s_sej_022438_bab_4.pdf

October 24, 2018 | Author: Septyani Tri Erlida | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download s_sej_022438_bab_4.pdf...

Description

46

BAB IV MELESTARIKAN KESENIAN BADAWANG DI RANCAEKEK KABUPATEN BANDUNG

Bab ini akan membahas hasil interpretasi i nterpretasi mengenai kesenian Badawang di Rancaekek Kabupaten Bandung. Pembahasan bab ini akan dikembangkan menjadi lima sub bab pokok bahasan, yaitu pertama, mengenai awal perkembangan kesenian Badawang di Rancaekek yang meliputi latar belakang lahirnya kesenian Badawang, kondisi sosial budaya masyarakat Rancaekek, unsur-unsur dalam kesenian Badawang, dan fungsi kesenian Badawang. Kedua, mengenai Peran Lingkung Seni Tumaritis dalam Melestarikan Kesian Badawang meliputi, awal berdirinya Lingkung Seni Tumaritis dan usaha-usaha yang dilakukan oleh Lingkung Seni Tumaritis untuk melestarikan Kesenian Badawang. Ketiga, Upaya seniman Rancaekek dalam melestarikan kesenian Badawang meliputi peran seniman dalam perkembangan seni Badawang dan menciptakan ide-ide kreatif agar seni Badawang dapat beradaptasi dengan perkembangan  jaman. Keempat, Kondisi kesenian Badawang di Rancaekek Rancaekek tahun 1961-2000, yang menggambarkan kehidupan seni Badawang di Rancaekek. Rancaekek. Kelima, pengaruh globalisasi terhadap kesenian Badawang termasuk didalamnya perubahanperubahan yang terjadi pada kesenian Badawang karena masuknya arus globalisasi dan bagaimana kesenian Badawang beradaptasi dengan perubahanperubahan yang masuk dalam kesenian

47

4.1 Awal Perkembangan Kesenian Badawang di Rancaekek 4.1.1 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Rancaekek

Kondisi sosial budaya masyarakat Rancaekek dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek agama, pendidikan, sosial serta nilai-nilai tradisi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Rancaekek secara kultural sangat dipengaruhi oleh budaya Sunda. Orang-orang yang berbudaya Sunda diidentikkan dngan agama Islam karena sebagian besar orang Sunda memeluk agama Islam. ‘”Kehidupan sosial budaya Sunda tidak dapat dilepaskan dari agama Islam karena mayoritas orang Sunda beragama Islam. Pengaruh agama dalam kehidupan masyarakat masyarakat Sunda sangatlah besar. Hukum adat yang berlaku di tanah Sunda, sangat kuat mencerminkan pengaruh Islam. Kondisi ini terlihat pada bidang hukum waris, penikahan, dan lain-lain.” (Ajip Rosidi dalam Edi S. Ekadjati, 1984: 134). Mayoritas masyarakat Rancaekek adalah petani, baik itu pemilik tanah maupun petani penggarap serta buruh tani. Dengan kondisi masyarakat yang hidup di daerah pedesaan, sebagian besar berprofesi sebagai petani, dan kepercayaan yang dianut mayoritas masyarakat adalah Islam, maka sangat wajar apabila di daerah Rancaekek banyak tumbuh kesenian-kesenian tradisional yang yang berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang aktivitas sehari-harinya adalah bertani. Kesenian-kesenian tradisional yang lahir dan berkembang di Rancaekek tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan yang dianut mayoritas penduduknya yaitu Islam, sehingga setiap kesenian tradisional yang ada di Rancaekek termasuk kesenian Badawang sangat kental nuansa Islamnya. Salah satu fungsi kesenian Badawang adalah sebagai sarana berdakwah untuk menyampaikan menyampaikan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakat.

47

4.1 Awal Perkembangan Kesenian Badawang di Rancaekek 4.1.1 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Rancaekek

Kondisi sosial budaya masyarakat Rancaekek dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek agama, pendidikan, sosial serta nilai-nilai tradisi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Rancaekek secara kultural sangat dipengaruhi oleh budaya Sunda. Orang-orang yang berbudaya Sunda diidentikkan dngan agama Islam karena sebagian besar orang Sunda memeluk agama Islam. ‘”Kehidupan sosial budaya Sunda tidak dapat dilepaskan dari agama Islam karena mayoritas orang Sunda beragama Islam. Pengaruh agama dalam kehidupan masyarakat masyarakat Sunda sangatlah besar. Hukum adat yang berlaku di tanah Sunda, sangat kuat mencerminkan pengaruh Islam. Kondisi ini terlihat pada bidang hukum waris, penikahan, dan lain-lain.” (Ajip Rosidi dalam Edi S. Ekadjati, 1984: 134). Mayoritas masyarakat Rancaekek adalah petani, baik itu pemilik tanah maupun petani penggarap serta buruh tani. Dengan kondisi masyarakat yang hidup di daerah pedesaan, sebagian besar berprofesi sebagai petani, dan kepercayaan yang dianut mayoritas masyarakat adalah Islam, maka sangat wajar apabila di daerah Rancaekek banyak tumbuh kesenian-kesenian tradisional yang yang berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang aktivitas sehari-harinya adalah bertani. Kesenian-kesenian tradisional yang lahir dan berkembang di Rancaekek tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan yang dianut mayoritas penduduknya yaitu Islam, sehingga setiap kesenian tradisional yang ada di Rancaekek termasuk kesenian Badawang sangat kental nuansa Islamnya. Salah satu fungsi kesenian Badawang adalah sebagai sarana berdakwah untuk menyampaikan menyampaikan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakat.

48

Bila dilihat dari data penduduk kecamatan rancaekek antara tahun 1993 sampai tahun 1995 menurut mata pencaharian, maka secara kuantitatif sektor pertanian masih dominan seperti nampak dalam tabel 4.1 TABEL 4.1 DATA PENDUDUK KECAMATAN RANCAEKEK MENURUT PEKERJAAN

No Pekerjaan 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pertanian a. Pemilik b. Penggarap c. Buruh Tani Pengusaha Sedang/Besar Industri keci/Pengrajin Buruh Industri Pedagang Pengangkutan PNS ABRI Pensiunan PNS/ABRI Peternak

(1993-1995) Jumlah 1993 1995 19.364 17.123 4.599 4.855 6.853 5.134 7.912 7.134 16 22 5 8 10.431 11.092 3.143 1.517 69 3.241 4.412 144 178 512 318 50 157 36.971 34.827

Perubahan (%) -11,57 5,57 -25,08 -9,83 37,50 60.00 6,34 -51,73 36,13 23,61 -37,89 214,00 -5,79

Sumber: Kantor Kecamatan rancaekek 1993-1995 (dimodifikasi) Dari tabel tersebut terjadi perubahan pekerjaan seperti penurunan sektor pertanian yang cenderung untuk berpindah ke sektor lain seperti pengrajin, jasa, buruh, peternakan dan pedagang. Pergeseran sektor pertanian Penduduk di Rancaekek mayoritas memeluk agama Islam. Nilai-nilai Islam sangat dipegang erat dalam kehidupan sehari-hari. Selain agama Islam, di Rancaekek juga terdapat pemeluk agama lainnya, namun jumlahnya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pemeluk agama Islam.

49

4.1.2 Latar Belakang Lahirnya Kesenian Badawang

Setiap kesenian yang bersifat tradisional memiliki latar belakang atau sejarah, begitu juga dengan kesenian Badawang. Kesenian badawang lahir di desa Rancaekek Kulon kecamatan rancaekek kabupaten Bandung. Kesenian Badawang lahir ditengah-tengah masyarakat yang mayoritas mata pencaharian sehari-harinya adalah sebagai petani. Di daerah Rancaekek sendiri banyak tumbuh jenis-jenis kesenian tradisional seperti Wayang golek, wayang orang, Tari wirahmasari, Pencak silat, Benjang dan lain-lain. Banyaknya kesenian tradisional yang berkembang di daerah Rancaekek ini tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya yang mayoritas adalah petani. Para petani yang sehari-hari sudah lelah dengan aktivitasnya di sawah membutuhkan hiburan agar tidak merasa jenuh dengan aktivitas yang dijalaninya sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut maka wajar apabila di daerah Rancaekek banyak tumbuh dengan subur keseniankesenian tradisional yang memang berfungsi sebagai hiburan bagi mereka. Kesenian-kesenian tersebut juga dimainkan dalam acara-acara tertentu seperti pada saat panen dan ketika acara hajatan seperti pernikahan dan khitanan. Dalam khasanah kesenian rakyat Jawa Barat dikenal adanya seni helaran. Seni helaran atau arak-arakan termasuk ragam kesenian yang bersifat atraktif yang biasanya melibatkan relatif banyak orang yang lazimnya dipertunjukkan pada acara prosesi atau seremonial yang mengandung unsur-unsur hiburan. Seni heleran adalah bentuk kesenian yang biasanya ditampilkan pada saat memriahkan anak yang dikhitan gunanya untuk memeriahkan dan menggembirakan anak sunat pada penyajiannya kesenian ini diiringi juga oleh para penari permainan pencak

50

silat dengan iringan alat musik atau gamelan. Badawang merupakan salah satu kesenian yang termasuk dalam seni heleran. Kesenian Badawang adalah salah satu bagian dari hasil seni budaya nasional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Bandung pada khususnya. Kesenian Badawang lahir dan hidup ditengah-tengah masyarakat pedesaan yang berada di daerah rancaekek Kulon kecamatan Rancaekek pada tanggal 20 Mei 1961 bertepatan dengan hari ulang tahun Kodam VI Siliwangi yang ke 16 dan hari kebangkitan nasional yang ke 53. Pergelaran badawang sebagai gambaran dalam tarian rakyat pedesaan yang penuh dengan hiburan dan humor yang menggambarkan kegembiraan kehidupan dalam masyarakat penuh dengan gairah dalam suasana persahabatan didalam lingkungan sosial untuk penyegaran mental dan mengurangi rasa emosi siapapun yang melakukannya baik anak-anak maupun orang dewasa. Di daerah Rancaekek terdapat beraneka ragam jenis perkumpulan kesenian diantaranya adalah wayang golek, wayang orang, pencak silat, benjang, calung, ketuk

tilu,

tayuban,

qasidah

dan

seni

tari

Wirahmasari.

Menyikapi

keanekaragaman jenis kesenian diatas serta guna memotivasi masyarakat agar mau turut dan ikut serta dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh pemerintah daerah terutama dalam memperingati hari-hari besar nasional, maka Bapak Een Rachmat mencoba memadukan gerakan-gerakan serta langkah kesenian itu uintuk dikembangkan sebagai tari badawang, dimana dengan ini diharapkan dapat berarti dan berguna bagi masyrakat banyak bukan saja menjadi t ontonan semata tapi akan

51

menjadi suatu tuntunan atau media penerangan yang datangnya dari pemerintah kepada masyarakat luas ataupun sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. Bertolak pada hal tersebut maka lahirlah kesenian Badawang. Tokohtokoh Badawang yang dibuat pada awalnya adalah tokoh-tokoh pewayangan. Mengapa topeng yang digunakan badawang berbentuk wayang? Sebagaimana dimaklumi bahwa wayang merupakan cerminan dari perilaku manusia pada umumnya. Wayang di Jawa Barat disebut dengan panakawan, hal ini mencerminkan sekelompok masyarakat pedesaan yang dipimpin oleh seorang lurah, Lurah semar badranaya yang selalu Tuhu Ka Ratu, taat terhadap pemerintah walaupun dalam kondisi dan suasana bagaimanapun yang sepi pamrih rame ing gawe. Pada awal mula diciptakan dan dipertunjukkannya seni Badawang di Rancaekek kurang mendapat tanggapan yang bagus dari masyarakat karena dianggap kurang menarik. Untuk membuat masyarakat tertarik terhadap kesenian Badawang maka dibuatlah inovasi-inovasi baru seperti penambahan jumlah tokoh Badawang dan perubahan-perubahan dalam bentuk Badawang sehingga menjadi lebih menarik dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Pada tahun 60-an kesenian Badawang lebih banyak dimainkan di desadesa saja sebagai bagian dari proses pengenalan Badawang kepada masyarakat di sekitar Rancaekek karena Badawang merupakan kesenian baru yang diciptakan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya kesenian Badawang bisa diterima oleh masyarakat Rancaekek karena pada dasarnya dalam kesenian Badawang

52

terdapat unsur-unsur kesenian yang sudah dikenal oleh masyarakat Rancaekek sebelumnya. Pada tahun 70-an kesenian Badawang sudah mulai diakui oleh pemerintah sebagai

bagian

dari

kebudayaan

nasional.

Hal

ini

terlihat

dengan

dipertunjukkannya kesenian Badawang di istana negara. Pada tahun 70-an sampai 80-an merupakan masa jaya dari kesenian Badawang dengan banyaknya permintaan pertunjukkan Badawang baik dari masyarakat yang sedang mengadakan hajatan khitanan atau pernikahan maupun permintaan dari pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi. Sebagai hasil kebudayaan, Seni Badawang mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan – pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Kesenian Badawang tidak hanya berfungsi sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan berkesenian. Pada dasarnya kesenian Badawang memiliki nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Adapun Nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Badawang antara lain: 1. Nilai Religius Nilai religius yang termuat dalam kesenian badawang telah ada sejak kesenian ini hadir dalam kehidupan masyarakat. Kesenian Badawang lahir ditengah-tengah masyarakat Rancaekek yang mayoritasnya adalah penganut agama Islam, oleh karena itu di dalam kesenian Badawang sangat terasa sekali nilai religiusnya. Nilai religius diturunkan secara turun temurun dan dapat

53

menjadikan masyarakat dan pelaku seni dekat dengan pencipta. Hal ini tergambar dalam setiap pertunjukkan Badawang yang selalu diisipkan dengan anjurananjuran untuk melaksanakan ajaran agama Islam.

