ ايجابت ع‬ٖٛ ‫ٖرا‬ٚ ،٠٬‫ يف ايؿ‬١ًُ‫ جيٗس بايبط‬٫ ْ٘‫ٕ إىل أ‬ٚ‫ذٖب آػس‬ٚ ،‫اخلًـ‬ٚ ‫ـ َٔ ضًـ ايتابعني‬٥‫ا‬ٛ‫ط‬ٚ ،ٌ‫عبد اهلل بٔ َػؿ‬ٚ ١‫ ا٭زبع‬٤‫اخلًؿا‬ .ٌ‫أمحد بٔ سٓب‬ٚ ،ٟ‫ز‬ٛ‫ايج‬ٚ ،١‫ؿ‬ٝٓ‫ س‬ٞ‫ َرٖب أب‬ٖٛٚ Ulama lain berpendirian bahwasanya basmalah tidak dikeraskan dalam shalat, riwayat ini adalah yang tetap (meyakinkan) dari khalifah empat dan Abdullah bin Mughaffal dan sekelompok ulama salaf, tabi‟in dan khalaf. Ini menjadi pilihan madzhab Abu Hanifah, ats-Tsauri dan Ahmad bin Hanbal.

ُ٘٤ً‫ اي‬ٞ َ ٔ‫عَُُسَ زَق‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫بَا بَه‬ٜ‫َأ‬ٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ٖ ؾ‬ٞٔ‫ ٖٕ ايٖٓب‬ٜ‫و أ‬ ٕ ٔ‫ َاي‬٢ِٔ‫ ب‬٢‫َْظ‬ٜ‫َع ِٔ أ‬ }َ‫ُٔني‬ٜ‫يعَاي‬ٞ‫ب ا‬ ٚ َ‫٘ٔ ز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫ بٔ {ا‬ٜ٠‫ا‬ًٜٖ‫ َٕ ايؿ‬ُٛ‫ؿَتٔتش‬ٞ َٜ ‫ا‬ُْٛ‫ا‬ٜ‫َعَُُِٓٗا ن‬ “ Dari Anas bin Malik, “ Bahwasanya Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar, Umar Radhiyallahu „anhuma mereka semua membuka (bacaan) shalat dengan alhamdulillahirabbil‟alamin.” (HR.Bukhari)

233 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٔ‫ ب‬ٜ٠٤َ ‫كٔسَا‬ٞ‫ؿَتتٔضُ اي‬ٞ َٜ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ٍُ اي‬ُٛ‫إَ زَض‬ٜ‫تِ ن‬ٜ‫اي‬ٜ‫ ق‬ٜ١َ‫ػ‬٥ٔ‫َعِٔ عَا‬ }َ‫ُٔني‬ٜ‫يعَاي‬ٞ‫ب ا‬ ٚ َ‫٘ٔ ز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫{ا‬ “Dari Aisyah ia berkata, “ Bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membuka bacaan shalat dengan alhamdulillahirabbil „alamin.” (HR. Ibnu Majah) 

Pendapat kedua. Basmalah termasuk ayat dalam surat AlFatihah dan wajib dibaca beserta Al-Fatihah secara keras (jahr) dalam shalat jahriyyah dan secara sirr dalam shalat sirriyyah. Pendapat ini menjadi pegangan Imam Asy-Syafi‘i dan pengikutnya. Di kalangan penganut madzhab Asy-Syafi‘i terdapat kesepakatan, sebagaimana diterangkan An-Nawawi, bahwa basmalah termasuk dalam Surat Al-Fatihah tanpa ada perselisihan.

ٍٚ‫ َٔ ا‬١ًَ‫ نا‬١ٜ‫ِ آ‬ٝ‫ ؾُرٖبٓا إ بطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬١‫اَا سهِ املطأي‬ (333 ‫ ف‬/ 3 ‫ع غسغ املٗرب –ز‬ُٛ‫ف ) اجمل‬٬‫ ػ‬٬‫ ب‬١‫ايؿاحت‬ “Adapun hukum masalah, madzhab kami bahwasanya basmalah itu satu ayat yang sempurna dari awal surat al-Fatihah tanpa ada perselisihan.” ( al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab : 3/333) Ibnu Katsir menjelaskan siapa saja yang memegang pendapat ini dalam tafsirnya 1/117 :

ٖٛٚ ،٠‫ز‬ٛ‫ايط‬ٚ ١‫ إىل أْ٘ جيٗس بٗا َع ايؿاحت‬،‫ زمح٘ اهلل‬،ٞ‫ؾرٖب ايػاؾع‬ ‫ ؾذٗس‬، ‫ا‬ٟ‫ػًؿ‬ٚ ‫ا‬ٟ‫ املطًُني ضًؿ‬١ُ٥‫أ‬ٚ ‫ايتابعني‬ٚ ١‫ـ َٔ ايؿشاب‬٥‫ا‬ٛ‫َرٖب ط‬ ٔ‫… )تؿطري اب‬١ٜٚ‫َعا‬ٚ ،‫ابٔ عباع‬ٚ ،‫ابٔ عُس‬ٚ ،٠‫س‬ٜ‫ ٖس‬ٛ‫ أب‬١‫بٗا َٔ ايؿشاب‬ (11٧ / 1 – ‫نجري‬ 234 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Imam asy-Syafi‟i berpendapat bahwasanya basmalah dikeraskan beserta al-Fatihah dan surat, ini juga menjadi pendapat segolongan dari kalangan sahabat dan tabi‟in dan para imam kaum muslimin zaman dahulu dan kemudian. Yang mengeraskan basmalah dari kalangan sahabat di antaranya Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Mu‟awiyah…

