Social Penetration Theory
March 3, 2019 | Author: Diyan Z. Triwibowo | Category: N/A
Short Description
Download Social Penetration Theory...
Description
SOCIAL PENETRATION THEORY
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 2010
KELOMPOK 6 1. Diyan Zulmar Triwibowo 2. Felicia Olivia 3. Firdaus Anwar
Social Penetration Theory Teori penetrasi sosial adalah teori yang dipopulerkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1973). Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupan sehari-harinya pasti pernah berinteraksi satu sama lain dan memiliki suatu hubungan keterdekatan, namun entah disadari atau tidak keterdekatan manusia dengan manusia lainnya berbeda-beda. Social Penetration Theory (SPT) berusaha menjelaskan bagaimana suatu hubungan interpersonal berkembang.
DEFINISI Penetrasi sosial adalah proses pengikatan hubungan antar individu yang menggerakan hubungan individu tersebut dari yang superficial menuju lebih intimate. Suatu hubungan dikatakan hubungan yang intim saat hubungan tersebut tidak hanya melibatkan fisik melainkan juga melibatkan dimensi emosional dan intelektual, dan batasan dimana pasangan berbagi aktifitas (West & Turner, 2006). Proses penetrasi sosial melibatkan perilaku verbal(kata-kata yang digunakan), perilaku nonverbal(postur badan, cara kita tersenyum, dll), dan perilaku berorientasi lingkungan(jarak antar komunikator, objek-objek disekitar, dll). SPT memiliki beberapa asumsi-asumsi didalamnya.
ASUMSI-ASUMI TEORI PENETRASI SOSIAL SPT memiliki 4 asumsi yang semuanya berhubungan dalam perkembangan suatu hubungan, asumsi-asumsi tersebut adalah: 1. Relationship berkembang dari tidak intim menjadi intim. Sebagai contoh seseorang bernamaA yang baru saja bertemu dengan B dan mulai berinteraksi, hubungan mereka meningkat dari yang tidak mengenal satu sama lain menjadi mulai mengetahui informasi tentang individu masing-masing. 2. Perkembangan relationship secara umum sistematis dan dapat diprediksi. Sebagai contoh si A yang pemalu dan B yang cenderung supel, sudah mulai mengenal serta sering bertemu dan berinteraksi.Kitadapat memprediksi, apakah mereka melanjutkan hubungannya menuju kearah yang lebih intimate atau malah mengalami kemerosotan atau deterioaration berdasarkan interaksi mereka.Perkembangan hubungan mereka pasti bertahap, tidak mungkin hanya dengan berinteraksi beberapa kali hubungan mereka menjadi intimate.
3. Perkembangan relationship termasuk didalamnya depenetration dan dissolution. Apa itu depenetrationdan dissolution?Depenetration adalah proses merosotnya atau proses deterioration hubungan secara perlahan yang pada akhirnya hubungan tersebut mengalami dissolution atau kehancuran. Contohnya, si A yang pemalu, tidak merasa siap dengan keterbukaan si B yang supel. Karena itu, si A menjadi tidak nyaman dan perlahan-lahan menjauh dari si B. Inilah yang disebut depenetration. Apabila hubungan si A dan si B selalu diwarnai dengan konflik, hubungan mereka bisa berujung pada dissolution. 4.Self-disclosure adalah inti dari perkembangan relationship. Self-disclosure sendiriadalah sikap keterbukaan individu dengan ada maksud kepada lawan bicaranya, jadi disini keterbukaan adalah suatu kunci dari perkembangan suatu hubungan. Contohnya, jika A atau B tidak terbuka satu sama lain, tidak memberikan informasi mengenai pribadi masingmasing maka proses perkembangan hubungan mereka akan berjalan lambat atau bahkan tidak berkembang sama sekali Menurut Altman dan Taylor (1973), nonintimate relationship berkembang menjadi intimate dikarenakan self-disclosure. Proses tersebut mengijinkan seseorang untuk mengetahui satu sama lain dalam suatu hubungan. Self-disclosure juga dapat direncanakan atau spontan, sebagai contoh suatu fenomena yang dikenal sebagai “stranger-on-the-train”. Fenomena tersebut adalah fenomena keterbukaan yang spontan oleh seseorang saat berada di tempat publik. Contohnya saat kita duduk didalam bus Transjakarta, seseorang yang tidak kita kenal duduk di sebelah kita. Dia mulai menyapa dan kita saling memberikan informasi seperti “ingin kemana kita”, “dengan siapa kita pergi”, dan lain sebagainya.
ANALOGI BAWANG Altman dan Taylor membuat analogi didalam teori penetrasi sosial. Mereka percaya bahwa keterbukaan seseorang dapat disamakan dengan struktur kulit bawang, dengan lapisan-lapisan kulit bawang merepresentasikan lapisan dari kepribadian seseorang. Lapisan terluar yang dapat kita amati disebut public image. Kembali pada contoh si A yang pemalu dan si B yang supel. Pada perkembangannya, si A menceritakan masalah keluarganya yang terjerat hutang kartu kredit dan masih berjuang untuk melunasinya, sehingga penghasilan keluarganya tersedot untuk membayar hutang. Si B yang supel memberi respon, “Pasti berat ya berada di posisimu. Bagaimana caramu mengatasinya?”. Perlahan-lahan, si B mengetahui
informasi-informasi tentang si A, seperti kita mengupas bawang dari kulit terluar satupersatu. Keterbukaan si A, mungkin akan diikuti si B yang membuka informasi mengenai masalah yang dihadapi keluarganya. Respon dari si B disebut reciprocity. Yakni the return of openness from one person to another. Altman dan Taylor percaya bahwa keintiman suatu hubungan tidak bisa dicapai tanpa reciprocity, komponen utama dari SPT. Proses penetrasi bisa dilihat dari dua dimensi, breadth (keluasan) dan depth (kedalaman). Breadth adalah banyaknya topik yang dibicarakan atau didiskusikan dalam sebuah hubungan; breadth time adalah waktu yang dibutuhkan individu-individu dalam suatu hubungan untuk membicarakan beberapa topik ini. Depth adalah tingkat keintiman yang mengendalikan diskusi topik. Sehingga, pada tahap awal sebuah hubungan, bisa dikatakan memiliki breadth yang sempit dan depth yang dangkal.
PERTUKARAN SOSIAL: HUBUNGAN BIAYA DAN PENGHARGAAN Social Penetration Theory didasarkan pada beberapa prinsip dari Social Exchange Theory (Thibaut & Kelley, 1959). Teori ini menyatakan bahwa pertukaran sosial memberikan bantuan-bantuan yang kemudian akan menciptakan kewajiban-kewajiban di masa depan dan oleh karenanya membawa sebuah pengaruh mendasar dalam sebuah hubungan sosial (Blau,1964, hal. 140). Sedangkan menurut Altman dan Taylor, proses pertukaran sosial adalah pertukaran sumber daya anatara individu-individu yang terlibat dalam sebuah hubungan. Taylor dan Altman berpendapat bahwa hubungan dalam dikonseptualisasikan dalam wujud penghargaan dan pengorbanan. Penghargaan (reward) adalah tindakan yang akan menimbulkan kepuasan dan kebahagiaan bagi relasi, sedangkan pengorbanan (cost) adalah tindakan yang menimbulkan perasaan negatif. Jika dalam sebuah hubungan reward yang didapat lebih banyak dari cost yang diberikan maka setiap individu akan bertahan dalam hubungan tersebut. Namun, jika ada individu yang merasa menerima lebih banyak cost daripada menerima reward maka akan muncul kemungkinan terjadinya disolusi hubungan. Pengharapan dan pengalaman pribadi individu juga harus dipertimbangkan dalam penilaian rasio penghargaan/pengorbanan. Seperti yang dikemukakan Taylor dan Altman bahwa
penghargaan dan pengorbanan dihubungkan secara konsisten dengan timbal balik kepuasan dalam kebutuhan personal dan sosial (1987, hal 264). Untuk memahami hal ini dengan lebih baik, pertimbangkan dua kesimpulan, yang diamati oleh Taylor dan Altman, berikut ini : (1) reward dan cost membawa dampak yang lebih besar di awal hubungan dibandingkan ketika hubungan sudah berjalan sekian waktu, dan (2) hubungan yang memiliki pengalaman atas reward dan cost yang positif lebih mampu menyelesaikan konflik secara efektif. Kesimpulan pertama menyatakan dengan pengalaman interpersonal yang relatif sedikit di awal hubungan akan menyebabkan masing-masing individu akan lebih terfokus pada reward dan cost. Kemudian kesimpulan kedua, Taylor dan Altman mengemukakan bahwa beberapa hubungan dapat mengatasi konflik dengan lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Dalam menjalani hubungan, antara individu mungkin akan mengalami beberapa perbedaan pendapat. Namun, setelah mejalani hubungan bertahun-tahun, pasangan menjadi terbiasa untuk mengatasi masalah dengan berbagai macam cara dan menciptakan budaya hubungan yang unik sehingga memungkinkan mereka untuk mengatasi konflik yang akan datang. Sehingga kepercayaan akan semakin kuat dalam sebuah hubungan. Dan hubungan tidak akan mudah terkena konflik karena mereka memiliki pengalaman bagaimana cara mengatasi konflik. Namun perlu diingat bahwa reward dan cost tidak selalu dirasakan sama oleh setiap individu. Terkadang salah satu individu merasa menerima reward sedangkan individu lain merasa bahwa itu adalah cost. Pandangan mengenai pertukaran sosial sangat tergantung bagi masing-masing individu dalam sebuah hubungan untuk menentukan batasan mengenai hal positif (reward) atau negatif (cost). Menurut pemikiran pertukaran sosial, selama hubungan masih berjalan, pasangan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan dalam hubungan tersebut dan alternatif yang dipersepsikan maupun nyata dalam sebuah hubungan. Evaluasi ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah proses penetrasi sosial masih diinginkan.
TAHAP-TAHAP SOCIAL PENETRATION
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, social penetration merupakan sesuatu yang sistematis dapat diprediksi dan memiliki lapisan-lapisan seperti bawang. Dikarenakan sifatnnya yang sistematis maka teori ini memiliki tahapan-tahapan, ada 4 tahapan dalam teori penetrasi sosial: 1. Orientation Stage, tahap dimana kita didalamnya mulai memberikan sedikit
informasi dengan sangat hati-hati tentang diri kita seperti nama, tempat tinggal, dst. 2. Exploratory Affective Exchange Stage, tahap dimana masing-masing individu
mulai merasa nyaman satu sama lain. Mereka mulai menunjukan sifatnya dan mulai saling memberikan informasi yang lebih personal, seperti hobi, binatang favorit, dst. 3. Affective Exchange Stage, tahap ini ditandai dengan persahabatan yang dekat
dan pasangan yang intim. Pada tahap ini, ada kemungkinan munculnya fenomena personal idioms, yaitu suatu ekspresi intim yang bersifat rahasia yang sering dinyatakan didalam suatu relationship. Contohnya seperti -”brownis” atau ”darling”- yang membawa arti unik dan hanya dapat dimengerti oleh orang yang didalam relationship tersebut. 4. Stable Exchange stage, tahap dimana keterbukaan secara total dan spontan
terdapat diantara kedua belah pihak. Para ahli SPT percaya bahwa kesalahan dalam menginterpretasikan pesan dalam tahap ini akan kurang berarti. Alasannya adalah karena mereka yang sudah mencapai tahap ini telah membangun sendiri sistem komunikasi pribadi antar mereka dan mereka telah mengatasi banyak kesalahpahaman dan ambiguitas.
KRITIK DAN PENUTUP SPT (Social Penetration Theory) telah muncul sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Altman dan Taylor telah mengemukakan sebuah model menggugah rasa ingin tahu, untuk melihat perkembangan suatu hubungan. Karena kelahiran teori ini pada masa dimana keterbukaan adalah suatu budaya, SPT tidak lepas dari evaluasi para ahli. Heurism
Tidak diragukan lagi bahwa teori ini dan konsep self-disclosure telah menghasilkan ratusan studi lebih lanjut. Para peneliti telah mempelajari dan menulis efek dari selfdisclosure, sebagai contoh, dalam berbagai macam jenis hubungan dan variasi-variasinya. Keluarga (Turner & West, 2006), guru (Mottet, Beebe, Raffeld, & Medlock, 2004; Russ, Simonds, & Hart, 2002), pernikahan (Caughlin & Petronio, 2004), dan hubungan dokterpasien (Duggan & Parrott, 2001) telah diteliti. Scope (Ruang Lingkup) Ruang lingkup SPT terbatas, menurut para sarjana. Konsep self-disclosure diperdebatkan karena diinterpretasikan sempit. Valerian Derlega dkk. berpendapat bahwa self-disclosure bergantung kepada beberapa faktor, tidak hanya kebutuhan untuk membuka diri ke orang lain. Mereka berpendapat bahwa konsep ini ternyata bergantung pada sikap dari partnernya juga. Mark Knapp dan Anita Vangelisti (2005) tidak setuju dengan gagasan yang menyatakan perkembangan hubungan itu seperti garis lurus. Menurut mereka, suatu hubungan dapat ditanamkan dalam hubungan-hubungan yang lain. Pada akhirnya, hubunganhubungan inilah yang akan mempengaruhi pola komunikasi antara sesama manusia.
View more...
Comments