2. Nilai Moral Nilai moral yang terkandung dalam kesenian Badawang terlihat dari karakter-karakter Badawang seperti Semar dan keluarganya yang menggambarkan sebuah keluarga yang memiliki moral yang baik dan juga dihormati oleh orang lain. Tokoh-tokoh Badawang yang berbentuk wayang seperti Semar dan keluarganya digambarkan sebagai orang-orang yang memiliki moral yang baik dalam kehidupannya di masyarakat dan diharapkan masyarakat yang menyaksikan pertunjukkan Badawang memiliki moral yang baik seperti tokoh-tokoh Badawang tersebut. Dalam cerita yang ditampilkan kesenian Badawang juga sering diisi dengan pesan-pesan moral terhadap generasi muda dan juga bagi masyarakat pada umumnya. Kesenian Badawang mengajarkan pada masyarakat agar berlaku bijaksana dan menanamkan kebaikan pada manusia. Manusia diajarkan untuk tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

3. Nilai Pendidikan Badawang sebagai salah satu kesenian tradisional diharapkan dapat memberikan pembelajaran kepada masyarakat khususnya generasi muda agar tetap memelihara kelestarian kesenian tradisional agar tidak mengalami kepunahan. Selain itu juga nilai pendidikan yang dimaksud terutama adalah

54

pendidikan agama, pendidikan agama merupakan prioritas masyarakat Rancaekek yang sebagian besar adalah Muslim. Nilai pendidikan ini sangat terlihat jelas dalam kesenian Badawang, baik itu pendidikan anak terhadap orang tua, pendidikan agama, maupun pendidikan bagi masyarakat agar taat kepada pemerintah.

4. Nilai Budaya Kesenian tradisional berkaitan secara timbal balik serta merupakan bagian dari aktivitas dan pola hidup masyarakat pendukungnya. Tidak jarang kesenian tradisional berhubungan ritus/upacara tradisional; dan dengan demikian bertalian dengan kebudayaan masyarakatnya. Kesenian dapat dipandang sebagai refleksi kebudayaan masyarakatnya. Kesenian Badawang berkaitan dengan aktivitas dan pola hidup masyarakat Rancaekek sebagai masyarakat pendukungnya. Kesenian Badawang diciptakan ditengah-tengah masyarakat yang tinggal di pedesaan sehingga sangat mencirikan budaya masyarakat Rancaekek yang mayoritas adalah petani. Seni Badawang merupakan hasil karya masyarakat Rancaekek yang diciptakan untuk melengkapi kebutuhan mereka. Sejak awal penciptaannya sampai sekarang seni Badawang sangat melekat dengan kehidupan masyarakat pendukungnya dan menjadi salah satu ciri khas kesenian masyarakat Rancaekek.

55

5. Nilai Seni Kesenian Badawang merupakan cerminan ekspresi jiwa seni para seniman Rancaekek. Para seniman Rancaekek menuangkan jiwa seninya dalam kesenian Badawang. Nilai seni berfungsi untuk mewujudkan kreatifitas seni dengan cara melakukan perubahan-perubahan dan inovasi yang menuju ke arah yang lebih baik tanpa menghilangkan inti dari seni tersebut, bahkan dapat semakin memperindahnya. Kecintaan terhadap kesenian Badaawang ini terlihat dari para pemain Badawang walaupun mendapat upah yang tidak besar dalam setiap pertunjukkannya, seperti diungkapkan oleh Bapak Awan yang mengatakan bahwa bermain Badawang adalah hobi saja dan karena rasa cintanya terhadap kesenian yang telah digelutinya selama puluhan tahun tersebut.

4.1.3 Unsur-unsur dalam Kesenian Badawang 4.1.3.1 Bentuk Badawang

Badawang berbentuk boneka yang berukuran besar yang dibuat dari rangka kayu dan rotan yang diberi pakaian. Topeng atau kepala Badawang dibuat sesuai dengan tokoh atau karakter yang dipakai dalam pertunjukkan. Berat kepala Badawang sekitar 30 Kg sehingga diperlukan orang yang mempunyai tenaga cukup besar untuk menjadi pemain Badawang. Bentuk Badawang dibuat selayaknya bentuk manusia biasa namun dengan ukuran yang lebih besar. Pembuatan rangka Badawang terdiri dari bahan rotan, kayu, plastik dan besi plat (rencana kedepan akan menggunakan bahan fiber glass), dibuat sebagai layaknya badan manusia dari batas pinggang sampai pundak disatukan dengan

56

lengan yang terbagi dua disatukan oleh sendi sikut pada sendi pundak dengan plastik sedangkan bagian pinggul berdiri terpisah digabung pada bagian perut, hal inilah disebut bagian badawang. Guna mencapai kondisi rangka badawang seperti saat ini mengalami proses tahapan waktu yang sangat panjang dengan melakukan perubahan dan percobaan mulai bagaimana cara menggerakan kepala dapat membalik kekiri atau kekanan, kedepan atau ke belakang sampai dengan dapat berputar. Bagian tangan  juga begitu bagaimana dapat bergerak bebas layaknya seperti manusia, begitu  juga dengan bagian pinggul dapat bergerak sesuai dengan gerakan badan dalam hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan gerakan tari, pencak silat, berguling, duduk, bersalaman dan gerakan lainnya. Tokoh

Badawang

digambarkan

dengan

topeng

kepala

yang

melambangkan pribadi seseorang. Pembuatan topeng dan wujud Badawang ini mengambil bentuk wajah topeng wayang tetapi terdapat perbedaan didalam pembuatannya, bahan yang dipakai dan besar dari bentuk fisik objek. Topeng memiliki bentuk perwujudan yang mengandung arti perlambangan atau wanda serta watak dari tokoh yang diungkapkan, raut muka sangat penting sekali untuk menentukan ekspresi, karakter serta gerak tari dari mimik suatu topeng. Pemberian warna wajah dari suatu topeng juga mempunyai arti perlambangan dalam menonjolkan karaker atau wanda dari topeng tersebut. Topeng wajah dalam badawang memiliki wanda yang berbeda-beda disesuaikan dengan perlambangan yang akan direncanakan, disini diambil karakter panakawan, dimana karakter panakawan mempunyai nilai luhur dari sifat

57

keteguhan, kejujuran serta kataatan didalam mengabdi kepada nusa dan bangsa yang sepi pamrih rame ing gawe, taat kepada pemerintah dalam berbagai kondisi apapun juga. Gambaran jiwa dan karakter badawang semar, menurut cerita dalam lakon seni pewayangan adalah seorang bapak dari ketiga anaknya yaitu astrajingga, udawala dan gareng serta suami dari sutiaragen yang merupakan gambaran dewa kemanusiaan yang dapat mendidik, mengayomi serta memberi pemecahan masalah bila terjadi perselisihan diantara anak-anaknya atau lingkungan sekitarnya. Badawang Sutiaragen adalah isteri semar yang melambangkan seorang isteri yang sabar/soleha yang tuhu dan taat pada suami serta penuh kasih sayang dan kesejukan seorang ibu terhadap anak-anaknya. Badawang Astrajingga atau Cepot, adalah anak sulung bapak lurah Semar Badranaya yang berparas wajar berwarna merah sampai ke tangan melambangkan mempunyai sifat yang jujur, disiplin serta taat terhadap segala perintah juga mempunyai rasa humor yang tinggi dan kegemarannya terhadap seni pencak silat. Badawang Udawala, adalah anak lurah Semar yang kedua mempunyai sifat yang pendiam dan selalu patuh terhadap perintah baik orang tua atau atasannya, berparas wajah berwarna kuning yang mempunyai kegemaran terhadap tari klasik, ketuk tilu, atau tari pergaulan yang disesuaikan dengan gerak dan gayanya keupat, Mincid, galayar dan sebagainya. Badawang Gareng, adalah anak lurah semar yang ketiga, berwajah berwarna biru mempunyai sifat yang brutal, radikal, pemarah tetapi hatinya jujur dan lugas serta mempunyai kegemaran menarikan gerakan-

58

gerakan tari improvisasi (saka), tari keurseus, Gedut, Mincid, Pakbang, Benjang serta pencak silat. Selain tokoh Badawang Semar dan keluarganya, terdapat juga beberapa tokoh Badawang lainnya yaitu Badawang Sukasrana, adalah adik dari Bambang Somantri, wujud seorang denawa yang mempunyai karakter jujur, disiplin, tanggung jawab, baik hati serta mempunyai kesenangan menarikan tari keurseus, gedig, mincid, pakbang, jurus dan benjang. Badawang emban/putri, adalah sosok pelengkap pembuka awal dalm suatu cerita pergelaran lakon dalam berbagai kreasi dan wanda. Disamping badawang panakawean juga dilenghkapi dengan topeng-topeng lain seperti topeng Anoman dan Anggada, topeng jenis monyet, macan, burung garuda, bendi dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan pelaksanaan pagelaran Gambar 4.1 Bentuk Badawang Panakawan

Sumber: Koleksi Pribadi (7 Juni 2009)

59

4.2.3.2 Pemain Badawang

Pemain Badawang adalah semua orang yang ikut terlibat dalam proses pertunjukkan seni Badawang dari mulai persiapan, pertunjukkan, sampai selesai pertunjukkan. Pemain dalam kesenian Badawang terdiri dari penari Badawang atau orang yang berada didalam Badawang, sinden, dalang, dan Nayaga. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Awan dibutuhkan keahlian khusus bagi setiap pemain Badawang. Untuk penari Badawang, syarat minimal adalah orang yang sudah dewasa atau 20 tahun ke atas, karena dibutuhkan orang yang bertenaga cukup besar karena harus mengangkat berat topeng Badawang yang minimal mempunyai berat 30 Kg, ditambah lagi harus mengangkat rangka Badawang. Menurut Bapak Een Rachmat mengungkapkan bahwa dalam setiap pertunjukkan Badawang biasanya dimainkan oleh sekitar 40 orang yang diantaranya adalah: •

9 orang sebagai pemain badawang atau memerankan karakter Badawang



3 orang menjalankan bendi atau kuda



16 orang nayaga atau orang yang memainkan alat musik



1 orang sinden, dan



1 orang dalang Jumlah tersebut bukanlah jumlah baku karena bisa saja bertambah atau

berkurang sesuai dengan kebutuhan dan cerita yang akan dimainkan. Selain itu  juga ada seorang yang berperan penting dalam pertunjukkan kesenian Badawang, yaitu seorang juru tekhnik yang bertugas untuk mengatur gerakan-gerakan Badawang,

membuat

cerita,

dan

juga

mengatur

Badawang

dipertunjukkan dan membuat bentuk-bentuk Badawang baru.

yang

akan

60

Gambar 4.2 Nayaga dalam Kesenian Badawang

Sumber: Koleksi pribadi Bapak Een Rachmat (31 Mei 2009)

4.2.3.3 Waditra atau Alat Musik dalam Kesenian Badawang

Musik adalah hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam sebuah pertunjukkan seni. Dalam musik terdiri dari unsur-unsur seperti pemain musik, lagu, dan juga alat musik yang digunakan. Dalam wawancara dengan Ibu Deudeuh waditra atau musik pengiring dalam kesenian Badawang biasanya menggunakan alat-alat musik tradisional yang sudah dikenal oleh masyarakat Jawa Barat khususnya Rancaekek. Alat-alat musik yang biasa dipakai dalam kesenian badawang diantaranya gendang indung, gendang anak, kulanter, gong, saron, bonang, bajidor, terompet, dan kecrek. Lagu-lagu yang dimainkan dalam pertunjukkan Badawang tidak jauh berbeda dengan lagu-lagu yang dimainkan dalam kesenian lainnya seperti pencak silat, benjang dan lain-lain, namun dalam kesenian Badawang dimasukkan juga musik-musik yang lebih modern dan sedang berkembang di masyarakat seperti

61

musik dangdut dan juga lagu-lagu pop sunda agar tetap menarik bagi masyarakat yang menyaksikannya.

4.2.3.4 Kostum dalam Kesenian badawang

Kostum atau busanan merupakan aspek yang cukup penting dalam pertunjukkan seni Badawang . Busana atau kostum yang dipakai dalam pertunjukkan seni Badawang bisa mempengaruhi minat penonton untuk menyaksikan pertunjukkan Badawang, oleh karena itu kostum yang dipakai oleh para pemain Badawang dibuat agar bisa menarik perhatian penonton yang menyaksikannya. Kostum yang dimaksud disini adalah pakaian yang dipakai oleh boneka Badawang, pemain musik atau nayaga, sinden dan dalang. Kostum yang dipakai oleh setiap tokoh Badawang disesuaikan dengan sifat atau karakter tokoh Badawang tersebut, sedangkan kostum yang dipakai oleh pemain lain selain tokoh Badawang dibuat seragam agar terlihat lebih menarik. Busana atau kostum yang kan dipakai oleh boneka Badawang maupun oleh para pemain lainnya dalam pertunjkkan Badawang diatur oleh seorang yang disebut juru busana.

4.2.3.5 Cara Memainkan Badawang

Badawang termasuk dalam seni heleran atau pawai dan juga seni pertunjukkan sehingga dalam penyajiannya bisa dimainkan dimana saja baik diatas panggung ataupun hanya sebagai bagian dari heleran saja. Badawang dimainkan oleh seseorang yang berada di dalam tubuh atau rangka boneka

62

Badawang, orang yang berada di dalam boneka Badawang tersebut yang akan menggerakan badawang sehingga bisa melakukan gerakan-gerakan yang bisa menarik perhatian orang-orang yang menyaksikannya. Gerak tari kesenian badawang sebagai perpaduan dari pada unsur kesenian yang ada dan berkembang di Jawa Barat seperti tari Keurseus, Pencak silat, tari Benjang, ketuk tilu ataupun  jenis permainan olah raga seperti sepak bola dan sebagainya. Walaupun dengan tubuh yang besar dan juga beban yang sangat berat, Badawang dapat melakukan gerakan-gerakan seperti layaknya gerakan manusia seperti menari, bermain pencak silat, bermain bola, dan gerakan-gerakan lainnya. Gambar 4.3 Gerakan-gerakan dalam pertunjukkan Badawang

Sumber: Koleksi pribadi Bapak Een Rachmat (31 Mei 2009) Dalam pementasan kesenian Badawang terdapat alur atau jalan cerita yang akan dimainkan oleh seorang dalang. Boneka-boneka Badawang bergerak sesuai dengan cerita yang dimainkan oleh dalang. Cerita yang dipentaskan dalam kesenian Badawang tidak terpaku hanya satu cerita saja, karena kesenian

63

Badawang bersifat hiburan maka jalan ceritanya disesuaikan dengan kondisi yang sedang populer di masyarakat dan juga disesuaikan dengan keinginan dari orang yang memesan pementasan kesenian Badawang. Selain dipertunjukkan diatas panggung. Badawang juga biasa di pertunjukkan dalam acara-acara heleran atau pawai.

4.1.4 Fungsi Kesenian Badawang bagi Masyarakat Rancaekek

Kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat baik kesenian tradisional maupun kesenian modern, pada hakikatnya mempunyai fungsi dan peranan yang cukup penting bagi masyarakat pendukungnya. Hal tersebut sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Bila suatu kesenian ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya maka kesenian tersebut akan punah. Lahirnya suatu jenis kesenian tidak bisa dilepaskan dari fungsinya dalam masyarakat, termasuk juga kesenian Badawang yang memiliki fungsi dalam masyarakat Rancaekek. Menurut hasil wawancara di lapangan, kesenian Badawang pada mulanya muncul sebagai sarana untuk mengumpulkan warga agar mau terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam masyarakat. Selain itu kesenian Badawang sebagai kesenian yang bernafaskan Islam berfungsi juga sebagai media atau sarana dakwah untuk menyebarkan Islam kepada masyarakat. Seperti

yang

diungkapkan oleh Arifin (1987: 15) menyatakan bahwa: “Sarana dakwah Islamiah yang mula-mula hanya kebijaksanaan dalam sikap pribadi para da’i kemudian berkembang antara lain melalui peralatan seni budaya (gamelan), rebana, pencak silat, wayang kulit yang sederhana, akhirnya melalui sarana yang modern.”

64

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Een Rachmat bahwa kesenian Badawang juga dimaksudkan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pean dari pemerintah kepada masyarakatnya. Fungsi tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Suparli (1983: 48) bahwa: Seni Pertunjukkan sebagai alat komunikasi yang harus membawa pesan. Jika dipandang dari segi seniman, maka seni berfungsi sebagai alat ekspresi, dan sumber mata pencaharian, dipandang dari segi masyarakat penikmat seni berfungsi sebagai media pendidikan dan ajang berolah seni, misalnya bagi pemerintah tertentu dalam menyampaikan da’wah, mengajak masyarakat penikmat untuk berbuat sesuatu atau bersifat tertentu dapat memanfaatkan media seni, dan seni dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi. Berdasarkan pengamatan diatas dan juga hasil wawancara di lapangan kehadiran kesenian Badawang di masyarakat Rancaekek mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Sebagai sarana Hiburan Salah satu fungsi dari kesenian Badawang adalah sebagai sarana hiburan bagi masyarakat, khususnya masyarakat Rancaekek. Pada awal kemunculannya, kesenian Badawang merupakan sarana hiburan bagi sebagian besar masyarakat Rancaekek yang kegiatan sehari-harinya adalah bertani. Masyarakat yang sudah  jenuh dengan aktifitas sehari-harinya sebagai petani akan terhibur dengan adanya pertunjukkan kesenian Badawang. Selain itu juga kesenian Badawang dipentaskan dalam acara-acara seperti peringatan hari-hari besar, khitanan, pernikahan, dan sebagainya. Dengan adanya pementasan kesenian Badawang, selain orang-orang yang mempunyai hajat terhibur dengan adanya kesenian Badawang, masyarakat yang menyaksikan juga ikut terhibur dengan aksi-aksi yang dilakukan dalam

65

kesenian Badawang. Fungsi kesenian Badawang sebagai sarana hiburan masih tetap berlangsung sampai sekarang, namun pada masa sekarang masyarakat maupun wisatawan yang menggunakan jasa kesenian Badawang ini semakin berkurang dan semakin mengancam eksistensi kesenian Badawang. Peran pemerintah dan juga masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar kesenian Badawang ini tetap hidup dan tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai sarana hiburan.

2. Sebagai Sarana Komunikasi atau Pergaulan Selain berfungsi sebagai sarana hiburan, kesenian Badawang juga memiliki arti penting dalam hubungan sosial dalam masyarakat tersebut maupun dalam

hubungan

dengan

masyarakat

lain.

Berdasarkan

latar

belakang

penciptaannya, Badawang dimaksudkan sebagai media penghubung antara pemerintah baik itu pemerintah pusat atau daerah dan juga pemerintahan desa dengan masyarakat sehingga melalui Badawang pemerintah atau kepala desa dapat menyampaikan berbagai macam informasi kepada masyarakat. Badawang dijadikan sebagai sarana media penghubung sehingga terjalin komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Pertunjukkan kesenian Badawang dapat dijadikan sebagai salah satu alat pemersatu atau berfungsi sebagai media pergaulan antara sesama masyarakat maupun sesama pemainnya. Badawang juga berfungsi menyampaikan informasi tentang nilai-nilai atau norma-norma yang ada dalam pergaulan dan perilaku kehidupan bermasyarakat agar tidak menyimpang dari

66

aturan, baik aturan agama Islam maupun aturan umum yang berlaku di masyarakat. 3. Sebagai Mata Pencaharian Tambahan Mata pencaharian merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup. Bagi para seniman, kesenian Badawang berfungsi sebagai sarana untuk mencari penghasilan tambahan karena mata pencaharian utama masyarakat Rancaekek adalah sebagai petani. Para Seniman tidak dapat menggantungkan kehidupan ekonominya pada kesenian Badawang karena upah atau imbalan yang mereka terima tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam satu kali pertunjukkan, kelompok kesenian Badawang mendapat bayaran sekitar lima juta rupiah. Jumlah tersebut harus dibagi kepada sekitar 40 orang anggota, sehingga masing-masing orang hanya mendapatkan sekitar seratus ribuan s aja. Pada masa sekarang sejalan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat Rancaekek, dimana mata pencaharian masyarakat Rancaekek menjadi lebih beragam tidak hanya didominasi oleh petani tetapi ada juga yang berprofesi sebagai buruh, tukang becak, pedagang dan sebagainya. Walaupun sudah banyak petani

yang

berubah

profesinya,

namun

mereka

tidak

begitu

saja

meninggalkannya, sehingga kesenian Badawang tetap berfungsi sebagai sarana untuk mencari penghasilan tambahan bagi para pemainnya. Para pemain kesenian Badawang menjadikannya sebagai mata pencaharian tambahan karena dari segi penghasilan profesi sebagai pemain seni tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan utama mereka.

67

4. Sebagai Sarana Untuk Berdakwah dan Tuntunan bagi Masyarakat Salah satu fungsi Badawang pada awal diciptakannya adalah sebagai sarana dakwah untuk menyampaikan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakat. Dalam setiap pertunjukkannya cerita yang dimainkan dalam kesenian Badawang pasti terdapat nilai-nilai keagamaan yang disampaikan kepada masyarakat. Selain itu juga badawang berfungsi sebagai tuntunan bagi masyarakat. Banyak pesanpesan moral yang disampaikan dalam setiap pertunjukkan Badawang. Pada saat ini, walaupun tidak menghilangkan fungsi Badawang sebagai sarana dakwah dan tuntunan bagi masyarakat namun mulai terjadi perubahan-perubahan. Apabila dulu pertunjukkan kesenian Badawang memang dimaksudkan untuk berdakwah dan tuntunan bagi masyarakat, maka sekarang dalam setiap pertunjukkan Badawang lebih mengutamakan cerita yang menarik agar masyarakat tertarik dan orang yang menggunakan jasa kesenian Badawang terhibur.

4.2 Peranan Lingkung Seni Tumaritis dalam Perkembangan Kesenian Badawang di Rancaekek 4.2.1 Awal berdirinya Lingkung Seni Tumaritis

Lingkung Seni Tumaritis didirikan oleh seorang seniman Rancaekek yang bernama Bapak Een Rachmat pada tahun 1961. Nama Tumaritis sendiri diambil dari sebuah nama desa atau tempat dalam dunia pewayangan. Nama Tumaritis sendiri mempunyai filosofi yang cukup dalam. Dalam pewayangan, Tumaritis adalah sebuah nama desa yang sangat taat kepada pemerintah. Tumaritis dipimpin oleh seorang peminpin yang bijak bernama Semar Badranaya yang mempunyai

68

sebuah keluarga yang harmonis dan menjadi tuntunan bagi masyarakatnya. Lingkung Seni Tumaritis diharapkan bisa menjadi seperti Tumaritis dalam dunia pewayangan yang bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat Rancaekek dan juga bisa menjadi jembatan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat. Lingkung Seni Tumaritis dibentuk oleh bapak Een Rachmat dengan tujuan sebagai wadah bagi para seniman Badawang di Rancaekek. Anggota perkumpulan ini berasal dari masyarakat sekitar yang berasal dari berbagai kalangan profesi seperti petani, buruh, dan pedagang. Pada awalnya anggota Tumaritis melakukan latihan rutin sekitar sebulan sekali, namun ketika terjadi penurunan minat masyarakat terhadap kesenian Badawang, maka latihan pun dilakukan hanya sekali ketika akan melakukan pertunjukkan saja. Para pemain Badawang diharuskan berusia diatas 20 tahun atau sudah dewasa karena dibutuhkan orang yang bertenaga cukup besar untuk memainkan Badawang. Para pemain Badawang  juga harus memiliki keahlian khusus karena tidak semua orang bisa memainkan kesenian Badawang. Berikut ini adalah profil dari pendiri Lingkung Seni Tumaritis. Gambar 4.4 Bapak Een Rachmat beserta cucunya dan Ibu Deudeuh

Sumber: Koleksi Pribadi (7 Juni 2009)

69

Profil Pendiri Lingkung Seni Tumaritis Nama lengkap

: Een Rachmat

Tempat tanggal Lahir

: Tanjung Sari 28-02-1928

Agama

: Islam

Pendidikan

: Sekolah Rakyat (1943)

Status

: Menikah

Alamat

: JL. Rancaekek-Majalaya No. 310 Kp. Babakanloa Rt/05 Rw/03 Desa Rancaekek Kulon kecamatan Rancaekek Tlp. 7794275.

Pekerjaan

: - pensiunan Pegawai Negeri Sipil AD Inminad di Bandung.

- Ketua

lembaga

Sosial

Desa

Rancaekek

sampai tahun 2002

- Pengurus PASEBAN (Paguyuban Seniman dan Budayawan). Kegiatan Kesenian

: - Tanggal 20 Mei 1961 mendirikan Lingkung Seni Tumaritis (Badawang). - Menciptakan/membuat Badawang bersama Bpk. Rumsadi sebagai juru teknik

70

4.2.2 Usaha Lingkung Seni Tumaritis dalam Menjaga Kelestarian Kesenian Badawang

Keberadaan Lingkung Seni Tumaritis mempunyai peranan yang sangat besar terhadap perkembangan kesenian Badawang di Rancaekek. Tumaritis merupakan satu-satunya perkumpulan seni di Rancaekek yang menampilkan kesenian Badawang. Tumaritis berfungsi sebagai wadah bagi para seniman Badawang untuk dapat menyalurkan jiwa seninya. Perkembangan kesenian Badawang tidak dapat terlepas dari perkembangan Lingkung Seni Tumaritis karena Badawang diciptakan bersamaan dengan dibentuknya Lingkung Seni Tumaritis. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, penulis menyimpulkan beberapa upaya yang dilakukan oleh Lingkung Seni Tumaritis dalam menjaga kelestarian seni Badawang diantaranya adalah: 1. Mempromosikan dan Mementaskan Seni Badawang Lingkung Seni Tumaritis adalah ujung tombak dalam pengenalan kesenian Badawang kepada masyarakat Rancaekek. Sejak didirikannya, perkumpulan ini gencar melakukan sosialisasi kesenian Badawang dengan cara melakukan pementasan di desa-desa di Rancaekek. Cara lain yang digunakan oleh Lingkung Seni Tumaritis adalah dengan menampilkannya dalan acara-acara peringatan hari besar nasional. Berawal dari usaha yang dilakukan oleh perkumpulan ini, kesenian Badawang lambat laun mulai dikenal oleh masyarakat sekitar sehingga kesenian Badawang mulai ramai diminati masyarakat untuk dipertunjukkan dalam setiap acara hajatan seperti khitanan dan perkawinan. Mulai ditampilkannya kesenian

71

Badawang dalam acara peringatan hari-hari besar nasional, maka mulai dikenal pula kesenian Badawan oleh pemerintah dan akhirnya diakui sebagai salah satu kekayaan budaya daerah Jawa Barat. Dalam setiap acara yang diselenggarakan pemerintah daerah, kesenian Badawang sering dipercaya untuk tampil mengisi acara, bahkan kesenian Badawang sering dikirim oleh pemerintah daerah untuk mewakili daerah dalam acara-acara seni dan budaya di tingkat nasional hingga akhirnya kesenian Badawang banyak dikenal oleh masyarakat luas. Selama kurun waktu antara tahun 1961 sampai 2000, Lingkung Seni Tumaritis telah melakukan berbagai pertunjukkan seni Badawang baik itu di tingkat daerah maupun nasional. Berikut adalah beberapa pertunjukkan kesenian Badawang dalam kurun waktu tersebut: 1. Pertunjukkan di Istana Negara, sebanyak 2 kali yaitu tahun 1972 dan 1973. 2. Pertunjukkan di Taman Mini Indonesia Indah, sebanyak 4 kali yaitu tahun 1974, 1978, 1982, 1986. 3. Pertunjukkan di Taman Impian Jaya Ancol, sebanyak 3 kali, yaitu tahun 1980, 1982, dan 1985. 4. Pertunjukkan di Pantai Pangandaran Jawa Barat, sebanyak 3 kali yaitu tahun 1989, 1994, dan 1999. 5. Beberapa kali menghibur turis di Dinas Pariwisata Jawa Barat. 6. Pertunjukkan di Dinas Penerangan Jawa Barat tahun 1987. 7. Pertunjukkan pada perayaan HUT Siliwangi 20 Mei 1986. 8. Pertunjukkan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat tahun 1986. 9. Pertunjukkan pada perayaan HUT Kabupaten Bandung tahun 1995.

72

10. Pertunjukkan di ITB tahun 1990. 11. Pertunjukkan di Kabupaten Garut dalam festival seni tahun 1994. 12. Pertunjukkan di Kabupaten Subang tahun 1980, dan lain-lain. Gambar 4.5 Pertunjukkan Badawang dalam acara HUT Kabupaten Bandung

Sumber: Koleksi pribadi Bapak Een Rachmat (31 Mei 2009)

2. Melakukan Regenerasi Proses regenerasi dalam kesenian Badawang dilakukan secara alami dalam keluarga masing-masing anggota Tumaritis. Mereka memperkenalkan kepada anak-anaknya

kesenian

Badawang,

sehingga

tidak

terlalu

sulit

untuk

menumbuhkan kecintaan terhadap seni Badawang dari generasi muda khususnya yang berasal dari keluarga seniman Badawang. Sampai saat ini menurut Bapak Een Rachmat sudah terjadi tiga kali regenerasi dari mulai diciptakannya Badawang dan dibentuknya Tumaritis. Para pemain yang sudah berusia lanjut dan meninggal dilanjutkan oleh anak-anaknya sebagai generasi penerus.

73

Dari segi ekonomi, penghasilan yang didapat oleh seniman Badawang tidak terlalu besar, oleh karena itu mereka tidak menjadikan profesi seniman Badawang sebagai mata pencaharian utama. Di luar profesi sebagai seniman Badawang, profesi para anggota Tumaritis cukup beragam, ada yang menjadi buruh, tukang becak, petani, pesuruh, tukang ojek, dan lain-lain. Pernyataan tersebut di benarkan oleh Bapak Awan, salah satu anggota Tumaritis yang mata pencaharian utamanya adalah sebagai pesuruh sekolah. Menurut beliau profesi sebagai seniman Badawang hanya sebagai hobi dan kecintaannya saja terhadap kesenian Badawang, namun karena penghasilan yang didapat dari menjadi seniman Badawang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, maka beliau memilih pekerjaan lain sebagai mata pencaharian utama.

3. Melakukan berbagai perubahan Para seniman Badawang yang tergabung dalam Lingkung Seni Tumaritis terus berusaha agar Badawang tetap diminati oleh masyarakat, caranya adalah dengan melakukan berbagai inovasi baik terhadap bentuk, gerakan, musik pengiring dan hal-hal lainnya. Untuk pemeliharaan peralatan yang dipakai dalam kesenian Badawang, selama ini Tumaritis mengandalkan dana sendiri dari hasil melakukan pertunjukkan. Lingkung Seni Tumaritis pernah mengajukan proposal untuk melakukan perbaikan sarana dan penambahan sarana kesenian Badawang, namun belum ada tanggapan dari pemerintah. Kesenian Badawang masih tetap bisa dinikmati oleh masyarakat Rancaekek karena adanya Lingkung Seni

74

Tumaritis, karena usaha-usaha yang dilakukannya untuk tetap melestarikan kesenian Badawang.

4.2.3 Masalah-masalah yang Dihadapi Lingkung Seni Tumaritis dalam Perkembangannya

Perkembangan kesenian Badawang tidak dapat dilepaskan dari yang namanya masalah. Kondisi kesenian Badawang dari masa ke masa terus mengalami pergeseran fungsi. Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, kesenian Badawang hanya menjadi sebuah tontonan saja tanpa berpikir dan memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Keadaan yang semakin memprihatinkan ini membawa kesenian Badawang kepada kemunduran. Kemunduran tersebut terjadi karena beberapa faktor baik itu yang bersifat i nternal maupun eksternal yang dapat menghambat perkembangan kesenian Badawang. Faktor internal adalah hal-hal yang berasal dari dalam kelopok baik itu masyarakat atau pelaku seni yang dapat mempengaruhi kesenian Badawang. Faktor internal tersebut diantaranya adalah pewarisan kesenian Badawang, pengelolaan keuangan, dan faktor manusia itu sendiri. 1 Pewarisan Kesenian Badawang

Eksistensi sebuah kesenian tradisional sangat bergantung kepada proses pewarisan dari satu generasi kepada generasi selanjutnya. Apabila proses pewarisan dapat berjalan dengan baik, maka eksistensi kesenian tradisional dapat terpelihara, tetapi apabila proses pewarisan tersebut mengalami masalah atau terhambat, maka secara perlahan kesenian tersebut akan mengalami kemunduran

75

bahkan menuju kepunahan. Demikian juga dengan kesenian Badawang di Rancaekek. Salah satu penyebab proses pewarisan yang tidak berjalan dengan baik adalah karena generasi muda kurang tertarik untuk melanjutkan upaya pengembangan kesenian Badawang. Generasi muda beranggapan bahwa kesenian Badawang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman atau kuno sehingga mereka enggan untuk mempelajarinya. Proses pewarisan yang selama ini dilakukan hanya sebatas dikalangan keluarga seniman Badawang saja, seperti yang dilakukan oleh Bapak Een Rachmat yang memperkenalkan kesenian Badawang kepada semua anak-anaknya yang sekarang turut menjadi seniman Badawang meneruskan dirinya yang sudah lanjut usia. Kondisi seperti itu menggambarkan bahwa pewarisan kesenian Badawang belum menyentuh semua lapisan masyarakat Rancaekek, hanya terjadi di kalangan seniman Badawang saja. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menghambat kesenian Badawang untuk terus berkembang.

2 Pengelolaan Keuangan

Sumber keuangan seniman Badawang selama ini tergantung pada pendapatan yang diperoleh dari hasil pertunjukkan. Ketika banyak permintaan untuk mempertunjukkan kesenian Badawang, maka penghasilan yang mereka dapatkan cukup banyak. Apabila permintaan untuk mempertunjukkkan kesenian Badawang berkurang, maka penghasilan mereka juga ikut berkurang. Bagi para seniman Badawang, berapapun penghasilan yang mereka dapatkan tidak menjadi

76

masalah karena mereka profesi sebagai seniman Badawang bukanlah profesi utama mereka yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Permasalahan yang timbul terletak pada pemeliharaan perlengkapan dalam kesenian Badawang seperti alat-alat musik, topeng Badawang, rangka Badawang, kostum, dan lain-lain. Alokasi dana untuk pemeliharaan yang didapat dari hasil pertunjukkan tidak mencukupi untuk merawat, memperbaiki, bahkan melakukan inovasi baru terhadap perlengkapan Badawang. Hal ini dikeluhkan oleh ketua Lingkung Seni Tumaritis Bapak Een Rachmat yang berniat untuk mereparasi, menambah, dan melakukan inovasi terhadap perlengkapan kesenian Badawang. Upaya untuk mengajukan dana kepada pemerintah daerah setempat pernah dilakukan dengan menyerahkan proposal, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan, sehingga untuk perawatan terpaksa menggunakan dana seadanya dan  juga tambahan dana pribadi dari para seniman.

3 Kurangnya Kreativitas Seniman

Manusia merupakan sosok sentral yang menentukan maju mundurnya suatu kesenian. Manusia yang dimaksud disini adalah para pelaku seni Badawang yang merupakan ujung tombak pelestarian kesenian Badawang. Berkaitan dengan faktor penghambat yang berasal dari dalam yang disebabkan oleh manusia atau pelaku seni, maka hal ini tidak dapat terlepas dari tingkat pendidikan yang akan mempengaruhi pola pikir dan kreativitas mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dalam perkembangan kesenian Badawang

77

Salah satu faktor yang dapat mendorong seorang manusia untuk melakukan aktivitas dalam hidupnya untuk meningkatkan kemampuan dirinya yaitu pendidikan. Pendidikan merupakan pedoman dalam menghadapi dan menjawab tantangan jaman yang senantiasa mengalami perubahan dan semakin keras dengan pendidikan yang dimilikinya. Dalam menjawab tantangan tersebut, seorang manusia dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perubahan melalui berbagai upaya, salah satunya melalui pendidikan. Salah satu penyebab terhambatnya perkembangan kesenian Badawang adalah karena ketidakmapuan para seniman Badawang dalam menghadapi tantangan jaman. Ketidakmampuan itu dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya. Sebagian besar para pemain Badawang hanya mengenyam pendidikan SD dan SMP saja. Latar belakang pendidikan para pemain Badawang ini menyebabkan kurangnya upaya dalam menghadapi dan menjawab tantangan  jaman sehingga menyebabkan kemunduran kesenian Badawang. Dalam kesenian Badawang, tidak diperlukan keterampilan-keterampilan khusus untuk memainkan topeng Badawang, hanya diperlukan orang yang memiliki tenaga kuat saja untuk memakai boneka Badawang. Pemain Badawang tidak memerlukan keterampilan khusus karena Badawang tidak memili ki gerakangerakan khusus seperti kesenian lainnya, pemain Badawang bebas melakukan gerakan apa saja seperti bermain sepak bola, menari, pencak silat, dan sebagainya asal bisa membuat orang yang menyaksikannya terhibur. Tidak adanya kreatifitas dari seniman untuk membuat gerakan-gerakan khusus dalam kesenian Badawang membuat kesenian ini menjadi tidak menarik dan ini merupakan salah satu hal

78

yang membuat kesenian Badawang tidak berkembang di masyarakat atau tidak menarik minat orang untuk mempelajari seni Badawang karena tidak ada tantangannya, semua gerakan boleh dilakukan dalam kesenian Badawang. Selain faktor internal, Lingkung Seni Tumaritis juga mengalami masalah yang berasal dari luar. Faktor eksternal yang dimaksud adalah kondisi diluar kesenian Badawang yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan kesenian Badawang.

Faktor-faktor

tersebut

diantaranya

apresiasi

masyarakat,

perkembangan budaya modern dan pengaruh globalisasi, serta masyarakat pendatang. 1. Apresiasi Masyarakat

Apresiasi masyarakat terutama generasi muda terhadap kesenian Badawang di Rancaekek sangat kurang sekali. Hal ini dikarenakan kuatnya pengaruh kesenian modern di masyarakat. Masyarakat lebih cenderung untuk memberikan tempat kepada seni-seni yang lebih modern dibandingkan dengan kesenian Badawang yang merupakan kesenian yang lahir diadaerah Rancaekek. Badawang sebagai salah satu bentuk seni pertunjukkan tradisional memerlukan apresiasi dari masyarakat sebagai penontonnya yang keberadaannya merupakan salah satu komponen penting dalam pertunjukkan seni Badawang. Berhasil atau tidaknya suatu seni pertunjukkan dapat dilihat dari tingkat apresiasi penonton sebagai wujud antusiasme mereka terhadap pementasan Badawang. Penonton yang dimaksud adalah masyarakat Rancaekek dengan berbagi latar belakang usia dan kedudukan serta mata pencaharian masyarakat setempat yang tertarik untuk menyaksikan pertunjukkan seni Badawang. Kondisi

79

di Pedesaan masih bersifat statis, alami, dan relatif jauh dari jangkauan masyarakat luar. Meskipun demikian masyarakat Rancaekek tidak sepenuhnya berada dalam kondisi seperti itu. Hal ini terlihat dari masyarakat yang cenderung dinamis dalam menanggapi pengaruh yang datang dari luar sehingga berdampak pada apresiasi mereka terhadap seni Badawang. Bentuk apresiasi masyarakat Rancaekek tidak hanya tampak pada posisi sebagai penonton saja tetapi ju ga turut berpartisipasi sebagai pelaku seni yang terlibat langsung dlam pertunjukkan seni Badawang serta menjadi pemberi modal dalam menunjang tumbuh dan berkembangnya seni itu.

2 Perkembangan Budaya Modern dan Pengaruh Globalisasi

Globalisasi yang terjadi saat ini membawa dampak yang besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di dunia ini, termasuk pada masyarakat dan keseniannya. Kesenian tidak lagi hanya diperuntukkan persembahan belaka, namun juga dipertontonkan kepada wisatawan. Bahkan terdapat pernyataan yang mengungkapkan bahwa kepunahan dari berbagai jenis kesenian tradisi tidak dapat terlepas dari pengaruh era infdormasi dan kemajuan teknologi (Herawan, 2002: 33). Masuknya unsur teknologi dan informasi sebagai bentuk globalisasi yang melanda Indonesia pada 1970-an telah menyebabkan minat masyarakat terhadap kesenian tradisional menurun. Puncak globalisasi yang berlangsung lewat media teknologi informasi ini yaitu terjadi ketika memasuki awal tahun 1990-an yang ditandai dengan mnculnya sarana-sarana media informasi melalui lahirnya saluran

80

televisi, internet, VCD, organ tunggal, dan lain-lain. Proses globalisasi yang datang ke Indonesia ini berlangsung sangat cepat dan tak dapat terbendung. Globalisasi telah menyebar secara luas menabur beberapa pola budaya ke seluruh penjuru dunia melewati batas yang ditetapkan secara tradisional berdasarkan etnisitas, kekerabatan, agama atau politik (Rohidi, 2000: 215). Melalui tayangan kesenian yang telah dikemas dalam program-program televisi, radio ataupun melalui media cetak surat kabar, majalah dijadikan pilihan oleh masyarakat Rancaekek sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhan akan seni. Masuknya unsur teknologi dalam kehidupan masyarakat Rancaekek memberikan kemudahan bagi unsur-unsur seni luar seperti musik dangdut, pop, dan rock serta jenis kesenian lainnya untuk masuk menjadi seni hiburan bagi masyarakat Rancaekek. Akibat dari proses globalisasi ini adalah masyarakat yang telah mendapat akses teknologi modern, dimana mereka lebih memilih hal-hal yang bersifat efektif dan efisien. Masyarakat relatif tidak memerlukan waktu luang lagi untuk mendapatkan sebuah hiburan, karena itu masyarakat lebih memilih melihat hiburan secara tidak langsung melalui media tayangan televisi, VCD, siaran radio, dan sajian informasi hiburan yang diosebarkan melalui sarana informasi lainnya, dan andaikata masyarakat ingin melihat secara langsung, maka mereka juga akan memilih sajian kesenian yang lebih efektif, efisien, dan praktis seperti halnya musik organ tunggal. Dampak dari globalisasi ini adalah masyarakat Rancaekek lebih memilih kesenian modern yang serba praktis dan mengesampingkan seni tradisional Badawang.

81

Semangat kemandirian yang ditunjukkan oleh Lingkung Seni Tumaritis yaang tetap berusaha menjaga kelestarian kesenian Badawang walaupun dalam kondisi yang terbatas karena dari hasil temuan di lapangan penulis menemukan bahwa kelompok seni tersebut dapat tetap eksis walaupun tanpa dukungan dana dari pemerintah. Lingkung seni Tumaritis telah mealui berbagai kondisi sejak berdirinya tahun 1961 sampai sekarang, baik itu masa-masa kemajuan maupun masa-masa kemunduran. Agar kesenian Badawang dan Lingkung Seni Tumaritis bisa tetap eksis, diperlukan peran dari pemerintah terutama dalam dukungan dana yang selama ini belum diperoleh. Jika kondisi ini tetap berlangsung, bukan tidak mungkin kesenian Badawang dan Lingkung Seni Tumaritis akan mengalami kepunahan. Keberadaan Lingkung Seni Tumaritis bukan hanya diakui oleh masyarakat Rancaekek saja, bahkan pemerintah daerah dan pemerintah provinsi pun mengakui keberadaannya. Eksistensi dari Lingkung Seni Tumaritis dapat terlihat dari berbagai penghargaan dan ucapan terima kasih yang diterimanya dari berbagai pihak baik itu masyarakat ataupun pemerintah. Berikut ini adalah sebagian dari penghargaan dan ucapan terima kasih yang pernah diterima oleh Lingkung Seni Tumaritis, diantaranya: 1. Piagam penghargaan No. 184/5-D/1970 tanggal 17 Agustus 1970 dari Kepala Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen P dan K Kabupaten Bandung. 2. Tanda Penghargaan dari Bapak Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung.

82

3. Ucapan terima kasih dari Bapak Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung tanggal 20 April 1974. 4. Tanda Penghargaan dari Tritunggal Kecamatan Rancaekek dalam rangka pengabdian kepada pemerintah tanggal 20 Mei 1974. 5. Tanda terima kasih dari kepala daerah kepolisian VIII Langlangbuana Jawa Barat tanggal 01 Juli 1974. 6. Piagam penghargaan dalam penataran seniman/seniwati se-Jawa barat dari kepala perwakilan Departemen Sosial jawa Barat tanggal 07 September 1974. 7. Tanda terima kasih dari Bupati Kabupaten Bandung dalam rangka peringatan ulang tahun Kabupaten Bandung dan upacara pembukaan pacuan kuda (PORDASI) di lapangan Arcamanik tanggal 24 April 1978. 8. Tanda terima kasih dari Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional dan HUT KODAM VI Siliwangi yang ke-32 tanggal 20 Mei 1978. 9. Tanda terima kasih dari Bupati Kepala Daerah Kabupaten bandung dalam rangka Pameran Pembangunan dan Hari Kesaktian Pancasila di Bale Endah tanggal 04 Oktober 1978. 10. Piagam penghargaan dari Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa barat dalam Pawai Seni daerah se-Jawa Barat di bandung Desember 1991. 11. Piagam penghargaan dari Kepala P dan K Provinsi Jawa Barat sebagai peserta Pagelaran Objek Wisata wilayah V di Cipanas Garut Nopember 1992.

83

12. Penghargaan dari Kapolres bandung tanggal 03 Januari 2002 13. Piagam penghargaan dari Kepala Disbudpar kabupaten Bandung dalam peringatan HUT RI ke 57 tanggal 17 Agustus 2002. 14. Piagam penghargaan dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata jawa Barat dalam gelar kesenian tradisional di Taman Mini Indonesia Indah tanggal 03 Nopember 2002. 15. Ucapan terima kasih dari Walikota Bogor dalam rangka heleran kesenian daerah serta ulang tahun kota Bogor tanggal 14 Januari 2003 dan banyak lagi penghargaan yang tidak bisa disebutkan satu per satu disini. Gambar 4.5 Penghargaan yang diterima Lingkung Seni Tumaritis

Sumber: Koleksi Pribadi, 7 Juni 2009

4.3 Upaya Seniman dalam Melestarikan Kesenian Badawang 4.3.1 Melakukan Pewarisan

Kebudayaan daerah merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya kebudayaan nasional yang harus dipelihara, dipupuk, dan lebih di tumbuh

84

kembangkan baik oleh perorangan, kelompok atau pemerintah. Pemerintah berusaha keras kearah penggalian dan pembudidayaan melalui proyek penunjang peningkatan kebudayaan nasional yang tersebar dis seluruh pelosok tanah air Indonesia. Sudah semestinya kita melakukan refleksi ulang atas segala ”bencana” matinya seni tradisional ini. Dengan demikian, akan kita temukan berbagai solusi yang mampu membangkitkan kembali seni tradisi. Dalam kaitannya dengan penyegaran budaya tadi, hal yang patut kita cermati adalah mempertahankan nilai seni, estetika, ruh, dan pesan penting dalam sebuah seni. Dengan demikian, kita tidak akan terjebak pada arus perubahan masa seperti saat ini. Untuk itu diperlukan upaya dari semua pihak, baik itu seniman, masyarakat dan juga pemerintah untuk menjaga agar kesenian tradisional khususnya Badawang tidak mengalami kepunahan. Hal yang sangat penting dalam menjaga kelestarian kesenian Badawang adalah pewarisan terhadap generasi muda agar proses regenerasi dalam kesenian Badawang tidak terputus. Proses pewarisan dilakukan oleh para seniman baik itu melalui media kelompok seni maupun secara alami diwariskan secara turuntemurun dalam lingkungan keluarga. Proses pewarisan seni Badawang belum bisa dilakukan kepada masyarakat luas karena adanya hambatan berupa keterbatasan dana dari seniman ataupun kelompok seni.

85

4.3.2 Menciptakan ide-ide kreatif

Kejenuhan masyarakat terhadap seni budaya lokal memang berdampak signifikan terhadap kelangsungan seni budaya lokal itu sendiri. Jika tidak diantisipasi dan tidak ada langkah-langkah konkret untuk kembali menggairahkan seni budaya lokal, tidak menutup kemungkinan seni budaya lokal akan segera punah. Berharap kepada pemerintah? Pemerintah sebagai pihak yang dianggap memiliki otoritas kebijakan dalam setiap hal yang berkaitan dengan masyarakattermasuk seni budaya di dalamnya-ternyata belum bisa berbuat banyak dalam menangani persoalan yang membelit seni budaya lokal ini, terutama dalam hal semakin berkurangnya minat masyarakat terhadap seni budaya lokal. Tak urung hal ini mengakibatkan banyak pihak semakin khawatir akan punahnya seni budaya lokal. Bukan saatnya lagi kita saling menyalahkan dan menggantungkan harapan kepada siapa pun. Permasalahan eksistensi seni budaya lokal adalah persoalan kita semua sebagai masyarakat yang tidak menghendaki punahnya seni budaya lokal. Kondisi semacam ini harus bisa dimanfaatkan para seniman-pihak yang berkompeten-sebagai celah untuk membangun komunikasi dengan masyarakat dan mengangkatnya menjadi hasil seni. Seniman Putu Wijaya pernah berujar bahwa seniman memiliki tugas ganda dalam kesehariannya, yaitu selain mengaktualisasikan pendapat pribadi untuk disajikan dalam hasil seninya, para seniman juga menjadi corong bagi masyarakat kecil, termasuk terhadap kelangsungan budaya lokal di masyarakat (Kompas, 4/6/2007). Dari sini kita sebagai masyarakat yang tidak mau menyaksikan kepunahan seni budaya lokal harus mampu membaca, memahami,

86

dan mencoba menemukan solusi agar seni budaya lokal ini tetap eksis dan diminati masyarakat secara umum. Peran masyarakat merupakan elemen yang paling penting dalam penentuan apakah seni budaya lokal ini akan punah atau tidak. Hal ini bisa dipahami karena masyarakatlah yang terlibat, baik sebagai pelaku seni maupun aspresiator seni. Peran aktif masyarakat adalah harga mati yang harus ditempuh jika seni budaya lokal tidak ingin terpuruk dan mati. Upaya agar seni budaya lokal dapat kembali dihidupkan. Seni budaya masih tumbuh dan berkembang di daerah-daerah bila tidak segera digali, dilestarikan dan didokumentasikan apalagi tidak dipelajari oleh generasi penerusnya pasti apa yang disebut kebudayaan nasional tidak akan mungkin tumbuh dan terwujud bahkan mungkin akan hilang musnah perkembangannya ditelan pengaruh kebudayaan asing. Saat ini masyarakat Indonesia khususnya masyarakata Rancaekek sedang dihadapkan pada tantangan yang berat, yaitu mengikisnya jati diri budaya masyarakat sebagai akibat dari derasnya arus budaya global. Kita memang tidak bisa menghindari proses akulturasi budaya global yang semakin menguat, karena saat ini kita sedang berkembang menjadi bagian masyarakat dunia yang semakin menyatu. Karena itu sudah semestinya kita mampu memperkuat budaya tradisional sebagai jati diri masyarakat. Untuk menjadi bangsa yang besar sangat ditentukan juga oleh seberapa besar masyarakatnya mengapresiasi kekayaan budayanya dan tumbuh menjadi negara modern dan maju, tanpa kehilangan akar budaya mereka. Kebudayaan tradisional khususnya kesenian Badawang diharapkan dapat mewarnai budaya global yang terus berkembang.

87

Pertunjukan kesenian tradisional Badawang yang dahulu selalu ramai dinikmati rakyat pada berbagai hajatan, kini tinggal kenangan. Badawang kini mulai ditinggalkan oleh masyarakat yang lebih menyukai kesenian yang lebih modern. Para pemain badawang yang menguasai seni ini kini sibuk untuk bekerja untuk menafkahi keluarganya karena mereka tidak dapat menjadikan seniman Badawang sebagai profesi atau mata pencaharian utama. Tidak terkecuali mereka yang masih peduli terhadap seni, tidak begitu berdaya menghadapi kenyataan bahwa seni-seni tradisional rakyat mulai masuk ”museum” dan hanya akan ”dikeluarkan” pada saat festival atau pertunjukan seni. Sebagai akibatnya, seni tradisional ini tidak lagi menjadi kebanggaan dan hiburan masyarakat, melainkan menjadi barang antik, unik, nan langka. Badawang hanyalah satu dari beberapa seni tradisional rakyat yang mulai menghilang, berbagai seni tradisional juga mulai ”lenyap”.

Padahal, seni-seni inilah yang

dahulu memberi hiburan, informasi, pendidikan, dan bahkan perlawanan rakyat kecil terhadap kesewenangan kekuasaan. Tidak ada jawaban yang benar dan tepat yang bisa menjawab kemana menghilangnya kesenian tradisional tersebut, kecuali kita sendirilah yang menjawabnya.

Kitalah

yang

melenyapkannya

dengan

ketidaktahuan,

ketidakpedulian, dan bahkan penuh kesadaran karena hilangnya kebanggaan pada seni tradisional. Seni-seni tradisional ini dianggap kuno, kolot, tidak menarik, menjemukan, dan pastinya tidak sesuai tuntutan zaman. Hampir semua orang kehilangan kebanggaannya terhadap sebagian seni tradisional yang dimilikinya.

88

Kini masyarakat lebih menyukai seni-seni modern yang menawarkan kegemerlapan dan keglamoran. Terlebih bagi kalangan kaum muda, seni tradisional bukan lagi menjadi pilihan ataupun kebanggaan warisan tradisi. Anak muda tidak hanya di kota dan di desa, lebih menyukai pergi ke kafe untuk menikmati musik dan disc jockey (DJ) impor, daripada nonton seni tradisi., karena seni modern lebih mengesankan keglamoran, kemewahan, dan lebih modernis. Sementara seni tradisi menampilkan kekolotan dan keterbelakangan. Bukan hal yang patut disesali karena inilah konsekuensi modernitas yang merasuk dalam sendi-sendi kehidupan kita. Artinya, hal ini tidak mungkin sertamerta ditolak atau dimusuhi secara membabi-buta. Karena penolakan atas segala perubahan yang terjadi sama artinya mengingkari adanya perubahan itu sendiri. Hal ini akan mempersulit kita untuk melakukan penyegaran seni tradisi yang kita miliki. Dengan kondisi seperti di atas, seniman dituntut untuk bisa menciptakan ide-ide kreatif agar kesenian Badawang dapat beradaptasi dengan perkembangan Jaman. Ide-ide tersebut tidak hanya dipikirkan saja, tetapi juga diaplikasikan dalam kenyataan seperti menambah tokoh dalam Badawang, merancang boneka Badawang yang menarik, yang bisa melakukan berbagai gerakan, melakukan penyeragaman kostum, memasukkan unsur musik modern seperti dangdut dan pop dalam pertunjukkan seni Badawang, dan lain-lain.

4.3.3 Mendirikan perkumpulan Seni

89

Kesenian tradisional yang masih lestari sampai saat ini tidak lepas dari dukungan seniman sebagai orang yang terlibat langsung dalam kesenian tersebut. Salah satu upaya dari seniman untuk melestarikan kesenian tradisional adalah dengan mendirikan berbagai perkumpulan seni tradisional sebagai wadah bagi para seniman untuk dapat mengekspresikan jiwa seninya terhadap kesenian tradisional. Upaya ini juga dilakukan oleh para seniman Badawang di rancaekek dengan mendirikan perkumpulan seni Badawang yang merupakan satu-satunya perkumpulan seniman Badawang yang diberi nama Lingkung Seni Tumaritis. Lingkung seni Tumaritis didirikan dan dipimpin oleh bapak Een Rachmat dengan tujuan sebagai wadah bagi para seniman Badawang agar dapat melestarikan kesenian tersebut. Bila seni merupakan ‘perilaku estetis ‘ yang dimlilki oleh setiap manusia, maka cara untuk meningkatkan kemampuan ada dua macam, yaitu lewat trained action (pembelajaran) tradisional yang biasanya berlangsung di lingkungan keluarga atau padepokan, dan trained action modern yang biasa dilakukan lewat lembaga yang menawarkan pendidikan, baik pendidikan formal yaitu sekolah maupun non formal yaitu sanggarsanggar seni atau studio.(Juju Masunah & Tati Narawati,2003). Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuannya, para seniman Badawang melakukan latihan-latihan baik di lingkungan keluarga maupun di dalam perkumpulan seni Badawang yang sudah terbentuk. Pada awalnya kegiatan-kegiatan latihan seperti ini dapat berjalan rutin sekitar seminggu sekali karena intensitas pementasan kesenian Badawang yang cukup banyak. Sejalan dengan manguatnya arus globalisasi, minat masyarakat terhadap kesenian badawang ikut mengalami penurunan sehingga intensitas pementasan kesenian badawang juga ikut berkurang. Para seniman badawang tidak dapat lagi

90

menggantungkan kehidupannya hanya dari pementasan kesenian Badawang, oleh karena itu banyak para seniman Badawang yang menekuni profesi di luar seni sebagai mata pencaharian hidupnya. Namun apresiasi mereka terhadap kesenian badawang tidak menghilang begitu saja, mereka tetap bersedia untuk melakukan latihan walaupun tidak lagi rutin dan hanya ketika akan melakukan pementasan saja. Dengan berbagai kondisi yang dialami oleh para seniman Badawang di Rancaekek, mereka tetap peduli dan bangga menjadi seorang seniman badawang sehingga sampai saat ini kesenian Badawang masih tetap bertahan di Rancaekek. Peran seorang seniman dalam menjaga kelestarian kesenian Badawang sangat penting karena seniman adalah ujung tombak yang akan menentukan apakah sebuah kesenian akan berkembang atau akan punah. Oleh karena itu seorang seniman harus bisa membaca keadaan yang sedang berkembang dalam masyarakat sehingga dapat beradaptasi dan tidak ditinggalkan oleh penonton atau penikmatnya. Untuk menjaga kelestarian kesenian Badawang di masyarakat, diperlukan berbagai inovasi atau perubahan dalam kesenian Badawang. Para seniman melakukan berbagai usaha termasuk melakukan perubahan-perubahan dalam pertunjukkan seni Badawang agar bisa beradaptasi dengan dengan arus globalisasi dan tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan seni modern. Namun perubahan tersebut dilakukan tanpa mengurangi esensi dari kesenian Badawang itu sendiri.

4.4 Kondisi Kesenian Tradisional Badawang di Rancaekek tahun 1961-2000

91

4.4.1

Ciri Khas Kesenian Badawang di Rancaekek

Dalam Ensiklopedi Sunda; Badawang diartikan sebagai orang-orangan tinggi besar dibuat dari kerangka bambu dan diberi pakaian, diusung oleh seseorang yang ada di dalamnya sehingga dapat berjalan dan digerak-gerakan mengikuti irama tetabuhan; biasanya ditampilkan dalam iring-iringan (pawai) untuk meramaikan pesta-pesta umum maupun pesta tradisional keluarga seperti pesta perkawinan atau khitanan. Dalam buku karya Ganjar Kurnia yang berjudul  Deskripsi Kesenian Jawa Barat   (2003) dijelaskan bahwa Seni badawang

merupakan suatu kesenian yang berhubungan dengan kepercayaan agama asli Indonesia yang didalamnya terdapat lambang seni , bentuk seni , isi seni, pengalaman seni mereka yang pada dasarnya terkandung makna bersifat mi stis itu dapat dilihat dari bentuk dan gambaran dari badawang yang merupakan gambaran tradisis

totemistik

masyarakat

agama

asli

Indonesia

walaupun

dalam

perkembangannya mengalami perubahan dalam bentuk yang lebih lucu / kocak. Namun menurut Bapak Een Rachmat dikatakan bahwa Badawang merupakan kesenian yang bersifat hiburan saja, tidak ada unsur totemistik atau kepercayaan agama asli Indonesia, namun kesenian ini sangat dipengaruhi oleh agama Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Rancaekek sebagai pendukung kesenian Baadawang. Badawang sering disebut juga memeniran yang artinya nama sejenis rumput yang memiliki beberapa biji halus seperti beunyeur (sisa butiran beras), daunnya dipakai obat radang. (Kamus Bahasa Sunda-Satjadibrata). Namun apabila melihat wujud Badawang yang dinamakan memeniran, kemungkinan

92

diambil dari kata menir atau meneer yang artinya tuan dalam bahasa Belanda, karena sosoknya seseorang lagi digendong, yang satu perlente yang menggendong berpakaian sederhana. Memeniran biasa dipakai sebagai kelengkapan Helaran dari pertunjukan Benjang dan arak-arakan lainnya. Dalam kesenian Badawang juga terdapat boneka-boneka binatang (totemistik) seperti Seseroan (binatang pemakan ikan), Barongsay, tokoh pewayangan (terutama tokoh-tokoh panakawan, seperti Semar, Cepot, Dawala, Gareng). Pertunjukannya sendiri hanya iring-iringan Helaran, hanya dalam perkembangannya boneka Memeniran sering berjumlah lebih dari empat dengan variasi kostum boneka yang digendong bermacammacam profil (orang kaya, bangsawan, orang asing, militer dll). Atraksi yang paling menarik dari Memeniran adalah si penggendong hanya diam (karena boneka) yang digendong (sebenarnya manusia) dapat bergerak bebas, menari dan bersorak, bermain kipas dll. Adapun umumnya pertunjukan Benjang, musik pengiring seperangkat musik Kendang Pencak, dan kadang ditambah dogdog dan bedug. Kesenian Badawang yang berkembang di Rancaekek lebih banyak menggunakan karakter panakawan dalam pertunjukannya. Kesenian Badawang  juga tidak hanya dimainkan dalam acara-acara yang bersifat heleran (pawai) saja, tetapi juga bisa dipertunjukkan diatas panggung dalam acara-acara seperti khitanan, perkawinan, atau juga peringatan hari-hari besar nasional. Pertunjukkan Badawang diatas panggung biasanya memainkan sebuah cerita yang diatur oleh seorang dalang. Cerita dalam pertunjukkan kesenian Badawang disesuaikan dengan permintaan dari orang yang memakai jasa kesenian Badawang. Dalam

93

pertunjukkan kesenian Badawang biasanya disisipkan pesan-pesan moral atau  juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan salah satu fungsi dari kesenian Badawang yaitu sebagai tuntunan terhadap masyarakat dan juga sebagai sarana dakwah. “Ada beberapa makna yang terkandung dalam kesenian Memeniran; makna, mistis, karena Memeniran merupakan gambaran tradisi totemistik masyarakat agama asli Indonesia, walaupun sudah mengalami perubahan menjadi bentuk-bentuk yang kocak dan lucu, seperti tokoh-tokoh panakawan dan lain-lain; makna teatrikal, karena tampilan sejumlah memeniran dan Badawang lainnya sangat teatrikal, ini disebabkan wujudnya yang karikatural dan berukuran jauh lebih besar dari ukuran manusia biasa; makna universal, karena bentuk-bentuk yang mirip Memeniran atau Badawang terdapat pula pada setiap etnis dan bangsa di dunia.” (Ganjar Kurnia, 2003: 15) Menurut

Bapak

Een

Rachmat

dalam

kesenian

Badawang

tidak

mengandung unsur mistis totemistik, namun kesenian Badawang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan mayoritas masyarakat Rancaekek yang memeluk agama Islam. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh salah seorang pemain kesenian Badawang yaitu bapak Awan yang mengatakan bahwa Badawang juga merupakan salah satu sarana untuk berdakwah menyampaikan nilai-nilai agama Islam. Dalam pertunjukkan Badawang memang sangat dipenuhi oleh aksi-aksi teatrikal yang terlihat dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh masing-masing karakter Badawang yang mengikuti alur cerita yang dijalankan oleh seorang dalang. Kesenian merupakan sesuatu yang bersifat universal, termasuk juga kesenian Badawang. Pada setiap etnis atau bangsa di dunia juga mempunyai tokoh-tokoh seperti tokoh-tokoh yang dimainkan dalam kesenian Badawang.

94

4.4.2 Keberadaan Kesenian Badawang di Rancaekek tahun 1961-2000

Dalam sejarah perkembangan kesenian, ketika manusia masih hidup dalam kelompok-kelompok kecil di pedesaan yang masih tradisional, kesenian lebih mempunyai fungsi sosial. Kesenian lebih digunakan sebagai alat untuk melakukan berbagai kegiatan upacara yang melibatkan masyarakat secara langsung didalamnya sehingga secara emosional masyarakat terikat dan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi terhadap seni serta diantara mereka terjalin rasa kekeluargaan kekeluargaan yang tinggi. Jika kita cermati secara seksama, muatan atau kandungan kesenian tradisional pada dasarnya sangat luas dan dalam. Pemahaman yang mendalam terhedap totalitas, latar belakang, dan konteks kesenian tradisional akan mengantarkan kita kepada pemahaman akan maknanya acara mendalam pula. Kesenian, dengan demikian tidak hanya dipahami sebagai gerak semata, atau bunyi yang berirama semata, atau rupa dan ungkapan-ungkapan semata. Pendek kata, dari kesenian tradisional kita dapat menimba dan memahami berbegai ajaran yang terkandung di dalamnya. Masalah-masalah seperti hubungan antar individu dalam kelompoknya, hubungan manusia dengan lingkungan alam dan yang gaib, tentang mertabat dan harkat manusia, tentang perjuangan hidup, tentang organisasi sosial, kesantunan, dan kehalusan, tentang retorika berkomunikasi, tersedia dalam berbagai jenis dan bentuk kesenian tradisional. Menurut Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Prof. Drs, Soeprapto, MFA., PhD. Mengemukakan bahwa bentuk-bentuk kesenian rakyat yang selama ini tumbuh berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat merupakan

95

bagian dari bentuk-bentuk warisan budaya nenek moyang masa lampau. Kesenian Badawang merupakan warisan budaya masa lampau masyarakat Rancaekek masih bisa lestari sampai saat ini karena masyarakat Rancaekek sebagai pendukung kesenian Badawang masih dan tetap berupaya untuk menjaga agar kesenian Badawang tidak punah dan tetap bisa dinikmati khususnya oleh masyarakat Rancaekek dan umumnya oleh semua penikmat seni. Perkembangan kesenian daerah dimasa sekarang dan juga masaa yang akan datang bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah dan juga para seniman, tetapi seluruh masyarakat  juga harus dilibatkan dalam upaya melestarikan dan mengembangkan mengembangkan kesenian daerah. Pada masa sekarang banyak kesenian tradisional yang terancam punah dan bahkan sudah banyak yang punah padahal dalam kesenian-kesenian tradisional tersebut banyak mengandung nilai-nilai dan pesan moral yang tinggi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan apresiasi seni dari masyarakat terhadap keberadaan kesenian tradisional. Masyarakat juga harus memiliki kebanggaan dan kepedulian terhadap kesenian tradisional. Dengan adanya apresiasi masyarakat terhadap kesenian tradisional merupakan salah satu upaya dalam melestarikan kesenian tradisional agar tidak punah. Dalam masyarakat Rancaekek kesenian Badawang masih dapat bertahan dikarenakan adanya apresiasi dari masyarakat terhadap keberadaan kesenian Badawang. Walaupun banyak kesenian modern yang masuk, namun masyarakat Rancaekek masih memiliki kepedulian dan kebanggaan terhadap kesenian tradisional yang dimilikinya.

96

Dalam perkembangannya perkembangannya suatu kesenian tradisional secara perlahan akan mengalami perkembangan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai alasan baik itu secara konseptual, fungsi atau pementasannya. Perubahan yang terjadi pada suatu kesenian tradisional identik dengan perkembangan suatu kebudayaan, mengenai hal ini Soedarsono dalam bukunya yang berjudul Beberapa Catatan Tentang perkembangan Kesenian Kita mengungkapkan bahwa: “...Kebudayaan berlangsung dalam waktu dan selalu di dalam perubahan. Bahkan kebudayaan seolah-olah tunduk pada suatu gerakan; yang lama bisa hilang atau berubah untuk digantikan dengan yang baru. Namun sesungguhnya perubahan atau perkembangan kebudayaan itu memiliki pandangan hidup yang memberi arti dan makna kepada kehidupan manusia, yakni kehidupan dengan tujuan dari hidup itu sendiri. Kebudayaan masyarakat pada hakekatnya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam sekitarnya dan dengan masyarakat dimana pun manusia itu menjadi bagiannya”. bagiannya”. Selain itu Oemar (1985: 40) mengungkapkan alasan mengenai perubahan yang terjadi pada kesenian tradisional, bahwa: “Suatu bentuk kesenian yang terlahir dari masyarakat tradisi terasa lebih dekat dan akrab dengan lingkungannya, karena dia hidup ditengah-tengah kehidupan masyarakat masyarakat yang bersatu dengan kehidupan sehari-hari. Apabila dilihat dari latar belakang kehidupannya, kesenian tradisional dalam kehadirannya merupakan bentuk seni yang agraris dan feodal sebagai perwujudan masyarakat yang dinamis.” Seiring

dengan

perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi,

memungkinkan terciptanya suatu perubahan yang baru dalam pola kehidupan masyarakat. Salah satu cirinya yaitu adanya kesan penyeragaman keseluruhan budaya dengan pola dan nuansa peradaban global yang bercirikan modern. Perubahan bukanlah suatu hal yang dilarang atau tabu selama ia membawa nilainilai positif dan menguatkan atas keberadaan seni itu sendiri. Kalau perubahan

97

mengarah pada rusaknya nilai-nilai yang dijunjung dalam seni, itulah yang tidak diperbolehkan. Kesenian Badawang ini bisa dikatakan sebagai kesenian tradisi masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seni tradisi mengalami pasang surut dalam perkembangannya, di satu masa seni tradisi mengalami masa kemajuannya selama tahun 1970-an sampai awal tahun 1990-an, dimana kesenian Badawang dalam pertunjukkannya sangat erat kaitannya dengan fungsi sebagai sarana dakwah dan pemberi pesan moral kepada masyarakat, namun pada pertengahan tahun 1990-an seni tradisi badawang mulai mengalami perubahan fungsi hanya sebagai sarana hiburan saja. Sejak awal kemunculannya tahun 1961 kesenian Badawang mulai diperkenalkan kepada masyarakat hingga pada tahun 1970-1990-an yang merupakan puncak kemajuan dari kesenian Badawang. Pada kurun waktu tersebut kesenian Badawang banyak digemari oleh masyarakt di Rancaekek baik dari generasi muda maupun orang tua. Kesenian ini hampir selalu terlihat dalam acaraacara pertunjukkan di masyarakat seperti halnya acara-acara baik berupa ritual seperti sykuran atas hasil panen, peringatan hari besar, serta hiburan dalam acara hajatan perkawinan dan khitanan. Pergeseran peradaban dan teknologi akibat arus globalisasi telah membawa dampak yang luas dalam berbagai segi kehidupan. Tanpa kecuali dalam bidang seni pun tidak luput dari pengaruh perkembangan teknologi. Teknologi yang semakin canggih melalui media informasi, baik cetak maupun elektronik telah membuka cakrawala budaya berbagai etnik yang ada di seluruh

98

pelosok daerah bahkan dunia untuk masuk dan mempengaruhi budaya di daerah lainnya. Memasuki awal tahun 1990-an dalam keadaan perubahan arus zaman yang sedemikian rupa, tidak dapat dipungkiri bahwa frekuensi pertunjukkan kesenian Badawang sudah mulai agak tersisihkan oleh kesenian-kesenian yang bersifat modern, walaupun demikian keberadaan kesenian Badawang masih dapat terlihat dalam pertunjukkan acara-acara tertentu pada acara perayaan hari besar, seperti peringatan proklamasi kemerdekaan, hajatan, dan acara lainnya. Pada tahun 1990-an, kemajuan zaman semakin menggerogoti keberadaan grup seni ini dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi yang sifatnya lebih instan dan terjangkau, misalnya melalui industri televisi, VCD, dan lain-lain. Dari segi peralatan musik sendiri, pada masa ini masyarakat Rancaekek mulai terlihat antusias dalam menggunakan jasa organ tunggal pada acara-acara upacara perkawinan atau khitanan dibandingkan dengan memakai jasa kesenian tradisional seperti halnya Badawang. Maraknya kehadiran media massa, terutama televisi pada tahun 1990-an sampai sekarang yang menayangkan berbagai alternatif tanyangan yang bersifat hiburan telah mengakibatkan menurunnya minat masyarakat terhadap kesenian yang sifatnya etnik, termasuk minat terhadap kesenian Badawang. Gejala seperti ini dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat dimana jarak tidak lagi menjadi kendala dan dirasa semakin dekat. Sebagai contoh dijelaskan bahwa:

99

Di era globalisasi, melalui media televisi telah memungkinkan masyarakat Indonesia untuk menikmati berbagai bentuk kesenian dari dalam maupun luar negeri yang ditayangkan secara langsung maupun yang ditayangkan melalui media rekaman yang canggih (Soedarsono, 1991: 47). Meskipun secara alami proses pendidikan dan ilmu seni Badawang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, namun tidak semua generasi mau dan mampu menerimanya. Kondisi ini disebabkan semakin berubahnya tuntutan akan kebutuhan hidup, apalagi sebagian besar seniman Badawang berprofesi sebagai petani, buruh, dan pedagang. Tentunya sebagai manusia yang memiliki keluarga, melihat popularitas kesenian tradisional Badawang yang semakin merosot, maka mereka lebih mengutamakan mencari nafkah bagi keluarganya. Begitulah gambaran mengenai keberadaan dan dinamika kesenian Badawang yang berkembang di Rancaekek tahun 1961-2000. Pasang surut mewarnai perkembangan kesenian asli daerah Rancaekek tersebut. Kemajuan zaman

yang

tak

terkendali

diduga

sebagai

faktor

utama

penghambat

perkembangan kesenian badawang. Namun tidak menutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang mungkin menyebabkan perkembangan kesenian Badawang terhambat.

4.4.3 Tanggapan Masyarakat Rancaekek Terhadap Kesenian Badawang

Dalam perkembangannya, seni tradisional pada dasarnya mempunyai peran dan posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Tata kehidupan

masyarakat

beserta

perubahannya

turut

menentukan

arah

100

perkembangan dan kelestarian kesenian tradisional itu sendiri. Demikian pula halnya dengan kesenian tradisional Badawang yang terdapat di Rancaekek Kabupaten Bandung. Badawang sebagai salah satu bentuk kesenian tradisional memerlukan apresiasi dari masyarakat sebagai penontonnya yang keberadaannya merupakan salah satu komponen penting dalam pertunjukkan seni ini. Berhasil atau tidaknya seni pertunjukkan dapat dilihat dari tingkat apresiasi penonton sebagai wujud antusiasme mereka terhadap pementasan tersebut. Penonton yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu masyarakat Rancaekek dengan berbagai latar belakang usia dan kedudukan serta mata pencaharian mereka atau warga setempat yang tertarik untuk menyaksikan pertunjukkan seni Badawang. Sebagaian masyarakat memandang bahwa kesenian Badawang dapat mempererat ikatan kekeluargaan diantara anggota masyarakat, karena setiap digelar pertunjukkan seni Badawang segala lapisan masyarakat tumpah ruah menonton pergelaran tersebut. Tanggapan tersebut kebanyakan datang dari masyarakat yang tergolong tua. Kesenian Badawang juga dapat mendidik generasi muda untuk melestarikan warisan budaya leluhurnya. Di dalam pertunjukkan seni Badawang juga mengandung pesan-pesan moral dan juga anjuran-anjuran untuk melaksanakan ajaran Islam sehingga menurut Bapak Jhoni Udel (Wawancara, tanggal 7 Juni 2009) kesenian Badawang adalah kesenian yang mempunyai pengaruh positif bagi masyarakat. Tanggapan selanjutnya datang dari Budiono (Wawancara, tanggal 7 Juni 2009) dalam kapasitasnya sebagai seorang warga yang juga termasuk generasi

101

muda di Rancaekek mengemukakan bahwa ia tidak mengetahui banyak mengenai kesenian Badawang, hanya sebatas tahu saja bentuk kesenian Badawang namun tidak mengetahui fungsi kesenian Badawang dan juga filosofi dari kesenian Badawang, menurutnya seni Badawang hanya sebagai salah satu hiburan saja bagi masyarakat Rancaekek. Ketika ditanya apakah tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang kesenian Badawang, ia mengungkapkan kekurang tertarikannya terhadap kesenian tersebut. Menurut dia, hiburan seperti musik dangdut lebih menarik dan lebih mungkin untuk dinikmati karena tidak perlu meluangkan waktu dan biaya yang besar serta bisa dinikmati kapan saja dan dimana saja. Tanggapan serupa disampaikan oleh Haryati (Wawancara, tanggal 7 Juni 2009) dalam kapasitasnya sebagai warga perumahan Griya Permata Raya, yang juga seorang pendatang namun sudah cukup lama tinggal di Rancaekek. Ia mengungkapkan bahwa ia sama sekali tidak tahu mengenai kesenian Badawang. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa tanggapan masyarakat terhadap kesenian Badawang sangat beragam tergantung dari mana mereka memandangnya. Ada yang memberikan tanggapan positif terhadap kesenian Badawang karena dianggap sebagai kesenian yang bukan hanya bisa menghibur masyarakat, tetapi juga bisa menuntun masyarakat dengan pesan-pesan moral dan muatan ajaran Islam yang terkandung dalam kesenian tersebut. Ada pula masyarakat yang memandang bahwa kesenian Badawang dengan positif, namun tidak mau turut serta dalam proses pelestarian dan regenerasi kesenian Badawang. Terakhir adalah masyarakat yang tidak tahu sama sekali tentang

102

kesenian Badawang dan tidak perduli terhadap kelestarian kesenian Badawang di Rancaekek.

4.5 Pengaruh Globalisasi Terhadap Kesenian Badawang

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehidupan manusia tidak pernah statis dan seiring dengan berjalannya waktu akan selalu mengalami perubahan termasuk dalam budaya tradisional. Menurut Selo Soemardjan dan Soleiman Soemardi budaya adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sehingga mau tidak mau kita akan mengalami perubahan dari budaya lama menjadi budaya baru yang mungkin sebagian atau seluruhnya berbeda dari sebelumnya. 4.5.1 Masuknya Arus Globalisasi ke Rancaekek

Mulai dikenalnya teknologi informasi dan teknologi komunikasi oleh masyarakat Rancaekek mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan masyarakat. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab dan dipecahkan oleh masyarakat Rancaekek dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Tantangan globalisasi tersebut dijawab oleh masyarakat Rancaekek melalui pembangunan di segala bidang termasuk bidang seni dan budaya. Jika pada zaman dahulu perubahan budaya biasanya terjadi dalam waktu lama dan gradual, namun pada zaman yang kian modern berkat kemajuan

103

teknologi dan juga globalisasi dalam segala aspek kehidupan manusia di bumi ini sehingga perubahan budaya terjadi cukup cepat dan tidak jarang radikal. Tidak heran jika di Indonesia pun terjadi kegamangan budaya karena intervensi budaya modern dari luar yang makin gencar. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat Rancaekek, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Pada jaman sekarang masyarakat Rancaekek setiap hari bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.

104

Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian Badawang merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Kesenian Badawang berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian Badawang pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian Badawang lenyap begitu saja. Kesenian Badawang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.

105

Masuknya arus globalisasi di Rancaekek dimulai dengan masuknya teknologi dan komunikasi yang semakin maju. Masyarakat mulai mengenal televisi dan radio sebagai sarana hiburan. Banyaknya acara hiburan yang ditampilkan di televisi ataupun radio membuat minat masyarakat terhadap kesenian Badawang mulai berkurang. Masyarakat menganggap acara-acara yang ditampilkan di televisi ataupun radio tidak kalah menarik dengan kesenian Badawang, dari segi ekonomispun lebih murah dibandingkan kesenian Badawang. Kemajuan teknologi yang dibarengi dengan mulai dikenalnya kesenian-kesenian yang lebih modern oleh masyarakat Rancaekek semakin membuat sulit keberadaan kesenian Badawang. Masyarakat Rancaekek khusunya generasi muda lebih menyukai kesenian-kesenian yang lebih modern seperti musik dangdut, pop, dan juga kesenian lainnya. Selain itu, generasi muda kita sebagai produk modernisme semakin kurang tertarik terhadap hal-hal yang berbau tradisi karena dianggap kuno, ketinggalan zaman dan hanya milik generasi tua belaka. Menghadapi keadaan itu, pemerintah dan segenap kelompok masyarakat yang peduli sebenarnya tidak tinggal diam. Karena bagaimanapun budaya tradisional patut dilindungi dan dilestarikan. Masyarakat Rancaekek, terutama para remaja sudah tidak lagi mengingat kebudayaan dan keterampilan-keterampilan ataupun kesenian tradisional. Mereka lebih memilih seni modern yang dianggap lebih gaul, lebih mewah, dll. padahal kita mempunyai kesenian yang tidak kalah nilai seninya dibandingkan dengan seni modern, bahkan lebih. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa globalisasi merupakan salah satu unsur kuat dan mendasar terhadap terjadinya perubahan dan

106

pergeseran nilai-nilai budaya dan tentunya dalam hal ini kesenian tradisional sebagai salah satu subsistemnya. Sebenarnya perubahan dan pergeseran nilai suatu kebudayaan adalah lumrah adanya, asalkan tidak bergeser terlalu jauh dari sifat dan nilai-nilai aslin ya, karena pada dasarnya pun kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, dan karya manusia adalah bergerak secara dinamis. Namun yang terjadi justru berbeda, hampir tidak bisa kita dapati dimana letak nilai-nilai keluhuran budaya pada sebuah pesta Dugem House Music ini. Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi kesenian tradisional yang merupakan cerminan nilai-nilai masyarakat ini, apakah tetap bersikap konservatif dengan lebih menekankan pada nilai originalitasnya (keaslian) atau lebih global dan memahami dan menerima bahwa kebudayaan memang

bergerak

terus

menerus

dan

mengalami

perubahan

seiring

berkembangnya zaman terlebih dengan kian derasnya arus globalisasi saat ini. Tentunya cara memandang kesenian tradisional tersebut setiap orang berbedabeda adanya. Daerah Rancaekek yang sebagian besar adalah lahan pertanian kini sudah banyak berubah. Pabrik-pabrik mulai masuk ke daerah Rancaekek dan membawa dampak terhadap masyarakat Rancaekek. Masyarakat Rancaekek yang mayoritas adalah petani, banyak yang beralih profesi menjadi pegawai pabrik. Dampak lainnya adalah banyaknya pendatang yang tinggal di Rancaekek untuk bekerja di pabrik-pabrik tersebut sehingga banyak dibangun perumahan-perumahan. Jalan jalan mulai dibangun dan akhirnya daerah Rancaekek yang tadinya merupakan

107

pedesaan kini berubah menjadi kawasan industri yang turut mempengaruhi budaya masyarakat setempat. Selain masalah internal seperti kurang ketertarikan masyarakat Indonesia terutama generasi mudanya dan upaya pelestarian yang belum terasa gaungnya,  juga terjadi masalah eksternal. Seiring dengan perkembangan zaman modern produk budaya bukanlah milik kolektif seperti ketika masa agraris melainkan milik individualis atau sekelompok etnis. Oleh karena itu, segala produk budaya termasuk kesenian kontemporer maupun tradisional pun diberi cap milik individu atau sekelompok masyarakat, bahkan sebuah bangsa. Untuk menyingkapi anggapan-anggapan seperti diatas maka perlu dilakukan perubahan-perubahan agar kesenian tradisional khususnya Badawang agar tidak dianggap sebagai kesenian yang kuno dan hanya milik generasi tua saja dan kesenian Badawang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya dengan tidak menghilangkan nilai-nilai dan pesan moral yang terkandung dalam kesenian Badawang.

4.5.2 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Kesenian Badawang karena Arus Globalisasi

Sejak lahirnya kesenian Badawang di Rancaekek sampai sekarang telah terjadi banyak perubahan baik dalam segi fungsi, bentuk ataupun cara memainkannya. Dalam segi fungsi, pada awalnya kesenian Badawang diciptakan sebagai sarana untuk menggerakan masyarakat khususnya pemuda agar aktif dalam segala kegiatan yang diadakan oleh pemerintah terutama dalam

108

memperingati hari-hari besar nasional. Menurut bapak Een Rachmat Badawang tidak hanya berfungsi sebagai tontonan atau hiburan saja, tetapi juga berfungsi sebagai tuntunan atau mendia penerangan yang datangnya dari pemerintah kepada masyarakat luas. Bertepatan dengan lahirnya kesenian badawang, lahir juga sebuah perkumpulan Seni yang khusus menampilkan kesenian Badawang yaitu Lingkung Seni Tumaritis. Pemberian nama Lingkung Seni Tumaritis ini juga berhubungan erat dengan karakter yang digunakan dalam kesenian Badawang tersebut. Pada awalnya karakter-karakter yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Badawang adalah tokoh-tokoh pewayangan atau sering disebut juga Panakawan. Pemilihan tokoh-tokoh pewayangan berhubungan erat dengan nama Tumaritis sebagai nama perkumpulan seni Badawang. Tumaritis adalah nama sebuah desa atau daerah dalam cerita pewayangan, dimana di desa Tumaritis tersebut hidup sebuah keluarga yang sangat patuh dan mengabdi kepada negara. Dalam keluarga tersebut terdiri dari Semar yang menjabat sebagai kepala desa Tumaritis dan seorang kepala keluarga yang mempunyai seorang isteri yang bernama Sutiaragen dan tiga orang anak yang bernama Cepot atau Astrajingga, Udawala, dan Gareng. Semar merupakan seorang yang mampu mendidik, mengayomi serta memberi pemecahan masalah apa bila terjadi permasalahan baik didalam keluarga maupun lingkungannya. Sutiaragen adalah seorang Isteri yang sabar dan taat pada suami serta penuh kasih sayang kepada ketiga anaknya. Anak Semar yang pertama bernama Astrajingga atau Cepot merupakan seorang yang mempunyai

109

sifat jujur, disiplin serta taat terhadap perintah dan mempunyai rasa humor yang tinggi. Anak kedua Semar adalah Udawala yang digambarkan mempunyai sifat pendiam dan selalu patuh terhadap segala perintah orang tua maupun pemerintah. Gareng adalah anak bungsu dari Semar yang mempunyai sifat pemarah tetapi hatinya jujur. Bapak Een Rachmat yang pada waktu menciptakan kesenian Badawang menjabat sebagai ketua RK berharap bahwa Lingkung Seni Tumaritis bisa sama seperti yang ada dalam cerita pewayangan. Lingkung Seni Tumaritus mencerminkan sekelompok masyarakat pedesaan yang dipimpin oleh seorang yang Tuhu Ka Ratu, taat kepada pemerintah walaupun dalam kondisi dan situasi bagaimanapun yang sepi pamrih rame ing gawe. Walaupun dalam perkembangan selanjutnya kesenian Badawang ini lebih dikenal sebagai salah satu kesenian yang berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat. Pada awalnya hanya beberapa karakter saja yang digunakan dalam kesenian Badawang, yaitu karakter Semar, Cepot dan Udawala. Namun karena kurangnya ketertarikan masyarakat terhadap kesenian Badawang maka dibuat l agi karakter-karakter Badawang yang baru seperti Sutiaragen, hanoman, Anggada, dan Badawang-Badawang yang berbentuk binatang seperti macan, burung, monyet dan lain-lain. Namun seiring dengan kondisi masyarakat yang terus berubah, maka mulai dikembangkan karakter-karakter badawang yang lain diluar tokoh-tokoh pewayangan. Karakter badawang dibuat disesuaikan dengan selera masyarakat khususnya orang yang menggunakan jasa pementasan kesenian Badawang dan juga tokoh-tokoh yang sedang populer di masyarakat.

110

Selain berfungsi sebagai tuntunan bagi masyarakat, pada awalnya kesenian Badawang berhubungan erat dengan religi atau kepercayaan masyarakat sekitar yang masyoritas memeluk agama Islam. Kesenian Badawang berfungsi sebagai sarana untuk mendakwahkan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakat. Seiring dengan perubahan yang terjadi, fungsi kesenian Badawang sebagai sarana untuk berdakwah mengalami pergeseran karena cerita yang ditampilkan dalam setiap pementasan badawang disesuaikan dengan permintaan atau selera dari pengguna  jasa kesenian Badawang. Dalam segi bentuk, Badawang telah mengalami berbagai perubahan sehingga mencapai bentuknya seperti sekarang ini. Pada awal diciptakan, bentuk Badawang tidak jauh berbeda dengan bentuk Ondel-ondel yaiti kesenian yang berasal dari Betawi. Rangka Badawang dibuat dari bahan rotan dan kayu, gerakannya terbatas, tidak bisa bergerak bebas, kepalanya tidak dapat menoleh kekanan dan kekiri, dan tangannya pun tidak bisa digerakan. Untuk dapat bersaing dengan kesenian-kesenian lainnya dan juga kesenian yang datangnya dari luar, maka para seniman Badawang melakukan inovasi dalam segi bentuk. Bagian kepala badawang dibuat agar bisa bergerak kekanan maupun kekiri. Bagian tangan dan kaki dibuat seperti layaknya tangan dan kaki manusia sehingga bisa melakukan gerakan-gerakan seperti menari, pencak silat maupun bermain sepak bola. Bahan yang digunakan dalam pembuatan Badawang juga mengalami perubahan, tidak hanya terbatas pada penggunaan rotan dan kayu tetapi juga mulai menggunakan bahan plastik dan besi, dan rencananya juga akan menggunakan bahan fiber glass agar menjadi lebih ringan.

111

Perubahan juga terjadi pada musik pengiring kesenian Badawang. Pada awalnya dalam kesenian Badawang hanya menggunakan alat-alat musik tradisional yang sudah dikenal masyarakat seperti Gendang, Gong, Terompet dan alat musik tradisional lainnya. Berkembangnya musik dangdut dan musik pop yang semakin digemari oleh masyarakat memaksa para seniman Badawang untuk melakukan perubahan dalam segi musik pengiring kesenian Badawang. Musik dangdut dan musik pop mulai dimasukan dalam pementasan kesenian Badawang untuk tetap bisa membuat masyarakat tertarik terhadap kesenian badawang. Dalam segi kostum, kesenian Badawang telah banyak melakukan perubahan baik itu terhadap kostum Badawang ataupun terhadap kostum nayaga/pemain musik. Kostum awak Badawang pada awal diciptakannya hanya berupa pakaian yang dibuat secara sederhana, namun sekarang setiap Badawang memakai kostum yang sama atau seragam. Tidak jauh berbeda dengan kostum yang dipakai oleh Badawang, kostum yang dipakai oleh para pemain musik pun pada awalnya hanya pakaian yang biasa mereka pakai sehari-hari, namun untuk lebih menarik minat masyarakat terhadap kesenian Badawang dibuatlah kostum yang seragam.

4.5.3 Eksistensi Kesenian Badawang di Tengah Arus Globalisasi

Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan

112

mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam  jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruhpengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat. Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan seperti hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan

113

kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan, dan lain-lain. Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa. Arus globalisasi saat ini, mau tidak mau atau suka tidak suka, ternyata telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Masyarakat Rancaekek yang mencoba mengembangkan seni Badawang menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu i ndah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu. Nasib kesenian-kesenian tradisional di sejumlah daerah bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau. Ada kesenian tradisional yang sudah sangat jarang dipentaskan dan terancam punah. Upaya revitalisasi kesenian tradisional itu pun terkendala pendanaan Sebagai bangsa yang berkembang, kita harus melihat juga kearah modernisasi

dalam

segala

bidang,

sebab

kalu

tidak

bisa

mengikuti

perkembangannya maka cita-cita untuk emnciptakan masyarakat sejahtera materil

114

maupun spirituil akan berhenti ditengah jalan. Bila kita terus melihat ke belakang dengan sikap kagum pada kebesaran masa lampau maka yang akan terjadi adalah kemandulan untuk maju. Seiring dengan itu, khasanah kesenian Jawa Barat berkembang dengan baik dan dapat mewujudkan kualitas dan kuantitasnya sebagai dampak positif berkembangnya globalisasi tersebut. Fakta yang kita hadapi sekarang adalah terjadinya penyusutan apresiasi dan daya dukung terhadap kesenian tradisional. Terbukanya isolasi dan komunikasi dengan dunia Iuar serta mobilitas penduduk yang semakin tinggi antara lain menjadi sebab penyusutan tingkat apresiasi dan daya dukung masyarakat yang bersangkutan terhadap kesenian tradisional mereka. Berbagai  jenis kesenian dari masyarakat luar memiliki daya tarik yang besar bagi masyarakat tradisional kita. Secara alamiah manusia tertarik kepada sesuatu yang baru, sesuatu yang lain dari yang dimilikinya. Keadaan tersebut meyebabkan apresiasi masyarakat terhadap kesenian tradisional menjadi berkurang. Pengembangan terhadap kesenian tradisional diperlukan untuk memunculkan kembali apresiasi dan dukungan masyarakat terhadap kesenian tradisional. Pengembangan kesenian tradisional dimungkinkan terjadi pada tataran modifikasi performance, inovasi bentuk dan perubahanperubahan sangat dimungkinkan. Tantangan globalisasi ini sejalan dengan apa yang ungkapkan oleh sosiolog asal Kenya Simon Kemoni, mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka

115

dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Sebagai kesenian tradisional, Badawang harus menonjolkan ciri khasnya oleh Naisbitt (1988), yaitu semakin kita menjadi universal, maka tindakan kita semakin menjadi kesukuan atau lebih berorientasi ‘kesukuan’ dan berpikir secara lokal, namun bertindak global. Yang dimaksudkan Naisbitt disini adalah bahwa kita harus berkonsentrasi kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional. Dengan demikian, berpikir lokal, bertindak global, seperti yang dikemukakan Naisbitt di atas, dapat diletakkan dan diposisikan pada masalah-masalah kesenian di Indonesia sebagai kekuatan yang penting dalam era globalisasi ini. Pemodernan terhadap kesenian Badawang bukan suatu usaha yang haram,  justru dengan pemodernan itu terkandung suatu upaya mengembangkan kesenian itu sejalan dengan pola pikir dan kebutuhan masyarakat Betawi yang semakin modern. Kompetisi kesenian tradisional dengan kesenian modern yang datang kemudian sangat perlu karena salah satu ciri dari masyarakat modern adalah bergerak dalam kompetisi menciptakan inovasi-inovasi yang berorientasi pasar. Kesenian tradisional memang tidak berorientasi pasar, tetapi ketika masyarakat dan lingkungan perkotaan menuntut pasar, maka kreativitas seniman tradisional harus pula mempertimbangkannya. Produk-produk budaya modern (budaya popular) dikemas sedemikian rupa sehingga masyarakat berada dalam situasi “demam” secara terus-menerus. Pengemasan produk kesenian yang disesuaikan dengan target pasar menjadi andalan, sehingga semua kelas masyarakat dapat

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF