SKRIPSI _Pengaruh Likuiditas Dan Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Industri Tekstil Ndan Garmen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012

March 8, 2017 | Author: Lebron Disgaea Jamess | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download SKRIPSI _Pengaruh Likuiditas Dan Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Industri Tekstil Ndan...

Description

1

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari peran serta industri– indutri yang beroperasi di Indonesia. Salah satu perusahaan industri di Indonesia yang berperan serta dalam pembangunan perekonomian di Indonesia adalah perusahaan industri tekstil dan garmen. Kondisi industri tekstil dan garmen di Indonesia memberikan peranan besar dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia baik dalam pembukaan lapangan kerja maupun kontribusi dalam PDB dan ekspor. Namun pada saat krisis moneter terjadi tahun 1997, tercatat bahwa 121 perusahaan tekstil dan garmen yang bangkrut diakibatkan oleh kurang kondusifnya iklim usaha industri tekstil di dalam negeri. Selain itu, perusahaan industri tekstil di Indonesia masih kalah bersaing dengan perusahaan–perusahaan serupa yang ada di negara lain. Pada periode 1985–1992, perkembangan kinerja industri tekstil dan garmen mengalami peningkatan yang lebih baik. Industri ini menyumbangkan sekitar 35 persen terhadap ekspor total manufaktur dan penciptaan lapangan kerja terbesar di sektor manufaktur (Karseno & Adjie, 2001). Tingkat kinerja yang dihasilkan oleh industri tekstil dan garmen tidak konstan, tercatat pada tahun 2012 ini, kinerja ekspor perusahaan industri tekstil dan garmen mengalami kemerosotan sekitar 5% setelah tahun 2010 mencapai US$11,2 miliar dan tahun 2011 US$13,3 miliar. Penurunan ekspor ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mengatur

3

tentang kenaikan upah buruh dan masalah BBM. Namun yang menjadi perhatian khusus adalah karena perusahaan industri tekstil dan garmen di Indonesia tidak mampu mempertahankan eksistensinya sehingga kalah bersaing dengan perusahaan pesaingnya. Untuk mendukung kemajuan dari perusahaan tersebut, manajemen harus memperhatikan modal kerja yang dimiliki dan tingkat likuiditas perusahaan dalam rangka peningkatan profitabilitas perusahaan, sehingga perusahaan mempunyai modal untuk dapat bersaing dengan perusahaan– perusahaan sejenis baik di dalam negeri maupun luar negeri. (TEMPO.CO, JAKARTA) Sebagai perusahaan yang berorientasi pada laba, maka laba mempunyai peranan yang sangat dominan dalam sebuah perusahaan untuk menentukan apakah perusahaan tersebut akan pailit atau dapat terus bertahan di dunia perindustrian. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa perusahaan harus terus berupaya untuk terus mengembangkan keunggulan kompetitifnya agar dapat mempertahankan dan mengembangkan serta memajukan perusahaannya. Salah satu cara agar perusahaan dapat mempertahankan serta memajukan perusahaannya yaitu dengan terus memantau tingkat likuiditas perusahaannya. Perusahaan harus dapat menjaga likuiditasnya dengan cara mengatur kewajiban jangka pendeknya. Untuk menyeimbangkan antara laba yang akan dicapai dan mempertahankan kelangsungan

hidup

perusahaan

sangat

sulit.

Perusahaan

pasti

sangat

menginginkan keuntungan yang maksimal sehingga perusahaan dapat bertahan dan bersaing di dunia perindustrian, namun di sisi lain perusahaan tidak boleh hanya fokus kepada laba yang maksimal dan mengabaikan faktor – faktor kinerja

4

lainnya, seperti likuiditas perusahaannya. Apabila perusahaan mengabaikan likuiditas dalam perusahaan maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Selain likuiditas, faktor lain yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah faktor modal kerja. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan baik dalam melakukan kegiatan operasionalnya sehari – hari maupun untuk melunasi hutang– hutangnya dan membiayai investasi jangka panjangnya akan membutuhkan dana. Dana yang digunakan untuk hal–hal yang demikianlah yang disebut sebagai modal kerja. Modal Kerja menurut Keown (2005 : 646) adalah “the firm’s total investment in current assets or assets that it expect to be converted into cash within a year or less”. Dimana seluruh investasi perusahaan diharapkan kembali ke perusahaan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun. Modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), perputaran aset (asset turnover) dan perputaran piutang (receivable turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas semakin meningkat. Modal kerja dalam suatu perusahaan harus dikelola dengan baik, modal kerja tersebut harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.

5

Pengelolaan modal kerja di perusahaan menjadi sangat penting mengingat penetapan kebijakan modal kerja dan pelaksanaan dari modal kerja tersebut. Oleh karena itu, diharapkan adanya penerapan manajemen yang baik terhadap modal kerja sehingga dapat mendukung kelangsungan hidup perusahaan. Secara langsung, manajemen modal kerja yang baik akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Manajemen modal kerja akan berusaha untuk menekan bahkan berusaha menghilangkan resiko yang bersifat jangka panjang seperti melakukan investasi secara berlebihan. Mengingat bahwa manajemen modal kerja mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas dalam perusahaan, maka manajemen modal kerja akan menjadi sesuatu yang sensitif dalam suatu perusahaan. Manajemen modal kerja melibatkan komposisi dan berapa jumlah aktiva lancar yang harus dimiliki oleh perusahaan dan juga memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan aktiva lancar tersebut yang kemudian dari aktiva lancar ini akan mendukung kegiatan operasional hingga pada saat yang dibutuhkan aktiva lancar ini dapat di konversi menjadi uang tunai. Manajemen juga harus memperhatikan perputaran persediaan dalam kegiatan operasionalnya. Persediaan merupakan unsur dalam aktiva lancar yang paling aktif dalam operasi yang secara terus–menerus diperoleh, diolah dan kemudian dijual kepada konsumen. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan barang, maka semakin tinggi biaya yang dapat ditekan sehingga semakin besar perolehan laba suatu perusahaan. Sebaliknya, “jika semakin lambat perputaran persediaan barang, maka semakin kecil pula perolehan labanya” (Kasmir 2008 : 205). Maka daripada itu, pengelolaan manajemen yang baik terhadap persediaan

6

akan memberikan pengaruh terhadap profitabilitas perusahan. Jika persediaan yang tersedia dapat dengan cepat dikelola, maka persediaan yang tersimpan akan menjadi keuntungan melalui penjualan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa manajemen modal kerja yang baik akan mendukung tingkat profitabilitas yang baik pula. Profitabilitas merupakan suatu indikator yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencapai keuntungan bagi perusahaan dan juga memberikan penilaian terhadap tingkat keefektifan manajemen suatu perusahaan yaitu melalui laba yang dihasilkan baik dari penjualan maupun pendapatan yang bersumber dari investasi yang dimiliki perusahaan. Laba bersih mengindikasikan profitabilitas perusahaan. Laba bersih menunjukkan berapa tingkat pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang ekuitas dalam suatu periode waktu. Laba perusahaan yang tinggi belum tentu menunjukkan profitabilitas yang tinggi tetapi profitabilitas yang tinggi sudah pasti akan menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan tinggi. Bagi perusahaan pada umumnya, profitabilitas merupakan masalah yang lebih penting dibandingkan laba, karena tingkat efisiensi perusahaan akan setelah

melakukan

pembandingan

antara

laba

yang

dapat diketahui

diperoleh

dengan

menggunakan modal sendiri dengan laba yang diperoleh melalui modal asing. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu perusahaan antara lain tingkat pengembalian atas investasi, kinerja operasi dan pemanfaatan aset, namun dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan salah satu indikator penilaian profitabilitas yaitu melalui pendekatan pemanfaatan aset dengan menggunakan tingkat pengembalian aktiva (return on asset) atau yang

7

disingkat dengan ROA sebagai alat ukur profitabilitas perusahaan, alasannya karena tingkat pengembalian aktiva berkaitan erat dalam menilai efektivitas dan intensitas aktivitas dalam menghasilkan penjualan yang merupakan salah satu faktor penilaian modal kerja dan profitabilitas dan selain itu aktiva (persediaan) diangggap sebagai faktor yang paling likuid dibandingkan indikator yang mempengaruhi profitabilitas lainnya. ROA dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Seprina Ruleta Sitanggang (2008), “ Pengaruh Tingkat Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat perputaran

piutang

memiliki

pengaruh

yang

tidak

signifikan

terhadap

profitabilitas pada PT Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan”. Marselina Sinaga (2008), “Pengaruh perputaran modal kerja, perputaran persediaan dan perputaran aktiva terhadap tingkat profitabilitas pada industri otomotif dan komponennya yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara parsial perputaran modal kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas, perputaran aktiva operasi dan perputaran persediaan secara parsial berpengaruh signifikan. Secara simultan, perputaran modal kerja, perputaran persediaan dan perputaran aktiva operasi berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Menurut teori yang ada, dimana secara teori dikatakan apabila perusahaan yang memiliki tingkat modal kerja (working capital turnover dan inventory

8

turnover) yang tinggi, maka tingkat profitabilitasnya juga tinggi. Peneliti juga merasa bahwa sangat perlu untuk memperhatikan tingkat likuiditas dari suatu perusahaan untuk mengetahui apakah perusahaan tersebut layak untuk para investor dapat berinvestasi. Selain itu untuk melihat peluang investasi dapat juga dengan memperhatikan kinerja dari manajemen modal kerja perusahaan karena manajemen modal kerja yang baik kemungkinan berdampak besar terhadap profitabilitas perusahaan. Sebenarnya modal kerja memiliki beberapa indikator penilaian, namun peneliti hanya menggunakan indikator perputaran modal kerja dan perputaran persediaan karena penulis merasa bahwa perputaran modal kerja dan perputaran persediaan merupakan indikator yang paling efektif untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan. Di samping itu, peneliti sebelumnya sudah melakukan penelitian dengan menggunakan semua indikator penilaian modal kerja. Hal ini yang membuat peneliti ingin menerapkan praktek dari teori ini terhadap perusahaan industri tekstil dan garmen yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk tahun 2009–2012. Oleh karena itu, skripsi ini berjudul : “Pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap profitabilitas pada Perusahaan industri Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ” 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini “apakah likuiditas dan manajemen modal kerja berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap profitabilitas

9

perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009–2012”. 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap profitabilitas baik secara parsial maupun secara simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2012. 1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan apabila ditanya pendapatnya mengenai pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012. b. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan

penelitian

selanjutnya

yang

sejenis

dengan

menggunakan atau menambah variabel agar hasil penelitian menjadi lebih lengkap dan baik. c. Bagi para praktisi dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk

pengambilan keputusan mengenai pengaruh likuiditas dan manajemen modal kerja terhadap profitabiltas pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2012.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Likuiditas 2.1.1 Pengertian Likuiditas Analisis keuangan yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau kewajiban dikenal dengan nama analisis rasio likuiditas. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan peusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam perusahaan (likuiditas perusahaan). Likuiditas (Riyanto, 1995 : 25) “berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi”. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan membayar pada suatu perusahaan dapat dikatakan baik apabila kekuatan membayarnya adalah besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian, kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan antara

11

kekuatan membayarnya dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar yang besar sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid dan sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah likuid, sehingga aktivitas

operasi perusahaan akan menjadi terhambat dan akan

mengurangi efektivitas perusahaan. Sedangkan menurut Munawir (2001 : 31), “likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi. Masalah likuiditas ini merupakan suatu masalah yang penting dalam suatu perusahaan yang oleh kebanyakan perusahaan relatif sulit untuk diselesaikan. Jika dipandang dari sisi manajemen, perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi menunjukkan kinerja manajemen yang kurang baik karena likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya saldo kas yang menganggur, persediaan yang relatif berlebihan dan kebijakan kredit perusahaan yang tidak baik sehingga mengakibatkan tingginya piutang usaha. Namun bila dipandang dari sisi kreditur, perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi merupakan perusahaan yang baik karena dana

12

jangka pendek kreditur yang dipinjam perusahaan dapat dijamin oleh aktiva lancar yang jumlah relatif lebih banyak. 2.1.2 Rasio likuiditas Untuk menilai tingkat likuiditas suatu perusahaan, terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu : 1) Current Ratio Adalah membandingkan antara total aktiva lancar dengan kewajiban lancar (current assets/current liabilities). Tersedianya sumber

kas untuk

memenuhi kewajiban tersebut berasal dari kas atau konversi kas dari aktiva lancar. Selain itu, Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, petunjuk untuk dapat mengetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya perusahaan, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada nasabah dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mendapat kredit itu akan mampu atau tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukkan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapat diperkirakan “apabila suatu saat dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun

13

yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya” (Tunggal, 1995 : 154). Ketepatan current ratio menurut Tunggal (2000 : 155) tergantung dari banyak faktor, yaitu sebagai berikut : a. Syarat kredit yang diterima dari pemasok disbanding dengan syarat kredit yang diberika oleh perusahaan pada para pembeli b. Waktu yang diperlukan untuk menagih piutang c. Perputaran persediaan d. Ciri-ciri program keuangan perusahaan e. Musim tahun yang bersangkutan f. Situasi konjungtur g. Lamanya siklus modal kerja h. Apakah perusahaan itu sedang diperluaskan/ diperkecilkan. Current ratio yang tinggi menunjukkan posisi para kreditor yang baik karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat dan sesuai semestinya. Di lain pihak, jika ditinjau dari sudut pemegang saham, suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan terutama apabila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar. Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi terkadang suatu current ratio yang rendah justru menunjukkan bahwa pimpinan perusahaan menggunakan telah aktiva lancar dengan sangat efektif, yaitu apabila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum.

14

“Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat” (Tunggal, 1995 : 157). Munawir (2001 : 72) menyatakan “current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan”. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.

(Riyanto, 1995 : 26) menyatakan bahwa “bagi perusahaan bukan kredit, current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi menutup utang lancarnya”. Pedoman current ratio 2:1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak. Apabila 15

pedoman current ratio 2:1 atau 200% sudah ditetapkan sebagai ratio minimum yang akan dipertahankan oleh suatu perusahaan, maka perusahaan dalam penarikan kredit jangka pendeknya juga harus selalu didasarkan pada pedoman tersebut. Setiap saat perusahaan harus mengetahui berapa kredit jangka pendek maksimum yang boleh ditarik supaya pedoman current ratio tersebut tidak dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil agar tidak mengganggu atau melanggar pedoman current ratio tertentu disebut “the line of credit” atau “maximum current indebtedness”. Apabila perusahaan menetapkan bahwa current ratio yang harus dipertahankan adalah 3:1 atau 300%, ini berarti bahwa setiap hutang lancar sebesar Rp.1,00 harus dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,00 atau dijamin dengan net working capital sebesar Rp.2,00. Dengan demikian maka rasio modal kerja dengan hutang lancar adalah 2:1 karena modal kerja tidak lain adalah kelebihan aktiva lancar dibandingkan hutang lancar. Adapun formulasi dari Current Ratio (CR) adalah sebagai berikut : CR=

Aktiva Lancar x 100 Hutanglancar

2) Quick Ratio Rasio ini disebut juga acid test rasio yang juga digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Penghitungan quick ratio dengan mengurangkan aktiva lancar dengan persediaan. Hal ini dikarenakan persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang likuiditasnya rendah dan sering mengalami fluktuasi harga serta

16

menimbulkan kerugian jika terjadi likuiditas. Jadi rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Sawir (2009 : 10) mengatakan bahwa “quick ratio umumnya dianggap baik adalah semakin besar rasio ini maka semakin baik kondisi perusahaan”. Quick ratio dapat dihitung dengan formula : QR=

Aktiva Lancar−Persediaan x 100 Hutanglancar

2.2 Manajemen Modal Kerja 2.2.1 Pengertian manajemen Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata manajemen berarti penggunaan sumber daya efektif untuk mencapai sasaran atau pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan atau organisasi. Definisi manajemen yang dikemukakan oleh Daft (2003 : 4) sebagai berikut: “Management is the attainment of organizational goals in an effective and efficient manner through planning organizing leading and controlling organizational resources”. Ada banyak versi mengenai definisi manajemen, namun pengertiannya secara umum adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

17

2.2.2 Pengertian Modal Kerja Masalah modal kerja merupakan masalah yang tiada akhir. Selama perusahaan masih beroperasi, modal selalu diperlukan untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari serta untuk menjaga kontinuitas perusahaan. Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston (2001 : 150) dalam bukunya yang berjudul “Fundamentals Of Financial Management” dan diterjemahkan oleh Dodo Suharto dan Herman Wibowo dengan judul bukunya “Manajemen Keuangan” menyatakan bahwa: “Modal kerja (working Capital) adalah aktiva lancar yang digunakan dalam operasi.” Menurut Sawir (2003 : 143 ) “Besarnya modal kerja sebuah perusahaan berhubungan

dengan

berbagai

aktivitas

operasional

dan

finansial

perusahaan”. Disimpulkan bahwa modal kerja merupakan seluruh investasi perusahaan ke dalam aktiva lancar yang meliputi persediaan, piutang, kas, dan surat-surat berharga dimana seluruh investasi diharapkan kembali ke dalam perusahaan dalam waktu paling lama satu tahun. Mengenai pengertian modal kerja terdapat beberapa konsep yaitu (Riyanto, 1995 : 57-58) a)

Konsep Kuantitatif Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari aktiva lancar, atau sering disebut juga sebagai modal kerja kotor (gross working capital).

18

b)

c)

Konsep Kualitatif Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar. Konsep Fungsional Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income). Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan current income atau jika menghasilkan current ratio yang tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu non working capital, sehingga besarnya modal kerja adalah: 1) Besarnya kas 2) Besarnya persediaan 3) Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba) 4) Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income tahun yang bersangkutan) Apabila sumber modal kerja lebih besar daripada penggunaannya,

berarti terdapat kenaikan modal kerja, sebaliknya apabila penggunaan lebih besar daripada sumber, berarti penurunan modal kerja. Sumber-sumber modal kerja yang akan menambah modal kerja adalah : a. Adanya kenaikan sektor modal, baik yang berasal dari laba maupun penambahan modal saham. b. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi.

19

c. Ada penambahan utang jangka panjang, baik dalam bentuk obligasi atau utang jangka panjang lainnya. Penggunaan-penggunaan modal kerja yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut : 1. Berkurangnya modal sendiri karena kerugian, maupun pengambilan privasi oleh pemilik perusahaan. 2. Pembayaran utang-utang jangka panjang. 3. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap. Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan harus segera terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan modal kerja terkadang tidaklah selalu tersedia seperti yang diinginkan. Terpenuhi tidaknya kebutuhan modal kerja sangat tergantung pada berbagai faktor. Pihak manajemen harus sesegera mungkin memperhatikan faktor-faktor kebijakan dalam upaya pemenuhan modal kerja seperti, sifat umum atau tipe perusahaan, tingkat perputaran persediaan dan piutang, business cycle, waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang, syarat-syarat pembelian dan penjualan, tingkat resiko, credit rating dari perusahaan dan lainnya. Berdasarkan pengertian - pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan dana yang diinvestasikan dalam aset lancar yang digunakan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya untuk

menghasilkan

pendapatan

sesuai

tujuan

utama

didirikannya

perusahaan.

20

2.2.3 Pengertian manajemen modal kerja Pengertian manajemen modal kerja menurut Brigham and Daves ( 2001 : 697), “Working capital management involves both setting working capital policy and carrying out that policy in day-to-day operation”. Dapat disimpulkan bahwa manajemen modal kerja meliputi kebijakan modal kerja dan penggunaannya pada operasional perusahann sehari-hari. Manajemen modal kerja merupakan hal yang sangat penting karena aset lancar perusahaan mengembangkan lebih dari separuh total asetnya, sedangkan bagi perusahaan distribusi jumlahnya bisa lebih besar lagi. Tujuan manajemen modal kerja adalah mengelola aset lancar dan utang lancar sehingga diperoleh modal kerja netto yang layak dan menjamin tingkat profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, seorang manajer diharapkan mampu mengelola manajemen perusahaan agar pemenuhan modal kerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Manajemen modal kerja juga menjadi penting karena berkaitan dengan beberapa aspek sebagai berikut: 1. beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar waktu manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan dari hari ke hari dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja, 2. jika lebih dari separuh total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar sebagai bagian dari investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan,

21

3. hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan permodalan aktiva lancar adalah dekat dan langsung, 4. manajemen modal kerja sangat penting terutama bagi perusahaan kecil. “Meskipun perusahaan kecil dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya namun mereka tidak dapat menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan persediaan karena akses ke pasar modal relatif terbatas, maka penekanan harus ditujukan pada utang dan piutang dagang dan pinjaman bank jangka pendek” (Weston & Copeland 1999 : 324). Ada dua prinsip mendasar dari pendanaan operasional dalam manajemen modal kerja (Horne, 2005 : 313), yaitu: “kemampuan memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas dan kemampuan memperoleh laba searah dengan resiko”. Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund) karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja adalah seperti yang diutarakan berikut ini : 1. memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aset lancar sehingga tingkat margin pengembalian investasi (return on investment) adalah sama atau lebih besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aset-aset lancar tersebut 2. meminimalkan biaya modal yang digunakan untuk membiayai aset lancar dalam jangka panjang

22

3. pengawasan terhadap arus dana dalam aset lancar dan ketersediaan dana dari sumber utang sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo (Sawir, 2005 : 133). Demi mencapai sasaran dalam memaksimalkan nilai dan laba perusahaan, maka modal kerja yang tersedia harus cukup jumlahnya, dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. 2.2.4 Rasio perputaran modal kerja Menurut Abdullah (2005 : 71) “manajemen penggunaan modal kerja dapat diuji dengan menggunakan rasio perputaran modal kerja (working capital turnover), yakni perbandingan antara penjualan dengan jumlah keseluruhan aset lancar yang dimiliki suatu perusahaan pada suatu periode tertentu”. Bila volume penjualan naik, investasi persediaan dan piutang meningkat, ini berarti juga meningkatkan modal kerja. Formulasi dari working capital turnover (WCT) adalah sebagai berikut: WCT =

Penjualan aktivalancar−hutanglancar

Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan netto yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Dari hubungan antara penjualan netto dengan modal kerja tersebut, dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah. Rasio perputaran modal kerja ini juga berhubungan dengan likuiditas perusahaan. Jika rasio perputaran modal kerja tinggi, maka mengindikasikan likuiditas yang rendah untuk mendukung operasional,

23

sedangkan apabila rasio ini rendah artinya likuiditas perusahaan yang tinggi. Semakin besar rasio perputaran modal kerja maka semakin baik suatu perusahaan. Hal ini juga menunjukkan seberapa efektifnya pemanfaatan modal kerja yang tersedia dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. 2.2.5 Rasio perputaran persediaan Menurut Munawir (2002 : 77) “Perputaran persediaan merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan

yang

dimiliki

oleh

Perusahaan”.

Perputaran

persediaan

menunjukkan berapa kali persediaan dijual dan diganti dalam waktu satu periode. Dengan demikian, tingkat perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang tinggi pada perusahaan. Perputaran persedian ini dihitung dengan cara sebagai berikut : ITO=

Harga pokok penjualan persediaan rata−rata

Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan membagi jumlah persediaan akhir tahun dan awal tahun dengan dua. Besarnya hasil perhitungan perputaran persediaan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang dagang. Melalui tingkat perputaran persediaan maka kita dapat menghitung hari rata-rata barang disimpan digudang yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun dengan tingkat perputaran persediaan. Rumusnya adalah sebagai berikut : Hari rata−rata barang disimpan=

360 perputaran persediaan

24

Hari rata-rata barang disimpan digudang akan bermanfaat untuk menilai efisiensi dari persediaan.

2.3. Profitabilitas 2.3.1. Pengertian profitabilitas Profit dalam kegiatan operasional merupakan elemen penting untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan pada masa yang akan datang. Keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menciptakan laba dari pembiayaan yang dilakukan, kemampuan perusahaan untuk dapat bersaing di pasar (survive) dan kemampuan perusahaan untuk dapat melakukan ekspansi usaha (developt). a. Menurut Greuning (2005 : 29) “profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata dan ekuitas saham biasa rata-rata”. b. Profitabilitas perusahaan diindikasikan oleh laba (earnings). Menurut Gitman (2003 : 599) : “profitability is the relationship between revenues and cost generated by using the firm’s assets – both current and fixed – in productive activities”. c. Bringham dan Houston (2001 : 89) mengatakan bahwa profitabilitas adalah “hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan”. d. Sedangkan menurut APB Statement mengartikan profitabilitas adalah kelebihan (defisit) pengahasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi (Harahap, 2001 : 226).

25

Kinerja manajerial dari setiap perusahaan akan dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan yang dikelolanya tinggi atau dengan kata lain maksimal, dimana profitabilitas ini umumnya selalu diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan dipengaruhi oleh: a. Tingkat pengembalian atas investasi, untuk melihat kompensasi keuangan kepada penyedia pendanaan ekuitas dan utang b. Kinerja operasi, untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi c. Pemanfaatan aset, untuk memilai efektivitas dan intensitas aktivitas dalam menghasilkan penjualan Terdapat beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan yaitu: a. Gross profit margin (GPM) Pengukuran ini adalah ukuran persentase dari setiap hasil penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi gross profit margin maka semakin baik.

Gross profit margin=

Gross profit x 100 Sales

b. Operating profit margin (OPM). Pengukuran ini adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah semua biaya dan pengeluaran lain dikurangi kecuali bunga dan

26

pajak.

Operating profit margin=

Net Income x 100 Sales

c. Net profit margin (NPM). Pengukuran ini adalah ukuran untuk mengukur persentase keuntungan perusahaan setelah dikurangi semua biaya dari pengeluaran termasuk bunga dan pajak. d. Return on assets (ROA). Pengukuran ini adalah ukuran keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia. Return on Asset=

Net Income Total Assets

e. Return on investment (ROI) Return on Investment menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Analisis Return On Investment (ROI) dalam analisis keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh/komprehensif.

27

Return on Investment=

Net operating income x 100 Net operating income

f. Return on equity (ROE) Pengukuran ini adalah ukuran pengembalian yang diperoleh pemilik atas invesasi di perusahaan.

Return on Equity=

2.3.2

Net Income Total Equity

Rasio profitabilitas Pengertian rasio profitabilitas menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: a. Bringham dan Daves (2004 : 1007) mengatakan bahwa “profitability ratio are a group of ratios that shows the combine effects of liquidity, assets management, and debt on operations”, yang berarti bahwa rasio profitabilitas merupakan suatu kelompok rasio yang menunjukkan aspek likuiditas, manajemen aset dan besarnya operasional perusahaan yang dibiayai dari sumber utang. b. Horne (2005 : 222), menjelaskan “rasio profitabilitas adalah rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan investasi pada perusahaan”. Menurut Horne (2005 : 222), rasio profitabilitas terbagi atas 3 jenis yaitu :

28

1. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan, antara lain net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM) dan gross profit margin (GPM) 2. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi , antara lain return on assets (ROA), return on investment (ROI) 3. Rasio profitabilitas dalam kaitannya dengan ekuitas antara lain return on equity (ROE), return on common stock equity, earnings per share, dividend per share, book value per share, price to earning ratio dan dividend yield. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan yaitu: a. untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu, b. untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya disbanding dengan tahun sekarang, c. untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, d. untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, e. untuk menilai produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan dengan modal sendiri, f. untuk tujuan lain (Kasmir, 2008 : 197). Di dalam suatu perusahaan pada umumnya, masalah profitabilitas akan menjadi lebih fokus utama perusahaan jika dibandingkan dengan laba. Alasannya

karena

efisiensi

perusahaan

akan

diketahui

dengan

membandingkan laba yang diperoleh perusahaan dengan modal yang dihasilkan dari laba tersebut atau dengan menghitung profitabilitasnya. Jadi, laba yang besar bukan merupakan tolak ukur suatu perusahaan telah bekerja secara efisien. Seperti terlihat diatas ada beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Namun, peneliti membatasi hanya menggunakan satu cara yakni dengan memakai rasio Return On Assets untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Menurut Hanafi (2007 : 83) “Return on

29

Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk menandai asset tersebut”. Sedangkan menurut Jumingan (2006 : 141) ”ratio operating income dengan operating asset menunjukkan laba yang diperoleh dari investasi modal dalam aktiva tanpa mengandalkan dari sumber mana modal tersebut berasal (keseluruhan modal)”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa return on asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA menunjukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. ROA juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya. Menurut Waren (2005 : 63) “aktiva (assets) adalah sumber daya yang dimiliki oleh entitas bisnis atau usaha, sumber daya ini dapat berbentuk fisik ataupun hak yang mempunyai nilai ekonomis”. Contoh aktiva adalah kas, piutang, perlengkapan, beban dibayar dimuka, bangunan, peralatan, tanah, dan hak paten. Aktiva disajikan dalam beberapa kelompok, yaitu : a. aktiva lancar b. aktiva tetap c. aktiva tidak berwujud d. aktiva lain-lain Beasley (2009 : 297) merumuskan formula untuk menghitung pengembalian tingkat aktiva / return on asset (ROA) sebagai berikut :

30

Return on Asset=

Net Income Total Assets

Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah persamaaan DuPont. Persamaan DoPont menurut Bringham dan Houston (2006: 14) adalah : ��� = ������ ���� � ���������� ����� ������ Semakin tinggi nilai ROA (Return On Asset) di dalam suatu perusahaan maka perusahaan tersebut semakin baik. 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang telah ada sebelumny. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain terletak pada periode waktu data yang digunakan, defenisi operasional penelitian dan objek penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No 1

Nama Benny (2012)

Judul Analisis dan Pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada industry otomotif yang terdaftar di

Variabel

Hasil penelitian 1. Secara parsial Turnover, Current Ratio Independen: Working capital turnover, Current ratio danTotal TotalAsset tidak berpengaruh terha debt to total capital asset Return On Investment Dependen : ROI 2. Secara Simultan Turnover, Current Ratio Total Asset tidak berpengaruh terha Return on Investment

31

32

4 Nurhayati (2010)

5

May Diana (2013)

Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Variabel Independen: Perputaran 1. Secara simultan, perputaran persed persediaan dan perputaran piutang (ITO) dan perputaran piutang (R Variabel Dependen : berpengaruh secara signifikan terha ROA profitabilitas (ROA) 2. Secara parsial, penelitian menunjukkan bahwa vari perputaran persediaan (I berpengaruh secara signifikan terha profitabilitas (ROA) 3. Secara parsial perputaran piut (RTO) tidak berpengaruh se signifikan terhadap profitabi (ROA)

Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap, Piutang dan persediaan terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdapat di Bursa Efek Indonesia

V.independen : perputaran 1. secara aktiva parsial, tetap. Perputaran piutang dan variabel perputaran persediaaan Perputaran V.Dependen : ROA Aktiva Tetap tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi variabel return on Asset. 2. Secara parsial, variabel perputaran piutang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA 3. Secara parsial, perputaran persediaan memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA 4. Secara simultan, tidak terdapat

33

34

Nurhayati, yang meneliti Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia dimana hasil penelitiannya membuktikan bahwa perputaran persediaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap profitabilitas sedangkan perputaran piutang tidak berpengaruh secara parsial terhadap profitabilitas dan secara simultan perputaran persediaan dan piutang berpengaruh signifikan terhadap Profitabilitas. Juni Siswanto (2010) Judul penelitian “Analisis Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap Return on Asset (ROA) pada Perusahaan-Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Variabel independennya adalah Perpuatan modal kerja, dan variabel dependen adalah Profitabilitas (ROA) yang diukur melalui Current rasio. Hasil penelitian ini adalah modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Profitabilitas. Maretha (2013) Judul penelitian “Pengaruh manajemen modal kerja dan Likuiditas terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Industry Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini menggunakan manajemen modal kerja dan Likuiditas sebagai variabel independen dan Profitabilitas (ROA) sebagai variabel dependen yang diukur melalui Current Rasio. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi. Hasil dari penelitian ini adalah Manajemen modal kerja tidak memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap profitabilitas sedangkan Likuiditas

35

berpengaruh terhadap profitabilitas. Manajemen modal kerja dan likuiditas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. 2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.5.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Kerangka konseptual merupakan sintesa atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan masalah. Berdasarkan uraian teori dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut : Likuiditas (current ratio) (X1) Manajemen modal kerja (Working Capital Turnover) (X2) Manajemen modal kerja (Inventory turnover) (X3)

H11 H2

Profitability (ROA) (Y1)

H3 H4

36

Gambar 2.1 Kerangka konseptual Sumber : diolah penulis, 2013

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, terlihat bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan kausatif (sebab akibat). Di mana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Rasio Likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2), perputaran persediaan (X3) akan mempengaruhi variabel dependen profitabilitas (Y). Profitabilitas perusahaan merupakan perbandingan antara laba bersih dengan aset atau modal yang digunakan untuk menghaslkan laba tersebut. Profitabilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh masalah likuiditas. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Semakin banyak perusahaan menahan uang kasnya maka semakin likuid perusahaan tersebut dan semakin berkurang pula uang kas yang digunakan oleh perusahaan. Ada saatnya likuiditas akan dirasakan perusahaan sebagai akibat yang dapat merugikan dan mengurangi kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Djarwanto (2001 : 88) “konsep fungsional, modal kerja adalah jumlah dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan jangka pendek (current income) yang sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut”. Antara penjualan dengan modal kerja terdapat hubungan yang erat. Bila volume penjualan naik, investasi dalam persediaan dan piutang juga meningkatkan modal kerja.

37

Pengukuran modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover). Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi modal kerja. Pengukuran efisiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat perputaran modal kerja (working capital turnover), jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima. Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja yang memuaskan, maka perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa, sehingga menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin safety) yang memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang berlebih akan menyebabkan perusahaan overlikuid

sehingga

mengakibatkan

menimbulkan

inefisiensi

dana

perusahaan

dan

menganggur membuang

yang

akan

kesempatan

memperoleh laba. Perputaran persediaan mengukur kecepatan rata-rata persediaan bergerak keluar perusahaan. Semakin cepat persediaan dirubah menjadi barang dagang yang nantinya akan dijual oleh perusahaan maka semakin cepat pula bagi perusahaan untuk memperoleh laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan oleh perusahaan maka akan semakin baik bagi kelangsungan hidup

38

perusahaan. Keadaan perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan bahwa semakin efisien dan efektif perusahaan dalam mengelola persediaannya. Hal ini juga menunjukkan volume penjualan yang tinggi pada perusahaan dan laba yang diperoleh perusahaan semakin besar dengan mengasumsikan biayabiaya yang terjadi. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan akan memaksimalkan tingkat pengembalian asset yang diperoleh perusahaan. 2.5.2 Hipotesis penelitian Hipotesis Menurut Erlina (2008 : 49) “menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris”. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya. Hipotesis yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : H1 : Likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan H2 : Perputaran modal kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan H3 : Perputaran persediaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ( ROA) perusahaan H4 : Likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan secara bersama–sama berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) perusahaan.

39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1

Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007 : 11). 3.2

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan peneliti adalah data sekunder. “Data sekunder

merupakan data primer yang diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar dan sebagainya sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain” (Umar, 2003 : 60). Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala rasio dan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui situs www.idx.co. Data sekunder yang digunakan dalam

40

penelitian ini adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu : 1. Informasi mengenai likuiditas perusahaan 2. Informasi mengenai perputaran modal kerja perusahaan 3. Informasi mengenai perputaran persediaan perusahaan 4. Informasi mengenai profitabilitas perusahaan Menurut waktu pengumpulannya, data yang digunakan menggunakan data time series yaitu “sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan atau tahunan” (Umar, 2003 : 61). Penelitian ini menggunakan data selama 4 tahun (series) yaitu tahun 2009–2012. Dengan demikian sampel dalam penelitian ini terdiri dari 13 sampel yaitu 9 sampel yang merupakan perusahaan yang akan diteliti selama 4 tahun dengan data yang digunakan berasal dari laporan keuangan dan laporan tahunan. 3.3

Populasi dan Sampel Penelitian “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian diambil kesimpulannya” (Sugiyono, 2008 : 115). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36 populasi yang merupakan perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 74), “sampel adalah bagian populasi yang

digunakan

untuk

memperkirakan

karakteristik

populasi”.

Metode

41

pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Jogiyanto (2004 : 79), “purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu”. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Seluruh perusahaan sektor industri tekstil dan garmen yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2012. 2. Seluruh perusahaan sektor industri tekstil dan garmen yang mempublikasikan laporan keuangannya dalam situs Bursa Efek Indonesia (www.bei.co.id). 3. Perusahaan tersebut memiliki laporan keuangan yang lengkap dan mempunyai laporan auditor independen yang dipublikasikan. 4. Perusahaan menggunakan mata uang Rupiah dalam melaporkan laporan keuangan maupun laporan tahunan. Berikut ini adalah sampel penelitian yang telah dilakukan dengan purposive sampling yang telah dilakukan peneliti : Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian No

Kode

Nama 1

1

ADMG

2

ARGO

3

ERTX

4

ESTI

5

HDTX

6

INDR

Polychem Indonesia Tbk Argo Pantes Tbk Eratex Djaya Tbk Ever Shine Tex Tbk Panasia Indo Resources Tbk Indo Rama Synthetic Tbk

Sampel

Kriteria 2

3

4













































1 2

3 4

42

7

MYTX

Apac Citra Centertex Tbk

8

PBRX

Pan Brothers Tbk

9

POLY

Asia Pasific Fibers Tbk

10

RDTX

Roda Vivatex Tbk

11

RICY

12

SSTM

13

UNTX

Ricky Putra Globalindo Tbk Sunson Textile Manufacturer Tbk Unitex Tbk



















































5 6

7 8



9

Sumber : Diolah penulis, 2013

3.4

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara yaitu internet melalui situs Bursa Efek Indonesia dengan melihat laporan keuangan yang diterbitkan setiap tahunnya baik dalam media cetak maupun data yang di download dari internet melalui www.idx.co.id. 3.5

Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel 3.5.1

Variabel penelitian

1. Variabel bebas (independent variable) Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

43

(Sugiyono, 2008 : 59). Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Likuiditas Likuiditas yang diukur dengan rasio lancar (Current Ratio) (X1) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio likuiditas dapatdiukur dengan rumus sebagai berikut : CR=

Aktiva Lancar x 100 Hutanglancar

b. Manajemen modal kerja yang diukur dengan rasio perputaran modal kerja (X2) yaitu rasio yang menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Perputaran modal kerjadapat diukur dengan rumus sebagai berikut : WCT =

c.