٢ِٝٔ‫ اي ٖسس‬٢َُٔ ِ‫٘ٔ اي ٖسس‬٤ً‫ اي‬٢ِِ‫ ٔبط‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬ٜ٠َ‫ِس‬َٜ‫ ُٖس‬ٞٔ‫ب‬ٜ‫َ أ‬٤‫زَا‬َٚ ُ‫ت‬ِٝ٤ًَ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬٢‫ ُُذُِٔس‬ٞ‫ اي‬٣ِِٝ‫َعِٔ ُْ َع‬ ‫اٍَ آَٔ َني‬ٜ‫ك‬ٜ‫ا ايكٖايِّنيَ} ؾ‬ٜ‫َي‬ٚ ِِ٢ًَِٜٗٝ‫بٔ ع‬ُٛ‫ َُػِك‬ٞ‫ اي‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ { َ‫ؼ‬ًَٜ‫إذَا ب‬٢ ٢ٖ‫ َست‬٢ٕ‫سِآ‬ٝ‫ك‬ٞ‫ اي‬ّٚٝ‫ بٔأ‬ٜ‫سَأ‬ٜ‫ثُِٖ ق‬ ٢ِٔٝ‫ ائاثََِٓت‬ٞٔ‫ع ؾ‬ ٢ ًُٛٝ‫ذ‬ٞ‫اَّ َٔ ِٔ اي‬ٜ‫إذَا ق‬٢َٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ ُ٘ أ‬٤ً‫ضذَ َد اي‬ َ ‫َُا‬٤ًٝ‫ ٍُ ن‬ٛٝ‫َك‬ٜٚ َ‫ا ٍَ ايٖٓاعُ آَٔني‬ٜ‫ك‬ٜ‫ؾ‬ ٢ٍُٛ‫ بٔسَض‬ٟ٠‫ا‬ًَٜ‫ِِ ؾ‬ٝ‫أغَِبُٗه‬ٜ ٜ‫ ي‬ْٞٚ٢‫ٔ إ‬ٙٔ‫َد‬ٝ‫ ٔب‬ٞٔ‫ؿط‬ٞ َْ ٟٔ‫ر‬٤‫َاي‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫َِ ق‬٤ًَ‫إذَا ض‬٢َٚ ُ‫نبَس‬ٞ ٜ‫ُ٘ أ‬٤ً‫اٍَ اي‬ٜ‫ق‬ )َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫اي‬ ―Dari Nu‘aim al-Mujmir ia berkata, “Aku shalat di belakang Abu Hurairah kemudian ia membaca Bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca Ummul-Qur‟an (Al-Fatihah) sampai beliau membaca: “Waladh-dhaallin”, beliau berkata: “Aamiin”. Maka manusia berkata (juga): “Aamiin”. Dan beliau berucap setiap kali sujud: “Allahu Akbar”, dan ketika bangkit dari duduk raka‟at kedua beliau berkata: “Allahu Akbar”. Dan apabila beliau salam maka beliau berkata: “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya akulah di antara kalian yang paling serupa shalatnya dengan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” (Sunan an-Nasa`i : 3/459, Sunan ad-Daruquthni : 3/291) 

Pendapat ketiga. Basmalah bukan termasuk ayat dari surat alFatihah maka hukumnya makruh dibaca beserta al-Fatihah dalam shalat fardhu baik secara pelan maupun keras, namun boleh dibaca dalam shalat sunat. Ini menjadi pegangan Imam Malik dan pengikutnya. Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir Ibnu Katsir :1/118 :

235 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫ ضسّا‬٫ٚ ‫ دٗسّا‬٫ ،١ًٝ‫ بايه‬١ًُ‫كسأ ايبط‬ٜ ٫ ْ٘‫ أ‬٪‫عٓد اإلَاّ َايو‬ٚ Menurut Imam Malik : Basmalah tidak dibaca secara keseluruhan, baik dibaca keras maupun pelan-pelan Sedang Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan 1/96:

‫ ايهتاب‬١‫ َٔ ؾاحت‬١ٜ‫طت عٓدِٖ آ‬ٝ‫ أْٗا ي‬٪٘‫أؾشاب‬ٚ ‫ َرٖب َايو‬١ً‫مج‬ٚ ،‫ دٗسا‬٫ٚ ‫يف غريٖا ضسا‬٫ٚ ١‫ب‬ٛ‫ يف املهت‬ًٞ‫كسأ بٗا املؿ‬ٜ ٫ٚ ،‫غريٖا‬٫ٚ .٘‫ز َٔ َرٖب٘ عٓد أؾشاب‬ٛٗ‫ املػ‬ٖٛ ‫ ٖرا‬.ٌ‫اؾ‬ٛٓ‫كسأٖا يف اي‬ٜ ٕ‫ش أ‬ٛ‫جي‬ٚ “Kesimpulan madzhab Malik dan sahabatnya, bahwasanya basmalah bukan termasuk surat al-Fatihah dan juga surat selainnya, basmalah tidak dibaca dalam shalat fardhu dan juga selainnya baik secara sirr maupun jahr, namun boleh dibaca dalam shalat sunat. Pendapat inilah yang masyhur dari Imam Malik menurut sahabat-sahabatnya.

‫عُس‬ٚ ‫ بهس‬ٞ‫َع أب‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ت َع ايٓيب ؾ‬ًٝ‫عٔ أْظ قاٍ ؾ‬ ‫ـ‬ٝ‫قع‬ٚ ‫ض‬ٝ‫ا ب ( احلُد هلل زب ايعاملني ) )ؾش‬ٛ‫ اهلل عُٓٗا ؾاؾتتش‬ٞ‫زق‬ (‫ض‬ٝ‫ ؾش‬٪ ْٞ‫ل ا٭يبا‬ٝ‫ حتك‬7٧ / 3– ٞ٥‫ضٓٔ ايٓطا‬ “Dari Anas ia berkata, “ Aku shalat beserta Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar Radhiyallahu 'anhu mereka membuka bacaan dengan al-hamdulillahirabbil „alamin.” (Sunana an-Nasa`i: 3/47, menurut pentahqiqan al-Albani, hadis sahih)

ٔ٘٤ً‫ اي‬٢ِِ‫ٍُ ٔبط‬ٛٝ‫ق‬ٜ‫ٔ أ‬٠‫ا‬ًٜٖ‫ ايؿ‬ٞٔ‫َْا ؾ‬ٜ‫َأ‬ٚ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬ٞٔٓ‫اٍَ ضَُٔ َع‬ٜ‫ ق‬٣ٌ٤‫ َُػَؿ‬٢ِٔ‫٘ٔ ب‬٤ً‫ َعبِدٔ اي‬٢ِٔ‫َعِٔ اب‬ ‫أسَدّا‬ٜ َ‫ز‬ٜ‫ِِ أ‬ٜ‫َي‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫يشَدَخَ ق‬ٞ‫َا‬ٚ ٜ‫ٖاى‬ٜ٢‫ٖ َُشِدَخْ إ‬َٞٓ‫ِ ُب‬ٟٜ‫ أ‬ٞٔ‫اٍَ ي‬ٜ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬٢ِٝٔ‫ اي ٖسس‬٢َُٔ ِ‫اي ٖسس‬ ٞٔ‫يشَدَخُ ؾ‬ٞ‫ِ٘ٔ ا‬ٝ‫ي‬ٜ٢‫ِبػَضَ إ‬ٜ‫إَ أ‬ٜ‫َِ ن‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫٘ٔ ؾ‬٤ً‫ اي‬٢ٍُٛ‫ؾِشَابٔ زَ ض‬ٜ‫َِٔٔ أ‬ 236 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٞٔ‫ب‬ٜ‫ َعَ أ‬َٚ َِ٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ ؾ‬ٚٞٔ‫ِتُ َعَ ايٖٓب‬ًٝ٤َ‫دِ ؾ‬ٜ‫َق‬ٚ ٍَ‫ا‬ٜ‫ َُِٔٓ٘ ق‬ٞٔٓ‫ ِع‬َٜ ٢ّ‫ا‬ًِٜ‫ض‬٢‫إ‬ٞ‫اي‬ ‫ت‬ َ ِْٜ‫إذَا أ‬٢ ‫ًَٗا‬ٞٝ‫ا تَك‬ًٜٜ‫يَٗا ؾ‬ٝٛٝ‫َك‬ٜ َُِِِٗٓٔ ‫سَدّا‬ٜ‫ضَُِعِ أ‬ٜ‫ِِ أ‬ًٜٜ‫ َعَ ُعجَُِإَ ؾ‬َٚ َ‫ َعَ عَُُس‬َٚ ٣‫س‬ٞ‫بَه‬ َ‫ُٔني‬ٜ‫عَاي‬ٞ‫ب اي‬ ٚ ‫٘ٔ َز‬٤ًٔ‫يشَُِ ُدي‬ٞ‫ ٌِ ا‬ٝ‫ك‬ٜ‫ت ؾ‬ َ ًِٝ٤َ‫ؾ‬ “Dari Abdullah bin Mughaffal ia berkata, “Ayahku mendengar aku mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, maka ayahku berkata,” Hai anakku ini termasuk sesuatu yang diada-adakan (muhdats), jauhilah perkara baru yang diada-adakan (bid‟ah). Ayahku berkata, “ Aku tidak melihat seorang pun dari sahabat Nabi yang lebih benci kepada bid‟ah dalam Islam. Sungguh aku telah shalat beserta Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Usman, maka aku tidak mendengar seorang pun mengucapkan basmalah, maka janganlah kamu mengucapkannya. Jika kamu shalat maka bacalah al-hamdulillahi rabbil „alamin.‖ (Sunan at- Tirmidzi : 1/412, dan ia menghukumi hadis hasan) 

Pendapat keempat. Basmalah dapat dibaca sekali tempo secara keras dan sekali tempo secara pelan, walau secara sirr dianggap lebih sering dikerjakan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Pendapat ini dimotori oleh Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma‘ad fi Hadyi Khair al-`Ibad : 1/119

‫ُّٔا‬٥‫ذَٗسُ ٔبَٗا دَا‬ ِ َٜ ‫نجَسَ َُٔٓا‬ٞ ٜ‫َٗا أ‬ٝٔ‫ؼِؿ‬َُٜٚ ٟ٠َ‫ تَاز‬٢ِٝٔ‫ اي ٓسس‬٢َُٔ ِ‫٘ٔ اي ٓسس‬١ً‫ اي‬٢ِِ‫ذَٗسُ بٔٔبط‬ ِ َٜ َٕ‫ا‬ٜ‫َن‬ٚ ٔ٘ٔ٥‫ؿا‬ٜ ًُٜ‫ ػ‬٢ًَٜ‫ ع‬ٜ‫ ذَٔيو‬٢ٜ‫ؼِؿ‬َٜٚ ‫سّا‬ٜ‫َضَؿ‬ٚ ‫بَدّا سَكَسّا‬ٜ‫ٕ ػَُِظَ َسٓاتٕ أ‬١ًِٜٜٝ‫َي‬ٚ ٣َِّٜٛ ٌٓٝ‫ ن‬ٞٔ‫ؾ‬ ِٔ َٔ ‫ٔ َٖرَا‬١ًٜٔ‫اق‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ اي‬٢‫أعِؿَاز‬ٜ ٞ‫ اي‬ٞٔ‫ٔ ؾ‬ٙٔ‫د‬ًَٜ‫ ب‬٢ٌِٖٜ‫َأ‬ٚ ٔ٘ٔ‫ؾِشَاب‬ٜ‫ أ‬٢‫ز‬ُُِٛٗ ُ‫ د‬٢ًَٜ‫ع‬َٚ َٜٔٔ‫ايسٓاغٔ د‬ ٕ١َٖٝٔ ‫َا‬ٚ َ‫ح‬ٜٔ‫أسَاد‬َٜٚ ٕ١ًَُِٜ‫اظٕ َُذ‬ٜ‫ؿ‬ٞ‫ي‬ٜ‫٘ٔ بٔأ‬ٝٔ‫ػبٓحٔ ؾ‬ َ ٓ‫ ايت‬٢ٜ‫شتَازَ إي‬ ِ َٜ ٢ٓ‫ َست‬٢ٍ‫ ُُشَا‬ٞ‫ اي‬٢ٌَ‫أَِش‬ٜ

237 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

‫ِقٔ ْع‬َٛ ‫ََٖرَا‬ٚ ٣‫ض‬ٝٔ‫ِسُ ؾَش‬ٝ‫غ‬ٜ ‫حيَٗا‬ٝ ٢‫َؾَس‬ٚ ٣‫ض‬ٜ‫س‬٢ َ‫ِسُ ؾ‬ٝ‫غ‬ٜ ٔ‫ح‬ٜٔ‫أسَاد‬ٜ ٞ‫ اي‬ٜ‫ًو‬ٞٔ‫ضُ ت‬ٝٔ‫ؿش‬ َ ٜ‫ؾ‬ .‫قؼُِّا‬ َ ‫دّا‬١ًَ‫ َُذ‬ٞٔ‫طتَدِع‬ ِ َٜ Ibnul Qayyim berkata: “Dahulu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kadang-kadang mengeraskan lafadz bismillahirrahmanirahim dan lebih sering tidak membacanya secara keras. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa beliau tidak selalu mengeraskan basmalah ketika shalat lima waktu dalam sehari semalam, baik ketika bermukim ataupun bepergian. Beliau memperlihatkan hal ini kepada khulafa` rasyidin, kepada para sahabatnya dan penduduk kota-kota besar. Ini merupakan hal yang paling mustahil sehingga harus dijelaskan lagi. Untuk membahas masalah ini rupanya membutuhkan ruang yang berjilid-jilid yang tebal .” Pendapat ini menggunakan thariqat al-jam‟u wa at-taufiq (metode mengumpul dan mengkompromikan) dari beberapa dalil yang berbeda. Metode ini adalah metode yang seyogyanya ditempuh pertama kali jika menemukan dalil yang sepintas terindikasikan ta‘arudh atau bertentangan. Di mata ulama kelompok ini, riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah mengeraskan bacaan basmalah diakui dan diamalkan, namun riwayat yang mensirrkan basmalah dianggap lebih kuat dan lebih sering dilakukan oleh Nabi dan para sahabat. Agar tidak ada sunnah yang diabaikan atau ditinggalkan, maka diamalkan saja keduanya. 

Pendapat kelima : Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abi Laila dan al-Hakam menurut penuturan al-Qadhi Abu Thayyib ath-Thabari, bahwa basmalah mau dibaca keras atau pelan itu sama saja.

‫ذِٗ َس‬ َ ‫ي‬ٞ‫ٕٖ ا‬ٜ‫ أ‬٢ِٜ‫يشَه‬ٞ‫َا‬ٚ ٢ًِٜٝ‫ي‬ٜ ٞٔ‫ب‬ٜ‫ أ‬٢ٔ‫ٗ َعِٔ اِب‬ٟ٢‫بَس‬ٛ٤ ‫بٔ اي‬ٝٚٛ٤ ‫ اي‬ُٛ‫ب‬ٜ‫ أ‬ٞٔ‫اق‬ٜ‫ك‬ٞ‫ اي‬٢ٜ‫سَه‬َٚ .ْ٤‫َا‬ٛ‫ض‬ َ ‫ضِسَازَ ٔبَٗا‬٢‫إ‬ٞ‫َاي‬ٚ 238 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Az-Zaila‘i menukil, ulama yang berpendapat basmalah boleh dibaca pelan maupun keras di antaranya Ishaq bin Rahawaih, dan Ibnu Hazm.183 Pada dasarnya pendapat kelima ini alasan yang dipakai hampir sama dengan pendapat keempat. Kedua riwayat dari Nabi itu sama-sama diakui sah berasal dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam maka dari itu keduanya sama saja untuk diikuti dan diamalkan. 

Solusi dari pendapat di atas Dari uraian di atas, dapat diambil solusi jalan tengah, yaitu boleh menjahrkan basmalah dan boleh juga mensirrkan basmalah dalam shalat. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ash-Shan‘ani dalam Subul as-Salam.

.‫َٗا‬ٝٔ‫ؼِؿ‬ُٜ ٟ٠َ‫َتَاز‬ٚ ، ‫ َدِٗسّا‬ٟ٠‫ بَٔٗا تَا َز‬ٝ‫سَأ‬ٞ‫َك‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ َِ ن‬٤ًَ‫َض‬ٚ ًَِٜٔ٘ٝ‫ُ٘ ع‬٤ً‫ اي‬٢٤ًَ‫ُْٖ٘ ؾ‬ٜ‫ب أ‬ ُ ‫ َس‬ٞ‫ق‬ٜ‫أ‬ٞ‫َاي‬ٚ “Pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran adalah bahwasanya Nabi SAW membaca basmalah secara jahr kadang-akadang, dan membaca dengan pelan di waktu lain.” ( Subul as-Salam : 2/104) Ulama yang menguatkan pendapat ini di antaranya pada masa modern ini adalah Syaikh bin Bazz:

ٔ‫يه‬ٚ ، ‫ ذيو‬٢ً‫دٍ ع‬ٜ ‫شّا ؾسحيا‬ٝ‫جّا ؾش‬ٜ‫ سد‬١ًُ‫ ْعًِ يف اجلٗس بايبط‬٫ٚ ‫إذا دٗس اإلَاّ بعض‬ٚ ‫٘ ايٓصاع‬ٝ‫ ؾ‬ٞ‫ٓبػ‬ٜ ٫ٚ ٌٗ‫ض‬ٚ ‫اضع‬ٚ ‫ا٭َس يف ذيو‬ ٕ‫يهٔ ا٭ؾكٌ أ‬ٚ ، ‫ بأع‬٬‫ٖا ؾ‬٩‫كس‬ٜ ْ٘‫ٕ أ‬ََٛٛ‫عًِ املأ‬ٝ‫ ي‬١ًُ ‫إ بايبط‬ٝ‫ا٭س‬ . ١‫ش‬ٝ‫ح ايؿش‬ٜ‫ با٭ساد‬٬ُ‫ٕ ايػايب اإلضساز بٗا ع‬ٛ‫ه‬ٜ “Kami tidak mengetahui ada hadis yang sahih dan sharih mengenai mengeraskan basmalah yang menunjukkan atas itu. Namun dalam hal ini luas dan mudah, tidak seyogyanya dijadikan bahan pertikaian. Jika 183- Nasb Rayyah fi Takhrij al-Ahadits al-Hidayah : 2/219

239 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

imam mengeraskan basmalah di suatu saat supaya makmum tahu bahwa ia membacanya hal ini tidak apa-apa, namun yang lebih utama dan yang lebih sering adalah membacanya dengan pelan sebagai bentuk pengamalan terhadap hadis-hadis yang sahih “ ( Fatawa Islamiyyah : 1/479) Pendapat senada dikemukakan oleh ulama kontemporer yang berpandangan seperti ini misalnya Syeikh Fauzan:

٫‫ بأع بريو إ‬٬‫إ ؾ‬ٝ‫ إٕ ؾعً٘ بعض ا٭س‬١ٜ‫ اجلٗس‬٠٬‫ يف ايؿ‬١ًُ‫اجلٗس بايبط‬ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ٍ اهلل ؾ‬ٛ‫ زض‬١ٓ‫ ٭ٕ ايجابت َٔ ض‬،ٞ‫ تٓبػ‬٫ ً٘ٝ‫ ع‬١َٚ‫إٔ املدا‬ ِْٗ‫أ‬ٚ ،ِٝ‫ٕ ببطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬ٚ‫ جيٗس‬٫ ِْٗ‫ٔ أ‬ٜ‫٘ ايساغد‬٥‫ػًؿا‬ٚ ًِ‫ض‬ٚ ‫ أَا‬. ١‫ بعد ايؿاحت‬٠‫ز‬ٛ‫ٕ بايط‬ٚ‫جيٗس‬ٚ ١ٜ‫ اجلٗس‬٠٬‫ يف ايؿ‬١‫ ايؿاحت‬٠٤‫ٕ بكسا‬ٚ‫جيٗس‬ ٞ‫ٓبػ‬ٜ ٬‫ ؾ‬،‫ُّا‬٥‫ٕ بٗا دا‬ٚ‫ا جيٗس‬ْٛ‫سد أِْٗ نا‬ٜ ًِ‫ِ ؾ‬ٝ‫بطِ اهلل ايسمحٔ ايسس‬ ٢‫) املٓتك‬. ‫ بأع بريو‬٬‫إ ؾ‬ٝ‫ ؾعًٗا بعض ا٭س‬ٛ‫ي‬ٚ ‫ اجلٗس هلا‬٢ً‫ ع‬١َٚ‫املدا‬ (7 ‫ ف‬/ ٨0 ‫شإ – (ز‬ٛ‫ ايؿ‬٣ٚ‫َٔ ؾتا‬ “Mengeraskan basmalah dalam shalat jahriyyah jika dilakukan kadangkadang tidak ada masalah, kecuali jika dilakukan terus menerus maka sebaiknya tidak dilakukan. Karena yang tetap dari sunnah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan Khulafaurrasyidin bahwasanya mereka tidak mengeraskan basmalah. Mereka mengeraskan bacaan alFatihah dalam shalat jahriyyah dan mengeraskan bacaan surat sesudah al-Fatihah. Adapun basmalah, maka tidak ada riwayat yang menerangkan mereka mengeraskan terus menerus, maka dari itu tidak seyogyanya terus menerus mengeraskan bacaan basmalah, namun jika sekali-kali mengeraskan maka yang demikian itu tidak apa-apa.” ( alMuntaqa min Fatawa al-Fauzan : 80/4) Dijelaskan pula dalam Fatawa al-Azhar : 240 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

، ‫اْا‬ٝ‫ضًِ نإ جيٗس بٗا أس‬ٚ ً٘ٝ‫ اهلل ع‬٢ً‫ ؾ‬٢‫ إٕ ايٓب‬٪ ٍ‫كا‬ٜ ٕ‫ميهٔ أ‬ٚ ٣‫ زأ‬٣‫ش ايتعؿب ٭‬ٛ‫ جي‬٬‫ا ؾ‬ٝ‫ؾ‬٬‫َا داّ ا٭َس ػ‬ٚ ، ٣‫اْا أػس‬ٝ‫طس بٗا أس‬ٜٚ )٠٬‫ٌ ايؿ‬ٛ‫ب‬ٜ ٫ ‫إ بٗا‬ٝ‫ت‬٢‫إٔ عدّ اإل‬ٚ ،‫كس‬ٜ ٫ٚ ‫ٓؿع‬ٜ ‫إ بٗا‬ٝ‫ت‬٢‫ إٔ اإل‬٣‫أز‬ٚ . (7٨٩ ‫ ف‬/ ٨ ‫ ا٭شٖس – (ز‬٣ٚ‫ؾتا‬ “Dan mungkin dikatakan: Bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengeraskan basmalah di suatu waktu dan mensirrkannya di waktu yang lain. Sepanjang persoalan itu masalah khilafiyyah maka tidak boleh bersikap ta‟ashub dengan pendapat manapun. Dan saya memandang, membaca basmalah itu ada manfaatnya dan tidak berbahaya, sebagaimana tidak membaca basmalah (dengan keras) juga tidak membatalkan shalat.” (Fatawa al-Azhar : 8/489) c. Bilangan Rakaat Shalat Tarawih184 Imam al-Baehaqy meriwayatkan dengan sanad hadits yang shahih, bahwa para shahabat nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat tarawih 20 (dua puluh) rakaat pada masa Umar bin Khathab. Juga Imam Malik Rahimahullah meriwayatkan dalam kitab alMuwatha bahwa para shahabat melakukan shalat tarawih 23 rakaat. Lanjut Iamam Baehaqi shalat dimalam ramadhan menjadi 23 (dua puluh tiga) rakaat itu, karena ditambah dengan witir 3 rakaat. Pelaksanaan tarawih dua puluh rakaat ini, awalnya bukan shahabat nabi penduduk Madinah. Karena penduduk Madinah melakukanya 36 rakaat. Imam Abul Qasim Abdul Karim al-Rafi‘i menjelaskan:‖ Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat selama dua malam, dan pada malam ketiga para shahabat nabi telah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat dua puluh rakaat berjamaah, namun nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak nampak, pada keesokan harinya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya oleh shahabat: ―Ya rasul ! mengapa tidak shalat di Mesjid lagi, jawab 184 - Badrudin Syubki, Rakaat Shalat Tarawih Pendapat Empat Madzhab, Bogor : PUSKI UIKA

241 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Rasululhha Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

―Aku

takut shalat tarawih itu diwajibkan atas kamu, kemudian kamu sekalian tidak kuat melaksanakannya, karena panjang bacaannya, seperti hadits dirwatkan oleh Imam Malik‖. Dalam kitab al-Mughni, Imam Ibnu Qudamah mengutip pendapat Imam Malik bahwa dua puluh rakaat shalat tarawih adalah pendapat yang mukhtar (pilihan), karena pendapat Ibnu Shalih Maula alTaumah, yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu 41 (empat puuh satu) rakaat ditambah witir lima rakaat, (46 rakaat) adalah pendapat yang dhaif. Madzhab Syafi‘i dan Ahamd bin Hambal bahwa landasan yang digunakan shalat tarawih adalah hadits riwayat shahih dari Sa‘id bin Yajid bahwa shalat tarawih di zaman Nabi adalah 20 rakaat. Sedangkan Madzhab Malik melaksnakan 39 rakaat sesuai riwayat ahli Madinah. Sedangkan pelaksanaan shalat tarawih di Masjid Mekkah dan Madinah sa‘at ini adalah tetap mengacu kepada pendapat Madzhbab resmi pemerintah saudi Arabia, yaitu Hanbali dengan pelaksanaaan 20 rakaat. Dan pada malam ke-20 Ramadhan hingga akhir bulan, di kedua mesjid tersebut juga dilaknakan shalat qiyamullail (shalat tengah malam) sebanyak 10 raka‘at dimulai sekitar pukul 00 wib hingga menjelang sahur. Karena ada hadits yang menjeksakan tentang shalat malam bulan Ramadhan (qiyamurramadhan), maka ada juga yang berpendapat bahwa pelaksnaan shalat tarawih juga mengacu kepada shalat malam sebagaimana telah dilaksnakan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa ulama mutakhirin. Adapun jumlah rakaat shalat malam Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah sebagai berikut:    

Shalat malam 11 rakaat terdiri dari 4 rakaat x 2+3 raka‘at witir. (HR. Imam Bukhari) Sebelas rakaat terdiri dari 4 raka‘at x 2+2 rakaat witir + 1 rakaat witirt. (HR. Muslim dari Aisyah ra). Sebelas rakaat terdiri dari 2 raka‘at x 4 & 2 rakaat witir + 1 raka‘at wtir (HR. Muslim). Delapan raka‘at + raka‘at witir (HR Ibnu Hibban). 242 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah



Delapan rakaat + 3 rakaat wiitir= 11 rakaat.

Hadits yang menjelaskan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melaksanakan qiyamul Ramadhan delapan rakaat ditambah tiga (sebelas rakaat) adalah berasal dari riwayat Imam Malik dari Abi Sa‘id alMaqbari dari Abi Salamah bin Abdur Rahman. Abi Salamah bertanya kepada Aisyah: ―Bagaimana shalat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di bulan Ramadhan?‖ Jawab Aisyah:

ٜ٬ٜ‫ ؾ‬،‫أزَِبعّا‬ٜ ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ ٟ١َ‫نع‬ٜ َ‫ َز‬٠َ‫ َعػَس‬٣َ‫إسِد‬٢ َ٢ًَ‫َٖا ع‬٢‫ِس‬ٝ‫غ‬ٜ ِ٢ٔ‫ؾ‬ٜ٫َٚ َٕ‫ َز َكَا‬٢ٔ‫دُ ؾ‬ِٜ‫َص‬ٜ َٕ‫ا‬ٜ‫ََان‬ ُِٖ‫ ث‬،ٖٔٗ٢‫ِٔي‬ٛ‫ط‬ٝ َٚ ٖٔ٢ِٗٓٔ‫ٌَِ َعِٔ ُسط‬٦‫ط‬ ِ َ‫ ت‬ٜ٬ٜ‫أزَِبعّا ؾ‬ٜ ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ ُِٖ‫ ث‬،ٖٔٗ٢ٔ‫ِي‬ٛ‫ط‬ٝ َٚ ٖٔ٢ٗٔٓ‫ط‬ ِ ‫ٌَِ عَِٔ ُس‬٦‫ط‬ ِ ‫َت‬ ٢ٕ‫ َتَٓاََا‬٢َِِٝٓٔٝ‫ٕٖ ع‬ٜ‫ َأ‬١َ‫ػ‬٥‫َا عَٔا‬ٜ ٪ٍَ‫ا‬ٜ‫ِتَٔسَ ق‬ٛ‫ِٕ ُت‬ٜ‫قبٌَِ أ‬ٜ ُّ‫تََٓا‬ٜ‫ٍَِ اهللٔ أ‬ٛ‫ض‬ ُ َ‫َاز‬ٜ ُ‫ت‬ًٞٝ‫ك‬ٜ‫ ؾ‬.‫ثّا‬ٜ٬َ‫ ث‬ٚ٢ًَ‫ُؿ‬ٜ .٢ٔ‫ًب‬ٜٞ‫َٓاُّ ق‬َٜٜ٫َٚ “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak menambah shalatnya sebelas rakaat, baik di bulan ramadhan atau yang lainnya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pertama shalat empat rakaat”.Kata Aisyah kepada Abi Salamah:“Engkau (wahai Abi Salamah) jangan bertanya tentang baik dan panjangnya shalat Rasulullah empat rakaat itu”. Kemudian Rasulullah shalat lagi empat rakaat. Kata Aisyah: “Engkau jangan bertanya lagi (hai Abi salamah) tentang baik dan panjangnya shalat empat rakaat itu”. Kemudian Rasulullah shalat witir tiga rakaat. Aku (kata Aisyah) bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah! apakah engkau tidur sebelum witir?” Rasulullah menjawab: “Wahai Aisyah sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidak pernah tidur”. Hadist riwayat Aisyah itu bukan menunjukkan shalat tarawih, akan tetapi maksudnya shalat qiyamulail atau (mungkin) shalat tahajjud, karena jika shalat yang delapan rakaat diartikan shalat tarawih, maka berarti di bulan syawal dan yang lainnya juga, boleh ada shalat tarawih. Bahkan Syekh Jaenuddin al-Malyabary dalam kitab Fath al-Mu‟in mengatakan:

.٢َ‫كش‬ ٗ ‫َاي‬ٚ ٢‫َايعَؿِس‬ٚ ٢‫عِٗس‬٥ ‫ اي‬١ٖٔٓ‫ض‬ ُ ٔ‫ف‬ٜ٬ٔ‫ ِِ تَؿٔضٖ ٔخب‬ٜ‫أزَِبعّأََِٓٗا ي‬ٜ ٢ ٖ ًَ‫ِؾ‬ًٜٜٛ‫ؾ‬ 243 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

“Jika shalat tarawih dilakukan empat rakaat dengan satu kali bacaan salam, maka hukmnya tidak shah, berbeda dengan shalat sunat dhuhur, ashar dan dhuha”. Namun Muhammad Syatha al-Dimyathi mengatakan kata-kata: , maksudnya empat rakaat atau lebih, misalnya delapan rakaat, dua belas rakaat, enam belas rakaat atau dua puluh rakaat yang dinyatakan tidak shah,

.‫ا‬ٟ‫ك‬ًَُّٜٞٛ٬ٞ‫ ُ٘ َْؿ‬ٜ‫ت ي‬ ِ ‫ش‬ ٖ َ‫ ؾ‬١٫٢‫َإ‬ٚ ‫ا‬ٟ‫إَ عَأَدّاعَأمل‬ٜ‫ ِٕ ن‬٢‫إ‬ “Tidak shah shalat tarawih empat rakaat atau lebih dengan satu kali salam, jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui hukumnya. Dan jika tidak tahu hukumnya dan tidak sengaja, maka shalat itu menjadi shah seperti shalat sunah muthlak lainnya.” Namun perbedaan pendapat ini, hanya dalam bilangan jumlah rakaat shalat tarawih, bukan perbedaan dalam subtansi shalat qiyamullail di bulan Ramadhan. Karenanya Imam Taqyuddin al-Subky membuat kaidah fiqh (ushul fiqh) dalam kitab Jam‘ul Jawami‘:

‫ُٓٗادُُٔعَا‬ٝٝ‫ُِعُ ب‬ٜ‫ ؾَ ٖض اجل‬ٜ‫ذا‬٢‫َإ‬ٚ -‫ا‬ٜٜٛ‫إذَا َتعَازَقَا َتطَك‬٢ ٕ٢ ‫تَا‬ٜ٬َ٦ِ‫ملط‬ٜ ‫َا‬ٚ “Jika dua maslah ta‟arudh (bertentengan) maka bisa gugur dua-duanya, namun jika kedua masalah itu dapat dikumpulkan, maka kedua masalah itu hendaknya dikumpulkan.” Jadi yang paling adil (baik) dalam pelaksanaan ibadah tarawih di malam Ramadhan adalah sebagai berikut: (a) umat Islam hendaknya sahalat qiyamullail di bulan Ramadhan, sebagai realisasi dari hadits Nabi , minimal diawal malam hari melaksanakan tarawih 20 rakaat. (b) Qiyamu Ramadhan (tarawih) dilanjutkan di tengah malamnya dengan tahajud 8 rakkat yang disertai witir tiga rakaat, dan atau (c) Di iawal malam hari 8 rakaat dan di tengah malam harinya 20 rakaat yang disertai witir tiga rakaat witir. Ibnu Quddamah berkata berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam riwayat Abi Dzar. 244 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

ٔ١ًٜٝ٤ً‫ اي‬ٜ‫و‬ًٞٔ‫َا َّ ت‬ٝٔ‫يُٗ ِِ ق‬ٜ ‫ب‬ َ َ‫نت‬ٜ ‫ف‬ ُ ٢‫ِٓؿَس‬َٜ ٖ٢‫ سَت‬٢ّ‫إلََا‬٢ ‫ َعَ ا‬ٛ٥ًَ‫إذَا ؾ‬٢ َّ ِٛ‫ك‬ٜ ‫ ٖٕ اي‬ٜ‫أ‬ “Masyarakat muslim jika shalat di malam ramadhan dengan berjamaah sampai selesai, maka shalatnya dinilai sama dengan shalat satu malam.‖

٢ٔ‫ضـَ ِب‬ ُ ُِٜٛ ٔ١َٜ‫َا‬ٚ‫ ٔز‬٢ٔ‫اٍَ ؾ‬ٜ‫ ق‬.ٔ١َ‫َُاع‬ٜ‫ اجل‬٢ٔ‫ًَٗا ؾ‬َٜ‫ع‬ٜ‫ َعبِدٔ اهللٔ ؾ‬٢ٔ‫ب‬ٜ‫ؼتَازُ ٔعِٓدَ أ‬ ِ ‫مل‬ٝ ‫َا‬ٚ .ٌَُ‫ك‬ٞ‫ؾ‬ٜ‫ض أ‬٢ ِٜٚ‫ ايتٖسَٔا‬٢ٔ‫ُؾ‬١َ‫َُاع‬ٜ‫جل‬ٜ‫ا‬:٢َ‫ِض‬َُٛ ―Abi Abdillah berpendapat bahwa madzhab pilihan pada pelaksanaan shalat tarawih adalah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah. Demikian pula pada riwayat Yusuf bin Musa berjamaah dalam shalat tarawih adalah lebih utama.” Adalah Umar bin Khattab, beliau melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah, karenanya al-Mazani dan Ibnul Hakim dari golongan Madzhab Hanafi, juga golongan Ahmad Bin Hanbal, mereka melaksanakan shalat tartawih dengan berjamaah. Imam Ahmad berkata: ―Para imam shalat tarawih hendaknya membaca ayat Al-Qur‘an ketika menjadi imam dibulan ramadhan, dengan bacaan surat Al-Qur‘an yang ringan bagi ma‘mum, disesuaikan dengan kondisi makmum‖. Namun Al-Qadhi berkata: Disunahkan bagi imam membaca al-Qur‘an diwaktu shalat tarawih, satu kali khataman Al-Qur'an dalam satu bulan Ramadhan, agar para ma‘mun dapat mendengarkan dengan baik bacaan shalat imam. Dan tidak sunah atau makruh hukumnya bagi imam dalam shalat tarawih, jika lebih cepat dari satu kali khataman membaca Al-Qur'an dalam satu bulan Ramadhan (misalnya dua kali atau lebih ), karena dalam keadaan bacaan cepat, AlQur'an susah disimak dengan baik oleh ma‘mum. Hal ini berbeda di luar shalat tarawih, pada bulan Ramadhan bahkan disunahkan banyak membaca Al-Qur‘an, namun tidak boleh cepat dari satu pekan satu kali khatam Al-Qur‘an. Dan jika para jamaah sepakat dengan imam untuk membaca surat-surat al-Quran yang panjang dalam berjamaah tarawih, itu lebih utama. Dalm sebuah hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam di jelaskan oleh Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu. 245 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

.ُ‫ِز‬ٛ‫ش‬ ُ‫ط‬ ٖ ‫ اي‬٢ِٔٓ‫ع‬َٜ ُ‫غ‬٬ ٜ ٜ‫َِتَٓا ايؿ‬ٛ‫ؿ‬ٝ َ‫ ِٕ ت‬ٜ‫َٓا أ‬ِٝٔ‫ٖ َػػ‬٢‫َِ سَت‬٤ً‫ض‬ٚ ًٔ٘ٝ‫ ع‬ٝ‫ٖ اهلل‬٢ًَ‫ ؾ‬ٚ٢‫ َ َع ايٖٓب‬ٜ‫ُٓا‬ٝ‫ق‬ "Kami shalat malam ramadhan bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sehingga kami khawatir lambat makan sahur".

246 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

DAFTAR PUSTAKA Abdul Jawwad Ash-Shawi, Terapi Puasa : Manfaat Puasa ditinjau dari Sains Modern, Jakarta :Republika, 2007. Abdul Lathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar, Darul Wathan, 1412 H Abdullah Ibn Jarullah al-Jarullah, Ringkasan Hukum-Hukum Seputar Puasa, Pustaka Islamhouse, 2010. Al-Baghdadi, Iqtidha‟ Al-Ilm Al-Amal, Beirut: Maktab Al-Islami, 1397 H. Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum Al-Din, Beirut: Al-Maktabah Al-Ashriyah, 1420 H. Ali Ibn Abduh Ibn Syakir Abu Humaidi, Tazkiyah Al-Nafs Fii AlIslam Wa Fii Falsafah Al-Uhra, Mekah: Universitas Ummul Qura, 2009. Al-Marwazi, Ta‟dzim Al-Shalat, Madinah Munawarah: Maktabah AlDar, 1406 H. Al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkam Al-Qur‟an, Kairo: Dar Al-Hadist, 1414 H. Aly Al-Shabuny, Tafsir Shafwah al-Tafasir, Dar al-Fiqr, Beirut Ibanon, (tt). Juz III. Al-Zarkasyi, Al-Mantsur, Kuwait: Wuzarah Al-Auqaf Kuwait, 1405H. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Shalat Jamaah, Pustaka Islamhouse, 2010, hlm.8 Badrudin Syubki, Rakaat Shalat Tarawih Pendapat Empat Madzhab, Bogor: PUSKI UIKA Bukhari, Al-Tajrid al-Shartih/Mukhtashr al-Bukhari, Maktabah alYamamah, li al-Thba‘ wa al-Nasyar, Beirut Libaon. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta : Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2001, hlm.17 Ibn Faris, Mu‟jam maqayis Al-Lughah, Libanon: Dar Al-Fikr, 1415 H. Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H. 247 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Maktabah Darus Salam, Volume III. Ibn Qayyim al-Jauziyah, I‟lam al-Muwaq-qi‟in, Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, Vol. 4. Ibn Qayyim, Al-Fawa‟id, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1393H. Ibn Qayyim, Madarijus Salikin, Kairo: Darul Hadits, Vol. 2. Ibn Rajab, Jami‟ al-‟Ulum wa al-Hikam, tahqiq oleh Syu‘aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, Saudi Arabia: Mu‘assassah ar-Risalah, 1419H. Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Dar Al-Syuruq, 2011, Ibn Taimiyah, Raf‘ul Malam An Aimmah al-A‘lam, Maktabah Waqfiyyah. Ibn Taimiyah, al-„Ubuudiyyah, tahqiq Syaikh ‗Ali bin Hasan bin ‗Ali ‗Abdul Hamid al-Halaby al-Atsar, Maktabah Darul Ashaalah 1416 H. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar al-Fiqr, Beirut, Libanon. Ibnu Qayyim, Bada‟i Al-Fawaid, Mekah: Maktabah Nizar Musthafa, 1416H. Ibrahim Muhammad Ali, Riyadl Al-Insi Fii Tazkiyah Al-Nafs, Aman: Jam‘iyyah Al-Muhafadzah, 2005. Miqdad Yaljin, Jawanib al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Riyadh: Jami'ah AIImam, 1997. Mohammad Sholeh, Terapi Salat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit, Penerbit Hikmah Populer, 2007. Muhamad bin Soleh al-Utsaimin, Zakat dan Faedah-Faedahnya, Puataka Islamhouse, 2010. Muhammad Akmansyah, Konsep Pendidikan Spiritual „Abd Al-Qodir AlJailani, Jakarta: Desertasi UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i. Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka Islamhouse. Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam, Pustaka Islamhouse, 2012 248 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Muhammad bin Shalih bin 'Utsaimin, Al-Ibda' fi Kamaalisy-Syar'i wa Khothrul-Ibtida. Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah Munawarah: Dar Al-thaibah, 1987. Muhammad Iqbal Ahmad Gazali, Keutamaan Membaca dan Menghafal al-Qur`an, Pustaka Islamhaose, 2010, hlm. 2 Muhammad Shaleh al-Munajid, Tujuh Puluh Masalah Seputar Puasa, Pustaka Islamhouse, 2010. Nashir bin Abdul Karim Al-'Aql, Sebab-Sebab Perpecahan Umat dan Cara Penanggulangannya, Pustaka Islamhouse, 2009. Syamsuddin Arif, Puasa: Tazkiyatun Nafs dan Jasad, Jurnal pemikiran Islam, Islamia, (Insists-Republika) edisi 19 Juli 2012. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang Shahih, Bogor : Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001.

249 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Riwayat Hidup Penulis anggal 10 Desember 2011, memiliki sejarah tersendiri bagi Dr. Akhmad Alim. Anak kampung ini berhasil lulus mempertahankan disertasi doktornya dan menjadi seorang Doktor termuda serta tercepat di Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor dengan predikat cum laude. Salah satu pengujinya yaitu Prof. Dr. Ahmad Tafsir, pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung memuji Disertasi dan keilmuannya.“UIKA kini memiliki pakar tentang Ibn Jauzi,” kata Prof. Ahmad Tafsir.

T

Pada sidang terbuka tersebut, Ahmad Alim mempertahankan Disertasinya yang berjudul “Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi dan Relevansinya terhadap Pendidikan Spiritual Manusia Modern”. Ia menjawab semua pertanyaan para penguji dengan tangkas dan lancar. Tim penguji Disertasi terdiri atas Prof.Dr.KH. Didin Hafidhuddin, MS, Prof.Dr.H. Ahmad Tafsir, Prof.Dr.H. Didin Saifudin Bukhari, MA, Dr.H. Adian Husaini, Msi, dan Dr.H. Ibdalsyah,MA. Melalui Disertasi ini, Dr. Alim menawarkan solusi Pendidikan Jiwa berdasarkan konsep yang disusun oleh seorang ulama besar bernama Ibn Jauzi. Memang, untuk menyelesaikan disertasinya, Alim harus bekerja keras. Dia melakukan penelitian di berbagai perpustakaan, termasuk di Universitas Islam Madinah dan Universitas Ummul Qura Mekkah. “Saya sudah mengecek, belum ada yang menulis masalah ini,” papar Alim. Dr.Akhmad Alim, sehari-hari lebih akrab dipanggil Ustadz Alim. Maklum, sembari menyelesaikan program doktoralnya, ia juga dipercaya oleh Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS, menjadi pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil 250 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Albaab Bogor -sebuah pesantren yang didirikan oleh Mohammad Natsir, tahun 1987. Akhmad Alim selama ini sudah dikenal "haus ilmu". Sejarah pendidikannya tidak terlepas dari nadzar sang ibunya sendiri, yang merupakan seorang perempuan yang buta huruf. Sang Ibu adalah seorang anak yatim piatu sejak kecil. Kakak-kakaknya diambil dan diasuh orang, sedang ia sendiri tidak, sehingga Ia hidup sebatangkara. Karena tidak ada biaya, ia keluar sekolah ketika kelas dua SD. Semenjak itu, ia mencari uang sendiri dengan berjualan daun pisang serta ikut menanam padi di sawah. Ayah Alim pun bukan orang yang berpendidikan. Sama seperti ibunya yang tidak lulus sekolah dasar. Hal inilah yang -menurut Alim -kadang membuatnya heran, mengapa ia diberi nama Ahmad Alim yang artinya “pujian kepada Allah hamba yang berilmu”. Padahal kedua orang tuanya itu tidak bisa bahasa Arab. Ketika ditanyakan tentang hal itu, sang ayah berkata, “nama itu pemberian dari seorang Kyai yang merespon nadzar Ibumu”. Diwakafkan Sang Ibu Akhmad Alim lahir di Rembang, 28 Februari 1982. Saat kecil, Alim sering sakit-sakitan. Bahkan, kabarnya, ia baru bisa berjalan setelah 21 bulan. Padahal bayi normal biasanya sudah bisa berjalan umur 12 bulan. Ibu Alim sangat sedih. Saat itulah Sang Ibu berdoa, “Ya Allah, Jika anak saya ini tetap hidup dan bisa berjalan, anak ini saya wakafkan untuk sekolah bahkan setinggi-tingginya yang tidak ada di kampung ini.” Alasan yang mendorong mengapa sang ibu sangat perhatian pada pendidikan, adalah kakek Alim yang merupakan pejuang dan guru ngaji di zaman Belanda. Jadi sang ibu sempat protes mengapa anak-anak seorang guru ngaji tapi sekolahnya tidak ada yang tuntas. Ini memang wajar karena kakek dan neneknya wafat sejak ibu

251 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

Akhmad Alim masih bayi. Tetapi justru karena itu, sang ibu berjuang agar anak-anaknya kelak bisa sekolah setinggi-tingginya. Itulah yang memotivasi Akhmad Alim untuk terus bersekolah. Bahkan sejak kecil ia terbiasa sekolah double. Saat bersekolah di Sekolah Dasar di pagi hari, sore hari dia bersekolah di madrasah ibtidaiyah. Begitu juga saat bersekolah di SLTP, ia juga merangkap ngaji di sebuah pesantren. Begitu pula ketika di ia bersekolah di tingkat SLTA, ia juga merangkap menimba ilmu di sebuah Pesantren di Pati, Jawa Tengah. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tingkat DI, D2, D3, Sl, S2 dan sampai S3. Alim menyelesaikan jenjang S-l di Universitas Muhammad Ibnu Sa’ud LIPIA Jakarta dan S-2 di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Menurut Ahmad Alim, ia mempunyai kebiasaan, ketika dulu masih bersekolah dan menghadapi ujian, ia meminta doa dari sang ibu. Keesokannya Sang Ibu pun langsung berpuasa dan shalat tahajud ketika malam untuk mendoakan kesuksesan anaknya. Walau pun sang ibu tidak memodali materi, tetapi selalu memberikan doa. Ketika berangkat sekolah sang ibu selalu berwasiat, “Ibu tidak bisa memberi kamu biaya, tidak bisa memberi biaya kamu makan. Ibu hanya membekali kamu dengan basmalah. Dengan basmalah kamu bisa makan dan kamu bisa hidup dan membiayai kuliah.” Dengan bekal tersebut ternyata Akhmad Alim tidak pernah kecil hati dan tidak merasa kekurangan. Bahkan untuk biaya sekolah pun, Akhmad Alim selalu mendapat beasiswa. "Kalau pun tidak mendapat beasiswa ada saja rizki dan kemudahan dari jalan yang tidak diperkirakan sebelumnya” ungkapnya. Ada kisah, seorang pegawai di sebuah perusahaan yang ngefans terhadap Ahmad Alim. Orang tersebut mengaku pengikut fanatik satu organisasi Islam. Ia mengaku sedih, karena yang aktif di masjidnya kebanyakan pengikut organisasi lain. Pegawai itu kemudian merasa bersyukur karena kehadiran Alim mampu 252 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

merangkul berbagai kelompok. Di tengah penulisan tesis S-2, tibatiba si pegawai melunasi seluruh biaya pendidikan Akhmad Alim. Begitu pula saat Ahmad Alim hendak berangkat ke Madinah untuk penelitian disertasi. Ada seorang pengusaha yang sadar bahwa hidup mencari uang terus, karena ia ternyata tidak pernah mengeyangkan hatinya. Akhirnya ia mengaji dan kemudian merasakan ketenangan. Ia belajar pada bahasa Arab pada Akhmad Alim mulai “dari nol” sampai bisa menerjemahkan Al-Quran 30 juz. Saat Ahmad Alim berangkat ke Madinah untuk melakukan penelitian, orang itu mengusahakan semua biayanya. “Rizki itu dari Allah,” kata Ahmad Alim yang kini sehari-hari menjadi Imam di Masjid al-Hijri Universitas Ibn Khaldun Bogor. Belajar Ke Universitas Ummul Qura Mekah Setelah menyelesaikan pendidikan Dokornya, Alim tidak lantas berhenti kuliah. Bahkan kehausan akan ilmu, semakin bertambah. Untuk itu, setahun kemudian Ia berangkat ke Mekah untuk belajar Metodologi Pengajaran Bahasa Arab dan Tahfidz di Universitas Ummul Qura Mekah. Kini, Alim aktif sebagai ketua progam kaderisasi ulama Pesantren Tinggi Ulil Albab, sekaligus dosen pasca sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

253 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

1 | Studi Islam

II

Fikih Ibadah

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF