Squamous Cell Carcinoma
November 19, 2017 | Author: Muhammad Nazli | Category: N/A
Short Description
Download Squamous Cell Carcinoma...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Karsinoma sel skuamosa konjungtiva merupakan keganasan konjungtiva yang paling sering di Amerika Serikat. Insidennya bervariasi dari 0,03 hingga 3,5 kasus per 100.000 penduduk, tergantung lokasi geografik. Beberapa tahun terakhir didapatkan peningkatan insiden Karsinoma Sel Skuamosa Konjungtiva di Rwanda Uganda dan Malawi yang berkaitan dengan infeksi HIV. Sinar ultraviolet sebelumnya diduga merupakan faktor resiko utama tumor ini. Faktor lain yang diduga juga berkaitan dengan penyakit ini adalah Human papilomavirus (HPV).1,3,4 Karsinoma konjungtiva paling sering muncul pada limbus di daerah fisura palpebra dan jarang muncul pada daerah konjungtiva yang tidak terpapar. Beberapa jenis tumor dapat menyerupai pterigium. Sebagian besar memiliki permukaan seperti gelatin. Jika ada keratinisasi abnormal pada epitel, dapat menyebabkan lesi leukoplakia. Pertumbuhannya lambat, invasi dan metastasis yang dalam sangat jarang terjadi, sehingga prosedur eksisi lengkap dilakukan untuk tujuan kuratif. Kekambuhan umum terjadi jika lesi tidak sempurna dieksisi. Penggunaan adjunctive cryotherapy, mitomycin C topikal, atau fluorouracil dapat membantu untuk mencegah kekambuhan.1,2 Displasia konjungtiva adalah suatu kondisi jinak yang terjadi sebagai lesi terisolasi atau kadang-kadang lebih seperti pterygia dan pingueculae dan dapat menyerupai karsinoma in situ secara klinis dan bahkan secara histologis. Istilah neoplasia intraepithelial konjungtiva disebutkan pada semua lesi epitel mulai dari displasia sampai karsinoma yang terbatas pada epitel. Biopsi eksisi akan menegakkan diagnosa dan memberikan penyembuhan pada sebagian besar lesi.2 Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering pada laki laki (75%) dibandingkan wanita (25%) dan cenderung mengenai umur yang lebih tua dekade ke lima dan enam, dapat juga terjadi pada usia muda dengan xeroderma pigmentosum. Karsinoma Sel Skuamous Invasive merupakan displasia progresif yang menembus membran basal sampai ke substantia propria dan dapat
1
menginvasi kornea dan sklera. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan histopatologi.2,4 Gejala klinis keganasan ini sangat bervariasi. Tumor ini sering terdapat di daerah interpalpebral dekat nasal atau temporal limbus. Pertumbuhannya bisa lokal dan difus. Karena munculannya bervariasi, sehingga diagnosa bisa terlambat.1,2 Karsinoma sel skuamosa konjungtiva umumnya low grade malignancy. Rekurensi lokal sering terutama pada eksisi yang tidak komplit, tapi perluasan ke intraokuler dan metastase jauh jarang Pilihan terapi pada keganasan epitel konjungtiva adalah eksisi massa tumor dengan atau tanpa krioterapi, radioterapi, dan kemoterapi topical. Dengan eksisi lengkap, biasanya prognosisnya baih dan angka rekurensinya kurang dari 10 %.2,5,6
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Gambar 2.1: Anatomi Bola Mata
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:1 1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera. 2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar
3
yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. 3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyal susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dan koroid yang disebut ablasi retina.1
Kornea Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapisan epitel, Membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyal daya regenerasi.1 Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mats di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh komea, dimana 40 dioptri dan 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1
Uvea Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus skiera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pads otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dan 15 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus skiera di sekitar tempat masuk saraf optik.1
4
Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Reaksi pupil ni merupakan juga indikator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan intraokular.1
Pupil Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya
yang
masuk.
Pupil
anak-anak
berukuran
kecil
akibat
belum
berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya dikecilkan.1
Sudut bilik mata depan Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, galls Schwalbe dan jonjot iris.1,2
Lensa mata Jaringan ini berasal dan ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dan zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.1
5
Badan kaca Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi wang untuk menewskan sinar dan lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola nata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan set. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekewhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1,2
Retina Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menenima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan 1. Lapis fotoreseptor, merupakañ lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. 2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. 3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dan kapiler koroid. 4. Lapis pleksifomi luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal 5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dan arteri retina sentral 6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion 7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
6
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.1 Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan wama, dan lapang pandangan. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG), dan visual evoked respons [VER]. Lapisan luar retina atau sal kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.1
Sklera Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dan papil saraf optik sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan tarhadap kontusi trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.1
7
2.2 SQUAMOUS CELL CARCINOMA PADA MATA 2.2.1 Definisi dan Epidemiologi Karsinoma sel skuamosa adalah suatu keganasan konjungtiva primer yang sering di dapat. Insidennya bervariasi berdasarkan geografis, ras, usia dan kaitannya dengan HIV/AIDS. Secara internasional insidennya bervariasi secara geografis, 0,03 hingga 3,5 per 100.000 penduduk per tahun. Di Amerika Serikat, insidennya dilaporkan 0,13 per 100.000 penduduk. Di Australia, insidennya diperkirakan 1,9 per 100.000 penduduk. Penelitian di Afrika selama sepuluh tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang drastis jumlah kasus yang didiagnosa sebagai karsinoma sel skuamosa konjungtiva. Di Uganda, terdapat peningkatan resiko 10 kali lipat karsinoma konjungtiva pada individu dengan HIV, di Zimbabwe dilaporkan angka. Karsinoma sel Skuamosa adalah 2 dari 100 pasien yang diperiksa. Diduga ini berkaitan dengan infeksi virus HIV.4,5,6 Individu yang tinggal dekat khatulistiwa cenderung muncul pada usia yang lebih muda dari pada yang tinggal jauh dari khatulistiwa. Karsinoma sel skuamosa lebih dominan mengenai orang Kaukasian.4,7 Lesi neoplastik epitel konjungtiva meliputi displasia, neoplasma intraepitel, dan karsinoma sel skuamosa. Lesi ini dibedakan secara histopatologi berdasarkan invasi ke membran basal epitel. Karsinoma sel skuamosa konjungtiva merupakan displasia progresif yang menembus membran basal sampai ke substantia propria dan dapat menginvasi kornea dan sklera.2,4,8 Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering pada laki laki (75%) dibandingkan wanita (25%) dan cendrung mengenai umur yang lebih tua yaitu dekade ke lima dan enam (rata rata 60 tahun), dapat terjadi di usia lebih muda pada pasien dengan xeroderma pigmentosum dan daerah tropis. Pasien dengan AIDS mempunyai resiko 13 kali untuk berkembangnya keganasan epitel ini.4,7
2.2.2 Patofisiologi dan Etiologi Etiologi Karsinoma Sel Skuamosa Konjungtiva belum diketahui, namun diduga bahwa maturasi abnormal epitel konjungtiva akibat kombinasi dari beberapa faktor, seperti:2,4,10
8
-
Paparan sinar ultra violet yang berlebihan Conjungtival sun exposure terlihat dengan adanya solar elastosis di substantia propria. Tulvatana et al. menemukan bahwa solar elastosis lebih sering ditemukan (53,3%) pada kasus neoplasma dan merupakan faktor resiko untuk kasus neoplasma di konjungtiva.
-
HPV tipe 16 dan 18. Human Papilloma Virus khususnya tipe 16 dan 18, sudah
diidentifikasi
pada
neoplasma
epitel
konjungtiva
dengan
immunohistochemical dan analisis molekuler, namun peranannya masih belum jelas. Karcioglu dan Isa telah mengidentifikasi DNA tipe 16 dan 18 pada 57% spesimen CIN, 55% dari KSSK dan 32 % pada konjungtiva normal selama operasi katarak. -
Individu
dengan
HIV
positive
dan
pasien
dengan
Xeroderma
Pigmentosum lebih mungkin diserang akibat status imunologisnya. -
Faktor resiko lainnya diduga karena inflamasi yang lama, asap rokok dan pemakaian lensa kontak yang lama.
Gambar 2.2 Neoplasia epitel konjungtiva.
2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis Diagnosis karsinoma sel skuamosa ditegakkan dari pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan perubahan dari polaritas sel dengan gangguan maturasi seluler. Akantosis, sel atypia, dan peningkatan rasio nukleus dan sitoplasma dapat diketahui. Karsinoma sel skuamosa terdiri dari
9
sel sel dengan nucleus yang besar dan sitoplasma eosinofilik yang banyak, dan biasanya mengenai lapisan epitel bagian dalam. Sel tumor dapat well diferentiated atau mudah dikenali sebagai squamous atau moderately differentiated atau poorly differentiated atau sulit dibedakan dengan dari keganasan lain seperti carcinoma sebaseus.8,9
Gambar 2.3 Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva.
Sebagian besar pasien mempunyai keluhan adanya pertumbuhan massa di mata, yang bertambah ukurannya dengan cepat. Sering pula ditemui keluhan kemerahan atau iritasi. Tumor ini sering terdapat di daerah inter palpebral dekat nasal atau temporal limbus, namun bisa juga mengenai konjungtiva palpebra atau kornea.4,9,11 Pertumbuhannya bisa berbentuk nodular, gelatin, leukoplakia dengan pembuluh darah di sekitarnya. Tumor yang muncul terlokalisir dapat menyerupai degenerasi konjungtiva dan diragukan dengan pterigium, pingecula. Tipe difus juga bisa ditemukan dan klinis menyerupai konjungtivitis kronis.Karena kemunculannya bervariasi, ia dapat merupakan suatu masquerade syndrome.10,12 Dalam analisa 60 kasus karsinoma sel skuamosa konjungtiva, Tunc dkk mendapatkan mata merah (68%) dan iritasi okuler (57%) sebagai gejala terbanyak. Mc Kelvie dkk yang meneliti 26 kasus lainnya, mendapatkan 77%
10
kasus dengan munculan suatu massa dan diagnosis preoperatif dibuat hanya pada 3% kasus. Mauriello dkk yang mengobservasi l4 kasus karsinoma sel skuamosa adenoid konjungtiva mendapatkan bahwa tumor ini dapat muncul dengan tandatanda peradangan, sedangkan yang lainya berupa massa yang tidak nyeri dan pertumbuhannya lambat.4,6,7 Van Dessel pernah melaporkan kasus karsinoma sel skuamosa konjungtiva yang memperlihatkan masquerade syndrome uveitis. Diagnosis diketahui dari pemeriksaan sitologi cairan COA. Dari anamnesa didapatkan bahwa beberapa minggu sebelum terjadinya uveitis, pasien menjalani operasi pterigium pada mata yang sama. Lesinya sedikit meninggi, bulat putih, dikelilingi oleh pembuluh darah yang melebar dan berlokasi di kuadran temporal atas mata kiri. Hasil patologis menunjukkan suatu perubahan actinic atypical ringan. Spesimen biopsi diulang, dan histopatologis mendiagnosa suatu karsinoma sel skuamosa.13 Karsinoma sel skuamosa konjungtiva bisa juga terlihat tanpa adanya pertumbuhan massa yang jelas. Mahmood dkk melaporkan tiga kasus dengan gambaran klinik yang tidak biasa dari peradangan jaringan dan penipisan kornea atau sklera tanpa adanya massa. Pada satu kasus, didapatkan riwayat trauma sebelumnya sehingga pasien didiagnosa awal dengan ulkus Moren's dan setelah dilakukan tap COA baru diketahui karsinoma sel skuamosa sedangkan pada dua kasus lainnya, didapatkan riwayat operasi pterigium sebelumnya.2,4 Jika terdapat kecurigaan suatu keganasan sel skuamosa konjungtiva, biopsi eksisional merupakan pemeriksaan gold standar. Untuk lesi yang sangat besar, biopsi insisional dapat dilakukan, namun cara yang tepat dan manipulasi minimal dari jaringan sekitarnya penting untuk mencegah penyebaran tumor.2,4\ Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan pada Karsinoma sel skuamosa konjungtiva. Pewarnaan Rose Bengal dapat membantu untuk menentukan perluasan lesi yang tepat. Pemeriksaan dengan slitlamp, gonioskopi dilakukan jika curiga adanya keterlibatan intraokuler. Palpasi pembesaran kelenjar limfe dilakukan untuk mencari metastase regional. CT Scan dan MRI dapat membantu jika ada invasi ke orbita.2,4,8
11
2.2.4 Diagnosa Banding Diagnosis banding dari karsinoma sel skuamosa pada mata adalah sebagai berikut:4,5,8 -
Keratotic plaque dapat menyerupai karsinoma sel skuamosa dengan leukoplakia.
-
Tumor melanolik dapat mirip dengan papiloma dan karsinoma sel skuamosa pada individu berkulit gelap.
-
Hiperplasia epitheliomatous reaktif bisa muncul seperti pertumbuhan yang cepat, putih, massa hiperkeratotic dengan batas yang tidak tegas.
-
Pingeucula dan Pterygium, cenderung berasal dari konjungtiva bulbi dekat dengan limbus.
-
Inverted folicularkeraratosis, dimana terdapat proliferasi epitel yang berinvaginasi ke jaringan ikat.
-
Hereditary intraepithelial dyskeratosis, timbul dengan plak yang meninggi yang multiple dekat dengan limbus pada kedua mata. Ini merupakan penyakit autosomal dominan yang sering terjadi di Amerika Utara.
-
Limfoma konjungtiva, proliferasi limfoid konjungtiva yang tumbuh seperti pink dan licin.
-
Kerotoacanthoma, jarang terdapat di konjungtiva.
2.2.5 Penatalaksanaan
Terapi Bedah Terapi pilihan dari karsinoma sel skuamous konjungtiva adalah eksisi luas. Dianjurkan untuk batas eksisi 2-3 mm dari tumor yang terlihat. Frozen section dapat menilai batas lateral eksisitapi tidak dapat membantu menentukan batas dalam. Setelah eksisi dapat dilakukan krioterapi pada batas konjungtiva yang tinggal dan dasar lesi untuk menurunkan angka rekurensi. Krioterapi dapat menghancurkan sel tumor melalui penghancuran oleh dingin sama seperti yang diakibatkan oleh iskemia lokal.2,4,8
12
Radiasi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant, pada lesi yang luas dengan batas yang tidak jelas dan sebagai terapi paliatif pada kasus yang tidak dapat ditoleransi dengan operasi. Kearsley dkk, melaporkan 140 kasus yang diteraoi dengan radioterapi strontium 90 dengan angka rekurensi 2,3%.2,4,7 Enukleasi diindikasikan jika terdapat perluasan ke intraokuler dan untuk kasus lanjut dengan keterlibatan orbit4 eksenterasi adalah prosedur pilihan.4,8
Terapi Medis Terapi dengan anti metabolit 5FU (5 Fluorouracil), Mytomicin C (MMC) telah
digunakan
sebagai
terapi
adjuvant
dalam
manajemen keganasan
konjungtiva. Obat ini diindikasikan pada lesi lesi rekuren setelah eksisi primer, batas yang tidak bebas tumor pada pemeriksaan histopatologi dan lesi yang difus dan luas.4,8 Midena dkk menunjukkan bahwa kemoterapi konjungtiva topical 5 FU l% tetes mata, efektif sebagai terapi adjur'.ctif karsinoma sel skuamosa konjungtiva dan tidak didapatkan komplikasi yang serius. Kemp yang memberikan mitomicin C 0,04 % tetes mata sebelum operasi dan pemberian MMC 0,4 mg/ml intra operasi, dalam manajemen keganasan konjungtiva yang rekuren dan difus mendapatkan hasil yang memuaskan.13,17 Penatalaksanaan
Karsinoma
Sel
Skuamosa
Konjungtiva
menurut
Kelompok Seminar Onkologi Mata, Bedah Plastik dan Rekonstruksi Mata adalah sebagai berikut: 1. Bila tumor di konjungtiva bulbi -
Diameter tumor l-2 mm : Eksisi 2-3 mm dari batas makroskopik tumor, diikuti dengan pengobatan krioterapi -700oC
-
Diameter tumor 2 -5 mm : Bila eksisi luas tidak memungkinkan dianjurkan enukleasi atau eksenterasi
-
Diameter >5 mm : Eksenterasi.
2. Bila tumor sudah menginvasi orbita -
Tanpa pembesaran KGB regional : Eksenterasi, dan bila operasi tidak bebas tumor diberikan radioterapi loco regional.
13
-
Dengan pembesaran KGB regional: Eksenterasi, Diseksi KGB dan radioterapi loco regional.
3. Bila didapat invasi tumor ke intrakranial, sinus paranasal, pembesaran KGB tanpa metastase jauh: -
Operasi bersama dengan bagian lain jika memungkinkan
-
Bila inoperabel, dapat dilakukan debulking tumor yang dilanjutkan dengan radioterapi
4. Bila didapatkan metastase jauh: -
Pemberian Sitostatika
-
Radioterapi Loco regional
2.2.6 Komplikasi Komplikasi utama adalah rekurensi, yang umumnya terjadi dalam tahun pertama setelah eksisi, tapi juga bisa terlambat sampai 5 tahun. Rekurensinya jarang terutama pada eksisi yang komplit. Temuan histopatologi dan batas eksisi juga mempengaruhi angka rekurensi. Tunc dkk mendapatkan angka rekurensi 4,5% dan 5,3% masing-masing untuk neoplasma intraepitel dan karsinoma sel skuamosa konjungtiva. Dengan eksisi lengkap, angka rekurensi kurang dari 10%.4,8 Invasi intraokuler dilaporkan 2-8% kasus dan invasi orbita l2 – 18% kasus. Tunc, mendapatkan angka lebih tinggi yaitu l3%, invasi orbita 11%. Mc Kelvie, mendapatkan invasi intraokuler l3% dan invasi ke orbita 15%.4,6 Metastase karsinoma sel skuamosa ke kelenjar limfe preaurikuler dan servikal, pemah dilaporkan insidennya 0-4%. Zimmerman dkk, hanya mendapatkan 4 kasus dari 87 kasus karsinoma sel skuamosa. Metastase ke kelenjar parotis, paru dan tulang juga pernah dilaporkan.9
14
2.2.7 Prognosis Karsinoma sel skuamosa konjungtiva merupakan keganasan tipe low grade malignancy. Prognosis umumnya baik, namun hal itu juga terganrung pada ukuran lesi, temuan histopatologis, eksisi yang komplit. Angka kematian yang dilaporkan bervariasi, Tunc yang menganalisa 60 kasus karsinoma sel skuamosa konjungtiva mendapatkan angka kematian 0%, beberapa melaporkan tinggi sampai 4-8%.4,6,8
15
BAB III KESIMPULAN
Karsinoma sel skuamosa konjungtiva merupakan keganasan konjungtiva yang paling sering di Amerika Serikat. Insidennya bervariasi dari 0,03 hingga 3,5 kasus per 100.000 penduduk, tergantung lokasi geografik. Karsinoma konjungtiva paling sering muncul pada limbus di daerah fisura palpebra dan jarang muncul pada daerah konjungtiva yang tidak terpapar. Beberapa jenis tumor dapat menyerupai pterigium. Sebagian besar memiliki permukaan seperti gelatin. Kekambuhan umum terjadi jika lesi tidak sempurna dieksisi. Penggunaan adjunctive cryotherapy, mitomycin C topikal, atau fluorouracil dapat membantu untuk mencegah kekambuhan. Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering pada laki laki (75%) dibandingkan wanita (25%) dan cenderung mengenai umur yang lebih tua dekade ke lima dan enam, dapat juga terjadi pada usia muda dengan xeroderma pigmentosum. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan histopatologi. Gejala klinis keganasan ini sangat bervariasi. Tumor ini sering terdapat di daerah interpalpebral dekat nasal atau temporal limbus. Pertumbuhannya bisa lokal dan difus. Karena munculannya bervariasi, sehingga diagnosa bisa terlambat. Karsinoma sel skuamosa konjungtiva umumnya low grade malignancy. Rekurensi lokal sering terutama pada eksisi yang tidak komplit, tapi perluasan ke intraokuler dan metastase jauh jarang. Pilihan terapi pada keganasan epitel konjungtiva adalah eksisi massa tumor dengan atau tanpa krioterapi, radioterapi, dan kemoterapi topical.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia. 2. Vaughan, D.G., Asbury, T., et al. 2007. General Oftalmologi. Edisi 17. London: McGraw Hill. 3. Midena E et al. Treatment of Conjunctival Squamous Cell Carcinoma With Topical 5 Fluorouracil. Br J Ophthalmology 2000 ;84 :268-272. 4. Tunc M, et al. Intraepithelial and Invasive Squamous Cell Carcinoma of The Conjunctiva : analysis of 60 cases. Br J Ophthalmology 1999; 83 : 98-103. 5. Poole, TRG. Conjunctival squamous cell carcinoma in Tanzania. British Joumal of Ophthalmology 1999 ; 83 (2) : 177-179. 6. McKelvie PA et al. Squamous cell carcinoma of the conjunctiva : a series of 26 cases. British Journal of Ophthalmology 2002; 86 : 168-173. 7. Mauriello JA. Adenoid Squamous Carcinoma of the conjunctiva – a clinicopathological study of 14 cases. British Journal of Opthalmology 1997; 81(11): 1001-1005. 8. American Academy of Ophtalmology. Clinical Approach to Neoplastic Disorder of the Conjunctiva and Cornea. In : External Disease and Cornea. BCSC Section 8, 2003-2004:241-246. 9. Jacoebiec FA et al. 2005. Secondary and Metastatic Tumours of The Orbit. In: Duane's Clinical Ophthalmology. Vol 2. Chap 46. Philladelphia: Lippincott Raven. 10. Tulvatana, W. et al. Risk factors for conjungtival squamous cell neoplasia : a matched case-control study. British Journal of Ophthalmology 2003 ; 87 : 396-398. 11. Crawford, JB. 2005. Conjunctival Tumours. In: Duane's Ophthalmology. Vol 4. Chap. 10. Philladelphia: Lippincott Raven.
Clinical
12. Squamous Carcinoma and Intraepithelial Neoplasia of the Conjunctiva. Diakses dari: www. eye cancer.com. 2013. 13. Van Dessel P, et al. Invasive Squamous Cell Carcinoma of The Conjunctiva. Bull. Soc. Gelge Ophthalmol 2000 ;278;43-47
17
View more...
Comments