Penjualan aktivalancar−hutanglancar

Manajemen modal kerja yang diukur dengan rasio perputaran persediaan (X3) mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang dimiliki selama periode berjalan. Rasio ini dihitung sebagai berikut : ITO=

Harga pokok penjualan persediaan rata−rata

2. Variabel terikat (dependent variable)

44

“Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas “(Sugiono, 2008 : 59). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah profitabilitas yang diukur dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini dihitung sebagai berikut: Return On Asset=

Laba bersih setelah pajak Total Asset

3.5.2. Defenisi operasional variabel Operasional variabel penelitian ini dapat dilihat secara lebih lengkap pada tabel di bawah ini : TABEL 3.2 Definisi operasional Nama variabel

Likuiditas

Perputaran Modal kerja

Perputaran persediaan

Defenisi Operasional Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang pada saat ditagih

Parameter Yang Digunakan

CR=

Aktiva Lancar x 100 Hutanglancar

Rasio untuk memperlihatkan Penjualan WCT = adanya efisiensi modal kerja dalam a. lancar−h . lancar pencapaian penjualan Perputaran persediaan adalah merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata

ITO=

Harga pokok penjualan persediaan rata−rata

Skala

Rasio

Rasio

Rasio

45

persediaan yang dimiliki oleh Perusahaan. Rasio profititaabilas adalah rasio yang Profitabilitas menghubungkan ( ROA ) laba dari penjualan dan investasi. Sumber : diolah Penulis, 2013 3.6

ROA=

lababersih setelah pajak total aktiva

Rasio

Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik

dengan menggunakan software SPSS 16. Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis yaitu uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang

dilakukan

terdiri

dari

uji

normalitas,

uji

multikolonieritas,

uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis, dilakukan analisis uji t dan uji F. 3.6.1. Pengujian asumsi klasik Penggunaan analisis regresi dalam statistik harus bebas dari asumsi asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian

ini

adalah,

uji

normalitas,

uji

multikolinieritas,

uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 1. Uji normalitas “Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal” (Ghozali, 2006 : 110). Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Histogram atau pola 46

distribusi data normal dapat digunakan untuk melihat normalitas data. Uji Kolmogrov Smirnov, dalam uji pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu: a. jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal, b. jika nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data normal. Menurut Ghozali (2006 : 112), pada prinsipnya normalitas data dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan : 1) jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, 2) jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arahgaris diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 2. Uji multikolinieritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Erlina dan Mulyani (2007 : 107), menyatakan “Multikolinearitas merupakan kondisi dimana terjadi korelasi antar variabel - variabel independen suatu penelitian atau dengan kata lain bersifat ortogonal”. Variabel - variabel independen yang bersifat ortogonal adalah variabel yang memiliki nilai

47

korelasi di antara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel independen, maka konsekuensinya adalah: (a) koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir (b) nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas. Pengujian dilakukan dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF di atas 2 maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian. Di samping itu, “suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi di antara variabel independen lebih besar dari 0,9” (Ghozali, 2005 : 91). Menurut Ghozali (2005), “cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas yaitu: 1. mengeluarkan salah satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan indentifikasi variabel independen lainnya untuk membantu prediksi 2. menggabungkan data cross section dan time series (pooling data) 3. menambah data penelitian”. 3.

Uji heteroskedastisitas Menurut Situmorang et al. (2009 : 63), “Heteroskedastisitas dapat

dikatakan sebagai suatu situasi dimana dalam sebuah grup terdapat varians yang

tidak

sama

diantara

sesama

anggota

grup

tersebut”.

Uji

heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model

48

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual diantara pengamatan tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika: 1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja 3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali 4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Menurut Situmorang, et.al. (2009 : 76), ada dua cara perbaikan heteroskedastisitas, yaitu : 1. Bila varians �2� diketahui, maka metode yang digunakan adalah dengan cara kuadrat terkecil tertimbang yang meminimumkan pentingnya observasi yang penting dengan memberikan bobot pada observasi tadi secara proporsional dengan kebalikan dari variansnya. 2. Bila varians �2� tidak diketahui, dimana pengetahuan mengenai �2� biasanya merupakan hal yang jarang dimiliki. Sebagai akibatnya, orang biasanya membuat suatu asumsi yang masuk akal & mentransformasikan data atau membuat gangguan (disturbance) data yang telah ditransformasikan bersifat homokesdastisitas. Misal model persamaannya: Y = b0 + b1x1 + b2x2, ditransformasikan menjadi: LogY = b0 + b1logx1 + b2logx2.

49

4.

Uji autokorelasi “Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya)” (Ghozali, 2006 : 95). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan dalam time series. Ada beberapa cara untuk menguji adanya autokorelasi seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs dan lain-lain. Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first autocorelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu: 1) angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif 2) angka D-Wdi antara-2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi 3) angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Menurut Situmorang et al.(2009 : 78), Autokorelasi dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana adanya korelasi diantara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul dikarenakan residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

50

Pada penelitian ini, uji autokorelasi dideteksi dengan uji DurbinWatson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama (first order autokorelasi) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi. 3.7

Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi

berganda, uji sgnifikansi t-test serta uji signifikansi f-test. Menurut Rochaety (2007 : 107) “ …dengan uji hipotesis kita memusatkan perhatian pada peluang kita membuat keputusan yang salah. Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan informasi yang terkandung dalam sampel tetapi menggambarkan keadaan populasi”. 3.7.1 Analisis regresi berganda Menurut Rochaety (2007 : 142) “regresi berganda bertujuan untuk menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas”. Model persamaannya adalah sebagai berikut : Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan : Y = variabel dependen yaitu profitabilitas a = intercept/ koefisien yang menyatakan perubahan rata-rata variabel dependen untuk setiap variabel independen sebesar satu atau yang disebut konstanta.

51

b1, b2, b3 = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+)

maka terjadi kenaikan pada

variabel dependen dan bila b (-) maka akan terjadi penurunan pada variabel. X1 = likuiditas yang diukur dengan rasio lancar (current ratio) X2 = manajemen

modal kerja yang ukur dengan mengunakan rasio

perputaran modal kerja X3 = manajemen modal kerja yang diukur dengan perputaran persediaan e

= error

3.7.2 Uji signifikansi parsial (t-test) Menurut Ghozali (2006 : 84) “uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen”. Uji t merupakan suatu cara untuk mengukur apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini dilakukan dengan menghitung serta membandingkan t hitung dengan t tabel yaitu dengan ketentuan sebagai berikut: Jika t-hitung > t-tabel untuk α = 5 % Ho diterima Jika t-hitung < t-tabel untuk α = 5 % Ha ditolak 3.7.3 Uji signifikasi simultan (F-test) Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara

52

bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen yaitu likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas secara simultan. Bentuk pengujiannya adalah : Ho : b1 = 0,

artinya suatu variabel independen secara simultan tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen. Ha : b1 ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika Fhitung ≤ Ftabel α 5% Ha diterima jika Fhitung ≥ Ftabel α 5% 3.8

Jadwal Penelitian Jadwal penelitian yang telah dirancang oleh peneliti adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Jadwal Penelitian

No 1

Tahapan Penelitian

September 2013 

Pengajuan proposal skripsi 2 Bimbingan proposal skripsi 3 Pengumpulan data 4 Pengolahan data 5 Bimbingan skripsi 6 Penyelesaian penulisan laporan penelitian Sumber : diolah penulis, 2013

Oktober 2013

November 2013

Keteranga n 1 minggu 2 minggu

    

1 minggu 1 minggu 1 minggu 2 minggu

53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1

Data Penelitian Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan tekstil dan

garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2009 - 2012. Perusahaan yang dijadikan sampel berjumlah 9 perusahaan, sehingga data penelitian secara keseluruhan berjumlah 36 (9 x 4) sampel. Daftar perusahaan yang telah ditentukan dapat dilihat pada lampiran. 4.2

Analisis Hasil Penelitian 4.2.1 Statistik deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian ini hanya mendeskripsikan sampel dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Menurut Ghozali (2006 : 78), “statistik deskriptif memberikan

54

gambaran atau deskripsi suatu data yang dapat dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range dan kemencengan distribusi”. Statistik deskriptif akan dijelaskan dalam tabel berikut ini Tabel 4.1 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean ROA 36 -42,050 47,740 -,04056 CR 36 41,03 225,30 112,0600 WCT 36 -917,96 442,67 -1,5039 ITO 36 1,20 12,19 5,4383 Valid N (listwise) 36 Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013 Berdasarkan data dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa :

Std. Deviation 13,511621 56,54518 200,28488 3,10433

a. Variabel Likuiditas (X1) memiliki sampel (N) sebanyak 36 dengan nilai minimum (terkecil) - 41.03, nilai maksimum (terbesar) 225.3 dan mean (nilai rata-rata) 112,06. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 56,54518. b. Variabel perputaran modal kerja (X2) memiliki sampel (N) sebanyak 36 dengan nilai minimum (terkecil) -917.96, nilai maksimum (terbesar) 442,67 dan mean (nilai rata-rata) -1,5039. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 200,28488. c. Variabel perputaran persedian (X3) memiliki sampael (N) sebanyak 36 sampel dengan nilai minimum (terkecil) 1.20, nilai maksimum (terbesar) 12.19 dan mean (nilai rata-rata) 5,4383. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 3,10433.

55

d. Variabel profitabilitas (Y) memiliki sampel (N) sebanyak 36 dengan nilai minimum (terkecil) -42.050, nilai maksimum (terbesar) 47.740 dan mean (nilai rata-rata) -0,04056. Standar Deviation (simpangan baku) variabel ini adalah 13,511621. e. Jumlah sampel yang ada sebanyak 36 sampel. 4.2.2

Uji asumsi klasik Syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda

dengan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak bias dan efisien (Best Linear Unbiased Estimator). Best artinya yang terbaik, dalam arti garis regresi merupakan estimasi atau ramalan yang baik dari suatu sebaran data. Garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan antara dua seri data atau lebih. Garis regresi adalah best jika garis itu menghasilkan error yang terkecil. Error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika best disertai sifat unbiased, maka estimator regresi disebut efisien. Estimator regresi akan disebut linear apabila, estimator itu merupakan fungsi linear dari sampel. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program statistik. Menurut Ghozali (2006 : 123), asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah: • Berdistibusi normal. • Non-Multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna. • Non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidaksaling berkorelasi.

56



1.

Non-Heterokedastisitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.

Uji normalitas Uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk

mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Ghozali (2006 : 115), memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov yang dapat dilihat dari: a) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas < 0.05, maka distribusi data adalah tidak normal b) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas > 0.05, maka distribusi data adalah normal. Hasil uji normalitas dengan menggunakan model Kolmogorov Smirnov adalah seperti yang ditampilkan berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 36 Normal Parametersa Mean ,0000000 Std. Deviation 12,08870866 Most Extreme Absolute ,179 Differences Positive ,179 Negative -,134 Kolmogorov-Smirnov Z 1,074 Asymp. Sig. (2-tailed) ,199 a. Test distribution is Normal. Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

57

Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa hasil pengujian statistik dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,199 yaitu lebih besar dari 0,05. Sesuai dengan ketentuan rentang data yang telah ditentukan diatas, maka data terdistribusi normal. Berikut hasil uji normalitas dengan menggunakan Histogram dan Plot :

Gambar 4.1 Uji Normalitas Data Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013 Dengan melihat gambar 4.1 (tampilan histogram), dapat disimpulkan bahwa grafik yang ditunjukkan dalam histogram membentuk pola yang simetris artinya pola yang tidak mencondong ke kanan maupun ke kiri. Hal

58

ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh dan diolah telah terdistribusi secara normal .

Gambar 4.2 Uji Normalitas Data Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013 Menurut pendapat Ghozali (2006 : 112), “pendeteksian normalitas dapat dilakukan dengan cara melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, yaitu jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, hal ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal”. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa data (titik) menyebar di sekitar dan mendekati garis normal, hali ini sejalan dengan hasil pengujian dengan menggunakan histogram yang menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Maka dapat disimpulkan bahwa data secara keseluruhan telah terdistribusi secara normal. 2. Uji multikolinieritas

59

Ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya.nilai variance Inflatin Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karenaVIF =1/tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolineritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Ghozali, 2006: 91). Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Collinearity Statistics Model Tolerance 1(Constant) CR ,684 WCT ,980 ITO ,680 a. Dependent Variable: ROA Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

VIF 1,462 1,020 1,471

Pada penelitian ini, penulis menggunakan uji multikoliniearitas untuk mendeteksi apakah terdapat gejala multikolinearitas dalam penelitian yaitu dengan melihat besaran korelasi antar variabel independen dan besarnya tingkat kolinearitas yang masih dapat ditoleransi. Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa

penelitian ini

bebas dari adanya

multikolinearitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing–masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian, memiliki nilai Tolerance yang lebih besar dari 0.10 yaitu nilai tolerance CR sebesar 0.684, nilai tolerance WCT sebesar 0,980 dan nilai tolerance ITO sebesar 0,68. Perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama, dimana variabel

60

independen memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 yaitu nilai VIF untuk CR sebesar 1.462, nilai VIF untuk WCT sebesar 1.020 dan VIF untuk ITO sebesar 1,471. Maka dari hasil tabel secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapatnya multikolinearitas antar variabel independen dalam model ini. 3.

Uji Heterokedatisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model

regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians yang satu dengan pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika varians nya berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Ghozali (2006 : 105 ) menyatakan bahwa “model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas”. Dalam penelitian ini, untuk mendetaksi ada atau tidaknya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot yang dihasilkan dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar keputusannya adalah : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasi telah terjadi heterokedastisitas 2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalis apakah terjadi heterokedastisitas.

61

Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013 Grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi. Alasan mengapa titik–titik menyebar menjauh dari titik–titik yang lain dikarenakan data penelitian yang berbeda antara data yang satu dengan data yang lain. 4.

Uji autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu observasi dengan observasi lain pada model regresi. Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Uji DurbinWatson

hanya

digunakan

untuk

autokorelasi

tingkat

satu

(first

autocorection) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model

62

regersi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu: 1) angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif 2) angka D-Wdi antara-2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi 3) angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Std. Error Adjusted R of the DurbinModel R R Square Square Estimate Watson a 1 ,447 ,200 ,124 12,642674 2,345 a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA Sumber : Output SPSS , diolah Penulis, 2013 Tabel 4.4 menunjukkan hasil dari uji autokorelasi variabel penelitian. Berdasarkan dari hasil uji autokolerasi, dapat dilihat bahwa dalam variabel penelitian tidak terdapat autokolerasi yang ditunjukkan dari nilai Durbin – Watson (D-W) sebesar 2,345. Angka D-W berada diatas +2, yang mengartikan bahwa terdapat autokorelasi negatif. 4.2.3

Analisis regresi

a. Analisis Regresi Berganda Berdasarkan hasil uji asumsi klasik, disimpulkan bahwa model regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi model

63

estimasi yang Best Linear Unbiased Estimstor (BLUE) dan sudah layak untuk dilakukan analisis statistik selanjutnya yaitu melakukan pengujian hipotesis. Hasil pengolahan data dengan analisis regresi adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Coefficienta Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) -17,998 8,800 CR ,117 ,046 ,490 WCT -,014 ,011 -,213 ITO ,888 ,835 ,204 a. Dependent Variable: ROA Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

T -2,045 2,559 -1,333 1,063

Sig. ,049 ,015 ,192 ,296

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : Y

=

a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

ROA

=

-17,998 + (0,117) CR + ( -0,014) WCT + (0,888) ITO + e

Keterangan : 1) Konstansta sebesar -17,998 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (X1 = 0, X2 = 0 dan X3 = 0) maka ROA sebesar -17,998, 2) β1 sebesar 0,117 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Current Ratio sebesar 1% maka akan diikuti oleh kenaikan ROA sebesar 0,117 dengan asumsi variabel lain tetap.

64

3) β2 sebesar -0,014 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Working Capital Turnover sebesar 1% maka akan diikuti oleh penurunan ROA sebesar 0,014 dengan asumsi variabel lain tetap. 4) β3 sebesar 0,888 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Inventory Turnover sebesar 1% maka akan diikuti oleh kenaikan ROA sebesar 0,888 dengan asumsin variabel lain tetap. b. Analisis Koefisien determinasi Nilai Koefisien Korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat apabila nilai R diatas 0,5 dan mendekati 1.

Tabel 4.6 Pedoman Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat Sumber : Sugiyono, Metode penelitian Bisnis (2007: 183) Koefisien determinasi (R square) menunjukkan seberapa besar variabel dependen. Nilai R square adalah nol sampai dengan satu, apabila nilai R square semakin mendekati satu, maka variabel – variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen.

65

Sebaliknya, semakin kecil nilai R square, maka kemampuan variabelvariabel independen dalam menjalankan variasi-variabel dependen semakin terbatas. Nilai R square memiliki kelemahan yaitu R square akan meningkat setiap ada penambahan satu variabel independen meskipun variabel independen tersebut tidak berpengaruh sognifikan terhadap variabel dependen. Tabel 4.7 Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson a 1 ,447 ,200 ,124 12,642674 2,345 a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013 Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka 0,124 atau 12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari profitabilitas bisa dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 87,6% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi variabel independen terhadap variabel dependen dikatakan rendah. 4.2.4. Pengujian hipotesis 1. Uji signifikansi parsial Uji t bertujuan untuk menguji apakah suatu variabel bebas (independen) berpengaruh atau tidak terhadap variabel terikat (dependen) secara parsial. Uji t menggunakan hipotesis seperti yang dijelaskan berikut ini.

66

H0: b1,b2,b3= 0, perputaran

artinya likuiditas,

persediaan

tidak

perputaran modal kerja dan

mempunyai

pengaruh

terhadap

profitabilitas secara parsial pada perusahaan industri garmen dan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ha: b1,b2,b3≠0, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas secara parsial pada perusahaan industri garmen dan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun kriteria pengujiannya yaitu: Ho diterima jika t hitung < t tabel dan signifikansi > 0,05 Ha diterima jikat hitung > t tabel dan signifikansi < 0,05

1

Model (Constant) CR WCT ITO

Tabel 4.8 Hasil Uji t Coefficienta Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta T Sig. -17,998 8,800 -2,045 ,049 ,117 ,046 ,490 2,559 ,015 -,014 ,011 -,213 -1,333 ,192 ,888 ,835 ,204 1,063 ,296

Pa a.Dependent Variable ; ROA Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

67

Tabel 4.8 menunjukkan hasil pengujian statistik uji-t yang menjelaskan pengaruh variabel independen secara parsial sebagai berikut : 1) Pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas a) Nilai signifikansi sebesar 0,015 menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk uji t secara parsial lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antar t hitung dengan t tabel yaitu bahwa Likuiditas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat Profitabilitas pada tingkat kepercayaan 95%. b) Variabel Likuiditas memiliki t hitung sebesar 2,559 dengan nilai signifikansi 0,015 (lebih kecil dari 0,05). Dengan menggunakan tabel t, diperoleh t tabel sebesar 2.03224. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa t hitung sebesar 2,559 lebih besar dari t tabel sebesar 2.03224 sehingga Ha diterima dan tolak Ho dimana artinya, likuiditas mempunyai pengaruh secara parsial terhadap

profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan

garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas a) Nilai signifikansi sebesar 0.192 menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk uji t individual (parsial) lebih besar dari 0.05. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel yaitu perputaran

68

modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas pada tingkat kepercayaan 95%. b) Variabel perputaran modal kerja (WCT) memiliki t hitung sebesar -1,333 dengan nilai signifikansi sebesar 0.192 (lebih besar dari 0.05). Dengan mengggunakan t tabel, diperoleh bahwa t tabel sebesar

2.03224. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa t hitung sebesar -1,333 lebih kecil dari t tabel yaitu sebesar 2,03224 sehingga H 0 diterima dan Ha ditolak dimana artinya, perputaran modal kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia . 3) Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas a) Nilai signifikansi sebesar 0.296 menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk uji t individual (parsial) lebih besar dari 0.05. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pengujian statistik yang membandingkan antara t hitung dengan t tabel yaitu perputaran modal kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas pada tingkat kepercayaan 95%. b) Variabel perputaran modal kerja (WCT) memiliki t hitung sebesar 1,063 dengan nilai signifikansi sebesar 0.296 (lebih besar dari 0.05). Dengan mengggunakan t tabel, diperoleh bahwa t tabel sebesar 2.03224. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa t hitung sebesar 1,063 lebih kecil dari t tabel yaitu

69

sebesar 2,03224 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak dimana artinya, perputaran persediaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap profitabilitas pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2.

Uji signifikansi simultan Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen

secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh terhadap variabel

dependen.

Pembuktian

dilakukan

dengan

cara

membandingkan nilai kritis, F (tabel) dengan F (hitung) yang terdapat pada tabel analisis df variance. Dalam uji F digunakan hipotesis yang disebutkan dibawah ini. H0: b1,b2,b3 = 0, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan

tidak mempunyai pengaruh terhadap

profitabilitas secara simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ha: b1,b2,b3 ≠ 0, artinya likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran

persediaan

mempunyai

pengaruh

terhadap

profitabilitas secara simultan pada perusahaan industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria pengujiannya yaitu: Ho diterima jika Fhitung < Ftabel dan signifikansi > 0,05 Ha diterima jika Fhitung > Ftabel dan signifikansi < 0,05 Tabel 4.9 Hasil Uji F

70

Anova Mean Model Sum of Squares Df Square 1Regression 1274,945 3 424,982 Residual 5114,791 32 159,837 Total 6389,736 35 a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013

F 2,659

Sig. ,065a

Hasil uji F yang ditampilkan dalam tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah 2,659 dengan tingkat signifikansi 0,065 yang lebih besar dari 0,05 dengan menggunakan tabel F diperoleh nilai F tabel sebesar 2,90112. Hal ini menunjukkan bahwa F hitung sebesar 2,659 lebih kecil dari F tabel yaitu sebesar 2,90112 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak, artinya variabel bebas yaitu likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan tidak mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas secara simultan pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4.3

Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengujian secara parsial, variabel likuiditas yang diukur dengan current ratio menunjukkan hasil bahwa likuiditas di perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dalam tabel thitung > ttabel ( 2,559 > 2,03224 ) dengan tingkat signifikan 0,015 < 0,05. Hasil output SPSS ini menunjukkan kesimpulan yang sama dengan pernyataan dari Horne (2005: 224) yang menyatakan, “jika perusahaan mengetahui dengan pasti permintaan

71

penjualan di masa depan, penagihan piutang dan jadwal produksinya, maka perusahaan dapat mengatur jadwal maturitas hutangnya sehingga berhubungan dengan jadwal arus kas bersih di masa yang akan datang, akibatnya laba akan maksimal dikarenakan tidak ada kebutuhan untuk menyimpan aktiva lancar”. Variabel manajemen modal kerja yang diukur dengan working capital turnover (WCT) dan inventory turnover (ITO) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hasil pengujian tersebut diperoleh melalui uji t, dimana thitung < ttabel ( -1,333 < 2,03224 ) dengan tingkat signifikan 0,192 > 0,05 untuk WCT dan (1,063 < 2,03224) dengan tingkat signifikan 0,296 > 0,05 untuk ITO. Hal ini berarti secara parsial, tidak setiap kenaikan WCT dan ITO akan diikuti oleh kenaikan atau penurunan profitabilitas (ROA). Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan Tunggal (2000 : 195), “Makin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya profitabilitas semakin meningkat”, dalam pernyataan tersebut Tunggal menyimpulkan bahwa perputaran modal kerja berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan menurut hasil output SPSS menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini juga berbeda dengan peneliti sebelumnya, dimana Nurhayati (2010) dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan jika dilihat secara simultan (global), dapat disimpulkan bahwa likuiditas dan manajemen modal kerja (perputaran modal kerja dan perputaran persediaan) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas (ROA),

72

yang ditunjukkan dengan Fhitung < Ftabel yaitu sebesar (2,659 < 2,90112 ) dengan tingkat signifikan 0,065 > 0,05. Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka 0,124 atau 12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari profitabilitas bisa dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 87,6% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi variabel independen terhadap variabel dependen dikatakan rendah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah likuiditas yang diukur dengan

current ratio (CR) dan manajemen modal kerja yang diukur dengan perputaran modal kerja (WCT) dan perputaran persediaan (ITO) memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas (ROA) pada perusahaan industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah likuiditas (CR), perputaran modal kerja

73

(WCT) dan perputaran persediaan (ITO) sedangkan variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas (ROA). Penelitian ini menggunakan sampel dari 9 emiten perusahaan industri tekstil dan garmen yang listing selama periode 2009 – 2012. Berdasarkan penelitian bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel independen likuiditas (X1) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap profitabilitas. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4,8 bahwa t hitung > ttabel (2,559 > 2,03224) dengan tingkat signifikan 0.015 < 0.05, artinya setiap kenaikan likuiditas (X1) akan diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y). Hasil output SPSS ini menunjukkan kesimpulan yang sama dengan pernyataan dari Horne (2005: 224) yang menyatakan, “jika perusahaan mengetahui dengan pasti permintaan penjualan di masa depan, penagihan piutang dan jadwal produksinya, maka perusahaan dapat mengatur jadwal maturitas hutangnya sehingga berhubungan dengan jadwal arus kas bersih di masa yang akan datang, akibatnya laba akan maksimal dikarenakan tidak ada kebutuhan untuk menyimpan aktiva lancar . 2. Variabel independen perputaran modal kerja (X2) secara parsial

tidak

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas . Hal ini dapat ditunjukkan dari tabel 4.8 bahwa thitung < ttabel (-1,333 < 2,03224) dengan tingkat signifikan 0,192 > 0,05, artinya tidak setiap kenaikan perputaran modal kerja (X2) akan diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y).

74

3. Variabel independen perputaran persediaan (X3) secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas (Y). Hal ini dapat ditunjukkan dari tabel 4.8 bahwa thitung < ttabel

(1,063 < 2,03224) dengan

tingkat signifikan 0,296 > 0,05 artinya tidak setiap kenaikan perputaran persediaan (X3) akan diikuti oleh kenaikan profitabilitas (Y). 4. Penelitian secara simultan (uji F) dilakukan untuk menguji apakah variabel independen yaitu likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2) dan perputaran persediaan (X3) secara bersama–sama akan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu profitabilitas (Y). Dari hasil penelitian uji F, maka dapat disimpulkan bahwa likuiditas (X1), perputaran modal kerja (X2) dan perputaran

persediaan

(X3)

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

profitabilitas (Y). Hal ini ditunjukkan dari tabel 4.9 bahwa Fhitung < Ftabel yaitu sebesar (2,659 < 2,90112) dengan tingkat signifikan 0,065 > 0,05. Angka koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka 0,124 atau 12,4%, artinya hanya 12,4% variasi dari profitabilitas bisa dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 87,6% dijelaskan oleh variasi atau faktor lain. Hal ini menunjukkan tingkat prediksi variabel independen terhadap variabel dependen dikatakan rendah. 5.2

Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan dalam beberapa hal yang

diharapkan untuk dapat diperhatikan selanjutnya. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut :

75

1. Penelitian ini hanya menggunakan 9 perusahaan emiten dari perusahaan industri tekstil dan garmen yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2009–2012, sehingga tidak diketahui apakah variabel independen akan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen di perusahaan industri tekstil dan garmen lainnya. 2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini masih sedikit yaitu likuiditas, perputaran modal kerja dan perputaran persediaan. 3. Perusahaan masih memiliki banyak rasio keuangan yang dapat menjadi faktor penilaian kinerja perusahaan selain Return On Asset (ROA) yang digunakan dalam penelitian.

5.3 Saran Beberapa saran yang dapat dikemukakan penulis berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain: 1. Bagi pihak manajemen perusahaan disarankan untuk tetap mempertahankan tingkat likuiditas yang dimiliki karena likuiditas (current ratio) yang baik akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan dengan baik pula. Selain itu, pihak manajemen juga harus memperhatikan variabel–variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas yang tinggi sehubungan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel perputaran modal kerja dan perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas. 2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat memperluas atau menambah variabel penelitian tidak hanya terbatas pada tiga variabel, melainkan lebih dari tiga variabel. Selain itu peneliti selanjutnya juga dapat memperpanjang

76

waktu penelitian maupun mengambil sampel perusahaan yang bergerak di bidang lain dan bidang yang lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Faisal, 2005. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, Penerbitan Universitas Muhammadiyah, Malang. Agnes Sawir. 2003. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Bambang Riyanto, 1995. Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan, Edisi keempat, Yogyakarta, Yayasan Penerbit Gajah Mada. Brigham, Eugene dan Joel F Houston, 2001. Manajemen Keuangan II. Jakarta:Salemba Empat

77

Brigham, Eugene F and Philips R. Daves, 2004. Intermediate Financial Management, Eight Edition, South Western, United States. Brigham, Eugene F. and Joul F. Houston, 2006. Fundamental of financial management, Dasar-dasar manajemen keuangan, buku satu, edisi sepuluh, alih bahasa oleh Ali Akbar Yulianto, PT Salemba Empat, Jakarta. Brigham, Eugene F. dan Joe F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta. Daft, Richard L. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Penerbit Erlangga. Delima, 2010. Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap Dan Perputaran Persediaan Terhadap tingkat Profitabilitas pada perusahaan Otomotif yang terdaftar di BEI, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Djarwanto, 2001. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Elder, Randal. J., Beasley, Mark.S., Arens, Alvin.A., and Jusuf, Amir.Abadi. 2009. Auditing and Assurance Services an Integrated Approach an Indonesian Adaptation. Singapore: Pearson Education South Asia PTE Ltd.Erlangga. Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen, edisi Kedua, USU Pers, Medan. Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi penelitian dan Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen (Edisi Pertama), USU Press, Medan. Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivarite dengan SPSS, Cetakan Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Ghozali. 2005. Pengantar Metode Statistik. Jilid 2, Jakarta: LP3S. Gitman,Lawrence J, 2003. Principle of Managerial Finance, Tenth Edition, Pearson Education, Inc, United States. Greuning, Hennie Van, 2005. International Financial Reporting Standars: A Practical Guide, Standar Pelaporan Keuangan Internasional: Pedoman Praktis, edisi pertama, alih bahasa oleh Edward Tanujaya, PT Salemba Empat, Jakarta. Hanafi, Mahmud M dan Abdul Halim. 2007. Yogyakarta:UPP YKPN.

Analisa Laporan Keuangan.

Harahap, Sofyan,2001. Sistem Pengawasan Manajemen, Penerbit Quantum, Jakarta.

78

Horne, Van and Wachowich, Jr. 2005. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny A.Kwary, Buku Satu, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. J. Fred Weston dan Copeland, 1999. Manajemen Keuangan, Jilid 1, Terjemahan Jaka Wasana dan Krisbandono, Penerbit Kina Rupa Aksara, Jakarta. Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian Bisnis (Edisi 2004/2005) Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta. Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Karseno, Arief Ramelan, Adji, Anti, 2001. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Kelembagaan Di Indonesia, Yogyakarta, Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Keown, Arthur J, John D. Martin dan J. William, 2005. Financial Manajemen,Tenth Edition, Pearson Education, Inc, United States, hal 646. Melvatanti, 2010. Pengaruh Perputaran Modal kerja dan Return Spread terhadap Likuiditas pada perusahaan Otomotif dan Komponennya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Munawir, 2001. Akuntansi Keuangan dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE. Munawir, 2004. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Liberty, Yogyakarta. Natalia Sonata, 2009. Analisis Pengaruh Efektifivitas Modal Kerja Dan Operating Asset Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Nurhayati, 2010. Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-dasar pembelajaran perusahaan. Edisi ketiga. Rochaety E,dkk. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, Edisi Pertama. Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta. Rosita Alia, 2011. Pengaruh perputaran modal kerja, piutang, persediaan, ROE, DER dan DAR terhadap profitabilitas pada perusahaan real estate dan

79

property yang terdaftar di BEI, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. S. Munawir, 2002. Akuntansi Keuangan Dan Manajemen. Edisi Revisi. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Sawir, Agnes, 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sinaga, Marselina. 2008. Pengaruh Perputaran Modal Kerja dan Perputaran Aktiva Operasi terhadap Tingkat Profitabilitas Pada Industri Otomotif dan Komponenya yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Sinar Yoshepin, Christin. 2009. Pengaruh Perputaran Modal kerja terhadap Tingkat Likuiditas pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Sitanggang, Ruleta Seprina. 2008. Pengaruh Perputaran Piutang terhadap Profitabilitas pada PT. Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Situmorang Syafrizal H., Doli, Iskandar Muda, Muslich, Syahyunan, 2009. Analisis Data Penelitian (Menggunakan Program SPSS), Terbitan Pertama, Usu Press, Sumatera Utara Siwi, 2005. Analisis Pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap likuiditas pada perusahaan property dan real eastate yang go public di BEJ, Skripsi, Universitas Sumatera utara, Medan. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, CV Alfabeta, Bandung. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Tunggal, Amin Widjaya, 2000. Dasar-Dasar Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta. Tunggal, Widjaja, Amin. 1995. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Rhineka Cipta.

80

Umar, Husein, 2003. Metode Riset Akuntansi Terapan, edisi pertama Ghalia Indonesia, Jakarta. Warren, Carl S, James M. Reeve, Philip E. Fess, 2005. Accounting, Pengantar Akuntansi, edisi 21, alih bahasa oleh Aria Farahmita, Amanugrahani, dan Taufik Hendrawan, PT Salemba Empat, Jakarta. Weston, J. Fred and Brigham, Eugene F., 1993. Managemen Keuangan (Managerial Finance), edisi 7 Jilid 1, Erlangga. www.idx.com www.repository.usu.ac.id www.tempo.co

Lampiran i Daftar Sampel Perusahaan-Perusahan Tekstil dan Garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009 - 2012.

No

Kode

Nama 1

1

ADMG

2

ARGO

Polychem Indonesia Tbk Argo Pantes Tbk

Sampel

Kriteria 2

3

4















1

81

3

ERTX

Eratex Djaya Tbk

4

ESTI

5

HDTX

6

INDR

7

MYTX

8

PBRX

Pan Brothers Tbk

9

POLY

Asia Pasific Fibers Tbk

10

RDTX

Roda Vivatex Tbk

11

RICY

12

SSTM

13

UNTX

Ever Shine Tex Tbk Panasia Indo Resources Tbk Indo Rama Synthetic Tbk Apac Citra Centertex Tbk

Ricky Putra Globalindo Tbk Sunson Textile Manufacturer Tbk Unitex Tbk

















































































2

3 4 5 6

7 8



9

Lampiran ii Tabulasi Hasil Rasio Return On Asset (ROA) periode 2009 – 2012 SAMPE KODE L 1 2 3 4

RDTX MYTX ARGO ERTX

ROA(%) 2009 15.75 -1.27 -5.18 -25.95

2010 20.05 -12.39 -8.75 -42.05

2011 10.53 -6.52 -16.59 47.74

2012 10.33 -7.00 -7.67 1.43 82

5 6 7 8 9

PBRX SSTM RICY INDR HDTX

4.06 3.55 0.60 0.22 0.05

4.01 1.14 1.77 0.46 0.12

4.76 -2.86 1.90 -0.03 1.71

4.51 -1.75 2.02 -0.39 0.23

Lampiran iii Tabulasi Hasil Rasio Likuiditas (CR) periode 2009 – 2012 SAMPE KODE L 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RDTX MYTX ARGO ERTX PBRX SSTM RICY INDR HDTX

CR (%) 2009 192.61 41.03 62.08 41.30 100.61 123.42 178.88 111.81 71.64

2010 217.65 43.39 60.90 41.82 122.68 201.12 181.79 108.81 84.61

2011 42.96 46.46 103.62 99.28 189.80 182.75 178.07 110.48 98.55

2012 61.10 50.38 78.88 103.85 99.74 172.07 225.30 112.20 92.52

83

Lampiran iv Tabulasi Hasil Rasio Perputaran Modal Kerja (WCT ) periode 2009 – 2012 SAMPE KODE L 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RDTX MYTX ARGO ERTX PBRX SSTM RICY INDR HDTX

WCT(%) 2009 3.67 -2.59 -6.99 -3.67 442.67 4.83 2.72 202.62 -7.67

2010 2.26 -3.28 -5.24 -2.36 11.49 1.85 2.89 309.40 -14.29

2011 -2.55 -3.66 80.66 -278.89 3.09 1.90 3.01 293.66 -226.48

2012 -4.27 -3.63 -9.52 69.47 -917.96 3.09 2.24 24.09 -26.70

84

Lampiran V Tabulasi Hasil Rasio Perputaran Persediaan ( ITO ) periode 2009 – 2012

SAMPE KODE L 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RDTX MYTX ARGO ERTX PBRX SSTM RICY INDR HDTX

ITO (%) 2009

2010

2011

2012

7.39 8.62 5.68 5.08 4.33 1.64 2.02 5.74 4.94

6.49 12.02 5.94 5.53 3.71 1.71 2.33 7.22 3.73

8.06 12.19 5.98 3.52 4.77 1.25 2.26 7.78 5.68

11.07 8.05 4.50 12.05 5.04 1.42 2.29 1.20 4.55

Lampiran vi

85

Statistik Deskriptif

N ROA CR WCT ITO Valid N (listwise)

36 36 36 36 36

Minimum Maximum Mean Std. Deviation -42,050 47,740 -,04056 13,511621 41,03 225,30 112,0600 56,54518 -917,96 442,67 -1,5039 200,28488 1,20 12,19 5,4383 3,10433

Lampiran vii

86

Hasil Uji Normalitas dengan Histogram.

Lampiran viii

87

Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot

Lampiran ix

88

Hasil uji Normalitas dengan tabel One-Sample Kolmogoraf –Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 36 Normal Parametersa Mean ,0000000 Std. Deviation 12,08870866 Most Extreme Differences Absolute ,179 Positive ,179 Negative -,134 Kolmogorov-Smirnov Z 1,074 Asymp. Sig. (2-tailed) ,199 a. Test distribution is Normal.

Lampiran x Hasil Uji Autokorelasi

89

Model Summaryb

Model 1

R ,447a

R Square

Adjusted R Square

,200

,124

Std. Error of the Estimate 12,642674

DurbinWatson 2,345

a. Predictors: (Constant), ITO, WTC, CR b. Dependent Variable: ROA

Lampiran xi Hasil Uji Heteroskedastisitas

90

Lampiran xii Hasil Analisis Regresi Berganda

91

Coefficienta

1

Model (Constant)

Unstandardized Coefficients Std. B Error -17,998

8,800

CR ,117 WCT -,014 ITO ,888 a. Dependent Variable:ROA

,046 ,011 ,835

Standardized Coefficients Beta

,490 -,213 ,204

T

Sig.

-2,045

,049

2,559 -1,333 1,063

,015 ,192 ,296

Lampiran xiii Koefisien Determinasi

92

Model Summaryb Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson a 1 ,447 ,200 ,124 12,642674 2,345 a. Predictors: (Constant), ITO, WTC, CR b. Dependent Variable: ROA

Lampiran xiv Hasil Uji t (t test)

93

Coefficientsa

1

Model (Constant) CR WCT ITO

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Error Beta T -17,998 8,800 -2,045 ,117 ,046 ,490 2,559 -,014 ,011 -,213 -1,333 ,888 ,835 ,204 1,063

Sig. ,049 ,015 ,192 ,296

a. Dependent Variable ; ROA

Lampiran xv Hasil uji F ( F test )

94

ANOVAb Sum of Model Squares Df Mean Square 1 Regression 1274,945 3 424,982 Residual 5114,791 32 159,837 Total 6389,736 35 a. Predictors: (Constant), ITO, WCT, CR b. Dependent Variable: ROA

F 2,659

Sig. 0,065a

95

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF