Skripsi Dwi Adinda M (Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung)

April 27, 2017 | Author: kris | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung...

Description

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA PASCA PASUNG

STUDI FENOMENOLOGI

Oleh : DWI ADINDA MUKHALLADAH NIM. 131211133004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA PASCA PASUNG

STUDI FENOMENOLOGI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dalam Program Studi Pendidikan Ners pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Unair

Oleh : DWI ADINDA MUKHALLADAH NIM. 131211133004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

ii

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya

kami

dapat

menyelesaikan

skripsi

dengan

judul

“PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA PASCA PASUNG”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya dengan hati yang tulus kepada : 1. Dr. Hanik Endang Nihayati, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Pendidikan Ners. 4. Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ners.

vi

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5. Dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang telah memberikan izin dan terbuka dalam memberikan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini. 7. Kepala Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember yang telah memberikan izin untuk melakukan proses pengambilan data. 8. Ibu Sutiyah selaku perawat di Puskesmas Rambipuji yang telah membantu saya dalam proses pengambilan data ini. 9. Untuk partisipan yang telah bersedia memberikan keterangan/data yang secara langsung juga terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Ayah dan Ibu tercinta, Ir. Saifuddin Hasjim, MP dan MSCE Susilowati, SH. Terima kasih atas kasih sayangnya, doa-doanya, semangatnya, perhatiannya, dan pengorbanan yang telah diberikan untuk aku. 11. Untuk kakak dan adik kandungku yang tersayang, Saiftinanda Wildan Pratama dan Mutiara Baiq Qatrunnada. Untuk kakak ipar aku, Restian Alif Junianti. Terima kasih atas semangat dan perhatian yang selalu diberikan kepadaku. Aku sayang kalian. 12. Seluruh keluarga besarku, Kakek Nenek, Pakdhe Budhe, Om Tante, Mas Mbak, Adik-Adikku. Terima kasih atas semua semangat, doa, bantuan, perhatian yang telah diberikan kepadaku. 13. Teman-teman Program Studi Pendidikan Ners Angkatan 2012 “Arolas” terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

vii

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14. Untuk 3 Dara, Harunatusyarifah dan Elfrida Kusuma Putri. Terima kasih atas semangat, doa, dan perhatiannya. Tetap semangat. 15. Teman-teman kos MU 121 terima kasih atas dukungan, semangat, do’a, dan yang selalu bisa jadi penghibur. 16. Untuk teman-teman lainnya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan semangatnya. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kami sadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, 1 Agustus 2016 Penulis

viii

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT KLIEN GANGGUAN JIWA PASCA PASUNG Dwi Adinda Mukhalladah, e-mail : [email protected] Abstrak Latar Belakang : Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari pemasungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Masalah terbesar yang timbul pada keluarga yang memiliki pengalaman merawat klien gangguan jiwa pasca pasung antara lain selalu mendampingi klien dalam kegiatan sehari-hari dan memastikan klien meminum obat. Metode : Penelitian ini menggunakan studi fenomenologi dengan 6 partisipan yang di wawancara mendalam. Partisipan adalah anggota keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung yang diperoleh melalui purposive sampling. Hasil : Setelah lepas pasung, klien gangguan jiwa juga mengalami kemajuan dibandingkan saat dipasung. Walaupun ada kemajuan, keluarga tetap mengamati perkembangan fisiknya, memberikan kegiatan kepada ODGJ, dan membawa ke pelayanan kesehatan. Selain itu, keluarga mengalami hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dan ada juga yang tidak mengalami hambatan. Selama merawat klien, keluarga selalu berharap terjadi perubahan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan. Keluarga juga mendukung supaya klien gangguan jiwa cepat sembuh. Kesimpulan : Pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung yaitu merasa bersyukur karena setelah lepas pasung keadaan klien semakin membaik. Keluarga juga rutin memeriksakan klien ke petugas kesehatan. Selain itu, keluarga tidak akan memasung lagi klien gangguan jiwa tersebut. Saran : Keluarga membutuhkan intervensi untuk memperkuat mekanisme koping selama menghadapi berbagai masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut dapat direalisasikan melalui penyediaan jasa konseling dan petugas kesehatan selalu mengkontrol keluarga serta klien tersebut. Kata Kunci : pengalaman keluarga ; gangguan jiwa ; pasung

x

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

FAMILY EXPERIENCE IN TAKING CARE OF CLIENT MENTAL DISORDERS POST RESTRAINT Dwi Adinda Mukhalladah, e-mail : [email protected] Abstract Introduction : Post restraint is a person who is free from restraint. This study aims to describe about family experience in taking care of client mental disorders post restraint. The biggest problem in the family who has experience taking care of client mental disorders post restraint, among others, always assisting client in their daily activities and ensuring client are already taking the drugs. Method: This study used phenomenology design with six partisipan using indepth interview. The participant of this study was a member family caring for client mental disorders post restraint. This study employs the purposive sampling method. Result : After his release restraint , clients of mental disorders has also increased compared to when the restraint. Despite progress, the family still observe physical development , provide activities to ODGJ , and bring to healthcare. Families experiencing barriers for taking care of client mental disorders post restraint and some are not experiencing barriers. During the care of the clients , the family hopes a change in the client's health status and health change. The family also supports so that clients with mental disorders speedy recovery. Analysis : Family experience in taking care of client mental disorders post restraint are grateful that after restraint off the client state is getting better. The family also regularly check the client to the health worker. In addition, families will no longer restraint clients such mental disorders. Discussion : Family need an intervention for strengthen coping mechanisms for dealing with various problems in caring for clients with mental disorders after restraint. These activities can be realized through the provision of counseling services and health workers always control the family as well as the client. Key words : family experience ; mental disorders ; restraint

xi

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... HALAMAN PRASYARAT GELAR ................................................................ LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................ UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. ABSTRAK ......................................................................................................... ABSTRACT ......................................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

i ii iii iv v vi ix x xi xii xiv xv xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 7 1.4 Manfaat ............................................................................................ 7 1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 8 1.5 Keaslian Penulisan ........................................................................... 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Gangguan Jiwa .............................................................................. 2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa ....................................................... 2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa ..................................................... 2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa.................................................... 2.1.4 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ......................................... 2.1.5 Penanganan Gangguan Jiwa.................................................. 2.1.6 Alasan Pentingnya Keluarga dalam Perawatan Jiwa ............ 2.1.7 Keluarga dengan Gangguan Jiwa Khususnya Pasung .......... 2.2 Konsep Keluarga ........................................................................... 2.2.1 Pengertian Keluarga ............................................................. 2.2.2 Fungsi Keluarga ................................................................... 2.2.3 Tugas Kesehatan Keluarga ................................................... 2.2.4 Peran Keluarga ..................................................................... 2.3 Pasca Pasung .................................................................................. 2.3.1 Alasan Utama Pentingnya Keluarga Merawat Klien Pasca Pasung .................................................................................. 2.3.2 Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Pasca Pasung ..........

10 10 10 10 11 13 14 17 18 19 19 20 21 23 25 25 26

xii

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.3.3 Dampak Kurangnya Peran Keluarga Pada Klien Pasca Pasung .............................................................................. 2.3.4 Penatalaksanaan Klien Pasca Pasung di Rumah .................. 2.4 Pengalaman .................................................................................... 2.5 Teori Adaptasi Roy ........................................................................ 2.6 Kerangka Pikir ..............................................................................

27 27 28 28 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 3.2 Social Situation, Sampel, dan Sampling ....................................... 3.2.1 Social Situation .................................................................... 3.2.2 Sampel .................................................................................. 3.2.3 Sampling .............................................................................. 3.3 Instrumen Penelitian ...................................................................... 3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.5 Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 3.6 Kerangka Kerja ............................................................................. 3.7 Analisis Data ................................................................................. 3.8 Etika Penelitian ............................................................................. 3.9 Keabsahan Data .............................................................................

36 36 36 36 37 37 38 39 39 42 43 44 46

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 4.1.2 Karakteristik Partisipan........................................................ 4.2 Analisis Tematik ........................................................................... 4.3 Pembahasan...................................................................................

48 48 48 49 49 58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 5.2 Saran ............................................................................................. 5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan .................................................. 5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan............................... 5.2.3 Penelitian..............................................................................

66 66 67 67 68 68

Daftar Pustaka ................................................................................................... 69 Lampiran ........................................................................................................... 72

xiii

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Keaslian Penulisan Penelitian ............................................................ 8 Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan ...................................................................... 49

xiv

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................... 34 Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian .............................................................. 42 Gambar 4.3 Analisis Tematik Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung .............................................. 57

xv

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Informed Consent ........................................................................... Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Bagi Partisipan Wawancara.......................... Lampiran 3 Data Demografi Partisipan ............................................................. Lampiran 4 Pedoman Wawancara ..................................................................... Lampiran 5 Panduan Wawancara ....................................................................... Lampiran 6 Catatan Lapangan ........................................................................... Lampiran 7 Data Demografi Partisipan Penelitian ............................................. Lampiran 8 Analisis Tema .................................................................................. Lampiran 9 Verbatim .........................................................................................

72 74 76 77 78 79 81 82 86

xvi

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi, waham), gangguan persepsi, serta dijumpai daya realitas yang terganggu yang ditandai dengan perilaku aneh (Ferry & Makhfudli, 2009). Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah seseorang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia (Undang-Undang Kesehatan Jiwa, 2014). Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu sehingga kebebasannya menjadi hilang. Pasung merupakan salah satu perlakuan yang merampas kebebasan dan kesempatan mereka untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga mengabaikan martabat mereka sebagai manusia. Di Indonesia, kata pasung mengacu kepada pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan gangguan jiwa dan yang melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Minas & Diatri, 2008). Pemasungan dilakukan oleh masyarakat disebabkan oleh beberapa

1 PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2

alasan, yaitu masyarakat dan keluarga takut ODGJ akan bunuh diri dan mencederai orang lain, ketidakmampuan keluarga merawat ODGJ, dan juga karena pemerintah tidak memberikan pelayanan kesehatan jiwa dasar pada ODGJ yang berada di komunitas (Minas & Diatri, 2008). Pengambilan keputusan tindakan pasung ini sebagian besar dilakukan oleh keluarga dari klien gangguan jiwa sendiri, karena keberadaan klien gangguan jiwa sering menimbulkan beban bagi keluarga. Namun ketidaktahuan keluarga dan masyarakat sekitar atas deteksi dini dan penanganan paska pengobatan di Rumah Sakit Jiwa menyebabkan penderita tidak tertangani dengan baik. Pasca pasung sendiri adalah orang yang sudah terbebas dari pemasungan. Walaupun ODGJ sudah bebas dari pemasungan, beban pada keluarga klien ODGJ belum selesai. Beban ini akan bertambah dengan adanya stigma dan diskriminasi bagi seorang yang mengalami gangguan mental dan emosional oleh masyarakat sekitarnya. Hasil evaluasi dari 9 orang klien yang sudah lepas dari pemasungan, kemandirian mereka dalam perawatan diri sudah cukup optimal sehingga intervensi yang diberikan lebih berfokus kepada cara mempertahankan kepada status kemandirian tersebut (Sari, 2009). Partisipan sebagai keluarga telah memenuhi kebutuhan perawatan diri ODGJ yang dipasung sesuai dengan kemampuan dan cara yang diketahui keluarga untuk merawat (Halida, 2014). Selain itu, masalah yang timbul pada keluarga yang memiliki pengalaman merawat klien pasca pasung antara lain selalu mendampingi klien dalam kegiatan sehari-hari, memastikan klien meminum obat yang sudah diberikan dokter, dan selalu mengajarkan ODGJ untuk bisa aktif melakukan ADL.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3

Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Prevalensi gangguan jiwa di Jawa Timur pada gangguan jiwa berat (psikosa/skizofrenia) sebanyak 0,22 % dan gangguan mental emosional sebesar 6,5 %. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2014 menyebutkan jumlah klien gangguan jiwa di Kabupaten Jember sebanyak 17.451 orang. Kementerian Kesehatan memperkirakan jumlah ODGJ yang mengalami pemasungan di seluruh Indonesia mencapai lebih 18 ribu jiwa. Proporsi keluarga yang memiliki ODGJ psikosis dan pernah melakukan pemasungan 14,3% atau sekitar 237 keluarga dari 1.655 keluarga yang memiliki ODGJ yang dipasung dan terbanyak pada keluarga di pedesaan (18,2%) (Riskesdas, 2013). Prosentase keluarga yang memiliki ODGJ yang dipasung di Jawa Timur sebanyak 16,3% (Riskesdas, 2013). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, kasus pasung di Kabupaten Jember sampai pada tahun 2016 sebanyak 124 kasus dan pada wilayah kerja Puskesmas Rambipuji ada 10 kasus pasung yang 7 diantaranya ada di Desa Pecoro. Restraint (pasung) menimbulkan risiko psikologis dan fisik yang besar, trauma khususnya di antara klien dengan riwayat trauma, dapat menyebabkan perasaan teror, penghinaan dan ketidakberdayaan (Simpson, et al, 2013).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4

Dampak negatif juga dirasakan pada klien yang di pasung. Klien yang dipasung lebih dari 20 tahun akan mengalami atropi otot, tidak bisa lagi berjalan (jika kaki di pasung), dan mengalami cedera hingga klien harus di terapi jika klien tersebut dilepaskan dari pasung (Puteh, et al., 2011). Stigma masyarakat merupakan salah satu alasan dari keluarga untuk memutuskan tindakan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Padahal pemasungan ini sudah merupakan pelanggaran hak-hak asasi dari orang dengan gangguan jiwa. Penderita diduga menderita gangguan jiwa yang dipasung lebih banyak dilakukan oleh keluarga sebagai alternative terakhir untuk penanganan gangguan jiwa, setelah segala upaya pengobatan medis dilakukan keluarga. Beban yang ditanggung oleh keluarga yang hidup bersama penderita gangguan jiwa berat meliputi beberapa faktor, baik secara ekonomi maupun sosial. Selain itu, beban yang ditangguang keluarga berupa beban subjektif dan objektif, pengalaman stress seumur hidup, sehingga membuat koping tidak efektif (Yusuf et al, 2012). Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa serta motivasi keluarga untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien gangguan jiwa menjadikan beban keluarga semakin kompleks. Hanya cara budaya yang diketahui keluarga untuk menanganinya yaitu pemasungan supaya mencegah penderita gangguan jiwa berat membahayakan diri dan orang lain. Selain sebagai cara keluarga supaya bisa mengawasi penderita gangguan jiwa berat dari dekat (di lingkungan rumah keluarga). Keluarga memiliki beberapa alasan dalam perawatan ODGJ, antara lain keluarga paling banyak berhubungan dengan ODGJ, keluarga dianggap paling

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5

mengetahui kondisi anggota keluarga, ODGJ nantinya akan kembali ke masyarakat khususnya dalam lingkungan keluarga, keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi ODGJ yang memerlukan terapi yang cukup lama (Lestari et al, 2014). Pada awalnya, ODGJ ini dipasung selama bertahun-tahun oleh keluarga. Akhirnya, oleh perangkat desa dan pemerintah Kabupaten Jember ODGJ di lepas pasungnya. Setelah terlepas dari pasung, Puskesmas Rambipuji memberikan pengobatan kepada klien tersebut. Upaya lain Puskesmas Rambipuji sendiri kepada klien pasca pasung adalah perawat selalu mengunjungi rumah klien tersebut untuk mengontrol obatnya masih tersedia atau tidak dan mengontrol klien tersebut apakah rutin meminum obat yang diberikan. Selain itu, klien pasca pasung sudah bisa diajak berkomunikasi, sudah mulai berani untuk keluar rumah, dan berkebun bersama keluarga. Kurangnya pengetahuan tentang gangguan jiwa serta motivasi keluarga untuk melakukan perawatan yang tepat pada klien gangguan jiwa menjadikan beban keluarga semakin kompleks. Beban ini akan bertambah dengan adanya stigma dan diskriminasi bagi seorang yang mengalami gangguan mental dan emosional oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian sebelumnya, bahwa keluarga klien pasca pasung mengalami beban emosional dan kelelahan fisik yang menjadi alasan terjadinya pemasungan ulang

(Reknoningsih,

2013).

Jadi,

kemungkinan

berulangnya

kasus

pemasungan setelah klien kembali ke keluarganya sangat besar. Terjadinya kasus pemasungan yang baru apabila keluarga masih punya kecenderungan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6

untuk melakukan tindakan pemasungan, termasuk pada klien yang sudah melakukan pengobatan di rumah sakit. Upaya pemerintah mengatasi masalah pemasungan dengan mencanangkan Indonesia Bebas Pasung 2014 sudah cukup baik. Hal ini dilakukan agar orang yang dipasung bisa bebas, karena kegiatan pasung adalah kegiatan yang melanggar Hak Asasi Manusia. Cara lain agar ODGJ tidak dipasung lagi, petugas kesehatan harus memberikan pemahaman kepada keluarga yang mempunyai ODGJ agar memeriksakan ke petugas kesehatan terdekat. Selain itu, masyarakat harus menerima dan memberdayakan klien pasca pasung. Pencegahan pemasungan dapat terlaksana dengan baik jika keluarga dan masyarakat bekerja sama dengan baik untuk melakukan kegiatan perubahan perilaku pada ODGJ supaya tidak terjadi pemasungan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan pada ODGJ. Dari fakta diatas dan karena penelitian tentang pasca pasung belum banyak, maka peneliti melakukan studi kualitatif tentang bagaimana pengalaman dari keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung.

1.2 Rumusan Masalah Setelah penjelasan latar belakang penelitian, terdapat rumusan masalah yang muncul, yaitu “bagaimanakah pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung?”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah mengeksplorasi : 1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung 2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga 4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam pengembangan ilmu keperawatan jiwa dan dalam proses memberikan asuhan keperawatan 2. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber dari penelitian lain

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8

1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat Praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan meningkatkan kesadaran petugas kesehatan untuk berperan aktif dalam membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung dan memberikan asuhan keperawatan pada klien pasca pasung. 2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi keluarga sehingga dapat diambil solusi yang tepat dalam memberikan perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung.

1.5 Keaslian Penulisan Tabel 1.1 Keaslian penulisan penelitian No. 1.

2.

3.

Judul/Pengarang Pengalaman Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Diri Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan Pasung di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember (Halida, 2014) Kecenderungan Atau Sikap Keluarga Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus Di Rsj Amino Gondho Hutomo Semarang) (Lestari dkk, 2014) Stigma Dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat Yang Dipasung (Lestari dkk, 2014)

Metode Kualitatif Studi Fenomenologi

Variabel Keluarga, ODGJ

Hasil Partisipan sebagai keluarga telah memenuhi kebutuhan perawatan diri ODGJ yang dipasung sesuai dengan kemampuan dan cara yang diketahui keluarga untuk merawat.

Metode Deskriptif

Pasung, Sikap Keluarga Penderita Gangguan Jiwa

Sebagian dari keluarga mempunyai sikap kurang mendukung terhadap tindakan pasung

mengumpulkan berita-berita, hasil-hasil penelitian, dan kajian terkait dengan stigma dan penanganan terhadap penderita gangguan jiwa berat

Stigma, Gangguan Jiwa, Pasung

Penderita yang diduga menderita gangguan jiwa yang dipasung lebih banyak dilakukan oleh keluarga sebagai alternatif terakhir untuk penanganan gangguan jiwa, setelah segala upaya pengobatan medis dilakukan keluarga. Selain itu penderita gangguan jiwa seringkali mendapat stigma dari lingkungan sekitarnya. Stigma karena menderita gangguan jiwa melekat pada penderita sendiri maupun keluarganya. Stigma menimbulkan konsekuensi kesehatan dan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9

4.

Studi fenomenologi pengalaman keluarga dalam merawat klien paska pasung di Pekalongan Jawa Tengah (Reknoningsih, 2013)

Kualitatif Studi Fenomenologi

Pengalaman, caregiver, pemasungan ulang

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

sosial-budaya pada penderita gangguan jiwa, seperti penanganan yang tidak maksimal, dropout dari pengobatan, pemasungan dan pemahaman yang berbeda terkait penderita gangguan jiwa. keluarga klien paska pasung mengalami beban emosional dan kelelahan fisik yang menjadi alasan terjadinya pemasungan ulang.

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Menurut American Psychiatric Assosiaton (2000, dalam Varcarolis, 2006) gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distess dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa dimanifestasikan sebagai perubahan perilaku atau psikologis. Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. 2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor (Yosep, 2010) yaitu : 1. Faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis 2. Faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif 3. Faktor sosio–budaya (sosiogenik) atau sosiokultural

10 PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11

2.1.3 Klasifikasi Gangguan Jiwa Dalam menjelaskan macam-macam gangguan mental (mental disorder), penulis merujuk pada PPDGJ III (Maslim, 2001), yang digolongkan sebagai berikut: 1. Gangguan mental organik dan simtomatik; Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistematik atau otak yang dapat di diagnosis secara tersendiri. Sedangkan gangguan simtomatik adalah gangguan yang diakibatkan oleh pengaruh otak akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistematik di luar otak (extracerebral). 2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif. Gangguan yang disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tidak menggunakan resep dokter). 3. Gangguan skizofrenia dan gangguan waham. Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Sedangkan gangguan waham adalah gejala ganguan jiwa di mana jalan pikirannya tidak benar dan penderita itu tidak mau di koreksi bahwa hal itu tidak betul; suatu jalan pikiran yang tidak beralasan. 4. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12

5. Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stres. Gangguan neurotik, somatoform dan gangguan stes merupakan satu kesatuan dari gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologis. 6. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik. Gangguan mental yang biasanya ditandai dengan mengurangi berat badan dengan segaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita. 7. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Suatu kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri-sendiri maupun orang lain. 8. Retardasi mental Retardasi mental adalah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap. 9. Gangguan perkembangan psikologis. Gangguan yang disebabkan kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat, dan berlangsung secara terus menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas. 10. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak. Gangguan yang dicirikan dengan berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Berkurangnya perhatian ialah dihentikannya terlalu dini tugas atau suatu kegiatan sebelum tuntas/selesai. Aktivitas berlebihan (hiperaktifitas) ialah

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

bentuk kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan yang relatif tenang. 2.1.4 Tanda dan gejala Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut : 1. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatanperbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. 2. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain. 3. Gangguan kemauan : klien memiliki kemauan yang lemah susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. 4. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. 5. Gangguan psikomotor: Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat,

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Yosep, 2007). 2.1.5 Penanganan gangguan jiwa 1. Terapi psikofarmaka Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, antimania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001). 2. Terapi somatic Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

3. Terapi Modalitas Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain : 1) Terapi Individual Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. 2) Terapi Lingkungan Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

3) Terapi Kognitif Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif. 4) Terapi Keluarga Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

5) Terapi Kelompok Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks kondisi. 6) Terapi Bermain Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut. 2.1.6 Alasan Pentingnya Keluarga dalam Perawatan Jiwa Keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan klien dan dianggap paling banyak tahu kondisi klien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada klien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan klien. Alasan utama pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa adalah :

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18

1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan klien, 2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi klien, 3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi klien, 4. Klien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga, 5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi klien, 6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan. 2.1.7 Keluarga dengan Gangguan Jiwa Khususnya Pasung Kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia, sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi

juga

bagian

anggota

keluarga,

meliputi

sikap-sikap

penolakan,

penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. ODGJ menjadi malu dan ikut dijauhi masyarakat, bahkan keluarga juga seringkali dipojokkan sebagai penyebab gangguan yang dialami ODGJ. Klien gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu bentuk pelanggaran hak asasi adalah masih ada praktek pasung yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Kondisi sosial ekonomi dan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

kegagalan tindakan alternatif pra pasung juga membuat keluarga memutuskan untuk memasung keluarganya dengan gangguan jiwa. 2.2 Konsep Keluarga 2.2.1 Pengertian Keluarga Di bawah ini merupakan beberapa pendapat tentang pengertian keluarga 1. Duval (1972). Duval menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan

menciptakan

dan

mempertahankan

budaya

yang

umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta social individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang regular dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. 2. Departemen Kesehatan RI (1988). Menurut Departemen Kesehatan RI keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadan saling bergantung. 3. Bailon dan Maglaya (1989). Bailon dan Maglaya mengatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. 4. WHO (1969). Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan. 5. UU No. 10 tahun 1992 . Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

Pengertian lain , keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 2003). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak et al, 2009). Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli tentang definisi keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, mempunyai peran masingmasing dan selalu berinterkasi satu sama lain. 2.2.2 Fungsi Keluarga 1 Fungsi biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara, dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Mubarak, dkk 2009). 2 Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga (Mubarak, dkk 2009). 3 Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembagkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi (Setiawati, 2008).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

4 Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimana yang akan datang (Mubarak, dkk 2009). Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk sandang, pangan dan papan (Setiawati, 2008). 5 Fungsi pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembanganya (Mubarak, dkk 2009). 2.2.3 Tugas Kesehatan Keluarga Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai berikut : 1. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan. Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahanya.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya. 3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. 4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga. 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23

bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit. 2.2.4 Peran Keluarga Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak,dkk. 2009). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak,dkk. 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008). Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masingmasing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelau psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual. Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran informal.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

1. Peran Formal Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial. 2. Peran Informal kelurga Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain : 1) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di dengarkan. 2) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat. 3) Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok. 4) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

5) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun non material anggota keluarganya. 6) Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada yang sakit. 7) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitori kemunikasi dalam keluarga. 8) Poin keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing mendapat pengalaman baru. 9) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan merencanakan

kegiatan-kegiatan keluarga

yang berfungsi

mengangkat

keakraban dan memerangi kepedihan. 10) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya.

2.3 Pasca Pasung 2.3.1 Alasan Utama Pentingnya Keluarga Merawat Klien Pasca Pasung Alasan utama pentingnya keluarga merawat klien pasca pasung adalah : 1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan klien 2. Keluarga (dianggap) paling mengetahui kondisi klien 3. Gangguan jiwa yang timbul pada klien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi klien 4. Klien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam masyarakat, khususnya dalam lingkungan keluarga

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26

5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi klien. 6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan 2.3.2 Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Pasca Pasung Peran keluarga dalam merawat klien pasca pasung adalah : 1. Mengajarkan klien untuk bersosialisasi dan mengenal dengan dunia luar 2. Mengajarkan klien untuk bisa aktif melakukan ADL 3. Mempercepat proses penyembuhan melalui dinamika kelompok 4. Memperbaiki hubungan interpersonal klien dengan setiap anggota keluarga 5. Menurunkan angka kekambuhan 6. Memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada penderita 7. Mengawasi kepatuhan penderita dalam minum obat. 8. Bantu penderita untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan 9. Beri kegiatan yang positif untuk mengisi waktu penderita dirumah 10. Jangan biarkan penderita menyendiri, libatkan dalam kegiatan sehari-hari 11. Memberikan pujian jika penderita melakukan hal yang positif 12. Jangan mengkritik penderita jika penderita melakukan kesalahan 13. Menjauhkan penderita dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan penderita merasa tidak berdaya dan tidak berarti

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

2.3.3 Dampak Kurangnya Peran Keluarga pada Klien Pasca Pasung Dampak kurangnya peran keluarga pada klien pasca pasung adalah : 1. Memperburuk hubungan intrapersonal klien 2. Memperlambat proses penyembuhan 3. Menaikkan angka kekambuhan 4. Kurang tanggap terhadap gangguan kesehatan jiwa 2.3.4 Penatalaksanaan Klien Pasca Pasung di Rumah Penatalaksanaan klien pasca pasung di rumah adalah : 1. Memberikan klien tindakan dan kegiatan yang positif. Misal: membantu orang tua bekerja 2. Memberikan perhatian dan penghargaan terhadap setiap kegiatan positif yang dilakukan klien. 3. Berbicara dengan baik, tidak membentak, dan tanpa pemaksaan ketika menyuruh klien. 4. Selalu jujur dengan klien. 5. Mendampingi klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari. 6. Menganjurkan dan memastikan klien meminum obat yang diberikan dokter selama di rumah. 7. Mengajak klien untuk kontrol secara rutin 8. Libatkan keluarga dalam aktivitas atau kegiatan sehari-hari dan pengambilan keputusan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

2.4 Pengalaman Pengalaman adalah serangkaian peristiwa yang telah dilalui seseorang dalam menjalankan kehidupannya (Notoatmodjo, 2010). Pengalaman dalam penelitian ini adalah pengalaman keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Pengalaman dapat dipengaruhi beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Pengalaman dapat dibentuk melalui usia dan jenjang pendidikan. Semakin matang usia seseorang, semakin tinggi pula pengalamannya. Selain itu, pendidikan juga menunjang pengalaman, karena semakin tinggi pendidikan akan semakin banyak ilmu yang diperoleh dan menambah pengalamannya. Selain itu, pengalaman merupakan salah satu pembentuk pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

2.5 Teori Adaptasi Roy Menurut Roy terdapat 5 objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu (1) Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan); (2) Keperawatan; (3) Konsep sehat; (4) Konsep lingkungan; dan (5) Aplikasi : Tindakan Keperawatan 1) Manusia Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, komunitas, atau social. Masing-masing diperlakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistik dan terbuka. a. Input Sistem adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal individu. Roy mengidentifikasi input sebagai suatu stimulus. Stimulus merupakan suatu unit informasi, kejadian, atau energi yang berasal dari lingkungan.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29

Sejalan dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut bergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu. Tingkat respons antara individu sangat unik dan bervariasi bergantung pada pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan stressor yang diberikan. b. Proses 1) Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol dari individu sebagai suatu sistem adaptasi. Beberapa mekanisme koping dipengaruhi oleh faktor kemampuan genetik, misalnya sel darah putih saat melawan bakteri yang masuk dalam tubuh. Mekanisme lainnya adalah dengan cara dipelajari, misalnya penggunaan antiseptic untuk mengobati luka. Roy menekankan ilmu keperawatan yang unik untuk mengontrol mekanisme koping. Mekanisme tersebut dinamakan regulator dan kognator. 2) Subsistem regulator mempunyai sistem komponen input, proses internal, dan output. Perantara sistem regulator berupa kimiawi, saraf, atau endokrin. 3) Proses regulator terjadi ketika stimulus eksternal divisualisasikan dan ditransfer melalui saraf mata menuju pusat saraf otak dan bagian bawah pusat saraf otonom. 4) Stimulus terhadap subsistem kognator juga berasal dari faktor internal dan eksternal. Perilaku output subsistem regulator dapat menjadi umpan balik terhadap stimulus subsistem kognator.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30

5) Dalam mempertahankan integritas seseorang, kognator dan regulator bekerja secara bersamaan. Sebagai suatu sistem adaptasi, tingkat adaptasi seseorang dipengaruhi oleh perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal akan berdampak baik terhadap tingkat adaptasi individu dan meningkatkan tingkat rangsangan sehingga individu dapat merespons secara positif. c. Efektor Sistem adaptasi proses internal yang terjadi pada individu didefinisikan Roy sebagai sistem efektor. Empat efektor atau model adaptasi tersebut meliputi (1) fisiologis ; (2) konsep diri ; (3) fungsi peran ; (4) ketergantungan (interdepeden). 1. Fisiologis Efektor secara fisiologis dapat dilihat dari beberapa hal berikut : (1) Oksigenasi : menggambarkan pola penggunaan oksigen yang berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi (2) Nutrisi : menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memeperbaiki kondisi dan perkembangan tubuh klien. (3) Eliminasi : menggambarkan pola eliminasi (4) Aktivitas dan istirahat : menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat, dan tidur. (5) Integritas kulit : menggambarkan fungsi fisiologis kulit (6) Rasa

:

menggambarkan

fungsi

sensori

perseptual

yang

berhubungan dengan panca indera.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

31

(7) Cairan dan Elektrolit : menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit (8) Fungsi neurologis : menggambarkan pola control neurologis, pengaturan, dan intelektual. (9) Fungsi endokrin : menggambarkan pola control dan pengaturan termasuk respon stress dan system reproduksi. 2. Konsep Diri (Psikis) Konsep diri mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan, dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral etik. 3. Fungsi Peran (Sosial) Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang yang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda yang dijalankannya. 4. Ketergantungan (Interdependen) Interdependen

mengidentifikasi

pola

nilai-nilai

manusia,

kehangatan, cinta, dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok. d. Output Perilaku seseorang berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak efektif berdampak terhadap respons sakit (maladaptif). Jika klien masuk pada zona maladaptif maka klien mempunyai masalah keperawatan (adaptasi).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

32

2) Keperawatan Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons adaptasi yang berhubungan dengan empat model respons adaptasi. Perubahan internal, eksternal, dan stimulus input bergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping meggambarkan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Stimulus Fokal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap input yang masuk. Stimulus Kontekstual adalah semua stimulus lain yang merangsang seseorang baik internal maupun eksternal serta memengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat seseorang dan timbul secara relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif. Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons adaptasi pada situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh perawat dalam memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, atau residual pada individu. Dengan memanipulasi semua stimulus tersebut, diharapkan individu akan berada pada zona adaptasi. 3) Konsep Sehat-Sakit Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu kontinum dari meninggal sampai dengan tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan, yaitu fisik, mental, dan sosial.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat relatif dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) bergantung pada latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain. 4) Konsep Lingkungan Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal

dan

eksternal,

yang

memengaruhi

dan

berakibat

terhadap

perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis yang berasal dari dalam tubuh individu. Pemahaman klien yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat meningkatkan adaptasi klien tersebut dalam merubah dan mengurangi risiko akibat dari lingkungan sekitarnya.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

34

2.6 Kerangka Pikir

INPUT STIMULUS

PROSES MEKANISME KOPING

OUTPUT HOMEOSTASIS

Stimulus Fokal ODGJ Pasca Pasung Stimulus Kontekstual Kemampuan keluarga merawat ODGJ Pasca Pasung Hambatan

KOGNATOR Cara menghadapi masalah selama merawat ODGJ pasca pasung

ADAPTIF/INEFEKTIF Perilaku Keluarga Harapan bagi keluarga

Stimulus Residual Nilai dan norma keluarga Stigma di masyarakat

Umpan Balik

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung Penelitian dilakukan dengan pendekatan fenomenologi dan akan mengeksplorasi pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Kerangka piker yang digunakan merupakan modifikasi model adaptasi Roy yang diterapkan dalam adaptasi sistem keluarga. Kerangka piker penelitian ini merupakan latar belakang yang menjadi dasar peneliti mengembangkan studi fenomenologi tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Roy menjelaskan bahwa manusia merupakan suatu sistem adaptif dan terdiri dari 3 konsep utama yaitu : input, proses, dan output. Input adalah masukan yang menimbulkan respon dan terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu stimulus fokal,

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35

kontekstual, residual. Adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa pasca pasung menjadi stimulus fokal. Kemampuan keluarga merawat ODGJ pasca pasung dan hambatan menjadi stimulus kontekstual. Sementara nilai dan norma yang dianut keluarga dan stigma di masyarakat merupakan stimulus residual. Proses mekanisme koping dalam sistem keluarga merupakan kognator yang diwujudkan dengan berbagai cara yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Sementara output adalah perilaku yang ditampilkan keluarga dan harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Perilaku dan harapan

yang dialami keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca

pasung akan menjadi umpan balik bagi stimulus pada bagian input.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan desain riset kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Moleong, 2007). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi, yaitu cabang dari filosofi yang menekankan pengalaman manusia sebagai objek penelitian. Penelitian fenomenologi bertujuan untuk mencari hakikat atau esensi dari pengalaman. Sasarannya adalah untuk memahami pengalaman sebagaimana disadari. Peneliti harus mendekati objek penelitiannya dengan pikiran polos tanpa asumsi, praduga, prasangka, ataupun konsep (Raco, 2010).

3.2 Social Situation, Sampel, dan Sampling 3.2.1 Social Situation Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situtation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada

36 PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37

situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari (Sugiyono, 2009). 3.2.2 Sampel Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena yang semula masih belum jelas. Peneliti akan mengambil 4 partisipan sebagai sampel penelitian, tetapi bisa lebih dari 4 jika data yang diperoleh belum jenuh. Kriteria Inklusi adalah karakteristik subjek yang akan diteliti. Kriteria inklusi penelitian ini meliputi : 1. Keluarga tinggal bersama ODGJ yang pasca pasung 2. Keluarga bersedia menjadi partisipan dengan menyetujui pernyataan sebagai partisipan 3. Anggota keluarga yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik Kriteria Eksklusi penelitian ini meliputi : 1. Anggota keluarga yang tidak bisa diajak berkomunikasi dengan baik 3.2.3 Sampling Pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling secara Purposive Sampling. Purposive Sampling disebut juga Judgement Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Jadi, dapat dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

3.3 Instrumen Penelitian Peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data berupa alat perekam berupa video kamera atau recorder dan catatan lapangan. Alat perekam berupa video kamera ini agar dapat membantu peneliti mengingat sesuatu yang diucapkan partisipan. Sebaiknya, alat perekam ini dijauhkan dari tempat yang bising. Jika partisipan tidak bersedia menggunakan video kamera, peneliti merekam wawancara menggunakan recorder. Sedangkan catatan lapangan digunakan untuk mencatat ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi partisipan ketika berbicara. Catatan lapangan ini dibuat sepanjang wawancara oleh peneliti. Pada proses wawancara tersebut sebelum memulai wawancara dilakukan pengisian : 1. Kode Klien Penamaan pada partisipan

sebagai objek penelitian dengan

memberikan kode untuk menjamin kerahasiaan. Pengkodean partisipan berdasarkan pada nomor urutan wawancara partisipan.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

39

2. Tanggal Wawancara Pencatatan

tanggal

wawancara

dilakukan

oleh

peneliti

untuk

memvalidasi hari dan tanggal pelaksanaan wawancara dilakukan.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara di Desa Pecoro Kecamatan

Rambipuji

Kabupaten

Jember.

Tahap

penelitian

berupa

wawancara akan membutuhkan waktu satu minggu yang dimulai awal bulan Juni 2016 dan pengolahan data awal minggu ketiga bulan Juni 2016.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan Prosedur pengumpulan data dimulai setelah mendapatkan surat keterangan lulus uji etik dan surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga ditujukan kepada Bakesbangpol Kabupaten Jember dengan tembusan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan Puskesmas Rambipuji. Surat ijin tersebut juga melampirkan proposal penelitian. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan pendekatan. Pendekatan yang dilakukan pertama yaitu memberikan penjelasan kepada partisipan tentang maksud dari penelitian dan peneliti kemudian memberikan Informed Consent kepada

partisipan.

Setelah

partisipan

menandatangani

serta

menyetujui

pelaksanaan menjadi partisipan peneliti, kemudian menanyakan kepada partisipan kesediaan waktu partisipan untuk dilakukan wawancara.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

40

2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini wawancara dilakukan dengan tiga fase : a) Fase Orientasi Fase orientasi dilakukan setelah partisipan menandatangani informed consent sebagai bukti persetujuan untuk menjadi partisipan kemudian dilakukan wawancara ditempat yang disetujui oleh partisipan. Selama wawancara peneliti membuat suasanya senyaman mungkin. Peneliti dan partisipan saling berhadapan dan berjarak lebih kurang 50 cm. Peneliti menyiapkan alat tulis dan alat perekam berupa video kamera yang akan digunakan. Jika partisipan tidak bersedia menggunakan video kamera, peneliti merekam wawancara dengan recorder. Setelah terjalin kepercayaan antara partisipan dan peneliti maka peneliti mulai melakukan wawancara mendalam. b) Fase Kerja Wawancara dilakukan mendalam dengan mengajukan pertanyaan kepada partisipan “Ceritakan bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung”. Pertanyaan tersebut digunakan untuk memulai proses wawancara agar dapat masuk ke pertanyaan inti sesuai dengan pedoman wawancara. Peneliti mengikuti arah jawaban yang diberikan oleh partisipan. Ketika partisipan tidak mampu memberikan informasi, peneliti mencoba memberikan ilustrasi

yang

hampir

sama

dengan

pertanyaan

peneliti

kemudian

mempersilahkan kembali partisipan untuk menjawab pertanyaan dari peneliti. Transkrip dilakukan secara kata perkata dan dilihat lagi keakuratan datanya dengan mendengarkan kembali hasil rekaman wawancara serta

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

41

menggabungkan dengan catatan lapangan dan membaca berulang-ulang hasil transkrip. Hal ini dilakukan agar hasil transkrip lebih akurat. c) Fase Terminasi Proses wawancara akan diterminasi ketika partisipan telah menjawab semua pertanyaan, peneliti menutup wawancara dengan mengucapkan terima kasih kepada partisipan atas kesediaan dan partisipasi partisipan dalam terlaksananya wawancara. Peneliti membuat kontrak kembali untuk pertemuan selanjutnya dengan partisipan yaitu dengan tujuan untuk melakukan validasi data. 3. Tahap Terminasi Tahap terminasi akhir dilakukan peneliti setelah semua partisipan telah selesai memvalidasi hasil transkrip verbatim dan rekaman wawancara. Peneliti memastikan hasil transkrip verbatim maupun wawancara sudah sesuai dengan fakta. Peneliti melakukan terminasi akhir dengan partisipan dan mengucapkan terima kasih atas partisipasi partisipan telah ikut serta dalam proses penelitian dan menyampaikan bahwa proses penelitian telah selesai.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

42

3.6 Kerangka Kerja Social Situation antara lain anggota keluarga, tempat di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, dan pernah merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Sampel sesuai dengan kriteria inklusi

Purposive Sampling

Uji Coba Instrumen

Melakukan wawancara intensif dengan partisipan, tempat wawancara berbeda untuk setiap partisipan

Melakukan validasi verbatim dan transkrip kepada partisipan

Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap

Proses pengumpulan data

awal, tahap horizonalization, dan tahap cluster of meaning)

Menemukan tema dan sub tema

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

43

3.7 Analisis Data Peneliti melakukan analisis data dalam beberapa tahap (Hasbiansyah, 2008) : 1. Tahap Awal : Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang dialami subjek penelitian. Seluruh rekaman hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan. 2. Tahap Horizonalization : Dari hasil transkripsi, peneliti menginventarisasi pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada tahap ini, peneliti harus bersabar untuk menunda penilaian (bracketing) ; artinya unsur subjektivitasnya jangan mencampuri upaya merinci point-point penting, sebagai data penelitian, yang diperoleh dari hasil wawancara. 3. Tahap Cluster of Meaning : Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan ke dalam tema atau unit makna, serta menyisihkan pernyataan yang berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan : (a) Textural description (deskripsi tekstural) : Peneliti menuliskan apa yang dialami, yakni deskripsi tentang apa yang dialami individu ; (b) Structural Description (deskripsi struktural) : Peneliti menuliskan bagaimana fenomena ini dialami oleh para individu. Peneliti juga mencari makna yang mungkin berdasarkan refleks peneliti sendiri, berupa opini, penilaian, perasaan, harapan subjek penelitian tentang fenomena yang dialami.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

44

3.8 Etika Penelitian Prinsip etik berdasarksn Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan (PNEPK) tahun 2004 terdiri atas tiga prinsip yaitu menghormati seseorang (Respect for persons), kemanfaatan (Beneficence), dan Keadilan (Justice). a. Respect for persons Berdasarkan prinsip etik partisipan harus diperlakukan sebagai individu yang memiliki suatu otonomi berupa kebebasan memilih tanpa adanya paksaan dari siapapun. Peneliti memberi kesempatan dan kebebasan kepada partisipan sebagai keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Peneliti akan menghormati dan menghargai keputusan tersebut. Pada penelitian ini partisipan diberikan penjelasan tentang penelitian dan diberikan kebebasan untuk bersedia atau tidak bersedia dalam keikutsertaan penelitian secara sukarela. Data yang terkumpul akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila dalam proses penelitian partisipan

menyatakan

keberatan

maka

partisipan

dipersilahkan

untuk

mengundurkan diri. Untuk memenuhi hak partisipan ini peneliti memberikan informasi

lebih

awal

(Informed

consent)

kepada

partisipan

dengan

menandatanganinya setelah diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, prosedur penelitian, keterlibatan partisipan dan hak – hak partisipan. b. Beneficence Berdasarkan prinsip anonymity peneliti melakukan interview hanya dengan partisipan (One to one). Pada penelitian ini peneliti memberikan kebebasan kepada partisipan untuk memilih waktu dan tempat wawancara sesuai

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

45

dengan kesepakatan antara partisipan dan peneliti. Identitas partisipan tidak akan di sampaikan dan tidak akan dipublikasikan. Peneliti menjaga kerahasiaan partisipan (Anonimity) selanjutnya setiap partisipan diberi kode partisipan dengan kode P1, P2, dan seterusnya untuk mencegah diketahuinya informasi yang diberikan oleh partisipan. Penerapan confidentiality dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada partisipan bahwa identitas serta alamat partisipan akan dirahasiakan. Peneliti menjelaskan akan menggunakan video kamera atau jika partisipan tidak berkenan, peneliti menggunakan recorder untuk merekam semua pembicaraan selama wawancara sebagai dokumentasi, serta menggunakan catatan lapangan (field note) untuk mencatat kondisi yang terjadi saat wawancara. Hasil wawancara akan disimpan dalam bentuk rekaman dan transkrip diberikan kode partisipan dengan kode P1, P2, dan seterusnya. c. Justice Berdasarkan prinsip etik justice, seseorang harus diperlakukan secara adil dan harus menerima sesuatu yang seharusnya partisipan dapatkan. Perlakuan adil adalah pemilihan partisipan secara adil dan perlakuannya selama penelitian. Prinsip etik justice peneliti terapkan dengan memperlakukan partisipan serta reward yang diberikan secara adil tanpa adanya perbedaan.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

46

3.9 Keabsahan Data Ada empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data yaitu derajat kepercayaan

(credibility),

keteralihan

(transferability),

kebergantungan

(dependability), dan kepastian (cofirmability) (Guba dan Lincoln (1994) dalam Moleong, 2010). a. Kepercayaan (credibility) Membawa kembali hasil laporan akhir atau deskripsi – deskripsi atau tema – tema spesifik yang telah di analisa kepada partisipan dan meminta partisipan untuk membaca agar dapat mengetahui keakuratan data. Selanjutnya tanyakan kepada partisipan apakah ada diantara ungkapan tersebut yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Jika ada, partisipan diberikan hak untuk mengubah atau mengurangi kata kunci atau tema yang sudah diangkat, agar lebih meyakinkan maka partisipan dan peneliti mendengarkan ulang hasil wawancara yang telah dilakukan. b. Keteralihan (transferability) Partisipan diberikan hasil dari transkrip untuk membaca dan memahami pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. c. Kebergantungan (dependability) Replikasi studi dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan cara menyerahkan

semua

hasil

transkrip

kegiatan

penelitian

kepada

pembimbing skripsi dalam bentuk hard copy kemudian secara bersama menentukan kata kunci, kategori, sub tema, dan tema – tema yang sesuai dengan tujuan dari penelitian sehingga terbentuk sebuah analisa data.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

47

d. Kepastian (cofirmability) Peneliti meminta kepada dosen pembimbing untuk menganalisis kembali hasil transkrip wawancara. Hasil peneliti telah memenuhi confirmability, bersifat netral dan memenuhi objektifitas serta telah disetujui oleh pembimbing skripsi.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hasil penelitian yang disajikan meliputi karakteristik partisipan yang terdiri dari 6 partisipan. Selanjutnya hasil temuan dibahas dalam sub-bab pembahasan. 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian ini memakai enam partisipan yang terdiri dari P1, P2, P3, P4, P5, P6. Karakteristik tiap-tiap partisipan akan dijelaskan dibawah ini. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Pecoro terkenal dengan produksi batu batanya karena sebagian penduduknya memanfaatkan lahan pertaniannya untuk mebuat batu bata. Selain itu, banyak juga yang menjadi buruh tani. Desa Pecoro juga masih banyak pepohonan dan sawah sehingga disini masih terasa sejuk. Beberapa jalan di Desa Pecoro masih ada yang berbatu dan sebagian lain sudah beraspal. Kecamatan Rambipuji memiliki 10 pasien gangguan jiwa dan 7 diantaranya ada di Desa Pecoro. ODGJ tersebut dahulu mengalami pemasungan, tetapi sekarang pasung tersebut sudah dilepas karena adanya bantuan dari pihak terkait. Sekarang ODGJ pasca pasung rutin melakukan pemeriksaan ke Puskesmas Rambipuji dan meminum obat. Keadaannya semakin membaik walaupun belum pulih secara total.

48 PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

49

4.1.2 Karakteristik Partisipan Karakteristik partisipan dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan Partisipan

Inisial

Jenis Kelamin

Usia

Suku

Agama

1.

P1

Perempuan

50 tahun

Madura

Islam

2.

P2

Perempuan

48 tahun

Madura

Islam

3.

P3

Perempuan

55 tahun

Madura

Islam

4.

P4

Perempuan

60 tahun

Madura

Islam

5.

P5

Perempuan

60 tahun

Madura

Islam

6.

P6

Perempuan

80 tahun

Madura

Islam

4.2 Analisis Tematik 1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung Semua partisipan dalam memberikan jawaban tentang pengalaman merawat klien saat dipasung adalah mengalami beban psikologis . Beban psikologis yang dirasakan oleh partisipan terbagi menjadi perasaan takut, khawatir, berat/sulit. 1) Beban Psikologis Tema : Takut Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orang-orang (P3) Kalau ngamuk itu yang takut. (P5)

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

50

2 dari 6 partisipan dalam memberikan jawaban mengenai pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung adalah mengalami beban psikologis berupa takut. Tema : Khawatir Takoken abek mon ajelen (memegang dada) bayangnah engkok engak se e embong, benyak anaken oreng elang (takutnya saya kalau jalan bayangan saya seperti yang di jalan, banyak anak orang hilang). (P1) Dedih abek timbang aperrean (jadi dari pada saya mendapat masalah) (P4) Selain itu, dari hasil penelitian juga didapatkan 2 dari 6 partisipan mengalami beban psikologis berupa khawatir. Tema : Berat/sulit … maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang. Kan saya sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak bisa kerja (P2) jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan) mbah, mon ajelen engkok se nyariah repot pas (kalau jalan aku nyarinya susah) (P6) Hasil jawaban 2 partisipan lainnya juga mengalami beban psikologis, sehingga partisipan merasa berat/sulit.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

51

2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 1) Perasaan yang dirasakan Tema : Bersyukur Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke sawah, dapat rejeki) (tersenyum melihat ke klien) (P1) Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak (P2) Ya ada perubahan. Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya (P3) Beres setiah lah ndok (sembuh sudah sekarang nak), e parengeh beres ndok (diberi kesembuhan nak). Bedeh se nolong abek riah (ada yang nolong saya ini) (P4)

Sekarang ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan. (P5) Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah (P6)

Semua partisipan, memiliki perasaan yang sama ketika klien di lepas pasung. Perasaan yang dirasakan adalah berupa rasa syukur semenjak klien di lepas pasung karena ada kemajuan pada klien tersebut.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

52

3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga Metode merawat merupakan cara-cara yag digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan kesehatan keluarga. Berdasarkan pendapat partisipan dapat diidentifikasi beberapa cara yang dilakukan keluarga antara lain

mengamati

perkembangan, variasi kegiatan, membawa ke pelayanan kesehatan. 1) Metode merawat yang digunakan Tema : Mengamati perkembangan fisik Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik (yang tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak) terus (P1) Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur wes. (P2) Kadang kalau liat-liat gitu, pandangannya masih kosong (P3) Hasil jawaban yang diberikan 3 dari 6 partisipan mengenai perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga adalah dengan mengamati perkemangan fisik pada klien. Tema : Variasi Kegiatan Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara sapi lagi sama saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan nak), timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada pekerjaan) (P4) Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak kemana-mana. Ya jalan-jalan (P5)

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

53

Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa. (P6) Selain mengamati perkembangan fisik, yang dilakukan 3 dari 6 partisipan mengenai perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga adalah dengan memberikan variasi kegiatan supaya klien tidak hanya berdiam diri di rumah. Tema : Membawa ke pelayanan kesehatan Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit Kamis. Areh (hari) Selasa gik mintakagih obet ka (masih dimintakan obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik (dikasih dua tablet). (P1)

Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan… (P2) Ya untung pemerintah masih belas kasihan sama saya ya ndok, di bawa ke Soebandi selama 10 hari. (P3) Sekarang pokok obatnya gak telat… (P4) …dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1 bulan… (P5) Tapi e syarat agih meloloh (berobat terus) ke kyai sama dibantu obat (P6)

Semua partisipan memberikan perawatan klien pasca pasung dengan membawa klien ke petugas kesehatan.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

54

4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Beberapa partisipan merasakan hambatan dan ada juga yang tidak merasakan hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hambatan yang dirasakan tidak setiap hari, tetapi saat waktu tertentu saja. 1) Ada hambatan Tema : Pekerjaan ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas tak (saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak) (P1) Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua) (P6) Tema : Pengobatan Ya cuma minum obat itu kadang gak mau (P5) Hasil jawaban 3 dari 6 partisipan, mereka merasakan hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hambatan yang dirasakan pada saat tertentu saja. 2) Tema : Tidak ada hambatan Sekarang bisa ditinggal. Diem sama neneknya (P2)

Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-sama kerja, pikirannya tenang (P3) Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa sendiri (P4)

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

55

Hasil jawaban 3 dari 6 partisipan, mereka tidak merasakan hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. 5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Jika partisipan menghadapi hambatan, partisipan memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tema : Membujuk dan Modifikasi Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak olle alakoh, dimmah olle pesse, be’en mon ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah (apa), minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa) (melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja ya). (P1) Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh. (P5)

Tema : Pemberdayaan Keluarga Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa (P6) Hasil jawaban 3 partisipan yang mengalami hambatan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dengan cara membujuk klien dan modifikasi. Cara tersebut digunakan saat tertentu saja, ketika masalah itu timbul.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

56

6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Partisipan juga menaruh harapan pada klien pasca pasung yaitu klien mengalami perkembangan. Dari hasil penelitian, dapat diidentifikasikan harapan keluarga yaitu harapan akan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan klien. 1) Perkembangan klien Tema : Harapan akan status kesehatan klien Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal (Semoga aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula) (memegang kepala klien) (P1) Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi (P2)

Ya pengen sembuh kayak dulu lagi (P4) Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi (P5) Jawaban 4 dari 6 partisipan adalah partisipan berharap akan status kesehatan klien pasca pasung kembali seperti dulu lagi. Tema : Perubahan kesehatan klien Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan (P3) Untung setiah e pareng engak (beruntung sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung). (P6) Selain itu, 2 dari 6 partisipan juga selalu berharap terjadi perubahan kesehatan klien lebih baik lagi selama merawat klien pasca pasung.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

57

Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung

Beban Psikologis

Takut Khawatir Berat/Sulit

Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga

Perasaan yang Dirasakan

Metode Merawat

Besyukur

Mengamati Perkembangan Fisik Variasi Kegiatan Membawa ke Yankes

Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung

Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Tidak Ada Hambatan

Pekerjaan

Ada Hambatan

Pengobatan

Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Membujuk dan Modifikasi

Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Perkembangan Klien

Pemberdayaan Keluarga

Harapan Status Kesehatan Perubahan Kesehatan

Gambar 4.3 Analisis Tematik Penelitian Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

58

4.3 Pembahasan 1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung Lama klien gangguan jiwa yang dipasung bermacam-macam. Mulai dari yang beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Keluarga sendiri dalam merawat klien gangguan jiwa memiliki pengalaman tersendiri. Selama dipasung, klien BAB dan BAK di tempat pemasungan itu juga. Menurut partisipan jika pasung tersebut dilepas, klien akan BAB dan BAK disembarang tempat sehingga bisa mengotori rumah. Selain BAB dan BAK, untuk makan dan minum klien di tempat yang sama. Selain itu, selama klien dipasung ada keluarga yang merasa lebih tenang karena bisa ditinggal bekerja. Dalam fikiran beberapa keluarga, jika tidak dipasung dan klien ditinggal bekerja klien gangguan jiwa akan jalanjalan, marah-marah, dan mencelakai orang lain sehingga keluarga tidak tenang. Selama merawat klien gangguan jiwa yang dipasung, anggota keluarga saling membantu dalam merawat klien tersebut. Jika keluarga ada yang bekerja, maka anggota keluarga yang lainnya yang membantu merawat memenuhi kebutuhan klien seperti makan dan minum. Selain itu, keluarga juga menceritakan sekalipun klien tersebut dipasung, klien juga bisa menciderai dirinya sendiri. Contohnya, klien akan memukulkan kepalanya ke tembok. Pengalaman keluarga yang lainnya dalam merawat klien gangguan jiwa saat dipasung dirasakan sebagai beban psikologis. Beban psikologis dinyatakan oleh partisipan dalam bentuk takut, khawatir, berat/sulit. Perasaan takut disini disebabkan misalnya klien akan marah-marah dan menciderai orang lain yang ada disekitarnya. Perasaan khawatir juga dirasakan partisipan karena takut klien jika jalan-jalan dan partisipan takut jika dia mendapat masalah. Perasaan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

59

berat/sulit dirasakan partisipan karena tidak bisa bekerja. Partisipan tidak bisa bekerja karena selalu memikirkan klien jika ditinggal bekerj oleh partisipan. Beban yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang serupa dengan jenis beban yang dialami keluarga dengan anggota keluarga mengalami gangguan jiwa menurut WHO (2008). WHO membagi beban menjadi 2 jenis, yaitu beban subjektif dan objektif. Beban subjektif merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga. Sementara beban objektif salah satu contohnya adalah keterbatasan hubungan social dan aktifitas kerja. Penelitian ini menyebutkan keluarga merasakan beban psikologis yang dinyatakan dalam bentuk takut, khawatir, berat/sulit selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung. Beban psikologis ini merupakan akumulasi dari perasaan takut, khawatir, berat/sulit terhadap perilaku klien. Pernyataan diatas juga diperkuat oleh pendapat Mohr (2006) bahwa beban subyektif yang dirasakan keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah rasa kehilangan, rasa takut, merasa bersalah, rasa marah, dan perasaan negatif lainnya. Menurut pendapat peneliti dalam penelitian ini, beban psikologis dirasakan semua partisipan, karena sangat kompleksanya masalah yang dihadapi partisipan dalam merawat klien.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

60

2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Partisipan mengungkapkan sekarang klien sudah bisa bekerja, membantu memenuhi kebutuhan anggota keluarga, dan membantu partisipan mengerjakan pekerjaan rumah. Bekerja yang dimaksud adalah klien sudah bisa mendapatkan penghasilan sehingga bisa membantu memenuhi keperluan keluarga. Klien juga bisa membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, menjaga warung, dan lain-lain. Walaupun keadaan klien membaik, keluarga juga mengungkapkan terkadang klien juga kambuh. Ketika kambuh, 2 orang partisipan mengungkapkan bahwa mereka memasung kembali klien dan 4 partisipan lainnya tidak memasung lagi. Alasan partisipan memasung kembali ketika kambuh karena takut klien akan jalan-jalan dan lari-lari. Jadi, partisipan memasung klien beberapa hari saja. Ketika sudah baikan, partisipan melepas pasung tersebut. Sedangkan partisipan lainnya mengungkapkan alasan klien tidak dipasung lagi karena ketika kambuh klien tidak menciderai orang lain. Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk memeriksakan klien ke pelayanan kesehatan dan mengambil obat untuk klien. Pengalaman keluarga yang lain selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung adalah keluarga merasakan perasaan bersyukur. Perasaan ini muncul karena selama pasca pasung, klien mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Partisipan juga mengungkapkan bahwa ini cobaan dari Allah dan partisipan harus melalui ujian ini dengan penuh kesabaran. Kebersyukuran berorientasi pada sikap terima kasih atas kehidupan yang dapat menimbulkan ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan hubungan pribadi yang lebih memuaskan (Emmons & McCullough, dalam Sulistyarini, 2010).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

61

Bersyukur akan meningktakan efek positif serta meningkatkan sikap optimis dalam memandang kehidupan. Menurut peneliti, hal ini juga dapat menguatkan keluarga untuk menanggung beban perawatan. Selain itu, keluarga juga harus memikirkan hal positif dengan selalu ikhlas dan selalu bersyukur apapun keadaannya sehingga tidak terjerumus pada perilaku putus asa. 3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga Metode yang digunakan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dalam penelitian ini merupakan pilihan berbagai cara yang digunakan keluarga. Berbagai metode yang ditemukan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan dalam melakukan tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998), yang terdiri dari 5 tugas pokok. Hasil penelitian ini menunjukkan salah satu metode yang digunakan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini sejalan dengan tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa keluarga mampu mengidentifikasi adanya gangguan terhadap perkembangan fisiknya. Menurut peneliti, anggota keluarga seharusnya mengenali perubahan kesehatan anggota keluarga lainnya sekecil apapun perubahan itu. Hasil penelitian ini juga menemukan dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung perlu adanya variasi kegiatan. Hal ini sesuai dengan makna dari tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) yang mengatakan keluarga harus mempertahankan suasana rumah yang sehat. Menurut peneliti, keluarga harus mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

62

dan perkembangan anggota keluarga serta tetap saling mendukung dalam berbagai situasi. Kondisi ODGJ pasca pasung yang belum pulih total menjadi dasar pertimbangan keluarga untuk menyajikan variasi kegiatan dalam bentuk aktivitas apapun. Aktivitas ini dapat menurunkan kejenuhan dan mengisi waktu luang ODGJ. Penelitian ini menemukan beberapa upaya keluarga dalam memberikan perawatan bagi ODGJ pasca pasung dengan memenuhi aturan perawatan yang disarankan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Upaya tersebut sesuai dengan tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) yaitu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satunya dengan cara dibawa ke pelayanan kesehatan supaya mendapatkan tindakan lanjutan dan mencegah masalah yang lebih parah terjadi. Menurut peneliti, jika ada anggota keluarga yang sakit anggota keluarga yang lain juga harus membawa ke pelayanan kesehatan atau berkonsultasi dengan petugas kesehatan supaya masalahnya dapat diselesaikan. 4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Hambatan adalah hal yang ditemui dan menimbulkan kesulitan bagi keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Pada penelitian ini, peneliti menemukan ada partisipan yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami hambatan. Keluarga yang tidak mengalami hambatan mengungkapkan bahwa klien sekarang sudah bisa kerja, sudah bisa mandiri, dan sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya. Contohnya, klien yang sudah bisa bekerja dalam hal ini dia bisa mendapat penghasilan dari membuat batu bata

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

63

dan bertani. Sehingga, dari penghasilan tersebut klien bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, klien juga sudah mandiri dalam hal makan, minum, mandi, dan mencuci pakaian. Kalau dahulu saat dipasung, klien masih dibantu keluarga untuk makan, minum, dan mandi. Sekarang klien gangguan jiwa pasca pasung juga sudah bisa ditinggal oleh orang tuanya. Maksud dari itu adalah klien sudah bisa untuk diam dirumah sekalipun ibu klien pergi keluar rumah untuk bekerja. Jadi, dalam hal ini klien mengalami kemajuan dibandingkan dahulu. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan keluarga yang mengalami hambatan dalam hal pekerjaan dan pengobatan. Hambatan dalam hal pekerjaan yang dialami partisipan adalah ketika klien tidak memperbolehkan partisipan bekerja dan harus selalu bersama klien. Padahal, partisipan juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal lain yang dialami partisipan adakah hambatan dalam hal pengobatan. Contohnya ketika klien tidak mau untuk meminum obat. Maka dari itu, keluarga mengungkapkan bahwa ini hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Chafetz dan Barnes (1989) yang mengungkapkan mengenai penelitian lain dalam membuktikan bahwa gangguan jiwa yang dialami salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain dalam ranah pekerjaan, waktu luang, kesehatan anggota keluarga, dan relasi antar anggota keluarga. Menurut peneliti, dalam keluarga yang menjadi prioritas adalah anggota keluarga yang sedang sakit, sehingga terkadang membuat anggota keluarga lain yang merawat melupakan apa yang menjadi kebutuhan mereka.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

64

5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa cara menghadapi hambatan adalah dengan cara membujuk klien dan modifikasi dalam meminum obat. Menurut Marsh et.al (2012) peran keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota yang menderita gangguan jiwa salah satunya adalah pendampingan dalam pengobatan dan memenuhi kebutuhan harian klien. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bahwa partisipan membujuk klien untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan klien. Partisipan lainnya adalah dengan cara pendampingan dalam pengobatan. Partisipan memastikan klien meminum obatnya dengan cara memodifikasi cara meminum obatnya dengan dicampurkan ke teh. Hal-hal ini lah yang digunakan keluarga ketika hambatan itu datang. Hambatan itu datang tidak setiap saat. Selama ini, keluarga masih bisa mengatasi hambatan yang datang tersebut. Pemberdayaan keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menghadapi permasalahan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Salah satu pemberdayaan keluarga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pembagian peran. Temuan ini didukung oleh pendapat menurut Marsh et.al (2012) yang menyatakan peran keluarga dalam menangani anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa salah satunya adalah pusatkan pada kelebihan dan kekuatan penderita. Jadi, peran yang diberikan pada klien ini adalah peran yang bisa dilaksanaan oleh klien. Menurut peneliti, dengan adanya pembagian peran ini, klien akan merasa memiliki keterlibatan dan tanggung jawab dalam melaksanakan peran tersebut.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

65

6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Penelitian ini mengidentifikasi harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung antara lain harapan akan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan klien. Keluarga selalu menaruh harapan bahwa klien bisa sembuh total seperti dahulu lagi. Keluarga tidak menginginkan apa-apa selain klien tersebut sembuh seperti dahulu. Ketika klien sudah sembuh, partisipan juga menginginkan klien bekerja lebih baik lagi. Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa depan yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan pendorong dan motivator pemulihan (Setiadi, 2014). Kesadaran bahwa banyak penderita gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan hambatan seperti yang mereka hadapi saat itu akan menjadi pendorong munculnya pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita yang telah pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Menurut peneliti, adanya harapan merupakan pendorong proses pemulihan. Partisipan selalu menaruh harapan pada klien agar kesehatannya pulih seperti dulu lagi. Selain partisipan, anggota keluarga yang lain dan tenaga kesehatan juga menaruh harapan yang sama.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Keluarga juga memiliki pengalaman tersendiri ketika merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Keluarga merasa sangat besyukur sekali dengan keadaan yang sekarang. Setelah lepas pasung, klien gangguan jiwa juga mengalami kemajuan dibandingkan saat dipasung. Keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung sebaiknya menggunakan metode-metode untuk mencapai tujuan kesehatan keluarga. Metode merawatnya adalah dengan mengamati perkembangan fisiknya. Selain mengamati perkembangan fisiknya, keluarga juga memberikan kegiatan kepada klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal ini dilakukan agar klien tidak hanya berdiam diri dirumah dan mempunyai kesibukan. Selain itu, keluarga juga tak lupa untuk membawa klien berobat ke rumah sakit karena keluarga juga ingin klien gangguan jiwa itu sembuh. Dalam hal merawat klien gangguan jiwa pasca pasung, ada keluarga yang tidak mengalami hambatan dan ada juga keluarga yang mengalami hambatan. Hambatan tersebut muncul pada saat tertentu saja. Hambatan tersebut muncul ketika klien gangguan jiwa ingin selalu bersama keluarganya sehingga keluarga tidak bisa bekerja ketika sikap klien seperti itu. Selain itu, klien tidak mau meminum obat, sehingga hal ini merupakan hambatan yang dialami keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Tetapi hambatan tersebut bisa dilalui oleh keluarga.

66 PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

67

Ketika hambatan itu datang, keluarga memiliki cara tersendiri untuk melewatinya. Misalnya ketika klien tidak mau ditinggal bekerja oleh keluarganya, keluarga membujuk klien tersebut. Selain itu, misalnya klien tidak mau minum obat, keluarga mencari cara lain agar klien mau minum obat tersebut. Meskipun hambatan datang, keluarga masih bisa menyelesaikannya. Selama

merawat

klien

gangguan

jiwa

pasca

pasung,

keluarga

menyampaikan harapan yang berhubungan dengan perkembangan klien. Perkembangan klien itu berupa perubahan status kesehatan klien dan perubahan kesehatan. Perkembangan klien ke arah yang lebih baik memang menjadi harapan utama keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Selain itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan juga bahwa keluarga tidak akan memasung lagi klien gangguan jiwa tersebut. Keluarga juga mendukung supaya klien gangguan jiwa cepat sembuh. Misalnya dengan cara tidak lupa untuk memberi obat kepada klien gangguan jiwa dari petugas kesehatan.

5.2 Saran 5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan Pihak rumah sakit atau perawat jiwa, hendaknya melakukan intervensi untuk memperkuat mekanisme koping keluarga selama menghadapi berbagai masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Kegiatan tersebut dapat direalisasikan melalui penyediaan jasa konseling dan petugas kesehatan selalu mengkontrol keluarga serta klien tersebut. Pihak pelayanan kesehatan sebaiknya menyusun

program

untuk

menurunkan stigma di masyarakat guna memperkuat sistem dukungan sosial bagi

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

68

keluarga yang merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui penyebaran leaflet dan penyuluhan. 5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Perawat seharusnya dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai pedoman untuk mengembangkan pendekatan dalam hal mengajarkan keluarga untuk memilih strategi koping

yang tepat serta memberdayakan kondisi psikologis

keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. 5.2.3 Penelitian Peneliti disarankan untuk melanjutkan dan menggali lebih dalam tentang pemberdayaan keluarga dalam mengelola berbagai beban yang dihadapi sebagai dampak yang dirasakan dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung melalui penelitian kualitatif. Selain itu, pola koping keluarga untuk menghadapi berbagai masalah dalam merawat klien gangguan jiwa pasca pasung dapat digali lebih jauh melalui penelitian kualitatif.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

69

DAFTAR PUSTAKA Ali, Z. 2006. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Bappeda Jawa Timur. http://bappeda.jatimprov.go.id/2014/04/02/data-orangdipasung-harus-diupdate/ diakses pada tanggal 19 Maret 2016 Efendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Fitryasari, R. 2009. Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Dengan Autism Di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya. Thesis. Depok : Universitas Indonesia Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Takalar : Pustaka As Salam Hasbiansyah, O. 2008. Pendekatan Fenomenologi : Pengantar PraktikPenelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi. Mediator. Vol 9 (1) Hal. 171-172 Hawari, D. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Idaiani, S & Rafizar. 2015. Faktor yang Paling Dominan terhadap Pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 18 (1) hal.15 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkes.go.id/article/print/201410270011/stop-stigma-dandiskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html diakses pada tanggal 19 Maret 2016 Lestari, P., Choiriyyah,Z. & Mathafi. 2014. Kecenderungan Atau Sikap Keluarga Penderita Gangguan Jiwa Terhadap Tindakan Pasung (Studi Kasus Di Rsj Amino Gondho Hutomo Semarang). Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 2 (1) hal. 16 Lestari, W & Wardhani, Y.F. 2014. Stigma dan Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat yang Dipasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 17 (2) hal. 157-166 dan hal. 160 Maramis, W.F. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Ed 9. Surabaya : Airlangga University Press McCullough, M. E., & Emmons. R. A. (2002). “Highlights of research project on grateful and thankfulness: dimensions and perspectives of gratitude”. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 1

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

70

Minas, H., & Diatri, H. 2008. Pasung: Physical restraint and confinement of the mentally ill in the community. International Journal of Mental Health Systems. Vol 2(1), 1-5. doi: 10.1186/1752-4458-2-8. Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset Moleong, L J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset Mubarak, W.I & Chayatin, N (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika. Ngadiran, A. 2010. Pengalaman Keluarga Tentang Beban dan Sumber Dukungan Keluarga dalam Merawat Klien dengan Halusinasi. Thesis. Depok : Universitas Indonesia Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis. Jakarta : Salemba Medika Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Reknoningsih, W. 2013. Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Pasien Pasca Pasung di Pekalongan Jawa Tengah. Thesis. Depok : Universitas Keluarga Sari, H. 2009. Pengaruh Family Psychoeducation terhadap beban dan kemampuan keluarga dalam merawat klien pasung di Kabupaten Bireun. Thesis. Depok : Universitas Indonesia Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Setiadi, G. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa : Pedoman Bagi Penderita, Keluarga dan Relawan Jiwa. Purworejo : Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa Setiawati. 2008. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan. Jakarta : TIM.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

71

Sugiyono. 2009 . Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta. Suharto, B. 2014. Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi Tentang Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di Kabupaten Wonogiri). IJMS - Indonsian Journal on Medical Science. Vol 1 (2) hal.2 Tristiana, D. 2014. Psychological Well Being Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Thesis. Surabaya : Universitas Airlangga Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Ed.Revisi. Cet. Ke-3. Bandung : PT. Refika Aditama. Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama Yusuf, A., Putra S.T., & Probowati, Y. 2012. Peningkatan Coping Keluarga Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa Melalui Terapi Spiritual Direction, Obedience, Dan Acceptance (Doa). Jurnal Ners. Vol 7 (2)

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

72

Lampiran 1 INFORMED CONSENT (PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN) Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama (Kode) : Umur

:

Jenis Kelamin : Pekerjaan

:

Alamat

:

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai : 1. Penelitian yang berjudul “Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung” 2. Perlakuan yang akan diterapkan pada partisipan 3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian 4. Bahaya yang akan timbul 5. Prosedur Penelitian Setelah diberikan penjelasan bahwa penelitian ini direkam dengan video kamera, tetapi jika partisipan tidak bersedia maka peneliti merekam wawancara dengan recorder. Partisipan juga diberitahu bahwa penelitian ini bukan untuk dikomersilkan melainkan untuk kepentingan pengembangan keilmuan. Saya mengerti bahwa penelitian ini akan menghormati hak-hak saya sebagai partisipan dan saya berhak menghentikan keikutsertaan saya dalam penelitian ini jika merasa keberatan. Saya mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

73

Jember,

2016

Peneliti

Saksi

Partisipan

(………………….)

(………..…………..)

(…………………..)

*) Coret salah satu No. Telp Peneliti : 083847197252

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

74

Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN BAGI PARTISIPAN WAWANCARA Judul Penelitian : Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung Tujuan Tujuan Umum Memperoleh gambaran tentang pengalaman keluarga merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Tujuan Khusus 1. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung 2. Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 3. Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga 4. Hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 5. Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung 6. Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Perlakuan yang diterapkan pada subyek Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga tidak ada perlakuan apapun untuk partisipan. Partisipan hanya terlibat dalam wawancara perihal pengalaman mereka merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Setelah beberapa hari dari wawancara, peneliti akan menemui partisipan untuk memvalidasi hasil wawancara. Selain itu, peneliti juga perlu mendokumentasikan dalam beberapa bentuk foto. Hasil wawancara dan foto akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Manfaat Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini dapat berbagi pengalaman ketika merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Bahaya Potensial Tidak ada bahaya potensial karena partisipan tidak dilakukan intervensi apapun melainkan hanya wawancara. Hak untuk undur diri Keikusertaan partisipan bersifat sukarela dan partisipan berhak untuk mengundurkan diri kapanpun.

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

75

Prosedur Penelitian Social Situation antara lain anggota keluarga, tempat di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, dan pernah merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

Sampel sesuai dengan kriteria inklusi

Purposive Sampling

Uji Coba Instrumen

Melakukan wawancara intensif dengan partisipan, tempat wawancara berbeda untuk setiap partisipan

Melakukan validasi verbatim dan transkrip kepada partisipan

Menganalisa data dalam 3 tahap (tahap awal,

Proses pengumpulan data

tahap horizonalization, dan tahap cluster of meaning)

Menemukan tema dan sub tema

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

76

Lampiran 3

Kode Partisipan : DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN Petunjuk : Isilah lembar kuesioner berikut ini : A. Data Partisipan 1. Usia

:

2. Jenis Kelamin

:

3. Pendidikan Terakhir : 4. Status Pernikahan

:

5. Agama

:

6. Pekerjaan

:

7. Nomor Telepon

:

8. Alamat

:

B. Data Anggota Keluarga yang Mengalami Pasca Pasung 1. Nama : 2. Usia

:

3. Jenis Kelamin : 4. Lama Pasung :

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

77

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA Judul Skripsi : Pengalaman Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Pasca Pasung Waktu wawancara

:

Kode partisipan

:

Tanggal

:

Tempat

:

Suasana ketika wawancara : Saya ingin belajar dan mendapatkan gambaran tentang pengalaman Bapak/Ibu/Saudara selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pertanyaan Wawancara Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung Pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga Hambatan yang dijumpai selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung Harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

78

Lampiran 5

PANDUAN WAWANCARA Pertanyaan Pembuka Saya sangat tertarik dengan pengalaman bapak/ibu/saudara tentang pengalaman merawat klien gangguan jiwa pasca pasung. Mohon bapak/ibu/saudara mau menjelaskan kepada saya apa saja yang terkait dengan pengalaman tersebut, termasuk semua perasaan, peristiwa, pendapat, dan pikiran yang bapak/ibu/saudara alami. a. Sudah berapa lama ibu/bapak/saudara merawat anggota keluarga ibu/bapak/saudara yang menderita gangguan jiwa ? b. Apakah keluarga ibu/bapak/saudara ada yang menderita gangguan jiwa ? c. Apa alasan ibu/bapak/saudara memasung anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa ? Pertanyaan untuk memandu wawancara adalah sebagai berikut : 1. Ceritakan bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa saat dipasung? 2. Bagaimana pengalaman keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung ? 3. Apa saja perawatan klien gangguan jiwa pasca pasung yang telah dilakukan keluarga ? 4. Ceritakan hambatan yang dirasakan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung ? 5. Bagaimana cara penyelesaian masalah yang digunakan untuk menghadapi hambatan yang ditemukan selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung? 6. Apa harapan keluarga selama merawat klien gangguan jiwa pasca pasung ?

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

79

Lampiran 6

CATATAN LAPANGAN

Nama partisipan : Kode partisipan : Tempat dan waktu wawancara : Lama wawancara : Posisi partisipan : Situasi wawancara :

Catatan kejadian :

Gambaran partisipan saat akan wawancara :

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

80

Gambaran partisipan selama wawancara :

Gambaran suasana tempat selama wawancara :

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

81

Lampiran 7 DATA DEMOGRAFI PARTISIPAN PENELITIAN DATA PARTISIPAN USIA JENIS KELAMIN PENDIDIKAN STATUS AGAMA PEKERJAAN

P1

P2

P3

P4

P5

P6

50 tahun Perempuan SD Menikah Islam Ibu Rumah Tangga

48 tahun Perempuan SMA Cerai Islam Ibu Rumah Tangga

55 tahun Perempuan SD Menikah Islam

60 tahun Perempuan SD Cerai Islam

Petani

Petani

60 tahun Perempuan SD Cerai Islam Ibu Rumah Tangga

80 tahun Perempuan SD Menikah Islam Ibu Rumah Tangga

23 tahun Laki-Laki 1 tahun

24 tahun Perempuan 2 tahun

30 tahun Laki-Laki 3 bulan

35 tahun Laki-Laki 4 tahun

35 tahun Laki-Laki 25 tahun

80 tahun Laki-Laki 1 bulan

DATA KLIEN PASCA PASUNG USIA JENIS KELAMIN LAMA PASUNG

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

82

Lampiran 8 ANALISIS TEMA TUJUAN KHUSUS Pengalaman merawat saat dipasung

Tema Beban Psikologis

Sub Tema Takut

Berat/sulit

Perasaan yang Dirasakan

1

Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orangorang

Khawatir

Pengalaman merawat pasca pasung

Kata Kunci

Bersyukur

Kalau ngamuk itu yang takut Takoken abek mon ajelen (memegang dada) bayangnah engkok engak se e embong, benyak anaken oreng elang (takutnya saya kalau jalan bayangan saya seperti yang di jalan, banyak anak orang hilang) Dedih abek timbang aperrean (jadi dari pada saya mendapat masalah) … maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang. Kan saya sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak bisa kerja jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan) mbah, mon ajelen engkok se nyariah repot pas (kalau jalan aku nyarinya susah) Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke sawah, dapat rejeki) (tersenyum melihat ke klien) Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

Kode Parts 2 3 4 5 √

6

√ √

√ √







DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

83

Ya ada perubahan. Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya Beres setiah lah ndok (sembuh sudah sekarang nak), e parengeh beres ndok (diberi kesembuhan nak). Bedeh se nolong abek riah (ada yang nolong saya ini) Sekarang ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah Perawatan Klien Metode Merawat

Mengamati Perkembangan Fisik

Variasi Kegiatan

Membawa ke Yankes

√ √

√ √

Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik √ (yang tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak) terus Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur wes. √ Kadang kalau liat-liat gitu, pandangannya masih kosong √ Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara sapi lagi sama √ saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan nak), timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada pekerjaan) Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak √ kemana-mana. Ya jalan-jalan Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak √ sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua). Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa. Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit Kamis. Areh (hari) √ Selasa gik mintakagih obet ka (masih dimintakan obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik (dikasih dua tablet). Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan… √ Ya untung pemerintah masih belas kasihan sama saya ya √

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

84

ndok, di bawa ke Soebandi selama 10 hari. Sekarang pokok obatnya gak telat… …dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1 bulan… Tapi e syarat agih meloloh (berobat terus) ke kyai sama dibantu obat Hambatan merawat klien

Tidak ada hambatan

Ada hambatan

Membujuk dan modifikasi

Pemberdayaan

√ √

Sekarang bisa ditinggal. Diem sama neneknya

Pekerjaan

Pengobatan Cara menyelesaikan hambtan



Sekarang enakan. Sekarang bisa sama-sama kerja, pikirannya tenang Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa sendiri ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas tak (saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak) Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua) Ya cuma minum obat itu kadang gak mau Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak olle alakoh, dimmah olle pesse, be’en mon ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah (apa), minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa) (melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja ya) Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

√ √ √ √ √ √ √

√ √

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

85

Keluarga Harapan Keluarga

Perkembangan Klien

Harapan Status Kesehatan

Perubahan Kesehatan

Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal (Semoga aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula) (memegang kepala klien) Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi Ya pengen sembuh kayak dulu lagi Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung).

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...



√ √ √ √ √

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

86

Lampiran 9 Verbatim P1 Peneliti

: “Jadi ibu, sudah berapa lama merawat Wafi yang sakit begini?”

Partisipan : “Ngerawat ?? Insya Allah sekitar (menatap ke atas dengan berfikir) 2 tahun jalan. Sebelum kerasukan kan, disini anu tu, duuh samar-samar (tangan bergerak). Ini kan sebelum dirawat. Pertama, pertama sakit apa ? Sakit cetak (sakit kepala)? (tangan partisipan memegang kepala nya sendiri). Peneliti

: “Iya bu.”

Partisipan : “Sakek cetak (sakit kepala), terus dirawat ke Patrang.” Peneliti

: “Oooo. Sempat ke Patrang ?”

Partisipan : “Eeee.. anoh ndok (begini nak) (partisipan memegang telinganya) benta medureh beih ye ndok, terro benta bahasa (ngomong bahasa Madura saja nak, pengen bicara bahasa). Pekker mek takok sakek saraf, kebenyaken sakek cetak (Saya berfikir takut sakit saraf, kebanyakan sakit kepala) (partisipan memegang kepala), deddih mintah (jadi minta) Jamkesmas ke Pak Tinggi (tangan menunjuk), lah teros ka mintah rujuk ka (terus minta rujuk) Rumah Sakit Rambi (tangan menunjuk) pas ka (terus ke) kecamatan, teros lak sanaagih (terus dibawa) ke Patrang. Empak kale yeh (empat kali ya) ? (Menoleh ke klien pasca pasung).” Klien

: “Empak kaleh (empat kali).”

Partisipan : “Tak (tidak) berhasil. Dokterah tak bisa anoh (Dokter tidak bisa menangani) (tangan bergerak), dokterah tak bisa nyangka jek saraf, jek dek remmah, tak etemmoh (dokter tidak tahu kalau sakit saraf, jadi bagaimana, tidak tau juga). Mangkanah, ding sedeng mole, tanyah ke anak ndok (Makanya saya bawa pulang terus tanya ke anaknya) (partisipan memegang bahu klien). Elluk (sebentar) Fi, engkok atanyaah setiah, can engkok ye ndok yeh (saya tanya sekarang, kata saya ya nak ya). Be’en reh sakek cetak dek remmah rassanah (kamu ini sakit kepala bagaimana rasanya) ? Iyak eanoh bik dokter tager empak kaleh, entar ka museum, eanoh ke apa ji lah, apa ji lah namanah (Ini diperiksa sama dokter sampai empat kali,pergi ke museum, iya apa itu, apa itu sudah namanya) ? Museum ? (partisipan menoleh ke klien)”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

87

Klien

: “Laboratorium.”

Peneliti

: “Laboratorium.”

Partisipan : “Laboratorium. Sampek tak bisa anoh dokterah (Sampai tidak bisa memeriksa dokternya). Terus anoh buk, sakeken gulleh nekah sakek cetak (Terus begini buk, sakitnya saya ini sakit kepala) (memegang kepala) nekah bedeh se kok nakok, kadong e pentongah cetak genikah bok (ini ada yang menakut-nakuti, kayak ada yang mau mukul kepala ini buk) (partisipan memukul kepala sendiri), taker epentong engak se (sampai dipukul seperti yang) pecah (partisipan tetap memukul kepala sendiri), tappeh ding econgok cetak paggun bungkol, can (Tapi setelah dilihat kepala saya masih utuh, kata) Wafi (menunjuk kearah klien). Teros se kok nakok jih engak appah (Terus yang nakut-nakutin itu seperti apa)? Gi a yong siyong, pokoken nako’eh (Yaa giginya ada taringnya, pokoknya menakutkan) (partisipan memegang telinga). Ben epentongah ben, pentongagih ke anoh (Kamu tak pukul ya, kamu tak pukul ya) (tangan menggenggam), ekapakah (dibunuh menggunakan kapak) (partisipan memukul kepala), sakek cetak (sakit kepala). Ooo.. Ye mon deiyeh ben benni sakek, keng karena gangguan apah, keng bedeh gangguan dari luar, caen engkok ndok (kalau begitu tidak sakit, terus mungkin gangguan apa, mungkin juga gangguan dari luar, itu kata saya nak). Mon deiyeh be’en mayuh bik engkok, eanuagiyah ke Kyia,e syaratagih, makanah ongguen (Kalau begitu ayo kamu sama saya ke kiayi untuk di obati, ternyata beneran). (Melihat kearah klien) Ye lah mon engak jiah lha terosagih la ndok terosan ndok, ngalle-ngalle, tak ser ye ngalle (Yaudah kalau begitu dilanjutkan aja nak terus-terusan nak, pindah-pindah, tidak sembuh akhirnya pindah). Akhirah, teros nemmoh pole anuan (Terus menemukan lagi), (tangan sambil menunjuk) pas kejinan can (kesurupan jin katanya), kerasukan jin pasnan (kemudian). (Melihat ke klien) ooo… jen deddih (tambah menjadi-jadi). Jieh pasnan ndok, engkok selama bedeh setaonan dari seerawat samar-samar jih (Begitu nak, saya ada selama setahun merawat dia).” Peneliti

: “Abit gi ye buk (lama ya bu) ?”

Partisipan : “Abit (lama). Termasuk reken la du taon sampek e nganoagih (sudah dua tahunan dibawa ke) Bu Indah. Bu Indah dinnak reh (disini). Can (kata) Bu Indah, elluk ben engkok e nganuaginah ka (sebentar sama saya mau dibawa ke) Bu Sutiyah, beddeh jet perawat gebey jiyeh (memang ada perawat buat itu). Deddih ka (Terus ke) Bu Sutiyah, sedeng e (waktu di) Bu Sutiyah bik (sama) Bu Sutiyah la e obat

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

88

(diobatin). Mareh e rawat, haselah beres (Setelah dirawat, hasilnya sembuh). Beres, la tak ngerteh mon anoh, adek perhatian mon e soro rutin napah ben bulen napah ben mingguh, engkok la tak ngerasaagih, deddih ambu (Sembuh, sudah tidak mengerti dan tidak ada perhatian kalau disuruh rutin kontrol setiap bulan atau setiap minggunya, saya sudah tidak merasakan, jadi berhenti). Berhenti lah can bahasanah (kata bahasanya).” Klien

: “Berhenti minum obat.”

Partisipan : “Mmm berhenti. Teros pon nyaman, teros alakoh (terus sudah enak, terus kerja) biasa. Tak endik pekkeran dek remmah, rassanah, romangsah teros beres (tidak punya pikiran macam-macam, rasanya sudah sembuh total). Ding seddeng komat pole (Saat kambuh lagi) (partisipan memegang hidung), pas (tepat) Bu Sutiyah bektonah neliti anonah, pasienah se disah disah (waktu meneliti pasiennya di desa-desa). Ketepakan, komat pole (kebetulan, kambuh lagi) (partisipan memegang tangan klien). Anoh gibeh (di bawa) ke rumah sakit Kamis. Areh (hari) Selasa gik mintakagih obet ka (masih dimintakan obat ke) Bu Sutiyah (menggaruk kepala), e berik du beik (dikasih dua tablet). Teros lah bik (terus dengan) dokter Rambi e obetagih (diobatin).” Klien

Peneliti

: “Engak se tak endik bereng, engak se e kemoso kebbi (seperti yang tidak punya teman, seperti musuh semua). (Diam agak lama sambil menggerakkan mulutnya) engak se kemoso kebbi (seperti musuh semua). Teman-teman engak se kemoso kebbi ben (seperti musuh semua sama) saya. Tapi sekarang tinggal, tinggal masih kecil katanya (klien membenarkan posisi duduknya).” : “Keluarga dari bapak/ibu ada yang sakit seperti Wafi ?”

Partisipan : “Insya Allah tidak ada.” Peneliti

: “Anak keberapa bu ?”

Partisipan : “Anak ketiga.” Peneliti

: “Punya adik ?”

Partisipan : “Punya dua. Adiknya ini laki, adiknya lagi apa roh binik (itu perempuan) ? Cewek (sambil tersenyum) baru kelas 6, lulusan kelas 6.” Peneliti

: “Dulu sama ibuk kenapa Wafi kok di pasung? Pas kek cetak, arapah mak pas e pasung (Waktu sakit kepala, kenapa dipasung) ?”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

89

Partisipan : “Tak ngerteh ndok (tidak tahu nak). Kan derih ponduk (kan dari pondok). Sakeknya derih ponduk (sakitnya dari pondok), dari pondok. Sebelumah molle ka bungkoh (menatap ke atas), deggik ompamanah deteng sakek cetak, buk guleh plemanah gelluh sakek cetak, degik eanoagih ka (Sebelum pulang kerumah, nanti seumpamanya datang sakit kepala, dia ngomong buk saya mau pulang dulu lagi sakit kepala, nanti periksa ke) dokter. Eperiksa agih, esontek agih, marreh berobet belih pole (Diperiksa, disuntik, setelah berobat kembali lagi). Deggik bereppa bulen pole, deggiken pole, buk sakek cetak guleh moleah buk (Nanti setelah beberapa bulan lagi, bu sakit kepala saya pulang lagi bu). Molle deggik eanoagih (pulang nanti diperiksa) ke dokter pole (lagi), sontek agih (suntik lagi). Eman, can pengara pelajaran ponduk mik telat (Kasian, takutnya pelajaran pondok telat) (menoleh ke klien), terlambat, deddih eanoagih pole, belih pole ka ponduk, paggun (jadi ya begitu, kembali lagi ke pondok, tetap). Pas ding sedeng la olle petong taon, belih pole mareh telasan ndok, biasa kan mon telasan mole, kerem du kaleh be’en bik engkok (Jadi waktu sudah tujuh tahunan, pulang lagi selesai hari raya nak, biasanya kan pulang hari raya, jadi selama itu dikirim dua kali sama saya) (menoleh kearah Wafi), du bulen, nelpon deri ponduk pas molle pas tak abelih pole (dua bulan, nelfon dari pondok pulang dan tidak kembali lagi) (menoleh ke klien). Benni pas langsung ndok, benni pas langsung sakek sakek (Bukan langsung sakit nak, sakitnya secara bertahap). Se keranah tak sak ngerassaagih (Pokonya saya menyimpan sendiri rasa ini). (Suami partisipan keluar dari dalam kamar) areh kebidanan penelitian, sabbenah e ater (anak kebidanan penelitian, dulu di antar) Bu Sutiyah, anak buah Bu Sutiyah. Peneliti

: “Pak (bersalaman dengan bapak).”

Bapak

: “Kaso’on (terima kasih).”

Peneliti

: “Gulleh se kaso’on (saya yang berterima kasih) pak.”

Partisipan : “Mander e parengeh sukses ndok (Semoga diberikan kesuksesan nak).” Peneliti

: “Amin.”

Partisipan : “Usahana be’en kan padeh anoh, mander mogeh lanjot lah (usahanya kamu kan sama, semoga sukses kedepannya). Sedeng engak engkok reh reng tak endik, endik anak engak riah e rawat ben dokter, e berrik obet ben mingguh, mon melleh bereppah ndok, kan benyak (Sedangkan saya ini orang gak punya, punya anak kayak ini dirawat

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

90

sama dokter, dikasih obat setiap minggu, kalau beli berapa nak, kan banyak). Engkok lha (saya sudah) Alhamdulillah di bantu, kan termasuk pemerintah yeh (ya), tapi mon tak (kalau tidak) ikhlas bu dokter masak pas e anoh (tidak mungkin diperiksa) tiap Kamis, can meddurenah kasarah eladenih (kalau kata orang Madura istilahnya dirawat). Can (kata) Bu Sutiyah rik berriken (kemarn itu), Bek (mbak) minta tolong. Enggi anapah (iya kenapa). Embiyan jek sampe busen ngeromat (kamu jangan sampai bosan merawat) Wafi, kantoh gi (kesini ya) tiap Kamis. Mak tager bussenah (Tidak bosan) bu, depak kantoh tak biaya napah, pon eparengeh obet, can guleh mik tak endik pesse, mon gulle tak busen, bunten (sampai disini tidak ada biaya, sudah dikasih obat, kata saya tidak punya uang, kalau saya tidak bosan, tidak). Gulleh (saya) terima kasih sangat (tersenyum). Depak ka esah elayanin, Wafi e romat, e sontek (sampai sana dilayani, Wafi dirawat, disuntik).” Klien

: “Pola gulleh tak nginomah obet, mangkanah terro beres paggun nginom obet (sebenarnya saya tidak mau minum obat, makanya saya ingin sembuh minum obat).”

Partisipan : “Mmm terro beresah, terro belih asal (ingin sembuh, ingin kembali semula).” Peneliti Klien

: “Jek busen nginom obet (jangan bosan minum obat).” : “Gulleh nginom obet, kadeng (saya minum obat, kadang) (sambil memegang tenggorokan) nekah (ini) panas.”

Partisipan : “Mon nginom obet (kalau minum obat) panas (tersenyum).” Klien

: “(Memegang tenggorokan) gerungan cekak (tenggorokan susah untuk menelan).”

Partisipan : “e jatah bik (jatah) pak dokter sabben gik (dulu masih) pertama ke rumah sakit, e jatah du taon (dijatah dua tahun). Rutin selama du taon (dua tahun).” Peneliti

: “nekah berepah taon se nginom obet (ini berapa tahun yang minum obat) ?”

Partisipan : “Tak deppak setengah taon ngara, mulai bulen napah, empak bulen mik bedeh (tidak sampai setengah tahun mungkin, mulai bulan apa, mungkin empat bulan ada) (sambil melihat Wafi). Mander mugeh e parengeh (Semoga saja dikasih) barokah Allah (tersenyum).”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

91

Klien

: “Terapi obet (obat). Obet sekejek, e enom cekak ka gurungan (Obat sebentar diminum terasa susah ditelan di tenggorokan) (memegang tenggorokan). Saya itu kalau kumat (kambuh) anu, semua temanteman itu e kemoso (dimusuhi), jadi saya di begini saya (memegang pergelangan tangan), sokoh (kaki) ini (menunjuk kaki) di pengkot (ikat).”

Peneliti

: “Siapa yang mengkot (mengikat)?”

Klien

: “Dipengkot (diikat).”

Partisipan : “Se mengkot sapah (yang mengikat siapa) ?” Peneliti

: “Se mengkot sapah (yang mengikat siapa) ?”

Klien

: “Pengkot ben (diikat oleh) kakak e pengkot (diikat) (membenarkan duduknya).”

Peneliti

: “Tangan sama kaki?”

Klien

: “Iya. Sabbenah (dulu) itu (melihat ke ibu nya).”

Partisipan : “Nyamanah kakaken sapah (nama kakaknya siapa) (melihat ke klien)?” Klien

: “Kan embiyan seng oning gulleh e pengkot e kamar (kan ibu yang tahu kalau saya diikat di dalam kamar) (melihat ke ibu nya).”

Peneliti

: “Siapa bu?”

Partisipan : “Hehehe anu (tersenyum), kakak sepupu.” Peneliti

: “Kenapa bu kok di pengkot (ikat) dulu bu ?”

Partisipan : “Anoh pas ajelen ndok. Kan ajelen meloloh deiyeh, deddih pekkernah engkok…( Waktu itu pas jalan nak. Kan jalan-jalan terus, jadi pikiran saya…).” Klien

: “Keluar kedalam. Keluar rumah, ke dalam, ke dalam pole (lagi) rumah.”

Partisipan : “Takoken abek mon ajelen (memegang dada) bayangnah engkok engak se e embong, benyak anaken oreng elang (takutnya saya kalau jalan bayangan saya seperti yang di jalan, banyak anak orang hilang). Reh gik ajelen, jelen, mon teppak engkok se tak ajegeh, kan gik tak taoh bereng berse, engkok tak bisa, tak mampu mon kedirik (Ini masih jalan, jalan, kalau saya kebetulan tidak jaga, kan belum tahu barang bersih, saya tidak bisa, tidak mampu kalau sendiri).”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

92

Klien

: “Toman mareh nginom obet pas nyelem ke songai (pernah setelah minum obat terus mandi di sungai). Nyelem ke songai (mandi di sungai) yang a gili (mengalir). Nyelem (mandi) ke songai (sungai). Nyelem (mandi) saya lah, nyelem tok (mandi saja). Ben mare (setiap selesai) shubuh.”

Peneliti

: “Kenapa kok gitu?”

Klien

: “Ya anu itu. Eeeeee…”

Partisipan : “Katanya orang tambeknah muang (menyembuhkan) penyakit.” Klien

: “Iya habis shubuh. Habis shalat Shubuh, buang penyakit. Sekarang diselameten meloloh (diselamatin terus). Diselameten nganggui kok ajem (diselamatin menggunakan daging ayam) (tersenyum), nasi, slameten (selamatin). Malle, malle, malle napah buk (Untuk apa, untuk apa, untuk apa bu) (melihat ke ibunya) ?”

Partisipan : “Malle beres (supaya sembuh). Malle pekkeran (supaya pikiran) tenang, malle lekas (supaya cepat) sadar. Pola mik olle (siapa tahu mendapat) Ridho-Nya (Melihat ke anaknya).” Klien

: “Enggih malle beres buk (iya supaya sembuh bu).”

Partisipan : “Setiah soro benyak macah apah (sekarang disuruh banyak membaca apa) (melihat ke klien) ?” Klien

: “Astaghfirullahaladzim (melihat ke atas)”

Partisipan : “Mon terro aobeah ngocak apah (kalau ingin ganti mengucapkan apa) ?” Klien

: “Lailahaillallah.”

Partisipan : “Kodduh benyak macah (harus banyak membaca) (melihat ke anaknya).” Klien

: “Ya Allah Ya Rasulullah.”

Peneliti

: “Dulu dipengkotnya (diikat) dimana bu?”

Partisipan : “Dirumah sini.” Peneliti

: “Lama bu?”

Partisipan : “Dulu 15 hari, 2 minggu. Pas yang kumat (kambuh) lagi, ada paling 5 hari.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

93

Peneliti

: “Kalau kumat (kambuh) diapakan bu?”

Partisipan : “Ya dipengkot (diikat), paling 5 hari, gak seterusnya.” Peneliti : “Ya ibu ya yang ngeladeni (ngerawat) dulu kalau masih dipengkot?” Partisipan : “Iya. Sappah ndok (melihat ke anaknya), mon setiah gellem lah (kalau sekarang mau sudah). Tapi mon sek dulu, ye e kroyok (tapi kalau dulu ya bersama-sama) (tersenyum). Jek ariyah dulu, pas ngamok ke abeken dibik (ini dulu kalau marah ke dirinya sendiri) (memukulmukul kepalanya). Mon tanang e pengkot (kalau tangan diikat), gader gader (kepala ibu bergerak ke samping kanan, kiri, dan depan).” Peneliti

: “Ke tembok bu?”

Partisipan : “Emmm… Kan sajen (tambah) bahaya. Sampek saraf pecah ngono yok opo ndase jare (sampai saraf pecah begitu bagaimana kepalanya nanti) (melihat ke kepala anaknya), cetakah belle, kan jen payah (kepala pecah, kan tambah parah). Mon tak e pengkot mangmang pekker ntar ka mbong embong la, tak taoh bedeh motor, bedeh sepor (Kalau tidak diikat khawatir nanti ke jalan, tidak tahu ada kendaraan, ada kereta). Can pekker ye e pengkot (saya piker ya diikat). Mangkanah ngocak ndok, duuuh..gulleh pojur bu e pengkot, mon tak deiyeh gulleh ajelen meloloh (Mangkanya bilang nak, duhhh..saya beruntung bu diikat, kalau tidak begini saya jalan terus). Jek lakoh eajek can ndok, bedeh ngajek can (Diajak terus nak, ada yang mengajak) terus-terusan. Dedih ajelen adek lessonah (jadi jalan tidak ada capeknya). Tak begi keluar bik engkok, ajelen (tidak boleh keluar sama saya, jalan) (tangan menunjuk ke belakang lalu ke depan) sampek gili pelonah (sampai mengalir keringatnya). Soro ambu tak gelem ambu, tak lesoh can (menggeleng-gelengkan kepala), paggun eajek ajelen terusan, bedeh se ngajek (Saya suruh berhenti tidak mau berhenti, tidak lelah katanya, tetap diajak jalan terus, ada yang mengajak.). Kan pekker dibik la tak nguasai (kan pikirannya sendiri sudah tidak mampu). Mander bisa mikir dewasa, tenang, belih ke asal (Semoga aja bisa mikir dewasa, tenang, kembali ke semula) (memegang kepala klien). Se billeh mareh telas, pas ngocak norokah cacak alakoh (Waktu setelah hari raya, terus bicara ikut kakak kerja). Iye lah norok mon cacak endik gerepen (Iya sudah ikut kalau kakak sudah punya kerja). Pas alakoh (terus kerja) ke Mangli, laok (selatan) pasar sampai 3 bulan. Mareh alakoh (setelah kerja) ke Mangli (memegang hidung), pas gerep (terus membangun) Musholla (tangan menunjuk). Mangkanah dari jiyeh, pas abek ji lah anoh pole, dekremmah deiyeh, beni pas langsung kontan (Makanya dari situ,

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

94

bagaimana ini, bukannya langsung kelihatan sakit). Enilai jih lah (dinilai itu) aneh. Can oreng se taoh, sengak komat pole (katanya orang yang tahu, awas kambuh lagi). Engkok la sossa kadek ndok (saya sudah kepikiran dulu). Alhamdulillah sarakan se sabben (parah yang dulu). Cuman mon setiah (memegang tangan klien) abit se sadarah, se pas biasaah pole (Namun kalau sekarang lama sadarnya, waktu sadar lagi). Can (kata) Bu sutiyah pe sabber (yang sabar). Tak sabber dek remmah mon (tidak sabar bagaimana kalau) Allah se a pareng (yang memberi), kan lah endik (sudah punya) bagian (tersenyum), Ye paggun sabber (ya tetap sabar), paggun (tetap) nerima. Usaha e tambek dekemah, e tambek dekemah (diobatin kemana-mana, diobatin kemana-mana). Akhirnya Allah kebbi se meberesseh (semua yang menyembuhkan). Ngeromat (ngerawat) anak deiyeh mon engkok la (begini buat saya sudah) ibadah (tatapan manat ke bawah).” Peneliti

: “Ada kesulitan bu selama merawat Wafi?”

Partisipan : “ye mon pas rewel ndok (ya kalau pas rewel nak). Engkok pas tak (saya terus tidak) bisa kerja sekaleh ndok (sekali nak). Apa pole (lagi) Wafi e pengkot (diikat). Maseh tak e pengkot, tak e begi bik riyah, (Meskipun tidak diikat, saya tidak dibolehin,)(menunjuk kearah Wafi), tak e begi alakoh (tidak dibolehin kerja) . Ye lah apa bedenah (ya sudah apa adanya) (tersenyum dan membenarkan posisi duduknya). Mon (kalau) Wafi lah nyaman (sudah enakan), engkok alakoh e soro oreng (saya kerja disuruh orang), ke sabbe engkok lakonah (ke sawah saya kerjanya).” Klien

: “Pengen di barengin meloloh (terus). Pengen di temani (menoleh ke ibu) sama ibu, sama bapak, sama kakak, sama adik. Pengen hiburan. Pengen refleksi.”

Peneliti

: “Refreshing.”

Klien

: “Refreshing (tersenyum melihat ke ibu).”

Partisipan : “Jilenah (lidahnya) kaku reh (ini), polanah obet can (gara-gara obat katanya) Bu Sutiyah. Ye deiyeh riyah lah, seneng mon kapolong (ya begitulah, senang kalau bersama) terus. Keng engkok reh ngocak deiyeh ndok, iyeh mon engkok tak olle alakoh, dimmah olle pesse, be’en mon ompamanah (Tapi saya bilang begini nak, kalau saya tidak boleh kerja, darimana dapat uang, kalau misal kamu) minta apah (apa), minta bakso, minta sate, minta camilan, jejen apah (kue apa) (melihat ke klien), mayuh engkok begi yeh (ayo saya bolehin kerja

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

95

ya). Tak (tidak) usah (menggelengkan kepala), tak (tidak) usah (tersenyum melihat ke klien).” Bapak

: “Tak begi alakoh karepah (tidak boleh kerja keinginannya). E penengnengah reng tuah (disuruh diam saja orang tua). Jek manungsah (ya manusia) ya ikhtiar, usaha.”

Partisipan : “Tapi Alhamdulillah setiah la (sekarang sudah) bisa edinah sekejek entar sabe, olle rejekeh (ditinggal sebentar pergi ke sawah, dapat rejeki) (tersenyum melihat ke klien).” Peneliti

: “Kalau ibu ke sawah, Wafi sama siapa?”

Partisipan : “Sama adik cewek. Ngalem (manja) ke adik cewek.” Peneliti

: “Kesehariannya kegiatan Wafi apa bu?”

Klien

: “Minum obat.”

Partisipan : “Ya minum obat, ngakan, tedung (makan, tidur), jalan-jalan semmak (dekat) bisa, tapi curiga, pekker takok kelopaen (piker takut lupa). Mon (kalau) tarawih ye e langger (ya di musholla), tadarus, mole (pulang). Dek remmah ye ndok, kan rekenah tak loppah (Bagaimana ya nak, kan ibaratnya tidak lupa). Keng (Tapi) Alhamdulillah bektonah sembayang, pokok e peengak (waktunya sholat, pokok di ingatkan), langsung mandi. Ngerti ke najis, ngerti suci. Tak loppah (tidak lupa). Se keloppaen riah engak dewasanah, mon can engkok reh (yang lupa itu tentang kedewasaannya, kalau kata saya) tak dewasa. Mon e tanyak abeken bedeh se sakek (Kalau ditanya badannya ada yang sakit), adek se e pesakek can (tidak ada yang sakit katanya), abek (badan) sehat, pikiran kan termasuk sehat mon engak (kalau ingat) suci najis, halal haram engak ariyah (seperti ini). Terlalu nastiti riyah ndok (memegang tangan klien), molle lambek gik tak sakek (hati-hati ini nak, dari dulu sebelum sakit) (memegang telinga). Mungkin kepinternah (kepintaran) makhluk halus, molle bileh sampek billeh engkok paggun masokah (dari dulu sampai kapanpun saya tetap masuk), kan deiyeh ndok can rassah (begini nak firasatnya). Mander mugeh ben (semoga oleh) Allah riah belih ke asal (ini kembali ke asal). Setiah reken (sekarang seperti) kedewasaan se tak endik (yang tidak punya). Engak nak kanak (seperti anak-anak) terus. Degik mon abe’en (nanti kalau dia) kesenengan, acak kencak ndok engak nak kanak (bertingkah seperti anak anak) (tertawa). Can (kata) pak dokter terapi obet (obat), mayuh (ayo), kan jet (memang) usaha yeh (ya) (menggaruk tangannya). Tapi mon engkok la deiyeh (tapi kalau saya

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

96

begini), Ya Allah engkok reh soro (saya ini disuruh) nerima ujian dari Allah, dek iye lah (gini sudah) (memegang dada). Deddih engkok (jadi aku) ngerasa endik dusah ka (aku dosa ke) Allah. Deddih e pesaber meloloh bik engkok (jadi saya sabar terus menerus).”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

97

P2 Peneliti

: “Jadi Venti sudah sakit berapa lama bu?”

Partisipan : “8 tahun. Pokok dari 2008 sudah sakit, tapi saya ikat tahun berapa ya (melirik ke atas) , duh wes lupa saya.” Peneliti

: “Berarti yang di ikat ada 8 tahun juga bu ?”

Partisipan : “Endak (pindah tempat duduk). 3 tahunan.” Peneliti

: “Itu tidak pernah dilepas ?”

Partisipan : “Ooo… dilepas. Tidak di taleni (ikat) terus, ya duduk-duduk, kalau kumat (kambuh) ya di taleni (ikat).” Peneliti

: “Kalau pas kumat (kambuh) itu gimana bu?”

Partisipan : “Ya ngelamun, terus seperti apa itu ya, gerakan taaass (tangan mengepal sambil digerakkan ke kanan). Duduk disebelah saya langsung creeett (tangan mengepal digerakkan ke kanan). Katanya kalau yang mukul bukan aku, ada yang nyuruh namanya Bukhori.” Peneliti

: ”Itu awalnya bagaimana bu ? Venti ngerasanya bagaimana di badannya?”

Partisipan : “Waktu SMP kecelakaan, habis itu gagar otak ringan. Sama saya tidak di CT Scan. Habis gitu sekolah lagi sampai lulus. Terus keluhannya dulu itu, seperti badannya 2 waktu SMA, masuk SMA itu. Badan saya seperti bukan saya, yang separo (sebagian) bukan saya. Saya gak anu, hah apa gitu, koyok seng gak percoyo (seperti yang tidak percaya). Terus mau kelas 2 seperti anak kesurupan. Terus itu dah. Seperti ada bisikan, pocong-pocong. Bapak ibu ditebak.” Peneliti

: “Dimana itu bu pertama kalinya?”

Partisipan : “Di sekolah. Tapi sempat pulang sendiri masih. Pulang kesini diantar sama temannya. Roboh katanya. Anaknya memang pendiem. Sempat saya bawa kemana-mana. Ya namanya ingin sembuh anak ya. Habis gitu diem gak ada perubahan, disuruh bawa ke dokter saraf. Dibawa ke dokter saraf sama saya, berapa kali itu. Kan tau sendiri kalau dokter saraf obatnya mahal. Berobat terus habis gitu gak ada hasilnya. Tambah lari-lari gitu. Sempat dibawa ke ustadz, sempat sekolah lagi, kambuh lagi. Anaknya minta sekolah, kambuh lagi. Kambuh lagi, maunya itu mau pergi terus, jalan-jalan gak mau pulang. Kan saya sendiri disini, kalau ngetuti terus kan kesel kan. Habis gitu kan gak

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

98

bisa kerja, terpaksa saya iket. Jadi kalau saya sudah datang, minta dilepasin ya dilepasin. Banyak wes, pergi ke orang pinter itu berulang-ulang (tersenyum).” Peneliti

: “Dulu yang periksa ke dokter saraf itu apa bu katanya sakitnya?”

Partisipan : “Ndak ada. Dikasih obat. Kenapa kok tidur terus, gitu cuma anaknya itu. Gak capek tidur terus, ya terus disuntik itu. Terus habis gitu sempat sekolah lagi, sekolah lagi sempat saya lunasin semua naik ke kelas 2, kambuh lagi. Ngamuk-ngamuk, kadang seperti bayi, jerit, ngelamun lagi, lari gitu. Kata dokter itu memang benar, gak malu. Jalan-jalan pergi ke rumah orang, moro-moro (tiba-tiba) masuk ke kamarnya, kan gak enak sendiri, terpaksa ya diikat. Kalau udah marah ya diikat, kalau dilepas lari.” Peneliti

: “Berapa hari kalau diikat bu?”

Partisipan : “Ya tergantung dek. 2 hari, sempat gak dilepasin itu berapa bulan. Wong listrik itu dilepasin (menunjuk kearah stop kontak). Sempat berapa bulan ya, 3 bulan yang diikat terus. Kata saya seperti bayi, ya kasian kan.” Peneliti

: “Saudara ibu ada yang sakit seperti Venti?”

Partisipan : “endak ada ndok, endak ada. Mungkin ini ya wes kecelakaan itu tadi, gampang puyeng (pusing) mikirin (memegang kepala). Anaknya pandai, lulus sekolah itu nilainya jelek, tapi lulus. Mikir dia. Orang saya pintar nilaine apik-apik (bagus-bagus), iki mak cik eleke (ini kok jelek sekali). Kembar ini ndok, ini yang perempuan, sana yang lakilaki (menunjuk ke samping), nilainya tinggi. Orang dulu saya yang tinggi, mas Vendy kecil, seperti apa itu ya kejar-kejaran. Itu dah. Pas di pasung ada dari balai desa, pak kades kesini semua dah. Sama saya dikirain ada masalah apa ya, kaget. Apa masalah PNPM, soalnya dulu saya megang uang PNPM garap (bangun) jalan ini (menunjuk ke jalan). Ada masalah ta, takut. Makanya ke anak saya ini. Sempat gak mau saya dulu di bawa ke Rumah sakit. Soalnya apa, takut ada biaya nya, apa yang mau saya bayar gitu dek. Hutang wes akeh (sudah banyak). Terus bapaknya gak ada, mikir lagi bapaknya lagi. Kan sekarang sudah lepas sama saya, sudah sama orang lain. Saya gak mikirin suami saya, biar anak saya sembuh. Alhamdulillah anak saya. Soalnya buat apa mikirin, bapaknya gak mikirin anaknya, kan gitu. Ya sekarang saya sendiri sama Venti. Cuma numpang ke ibuk, kan Alhamdulillah masih punya rumah.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

99

Peneliti

: “Masih sering kambuh bu?”

Partisipan : “Endak, Alhamdulillah. Tarawih ya tarawih. Tadarus juga. Kalau sholat memang anaknya patuh. Tapi kalau sudah tidur, Shubuhnya bolong (ketawa).” Peneliti

: “Pas diikat, ibu ngeladeninnya (ngerawat) ya di kasur ?”

Partisipan : “ Iya (menganggukkan kepala).” Peneliti

: “Kalau ke kamar mandi bu ?”

Partisipan : “Kadang ya pipis disitu. Ya wes kayak bayi gitu wes, kasian kan. Orang anaknya bersihan. Sempat di lepas sama saya, ya pipis pipis disini, kan kotor semua kan, terus kalau ada tamu itu, terpaksa ya diikat. Soale kalau sudah pipis di kasur itu, terus dah duduk gini. Berak ya berak di tempat tidur. Ya persis bayi itu dah. Kadang kalau sudah disuapin makan, kadang-kadang di gigit (memegang jarinya), jerit-jerit dah.” Peneliti

: “Sekarang kalau sudah dilepas gimana bu?”

Partisipan : “Ya sudah sendiri. Tapi kadang kalau malam, matanya lihat ke atas itu, mikir katanya, mikir sendiri gitu. Ya namanya anak kan pengen apa, pengen apa. Sempat ingin sepeda motor, sudah dibelikan, tapi dibawa sama ayahnya. Sekarang saya bilang, buat apa beli sepeda motor, nanti kan punya sendiri, sabar masih. Aku dapat dari mana uang. Ya saya gak menjelekkan suami saya, gak bisa mikir saya. Ya Alhamdulillah ini, aku sabar, gak ninggal anak. Ibu bapak saya juga sabar.” Peneliti

: “Ada kesulitan/hambatan selama merawat Venti?”

Partisipan : “Ya nek merawatnya endak. Cuma gak bisa keluar. Kan saya kalau ada rapat jadi kader, itu gak bisa. Mau kerja gak bisa. Sekarang bisa ditinggal. Diem sama neneknya. Dulu gak bisa, ibu saya gak sanggup, gak bisa itu merawat, jadi ya saya.” Peneliti

: “Dulu yang ngiket siapa bu?”

Partisipan : “Ya aku sama kain itu.” Peneliti

: “Ngapain bu kesehariannya Venti?”

Partisipan : “Ya di warung kadang-kadang, bantu-bantu. Kalau sore nyapu. Kalau di dapur gak bisa. Gak bisa keselan (capek). Gak boleh capek. Tidur wes.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

100

Peneliti

: “Apa harapan ibu buat Venti kedepan ?”

Partisipan : “Ya sembuh itu, sembuh total. Seperti dulu lagi. Biar bisa bantu ibu. Meskipun gak kerja kemana rah, ya bantu ibu di warung. Sampek saya jualan pulsa untuk anak saya, ya gak bisa. Sebenernya bisa, tapi anaknya itu takut.” Peneliti

: “Jadi obatan sudah berapa lama bu?”

Partisipan : “Dari 2011. Dulu sempat dirawat di Patrang setengah bulan pas ada orang datang dari desa. Mendingan pas dirawat. Ya bermacammacam, apa itu, bermacam-macam, ganti-ganti itu. Kadang ke kamar mandi itu gak sadar, wira-wiri itu, pipis terus-terusan. Kadang saya mikir kalau gak ada saya gimana. Anaknya pendiam, sampai saya bilang gak usah mikir macam-macam, ben sehat, sehat itu mahal. Kadang saya mikir, kalau saya sakit siapa yang nganu obat, kalau ibu kan gak bisa, ya saya yang berangkat.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

101

P3 Peneliti

: “Berapa lama Pak Mursidi sakit seperti ini bu ?”

Partisipan : “Ya…3 tahunan (memegang hidung).” Peneliti

: “Ada yang sakit seperti Pak Mursidi dari keluarga ibu/bapak ?”

Partisipan : “Ndak ada, ndak ada.” Peneliti

: “Kenapa dulu bu kok diikat ?”

Partisipan : “Ya saya takut. Takut ada kejadian ya. Takut marah ke orang-orang. Dulu ada dari (melihat ke atas), dari Dinas, Dinas Kesehatan ada pertolongan lah ya. Dulu keponakan saya ada yang lapor ke wartawan, gak tahu saya. Terus langsung masuk TV itu. Ya itu gak apa-apa ya, yang penting anak saya sembuh ya. Ya untung pemerintah masih belas kasihan sama saya ya ndok, di bawa ke Soebandi selama 10 hari. Ya gak bayar, tak mampu aku bayar. Kalau yang ngambil obatnya ya bukan saya, saya gak punya tumpakan (kendaraan) itu, gak punya apa-apa. Ya orang sini, pak kampung itu yang ngambil, biar saya sudah yang ambil tiap bulannya.” Peneliti

: “Berapa lama dulu bu diikat ?”

Partisipan : “Enggak lama, 3 bulanan. Gak diikat terus, kadang dilepas.” Peneliti

: “Sekarang masih kambuh apa tidak bu ?”

Partisipan : “Ya enggak. Kata Bu Sutiyah itu suruh nyari kesibukan, jangan dirumah terus, biar pikiran enak, ya ikut bapak itu.” Peneliti

: “Pertamanya dulu itu bagaimana bu ? bagaimana ngeluhnya ?”

Partisipan : “Dulu itu kan teman-teman nya semua kan punya sepeda motor semua. Terus istrinya bilang, gak gaul, teman-temannya punya sepeda semua. Itu pas kepikiran, pas cerai, pas ngamuk (marah), pandangannya ya bingung. Terus saya bawa ke bindereh 2 hari, terus pulang. Terus saya bawa ke kyai 4 bulan. Saya bingung ndok tiap harinya, ya saya mau makan, saya mau kerja, bingung tiap hari, bingung. Ya pas itu saya pasung. Terus dulu dari Dinas Kesehatan datang, lagsung dibawa. Dilepas pasungnya, terus dibawa. Bilangnya mau di obatin. Ya Alhamdulillah ada kemajuan.” Peneliti

: “Dulu diikat sama apa bu ?”

Partisipan : “Anu.. Apa.. Apa.. Randu, Randu. Kayu Kapuk itu lho.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

102

Peneliti

: “Dulu ngerasanya bagaimana bu ?”

Partisipan : “Ya itu dulu mikir. Mikir terus. Ya saya gak punya, mau bagaimana lagi keadaannya gak punya ndok. Mau hutang, apa yang mau dibuat hutang. Di kejar-kejar sama bank. Dulu ibu saya masih sakit ya, ya saya ngerawat 2. Ibu saya gak kelihatan. Saya nangis ndok kalau sudah kepayahan ndok.” Peneliti

: “Dulu pas dipasung siapa yang ngeladeni ?”

Partisipan : “Ya saya ndok, terusan. Mau siapa ndok. Saya kan gak punya saudara. Gak mau sama yang lainnya. Kalau bukan saya siapa ndok. Bapak ya kerja. Dulu adiknya ya masih sekolah. Jam segini kan wes gak ada orang. Dikasih ujian ini (tertawa). Kalau gak telaten, mau gimana lagi ndok, ya gak apa-apa. Kata pak kyai itu gak apa-apa dikasih ujian yang penting sabar.” Peneliti

: “Ada kesulitan tidak bu selama merawat Pak Mursidi ?”

Partisipan : “Ya kesulitannya itu kalau tidak dipasung itu, kalau saya kerja itu, seperti apa ya, takutnya. Wongan orang sudah pikirannya gak ada. Saya kerja di sawah ya gak tenang, kepikiran. Mau tenang gimana, keadaan kayak gitu. Kalau dipasung itu ya tenang. Saya kerja mondar-mandir itu gimana rasanya ya. Sekarang kalau ada anak jeritjerit, duh jantung saya masih deg-degan. Kepikiran itu ndok.” Peneliti

: “Dulu waktu dipasung bisa ditinggal bu ?”

Partisipan : “Ya bisa ndok saya kerja, saya ngarit. Kan bentar. Kalau sudah ya pulang. Kan sama bapaknya. Sekarang enakan. Sekarang bisa samasama kerja, pikirannya tenang. Saya orang gak punya ndok, mana mau makan ndok, ya kerja. Kepikiran tiap hari ndok, apa yang mau buat beli beras. Apa lagi dulu ndok, duuuhh.. kepikiran sembarangsembarang. Mana dulu anak saya masih sekolah, ya cari hutangan. Kalau sekarang enakan, yang satunya baru kawin, yang satunya sudah enak. Tapi tiap harinya obatnya itu gak telat-telat. Ya ada perubahan. Ya Alhamdulillah, semoga gak lama ya. Ya ditelateni, sabar, kalau gak sabar ya pusing juga ndok. Kata Bu Sutiyah, biar kerja Bu Mur biar tenang. Ya buat kerja buat bata, dari pada dirumah terus. Untungnya orang-orang sabar, gak ngambil hati itu, dulu jendelanya Bu Haji ini (nunjuk ke arah depan) di lempar pakai batu sampai pecah, saya kasih uang tidak mau. Kata Bu Haji, sudah gak usah, itu tidak sengaja. Ya Alhamdulillah, gak mau orangnya saya kasih. Kalau ngamok, wedi ndok wedi. Bu haji ya meneng. Kalau ada Mursidi ya

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

103

tutup lawang ndok masio sedino, yo sedino. Anake, mantune diilokno sembarang. Ngamok ndok, ngamok. Haduh kalau dulu ndok takut, takut ndok (mengagkat bahu). Kadang lupa minum obat.” Peneliti

: “Setelah dilepas, pernah dipasung lagi tidak bu ?”

Partisipan : “Tidak pernah ndok. Ya cuma 3 bulan itu terus dibawa itu ndok. Sekarang kalau kambuh ya tidak saya pasung lagi, pokoknya obatnya gak telat. Kalau kambuh kayak kyai itu ndok, pake surban, ngaji, adzan, sembarang ndok.” Peneliti

: “Apa harapan ibu buat Pak Mursidi ?”

Partisipan : “Hah… harapan ndok ? Biar bojoan ndok (tertawa). Kalau bojoan ndak boleh ikut ini. Biar disini sama saya, gak ada temennya ndok, ya nemeni saya. Kemarin tanya ndok, arapah mak atanyah engkok se e pasung pasung. Anoh, ajiah gun minta wawancara, ajiah kan lulusan kuliah. Tanya kemarin ndok. Kadang kalau liat-liat gitu, pandangannya masih kosong. Tapi sekarang bantuin, sudah bisa bantu ngarit kalau gak punya rebbe (rumput). Ya Alhamdulillah.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

104

P4 Peneliti

: “Abit (lama) mbah Pak Yasin se sakek (yang sakit) ?”

Partisipan : “Se e pager empak taon (yang dipasung empat tahun).” Peneliti

: “Empak taon tak taoh e (empat tahun tidak pernah di) buka mbah?”

Partisipan : “Tak e (tidak di) buka sekaleh (sekali). Iyeh e (iya di) buka mak nyareh nokol (nanti mukul). Mon se stress parak setaon (Kalau yang stress hamper satu tahun). Syaratagih kaesak-kaesak syaratagih (Di cari-carrikan kesana kemari) (tangan menunjuk kea rah samping kanan dan kiri). Tager depak ke Medureh guleh (Sampai ke madura saya), se nyareh kyai gebey (yang mencari kyai untuk) Yasin. Taker depak (sampai) pucuk gunung (tangan menunjuk ke atas). Terro bereseh (ingin sembuh). Can setong kejinan (kata satunya kerasukan jin). Can setong (kata satunya) keanuan. Mbik guleh syaratagih jet (Oleh saya memang di obatkan alternative). Depak ka Medureh sebulen (sampai di Madura satu bulan). Benni nik sekunik abi’en guleh ndok (Tidak sedikit habisnya saya nak). Mon melliah sapeh benyak ndok (kalau dibuat beli sapi banyak nak). Ariah se gering dek riyah re ndok lantaran sapeh (ini yang sakit begini nak gara-gara sapi). Sapenah tak gering (sapinya tidak sakit), ngandung (hamil), ngandung parak abuduk (hamil sampai hamper beranak), pas robbu (terus jatuh), pas mateh (terus meninggal). Jieh lantarnah (itu garagaranya). Pas sakek deiyeh (terus sakit seperti ini), pas deddih ke stressah (terus jadi stress). Pas mareh deiyeh lakoh pas ndok (Setelah it uterus kerja nak), jek nyaman pas abek jih (badan itu sudah enakan), jek bedeh olenah hasil se engkok syaratagih (ada hasilnya aku yang mengobati alternative), lakoh pole olle embik (kerja lagi dapat kambing). E long polong ndok (dikumpul-kumpulkan nak), asal embik jiah duweken (awalnya kambing itu dua), e long polong tager abuduk dedih lema beles (dikumpulin sampai beranak lima belas), pas mateh gun duwek (terus meninggal dua), setong (satu), bennareh (setiap hari). Pas jiah terus pas ndok (it uterus nak), tak (tidak) bisa. Bedeh oreng lebet pas e antem (ada orang lewat terus dipukul), oreng lebet e antem (orang lewat dipukul) (tangan menggenggam digerakkan ke arah depan). Dedih abek timbang aperrean (jadi dari pada saya mendapat masalah), deddih e pager ndok (jadi dipasung nak). Abek pas (saya terus) minta tolong ke tetangga, majuh engkok (ayo saya) minta tolong pageragih (pasungkan), ye pas e pager ndok (ya terus dipasung nak), meleagih (dibelikan) rantai bik engkok ndok (sama saya nak), e (di) rantai roh sokonah meloloh selajeh se (itu

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

105

kakinya saja sebelah di) kanan (memegang kakinya). Sakek setaon (sakit setahun), e pager empak taon (dipasung empat tahun), dedih kebbi lima taon (jadi semua lima tahun).” Peneliti

: “Keluarganah (keluarganya) mbah bedeh se sakek engak (ada yang sakit seperti) Pak Yasin ?”

Partisipan : “Bedeh (ada). Setong e (satu di) Gambirono e pager pancet (dipasung tetap) sampai setiah (sekarang).” Peneliti

: “Pak Yasin mon komat dek remmah (kalau kambuh bagaimana) mbah ?”

Partisipan : “Ye nokol ndok (ya memukul nak). Ding tanyakagih (saat ditanya), mak moro-moro nokol be’en apa salanah engkok (tiba tiba kok mukul kamu apa salah saya). Jek engkok bedeh nyoro (saya ada yang nyuruh), deiyeh can (begitu katanya) (tersenyum). Lha abit tak taoh komat (sudah lama tidak pernah kambuh), la ngarek setiah (sudah nyari rumput sekarang). Pengalak sapeh pole bik engkok (Memelihara sapi lagi sama saya), apa se ekelakoah ndok (apa yang dilakukan nak), timbang e roma dek lakonah (daripada dirumah tidak ada pekerjaan). Alakoh bangunan adek oreng ngajek (Bekerja kuli bangunan tidak ada orang mengajak), padeh takok (semua takut). Dedih pe ngalak sapeh bik engkok (jadi merawat sapi sama saya).” Peneliti

: “Bileh gik e (dulu waktu di) rantai sapah (siapa) mbah se ngeladenih (yang ngerawat) ?”

Partisipan : “Ye engkok nduk (ya saya nak). Ye kebbi sekeluargana engkok se ngerumat (ya semua keluarga saya yang ngerawat). Engkok ke sabe (saya ke sawah), ye bik (ya bersama) nenek ruah (itu). Kadeng emak’en riah (kadang ibunya ini) (menunjuk ke cucunya). Mon ngakan ye ngalakagih (kalau makan ya diambilkan), engkok lapar ngakanah (aku lapar mau makan). Tak (tidak) mandi, mon e pager dek remmah mandiah (kalau dipasung bagaimana mandinya). Mon akemi (kalau BAK), ye akemi ejiah lah (ya BAK disitu sudah). Mon setiah lah kedibik (kalau sekarang sudah sendiri), ka songai (ke sungai), ngaji. Beres setiah lah ndok (sembuh sudah sekarang nak), e parengeh beres ndok (diberi kesembuhan nak). Bedeh se nolong abek riah (ada yang nolong saya ini).” Peneliti

: “Ada hambatan ta atau kesulitan selama merawat Pak Yasin setelah gak dipasung gini ?”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

106

Partisipan : “Ya enggak ada mbak. Sekarang kan apa-apa sudah bisa sendiri. Sekarang pokok obatnya gak telat ya gak kumat, gak marah-marah lagi. Ya pengen sembuh kayak dulu lagi.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

107

P5 Peneliti

: “Sudah berapa lama yang dipasung ?”

Partisipan : “Ya 25 tahun itu dah gak pernah di lepas-lepas.” Peneliti

: “Berarti mulai stress nya berapa lama ?”

Partisipan : “Ya 25 tahun itu dah langsung dipasung, orang marah-marah mbak.” Peneliti

: “Kalau di keluarga ada yang sakit seperti Pak Toli ?”

Partisipan : “Nggak ada.” Peneliti

: “Dulu pertamanya bagaimana sakitnya sampai dipasung ?”

Partisipan : “Kerja mbak dari Banyuwangi pas marah-marah. Ajuelen e (jualan di) Banyuwangi. Dulu ada orang yang suka, tapi dia pas gak mau. Terus pulangnya itu kayak gitu, ngamok-ngamok. Terus dibawa ke kyai sampek mana-mana, katanya diguna-guna sama yang suka. Terus diiket, kadang diluar rumah, kadang di dalam rumah, pindah-pindah.” Peneliti

: “Sekarang masih suka kambuh bu ?”

Partisipan : “Ya kambuh kadang-kadang.” Peneliti

: “Kalau kambuh diapakan ya?”

Partisipan : “Ya dibiarin, pokoknya gak ngamuk mbak. Cuma bicara sendirisendiri mbak. Kalau ngamuk itu yang takut. Tapi gak sampai diikat lagi, tak biarin. Itu mungkin stress itu mungkin. Kan itu cita-citanya tinggi kan itu. Sekolah sambil kerja sendiri itu dulu, prestasinya bagus itu dulu.” Peneliti

: “Dulu yang masung siapa ?”

Partisipan : “Ya keluarga sendiri. Kalau gak dipasung ya ngamok-ngamok. Dulu kan gak ada dokter yang nangani kayak gini, kan 25 tahun yang lalu. Kalau ada bantuan kayak gini ya tak bawa ke dokter. Kan gak tahu. Yang ngerawat dulu ya bareng-bareng sama saudara-saudara.” Peneliti

: “Dulu dipasungnya pakai apa ?”

Partisipan : “Ya dipasung pakai rantai di kakinya, tapi salah satu.” Peneliti

: “Kesehariannya Pak Toli ngapain bu ?”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

108

Partisipan : “Ya wes gitu. Mandi, nyuci baju sendiri, tidur. Itu yang penting gak kemana-mana. Ya jalan-jalan. Ya biarin yang penting gak ngamuk itu dah.” Peneliti : “Setelah dibuka pasungnya ada kesulitan dalam merawat ?” Partisipan : “Ya cuma minum obat itu kadang gak mau.” Peneliti : “Terus diapakan ?” Partisipan : “Ya sama teh itu dah. Dicampur ke teh.” Peneliti : “Apa harapannya bu buat Pak Toli ?” Partisipan : “Sebenarnya ya pengen biar sembuh itu dah kayak dulu lagi. Sekarang ya ada kemajuan dari pada sebelum obatan.” Peneliti : “Dulu pertama yang lepas pasung gimana itu ?” Partisipan : “Ya dari pihak desa sama dinas buat bujukin, kan pertama gak mau di lepas, karena takut. Terus dibawa ke rumah sakit Malang.di sana 1 bulan, terus dirujuk di Pasuruan 2 bulan. Terus boleh pulang. Itu kan gak bisa jalan, gara-gara pasungnya. Sekarang sudah bisa. Ya ada bantuan dari pemerintah.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

109

P6 Peneliti

: “Jadi yang sakit gini mbah sudah berapa lama ?”

Partisipan : “Ya ada kalau 2 tahun mbak. Kalau udah banyak pikiran ya kumat (kambuh).” Peneliti

: “Dari keluarga ada yang sakit seperti mbah ?”

Partisipan : “Enggak ada ni enggak ada.” Peneliti

: “Dulu alasannya kenapa kok terus diikat ?”

Partisipan : “Ya pikiran benyak geluh pas mumet (terlalu banyak terus pusing), pas mumet dedih (terus pusing jadi) pikiran ngamok (marah). Ngamok (marah) ke orang lain. Jelen tok pas (jalan terus). Mon kumat abe obe (kalau kambuh berubah-ubah). Pas e pengkot tak depak sebulen (terus diikat tidak sampai 1 bulan). Tapi e syarat agih meloloh (berobat terus) ke kyai sama dibantu obat. Setiah tak taoh kumat (sekarang tidak pernah kambuh). Can guleh (kata saya), iyeh be’en jek lah beres (iya kamu kan sudah sembuh), ben entar (kamu pergi) masjid, entar (pergi) tarawih, genikah guleh ndok (gitu saya nak), la (sudah) biasa. Degik mon la peker posak (nanti kalau sudah banyak pikiran), sebereng (sembarang), ngaji tak ambu sekaleh (tidak berhenti sama sekali).” Peneliti

: “Bileh sapa se ngeladenih (dulu siapa yang ngerawat) ?”

Partisipan : “Guleh meloloh (saya terus). Kan sakek engak (kan sakit seperti) saraf, e pindah bik guleh (dipindah sama saya), kadang e lencak (kursi bambu) tapi sokonah e pengkot takok kumat pole (kakinya diikat takut kambuh). Nyari guleh meloloh (saya terus), mon la lesoh e ocak adek guleh ndok (kalau sudah capek dibilang tidak ada saya nak), jek embiyan lakoh gigir (kamu sukanya marah), pas ngocak bileh guleh se gigir (terus bilang kapan saya yang marah). Mon e pengkot ngakan ye mintah (kalau diikat makan ya minta), ngakanah engkok (mau makan aku). Mon setiah bereng anak se ngeladeni (kalau sekarang bersama anak yang ngerawat).” Peneliti

: “E pengkot ngangguy napah (diikat menggunakan apa) mbah ?”

Partisipan : “Di gembok. Se mengkot benyak (yang mengikat banyak). Can kompoi (kata cucu), jek embiyan lakoh ajelen (kamu sukanya jalan) mbah, mon ajelen engkok se nyariah repot pas (kalau jalan aku nyarinya susah), cobak be’en nengneng tak ajelen de’emah (coba kamu diam tidak jalan kemana-mana), engkok (aku) kan nyari ding

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

110

embiyan tak mole (kalau kamu tidak pulang), pas engkok tak dedih se alakoah (terus saya tidak jadi yang mau kerja). Nak kanak genikah pon (anak-anak begini ini sudah). Bileh e sambih (dulu dibawa) ke kyai, anapah jek pak’en (kenapa bapaknya) tak kesurupan. Pas kebeh (terus dibawa) ke kyai laok (selatan) pasar, kesurupan jin. Ding komat e kebeh (pas kambuh dibawa) ke kyai, enten tak (tidak) kesurupan, dinah lah beres (biar sudah sembuh). Mangkanah beres (ternyata sembuh), e berik beres bik (diberi kesembuhan oleh) Allah. Terus mangken genikah tak taoh kumat (sampai sekarang ini tidak pernah kambuh). Yeh tak taoh e pengkot pole (ya tidak pernah diikat lagi). Be’en reh sakek cetak apah be’en riah (kamu ini sakit kepala apa kamu ini).” Penenliti : “Tak taoh kumat (tidak pernah kambuh) mbah ?” Partisipan : “Enten tak taoh (tidak pernah). Mon kumat pas pinter ocak (kalau kambuh pintar bicara). Dedih pas ngocak (jadi waktu bicara), jek pekker ruah (jangan dipikirkan itu). Untung setiah e pareng engak (beruntung sekarang diberi ingatan), jek nyamanah reng lopah e pareng engak kan pojur (orang lupa diberi ingatan kan beruntung). Engkok ben be’en lah padeh tuah (aku sama kamu sudah sama-sama tua), majuh abejeng (ayo sholat), jek lobeng (jangan lubang), mon setiah apasah (kalau sekarang puasa), tarawih. Keng (tapi) bapak tak bisa alakoh (tidak bisa bekerja), tak sehat (tidak sehat), jek lah sepoh (sudah tua). Tapi mon mepolong kajuh (kalau mengumpulkan kayu) bisa. Ye pon beres (ya sudah sembuh), Alhamdulillah.”

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGALAMAN KELUARGA MERAWAT ...

DWI ADINDA M

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF