SPM Neurologi
March 14, 2017 | Author: ratu | Category: N/A
Short Description
Download SPM Neurologi...
Description
Standar Pelayanan Medik (SPM)
DAFTAR ISI hal 1.
Epilepsi dan Gangguan Kejang Lain ..........................................................................
2.
Neurovaskular ............................................................................................................
3.
Neuroinfeksi ...............................................................................................................
4.
Fungsi Luhur ..............................................................................................................
5.
Neuronkologi ..............................................................................................................
6.
Nyeri ...........................................................................................................................
7.
Sefalgia ......................................................................................................................
8.
Movement Disorder ....................................................................................................
9.
Neurotrauma ..............................................................................................................
10. Saraf Tepi, Otonom dan Otot ..................................................................................... 11. Dekompresi ................................................................................................................ 12. Neurointensif / Emergency ......................................................................................... 13. Neuroimunologi .......................................................................................................... 14. Neurootologi ............................................................................................................... 15. Sleep Disorder ........................................................................................................... 16. Neuropediatri / Neurodevelopment ............................................................................
EPILEPSI ICD G40 KRITERIA DIAGNOSIS: Klinis: Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-limited'. Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa) Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989) I. Berhubungan dengan lokasi A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) 1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes 2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal 3. Primary reading epilepsy B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik) 1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's syndrome) 2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation 3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital C. Kriptogenik II.
Umum A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) 1. Benign neonatal familial convulsions 2. Benign neonatal convulsions 3. Benign myoclonic epilepsy in infancy 4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy) 5. Juvenile absence epilepsy 6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal) 7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening 8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above 9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation B. Kriptogenik / Simptomatik 1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe) 2. Lennox-Gastaut syndrome 3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures 4. Epilepsy with myoclonic absence C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik) 1. Dengan etiologi yang Nonspesifik a. Early myoclonic encephalopathy b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above 2. Sindroma spesifik a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain
III.
Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum 1. Campuran bangkitan umum dan fokal a. Neonatal seizures b. Severe myoclonic epilepsy in infancy c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep
b. c.
Isolated seizures atau isolated status epilepticus Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981) I. Bangkitan Parsial (fokal) A. Parsial sederhana 1. Disertai gejala motorik 2. Disertai gejala somato-sensorik 3. Disertai gejala-psikis 4. Disertai gejata autonomik B. Parsial kompleks 1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automatism 2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder 1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik 2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik 3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik II.
Bangkitan Umum A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence B. Bangkitan Mioklonik C. Bangkitan Klonik D. Bangkitan Tonik E. Bangkitan Tonik-klonik F. Bangkitan Atonik
III.
Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang: 1. EEG 2. Laboratorium: (atas indikasi) A. Untuk penapisan dini metabolik Perlu selalu diperiksa: 1. Kadar glukosa darah 2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium Atas indikasi 1. Penapisan dini racun/toksik 2. Pemeriksaan serologis 3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya Perlu diperiksa pada sindroma tertentu 1. Asam Amino 2. Asam Organik 3. NH3 4. Enzim Lysosomal 5. Serum laktat 6. Serum piruvat B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut Lumbat Pungsi Radiologi 1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras 2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI) 3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk epilepsi 4. Functional Magnetic Resonance Imaging 5. Positron Emission Tomography (PET) 6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
DIAGNOSIS BANDING 1. Bangkitan Psychogenik 2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.) 3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention deficit) 4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi) 5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik akut) 6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen) 7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll) PENATALAKSANAAN Medikamentosa Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang timbul Antikonvulsan Utama 1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari 2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari 3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari 4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori: 1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera) Bila terdapat lesi struktural, seperti : a. Tumor otak b. AVM c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes Tanpa lesi struktural : a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas c. Riwayat bangkitan simpomatik d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP e. Status epilepstikus pada awitan kejang 2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan) Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko diatas 3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan) a. Kecanduan alkohol b. Ketergantungan obat obatan c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia) d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI Tipe Bangkitan Bangkitan parsial (sederhana atau kompleks)
OAE lini pertama Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam valproat
OAE lini kedua Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum sekunder
Karbamasepin, phenitoin, asam valproat
Idem diatas
Bangkitan lena
Asam valproat, ethosuximide (tidak tersedia di Indonesia)
Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
Clobazam, clonazepam, ethosuximide, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone, piracetam
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
STATUS EPILEPTIKUS (ICD G 41.0) (Epilepsy Foundation of America's Working Group on Status Epileptic) Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang. PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS Stadium Penatalaksanaan Stadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik, Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi Stadium II (0-60 menit)
Memasang infus pada pembuluh darah besar Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv (kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menit kemudian. Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mg intravena Menangani asidosis
Stadium III (0-60 - 90 menit)
Menentukan etiologi Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit)
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off. Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai pemberian OAE dosis maintenance
Tindakan: 1. Operasi Indikasi operasi : a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik Kontraindikasi: Kontraindikasi absolut a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolic maupun degeneratif) b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari Kontraindikasi relatif: a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan b. Psikosis interiktal c. Mental retardasi Jenis jenis operasi: a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection c. Hemispherektomi
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Terdapat lesi struktural otak b. Bangkitan epilepsi parsial c. Sindroma epilepsi berat d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris KONSULTASI Konsultasi: (atas indikasi) 1. Bagian Psikiatri 2. Bagian Interna 3. Bagian Anak 4. Bagian Bedah Saraf 5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU) JENIS PELAYANAN 1. Rawat jalan 2. Rawat inap Indikasi rawat : 1. Status Epileptikus 2. Bangkitan berulang 3. Kasus Bangkitan Pertama 4. Epilepsi intraktabel TENAGA: 1. Spesialis saraf 2. Epileptologist 3. Electro encephalographer 4. Psychologist 5. Teknisi EEG LAMA PERAWATAN 1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan 2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke keadaan sebelum status
STROKE Definisi : Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan). Pembagian Stroke 1. Etiologis : 1.1. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar 1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Intrakranial et causa AVM 2. Lokasi : 2.1. Sistem Karotis 2.2. Sistem Vertebrobasiler
Subarahnoid,
Perdarahan
Dasar Diagnosis : 1. Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien. 2. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/ kwantitas/ kwalitas), tanda vital, status generalis, status neurologist. 3. Alat Bantu scoring (skala) : Siriraj Stroke Score ( SSS ), Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM ). 4. Pemeriksaan penunjang : Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia). Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : • Anamnesis: Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/ istirahat, kesadaran baik/ terganggu, nyeri kepala/ tidak, muntah/ tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang. • Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) : Ada defisit neurologis, hipertensi/ hipotensi/ normotensi. Pemeriksaan penunjang Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang. Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan. Laboratorium Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah (Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal. Radiologis • Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi maupun kelainan jantung • Brain CT-Scan tanpa kontras (Golden Standard) • MRI kepala Pemeriksaan Penunjang Lain : • EKG
DIAGNOSIS BANDING 1. Ensefalopati toksik atau metabolik 2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan jiwa) 3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s 4. Migren hemiplegik. 5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM). 6. Infeksi ensefalitis, abses otak. 7. Trauma kepala. 8. Ensefalopati hipertensif. 9. Sklerosis multiple PENATALAKSANAAN / TERAPI Penatalaksanaan Umum 1. Umum : Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene. 2. Khusus Pencegahan dan pengobatan komplikasi Rehabilitasi Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder Penatalaksanaan Khusus 1. Stroke iskemik / infark : Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi) Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli) (Guidelines stroke 2004) Neuroprotektan 2. Perdarahan subarakhnoid : Antivasospasme : Nimodipin Neuroprotektan 3. Perdarahan intraserebral : Konservatif: Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis) Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine Neuroprotektan Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan: Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior. Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi otak Perdarahan serebellum Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum GCS > 7 Terapi Komplikasi Antiedema : larutan Manitol 20% Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi Anti trombosis vena dalam dan emboli paru. Penatalaksanaan faktor risiko: Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004) Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004) Antidislipidemia : atas indikasi Terapi Nonfarmaka Operatif Phlebotomi
-
Infark berdarah Hidrosefalus Non Neurologis : Hipertensi / hiperglikemia reaktif Edema paru Gangguan jantung Infeksi Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Fase lanjut : Neurologis : gangguan fungsi luhur Non Neurologis : Kontraktur Dekubitus Infeksi Depresi KONSULTASI Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/ Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan organ terkait. Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM, evakuasi hematom) Gizi Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset) JENIS PELAYANAN • Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase akut • Rawat jalan pasca fase akut TENAGA STANDAR Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis LAMA PERAWATAN • Stroke perdarahan : rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum penderita) • Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain. PROGNOSIS Ad vitam Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul. Ad Functionam Penilaian dengan parameter : Activity Daily Living (Barthel Index) NIH Stroke Scale (NIHSS) Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun : 20-30%
SEREBRITIS & ABSES OTAK ICD G 06.0 DEFINISI / ETIOLOGI v Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak. v Etiologi: • Bakteri (yang sering) : Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob, S.beta hemolitikus, S. alfa hemalitikus, E. coli Bacteroides. • Jamur : N. asteroids, spesies candida, aspergillus. • Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis. Patogenesis Mikroorganisme (MO) mencapai parenkim otak melalui : Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media. Trauma tembus kepala / operasi otak. Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik. 20 % kasus tak diketahui sumber infeksinya. Lokasi : Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea. Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak. Sifat : Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik karena ada shunt kanan ke kiri. Tahap-tahap : Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema, perlunakan dan kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan. Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas. Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Stadium: Serebritis dini (hari I – III) Serebritis lanjut (hari IV – IX) Serebritis kapsul dini (hari X – XIII) Serebritis kapsul lanjut (> XIV hari) KRITERIA DIAGNOSIS • Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal. • Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.000-20.000 / cm2 70 – 95 % LED meningkat. • LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensifitas. • Radiologi : § Foto polos kepala biasanya normal. § CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm. § Antiografi Pemeriksaan Penunjang • Darah rutin (leukosit, LED) • LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas. • Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau angiografi. DIAGNOSIS BANDING • Space occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma)
§ Antiedema : dexamethason/ manitol. § Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm. PENYULIT • Herniasi • Hidrosefalus obstruktif • Koma KONSULTASI Bedah Saraf TEMPAT PELAYANAN Perawatan di RS A atau B TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Minimal 6 minggu PROGNOSIS Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses, dan sifat absesnya.
MENINGITIS TUBERKULOSA ICD A 17.0 DEFINISI ETIOLOGI Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan oleh kuman tuberkulosa. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung. Pemeriksaan Fisik v Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig. v Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai. Pemeriksaan Penunjang v Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda tanda peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit. Pemeriksaan sputum BTA (+) v Pemeriksan Radiologik § Foto polos paru § CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial. v Pemeriksaan penunjang lain: § IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiks counterimmunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA). § PCR Pada Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial) v Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+) v Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%, glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl Nielsen (+), kultur BTA (+). Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR DIAGNOSIS BANDING v Meningoensefalitis karena virus v Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna v Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus neoformans atau Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis. v Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia, glioma, melanoma, dan meduloblastoma. TATALAKSANA v Umum v Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT). • INH • Pyrazinamida • Rifampisin • Etambutol v Kortikosteroid PENYULIT/KOMPLIKASI v Hidrosefalus
KONSULTASI Bedah Saraf JENIS PELAYANAN Rawat Inap TENAGA STANDAR Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat LAMA PERAWATAN Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan. PROGNOSIS v Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis. v Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal
RABIES ICD A 82 DEFINISI/ ETIOLOGI: Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar dengan anjing, kucing atau binatang lainnya yang : • Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka) • Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit (bukan dibunuh) • Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari, sebagainya) • Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan dll). Gambaran Klinik v Stadium prodromal (2-10 hari) Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan (tanda awal rabies), sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi. v Stadium kelainan neurologis (2-7 hari) § Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, meninggal setelah 3-5 hari. § Bentuk demensia § Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan kekerasan, koma, mati. § Bentuk paralitik (7-10 hari) Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi atau paraplegi flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot napas. Pemeriksaan Penunjang v Pemeriksaan laboratorium: Lekosit, hematokrit, Hb, Albumin urine, dan Lekosit urine, Likuor Serebrospinal bila perlu. v Pemeriksaan radiologik : Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain. v Pemeriksaan penunjang lain: tidak ada Menunjang diagnosis bila ditemukan: v Darah: § Lekosit : 8.000-13.000/mm3 § Hematokrit : berkurang § Hb : berkurang v Urine: § Albuminuria § Sedikit lekosit v CSF: Protein dan set normal atau sedikit meninggi. DIAGNOSIS BANDING v Intoksikasi obat-obatan v Ensefalitis v Tetanus v Histerikal pseudorabies v Poliomielitis TERAPI v Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari. v Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif (Infus Dextrose, antikejang).
JENIS PELAYANAN Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meninggal dalam 1-2 hari perawatan) PROGNOSIS Infaust/ meninggal dunia PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN POSITIF RABIES: KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT : 1. Anjing/hewan yang menggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies. 2. Anjing atau hewan yang menggigit mati datam waktu 5 - 10 hari 3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh 4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies. Catatan : 1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila : a. hewan atau anjing yang menggigit positif rabies. b. hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan tersebut dibunuh. 2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit penderita tetap sehat selama observasi sampai dengan 10 hari. 3. Petugas (tenaga medis atau Perawat) harus memakai sarung tangan, pakaian dan masker. 4. Dokter/ Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya tentang jumlah kali pemberian vaksin anti rabies (VAR) / serum anti rabies (SAR), termasuk manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul. 5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/ pemberian serum anti rabies (SAR) terhadap penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun keluarga terdekat penderita atas pemberian vaksinasi/ serum tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga terdekat penderita harus menandatangani surat persetujuan (informed consent) disaksikan oleh dua orang saksi termasuk dokter/ Perawat.
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN POSITIF RABIES No I N D I K A S I 1. Luka Gigitan
2. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak. 3. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan, badan dan tungkai.
4. Menjilat mukosa, luka gigitan besar atau dalam, multipel, luka pada muka, kepala, leher, jari tangan dan jari kaki.
5.
TINDAKAN Jenis VAR+Dosis 1. Dicuci dengan air ---sabun (detergen) 5-10 menit kemudian dibilas dengan air bersih. 2. Alkohol 40-70% 3. Berikan yodium, betadin solusio atau senyawa amonium kuartener 0,1% 4. Penyuntikan SAR secara infiltrasi sekeliling luka ------
Boster --
Keterangan Ø menunda penjahitan luka, jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal. Ø bila diindikasikan dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi dan analgetik
---
---
Berikan VAR Ø hari 0 : 2 x suntikan Intra muskuter
Imovax atau verorab 0,5 ml deltoideus kiri dan 0,5 ml deltoideus kanan
---
Dosis untuk semua umur sama
Ø hari 7 : 1 x suntikan Intra muskuler
0,5 ml deltoideus kiri atau kanan
Ø hari 21 : 1 x suntikan intra muskuler
0,5 ml deltoideus kiri atau kanan Imovag rabies
Serum anti rabies (SAR) w ½ dosis disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka w ½ dosis yang sisa disuntikkan intramuskuler diregio glutea. Vaksin anti rabies (VAR) w Sesuai poin 3A & B
Kasus gigitan Berikan VAR hari 0 ulang A. Kurang dari 1 tahun
20 IU/kg BB
Imovag, verorab
imovag, verorab SMBV
hari 90: 0,5 ml im pada deltoid kiri atau kanan ---0,5 mL IM deltoideus umur < 3th 0,1 ml IC flexor lengan
6.
7.
Bila ada reaksi Berikan anti histamin penyuntikan : sistemik atau lokal reaksi lokal Tidak boleh diberikan kemerahan, kortikosteroid. gatal, pembengkakan Bisa timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis Th/ - Kortikosteroid dosis tinggi
ENSEFALITIS VIRAL ICD G 05 DEFINISI / ETIOLOGI v Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal. v Etiologi: § Virus DNA - Poxviridae : Poxvirus - Herpetoviridae : Virus Herpes Simpleks, Varicella Zoster, Virus Sitomegalik § Virus RNA - Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus morbili (Rubeola) - Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus - Rhabdoviridae : Virus Rabies - Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi - Bunyaviridae : Virus ensefalitis California - Arenaviridae : Khoriomeningitis Limfositaria - Retroviridae : Virus HIV KRITERIA DIAGNOSIS v Bentuk asimtomatik : Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui penyebabnya. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal v Bentuk abortif : Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal. v Bentuk fulminan : Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat qelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung. v Bentuk khas ensefalitis : Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental. v
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium § Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi) - Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat - Fase dini dapat dijumpai peningkatan set PMN diikuti pleositosis limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul - Glukosa dan Klorida normal - Protein normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dl) § Pemeriksaan darah - Lekosit : Normal atau lekopeni atau lekositosis ringan - Amilase serum sering meningkat pada parotitis - Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa - Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV Pemeriksaan Radiologik - Foto Thoraks - CT scan - MRI
DIAGNOSIS BANDING • Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa • Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur • Abses otak • Lues serebral • Intoksikasi timah hitam • Infiltrasi neoplasma (Lekemia, Limfoma, Karsinoma) TERAPI • Perawatan Umum • Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20% • Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/ 12 jam/ hari dilarutkan dalam NaCI dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit. • Terapi kausal : Untuk HSV : Acyclovir PENYULIT / KOMPLIKASI • Defisit neurologis sebagai gejala sisa • Hidrosefalus • Gangguan mental Epilepsi • SIADH KONSULTASI : – JENIS PELAYANAN Rawat Inap, segera TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN • Satu bulan bila tidak ada sequale neurologist • Minimal 1 (satu) Minggu PROGNOSIS Beratnya sequele tergantung pada virus penyebab
MENINGITIS BAKTERIAL ICD G 00 DEFINISI/ ETIOLOGI • Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis. • Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae, Staphylococci, Listerio monocytogenes, basil gram negatif. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahari status mental sampai penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik • Tanda-tanda rangsang meningeal • Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset • Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis • Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis). Pemeriksaan Penunjang Laboratorium • Lumbal pungsi • Pemeriksaan Likuor • Pemeriksaan kultur likuor dan darah • Pemeriksaan darah rutin • Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah Radiologis • Foto polos paru • CT-Scan kepala Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan Laboratorium diperoleh : • Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat>180 mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram. • Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat. Pemeriksaan penunjang lain Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negatif maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction). DIAGNOSIS BANDING Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis Leptospira, Meningoensefalitis fungal. TATALAKSANA • Perawatan umum • Kausal: Lama Pemberian 10-14 hari
Usia
Bakteri Penyebab
Antibiotika Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan : Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)
≤ 50 tahun
S. Pneumonioe H. Influenzae Species Listeria Pseudomonas aeroginosa N. Meningitidis
Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari atau Ceftriaxone 2 g/12 jam + Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari) Bila prevalensi S. Pneumioniane Resiten Cephalosporin ≥ 2% diberikan: Cefoxtaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1g / 12 jam / IV (max. 3g / hari) Ceftadizime 2g / 8 jam / IV
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai • Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15 mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik. • Penanganan peningkatan TIK : - Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur - Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol - Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara 27-30 mmHg PENYULIT • Gangguan serebrovaskuler • Edema otak • Hidrosefalus • Perdarahan otak • Shock sepsis • ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) • Disseminated Intravascular Coagulation • Efusi subdural • SIADH KONSULTASI Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi. JENIS PELAYANAN Perawatan RS diperlukan segera TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN 1-2 bulan di ruang perawatan intermediet PROGNOSIS Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal.
TETANUS ICD X : A 35
DEFINISI Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat. KRITERIA DIAGNOSIS v Hipertoni dan spasme otot § Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang, anggota gerak spastik. § Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di sekitar luka v Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu v Umumnya ada luka/ riwayat luka v Retensi urine dan hiperpireksia v Tetanus lokal Pemeriksaan Penunjang v Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani. v EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung. v Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru. DIAGNOSIS BANDING v Kejang karena hipokalsemia v Reaksi distonia v Rabies v Meningitis v Abses retrofaringeal, abses gigi, sulbluksasi mandibula v Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri v Epilepsi/ kejang tonik klonik umum TATA LAKSANA v IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam v
Kausal : § Antitoksin tetanus: a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama 3-5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU b. Human Tetanus lmmunoglobulin (HTlG). Dosis 500-3.000 lU/I.M. tergantung beratnya penyakit. Diberikan SINGLE DOSE. § Antibiotik : a. Metronidazole 500 mg/ 8 jam drips i.v. b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA). Bila alergi terhadap Penilisin dapat diberikan : Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral. § Penanganan luka : Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2.
v
Simtomatis dan supportif § Diazepam Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v. perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan. Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari) diberikan secara drips (syringe pump). Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
§ § § § §
Nutrisi Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik. Menghindari tindakan/ perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten. Mempertahankan/ membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir oro/ nasofaring secara berkala. Posisi/ letak penderita diubah-ubah secara periodik. Pemasangan kateter bila teriadi retensi urin.
PENYULIT v Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas v Pneumonia aspirasi v Kardiomiopati v Fraktur kompresi KONSULTASI v Dokter Gigi v Dokter Ahli Bedah v Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan v Dokter Ahli THT v Dokter Ahli Anestesi JENIS PELAYANAN Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum/ residen, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN minggu – 1 bulan PROGNOSIS / LUARAN v Angka kematian tinggi bila § Usia tua § Masa inkubasi singkat § Onset periode yang singkat § Demam tinggi § Spasme yang tidak cepat diatasi v Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM. TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dengan interval waktu 4 – 6 minggu.
MALARIA SEREBRAL KRITERIA DIAGNOSIS Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. falciparum. Diagnosis ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah) yang mengalami penurunan kesadaran (GCS < 7) disertai gejala lain gangguan serebral (ensefalopati) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria DIAGNOSIS BANDING Penurunan kesadaran sebab lain : Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi. TERAPI Antimalaria Terapi suportif
Pencegahan
: Kinin dihidroklorida lV : antikonvulsan antipirektika penanganan hipoglikemia menjaga keseimbangan cairan dan etektrolit : Anti malaria oral sejak dua minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis
PENYULIT Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, Gagal ginjal KONSULTASI Bag. Ilmu Penyakit Dalam JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA RAWAT Tergantung klinis PROGNOSIS Sequele jangka panjang : Ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis
SINUS TROMBOFLEBITIS KRITERIA DIAGNOSIS Definisi : adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria. Biasanya berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka, mastoiditis dll). Gejala tergantung sinus venosus mana yang terkena. Pada trombosis sinus cavernosus, bisa didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapat paraplegi. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis. Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala DIAGNOSIS BANDING Pseudotumor serebri TATALAKSANA Terapi farmaka : Antibiotika seperti meningitis purulenta KOMPLIKASI / PENYULIT Meningitis purulenta Abses otak KONSULTASI : JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf PROGNOSIS Tergantung stadium pengobatan
MENINGITIS KRIPTOKOKKUS / JAMUR KRITERIA DIAGNOSIS Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS. Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau sedang dalam terapi keganasan) Pemeriksaan Penunjang - Pungsi Lumbal : - Profit LCS menyerupai MTB - Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS - Pemeriksaan serologis. - Kultur Sabauraud. DIAGNOSIS BANDING Meningitis serosa sebab lain TATALAKSANA - Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan Flukonazol 200 mg/hari - Terapi simtomatik / suportif : Disesuaikan keadaan pasien. PENYULIT Herniasi KONSULTASI Atas indikasi ke Bag Ilmu Penyakit Dalam & Bag. Bedah Saraf JENIS PELAYANAN Rawat inap di ruang perawatan khusus TENAGA Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf PROGNOSIS Buruk
Nama Penyakit / Diagnosis
HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat DEFINISI / ETIOLOGI Deflnisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan B dibawah ini : A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen yang berbeda. B. Salah satu dari kriteria yang dibawah ini : 1. - Berat badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya. - Diare kronik selama 2 bulan terus menerus atau periodik. 2. Tuberkulosis milier atau menyebar. 3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis mulut yang disertai disfagia / odinofagia. 4. Gangguan neurologis disertai gangguan aktifitas sehari-hari, yang tidak diketahui sebabnya. 5. Sarkoma kaposi. Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah bertahuntahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang dapat memperpanjang masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat penurunan sistim imun dan mencegah infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luas dari respon imun terhadap efek patologik HIV. Karena itu mungkin saja sebagian dari mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang sedangkan sekitar 40-50% dari mereka menjadi AIDS dalam wakru 10 tahun. Etiologi : Virus RNA (Retrovirus) Patofisiologi infeksi HIV HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Didalam tubuh HIV akan menginfeksi set yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit, monosit dan makrofag dan beberapa sel tertentu lain, walaupun tidak mempunyai reseptor CD4 misalnya set-set glia dan sel langerhans. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV ber-replikasi yaitu di dalam set T limfosit dan didalam sel makrofag, karena itu disebut T-tropik atau syncytium inducing isolates dan Makrofag-tropik atau non-syncytium inducing isolates. Isolat M-tropik lebih sering tertular, tetapi isolat T-tropik terlihat pada 50% dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresivitas penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan perbedaan tropisme adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5. Sebagai akibatnya akan terjadi dua kelompok gejala utama yaitu : 1. Akibat penekanan pada sistim kekebalan tubuh, sehingga mudah terjadi infeksi, kanyeri kepalaer yang spesifik dan penurunan berat badan yang drastis. 2. Disfungsi neurologik baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf perifer. KRITERIA DIAGNOSIS Fase I - Infeksi HIV primer (infeksi HIV akut) Fase II - Penurunan imunitas dini (sel CD4 > 500 / µl) Fase III - Penurunan imunitas sedang (sel CD4 500 – 200 / µl) Fase lV - Penurunan imunitas berat (sel CD4 < 200 / µl) Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS : a. Kandidiiasis Esofagus : nyeri retrosternal saat menelan dan bercak putih diatas dasar kemerahan. b. Retinitis virus sitomegalo c. Mikobakteriosis d. Sarkoma Kaposi : bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa. e. Pnemonia Pnemosistis Karini : Riwayat sesak nafas/ batuk nonproduktif dalam 3 bulan terakhir. f. Toksoplasmosis otak
v v v v v v v v v
Viral load Serologi sifilis, antigen kriptokokus Lumbal Pungsi Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal. Brain CT scan , MRI Electromyograpky (EMG) Memory test Roentgen thorax Mikroskopis dan biakan dahak.
DIAGNOSIS BANDING v Massa intrakranial v TBC v Polineuropathy kerena penyebab lain v Demensia karena penyebab lain TATALAKSANA Dosis Anti Retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004) Gol / Nama obat Dosis Nucleoside RTI Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam Didanoside (ddl) 400 mg sekali sehari 250 mg @ 12 jam (BB < 60kg) Atau 250 mg sekali sehari bila diberi bersama TDF diberi bersama TDF Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari Stavudine (d4T) 30 mg @ 12 jam (BB < 60 kg) Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg @ 12 jam Nucleotide RTI Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari Non-nucleoside RTIs Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari (14 hari) kemudian 200 mg @ 12 jam Protease Inhibitors Indinavir / Ritonavir (IDV/r) Lopinavir / Ritonavir (LPV/r) Nelfinavir (NFV) Squinavir / Ritonavir (SQV/r) Ritovanir (RTV/r)
800 mg / 100 mg @ 12 jam 400 mg / 100 mg @ 12 jam 1250 mg @ 12 jam 1000 mg / 100 mg @ 12 jam atau 1600 mg / 200 mg sekali sehari Capsule 100 mg Larutan oral 400 mg / 5 ml
Infeksi Opportunistik 1. Sitomegalovirus pada HIV : Pada funduskopi = Retinitis sitomegalovirus Gansiklovir 5 mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5 mg/KgBB sekali sehari dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml. 2. Ensefalitis Toksoplasma Pirimetamin 50-75 mg perhari dengan Sulfadiazin 100 mg/KgBB/ hari Asam Folat 10-20 mg perhari Atau : Fansidar 2-3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg perhari Disertai leukovorin 10 mg perhari. (Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg) Untuk mencegah kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tab perhari. 3. Meningitis Cryptoccocus Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv – 2 minggu. Selanjutnya Fluconazale 400 mg per hari peroral selama 8-10 minggu. Terapi pencegahan kekambuhan :
• •
AZT / 3TC / NVP (Zidovudin / Lamifudin / Nevirapin) AZT / 3TC / EFV (Zidovudin / Lamifudin / Efavirens)
PENYULIT / KOMPLIKASI 1. Drug toxicity 2. AIDP 3. CIDP 4. Mononeuropathy 5. Focal brain lesions 6. Distal Symmetric Polineuropathy 7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy 8. Progressive polyradiculopathy 9. Mononeuritis multiplex 10. Spinal cord syndrome / vacuolar myelopathy KONSULTASI : Pokja HIV-AIDS RS Setempat, VCT Clinic JENIS PELAYANAN Rawat Inap dan Rawat Jalan TENAGA STANDAR : Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat Terlatih PROGNOSIS : Angka kekambuhan tinggi Angka kematian tinggi Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS
Keluhan Intraserebral
MRI
CT Scan
Normal
Meningeal enhanceme
Atrofi
Lesi desak ruang
Shunt (kalau perlu)
Evaluasi CSF
Positif
Hidrosefalus
Negatif
Efek massa (-)
Lesi massa
Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intracranial pada penderita HIV / AIDS
Lesi Masa Intrakranial
• Stupor-coma • Perburukan cepat • Massa besar dengan resiko herniasi
Steroid•? Alert-lethargic • Stabil
Lesi multipel
Lesi tunggal
Serologi Toksoplasma +
-
Ancaman Herniasi
Obat antitokplasma
Perbaikan
Ya
Obat Antitoksoplasma seumur hidup
tidak
Biopsi Stereotaktik
Terapi sesuai etiologi
Dekompresi biopsi terbuka
DEMENSIA ALZHEIMER ICD F.00 DEFINISI DEMENSIA: Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. KRITERIA DIAGNOSIS Probable Demensia Alzheimer • Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir) • Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang disertai gangguan kognisi lain yang progresif • Tidak terdapat gangguan kesadaran • Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun • Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut Possible Demensia Alzheimer • Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia • Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia Alzheimer klasik • Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/ gangguan otak sekunder) tetapi bukan sebagai penyebab demensia • Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat, progresif bertahap tanpa penyebab tain yang teridentifikasi. KLINIS • Awitan penyakit perlahan-lahan • Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa (afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) • Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure) • Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual, dan penurunan berat badan. PEMERIKSAAN PENUNJANG Radioimaging : • CT sken : Atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal • MRI : Atrofi serebri dan atrofi hipokampus • SPECT : Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek temporoparietal • PET : Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal Laboratorium : • Urinalisis • Elektrolit serum • Kalsium • BUN • Fungsi hati
BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI) : • Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque DIAGNOSA BANDING • Demensia Vaskuler • Demensia Lewi body • Demensia lobus frontal • Pseudodemensia (depresi) PENATALAKSANAAN Farmakotogi • Simptomatik : Ø Penyekat Asetilkolinesterasa: § Donepezil HCl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari § Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x 6 mg § Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x 16 mg • Gangguan perilaku : Ø Depresi : § Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, Flouxetine tablet 1 x 20 mg § Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor (RIMA) : Moclobemide Ø Delusi / halusinasi / agitasi § Neuroleptik atipikal o Risperidon tablet 1 x 0,5 mg - 2 mg / hari o Olanzapin o Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg § Neuroleptik tipikal o Haloperidol tablet : 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari Non Farmakologis Untuk mempertahankan fungsi kognisi Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas • Stimulasi kognisi : memory enhancement program • Reminiscence • Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh • Training dan konseling Intervensi lingkungan • Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas • Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy Penanganan gangguan perilaku • Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi dll) • Menghindari tugas yang kompleks. • Bersosialisasi TINDAKAN • Tidak ada tindakan spesifik PENYULIT • Infeksi saluran kemih dan pernafasan • Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut
JENIS PELAYANAN • Poliklinik konsultatif TENAGA • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN • Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
DEMENSIA VASKULER ICD E01 DEFINISI: Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oteh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori. Dalam pembagian klinis dibedakan atas: I. VaD pasca stroke / Post stroke demensia • Demensia infark strategik • MID (Multiple infark dementia) • Perdarahan intraserebral II. VaD subkortikal • Lesi iskemik substansia alba • Infark lakuner subkortikal • Infark non takuner subkortikal III. AD + CVD (VaD tipe campuran) KRITERIA DIAGNOSIS VAD PROBABLE VAD PASCA STROKE 1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia Alzheimer) 2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan : • Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke) • CT sken atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler 3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini) • Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke • Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise. PROBABLE VAD SUBKORTIKAL 1. Sindroma kognisi meliputi : • Sindroma Diseksekusi: Gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi • Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan sosial yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke 2. CVD yang meliputi : • CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging • Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, tanda Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak KLINIS : a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium • Darah : hematologi faktor resiko stroke Radiologis :
• VaD subkortikal o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortikolsubkortikal dan infark watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal (NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak). Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia gresia dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark watershed, perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab spesifik lesi substansia alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak). DIAGNOSA BANDING • Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/ terlampir) PENATALAKSANAAN Farmakologi • Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler • Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik : • Penyekat Asetilkolinesterase: i. Donepezil Hcl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari ii. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x 6 mg iii. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x 16 mg • Gangguan perilaku : • Depresi : • Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, tablet 1 x 20 mg, Flbuxetine tablet 1 x 20 mg • Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible MAO-A inhibitor (RIMA) : Moclobemide • Delusi/ halusinasi/ agitasi • Neuroleptik atipikal • Risperidon tablet 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari • Olanzapin • Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg • Neuroleptik tipikal • Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg – 2 mg / hari Non farmakolo$is Untuk mempertahankan fungsi kognisi Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas • Stimulasi kognisi : memory enhancement program • Reminiscence • Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh • Training dan konseling Intervensi lingkungan • Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas • Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy
KONSULTASI • Bila diagnosa demensia belum tegak/ ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau terdapat progresitas yang tidak khas. • Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua. • Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik. RUJUKAN • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf JENIS PELAYANAN : • Poliklinik konsultatif TENAGA : • Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN : • Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
TUMOR INTRAKRANIAL ICD C 71 DEFINISI Massa intrakranial -- baik primer maupun sekunder -- yang memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis. KRITERIA DIAGNOSIS • Gejala tekanan intrakranial yang meningkat : ü Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesic ü Muntah tanpa penyebab gastrointestinal ü Papil edema (sembab papil = choked disc) ü Kesadaran menurun / berubah • Gejala fokal : ü True location sign ü False location sign ü Neighbouring sign • Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya. • Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL) Pemeriksaan Penunjang • Foto polos tengkorak • Neurofisiologi : EEG, BAEP • CT Scanning / MRI kepala + kontras DIAGNOSIS BANDING • Abses serebri • Subdural hematom • Tuberkuloma • Pseudotumor serebri TATALAKSANA v Kausal • Operatif • Radioterapi • Kemoterapi v Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial • Deksamethason • Manitol • Posisi kepala ditinggikan 20 – 300 v Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan) : • Antikonvulsan • Analgetik / anti peretik • Sedativa • Antidepresan bila perlu v Rehabilitasi medik PENYULIT / KOMPLIKASI v Herniasi Otak v Perdarahan pada Tumor v Hidrosefalus KONSULTASI v Bedah Saraf v Radiologi JENIS PELAYANAN
LAMA PERAWATAN Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi). PROGNOSIS Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
NEURALGIA TRIGEMINAL (TN) ICD : G50.0 KRITERIA DIAGNOSIS Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk, tersetrum, terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2 menit, berulang, terbatas pada > 1 cabang N. trigeminus (N.V). Nyeri umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi dapat dari trigger area (plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara, membasuh muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing-masing pasien sama. Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit neurologik. Klasifikasi TN : 1. TN idiopatik 2. TN simtomatik (lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel) Pemeriksaan penunjang MRI pada TN simtomatik, MRA DIAGNOSIS BANDING Nyeri wajah atipikal. TERAPI Terapi Farmakologik : Antikonvulsan
: karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat, baklofen. Terapi Non-farmakologik : TENS Bedah : bila terapi farmaka adekwat gagal Terapi Kausal : pada TN simtomatik Catatan : terapi simtomatik sama pada neuralgia yang lain PENYULIT : KONSULTASI Bag. Bedah saraf (atas indikasi pada TN simtomatik) JENIS PELAYANAN Poliklinik rawat jalan TENAGA Dokter Spesialis Saraf PROGNOSIS TN idiopatik : baik TN simtomatik : tergantung kausal
NEURALGIA PASCA HERPES KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun dengan interval bebas nyeri (umumnya satu bulan). Rasa nyeri seperti panas, kesetrum, menyentak, dan timbul alodinia dan hiperestesi. KLINIS Pada area bekas ruam : Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri (alodinia) LABORATORIUM : RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak bermielin dan bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis medula spinalis. DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamasepin, fenitoin, Na valporat Lain-lain : Meksiletin, klonidin Topikal : Krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform Nonmedikamentosa : TENS Ice-pack Terapi behaviour Pada Nyeri Zoster Akut : Asetaminofen , NSAID, ketorolak, tramadol Kombinasi amitriptilin dan flufenasin Infiltrasi ruam : triamsinolon 0,2 % dalam NaCI 0,9 % PENCEGAHAN NPH Asiklovir 5 dd 800 mg/ hari (dimulai dalam 72 jam awitan ruam zoster) selama 7-10 hari. KONSULTASI Bag. Kulit Kelamin JENIS PELAYANAN Instalasi Rawat jalan TENAGA Dokter umum, Dokter Spesialis Saraf\ LAMA PERAWATAN : -
NYERI PUNGGUNG BAWAH ICD : M54 KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri Punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain). KLINIS Pembagian klinis NPB untuk triage : - NPB dengan tanda bahaya (red flags) neoplasma / karsinoma infeksi fraktur vertebra, sindrom kauda ekwina NPB dengan kelainan neurologik berat - NPB dengan sindroma radikuler - NPB nonspesifiK Sekitar > 90 % NPB akut atau kronik (> 3 bulan) merupakan NPB non-spesifik LABORATORIUM Atas indikasi : - laju endap darah - darah perifer lengkap - C – reaktif protein (CRP) - faktor rematoid - fosfatase alkali / asam - kalsium, fosfor serum - urinanalisa - likwor serebrospinal NEUROFISIOLOGI Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB dengan tanda bahaya : - Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV - Elektromiografi (EMG) - Respon lambat : gelombang F dan reflek H - Cetusan potensial somato-sensorik (SEP) - Cetusan potensial motorik (MEP) NEURORADIOLOGI - Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang - Mielografi. - Computer Tomography scan. (CT-scan) - Mielogram – CTscan. - Magnetic Resonance Imaging (MRI) GOLD STANDARD : PATOLOGI-ANATOMI Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya DIAGNOSIS BANDING: Sesuai etiologi
Edukasi : - Reassurance, - Kembali aktivitas normal dini dan bertahap, - Mengenal dan menanangani Yellow flags (faktor biop-sikososial) - Heat-wrap therapy Tindakan : Injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler NPB KRONIK Medikamentosa : antidepresan, antikonvulsan. Nonmedikamentosa : - Edukasi - Terapi Perilaku - Intensive exercise therapy PENYULIT Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler KONSULTASI : Bag. Ortopedi Bag. Bedah saraf Unit Rehabilitasi Medik Psikologi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan - Rawat Inap TENAGA Dokter umum : NPB nonspesifik Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN Lama rawat 0-3 hari pada NPB nonspesifik
SINDROMA TOLOSA-HUNT ICD: G.52.8 KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu atau lebih dari N.III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan tetapi dapat relaps kembali. Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik. Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor pemicu. KLINIS - Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 ± 8 minggu bila tanpa pengobatan - Penglihatan ganda, juling - Parese N.III, N.IV, N.VI LABORATORIUM : RADIOLOGi MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain GOLD STANDAR : PATOLOGI ANATOMI Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernosus DIAGNOSIS BANDING : - Lesi vaskuler : aneurisma - Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura orbitalis superior, area parasela, fossa posterior - Migren optalmoplegik - Iskemik mononeuropati diabetika kranial PENATALAKSANAAN Medikamentosa Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam Nonmedikamentosa : PENYULIT : KONSULTASI Bag. Bedah saraf JENIS PELAYANAN Instalasi rawat inap TENAGA Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN Sesuai lama pemberian steroid dan diagnostik
NYERI NEUROPATI DIABETIKA ICD : G63.2, G59 KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri Neuropati Diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek, diikat dan alodinia. Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang dalam kantong, hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok. Diperkirakan > 50 % penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika KLINIS - Ulserasi kaki - Charcot joint - Deformitas claw toe - Tes Laseque, Reverse Laseque, tes Tinel, tes Phalen - Tes saraf otonom LABORATORIUM Kadar gula darah : Plasma Vena Sewaktu : > 200 mg / dl. Puasa : > 140 mg / dl dl. 2 jam PP : > 200 mg / dl Darah kapiler : > 200 mg / dl > 120 mg / dl > 200 mg / dl HbA1c NEUROFISIOLOGI Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSA BANDING : Neuropati oleh sebab lain selain DM PENATALAKSANAAN Kausal Pengendalian optimal kadar gula darah. Kadar HbA1c dipertahankan 7% Medikamentosa - NSAID - Antidepresan trisiklik - Antikonvulsan - Antiaritmik - Topikal - Blok saraf lokal
: : : : :
nyeri muskuloskeletal, neuroartropati amitriptilin, imipramin karbamasepin, gabapentinoid meksiletin krim kapsaisin
Nonmedikamentosa : Edukasi : perawatan kaki teliti Splint TENS PENYULIT - Ulserasi kaki - Charcot joint - Deformitas claw toe KONSULTASI
TENAGA Dokter umum Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN Tergantung kasus
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL ICD : G56.0 KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome/ CTS ) berupa kesemutan, rasa terbakar dan baal di jari tangan I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV terutama malam atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada keadaan berat rasa nyeri dapat menjalar kelengan atas dan atrofi otot tenar. KLINIS Tes Provokasi : tes Tinel, tes Phalen, tes Wormser (Reverse Phalen) positif LABORATORIUM Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : Laju Endap darah, Gula darah, Rhematoid factor, Asam urat NEUROFISIOLOGI Studi Konduksi Saraf (NCV) RADIOLOGI Foto polos pergelangan tangan, MRI GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN Medikamentosa Suntikan lokal (steroid dan anestesi) Analgetik ajuvan Nonmedikamentosa Edukasi : Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan Immobilsasi, splint Bedah : Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulan atau nyeri membandel STK akut dan berat PENYULIT : KONSULTASI Atas indikasi, Bag. Bedah PERAWATAN Instalasi rawat jalan TENAGA Dokter umum Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN : -
NYERI SENTRAL ICD ; R52.1 KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum, disestesi dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf pusat seperti pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP kelainan degenerasi. Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan aktivitas ringan, aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional. KLINIS Riwayat / ditemukan lesi di otak atau medula spinalis Biasanya ada defisit neurologik Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap LABORATORIUM Darah rutin Cairan likuor serebrospinalis NEUROFISIOLOGI Evoked Potensial Quantitative Sensory Testing RADIOLOGI Foto polos Mielografi- CT scan, CT scan MRI, MRA DIAGNOSIS BANDING : Sesuai etiologi PENATALAKSANAAN Medikamentosa Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nortriptilin Antikonvulsan : karbamasepin, gabapentin, klonasepam Nonmedikamentosa Edukasi : hidup berdampingan dengan nyeri Terapi behaviour TENS, stimulasi elektrik lain Bedah PENYULIT : KONSULTASI : Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah JENIS PELAYANAN Instalasi rawat jalan Instalasi rawat inap TENAGA : Dokter spesialis saraf / konsultan LAMA PERAWATAN : Tergantung etiologi
MIGREN KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : Migren tanpa aura (G43.0) : a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai. sedikitnya 2 karakteristik berikut : unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik. b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia dan fonofobia. c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain. Migren dengan aura (G43.1) : a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti : gangguan visual, gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia. c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut : 1. gejala visual homonim dan / atau gejala sensoris unilateral. 2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan / atau jenis aura yang lainnya > 5 menit. 3. tiap gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain. Status Migrenous (G43.2): a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung > 72 jam (tidak hilang dalam 72 jam). b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain. •
Laboratorium
: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi, untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
•
Radiologi
: atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
•
Gold Standard
: kriteria diagnostik nyeri kepala kelompok studi nyeri kepala perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headache Society)
•
Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. SOL (space-occupying lesion) misal : subdural hematom, neoplasma, dll 3. Temporal arteritis 4. Medication-related headache 5. Trigeminal neuralgia TATALAKSANA 1. Hindari faktor pencetus 2. Terapi abortif : - Nonspesifik : analgetik I NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy (mis : metoklopramide) - Obat spesifik : Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat gol.ergotami. - Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital.
Algoritme Penanganan Status Migren Status Migren JK obat bebas gagal / tdk terobati
Muntah (-)
Tx dg po, nasal, rectal, SC DHE inj / intranasal (jk tx kontra indiks dg po, rectal atau inj phenothiazine/ metoklopramide
JK obat anti migren gagal / Jk muntah shg dehidrasi terobati
Muntah (+)
MRS
Kontrol, inj metoklopramide / rectal / inj phenothiazine + inj nasal / rectal triptan atau inj narkotik jk di atas gagal
Rehidrasi, kontrol muntah dg Abortif inj-phenothiazine/metoklo pramide
Penggunaan triptan parental bisa diberikan tanpa ergot di 24 jam. Diulang 3x per 24jam jk diperlukan dan tdk hilang
DHE 8-12 jam sesudah dosis terakhir dari triptan
PENYULIT adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi ansietas, penderita hamil (efek teratogenik). KONSULTASI tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri. JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis (lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap pengobatan).
TENSION-TYPE HEADACHE (TTH) ICD : G44.2 KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : a) Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari. c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut : 1. Lokasi bilateral 2. Menekan / mengikat (tidak berdenyut) 3. Intensitas ringan atau sedang 4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga. d) Tidak dijumpai : 1. Mual atau muntah (bisa anoreksia) 2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia. e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain. • Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk menyingkirkan penyebab sekunder) • Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder). • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nxeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) • Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Nyeri kepala servikogenik 3. Psikosomatis TATALAKSANA • Medikamentosa : 1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs 2. Caffeine 65 mg (analgetik ajuvan). 3. Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein 4. Antidepressan : amitriptilin 5. Antiansietas : got. Benzodiazepin, butalbutal. • Terapi non-farmakologis : a. Kontrol-diet b. Hindari faktor pencetus c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin d. Behaviour treatment • Terapi fisik PENYULIT rebound headache (efek paradoksikal obat analgesik), adanya penyakit penyerta seperti ansietas, depressi yang dapat memperberat atau menyebabkan TTH. KONSULTASI tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatri JENIS PELAYANAN Poliklinik rawat jalan
NYERI KEPALA KLASTER G44.0 KRITERIA DIAGNOSIS: • Klinis : a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-180 menit bila tak diobati. b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut : 1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral 2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral 3. Oedema palpebra ipsilateral 4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral 5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral 6. Perasaan kegelisahan atau agitasi. c. Frekuensi serangan : dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain • Laboratorium • Radiologi • Gold Standard
: darah rutin : CT-scan/MRI (menyingkirkan penyebab lain) : Kriteria diagnosis Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (Intrenational Headache Society) • Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING 1. Migren 2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari, aneurisma arteri karotis, kanker nasofaring. 3. Neuralgia trigeminus 4. Temporal arteritis TATALAKSANA • Medikamentosa : Serangan akut (terapi abortif) : 1. Inhalasi 02 100% (masker muka) 7 l/menit selama 15 menit 2. Dihydroergotamin (DHE) 0,5-1,5 mg IV 3. Sumatriptan inj. SC 6 mg. dapat diulang setelah 24 jam. 4. Zolmitriptan 5-10 mg per-oral 5. Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4% 6. Indometasict (rektal suppositoria) 7. Opioids 8. Ergotamin aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80% 9. Gabapentin atau topiramat 10. Methoxyflurane (rapid acting analgesic): 10-15 tetes saputangan dan inhale selama beberapa detik. • Tindakan : - Penyuntikan dan blokade saraf - Operatif pada intraktabel PENYULIT self-injury, efek samping pengobatan, potensi penyalahgunaan medikamentosa (drug abuse), medication overuse headache. KONSULTASI Bedah saraf atas indikasi
4.1. Nyeri kepala Akut Pasca Trauma G44.880 KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis : Nyeri kepala, tidak khas a. Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali. b. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini: 1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala. 2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala.
4.2. Nyeri kepala Kronik Pasca Trauma (G44.3) a. Nyeri kepala, tidak khas b. Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala timbul dalam 7 hari sesudah trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembati c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala § Laboratorium : darah rutin, kimia darah, LCS (atas indikasi) § Radiologi : Foto tengkorak, Neuromaging CT scan/ MRI § Gold Standard : Kriteria diagnostic Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri kepala Pardossi 2005 yang diadaptasi dari kepala HIS (International Headache Society) § Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksis, gangguan metabolic/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Peredaran Intrakranial (subdural, subarahnoid, intrkranial) 3. Psikosomatis. TATALAKSANA • Medikamentosa : tergantung jenis/tipe nyeri kepala • Tindakan : atas indikasi PENYULIT Kelainan struktural di otak KONSULTASI Tergantung kasus : Bedah, Bedah saraf JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat Inap. TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU SUBSTANSI ATAU PROSES WITHDRAWALNYA. KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis Nyeri kepala akibat induksi Monosodium Glutamat (G44.83) a. Nyeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah : 1. Bilateral 2. Lokasi fronto-temporal 3. Diperberat aktivitas fisik. b. Mengkonsumsi MSG c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah mengkonsumsi MSG d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setelah mengkonsumsi sekali saja. Nyeri kepala akibat induksi Kokain (G44.83) a. Nyeri kepala dengan sekurang- kurangnya satu karakteristik di bawah ini: 1. Bilateral 2. Lokasi frontotemporal 3. Berdenyut 4. Diperberat dengan aktivitas fisik. b. Pengguna Kokain c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah menggunakan kokain d. Nyeri kepala sembuh dalam 72 jam setelah penggunaan sekali/pertama • Laboratorium • Radiologi • Gold Standar
: : :
• Patologi Anatomik :
Darah rutin, kimia darah, urine, tes Narkoba. Atas indikasi menyingkirkan penyebab lain Kriteria diagnostikNyerikepalaKelampokstudi Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang, diadaptasi dari I H S (International Headache Society) -
DIAGNOSIS BANDING 1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati. 2. Migren 3. TTH 4. Psikosomatis TATALAKSANA Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren. 1. Preventif : hindari makanan yang mengandung MSG 2. Non Spesifik : - analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs - Isometheptene - antiemetik : domperidon, metoklopramid 3. Spesifik : Triptans Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain: 1. Simptomatis (analgetik) 2. Dopamin agonis 3. Betabloker 4. Terapi behaviour PENYULIT Gangguan psikiatri KONSULTASI Bagian psikiatri bila diperlukan
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN KELAINAN KRANIUM, LEHER, MATA, TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT ATAU STRUKTUR FACIAL ATAU KRANIAL LAINNYA. KRITERIA DIAGNOSIS • Klinis Nyeri Kepala Servikogenik (Cervicogenic headache) (G44.841) a. Deskripsi : 1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral 2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporal atau orbital 3. Intensitas nyeri sedang atau berat 4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai beberapa hari, nyeri konstan atau nyeri konstan yang disertai dengan serangan nyeri. 5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan tidak berdenyut, nyeri akan berdenyut jika disertai serangan migren. 6. Nyeri, kepala dicetuskan oleh gerakan leher, postur tertentu dari leher, penekanan dengan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas daerah nervus oksipitalis; valsava, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH. 7. Pengurangan gerakan leher baik aktif maupun pasif; kaku kuduk. 8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan migren yaitu berupa nausea, vomitus, fotofobia, dizziness; dan penglihatan kabur ipsilateral, lakrimasi dan kemerahan pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu, lengan. b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk/leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1 regio kepala dan wajah c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di servikal spinal atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab nyeri kepala. d. Adanya bukti kaitan nyeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang paling tidak satu kriteria di bawah ini : 1. menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher 2. nyeri kepala akan menghilang setelah dilakukan blokade memakai plasebo atau zat lainnya terhadap struktur servikal atau saraf-saraf servikal. 3. Nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan terhadap penyebab. • Laboratorium Radiologi : Darah rutin, kimia darah • Radiologi : Rontgen foto servikal, MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab lain). • Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society) • Patologi Anatomik
:-
DIAGNOSIS BANDING 1. Tumor Fossa posterior 2. Chiari malformation 3. AVM (intrakranial atau perispinal) 4. Vasculitis (giant cell arteritis) 5. Vertebral artery dissection 6. Cervical spondylosis atau arthropathy 7. Herniated cervical disk 8. Spinal nerve compression atau tumor TATALAKSANA • Medikamentosa : - antidepressan trisiklik - obat anti epilepsy - relaksan otot
JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
7. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB SENTRAL NYERI FASIAL KRITERIA DIAGNOSIS •
Klinis Neuralgia Trigeminal Klasik (G44.847) a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau lebih cabang N. Trigeminus b. Memenuhi-paling sedikit satu karakteristik berikut : 1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam 2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu d. Tidak ada defisit neurologik e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain. Neuralgia Trigeminal Simptomatik (G44.847) a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau tanpa nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih cabang/divisi N. Trigeminus. b. Memenuhi paling sedikit satu karaktgristik nyeri berikut : 1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam 2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus. c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior. Neuralgia Oksipital (G44.847) a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor, dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadangkadang diikuti berkurangnya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena. b. Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade local anestesi terhadap saraf yang bersangkutan.
• • • •
Laboratorium : Radiologi : Gold Standard : Patologi Anatomik :
Darah rutin, kimia darah CT / MRI atasindikasi (menyingkirkan penyebab lain) Kriteria I H S (International Headache Society) -
DIAGNOSIS BANDING 1. Migren 2. Nyeri kepala Master 3. Gangguan pada Gigi-mulut 4. Nyeri kepala servikogenik TATALAKSANA Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik Medikamentosa : Karbamasepin, Okskarbasepin, Gabapentin, Fenitoin, Lamotrigin, Baklofen Tindakan : Operasi pada kasus intraktabel Terapi terhadap Neuralgia trigeminal simptomatik 1. Kausal 2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik 3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor Terapi terhadap Neuralgia Oksipital 1. Analgetik NSAIDs mis : got. Diklofenak 2. Fisioterapi, kompres panas lokal, traksi servikal
KONSULTASI Bedah saraf (atas indikasi) JENIS PELAYANAN Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat. LAMA PERAWATAN Tergantung kondisi klinis
8. NYERl KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT YANG BERLEBIH (MEDICATION OVERUSE= MOH) 8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik KRITERIA DIAGNOSTIK • Klinis: a) Nyeri kepala timbul > 15 hari/bulan diikuti paling sedikit satu dari gejala di bawah ini: 1. Bilateral 2. Kualitas seperti menekan/mengikat (tidak berdenyut). 3. Intensitas ringan atau sedang b) Pemakaian analgesik ringan >15 hari/bulan selama 3 bulan c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah penghentian analgesik. • • • •
Laboratorium Radiologi Gold Standard
: Darah rutin, kimia darah,urine. : atas indikasi menyingkirkan penyebab lain : Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri Kepala Perdossi 2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headache Society) Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING 1. TTH 2. Psikosomatis TATALAKSANA : Medikamentosa & Tindakan PENYULIT : Adanya lesi struktural KONSULTASI : Psikiatri JENIS PELAYANAN : Rawat jalan, kalau perlu rawat inap TENAGA : Dokter Saraf, Dokter Umum, Perawat LAMA PERAWATAN : Tergantung kondisi Klinis.
PENYAKIT PARKINSON (ICD: G 20) DEFINISI : PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia nigra diserta dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy's bodies) PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya releks postural akibat penurunan dopamine karena beberapa sebab. KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Umum : gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson) tremor saat istirahat tidak didapatkan gejala neurologis lain tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis. perkembangan penyakit lambat. respon terhadap levodopa cepat dan dramatis refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit. • Khusus : Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat. Rigiditas Akinesia/bradikinesia kedipan mata berkurang wajah seperti topeng hipotonia hipersalivasi takikinesia tulisan semakin kecil kecil cara berjalan langkah kecil kecil Hilangnya refleks postural Gambaran motorik lain : distonia rasa kaku sulit memulai gerak palilalia Perjalanan Minis penyakit Parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn dan Yahr 1. Stadium I : - gejala dan tanda pada satu sisi - gejala ringan - gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat - tremor pada satu anggota gerak - gejala awal dapat dikenali orang terdekat 2.
Stadium II : - gejala bilateral - terjadi kecacatan minimal - sikap / cara berjalan terganggu
3.
Stadium III : - gerakan tubuh nyata lambat diri - gangguan keseimbangan saat berjalan / berdiri - disfungsi umum sedang
4.
Stadium IV: - gejala lebih berat
- kecacatan kompleks - tidak mampu berdiri dan berjalan - memerlukan perawatan tetap LABORATORIUM : Tidak ada RADIOLOGIS : CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain GOLD STANDARD : Tidak ada PATOLOGI ANATOMI : Degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta dan adanya Lewys Body DIAGNOSIS BANDING: 1. Progresif Supranuc(ear palsy 2. Multiple System Atrophy 3. Corticobasal degeneration. 4. Hutington Disease 5. Primary Pallidal Atrophy 6. Diffuse Lewy Body Disease 7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler TATALAKSANA A. Medikamentosa : • Amantadin • Antikholinergik • Dopaminergik • Dopamin Agonis • COMT inhibitor • MAO-B inhibitor • Anti Oksidan • Botulinum toksin • Propanolol.
: : : : : :
Benztropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil Carbidopa dan levodopa Benserazide dan levodopa Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat, pramipexole, rupinirol, lysuride Entacapone, tolcapone Selegiline, lazabemide Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam ascorbat,betacaroten
B. Non medikamentosa : • Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra, ablasi dan stimulasi otak • Rehabilitasi medis • Psikoterapi. PENYULIT : Fluktuasi obat (fenomena off on) Hipotensi postural Perubahan tingkah laku : dementia, depresi,sleep disorder, psikosis KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf • Psikiater JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Bedah Saraf
DISTONIA DEFINISI : Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus-menerus, dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang-ulang sehingga menyebabkan gerakan / posisi tubuh yang abnormal. KLASIFIKASI 1. FOKAL
: Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia Spasmodik, Distonia servikal, Writer's Cramp. 2. SEGMENTAL : Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial dan crural. 3. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda. 4. GENERAL : Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain 5. HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi.
1.
DISTONIA FOKAL PRIMER
1.A. BLEPHAROSPASME : KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari otot orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital. • Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, paranasal, wajah, bibir,lidah, pharing, laring dan otot leher. • Blephorospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air, aktifitas dan stress. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak mata, secara bertahap memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita mengalami kesulitan membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari hari yang melibatkan penglihatan. B. LAB : Tidak ada C. RADIOLOGIS : Tidak ada D. GOLD STANDARD : Tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : Tidak ada DIAGNOSIS BANDING : Tidak ada TATALAKSANA A. Medikamentosa : • Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya kurang memuaskan. • Toksin botulinum merupakan obat pilihan. B. Non medikamentosa : • Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif. • Rehabilitasi medis. PENYULIT : ptosis, ecchymosis, dip(opia, ectropion, blurred vision, dry eyes. KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf JENIS PELAYANAN : Poliktinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesialis Saraf
1.B. DISTONIA OROMANDIBULER KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi tempo romandibular. Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan mengecap, berbicara dan mencucu. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : 1. Hemimasticatory spasm 2. Hemifacial spasm 3. Temporomandibular syndrome TATALAKSANA • Medikamentosa : Toksin botulinum, Benzodiazepin, Anti cholinergic, Baclofen biasanya kurang bermanfaat. • Non medikamentosa : speech terapy, operasi PENYULIT : Nyeri lokal, kesulitan mengunyah dan berbicara KONSULTASI : Rehabilitasi medis, bedah saraf JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Bedah Saraf • Spesialis Kesehatan Jiwa LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Sulit disembuhkan 1.C. DISTONIA SERVIKAL KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Tortikolis, rotasi kepala kelateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis. • Sepertiga penderita mengalami scoliosis, nyeri lokal akibat spasme otot dan spondilotik radikulomyelopati. • Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan. • Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : distonia karena keracunan obat metoklopramide, neroleptik. TATALAKSANA : • Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat. Ø Obat pilihan : triheksiphenidil, injeksi toksin botulinum. Ø Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri. Ø Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia.
PROGNOSIS : 20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian. Sebagian besar mengalami distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalista. 1.D. DISTONIA LARINGEAL (DISPHONIA SPASMODIK) KRITERIA DIAGNOSIS : A. KLINIS : • Latar belakang penderita : guru dan penyanyi. • Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m. krikoaritenoid posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu. Keluhan berupa suara serak, berat, bergetar. B. LABORATORIUM : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI: tidak ada DIAGNOSIS BANDING : Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis. TATALAKSANA : A. Medikamentosa : tidak banyak membantu. Toksin botulinum hrs digunakan secara hati hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi B. Non medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi . PENYULIT : aphonia dan disfagi KONSULTASI : Rehabilitasi medis, dr. Bedah leher dan kepala. JENIS PELAYANAN : rawat jalan dan rawat inap TENAGA : • Spesialis Saraf • Spesialis Kesehatan Jiwa • Spesialis Bedah Kepala dan Leher LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : biasanya sulit disembuhkan. 1.E. LIMB DISTONIA KRITERIA DIAGNOSIS: A. KLINIS : Ada 2 bentuk yaitu : a. idiopatik : biasanya diawali dengan aksi distonia. b. sekunder : Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer. Gejala biasanya muncul saat istirahat. Gejala distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan pekerjaan (graphospasm, Writer's cramp) pada distonia idopatik sedangkan pada yang sekunder berupa distonia spesifik yang muncul saat menulis, mengetik,makan, olahraga atau saat bermain musik. Kadang kadang disertai dengan tremor esensial. B. LAB : tidak ada C. RADIOLOGIS : tidak ada D. GOLD STANDARD : tidak ada E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism.
PENYULIT : segmental atau general distonia. KONSULTASI : • Bagian Rehabilitasi Medis • Bedah Saraf JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap. TENAGA : • Spesial Saraf LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Sulit disembuhkan.
PENYAKIT HUNTINGTON DEFINISI : Penyakit Huntington (PH) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal dominan, yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah movement disorders (chorea), demensia. Pada PH a (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau tingkah laku. KLINIS : 1. Manifestasi Minis onset tidak pasti (insidious), umur 35-40 tahun, prevalensi 4-8/ 100.000 penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi CAG pada chromosom 4). 2. Chorea timbul pada 90% PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak, berlebihan, ireguler, kasar, berubah-ubah arah, random. 3. Dalam perjalanan PH progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi dystonia, gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia, gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut dysphagia. 4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote momory terganggu. 5. Gangguan Psikatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi. LABORATORIUM : Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH (triplet expansi CAG pada chromosom 4). RADIOLOGIS : Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus GOLD STANDARD : tidak ada PATOLOGI ANATOMI : Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus DIAGNOSA BANDING, Klasifikasi chorea : Primary chorea -
Huntington's diseases Neuroacanthocytosis Dentato-rubral-pallidoluysian atrophy Benign hereditary chorea Wilson's diseases PKAN / HalllerverdenSpatz Syndrome Senile chorea Paroxysmal choreoatNetose
Secondary chorea
Others
-
- Metabolic disorders - Vitamine deficiency (B1 dan B12) - Exposure to toxin - Paraneoplastic syndromes - Postpump choreoathetosis
Sydenham's chorea Drug induced chorea Immune mediated chorea Infectious chorea Vascular chorea Hormonal disorders
TATALAKSANA A. MEDIKAMENTOSA : - Remacide dan Coenzyme Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas - Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepresan (amitriptylin atau imipramine, nortriptylin), SSRI (fluoxetine atau sertraline) - Chorea dapat diberikan :
B. TINDAKAN : Tidak ada PENYULIT : - Gangguan Psikiatri dan tingkah laku - Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoc(onus, ataxia, dysphaqia KONSULTASI : Dokter spesialis jiwa JENIS PELAYANAN : - Ringan rawat jalan - Berat rawat inap TENAGA : Dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : PH adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif berakhir fatal, Sebab kematian biasanya aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh.
SYDENHAM'S CHOREA KRITERIA DIAGNOSA : A. DEFINISI : Sydenham's chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi AR Haemolytic streptococcal dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan otot dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun. KLINIS : 1. Didahului adanya infeksi A(3 Haemolytic streptococcal ( 20 - 30%) 2. Umur 5-15 tahun 3. Perempuan predominan. 4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington 5. Perubahan tingkahlaku , gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel 6. Sembuh sendiri 5-16 minggu. LABORATORIUM : Kadar ASTO (Anti Streptolisin 0 ) meningkat RADIOLOGIS : MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen PATOLOGI ANATOMI : tidak ada data DIAGNOSA BANDING : Secondary chorea Sydenham's chorea Immune mediated chorea Vascular chorea Hormonal disorders Drug induced chorea Infectious chorea : Bacterial Sydenham's (post streptococcal) Sub-acute bacteria endocarditis Neurosyphilis Tuberculosis Viral Measles Mumps Influenza Cytomegalovirus Subocute sclerosing panencephalitis Human immune deficiency virus Epstein-Barr virus (mononucleosis) Borrelia burgdorferi (Lyme disease) Varicella Prion Creutzfeldt-Jakob disease TATALAKSANA : A. MEDIKAMENTOSA : - Chorea dapat diberikan : - Haloperidol 0,5 - 5 mg/hari, - Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai. - Amantandine 100-300 mg B. TINDAKAN : KONSULTASI : -
TREMOR ESENSIAL KRITERIA DIAGNOSIS A. KLINIS : • Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (Lihat Tabel) Kriteria Inti Kriteria Sekunder - Tremor saat kerja bilateral di tangan dan Lama > 3 tahun lengan bawah - Tidak ada kelainan neurologis lain, kecuali Riwayat keluarga positip cogwheel phenomenon - Tremor kepala dengan / tanpa dystonia Ada respon terhadap alkohol • Onset usia rata-rata TE : 45 tahun Bisa unilateral atau bilateral Tremor bisa meluas sampai kepala dan leher, kira-kira 50-60% TE mengenai kepala • Tremor suara (Voice Tremor) terjadi pada 30% pasien • TE jarang pada tubuh dan kaki • TE cenderung prpgesif dan sama dengan bertambahnya usia • Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring. • Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan gelas LABORATORIUM : RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PA :
tidak ada keluhan
DIAGNOSA BANDING • Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington • Cerebellar degenerative diseas • Efek samping obat : obat asma, anti depresan • Toksin logam berat : timah, merkuri • Thypoid disease TATALAKSANA A. Medikamentosa : Obat Dosis awal Propanolol 30 mg/hr
Efek Samping Kelelahan, impoten, depresi, sesak nafas, bradycardia Primidone 12,5 -25 mg/hr 62,5 - 350 mg/hr Sedasi, nausea, muntah Gabapentine 300 mg/hr 1200 - 3600 mg/hr Drowsines, kelelahan, nausea, dizzine sempoyongan Alprazolam 0,75 mg/hr 0,74 - 2,75 mg/hr Sedasi, kelelahan To piramate 25 mg/hr 100 - 300 mg/hr Parestesia, BB menurun, batu ginjal Nimodipine 120 mg/hr 120 mg/hr Hipotensi ortostatik Theophyllin 150 - 300 mg/hr 15 - 300 mg/hr Insomnia, restlessness, sakit kepala B. Tindakan • Bedah : continuos deep brain stimulation with electrode implanted pada ventral intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy • Physical terapi : speech terapi PENYULIT Stres, kopi, alcohol KONSULTASI : • Bedah • Rehab medik JENIS PELAYANAN : • Rawat Jalan
Dosis Tx 160 - 320 mg/hr
PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY KRITERIA DIAGNOSIS A. KLINIS • Usia 50-60 tahun • Gejala meliputi : gangguan keseimbangan (imbalance), gangguan penglihatan, disartri, disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau insomnia. Tidak semua gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul selama perjalanan penyakit. • Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur dan gaya berjalan yang tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba tiba terjatuh tanpa penyebab yang jelas (paroxysmal disequi(brium). Sebagian besar cenderung jatuh ke belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah. • Ciri khasnya hipokinesia dan rigiditas otot-otot axial dan anggota gerak • Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya kearah bawah, biasanya tampak pada saat pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala pasif mengaktifkan reflek oculocephalic (supronuc(ear). Pasien kesulitan apabila menuruni tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring. • Gangguan bicara dan menelan, kadang tercekik • Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan paresis gerakan keatas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit. • Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi.\ • Tremor jarang ditemukan • Gangguan mental sering ditemukan, sering kali berupa perubahan kepribadian, emotional incontinence, atau depresi. Demenasia biasanya sama dengan penyakit Labous Frontalis. • Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena aspirasi • Respon terapi terhadap levodopa buruk B. PENUNJANG • MRI otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark dan hidrosefalus. • Single photon emission computed tomography (PET) scan DIAGNOSA BANDING • Parkinson's disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bolamata masih normal • Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy. • Normal pressure hydrocephalus • Multiple cerebral infark TATALAKSANA A. Medikamentosa • Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan levodopa, obat di stop • Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek sampingnya. • Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pergerakan balamata • Terapi wicara untuk manajemen disartri dan disfagi. • Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toksin botufinum. Mata kering akibat jarang berkedip diberi lubricant topikal. B. Tindakan : PENYULIT • Aspirasi pneumoni • Mata kering KONSULTASI : -
DEFINISI : Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba-tiba, sebentar, jerky, shocklike, akibat kontraksi otot (positip mioklonik), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan. KLINIS KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi • Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general • Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal • Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat kerja • Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara • Marsdens membagi mioklonus : - Fisiologik - Esensial - Epileptik - Simptomatik 1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur, biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini. 2. Essentrial Mioklonus : Onset dekade kedua, laki dan perempuan sama, timbul gerakan mioklonus, saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi. 3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsy terutama anak-anak, tipe progresif multifokal atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologs seperti ataxia, spastisitas, demensia, tuli. 4. Simptomatik Mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolic, toxic, ecenfalopati. Klasifikasi berdasar Etiologi dan patologi : 1. Kortikal Mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal a. Lesi fokal kortikal : tumor, angioma, encefalkitis, contoh lesi kortikal : Epilepsia partical continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System, CorticobosalGanglionic degenerasi b. Cortikal myoklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris 2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris kepala / leher Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru badan dan anggota 3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron: Spinal mioklonus segmental : gerakan jerky, berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur masih timbul 0,5-2 Hz. 4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle , dekat nukleus dentatus, kontralateral sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva inferior Etiologi mioklonus : 1. Drug induced mioklonus : Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic Antidepressan, MAO inhibitor. 2. Opsoklonus-mioklonus sindrome : Viral, Ca Ovarii, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemia 3. Asterixis : Metabolik Ecefalopati (misal Hepatik), Lesi Thalamus, putamen, lobus parietal 4. Kortikal mioklonus : Tumor, angioma, encefalitis 5. Palatal mioklonus : Idiopathic, Stroke, MS, neurodegenerasi 6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervical spondilosis, Tumor, Ischemik 7. Post Anoxic encefalopati 8. Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome) 9. Trauma 10. Metal Toxic : Mangan, besi 11. MPTP ELEKTROFISIOLOGI : 1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental 2. SSEP 3. MRI otak, spinal
DIAGNOSA BANDING : - Chorea - Tics TATALAKSANA A. Medika Mentosa: - Cari faktor etiologi dan diobati - Klonazepam : 4-10 mg/hr - Sodium Valproat : 250-4500 mg/hr - Lisirude - Asetasolamide (Sindrom Ramsay Hunt) - Karbamazepin - Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi tryptophan dan carbidopa - Asteriksis ( negative -mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit B. Tindakan : PENYULIT : KONSULTASI : JENIS PELAYANAN : Rawat inap / Jalan TENAGA : Medis, paramedic LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Tergantung penyebab
SINDROMA TOURETTE KRITERIA DIAGNOSIS DEFINISI : Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau komplek, disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive disorders tetapi gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien. KLINIS Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5-20 tahun, dengan ratio laki-laki : perempuan 4 : 1. 1.
TICS a. Singkat, mendadak, timbul irregular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua bentuk tiks adalah motor dan fokal, selanjutnya masing-masing dibagi dalam bentuk simpel dan kompleks b. Simpel motor Tics muncul tiba-tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok-kelompok otot, misalnya agkat bahu, kedipan mata, jerking kepala. c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus menerus dan gerakan-gerakan tonik yang menyerupai ditonia (disebut distonic tics) d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya. Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh Lain Complex motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia. e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorokan maupun hidung f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi; sedangkan yang komplek antara lain, kata, elemen musik. g. Kata kata kotor (Koprolalia) h. Tics motor dan phonik bisa muncul selama tidur.
2.
Gangguan Tingkah Laku (GTL) a. Manifestasi timbul beberapa tahun bersama onset tics b. Tingkah laku abnormal atau adanya Obsesive Compulsive Disorder (OCD) : pikiranpikiran obsesive, gerakan kompulsif, Attension Defisit Hyperactivity Disorders (ADHD), disleksia, depresi, fobi, tingkah laku anti sosial dan kelainan kepribadian. c. Obsesi adalah fikiran, ide-ide, bayangan2, impuls keinginan, juga perasaan kekurangan, keseimbangan, ketakutan yang mengganggu keluarga atau sekitarnya. d. Compulsions adalah tingkah laku sadar, berulang-ulang respons dari obsesinya, seperti : kebiasaan mengulangi perintah/ kebiasaan, menghitung, mengecek pintu, cuci tangan berulang-ulang dsb. e. ADHD adalah tingkahlaku impulsive dan hiperaktif dengan menurunnya atensi. ADHD timbul pada 50% ST , onset ADHD pada umur 4-5 tahun dan 2-3 tahun mendahuli tics.
LABORATORIUM
: tidak ada
RADIOLOGIS
: tidak diperlukan, ST hanya diagnosa klinis saja
GOLDEN STANDARD : tidak ada Tes Neuro-psychiatric diperlukan pada OCD dan ADHD. PATOLOGI ANTOMI
: tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nucleus caudatus, kortek inferior parietal
DIFERENTIAL DlAGNOSA 1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia 2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak 3. Kelainan TICS motorik primer 4. Kelainan TICS multipel kronis 5. TICS pada huntington disease, parkinson
-
•
•
•
b.
Pimozide - Haloperidol - Risperidone - Ziprasidone - Trifluperazine - Molindone
CNS Stimulus for ADHD - Methylphnidate - Pemoline - Dextroamphetamine Noradrenaline drugs for impuls control and ADHD - Clonidine - Guanfacine Serotonergic drugs for OCD - Fluoxetin - Sertralin - Paroxin - Clomipramin - Fluvoxamin - Venlafazin - Tripthopan - MAOI, mianserin, benzodiazepine
2.0 0.5 0.5 20.0 1.0 1.0 5.0 18.7 5.0 0.1 1.0 20-60 50-200 20-60 25 50 25
Tindakan - TICS : Psiko terapi - Hipnotis - Kelainan tingkah laku operasi bedah: Thalamotamy, tracheotomy, cingulotomy
PENYULIT
:-
KONSULTASI - Spesialis saraf - Spesialis jiwa - Psikolog
:
JENIS PELAYANAN
: - Rawat Jalan
TENAGA : - Dokter Spesialais Saraf - Dokter Spesialis Jiwa - Psikologi LAMA PERAWATAN
: tidak ada data
PROGNOSIS
: baik
CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK) Definisi Cedera Otak (CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer/ primary effect) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder/ secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar adalah cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan talu lintas, dan sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang membutuhkan tindakan operatif. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis * Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam: 2). Minimal = Simple Head Injury (SHI) - nilai Skala Koma Glasgow 15 (normal) - kesadaran baik - tidak ada amnesia 3). Cedera Otak Ringan (COR) - nilai Skala Koma Glasgow 14 atau - nilai Skala Koma Glasgow 15, dengan - amnesia pasca cedera < 24 jam, atau - hilang kesadaran < 10 menit - dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepala atau vertigo 4). Cedera Otak Sedang (COS) - nilai Skala Koma Glasgow 9 – 13 - hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam - dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologist - amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa positif atau negatif) 5). Cedera Otak Berat (COB) - nilai Skala Koma Glasgow 5-8 - hilang kesadaran > 6 jam - ditemukan defisit neurologist - amnesia pasca cedera > 7 hari 6). Kondisi Kritis - nilai Skala Koma Glasgow 3-4 - hilang kesadaran > 6 jam - ditemukan defisit neurologist *
Perdarahan Epidural - lusid interval - anisokori pupil - hemiparesis yang terjadi kemudian - refleks Babinski yang terjadi kemudian
*
Fraktur Basis Kranii - keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea) - hematoma 'kacamata' atau hematoma retroaurikular (Battle's sign)
Laboratorium - Darah Perifer Lengkap - Gula Darah Sewaktu - Ureum / Kreatinin - Analisa Gas Darah (ASTRUP) - Elektrolit Radiologi - Foto Kepala Polos, posisi AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi) - Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur tulang kepala
Patologi Anatomi - Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI) dan Komosio) - Kontusio - Perdarahan - Edema - Iskemia - Infark - Frakturtulang tengkorak TATALAKSANA Tergantung derajat beratnya cedera. 1). Minimal - tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - istirahat dirumah - diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda tanda perdarahan epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval) 2). Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri) - tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - observasi di rumah sakit 2 hari - keluhan hilang, mobilisasi - simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika - antibiotika (atas indikasi) 3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri) a. Terapi Umum Untuk kesadaran menurun - Lakukan Resusitasi - Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia) - Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih dari normal - Jaga keseimbangan gas darah - Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter - Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena - Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus - Posisi kepala ditinggikan 30 derajat - Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur basis kranii - Infus cairan isotonis - Berikan Oksigen sesuai indikasi b. Terapi Khusus 1. Medikamentosa - Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20% - Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik - Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cidera - Antibiotika diberikan atas indikasi - Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung 2. Operasi bila terdapat indikasi c. Rehabilitasi: - Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil - Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan PENYULIT Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
JENIS PELAYANAN - Rawat Jalan - Rawat Inap TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis LAMA PERAWATAN - tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan - terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
CEDERA MEDULA SPINALIS Definisi Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu : a). beratnya defisit neurologis yang timbul dan b). lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi CMS merupakan kasus emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kembali normal. GEJALA DAN TANDA KLINIS Cedera Medula Spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda tergantung letak dan luas lesi, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu : Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal Sindroma
Kausa Utama
Gejala & Tanda Minis
Hemicord (Brown Sequard syndrome)
Cedera tembus, ekstrinsik
Sindroma Spinalis Anterior
Infark a.spinalis anterior ‘watershed' (T4-T6), Iskemik akut, , HNP
Sindroma Spinalis Sentral
Syrinqomyelia, Hypo[ensive spinal cord ischemic, Trauma spinal (fleksi-ekstensi) Tumor Spinal
Sindroma Spinalis Posterior
Trauma, Infark a.spinalis posterior
kompresi
Gg sensorik kontralateral, parese ipsilateral, gg propioseptif ipsilat, rasa raba normal Ggn sensorik bilateral, propioseptif normal, parese UMN dibawah lesi, parese LMN setinggi lesi, disfungsi sphincter Parese LMN pada lengan, parese tungkai (bervariasi tk kelumpuh annya), dan spastisitas. Nyeri hebat dan hiperpati, gg sensorik pada lengan, disfungsi sphincter atau retensio urin. Ggn propioseptif bilateral, nyeri dan parestesi pada leher, punggung dan bokong, parese ringan
Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Darah Perifer Lengkap b. Gula Darah Sewaktu, Ureum dan Kreatinin 2. Radiologi a. Foto vertebra posisi AP/LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi 3. Neurofisiologi Klinik - EMG, NCV, SSEP PENATALAKSANAAN 1. Umum a). Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah fiksasi leher, jangan gerakkan kepala atau leher b). Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan tertelungkup, lakukan fiksasi torakal (pakai korset) c). Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal d). Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah. Beri infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau eskpafusin. Sebaiknya jangan diberi caitan isotonik seperti NaCI 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2 mg adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali/menit, berikan sulfas atropin 0,25 mg i.v.
2. Medikamentosa a). Berikan metil-prenisolon 30 mg/kgBB, i.v perlahan-lahan selama 15 menit. 45 menit kemudian per infus 5 mg/kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid dan peningkatan sekunder asam arakidonat. b). Bila terjadi spastisitas otot : * diazepam 3 x 5-10 mg / hari * baklofen 3 x 5 mg hingga 3 x 20 mg / hari c). c). Bila ada rasa nyeri dapat diberikan : * Analgetika * antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari * antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari d). Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg), pertimbangkan pemberian obat antihipertensi. 3. Operasi Tindakan operatif dilakukan bila : * ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis * gambaran neurologis progresif memburuk * fraktur, dislokasi yang labil * terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis PENYULIT Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat 'waktu emas' ), tidak dapat sembuh sempurna KONSULTASI - Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi - Neuroemergensi - Neurorestorasi/Neurorehabilitasi JENIS PELAYANAN - Rawat Inap - Rawat Jalan TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis LAMA PERAWATAN - Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan, biasanya 7 hari sampai 1 bulan - terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat
NEUROPATI Definisi : Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf spinal dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom. Etiologi : 1. Metabolik * Neuropati diabetic : - Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi Gejala & tanda : - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan - gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta posisi. - Otonom neuropati : Gejala & tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnaldiare, inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi Et retensio urin, gastroparesis dan impotensi. - Mononeuropati Gejala & tanda
: : terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri.
* Polineuropati uremikum : Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis) Gejala & tanda : - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan - rasa gatal, geli Et rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome). 2.
Nutrisional * Polineuropati defisiensi : 1. Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH) Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika 2. Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin > a intake asam folat yang kurang 3. Niasin : pada pasien defisiensi multiple * Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin Gejala & tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut mengenai tangan.
3.
Toksik: * Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik) Gejala & tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik yang berkembang lambat - gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh karena intake arsen. * Merkuri : . Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen
4.
Drug induced * Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin) Gejala & tanda : - Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa
-
Kloramfenikol & metronodazole : gangguan sensoris ringan/ akral parestesia, kadang optik neuropati.
5.
Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy Gejala & tanda : - Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati akibat ”remote effect” keganasan seperti: mieloma multipel, limfoma - Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.
6.
Trauma : neuropati jebakan.
KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba, vibrasi dan posisi. - gangguan motorik : kelemahan otot-otot - reflek tendon menurun - fasikulasi * Laboratorium : - Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar logam berat, fungi hormon tiroid - Lumbal pungsi : sesuai indikasi * Gold Standard : - ENMG : degenerasi aksonal & demielinisasi - Biopsi saraf DIAGNOSIS BANDING : - miopati - motor neuron disease - multipel sklerosis TATALAKSANA - Terapi kausa - Simptomatis : analgetik, antiepileptik - Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat - Fisioterapi PENYULIT - Penyakit dasar : progresifitas & komplikasinya - Perawatan & fisioterapi yang kurang cermat menimbulkai atrofi, dekubitus, infeksi saluran kencing dan kontraktur. KONSULTASI - Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar) - Bedah saraf / bedah lainnya (sesuai kausa) - Fisioterapi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan - Rawat inap : sesuai penyakit dasar TENAGA - Perawat, dokter umum & dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN - antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat - kadang-kadang penyembuhan tidak sempurna
SINDROM TEROWONGAN KARPAL Definisi : Jebakan n. medianus di dalam terowongan karpal Etiologi : - Penyempitan ruangan di dalam terowongan - Peningkatan sensibilitas saraf terhadap tekanan - Gangguan endokrin - Gerakan berulang-ulang pada pergelangan tangan - Idiopatik KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - Parestesia dan nyeri pada pergelangan, tangan & bagian volar 3 jari sering kali hanya pada ujung jari, terutama pada malam hari - Tanda Tinnel + - Tes Phallen + * Laboratorium : - Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid. * Radiologi : - Rongent pergelangan tangan (osteofit, deposit kalsium) * Golden Standard : - ENMG DIAGNOSIS BANDING - Radikulopati servikal - Rematik non artrikuler TATALAKSANA * Medikamentosa : - antiinflamasi, analgetik * Tindakan : - release n. medianus - splint * Terapi kausa PENYULIT - Penyakit dasar - Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang KONSULTASI - Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari - Fisioterapi - Ortopedi : release n. medianus JENIS PELAYANAN - Rawat jalan TENAGA - Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN - 1 bulan
NEUROPATI ULNAR NEUROPATI ULNAR PADA SIKU Definisi : Jebakan n. Ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi Etiologi: - Deformitas siku - Trauma - Penekanan eksternal - Tumor
- Metabolik - Leprosi - Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - Gangguan sensoris jari ke-5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan palmar - Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abduktor digiti minim - Tahap lanjut atrofi m. Hipothenar, claw hand (jari 4, 5) - Tes fleksi siku + * Laboratorium : - hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid * Radiotogi : Rongent artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium) * Golden Standard : ENMG DIAGNOSIS BANDING - Gangguan radik - Gangguan pleksus brakialis - ALS - Syringomieli TATALAKSANA - Terapi kausa - Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi - Tindakan : Cubital tunnel decompression KONSULTASI - Penyakit dalam : sesuai kausa - Bedah ortopedi - Kulit : leprosy - Fisioterapi JENIS PELAYANAN - Rawat jalan TENAGA - paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN - 1 bulan
SINDROM KANALIS GUYON Definisi : Jebakan n. ulnaris di dalam kanalis Guyon Etiologi : - tumor ( gangglion, lipoma dll) - artritis rematoid - tekanan eksternal - gerakan berulang pada pergelangan tangan KRITERIA DIAGNOSIS * Klinis : - gangguan sensoris pada jari 5 & 1/2 lateral jari ke 4 bagian dorsal & palmar - kelemahan otot intrinsik ulnaris - claw hand (jari ke-4 & 5) * Laboratorium : - Hematologi rutin, gula darah puasa * Radiologi : - Rongent pergelangan tangan: artritis, fraktur - CT scanning pergelangan tangan: gangglion, tumor * Gold standard : - ENMG DIAGNOSIS BANDING - Gangguan radik - ALS - Gangguan pleksus brakialis - Syringomyeli TATALAKSANA - Terapi kausa - Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik - Tindakan pembedahan PENYULIT - Penyakit dasar : progresifitas penyakit - Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan : trofl dan kontraktur KONSULTASI - Bedah ortopedi / bedah onyeri kepalaologi - Penyakit dalam - Fisioterapi JENIS PELAYANAN : Rawat jalan TENAGA - Paramedik, dokter umum, dokter spesialis LAMA PERAWATAN : 1 bulan
CERVICAL SYNDROME Definisi Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, “facet joints”. Kausa antara lain: • Spondylosis cervicalis : - Myelopathy • Mekanik: - Neck Strain - Herniasi diskus • Infeksi: - Osteomyelitis - Meningitis • Referred - Thoracic Outlet Syndrome - Pancoast’s tumor • Neurologik: - Brachialis plexitis - Jebakan saraf perifer • Rheumatologik: - Rheumatoid arthritis - Fibromyalgia • Neoplasma - Multiple myeloma - Syringomyelia KRITERIA DIAGNOSIS • Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan • Nyeri leher sering didahului spasme otot-otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher secara bersamaan (Spurling manuver) • Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal seperti batuk, bersin, mengedan, atau manuver valsava. Pemeriksaan Penunjang • Intermitted test • Foto cervikal AP / lateral dan oblik • EMNG • Myelografi • CT-Myelo DIAGNOSIS BANDING • HNP • Menginitis TBC Servikal TATALAKSANA v Konservatif 3-6 minggu, berupa: • Istirahat servikal → Neck Collar bila perlu • NSAID • Suntikan lokal • Fisioterapi v Operatif bila ada penyulit PENYULIT v Nyeri neuropatik v Kelumpuhan anggota gerak
JENIS PELAYANAN v Rawat jalan v Rawat inap bila nyeri tidak tertahan nyeri kepalaan (obat tak menolong) bila diduga ada penyebab lain. TENAGA v Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf / Ortopedi LAMA PERAWATAN v Minimal 1 (satu) Minggu PROGNOSIS v Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan
STRAIN LUMBO-SACRAL Definisi Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa penjalaran nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke bokong serta paha belakang. Kausa Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot-tendon tanpa adanya ruptur atau avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada otot. Merupakan 60-70 % penyebab NPB KRITERIA DIAGNOSIS • Pada strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam posisi yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh. • Terasa nyeri setempat, mula-mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku • Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis. • Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal • Foto lumbosakral mungkin dijumpai kurva lurus atau skoliosis • Pada strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat. Dijumpai pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian. • Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau menetap pada saat berbaring. Pemeriksaan Penunjang • Foto lumbosakral • EMNG DIAGNOSIS BANDING • Ischialgia : kelainan-kelaianan organ abdomen, organ rongga pelvis • Spondilolistesis TATALAKSANA • NSAID • Relaksan otot • Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat • Fisioterapi : pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri dan spasme. • Untuk Strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikuti latihan fisik aktif yang terprogram. • Untuk Strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktivitas harian serta latihan yang terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh memerlukan waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang. PENYULIT KONSULTASI • Obgin, Internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit. • Psikiater. JENIS PELAYANAN • Rawat jalan • Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada penyebab lain, yang harus dieksplorasi TENAGA STANDAR Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
MIOPATI ICD 359 Definisi / Etiologi Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis : • Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet • Kedutan otot, kram otot, nyeri, dan pegal pada otot-otot • Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain Pemeriksaan Fisik : • Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara berdiri / berjalan • Pemeriksaan refleks tendon Pemeriksaan Penunjang : • Pemeriksaan laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK), lactic dehydorogenose (LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma • Pemeriksaan EMG • Pemeriksaan biopsi otot A. DISTROFIA MUSKULER TIPE “DUCHENE” • Hampir selalu laki-laki karena diturunkan secara x-linked resesif. • Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan, usia 5 tahun tidak pandai berlari, “Gower sign" dan "Wadding gait" dapat ditemukan. • Kelemahan otot terutama bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot pinggang daripada otot-otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius. • Kelemahan, atrofi, kontraktor dan deformitas otot skelet terjadi dengan cepat sehingga umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia 12-13 tahun. • Kenaikan enzim-enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile. Di antara enzim-enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan hasilnya tepat (70-80 %). • Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah onset. B. DISTROFI MUSKULER TIPE “BECKER” • Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipe Duchene hanya lebih ringan. • Onset umur 5-25 tahun. • Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun. C. DISTROFI MUSKULER TIPE “LIMB GIRGLE” • Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik. • Onset umur 10-30 tahun. • Distribusi kelemahan otot bermula otot-otot pinggang atau gelang bahu kemudian meluas pada otot-otot yang lain. • Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah usia 40 tahun. D. DISTROFI MUSKULER FASIOSKAPULOHUMERAL • Ditemukan secara autosomal dominan • Onset umur 10-20 tahun • Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dan gelang bahu kemudian otot pinggang dan tungkai bawah. • Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan. E. MIOTONIA • Diturunkan secara autosomal dominan. • Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau
• Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul. • Pada dermatomiosotis perubahan warna kulit pada kelopak mata atas, eritema kulit dan atrofi. G. PARALISIS PERIODIK • Diturunkan secara autosomal dominan. • Onset umur 10-25 tahun. • Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi, hiperkalemi, dan normokalemi. • Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun tidur pagi hari. • Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher. DIAGNOSIS BANDING • Poliomietitis • Motor neuron disease TATALAKSANA v Pencegahan : “genetic counseling” v Pengobatan • Sesuai kausa • Rehabilitasi medik • Terapi suportif : Pemberian prednison * Distrofi muskuler : 1 mg / kgBB / hr selama 6 bulan * Poliomisitis : 1 mg / kgBB / hr selama 3 bulan * Dapat diberikan "continuosly" atau "alternating" - Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin, klorambusil. - Penggantian plasma • Bedah PENYULIT Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan memburuk secara bertahap sampai timbulnya komplikasi kardiopulmonal. KONSULTASI • Bagian PA • Bagian Bedah JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA STANDAR Dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan komplikasi / penyulit yang terjadi. PROGNOSIS Umumnya kurang baik untuk distrofi muskuler.
MIELOPATI ICD G 95.9 Definisi / Etiologi Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Etiologi - Vaskuler - Obat-obatan - Radiasi - Infeksi - Degenerasi
-
Tumor Demielinisasi Trauma Tidak diketahui
KRITERIA DIAGNOSIS • Anamnesis: Lemah / lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar, gangguan sensibilitas. • Fisis : parese / plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan LMN), hipestesi / anestesi segmental, gangguan fungsi otonom. • Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif. • Tidak ditemui tanda-tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui. • Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan Laboratorium: • Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin • Likuor serebrospinalis • Pemeriksaan Radiologik : • Foto polos vertebra AP / Lateral / Oblik • Mielografi • CT mielografi • Pemeriksaan penunjang lain : • EMNG • Tes keringat • Bila perlu dan fasilitas tersedia : • SSEP / VEP • Bone Scanning • MRI DIAGNOSIS BANDING Polineuropati TATALAKSANA • Kausal • Simptomatik • Suportif • Rehabilitatif : Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli-buli PENYULIT Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kemih KONSULTASI • Bedah Saraf • Bedah Ortopedi • Bagian lain yang terkait JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA STANDAR
BELL'S PALSY KRITERIA DIAGNOSIS Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer. Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral. Terjadinya akut (dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air mata, gangguan rasa kecap, hiperakusi. Pemeriksaan penunjang EMG, Bila curiga parese N. VII simtomatik seperti : Darah Tepi : jumlah lekosit, Kadar gula darah Foto mastoid DIAGNOSIS BANDING Parese N. VII perifer simtomatik TERAPI Terapi Farmaka
: Prednison 1 mg / kgBB (5 hari), diturunkan 2 tab / hari sampai 10 hari (stadium akut) Mecobalamin 3 dd 500 ug Analgetik bila nyeri Terapi-Non Farmakologi : Fisioterapi setelah hari ke 4 awitan KOMPLIKASI Infeksi mata (keratitis, konjuktivitis) Tick fasialis KONSULTASI Bila curiga parese N. VII simtomatik seperti Bag. THT JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA Dokter spesialis saraf PROGNOSA 85 % sembuh dalam 3 minggu. 15 % sembuh dalam 3 – 6 bulan.
PERIODIK PARALISIS KRITERIA DIAGNOSTIK Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan gejala kelumpuhan anggota gerak. Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap sampai 36 jam. Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin. Kadar kalium darah 2-3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal Pria lebih banyak daripada wanita Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : kalium darah EMG : Gambaran lesi miogen EKG DIAGNOSA BANDING Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain TERAPI Terapi Farmaka : Fase Akut : Pemberian K secara peroral atau parenteral Profilaksis : Diet tinggi Katium, rendah Na, rendah karbohidrat Aldakton 100 mg po / hari Tiamin HCl 50 mg / hari Terapi hipertiroidsm PENYULIT Gangguan jantung KONSULTASI Ilmu Penyakit Dalam JENIS PELAYANAN Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang PROGNOSIS Ad bonam
DEKOMPRESI Definisi / Etiologi Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/ jaringan akibat penurunan tekanan sekitar. KRITERIA DIAGNOSIS Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa: 1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia) • Nyeri terutama di daerah persendian anggota gerak atas dan atau bawah. • Gatal-gatal dan bercak-bercak kemerahan pada kulit. • Nyeri dan pembengkakan jaringan lunak setempat (obstruksi aliran limfe) : parotis, mamma • Rasa letih, malaise, anoreksia, yang tidak sesuai dengan berat aktivitas. 2. Tipe II (Serious decompression sickness) 2.1. Gejala Neurologis: • Lesi Serebrum : afasia, gangguan penglihatan/lapangan pandang, gangguan saraf kranialis, hemiparese/hemiplegi, sensorik, sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran. • Lesi Serebelum : ataksia, gangguan koordinasi, hipotoni, dismetri, asinergia, tremor, disdiadokokinesia, dan nistagmus. • Lesi Medulla Spinalis : paraestesi/ hipestesi/ anestesia kedua tungkai, paraparesis/ paraplegia-tetraparesis/ tetraplegia, retensi urine-alvi. 2.2. Gejala jantung dan paru (chokes): • Rasa kurang enak dan nyeri substernal saat inspirasi maupun ekspirasi, kemudian sesak napas disertai batuk kering. 2.3. Gejala gastro – intestinal: • Anoreksia, nausea, muntah, atau perut rasa kram dan diare, hematemesis, melena. 2.4. Gejata telinga dalam : • Tinitus, tub sensorineural (kerusakan kokhlea), vertigo, mual, muntah (gangguan vestibular) 2.5. Syok setelah dekompresi (bends shock) • Gelembung gas masuk ke seluruh pembuluh darah (AGE : arterial gas embolism) dan dapat berakhir dengan kematian. Pemeriksaan Penunjang v Pemeriksaan laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah. v Pemeriksaan radiologik : Foto toraks, CT Scan bila diperlukan. v Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan DIAGNOSIS BANDING Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP TATALAKSANA v Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan v Medikamentosa • Koreksi cairan dan elektrolit • Antiplatelet : ASA 2 x 80 mg. • Kortikosteroid : Dexametasone 2 ampul / IV kemudian 1 ampul / 6 jam / IV • Gliserol (bila kontraindikasi dengan kortikosteroid) • Digitalis (bila ada indikasi) • Diazepam (bila ada indikasi) KOMPLIKASI / PENYULIT • Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of bone, Aseptic bone necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of bone). • Keracunan oksigen KONSULTASI -
TENAGA Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis. LAMA PERAWATAN 5 hari PROGNOSIS Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB • Sembuh sempurna • Cacat fisik • Meninggal
KESADARAN MENURUN DAN COMA ICD R40 DEFINISI Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya. Gangguan Kesadaran : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya Ketidakmampuan : Ringan → berat : ada derajat / tahapan Obtundity Stupor Semi Koma Koma → Obtundity
: dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila ada rangsangan → Stupor : • Penderita tidur terus • Ada gerakan spontan • Ada respon dengan rangsang • Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon → Semi koma : Hanya dengan rangsang sakit ada respon → Koma : Tak ada respon dengan rangsang nyeri ETIOLOGI I. Lesi Struktural a. Lesi Supratentorial : - Radang - Trauma - SOP : Stroke, tumor, abses serebri - Status konvulsivus / epilepsy b. Lesi Infratentorial : - Radang - Trauma - SOP : stroke, tumor, abses serebri II.
Non Struktural / Metabolik A. Primer 1. Penyakit pada substansia grisea : Pick's Disease, Alzhoimer's disease 2. Penyakit pada substansia alba : Leukodistropi B. Sekunder Hipoksia penurunan kadar dan tekanan oksigen darah : penyakit paru-paru, penurunan tekanan atmosfir oksigen Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan CO Iskemia : Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia kordis, Adam Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulari sistemik menurun : Sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks. Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler : Encephalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia. Hipo / Hiperglikemia Defisiensi Kofaktor : defisiensi tiamin Gangguan Fungsi Ginjal Gangguan Fungsi Hati
KRITERIA DIAGNOSTIK Anamnesis / Alloanamnesis 1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, pengguna obat-obat narkotik 2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah-muntah 3. Menggunakan obat-obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik Pemeriksaan fisik umum 1. Vital Sign : tekanan darah, nadi dan respirasi. 2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher : bottle sign, perdarahan hidung, perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak. 3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rektal. 4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepaticum, bau nafas alkohol, bau nafas faeces 5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianosis, kepucatan, ikterik. Pemeriksaan Neurologi 1. Pemeriksaan Neurologi umum : tanda-tanda rangsang meningeal, pemeriksaan motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis 2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : perneriksaan yang bersifat kwantitatif dan kwalitatif pada gangguan kesadaran. 3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi : a. Gerakan bola mata b. Refleks kornea c. Refleks mata boneka / refleks kalori d. Reaksi pupil terhadap cahaya e. Refleks muntah / batuk 4. Pola Pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi a. Eupnea : diencephalons atas b. Cheyne stokes : lesi di diencephalon bawah c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesencephalon d. Ataxic breathing : lesi di pons e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata f. Apnea : lesi di medulla oblongata 5. Pupil : Hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi : a. Pupil kecil reaktif tehadap cahaya : korteks / diencephalons b. Pupil besar normal di tengah mesencephalon c. Pupil kecil di tengah pons d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum e. Isokor : - Pint point : lesi pons,overdosis morphin - Kecil reaktif : ensefalopati metabolik - Sedang reaktif : ensefalopati metabolik; tidak reaaktif terhadap cahaya, lesi thalamus - Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor f. Anisokor : - Besar / tidak reaktif : N.III parese - Kecil reaktif : Horner Syndrome 6. Kedudukan bolo mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherinum serebri besar b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum e. Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial 7. Refleks sephalic batang otok termasuk disini adalah : a. Refleks pupil b. Doll's eye movement c. Oculo auditory refleks d. Oculo vestibulo refleks
9.
Observasi umum lainnya Ada gerakan automatisme seperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi batang otak masih baik. Ada gerakan miokolonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus.
DIAGNOSIS BANDING 1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah dibangunkan. 2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat lamban berespon terhadap pertanyaan yang diajukan. 3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka / sadar dengan komunikasi terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik ke atas ke bawah. 4. Status kotatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi dengan baik. TATALAKSANA Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu : A. Supportif Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai • Jalan Nafas • Pernafasan • Tekanan Darah • Cairan tubuh (asam basa, elektrolit) • Posisi tubuh • Pasang Naso Gastrik Tube • Katheter Urine 1.
Jalan Nafas • Dilihat : - Agitasi : Kesan hipoksemia - Gerakan nafas : dada - Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula • Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan • Di raba : - getaran ekspirasi - getaran di leher - fraktur mandibuler • Yang menyebabkan gangguan jalan nafas : - Lidah / epiglotis - Muntahan, darah, sekret benda asing - Trauma mandibula / maksila • Alat yang dipakai - Jalan nafas orofaringeal - Jalan nafas nasofaringeal - Jalan nafas definitif Ø Intubasi Ø Pembedahan Pola pernafasan Lesi sentral : Pola nafas - Eupnea - Cheyne Stoke - Sentral Neurogenik Hiperventilasi - Apnea Lesi Perifer - Nafasinterkostal
Diusahakan : • Hemodinamik stabil (tidak naik turun) • Kondisi tensi normal • Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock Jenis Shock : - Hipovolemik - Kardiogenik - Sepsis - Penimbunan vena perifer (polling) 3.
Cairan Tubuh - Cegah hidrasi berlebihan - Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi - Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin - Hindari Hiponatremia
4.
Gas darah dan Keseimbangan Asam Basa - Alat Bantu Oximeter untuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO2 > 95 dan PaO2 > 80 mg (dengan analisa gas darah) - PO2 dibuat sampai 100 - 150 mmhg dengan cara diberi O2 - FaCO2 : 25 - 35 mm dengan hiperventilasi
5.
Pasang Naso Gastric Tube Pengeluaran isi Lambung berguna : - Mencegah aspirasi, intoksikasi - Nutrisi parenteral
6.
Posisi - Hindari posisi Trendelemberg - Posisi kepala 30° lebih tinggi - Pada Koma yang lama hindari : * Dekubitus : sering alih posisi * Vena dalam Thrombosis : pakai stocking
7.
Katheter Urine - Untuk memudahkan penghitungan balans cairan - Mencegah kebocoran urin - Berguna pada gangguan kencing
B. Therapi Kausatif / Spesifik 1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa hari sebelumnya sangat mungkin primerinfeksi (meningitis, encefalitis) di otak bila gangguan kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan di otak. 2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat mungkin perdarahan subarahnoid. 3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal (hemiparesis, heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intracranial. 4. Gangguan kesadaran disertai tanda-tanda tekanan intrakranial meninggi : (muntahmuntah proyektil, parese N. III, kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi manitol, dexamethason, dibuat hiperventilasi. 5. Gangguan kesadaran tanda disertai kaku kuduk atau / dan gejala neurologis fokal, bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik. 6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial (anisokor, isokor miosis / midrasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu tindakan. 7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk penyebab : - Hipoglikemi : Glukosa - Overdosis Opiat : Nalokson - Overdosis Benzodiazepin : Flumazenil
KONSULTASI : Bagian bedah Saraf Bagian Penyakit Dalam Bagian Anestesi Bagian Kardiologi Bagian Pulmonologi TENAGA Perawat, Dokter umum, Dokter spesialis saraf JENIS PELAYANAN Jenis Pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan akurat dan perlu dirawat di ruang pelayanan intensif LAMA PERAWATAN 1-5 hari
Sindroma Guillain Barre KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : - Kelemahan ascenden dan simetris. - Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. - Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas. - Puncak defisit dicapai 4 minggu - Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu - Gangguan sensorik biasanya ringan - Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis - Gangguan N. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi - Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai - Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik dan anhidrosis - Retensio urin dan ileus paralitik - Gangguan pernafasan : • dyspnoe • nafas pendek • sulit menelan • bicara serak • gagal nafas Pemeriksaan Fisik : Kelemahan N. cranialis VII, VI, III, V, IX, X Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas, facial Reflex : absen atau hiporefleksi Reflex patologi : Penunjang : Laboratorium : • LCS : - Disosiasi sitoalbumin - Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 lymposit / mm3 - Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai - Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV / micoplasma membantu penegakan etiologi untuk manfaat epidemiologi - Antibodi glycolipid - Antibodi GMI • Ro : CT / MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati • EMG DIAGNOSIS BANDING - Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik - Tetraparesis penyebab lain - Hipokalemi - Miasthenia gravis TATALAKSANA - Tidak ada drug of choice - Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan - Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU - Roboransia saraf parenteral - Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan - Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu kortikosteroid
PENYULIT - Gangguan otot pernafasan → respiratory failure - Konsultasi : IPD, Anastesi, Paru - Jenis pelayanan : Urgent & emergency - Lama perawatan : 2-4 minggu
Miastenia Gravis ICD G 70.7 KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Kelemahan / kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum. 2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia 1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara 10% : -
Kelemahan ekstremitas Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas Kelemahan bersifat progressif Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap Faktor yang memperparah gejala : Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi neuromuscular - Pemeriksaan pita suara Penunjang : Laborat : - Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon) - Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR) Penunjang : 1. Repetitive Nerve Stimulation 2. Simple filter EMG Gold standard : Radiologis :DIAGNOSIS BANDING - Histeria - Multiple sclerosis - Symptomatic myasthenia - Syndroma moebius - Cholinergic crisis TATALAKSANA - Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap cholinergik ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain. Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Prostigmin). Tidak ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif. - Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2-5 tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 th jarang menunjukkan kesembuhan. - Kortikosteroid : Prednison 1,5-2 mg / kg / BB
Multiple Sclerosis KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : • Gejala & tanda obyektif penyakit tersebar • Memiliki fase remisi & eksaserbasi • Neuritis optik, neuritis retro bulbar • Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus • Hilangnya refleks kulit dan abdomen • Meningginya refleks fisiologi pada tungkai • Tanda-tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign • Tremor nistagmus, ataksia • Gangguan bicara • Kelainan emosional Penunjang Laboratorium LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik (> 5 sel per mm3) umumnya sel mononuklear jarang polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa semakin tinggi jumlah sel. Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin meningkat. Fundus : kepucatan fundus bitemporal EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik Elektro okulo / nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang Bila CT Scan : Positif pada MS bila lesi ½ -2 cm MRI DIAGNOSIS BANDING - Hereditary ataxic - Familial spastic paraplegia - Vit. B12 defisiensi - Tropical spastic paralysis - SLE - Sjogren syndrome - Bekcet disease - Acute diseminated encephalomalasia - Lyme disease - Adreno leukodistrophy TATALAKSANA Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan : - Stabilisasi Blood Brain Barrier - Mengurangi inflamasi & oedem - Meningkatkan nerve conduction - Menghambat sistem imune INF ↓, IL 2 ↓, Antibody immunosupresan, NK cell ↓
Amyotropic Lateral Sclerosis KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Progressive Kelemahan otot asimetrik, atropi otot, fasikulasi, hiperrefleksia. Ekstremitas bawah gejala awal kram, kaku bila berjalan / lari Ekstremitas atas kesulitan beraktifitas mengancingkan baju, mengangkat benda ringan, bicara parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan lidah, nyeri sendi gangguan menelan siallorhea (salivasi berlebih) Ketakutan, kecemasan dan depresi. Gangguan emosi berlebih tertawa dan menangis bergantian, kakhexia yang sulit dijelaskan, atropi otot atau faktor nutrisi. Diagnosis : Atropi, fasikulasi, kelemahan progresif, hiperrefleksia. Pemeriksaan perlu diulang-ulang untuk membuktikan perkembangan hiperefleksi, fasikulasi dan keterlibatan upper & lower motor neuron. Laboratorium Tak ada test yang pathognomonic Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid High titer anti CN, antibodies Radiologi : Myelogram of Cervical Spine Golden Standard : ENMG DIAGNOSIS BANDING Spinal Cord Lesion Spinal Bone Lesion Infection Gg. Endokrin Toksin Post-polio Syndrom, Huntington disease, Freiderich Polimyositis, Myasthenia gravis, Muscular Distrohyi
Ataxia,
Multiple
Sclerosis,
TATALAKSANA Medikamentosa - Simptomatik Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10-25 gram 3 x sehari Valium 2-15 mg 3 x 1 Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50-100 gram 4 x sehari - Pain NSAID & antikonvulsi Karbamazepin 200 g 3 x 1 Amytriptilin 50-150 malam - Obat terbaru untuk ALS Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg / hari Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme, granulacytopenia - Suportive therapy (Fisioterapi) * Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan, range of motion dan endurance * Diatermi, Massage, TENS * Occupational terapi * Speech terapi
VERTIGO Definisi Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oteh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Klasifikasi : Vestibulogenik : a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere disease, neuronitis vestibuler, drug-induced b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma akustik. Nonvestibuler : Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll. KRITERIA DIAGNOSIS Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh. v Gejala subjektif • Pusing, rasa kepala ringan • Rasa terapung, terayun • Mual v Gejala objektif • Keringat dingin • Pucat • Muntah • Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan • Nistagmus Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi kepala. v Dapat disertai gejala berikut: • Kelainan THT • Kelainan Mata • Ketainan Saraf • Kelainan Kardiovaskular • Kelainan Penyakit Dalam lainnya • Kelainan Psikis • Konsumsi obat-obat ototoksik A.
Anamnesis • Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb. • Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. • Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik. • Adanya gangguan pendengaran yang menyertai. • Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat. • Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru. • Adanya nyeri kepala. • Adanya kelemahan anggota gerak.
B.
Pemeriksaan Fisik Umum : Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru, abdomen. Pemeriksaan neurologis umum : • Kesadaran • Saraf-saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah, pendengaran, dan menelan.
C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dan fungsi sensorik (hipestesi, parestesi). Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer. • Fungsi vestibuler / serebelar
D. Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. • Pemeriksaan Radiologi : Foto tulang tengkorak leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). • Pemeriksaan Neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG). • Pemeriksaan Neuro-imaging : CT Scan kepala, pnemoensefalografi, Tronscronial Doppler. TATA LAKSANA v Terapi kausal : sesuai dengan penyebab v Terapi simptomatik : Pengobatan simptomatik vertigo : • Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr • Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr. • Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg. • Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr • Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr • Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG) • Campuran obat-obat di atas. Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) : • Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr v Terapi rehabilitasi • Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Galt Exercise PENYULIT • Dehidrasi • Gangguan elektrolit KONSULTASI • THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi. JENIS PELAYANAN • Rawat jatan • Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat TENAGA STANDAR • Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN • Minimal 1 minggu PROGNOSIS • Tergantung penyebab
MANUVER NYLEN BARANY (HALLPIKE MANOUVRE) lalah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/ nistagmus posisional paroksismal dan membedakan vertigo sentral dan perifer. Cara: 1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring terlentang dengan kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (10°-20°), pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya nistagmus. 2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik). 3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan. Hasil : Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus. Tipe Perifer Tipe Sentral Bangkitan vertigo Lebih mendadak, intermitten Lebih lambat, konstan Derajat vertigo Berat Ringan Pengaruh gerakan kepala (+) (-) Gejala Otonom (mual, muntah, keringat) (++) (+) Gangguan pendengaran (tinnitus, tuli) (+) (-) Tanda fokal otak (-) (+) Nistagmus Selalu ada Dapat hilang
HIPERSOMNIA INSUFFICIENT SLEEP (Sleep Restriction l Deprivation) Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis : 1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam (6 jam atau kurang). 2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor. b. Laboratorium : Tidak diperlukan c. Radiologis : Tidak diperlukan DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : Hipersomnia sebab lain TATA LAKSANA a. Non Medikamentosa : Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih. Kadang kadang dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan. b. Medikamentosa: Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan jangka pendek (Methylphenidote, Ritalin® 5-20 mg pagi dan atau siang hari) PENYULIT : Pembatasan tidur parsial (4-6 jam per malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu) menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan. Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya. KONSULTASI : Bagian Saraf JENIS PELAYANAN : Rawat jalan TENAGA : Spesialis saraf dan atau konsultan sleep disorder LAMA PERAWATAN : Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis PROGNOSIS : Baik bila diobati dengan benar
SEDATING MEDICATION (Hipersomnia karena obat Sedatif) KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis : Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti psikotik (Chlorpromazine,Thioridaz ine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline, doxepine) anti konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin (Chlorpheniromine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blockers), melatonin, putus obat golongan amphetamine. b. Laboratorium : c. Radiologis
:-
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS : Hipersomnia sebab lain TATA LAKSANA: a. Non Medikamentosa: Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif b. Medikamentosa : Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain Methylphenidate (Ritalin) 5-80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5-60 mg dosis terbagi, Modofinil (Provigil) 100-400 mg (sekali atau dua kali sehari). PENYULIT : Gangguan mood dan psikimotor di siang hari KONSULTASI : Bagian Saraf JENIS PELAYANAN : Rawat Jalan TENAGA : Spesialis saraf atau Spesialis saraf Steep Consultant LAMA PERAWATAN : Segera sembuh dengan penghentian obat sedatif. PROGNOSIS : Baik
NARKOLEPSI KRITERIA DIAGNOSIS a. Klinis 1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20-30 tahun), walaupun kadang terjadi sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun). 2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) : a. Hipersomnia : merupakan gejala utama gejala utama yaitu mengantuk berlebihan pada siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang dari 30 menit b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang khas terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak-bahak atau marah yang berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya singkat (detik - menit). Terjadi kira-kira 70% penderita narkolepsi. c. Sleep paralysis (Jawa : tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau bicara yang terjadi awal (hipnagoqic) atau akhir tidur (hipnopompic). d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang-kadang terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic). Halusinasi dapat berupa bayangan orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu / monster disertai rasa takut yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis. 3. Gejala penyerta : a. Automatic behaviour dan amnesia : yaitu saat penderita mengantuk dan berusaha mengatasinya tiba-tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam sadar. la dapat melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang komplek. Kadang keluar kata-kata yang tidak mengandung arti dan tidak relevan dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi. Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya saat mengerjakan aktivitas monoton seperti mengendarai mobil, sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya berhenti dan tidur singkat (10-30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang sangat mengantuk seperti dokter yang praktek sampai jauh malam. b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam c. Sleep apneu : 20% penderita laki-laki. 4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab : 1. Sleep latency < 10 menit 2. REM sleep latency < 20 menit 3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency < 5 menit 4. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5 kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography. 5. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90-100% penderita narkolepsi tergantung ras-nya) b.
Laboratorium Polisomnografi (PSG) • Khas : Pemendekan ‘sleep onset’ dan REM latency Gangguan kerangka tidur, sering terbangun singkat. Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat menyebabkan hipersomnia • MSLT : rata-rata sleep latency < 5 menit. Khas : muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling sedikit 2 dari 5 kesempatan tidur kecil. Pada orang normal MSLT > 10 menit (8-10 menit) masih dianggap abnormal. Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran tidur tahap pertama yaitu NREM. Pergantian NREM dan REM rata-rata antara 60-90 menit. Dianggap normal bila REM terjadi kurang dari 15 menit. Dianggap abnormal bila REM terjadi 40 mg / L)
Diagnosis Banding : Tatalaksana : a. Dopaminergic agent, merupakan first line therapy dan sangat efektif pada RLS dan PLMS Pramipexol : dosis efektif (0,25 - 1 mg/hari diberikan tiga kali sehari) atau Ropinirole (0,25 - 2 mg) dua jam sebelum onset gejala jam 18.00-20.00. L-dopa atau Carbidopa (25/100 - 100/400 mg) diberikan satu jam sebelum onset atau dapat diberikan tiap 4 - 6 jam. Sering memerlukan tambahan obat sedativ (seperti Gabapentine, benzodiazepin, Trazodone) bila disertai insomnia. b. Opioid dan Gabapentin (second line agent) c. Benzodiazepin (third line agent) Penyulit : Konsultasi : Bagian Saraf Jenis Pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Spesialis Saraf Lama Perawatan : Lama dan cenderung seumur hidup Prognosis : a. Kebanyakan kasus adalah kronis dan sulit sembuh b. RLS dan PMS merupakan prediksi mortality pada penderita dengan stadium akhir penyakit ginjal.
PARASOMNIA • • •
Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang muncul waktu tidur Lebih sering terjadi pada anak-anak (5-15%) dari pada dewasa (1%) Biasanya jinak tapi kadang-kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal.
SLEEP TERRORS (NIGHT TERRORS) Kriteria Diagnosis : a. Klinis 1. Gejala muncul pada perioda sepertiga awal tidur malam hari, terutama pada siklus I NREM 2. Bisa terjadi lebih dari sekali dalam satu malam 3. Terjadi hanya beberapa detik, bisa juga dalam 10 - 20 menit, yang lebih lama dari pada kebanyakan serangan epilepsi. 4. Anak tiba-tiba terbangun dengan megap-megap, berteriak atau menangis keras dan tampak sangat ketakutan, agitasi dan panik. 5. Gejala khasnya adalah berkeringat, pupil melebar, nafas dan denyut jantung cepat dan tonus otot meningkat. Enuresis kadang terjadi. 6. Anak bisa duduk atau meninggalkan tempat tidur, bicara tanpa arti. 7. Pada orang dewasa muda kadang-kadang dapat berlari secara liar mengelilingi ruangan sehingga dapat terjadi cedera akibat lari melewati pintu atau melompat dari jendela. 8. Anak tidak memberi respon terhadap pertanyaan atau perintah dan melawan setiap usaha untuk menenangkan yang dapat melukai penderita atau orang lain. 9. Sesudah serangan penderita tertidur lagi dengan cepat. 10. Penderita tidak dapat mengingat secara detil apa yang telah dilakukan dan mimpinya. b.
Laboratorium : Pada anak : tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya. Pada dewasa : onset baru dan serangan berulang, membutuhkan evaluasi klinis dan Polysomnography Pemeriksaan Polysomnography ditemukan bangun singkat dari stadium 3-4 NREM pada saat terjadinya sleep terror (biasanya pada 1-4 jam awal tidur), tetapi tidak mencatat kejadian parasomnianya, karena itu rekaman video saat kejadian sangat penting.
c.
Radiologis : Tidak diperlukan
d.
Gold Standard : Tidak ada
e.
Patologi Anatomi : Tidak diperlukan
Diagnosis banding 1. Confusional arousal 2. Sleep walking 3. Sleep talking 4. Epilepsi 5. Episodic Nocturnal wandering 6. REM Sleep behaviour disorder 7. Nightmares 8. Nocturnal Panic Attacks 9. Post Traumatic Stress disorder Tatalaksana 1. Perawatan umum 1.a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangannya
2.
Medikamentosa 2.1. Benzodiazepin (lorazepam 1-3 mg, clonazepam 0,5-2 mg, triazolam 0,125-0,25 mg sebelum tidur) di indikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi serangan dan disertai akibat yang membahayakan. 2.2. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejala-gejala autonom.
Penyulit 1. Gangguan tidur dan anxietas pada orangtuanya 2. Rasa malu untuk anak-anak 3. Dapat menyebabkan cedera pada anak-anak atau orang lain. Konsultasi : Bagian Saraf dan Jiwa Jenis Pelayanan : Pelayanan rawat jalan. Tenaga : Spesialis Saraf dan Jiwa Lama Perawatan : Bervariasi, biasanya menghilang sesudah dewasa. Prognosis : 1. Pada anak-anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4 - 12 tahun) 2. Kejadian pada dewasa kadang-kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan tindak kekerasan atau terluka.
SLEEP WALKING (SOMNABULISME) Kriteria Diagnosis 1. Klinis • Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3-4) • Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata, membuka selimut, bergerak berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan tempat tidur • Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan respon sederhana terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang-kadang kencing. • Penderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur tapi menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur dan berusaha menyiapkan makanan. • Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengendarai mobil. • Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah bejalan di luar rumah. Penderita biasanya mau di ajak kembali ke tempat tidur tanpa perlawanan. • Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan harus dihindari karena menyebabkan kebingungan, kecemasan, dengan keinginan melarikan diri yang dapat mencetuskan kekerasan mendadak. • Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sesudahnya segera tidur lagi. 2.
Laboratoris: • Polysomnography untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain. • Rekaman video sangat membantu melihat pola serangan.
3.
Radiologis Tidak ada kelainan
4.
Gold Standar Polysomnography : Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsy. Sering terbangun langsung dari stadium 1-2 NREM disertai sleep walking. Atau dapat juga tanpa sleep walking. Rekaman video dapat menunjukkan pola aktivitas serangan
5.
Patologi Anatomi : Normal
Diagnosis Banding 1. Sleep terrors 2. Epilepsi 3. Episodic nocturnal wandering 4. Malingering 5. REM sleep behaviour disorder 6. Psychogenic fugues 7. Confusional arousal Tatalaksana 1. Medikamentosa 1.1 Benzodiazepin (klonazepam 0,25 - 2 mg, atau diazepam) 1.2 Antidepresan kadang-kadang bermanfaat 2.
Non Medikamentosa 2.1. Hygiene tidur 2.2. Pengurangan stress dan pembatasan tidur. 2.3. Dibangunkan secara terjadwal 15-30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep walking. 2.4. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada pintu kamar tidur, singkirkan benda-benda tajam dan mudah pecah.
Konsultasi : Bagian Saraf dan Jiwa Jenis Pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Spesialis Saraf dan Jiwa Lama perawatan : Bervariasi Prognosis : 1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar 2. Mengganggu prestasi belajar 3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur lainnya
REM BEHAVIOR DISORDER (RBD) (Gangguan tingkah laku saat fase tidur REM) Kriteria Diagnosis : a. Klinis • Usia biasanya > 50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita, kadang-kadang ditemukan riwayat keluarga • Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur dan dapat berulang setiap interval 10 menit. • Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakan-gerakan abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan sehingga dapat melukai penderita penderita atau pasangannya. • Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan tetapi tidak sampai pada tindakan seksual. • Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak diingat. • Penyebabnya: Tidak diketahui (40% kasus) Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan tidur fase REM seperti amphetamine dan cocain, anti-cholinergic, MAO inhibitor, antidepressant tricyclic, SSRI, dan terutoma venlafoxine Parkinson : 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 - 15 tahun sebelumnya. Multiple system atrophy : 90% disertai RBD Lewy body disease : 1/4 kasus disertai RBD Alzheimer's disease : kadang-kadang disertai RBD Narkolepsi sering disertai RBD OSA berat Periodic limb movements pada fase tidur N-REM b.
Laboratorium: • Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosa lain. • Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi dan densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 - 4 N-REM, tonus otot tetap ada, periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM • Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan-gerakan.
c.
Radiologis : MRI atau CT scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama kerusakan di batang otak
d.
Golden Standard : PSG, MRI atau CT scan
e.
Patologi Anatomi
Differential Diagnosis 1. Nightmare 2. Confusional arousals 3. Sleep terrors 4. Sleep walking 5. Post-traumatic stress disorders 6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis 7. Episodic nocturnal wanderings 8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA 9. Serangan panik 10. Malingering Tatalaksana a. Non Medikamentosa
• • •
Benzodiazepine seperti clonazepam 0,5 - 4 mg : efektif segera pada 90% kasus Melatonin 3 - 15 mg malam hari sebelum tidur. Buproprion adalah satu-satunya anti depresan yang tidak menimbulkan RBD, sehingga dapat diberikan sebagai pengganti anti depresan lain.
Penyulit : Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka Konsultasi : Bagian Neurologi Jenis pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Dokter Spesialis Saraf / Spesialis Saraf konsultan sleep disorder Lama Perawatan : Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup Prognosis Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 - 10 tahuh sebelumnya
IV. NIGHTMARE Kriteria Diagnosis : a. Klinis • Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 - 6 tahun, laki-laki dan wanita sama, tetapi pada usia dewasa wanita lebih sering, terjadi pada 1/3 akhir malam • Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan serta ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kembali dengan baik, dan sering sulit tidur kembali. • Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun. • Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung. • Penyebabnya: pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM narkolepsi RBD Schizoprenia Anxietas Obat-obatan seperti L-dopa, beta blocker Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol b.
Laboratorium : -
c.
Radiologis : -
d.
Golden Standard : PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas REM ± 10 menit sebelum terbangun dari nightmare
e.
Patologi anatomi: -
Differential Diagnosis • RBD • Serangan panik pada malam hari • Narkolepsi • Sleep terror Tatalaksana a. Non medikamentosa : • Hentikan obat-obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker • Kurangi stres dan perbaiki hygiene tidur • Terapi kognitif tingkah laku b.
Medikamentosa : jarang diperlukan, bila menetap dengan cara-cara diatas dapat diberikan obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan
Penyulit : • Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur • Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur Konsultasi : Bagian Sarf Jenis Pelayanan : Rawat jalan Tenaga : Dokter Spesialis Saraf, Spesialis kedokteran jiwa / Psikolo
RETARDASI MENTAL (MR) KRITERIA DIAGNOSIS American Association in Mental Deficiency IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan IQ 55-69 = retardasi mental ringan IQ 40-54 = retardasi mental sedang IQ 25-39 = retardasi mental berat IQ < 24 = retardasi mental sangat berat Pemeriksaan Penunjang Tes psikometri / Test intelegensi : - Bayi : Developmental Quotient (DQ) - Anak usia belum sekolah : Stanford Binet Scale Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelfigense (WPPSI) - Anak usia sekolah : Wechsler Intelligence Scale for Children (Revised) (WISC-R) - Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah : The Leiter international Performance Scale Foto polos kepala Audiometri EEG CT Scan Darah dan urin : mencari gangguan kimia / metabolik Serologi darah dan titer antibodi TORCH Pemeriksaan kromosom Pemeriksaan hormonal (kelenjar tiroid) DIAGNOSIS BANDING Variasi perkembangan normal CP dengan gangguan motorik dan bicara Epi lepsi Gangguan THT Gangguan mata Depresi Gangguan belajar spesifik TATALAKSANA Terapi Farmaka
: Antikonvulsan bila kejang Metilfenidat bila hiperaktif Hormon tiroid pada gangguan tiroid Terapi Non Farmaka : fisioterapi terapi okupasi terapi wicara Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) tipe C KONSULTASI Anak Psikiatri THT Mata JENIS PELAYANAN Rawat jalan TENAGA
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER KRITERIA DIAGNOSTIK Adalah suatu gangguan neuropsikiatri yang umum, khas dan dapat ditangani. Terjadi pada 3-9% anak usia sekolah. Pemeriksaan Penunjang Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability & ADHD CT scan / MRI kepala : mencari lesi DIAGNOSIS BANDING : Childhood mania TATALAKSANA Terapi Farmaka : Stimulan (Metilfenidat) Terapi Non Farmaka : Terapi keluarga oleh psikolog KOMPLIKASI Gangguan interaksi sosial Risiko drug abuse KONSULTASI Psikologi anak Psikiatri anak JENIS PELAYANAN Rawat jalan Tidak perlu perawatan TENAGA Psikolog, psikiater, dokter spesialis saraf, terapis PROGNOSIS Ad bonam
CEREBRAL PALSY (C P) KRITERIA DIAGNOSTIK CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan involunter atau gangguan koordinasi. Pemeriksaan Penunjang Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability & ADHD EEG mencari epilepsi CT scan / MRI kepala : mencari lesi Pemeriksaan mata : mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang pandang dan buta sentral Pemeriksaan THT : mencari tuli sentral Pemeriksaan Ortopedi : mencari kontraktur sendi, skoliosis, small stotur, subluksasi sendi DIAGNOSIS BANDING Neuromuskuler : Spinal muscle artrophy Distrofia muskuler Degeneratif : Friedriech's ataxia Penyakit Chorea Huntington masa anak Metabolik : Penyakit Wilson Kelainan Tulang & Sendi : Arthero gryphosis multiplex kongenital Penyakit gangguan gerak involunter : Sindrom Tourette Chorea Sydenham Spasmus nutans Penyakit metabolik Tumor atau AVM medulla spinalis Spinal dystrophia TATALAKSANA Terapi Farmaka
: Antikonvulsan bila epilepsi Diazepam, Dantrolen, Baklofen untuk spastisitas
Terapi Non Farmaka : Fisioterapi Pelatihan okupasi Sekolah SPLB Kaca mata bila gangguan refraksi Operasi mata bila strabismus Alat bantu dengar bila gangguan dengar Ortopedi Terapi keluarga oleh psikologi KOMPLIKASI Epilepsi Gangguan kognisi Gangguan lihat / dengar Gangguan makan - minum Gangguan bicara Gangguan orthopedik : kontraktur, small stature
JENIS PELAYANAN Rawat jalan Tidak perlu perawatan, kecuali bila timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi pneumonia atau gangguan traktus respiratorius. TENAGA Psikolog, Dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis PROGNOSIS Tipe tetraplegi : ad vitam & ad functionam : ad malam Tipe hemiparesis atau diparesis ringan : ad bonam Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan lihat / dengar : prognosis kurang baik
Duchene Muscular Dystrophy (DMP) Definisi : Kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya pada anak laki-laki. Kelemahan otot tampak di proksimal. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Ø Anamnesis : Anak usia 2-4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode infancy, perkembangan motor yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari lantai, perkembangan yang lambat dan gangguan kognitif. Ø Pemeriksaan fisik dan neurologi : Tanda Gowers, berjalan seperti bebek (waddling gait). Atrofi pada otot, lordosis pada punggung. Pseudohipertrofi di otot gastroknemius, infraspinosus, deltoid, yang agak jarang terdapat di otot gluteus maksimus, masseter dan trisep akibat timbunan lemak dan hialin. Kelemahan otot bersifat simetris dan progresif sehingga pada usia 6-12 tahun sudah tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus menggunakan kursi roda. 50-80 % pasien terdapat gangguan jantung. Retardasi mental ditemukan 30 %. Radiologi : Laboratorium : - Kadar Kreatinin Kinase (CK) sangat tinggi (10.000 - 30 000) - Elektrodiagnostik : gambaran miogenik - Biopsi otot Gold Standar : Gejala klinik, pemeriksaan CK dan EMG DIAGNOSA BANDING : PENATALAKSANAAN : Tidak ada penatalaksanaan khusus, pengobatan hanya bersifat simtomatik dan suportif untuk mencegah deformitas yang lebih berat. Keluarga perlu mengetahui mengenai progresifitas penyakit dan perkiraan mengenai umur harapan hidup pasien yang seringkali hanya sampai pada dekade kedua. PENYULIT : Kelemahan yang bertambah berat Gangguan respirasi (infeksi paru) Gangguan jantung (kardiomiopati, gagal jantung) Kontraktur, skoliosis. Gangguan emosi dan tingkah laku. KONSULTASI : Pyschiatrist, orthopedists, geneticist, cardiologist, pulmonologist, physical therapist, occupational terapist, psychologist, nutritionist
MENINGITIS Adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang berat dan dapat menimbulkan gejala sisa yang permanen. Penyebab infeksi adalah bakteri, virus atau organisme yang lain. Merupakan salah satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi dengan prognosis yang buruk. KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Gejala klasik adalah panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk. Pada anak usia muda (< 2 tahun) gejala ini sulit terlihat. Pada anak yang lebih tua gejala seperti panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk atau nyeri pada leher, penurunan kesadaran, muntah, defisit neurologi fokal, kejang. Pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri gejala ini berlangsung sangat cepat dan dapat terjadi perburukan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis : Penurunan kesadaran, febris. Kaku kuduk, defisit neurologi fokal Radiologi : Foto toraks CT scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal Laboratorium : LED, PPD 5 TU Pemeriksaan pungsi lumbal Hasil Pemeriksaan LCS Sel Predominan lekosit Protein Glukosa LCS : serum
Bakteri 500 - 10.000 PMN meningkat menurun
Virus > 6 - 500 Limfosit normal - sedikit meningkat Normal
TBC > 6 - 1000 Limfosit meningkat menurun
Preparat langsung : Pewarnaan gram Tinta india Kultur Gold Standar : Hasil kultur yang positif terhadap bakteri atau mikobakterium tuberculosis PENATALAKSANAN : MENINGITIS BAKTERI : tergantung penyebabnya. Usia < 1 bulan
1 - 3 bulan
3 bulan - 18 tahun
Penyebab tersering E.coli, grup B streptokokus, L. monocytogenes E. coli, group B streptococcus, L. monosytogenes, H. influenza tipe b, S. pneumonia H. influenza, N meningitidis, L. monosytogenes, S. pneumonia
Terapi inisial Ampisilin + Sefotaksim / seftazidim atau ampisilin + aminoglikosida Ampisilin + sefotaksim/seftriakson Sefotaksim / seftriakson atau ampisilin + kloramfenikol Penisilin G atau
Dosis antibiotika untuk meningitis bakterialis Antibiotika Penisilin G Ampisilin Kloramfenikol Sefotaksim Seftriakson Seftazidim Vankomisin Gentamisin, tobramisin Amikasin Nafsilini, Oksasilin
Dosis (kg BB/hari) 250.000 unit 200 - 300 mg 75 - 100 mg 200 mg 100 mg 125 - 150 mg 50 - 60 mg 6 mg 20 - 30 200 mg
Interval (jam) 4 6 6 6-8 12 - 24 8 6 8 8 6
Suportif Monitoring tanda vital Evaluasi status neurologi setiap hari Monitoring intake dan output, elektrolit Pengukuran lingkar kepala Antikonvulsan bila ada kejang Nutrisi yang baik Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg / kgBB / kali 15 menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid ditunda bila terdapat tanda perdarahan atau bila kemungkinan meningitis TBC belum dapat disingkirkan. MENINGITIS TBC Medikamentosa Obat INH Rifampisisn Pirazinamid Streptomisin Prednison
Dosis harian (mg / kgBB / hari ) 10 5 15 - 40 15 - 40 1-2
Lama pengobatan 12 bulan 12 bulan 2 bulan 1 - 3 bulan 4 - 8 minggu, tap off 2 - 4 minggu
PENYULIT Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan saraf otak. KONSULTASI Bedah saraf, I.K Anak JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN Tergantung klinis pasien
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS Merupakan infeksi pada parenkhim otak yang berat dan seringkali berakibat fatal. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis Gejala akut, nyeri kepala, panas badan, kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal, gangguan tingkah laku. Laboratorium Pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, kadang-kadang kemerahan, sel normal atau sedikit meningkat, protein sedikit menungkat, glukosa normal. Radiologi MRI terdapat kelainan di lobus temporal EEG Abnormal di daerah temporal Gold Standar PCR, IgM dan IgG HSV 1 (pada anak dan dewasa) dan HSV 2 (pada neonatus) → tidak dapat dilakukan segera, karena baru + setelah minggu pertama. DIAGNOSIS BANDING Meningitis virus PENATALAKSANAAN Medikamentosa Asiklovir 10 mg / kgBB / kali iv diberikan setiap 8 jam selama 10 hari. Diberikan sedini mungkin dan boleh diberikan bila terdapat kecurigaan terhadap ensefalitis herpes simpleks dan dihentikan bila terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks. Manitol bila terdapat oedem otak atau tekanan intrakranial yang meningkat Antikonvulsan bila ada kejang Antipiretik Antibiotika untuk infeksi sekunder Suportif Monitoring tanda vital Evaluasi status iieurologi setiap hari Mengatasi gangguan nafas Monitoring intake dan output, elektrolit Pengukuran lingkar kepala Nutrisi yang baik PENYULIT Oedem otak
TICS KRITERIA DIAGNOSIS Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat bahu, batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan menggosok, melompat, berjongkok, menciumi objek atau bagian tubuh, copropraxia dan echopraxia, berkatakata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat anak stres. Keluhan ini menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya berhubungan dengan gangguan kompulsif dan ADD. Sedangkan sindroma Tourette's bila memenuhi kriteria : • Multipel motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang tubuh, atau wajah). • Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan sniffing • Gejala timbul sebelum usia 21 tahun • Gejala menetap atau menurun lebih dari 1 tahun PENATALAKSANAAN Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan tics. Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja. • Non farmakologi Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress Terapi behaviour •
Farmakologi Prinsip terapi : 1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap 2. Evaluasi efektifitas obat dan efek samping yang terjadi 3. Gunakan monoterapi 4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan 5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2 6. Turunkan dosis obat secara bertahap
Tier 1 : Klonidin → dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0.05 mg. Dosis dapat ditingkatkan setiap 5 - 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 - 0,4 mg / hari. Guanfasin → dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis. Klonazepam → digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue. Tier 2 : Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang klasik maupun neuroleptik yang atipik. Neurileptik klasik : Pimozid → 2 - 6 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 - 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan secara bertahap. Flufenazin → 2 - 4 mg / hari, mulai dengan dosis 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan secara bertahap. Haloperidol → 1 - 5 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 mg / hari, dinaikkan secara bertahap. Neuroleptik yang atipik Risperidon → maksimal 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg / hari, malam hari. Olanzapin → 5 - 10 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur. Obat lain : • Dopaminergik → dopamin antagonis (tetrabenazin 25 - 100 mg / hari), dopamin agonis (Pergolid, 0,1 - 0,3 mg / hari, dosis terbagi).
CHOREA PADA ANAK KRITERIA DIAGNOSIS Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia. Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu bagian tubuh yang kemudian dapat mengenai bagian tubuh yang lain, dapat disertai dengan kesulitan untuk makan gangguan gait, clumsiness. Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham's chorea (SC, rheumatic chorea, chorea minor, St. Vitus’ dance). Penyebabnya dapat bermacam-macam, antara lain : paroxysmal dyskinesias, penyakit imunologi (SC, SLE, antifosfolipid antibodies), gangguan yang diturunkan (ataxia teleangiectasia, benign familial), gangguan metabolic (hipertiroid mitochondrial abnormalities, congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma, gangguan vaskuler dan kelainan degeneratif. Laboratorium • Elektrolit termasuk Ca • Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi • LED • ASO dan titer DNase B • Antibodi antikardiolipin • Antinuclear antibody • TSH • Ceruloplasmin dan level copper • Skrining toksikologi • MRI kepala PENATALAKSANAAN Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya Untuk gejala kliniknya hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau menurunkan reseptor dopamin • Asam valproat (10 - 20 mg / kgBB / hari ) • Clonazepam (1 - 5 mg / kgBB / hari ) • Haloperidol (0,5 - 2 mg, 2 x / hari) KONSULTASI Kardiologi anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-hemolytic streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.
DISTONIA KRITERIA DIAGNOSIS Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi tidak biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak, hanya berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh, sampai maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, kadang-kadang bisa lebih cepat. Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot-otot lidah, b(epharospasm, writer's cramp dystonia, spasi dysphonia. DIAGNOSA BANDING Kelainan kongenital dan perkembangan Kelainan degeneratif dan penyebab tak diketahui
Penyakit infeksi Gangguan metabolic
Reaksi obat Psychogenic Gangguan tidur
Benign dystonis of infanc Cerebral palsy Dyspeptic dystonio with hiatus hernia Ataxia-teleangiectasia Focal dystonia Hallervorden-Spotz syndrome Hemidystonia Idiopatic torsion dystonia Leber disease Myoclonic dystonia Segawa dystonia with diurnal fluctuation Subacute necrotizing Encepholomyelopathy Dystonio Parkinson syndrome Ensefalitis virus GM2 gangliosidosis PKU Triosephosphate isomerase Deficiency Wilson's disease Bethonecol, buthirophenone, carbamazepine, Phenothiazine, reserpine, tetrabenazine Munchausen syndrome simulating dystonia Paroxysmal sleep dystonia
PENATALAKSANAAN Distonia primer : • Triheksyphenidyl : Dosis 6-60 mgl/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg / hari pada anak 4 tahun sedangkan anak yang lebih besar dapat dimutai dengan dosis 1 mg / hari matam hari dan dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu. • Carbidopa / levodopa : Dosis 4-5 mg / kgBB / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg / kgBB / hari • Baclofen : Dosis 10-60 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari. • BOTOX Distonia sekunder : • Reserpin 20 µg / kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg / hari dibagi dalam dua dosis • Difenhidramin 1-1,25 mg / kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan dengan 1-1,25 mg / kg PO (maks 50 mg) setiap 6-8 jam selama 1-3 hari .
TUMOR OTAK Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe set yang terlibat maupun terapinya. KRITERIA DIAGNOSIS Klinis : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran, penurunan fungsi jantung dan pernafasan. Menurut lokasi : • Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disartria, hemiparesis disertai parese saraf otak, TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran. • Tumor di batang otak : kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan ganda, nyeri kepala, parese saraf otak dan hemiparese motorik, perubahan pernafasan, TTIK. • Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan koordinasi, gangguan berjalan (ataksia). Gejala-gejala ini dapat bercampur. Pemeriksaan neurologis Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia, refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif. Radiologi : CT scan dengan kontras, MRI Laboratorium : Biopsi tumor Gold Standard : CT scan kepala dengan kontras, biopsi Patologi Anatomi : Menentukan jenis tumor DIAGNOSIS BANDING Abses otak Tuberkuloma di otak PENATALAKSANAAN • Medikamentosa : steroid untuk edem otak (loading : deksametason 1-2 mg / kgBB sampai 10 mg, kemudian 1-1,5 mg / kgBB / hari, maksimum 16 mg / hari dibagi dalam 4 dosis) • Tindakan : Operasi VP shunt Radiasi PENYULIT Kejang, hidrosefalus KONSULTASI Bedah syaraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis JENIS PELAYANAN Rawat inap RS TENAGA
Standar Prosedur Operasional
DAFTAR ISI Hal 1.
Elektroensefalografi ...................................................................................................
2.
Elektromiografi ...........................................................................................................
3.
Lumbal Pungsi ...........................................................................................................
4.
Mielografi .................................................................................................................
5.
Tes Perspirasi ............................................................................................................
6.
Trans Cranial Doppler (TCD) .....................................................................................
7.
Neurorestorasi ............................................................................................................
8.
Neuropsikologi ...........................................................................................................
9.
Injeksi Toksin Botulinum (BOTOX) ............................................................................
10. Polisomnografi ........................................................................................................... 11. Intubasi Endotrakeal .................................................................................................. 12. Penentuan Mati Batang Otak (MBO) ......................................................................... 13. Neuro Oftalmologi Klinik .............................................................................................
ELEKTROENSEFALOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: EEG adalah alat elektromedik yang digunakan untuk merekam aktivitas listrik otak, melalui tengkorak yang utuh.
TUJUAN
: Untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi maupun struktur lapisan otak bagian luar.
KEBIJAKAN
: Prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan RS dengan melibatkan SMF dalam penyusunan, evaluasi dan tindak lanjut.
INDIKASI : 1. Pasien dengan kemungkinan epilepsi 2. Pasien yang diduga menderita kejang 3. Pasien dengan penurunan kesadaran / koma 4. Mengevaluasi efek serebral pada penyakit metabolik sistemik 5. Mengevaluasi tidur (sleep study) 6. Memonitor aktifitas serebal pada pasien dalam narkose umum KONTRA INDIKASI : Tidak ada PERSIAPAN ALAT : 1. Mesin EEG (untuk mesin digital, minimal dengan 24 channel) 2. Kertas perekam bergaris untuk mesin analog 3. Elektroda 4. Scrubbing gel 5. Elektroda paste 6. EKG gel 7. Kapas alkohol 8. Alat pengukur kepala (meteran dari kain / plastik dengan lebar < 1 cm) 9. Pinsil penanda khusus untuk kulit.
ELEKTROENSEFALOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PESIAPAN PENDERITA : 1. Penderita dan keluarga penderita diberi penjelasan tentang maksud pemeriksaan. 2. Penderita datang dalam keadaan kulit kepala bersih (rambut sudah dicuci pagi harinya dan jangan diolesi minyak rambut). 3. Penderita anak-anak yang tidak kooperatif mendapat Chlorpromazine 1 mg / kg BB peroral minimal 1 mg / kg BB / IM atau peroral. PROSEDUR : 1. Memberitahu pasien mengenai apa yang akan dilakukan, dan juga memberi pengertian bahwa rekaman ini adalah untuk merekam aktifitas listrik otak. 2. Minta pasien agar kooperatif dan menuruti permintaan teknisi saat rekaman agar menghasilkan rekaman yang baik. 3. Terangkan pada pasien aktivasi apa saja yang akan dilakukan selama rekaman (aktivasi standar : membuka dan menutup mata, hiperventilasi, stimulasi fotik, mental aktivasi, tidur). 4. Tanyakan mengenai bentuk kejang / aura yang mendahului kejang, minta pasien untuk memberi tahu bila sensasi ini timbul pada saat direkam. 5. Ajarkan pasien melakukan HV dengan baik (pada anak dapat dipakai simulasi dengan meniup kertas). 6. Mengukur kepala pasien menggunakan sistim 10 - 20. 7. Bersihkan kepala dengan ‘scrubbing gel’ atau alkohol. 8. Posisi pasien dapat duduk / berbaring (anak dapat dipangku orang tuanya). 9. Lama rekaman minimal 20 - 30 menit. 10. Buat suasana agar pasien merasa tenang dan tidak tegang. 11. Rekaman dilakukan dengan pasien menutup mata (pasien hanya boleh membuka mata bila teknisi meminta untuk membuka mata). 12. Untuk EEG ‘analog' lakukan kalibrasi sebelum mulai perekaman, dapat dipilih beberapa montage yang dapat mewakili semua area di kepala, perlu dilakukan perekaman pada referential dan bipolar montage. Aktivasi pada pasien hanya dilakukan pada bipolar longitudinal montage. 13. Mulai dan akhiri rekaman pada saat pasien dalam keadaan tenang/ rekaman dalam keadaan baik. 14. Teknisi diminta untuk mencatat hal-hal yang terjadi pada saat melakukan rekaman (memberi anotasi) 15. Bila pasien kejang pada saat rekaman, teknisi wajib menghubungi dokter yang bertanggung jawab di laboratorium EEG tersebut. 16. Cuci bersih kepala pasien dari pasta setelah selesai merekam. 17. Cuci elektroda dari pasta dengan cara merendam selama 15-30 menit. KRITERIA TENAGA : 1. Tehnisi EEG yang terampil mengukur dan trampil menggunakan alat EEG. 2. Electroencephalographer.
ELEKTROMIOGRAFI (EMG) SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: EMG adalah alat elektromedik yang digunakan untuk merekam kecepatan hantar saraf.
TUJUAN
: Untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi sistem saraf perifer.
KEBIJAKAN
: Prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan RS dengan melibatkan UP dalam penyusunan, evaluasi dan tindak lanjut.
PROSEDUR : a. Persiapan Alat EMG : 1. Periksa semua kabel penghubung, dan perhatikan hubungan kabel-kabel dengan mesin EMG. 2. Ground untuk mesin terpasang dengan baik sebelum mesin dihidupkan. 3. Persiapan elektroda-elektroda. Elektroda jarum harus disterilkan dahulu sebelum digunakan. 4. Siapkan alat-alat yang digunakan : kapas, alkohol, pasta elektroda, abrasive, pita pengukur, tinta penanda, plester perekat, buku pencatat, dll. b.
Persiapan Penderita : 1. Penerangan sejelas-jelasnya kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan. 2. Pada tiap penderita sebelum dikerjakan EMG harus diperiksa lebih dahulu. a. Anamnesis yang cermat tentang riwayat penyakitnya. b. Pemeriksaan neurologis yang diteliti. c. Pemeriksaan x-ray foto atau laboratorium (kalau ada). 3. Lepaskan pakaian penderita sehingga otot yang akan diperiksa terlihat dengan jelas. 4. Alat-alat dari logam sebaiknya dilepas (arloji, cincin, dll).
c.
Cara Kerja : 1. Hubungkan kabel daya yang tersedia ke soket sumber arus AC dengan instrumen dan colokkan kabel ke dalam outlet AC. 2. Tekan tombol ON pada monitor. 3. Tekan tombol MENU untuk memanggil layer menu. 4. Pilihlah menu yang diinginkan dari table menu di bagian atas layer (NCV1 MCV, NCV2 MCV, H-RFLX, F wave) 5. Tekan tombol MONITOR lalu tombol Stim l Sweep. 6. Bersihkan kotoran dan minyak di kulit dengan alkohol, usap dengan tissue / skinpure. 7. Berikan jelly pada elektroda. 8. Eratkan elektroda dengan kulit menggunakan plester / hipafix. 9. Letakkan elektroda referens dan elektroda aktif. 10. Letakkan ground antara elektroda aktif dan etektroda stimulasi.
17. Tekan tombol STORE. 18. Untuk mencetak, tekan tombol RECORD.
LUMBAL PUNGSI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Tindakan Lumbal Pungsi adalah suatu tindakan untuk memperoleh likuor serebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintasan liquor.
INDIKASI : 1. Indikasi diagnostik, dengan cara memeriksa : - Komposisi LCS - Dinamik LCS - Bakteriologis - Neuroradiologis: caudo / myelografi → memasukkan zat kontras. 2. Indikasi terapeutik : Pemberian antibiotik, kortikosteroid. 3. Untuk follow up suatu penyakit. KONTRAINDIKASI : 1. Tekanan intrakkranial meningkat (funduskopi : papiledema(+)) 2. Bila diduga ada tumor intrakranial 4 terutama di fossa posterior 3. Kontraindikasi relatif bila ada luka / infeksio di tempat LP ALAT DAN BAHAN : 1. Jarum LP (Spinal needle) No. 18, 20 2. Kapas lidi beberapa buah 3. Larutan Betadin, alkohol 4. Larutan Nonne dan Pandy (bila ada) dan 2 buah tabung reaksi 5. Botol kecil steril (untuk menampung LCS) 6. Sarung tangan steril 7. Nierbecken 8. Spuit 2,5 cc, aqua steril 25 cc 9. Kasa steril, plester, dan korentang + duk berlubang steril PROSEDUR : 1. Baringkan miring sisi kiri, bawa sedekat mungkin ke sisi kanan tempat tidur. 2. Posisikan penderita seolah mencium lututnya. 3. Punggung berada pada posisi vertikal. 4. Desinfeksi daerah punggung bawah berpusat di tempat yang telah ditandai sebagai tempat melakukan LP celah vertebra L3-4 atau ditandai sebagai tempat melakukan LP (celah vertebra L3-4 atau L4-5) lakukan penusukan jarum spinal mengarah ke umbilicus. 5. Sampai terasa sensasi seperti menembus kertas, cabut mandren, bila LCS keluar periksa aspek, warna, kecepatan tetesan, lakukan Quickenstedt test dengan menekan kedua vena jugularis. 6. Ambil tabung Nonne dan Pandy lalu teteskan LCS ke dalamnya dan dinilai, ambil tabung steril
MIELOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Pemeriksaan Myelografi adalah suatu pemeriksaan penunjang dengan cara menyuntikkan suatu bahan (gas, zat kontras) ke dalam kanalis spinalis melalui tindakan pungsi lumbal, kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar X untuk memperoleh gambaran tentang kanalis spinalis.
TUJUAN
: Untuk mengetahui adanya kelainan dalam kanalis spinalis, terutama proses yang berpengaruh terhadap jalannya liquor misalnya : HNP, tumor dalam kanalis vertebralis, araknoid adhesiva, trauma medula spinalis yang telah sembuh (bukan fase akut trauma medula spinalis).
KEBIJAKAN
: Rumah sakit memiliki langkah-langkah yang benar dan terbaik berdasarkan ketetapan bersama untuk melakukan tindakan Myelografi.
KONTRAINDIKASI
: Infeksi sekitar tempat lumbal pungsi Hipersensitif terhadap bahan kontras
BAHAN DAN ALAT : 1. Seperti persiapan untuk Lumbal Pungsi (LP) 2. Spuit steril : 10 cc 1 (satu) buah 3. Spuit steril : 5 cc 1 (satu) buah 4. Spuit steril : 2 cc 1 (satu) buah 5. Jarum Pungsi Lumbal dengan klap / kran 6. Zat kontras 1 buah (Omnipaque 300 U 20 cc) 7. Adrenalin inj. 1 ampul, Dexametason Inj. 2 ampul (persiapan bila terjadi shock anafilaktik) 8. Suntikkan Kontras misal iopamiro 300 - 370 mg% 1 botol (tergantung lokalisasi lesi) : * Servikal ± 20 ml, * Torakal ± 20 ml * Lumbal ± 10 ml 9. Bantal tipis : 2 (dua) buah. KONTRA INDIKASI : Ada infeksi dalam kanalis atau dalam likuor, antara lain meningitis, mielitis. Hipersensitif terhadap bahan kontras. PERSIAPAN PENDERITA : 1. Klinis mempunyai indikasi untuk myelografi. 2. Telah dilakukan LP sebelumnya (minimal 7 - 10 hari yang lalu) tidak selalu bila kasus cito operasi bila langsung.
10. 11.
Dilakukan oleh dokter spesialis / residen dengan bimbingan spesialis dibantu oleh radiolog / radiografer. Alat dan obat emergensi harus disiapkan.
MIELOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PROSEDUR : 1. Sebelum pemeriksaan penderita diberi lugol 3 kali 10 tetes selama 3 hari berturut-turut atau dengan sensitiviti test kontras yang hendak dipakai di test di daerah volar dengan pengenceran 1 : 10 sebanyak 1 cc. 2. Bila tidak ada reaksi alergi pemeriksaan myelografi dapat dilakukan. 3. Setelah penderita, ruangan radiologi dan alat siap, penderita dibaringkan dengan letak kepala tergantung pada letak lesi (pada lesi tinggi torakal / servikal → kepala di ujung meja yang dapat dimiringkan paling rendah, sebaliknya pada lesi rendah). 4. Dilakukan LP seperti biasa, jaga sterilitas. 5. Setelah LP berhasil, likuor dikeluarkan sebanyak berapa banyak kontras yang hendak dimasukkan kemudian kontras dimasukkan (iopamiro / ultravist / omnipaque) yang telah disiapkan dibuka. 6. Masukkan kontras 10 - 20 cc dengan spuit 20 cc (Lumbal 10 cc, torakal 15 cc, servikal 20 cc) dengan pemompaan terfiksir. 7. Tarik mandrin dan ditutup dengan kasa steril. 8. Selanjutnya dilakukan fluoroskopi dan foto sambil mengubah posisi / sudut meja sesuai keperluan. 9. Setelah pemeriksaan dilakukan pasien harus berbaring selama 24 jam.
TES PERSPIRASI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Pemeriksaan TES - PERPIRASI adalah suatu pemeriksaan terhadap fungsi sekresi kelenjar keringat, sebagai salah satu fungsi saraf otonom.
TUJUAN : 1. Untuk mengetahui terganggu tidaknya pengeluaran keringat pada lesi susunan saraf terutama lesi medulla spinalis. 2. Menetapkan tinggi lesi / batas lesi medulla spinalis ditingkat torakolumbar. DASAR
: Keringat membantu terjadinya reaksi amylum dan jodium → perubahan warna amylum menjadi biru / ungu.
BAHAN : 1. Alkohol 2. Jodium tincture : R/ Jodium 2,5 gr Oleum Ricini 15,0 cc Alkohol 150,0 cc 3. Tepung kanji (amylum) 4. Lidi kapas beberapa batang 5. Aspirin / asetosal 6. Selimut / lampu PROSEDUR : 1. Penderita sepatutnya diberitahu dan diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan. 2. Pagi-pagi + 1/2 - 1 jam sebelum pemeriksaan → beri tablet aspirin / asetosal. 3. Bersihkan kulit penderita, olesi dengan alkohol sepanjang daerah yang diperiksa. 4. Lalu sapukan larutan jodium sepanjang badan sepasang di ventral dan dorsal. 5. Setelah kering ditaburkan amylum di sepanjang garis jodium tersebut. 6. Penderita di “exposure” dengan panas, misalnya dengan selimut atau lebih baik dengan lampu agar timbul keringat. 7. Pada kulit yang berkeringat, jodium akan bereaksi dengan amylum dan menimbulkan warna biru / ungu. 8. Baca daerah-daerah yang mengalami perubahan warna amylum dan yang tidak ada perubahan. HASIL : Normal (terjadi pengeluaran keringat), ada perubahan warna. Interpretasi = dikaitkan dengan gejala-gejala klinik yang lain.
TRANS CRANIAL DOPPLER SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
:
Pemeriksaan TCD adalah suatu pemeriksaan non-invasive terhadap hemodinamika aliran darah otak pada pembuluh darah otak intrakranial dan ektrakranial, melalui jendela insonansi di leher, transtemporal, transorbital, submandibular, dan suboksipital dengan menggunakan gelombang suara ultrasound dari alat TCD.
TUJUAN
:
Untuk memperoleh informasi tentang hemodinamika aliran darah otak sekaligus mendeteksi kemungkinan adanya kelainan pada pembuluh darah otak utama yang mendasari terjadinya penyakit tertentu.
KEBIJAKAN
:
Pemeriksaan TCD hendaknya dilakukan secara rutin pada mereka dengan faktor risiko penyakit serebrovaskular atau gangguan hemodinamika aliran darah otak.
PROSEDUR : 1. Colokkan kabel listrik alat TCD pada sumber listrik yang tersedia dengan voltase sekitar 220 volt yang memiliki stabilizer (UPS), sistem grounding di bawah 0,5 ohm. 2. Hidupkan alat TCD dengan menekan tombol ON (POWER) pada hard disk, monitor, printer. 3. Gerakan kursor ke "Name" lalu ketik nama pasien memakai key board. 4. Tekan "ENTER" 5. Ketik nomor register memakai keyboard 6. Tekan "ENTER" 7. Klik kursor - atau + tampak gambar satu kotak dengan garis datar di tengah 8. Tampak pula indikator power, gain, signal, gate, vessel, range, depth, dsb 9. Atur power ke angka 100, gate 11,8, gain 30, signal 30 range 100 dengan menekan kursor untuk menurunkan ke nilai rendah atau menekan kursor + untuk menaikkan angka-angka sesuai kebutuhan. 10. Arahkan kursor ke vessel lalu tekan tombol + atau - sehingga akan muncul nama-nama pembuluh darah secara berturut-turut RMCA, RBIFURC, RACA, RCPA, RPA, RTICA, ROA, RICA, RVA, LMCA, LBIFURC, LACA, LCPA, LPCA, LTICA, LOA, LVA, disesuaikan dengan pembuluh darah mana yang akan diperiksa. 11. Berikan penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan bahwa pemeriksaan ini tidak berbahaya, tidak sakit, menggunakan gelombang suara, probe ditempelkan di kepala, kelopak mata, serta leher, hanya perlu kooperatif, tenang agar pemeriksaan berjalan lancar 12. Selama pemeriksaan pasien dapat berbaring terlentang atau duduk, sebaiknya terlentang agar pasien merasa relaks 13. Pilih probe yang 2 MHz, lalu olesi jelly pada ujungnya 14. Probe yang telah diolesi jelly lalu ditempelkan pada kepala sesuai dengan pembuluh darah yang akan diperiksa 15. Untuk memeriksa RMCA, RBIFURC, RACA, RPCA probe ditempelkan pada jendela
20. 21.
Untuk memeriksa a.karotis interna probe ditempelkan pada submandibular di bawah angulus mandibula kanan / kiri Setiap gambar yang muncul pada saat dilakukan insonansi dapat di save dengan menekan tombol freez pada kursor
TRANS CRANIAL DOPPLER SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Setiap selesai pemeriksaan pada satu jendela insonansi, jelly yang masih menempel pada kulit kepala pasien langsung dibersihkan dengan tissue. Pemeriksaan untuk pasien telah dianggap selesai. Pemeriksa selanjutnya mengatur tampilan dan urutan gambar. Pada layar monitor muncul angka-angka peak sistole, end diastolic, mean, PI, Rl, depth, gain, signal, power, nama-nama pembuluh darah, gambaran / pola gelombang. Setiap halaman pemeriksaan terdiri dari enam gambaran pembuluh darah. Untuk pindah ke halaman berikut (tiga halaman) arahkan kursor ke "page" lalu tekan + / Setelah selesai dilakukan insonansi, pasien dapat bangun atau meninggalkan tempat pemeriksaan. Pasien menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu. Bila pada tampilan gambar anak panah penunjuk peak sistole dan end diastolic tidak tepat, maka kursor diarahkan pada indikator "next" untuk mengatur anak panah vertikal menunjuk ke peak sistolic menekan - dan ke end diastolic menekan + lalu tekan freez pada kursor, sehingga keluar nilai dari peak sistolic, end diastolic, mean, PI, RI untuk setiap pembuluh darah yang diperiksa. Setiap hasil yang diperoleh disave dengan mengarahkan kursor ke "save" lalu tekan - atau + Gambar yang diperoleh dapat diatur secara berurut antara setiap pembuluh darah sisi kanan berpasangan dengan sisi kiri dengan mengarahkan kursor pada format lalu ditekan - atau + Tampak pada monitor sederetan nama-nama pembuluh darah Urutan pembuluh darah dapat diatur dengan mengarahkan kursor ke "select" dan "move" lalu tekan - atau + sesuai dengan urutan yang kita kehendaki Arahkan kursor ke "note" lalu tekan - atau + sehingga keluar angka-angka/ nilai pemeriksaan yang kita peroleh, termasuk identitas pemeriksa dan pasien Ketik umur pasien Ketik jenis kelamin Ketik diagnosa klinik Ketik / buat kesimpulan hasil pemeriksaan Tekan "home" pada keyboard maka akan terprint hasil pemeriksaan Arahkan kursor pada "file" lalu klik - atau + , data tersimpan Arahkan kursor pada "print", hasil pemeriksaan akan terprint bersama dengan gambar Arahkan kembali kursor pada "option" lalu tekan - atau + Matikan alat TCD dengan menekan tombol OFF pada layar monitor, hard disk, dan printer serta UPS Cabut colokan kabel listrik
NEURORESTORASI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
:
Prosedur aktif berdasarkan ilmu neurologi yang bertujuan untuk memperbaiki sistem saraf yang terganggu baik secara patologik maupun fungsional dengan memodifikasi secara selektif struktur dan fungsi kontrol saraf yang masih tersisa.
DASAR
:
-
Diagnosis klinis, jenis dan subtipe Stadium penyakit berdasarkan patogenesa (akut, subakut dan kronik) Level penyakit (patologik, "impairment", keterbatasan dan ketunaan) Komorbiditas, komplikasi dan faktor risiko Hasil pemeriksaan pembantu Obat-obatan yang sedang dimakan / riwayat alergi obat
ANAMNESIS
:
-
Keadaan defisit neurologist
TAMBAHAN
:
-
Riwayat sosial dan lingkungan keluarga Status gizi Riwayat pengobatan alternatif
ESESMEN
:
-
Kemampuan motorik, sensorik dan otonom Penilaian "posture" Penilaian tonus Penilaian balans Penilaian kognisi Penilaian ADL Penilaian kemampuan "care-giver"
TERAPI
:
-
Tindakan perawat (Fisiotherapist, Occupation therapist, Speech therapist) Tindakan oleh terapis (PT, OT, ST) Tindakan oleh psikologi Tindakan alternatif Program edukasi keluarga
EVALUASI & MONITOR : -
Status Neurologis Status fungsional
NEUROPSIKOLOGI Mini Mental State Examination SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen kognisi global untuk penapisan gangguan kognisi
1. 2. 3. 4.
Gangguan kesadaran Pendidikan kurang dari 3 tahun Gangguan indera penglihatan / pendengaran Afasia berat
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara dan psikotest
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – CDT SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen kognisi global, visuospasial dan konsep jam
1. 2. 3. 4.
Gangguan kesadaran Pendidikan kurang dari 3 tahun Gangguan indera penglihatan/ pendengaran Afasia berat
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara dan psikotest
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – FAQ SOP
Terbit : Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Pemeriksaan tingkat fungsional IADL
KONTRAINDIKASI
:
Tidak tersedia pengasuh
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara terhadap pengasuh
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI Global Deppression Scale SOP
Terbit : Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Penapisan gejala depresi
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI Neuro Psychiatric Inventory SOP
Terbit : Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Tes neuropsikiatri pasien & pengasuh
1. 2.
Gangguan kesadaran Tidak tersedianya pengasuh
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI – ADL SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Esesmen tingkat fungsional ADL (Activity Daily Living)
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – IADL SOP
Terbit : Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Esesmen tingkat fungsional Instrumental ADL
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. PensiL TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI Trial Making Tes A dan B SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen visuospasial, fungsi eksekutif dan setshifting
1. 2.
Gangguan kesadaran Kelemahan tangan dominan
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI Clinical Dementia Rating SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen fungsi kognisi dan fungsional untuk diagnostik demensia
1. 2.
Gangguan kesadaran Kelemahan tangan dominan
BAHAN YANG DIPERLUKAN : 1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran) 2. Pensil TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
INJEKSI TOKSIN BOTULINUM (BOTOX) SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
: 1.
2.
3.
Distonia Lokal • Blefarospasme • Distonia oromandibular, fasial, lingual • Distonia laringeal • Writer's cramp • Distonia lain Gerakan Involunter lain • Tremor • Mioklonik Palatal • Hemifasial spasme • Tick Lain-lain • Strabismus, nistagmus, miokimia, bruxism, stuttering, rigiditas, nyeri • Spastisitas • Back spasm • Spastic bladder • Akalasia • Pelvirectal spasm • Hiperhidrosis • Kosmetik
KONTRA INDIKASI : 1. 2.
3.
Pemakaian lama Hati-hati pada: • Myasthenia Gravis • Sindrome Labert-Eaton • Penyakit motor neuron Jangan diberikan bersama antibiotik lain
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kapas alkohol 70% Kapas kering Kassa steril Jarum suntik tuberkulin (tergantung besar otot yang dituju) Spuit 5 cc untuk pengenceran Vial BOTULLINUM TOXIN NaCl 0,9 %
ALAT DAN BAHAN :
PERSIAPAN
:
4. 5.
Setelah selesai digunakan, maka harus disimpan dalam lemari es (bukan freezer) dan digunakan dalam waktu 4 jam sejak dilarutkan. Kadar obat per cc, tergantung jumlah pelarut (setiap botol 100 unit).
INJEKSI TOKSIN BOTULINUM (BOTOX) SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Jumlah pelarut yang ditambahkan 1 cc 2 cc 4 cc 8 cc
unit BOTOX per 0,1 cc 10 u 5u 2,5 u 1,25 u
TEKNIK TINDAKAN : 1. 2. 3. 4.
TEMPAT
:
KOMPLIKASI
:
Pasien pada posisi supine atau duduk. Asepsis daerah injeksi dengan kapas alkohol 70%. Menggunakan jarum tuberkulin (1 cc) # 27-30 pada otot kecil di fasial dan leher, jarum yang lebih besar # 24, digunakan untuk otot yang lebih besar. Bila ada, EMG dapat digunakan untuk deteksi dan sekaligus menyuntikkan botox ke otot tersebut.
Poliklinik Rawat Jalan
1. 2. 3.
Pada penyuntikan otot daerah wajah, dapat menyebabkan ptosis, perdarahan subkonjunktiva dan melukai kornea. Pada penyuntikan otot daerah leher, dapat menyebabkan disfagia. Pada penyuntikan otot daerah ekstremitas, dapat menyebabkan kelemahan temporer.
POLISOMNOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
OVERVIEW
: • • • •
INDIKASI
: • • • • • • • • • • • •
KONTRAINDIKASI Tidak ada
Polisomnografi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kumpulan sistematika macam-macam parameter fisiologis selama tidur. Polisomnografi digunakan untuk mengevaluasi tidur dan bangun abnormal dan gangguan fisiologis yang mempunyai akibat pada tidur dan / atau bangun. Polisomnogram terdiri atas rekaman simultan dari parameter fisiologis yang tekait dengan tidur dan bangun. Interaksi antara berbagai sistem organ selama tidur dan bangun juga dievaluasi. Menurut Standar Internasional sebuah polisomnogram minimal harus mempunyai 4 channel neurofisiologis : (1) Satu channel EEG / Electroencephalography untuk memonitor tahap tidur (2) Dua channel EOG / Electrooculogram untuk memonitor gerakan mata horisontal dan vertikal serta (3) Satu channel EMG / Electromygraphy (mentalis dan submentalis, anterior tibialis) untuk merekam atonia atau REM sleep. Parameter lain yang dievaluasi : saturasi oksigen, nasal dan oral airflow (aliran udara hidung dan mulut), rib cage dan abdominal respiratory effort (usaha pernafasan rongga dada dan perut). Circadiann rhythm disorders Narcolepsy Idiopathic hypersomnia Sleep apnea syndrome Upper airway resistance syndrome Disorders of arousal Disorders of sleep-wake transition Nightmare REM Behavior disorders Medical-psychiatric disorders Bruxism Restless legs syndrome and peridic limb movement disorders
:
ALAT DAN BAHAN-BAHAN : • Laboratorium Sleep • Alat polisomnografi • Video recording dan monitoring pasien untuk tehnik observasi
•
Memberi tahu pasien mengenai apa yang akan dilakukan dan memberi pengertian secara garis besar tentang pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan.
POLISOMNOGRAFI SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
• • •
Teknisi Polisomnografi Spesialis Saraf Spesialis Saraf Konsultan Sleep Disorder
•
Laboratorium Sleep : ruang tidur yang sunyi yang dilengkapi dengan video monitor dengan cahaya redup atau infra red, instrumen perekam, Multi Channel Polygraph yang mampu merekam ECG, EOG, EMG dengan monotoring respirasi, ECG, rekaman tekanan oeshopageal, oksigenasi darah, pH dan temperatur rectal.
:
INTUBASI ENDOTRAKEAL SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
: 1. 2. 3.
KONTRAINDIKASI Tidak ada
:
BAHAN
:
TEKNIK Persiapan :
4. 5. 6. 7. 8.
Proteksi jalan nafas. Menanggulangi obstruksi jalan nafas. Sarana untuk melakukan terapi oksigen termasuk pernafasan. Gagal nafas. Syok. Terapi hiperventilasi pada peninggian tekanan intrakranial. Mengurangi beban otot pernafasan. Sebagai sarana untuk pembersihan jalan nafas.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sarung tangan, masker dan pelindung mata untuk operator Laringoskop Pipa endotrakeal dengan berbagai ukuran Jelly pelumas yang mudah larut dalam air Obat anestesi topikal Stylet Konektor yang sesuai dengan ukuran pipa endotrakeal Suction Sumber oksigen Ambu bag Forseps Magil.
1.
Pastikan kelengkapan alat-alat, pastikan alat-alat tersebut berfungsi dengan baik. Operator siap dengan memakai sarung tangan, masker dan pelindung mata. Pastikan pasien telah terpasang infus, dan bila memungkinkan terpasang pulse oksimetri, EKG dan alat monitor tekanan darah.
:
2. 3.
CARA KERJA
mesin
: 1.
Operator berdiri di posisi kepala tempat tidur, ketinggian tempat tidur diatur sesuai dengan posisi yang cocok dengan operator.
4.
Lakukan penekanan krikoid (dapat dengan bantuan asisten), dan dipertahankan sampai pipa endotrakeal terpasang dan balon fiksasi (cuff) dikembangkan.
INTUBASI ENDOTRAKEAL SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15.
16.
Buka mulut dengan teknik posisi silang jari-jari tangan kanan (crossfinger) yaitu jempol tangan kanan diletakkan pada ujung gigi depan bawah dan jari telunjuk pada ujung gigi depan atas. Mulut dibuka dengan menggerakkan jari-jari tangan seperti gerakan menggunting (reverse scissor) dan selanjutnya laringoskop dimasukkan ke dalam mulut pasien. Dorong laringoskop, ujung blade menyusuri bagian sisi kanan mulut sampai mencapai pangkal lidah. Geser lidah ke arah kiri, pengontrolan posisi lidah ini adalah kunci visualisasi laring. Dorong blade lebih dalam ke posisi yang diinginkan, pada blade yang lurus ditempatkan di bawah epiglotis, sedangkan bila memakai blade lengkung ditempatkan di atas epiglotis. Traksi hendaklah mengikuti aksis panjang tangkai laringoskop dengan cara laringoskop mengangkat lidah menjauhi laring. Pada dasarnya hindari kontak blade laringoskop dengan gigi atas. Pastikan terlihat plika vokalis dan terbukanya glotis. Apabila plika vokalis dan glotis tidak terlihat, mintalah asisten untuk melakukan penekanan kartilago tiroid menggunakan jari jempol dan telunjuk dengan gerakan sebagai berikut : menekan ke arah vertebra servikal (backward) kemudian ke arah laring superior (upward) dan geser 2 cm ke arah kanan pasien (rightward). Masukkan pipa endotrakeal dengan gentel melewati celah plika vokalis, tahan pipa / stilet dengan tangan kanan. Dengan hati-hati keluarkan stilet dan laringoskop. Operator tetap mempertahan posisi pipa endotrakeal; biasanya pada laki-laki dewasa posisi 23 cm dan pada wanita 21 cm (posisi di depan gigi). Kembangkan balon fiksasi (cuff). Pastikan pipa dalam posisi tepat, dengan cara : a. Inspeksi dan auskultasi dinding dada simetris kanan-kiri. b. Menggunakan monitor atau detektor CO2 kwalitatif atau dengan bantuan alat detektor esofagus. c. Adanya pengembunan pada pipa endotrakeal selama ekspirasi. d. Adanya suara nafas melewati pipa endotrakeal bila pasien bernafas spontan. e. Rontgen thoraks (ujung tube berada 2-3 cm di atas karina) Stabilisasi pipa endotrakeal dengan plester atau menggunakan alat khusus penstabil pipa endotrakeal.
KRITERIA TENAGA : Dokter atau petugas kesehatan lain yang terlatih.
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MBO) SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Pengertian : Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak berupa : 1. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi ). 2. Tidak teradapat sentakan epileptik. 3. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak. 4. Tidak terdapat nafas spontan. Syarat Pengujian MBO 1. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apneu karena kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan MBO 2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia) Prosedur Pengujian MBO Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap yaitu: 1. Tidak ada respon terhadap cahaya. 2. Tidak ada refleks kornea. 3. Tidak ada refleks vestibulo-okuler. 4. Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik. 5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakhea. 6. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan cara : • Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit. • Pastikan pCO2 awal testing dalam batas 40 - 60 torr dengan memakai kapnograf dan atau analisa gas darah. • Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan trakea dengan O2 100%, 6 liter / menit melalui kateter intra trakeal melewati karina. • Lepaskan ventiltor selama 10 menit. • Bila pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan positif (henti nafas menetap). • Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulangi lagi 25 menit kemudian. • Bila tes tetap positif, pasien dinyatakan mati, kendatipun jantung masih bersenyut. Kriteria Tenaga : Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis anestesiologi / intensivist dan 1 dokter spesialis saraf. Tempat : Ruang ICU atau HCU
NEURO OFTALMOLOGI KLINIK SOP
Terbit :
Disahkan Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN Bidang Neuroopthalmologi adalah cabang ilmu Neurologi yang mendalami gejala klinis yang timbul akibat lesi dan kerusakan anatomik / fungsional dari jaras-jaras visual mulai retina sampai ke pusat visual beserta asosiasinya. Selain itu dikaji juga manifestasi klinik spesifik mobilisasi okular dalam kaitannya dengan penyakit neurologik TUJUAN Memberikan keterangan pada ahli saraf untuk mengenal 1. gangguan visus karena kelainan neurologi struktural / fungsional 2. gangguan mobilitas okular karena penyakit neurologik struktural / fungsional 3. memberikan saran-saran tindakan-tindakan lanjutan untuk menegakkan diagnosa atau memberikan saran-saran pengobatan INDIKASI Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang mengeluhkan tanda-tanda kelainan gerakan okuler / bola mata dan gangguan visual /penglihatan, hipertensi dan diabetes. KONTRAINDIKASI : PERSIAPAN ALAT 1. Oftalmoskop 2. Snellen card 3. Campimetri (Goldmann) 4. Optional digital campimetri 5. Byerrum screen 6. Ischihara chart 7. Lampu sorot mobile 8. Amsler Grid 9. Midriasil & miotikum 10. OKN PERSIAPAN PENDERITA Tak perlu ada persiapan pre pemeriksaan hanya penjelasan apa yang akan dilakukan PROSEDUR 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Tanda Vital 3. Pemeriksaan Status Generalis 4. Pemeriksaan Status Neurologis 5. Pemeriksaan Status Neuro Oftalmologi KRITERIA TENAGA Konsultan Neuro Oftalmologi (akreditasi PERDOSSI) TEMPAT
PENUTUP Sebagai penutup Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi 2006 ini, kami haturkan segala puji dan syukur pada ALLAH SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan sehingga buku pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga buku ini memiliki manfaat yang luas, khususnya bagi sejawat dokter dan ahli saraf. Dan semoga manfaat tersebut menjadi kebaikan bagi kami serta para kontributor. Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Seperti telah diutarakan sejak awal, kami menyadari bahwa para sejawat akan banyak menemukan kekurangan dalam buku ini, meskipun disusun oleh para kontributor yang capable dengan menggunakan referensi yang terpercaya serta pengalaman klinis yang panjang. Hal ini amat niscaya mengingat sifat ilmu, khususnya disiplin ilmu yang kita geluti (neurologi) yang senantiasa berubah dengan cepat. Karena itulah, segala masukan, baik kritik maupun saran amat kami hargai demi perbaikan untuk masa yang akan datang mengingat pedoman ini akan senantiasa kami revisi secara berkesinambungan. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu tersusun dan terbitnya buku pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi 2006 ini. Kami juga mohon maaf atas segala kekurangan kami. Selamat membaca, menggunakan dan memanfaatkan buku ini.
Lampiran 1
Keluhan yang mengarah pada demensia (trigger) Gangguan dalam :1. Belajar dan menyimpan informasi baru, 2. Menangani tugas kompleks, 3. Pemecahan masalah, 4. Kemampuan spasial / orientasi, 5. Fungsi berbahasa, 6.Tingkah laku
Esesmen klinik ● Anamnesis : Pasien / Pengasuh ● PD Lengkap (7 langkah)
Tidak
● Esesmen Kognitif: MMSE / CDT ● Esesmen Fungsional: FAQ / ADL / IADL
Ya
Penurunan fungsi kognisi dan kemampuan fungsional
Delirium atau depresi? Curiga demensia
Bukan demensia
Tidak
Ragu
• • •
Demensia
Neuroimaging Skor iskemik Hachinski Pemeriksaan : CDT, Trail Making Test, EXIT 25, CDR, NPI, digit symbol test
Demensia Alzheimer
Demensia Vaskuler
Tatalaksana / follow up
Tatalaksana / follow up
ragu
Ya
Obati
Kriteria Diagnosa Probable VaD NINCDS-AIREN
Demensia degenerasi lain, dll
Tatalaksana / follow up
ragu
Rujukan ke spesialis untuk evaluasi lanjut
ragu
Lampiran 2
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL MINI (MMSE) Sumber : POKDI FUNGSI LUHUR PUSAT (modifikasi FOLSTEIN)
Nama Pasien : .................... (Lk / Pr) Umur : ................ Pendidikan .............. Pekerjaan : ................ Riwayat Penyakit : Stroke ( ) DM ( ) Hipertensi ( ) Peny. Jantung ( ) Peny. Lain ................................ Alasan diperiksa ..................................... Pemeriksa : ................................... Tgl .............................. Item
Tes
1 2
ORIENTASI Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai / kamar)
3
4
5
6 7 8 9 10 11
REGISTRASI Sebutkan 3 buah nama benda (Apel, Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan. ATENSI DAN KALKULASI Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata "WAHYU" (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai) MENGINGAT KEMBALI (RECALL) Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas BAHASA Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) Pasien disuruh mengulang kata-kata : " namun", "tanpa", "bila" Pasien disuruh melakukan perintah : "Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai". Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah "Pejamkanlah mata anda" Pasien disuruh menulis dengan spontan Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini
Total
Skor : Nilai : 24 -30 : normal Nilai : 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai : 0-16 : definite gangguan kognitif
Nilai mak.
Nilai
5 5
…. ….
3
….
5
….
3
….
2 1 3
…. …. ….
1 1 1
…. …. ….
30
….
PEJAMKAN MATA ANDA
Lampiran 3
Kuesioner Aktivitas Fungsional (FAQ) Cara Penilaian: Pilih salah satu diantara 4 kategori dibawah ini yang menggambarkan keadaan pasien saat ini untuk setiap pertanyaan di atas : 1. Nilai 3 : Ketergantungan penuh 2. Nilai 2 : Memerlukan bantuan 3. Nilai 1 : Dapat melakukan sendiri tapi dengan kesulitan atau tidak pernah melakukan dan akan mengalami kesulitan saat ini 4. Nilai 0 : Dapat melakukan sendiri tanpa kesulitan atau tidak pernah melakukan tetapi dapat melakukannya Kegiatan 1.
Menulis cek, membayar tagihan, dan melakukan pembukuan buku cek
2.
Mengumpulkan dan mengurus catatan pajak atau surat menyurat bisnis
3.
Berbelanja sendiri pakaian, keperluan rumah tangga dan bahan makanan
4.
Melakukan hobi atau permainan yang memerlukan ketrampilan
5.
Memasak air, membuat kopi, dan mematikan kompor
6.
Menyiapkan makanan
7.
Dapat mengikuti peristiwa-peristiwa yang baru terjadi
8.
Dapat memperhatikan, mengerti dan mendiskusikan acara TV, buku, artikel majalah
9.
Dapat mengingat janji, hari libur, dan kegiatan-kegiatan keluarga dan waktu minum obat
10.
Berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumah, membawa kendaraan, bepergian dengan kendaraan umum
Skor
(Adaptasi dari Pfeffer, Kurosaki TT, Harrah CH, et al. Measurement of functional activities of older adults in the community. J. Gerontol 1982; 37 (3) : 323-9)
Penilaian
: Skor total antara 0 (mandiri) sampai 30 (ketergantungan total) Skor total lebih dari 9 atau kesulitan > aktivitas diatas mengindikasikan adanya gangguan aktivitas fungsional yang signifikan
NB : Pertanyaan harus disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan setempat responden
Lampiran 4
SKALA DEPRESI GERIATRIK 15 (Yesavage) Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaaan anda dalam satu minggu terakhir.
1.
Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
2.
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
Ya
TIDAK
kesenangan anda?
YA Tidak
3.
Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
YA Tidak
4.
Apakah anda sering merasa bosan?
YA Tidak
5.
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
Ya
6.
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
YA Tidak
7.
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda?
Ya
8.
Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
YA Tidak
9.
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda
TIDAK
TIDAK
YA Tidak YA Tidak
dibanding kebanyakan orang? 11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan
Ya
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini?
YA Tidak
13. Apakah anda merasa anda penuh semangat?
Ya
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan?
YA Tidak
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari pada anda?
YA Tidak
Skor
: Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar Ø Setiap jawaban bercetak tebal dan berhuruf besar mempunyai nilai 1 Ø Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi Ø Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
TIDAK
Tidak
Lampiran 5
NRI (NEURO -PSYCHIATRY INVENTORY) Pemeriksaan komprehensif untuk psikopatologi pada Demensia, terdiri dari 12 item perilaku SYMPTON 1.
Delusi
2.
Halusinasi
3.
Agitasi
4.
Depresi
5.
Ansietas
6.
Euforia
7.
Apatis
8.
Disinhibisi
9.
Iritabilitas
10.
Perilaku motorik menyimpang
11.
Perilaku di waktu malam hari
12.
Gangguan makan dan selera makan
FREKUENSI (F)
KEPARAHAN (K) TOTAL= F x K DISTRESS
Dikutip dari Cummings JL : The Neuropsychiatric Inventory : comprehensive assesment of psychopathology in dementia. Neurology 44 : 2308-14
Penilaian Frekuensi (F) : 1 : Sesekali – kurang dari sekali dalam seminggu 2 : Sering – kira-kira sekali seminggu 3 : Seringkali – beberapa kali seminggu tapi tidak setiap hari 4 : Sangat sering – setiap hari atau terus menerus ada Penilaian Keparahan (K): 1 : Ringan – menyebabkan pasien sedikit tertekan 2 : Sedang – lebih mengganggu bagi pasien tapi dapat diatasi oleh caregiver 3 : Berat – sangat mengganggu bagi pasien dan sulit diatasi Skor Distress: 0 - tidak ada 1 - minimal 2 - ringan 3 - sedang 4 - sedang berat
Lampiran 6
Aktivitas Hidup Sehari-hari Activities of Daily Living (ADL) Instrumental Activitis of Daily Living (IADL) ADL Nilai ketergantungan pada bantuan : 0 : tidak perlu / mandiri 1 : sedikit membutuhkan bantuan 2 : banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh No
Ketergantungan
Aktivitas
0
1
2
1
Makan
0
1
2
2
Mengenakan dan melepaskan pakaian
0
1
2
3
Mensisir rambut dan bercukur
0
1
2
4
Berjalan
0
1
2
5
Turun dan naik ke tempat tidur
0
1
2
6
Mandi
0
1
2
7
Ke kamar mandi (toileting)
0
1
2
8
Membutuhkan bantuan untuk belanja, mandi, pekerjaan rumah dan / atau pergi keluar
0
1
2
9
Inkontinensia skor 0 : bila tidak pernah, skor 1 bila : 1 - 2 x / minggu, skor 2 bila > 3 minggu
0
1
2
Total skor ADL Sumber : Katz S, Akpom CA. Index of Independence in ADL. MedCare 1976; 14 : 116-18
15
IADL Nilai ketergantungan pada bantuan: 0 : tidak perlu bantuan / mandiri 1 : sedikit membutuhkan bantuan 2 : banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh No
Aktivitas
Ketergantungan 0
1
2
1
Menggunakan telepon
0
1
2
2
Bepergian dengan kendaraan, bis atau taksi
0
1
2
3
Belanja bahan makan dan pakaian
0
1
2
4
Menyediakan makanan / tata meja
0
1
2
5
Melakukan pekerjaan rumah
0
1
2
Lampiran 7
Trail Making Test A
Figure 4-7 The Traail making Test part A, a task using visual spatial and attentional skills, requires the patient to connect the numbers sequentially. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery, Manual of Directions and Scoring. US Army Adjutant General’s office, 1994
Lampiran 8
Trail Making Test B
Figure 4-8 The Traail making Test. Part B requires the patient to connect the letters and numbers sequentially. Alternating attention is required to keep both sequences in order. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery. Manual of Directions and Scoring. Us Army Adjutant General’s office, 1994
View more...
Comments