Skenario III Traumatologi

April 28, 2017 | Author: Shelly Lavenia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Skenario III Traumatologi...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Seorang laki-laki, umur 30 tahun, saat menonton sepakbola, dikeroyok oleh suporter kesebelasan lawan. Laki-laki tersebut kemudian dibawa ke UGD RS Dokter Muwardi. Pasien tiba di RS Dokter Muwardi kira-kira 1 jam setelah kejadian. Pasien mengeluh nyeri terutama di bagian perut kanan atas, dia merasa telah ditusuk benda tajam 2 kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung kiri saat dikeroyok. Pasien masih dalam keadaan sadar (compos mentis) tapi merasa lemas. Perawat melakukan pemeriksaan vital sign dan hasilnya: Nadi 130x per menit, tekanan nadi kecil. Respiration rate: 32x per menit, Tensi: 80/40 mmHg, Suhu: 36,5°C. Hasil pemeriksaan dokter IGD: AIRWAY (A): Bebas Dokter memberikan oksigen 10-12 L/menit dengan masker (Non rebreathing mask), pasang collar brace. BREATHING (B): RR 32x/menit Thorax: jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra, pengembangan hemithorax sinistra tertinggal, perkusi hemithorax sinistra bagian bawah redup (mulai costa 8-9, dibawahnya timpani), auskultasi suara vesikuler menurun pada bagian bawah hemithorax sinistra (mulai costa 8-9, dibawahnya bising usus). Kesan hemothorax sinistra. Dokter merencanakan pemeriksaan thorax foto (pada adjunct primary survey). Dilakukan persiapan pemasangan WSD. Sementara menunggu persiapan, maka dokter melakukan pemeriksaan pada circulation (secara simultan). Setelah WSD terpasang, keluar darah 75 cc dan RR tetap 32x/menit. CIRCULATION (C):

1

Nadi 130x/menit, tekanan nadi kecil, tensi: 80/40 mmHg, suhu: 36°C, akralnya dingin dan lembab. Pada abdomen terlihat distended, luka di bagian perut kanan atas sudah tidak mengeluarkan darah, bising usus menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-), perut teraba tegang, test undulasi (+), dan pekak beralih (+). Kesan terdapat perdarahan internal (abdomen). Bagian pelvis dan femur tak terdapat keluhan maupun jejas. Pemeriksaan rectal toucher: Sarung tangang lendir darah (-), lain-lain normal. Dokter segera melakukan pemasangan infus 2 jalur, dengan jarum no 16 (jarum besar), RL hangat digrojok, dan melakukan crossmatch. Selanjutnya dokter memasang kateter untuk monitoring, dimana urin yang pertama keluar harus dibuang karena tidak mencerminkan kondisi perfusi jaringan pasien. Hasil 100 cc dan jernih.

2

BAB II STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI Jump 1 Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. 1. RL hangat digrojok: pemberian Ringer Laktat yang bertujuan untuk rehidrasi cairan sesuai dengan suhu tubuh (36,5°C) karena membantu proses pembekuan darah yang diberikan dalam kasus hipovolemia/anemia berat. 2. Crossmatch: uji golongan darah meliputi eritrosit, antibodi IgG dan IgM. 3. Infus 2 jalur: pemberian infus melalui 2 jalur (dapat keduanya RL atau RL dan serum plasma). 4. Abdomen distended: terjadi penegangan pada abdomen. 5. Perdarahan internal: perdarahan yang tidak terlihat dari luar, bisa masuk ke dalam cavum pleura, cavum abdomen, atau cavum plevis. 6. Disruption: Keadaan yang terpisah secara abnormal. 7. Foto cervical lateral cross table: Teknik untuk rontgen dimana arah sinar horizontal. 8. Tes undulasi: tes untuk menilai ada/tidaknya ascites. 9. Capillary refill time: tes yang dilakukan cepat dengan menekan dasar kuku untuk menilai dehidrasi dan aliran darah (normal: 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang kateter urine. Transfusi darah Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidaksesuaian golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri. Transfusi harus dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan darah

golongan O

(sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif. Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah. 5. Peta Konsep Laki-laki, 30 tahun

Dikeroyok  merasa ditusuk benda tajam 2 kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung

Mengluh nyeri terutama di bagian perut 13 kanan (kesadaran masih compos mentis) tapi lemas 1 jam setelah kejadian tiba di RS Moewardi

6. Pembahasan Berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa seorang laki – laki usia 30 tahun, saat menonton sepak bola dikeroyok supporter kesebelasan lawan. Laki – laki tersebut dibawa ke UGD RS Dokter Muwardi.Pasien tiba di RS Dokter Muwardi kira – kira 1 jam setelah kejadian. Waktu disini sangat penting ditekankan karena dalam penanganan trauma waktu merupakan hal penting dalam mencegah kematian dan kecacatan, makin cepat dalam penanganan pasien trauma maka akan menghasilkan prognosis yang semakin baik. Dalam manajemen trauma terdapat golden periode yaitu selang waktu terjadinya trauma sampai ruang operasi / terapi definitif,bukan waktu sampai Unit Gawat Darurat atau bukan waktu selama di Unit Gawat Darurat. Masa golden periode untuk kasus trauma adalah sekitar 6 - 8 jam, pada kasus yang terdapat pada skenario pasien masih digolongkan masuk kedalam masa golden periode. Pasien pada skenario mengeluhkan nyeri terutama di bagian perut kanan atas, dia merasa telah ditusuk benda tajam 2 kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung kiri.Perut kita adalah organ yang berongga, jadi didalamnya terdapat bermacam-macam organ yang terletak pada posisinya masing-masing, pada perut sebelah kanan dibagian atas terdapat organ Hati, Kandung Empedu, Ginjal, Usus kecil dan Usus Besar, sedangkan pada punggung kiri terdapat organ paru – paru. Rasa nyeri yang terjadi pada pasien tersebut diakibatkan karena adanya trauma tajam yang menyebabkan terjadinya robekan atau perforasi lapisan dinding abdomen sehingga dapat menekan syaraf bermyelin tipe C, hal ini kemudian akan diteruskan ke medulla spinalis yang selanjutkan jaras akan dilanjutkan ke susunan syaraf pusat di thalamokortikal dan kemudian persepsi nyeri dapat dirasakan. Dari pemeriksaan didapatkan juga bahwa pasien dalam keadaan sadar tapi merasa lemas. Lemas yang dialami pasien pada kasus ini dapat disebabkan karena perdarahan yang timbul akibat trauma yang dialami

14

pasien.Setelah dilakukan pemeriksaan vital sign, didapatkan hasil nadi pasien 130x per menit,tekanan nadi kecil, respiration rate 32x per menit,tensi 80/40 mmHg, dan suhu 36,50 C. Pasien mengalami takipneu, takikardia dan hipotensi. Perdarahan yang dialami pasien dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output) sehingga timbul gangguan perfusi jaringan.Bila terjadi gangguan perfusi jaringan maka mekanisme

kompensasi

yang

dilakukan

tubuh

adalah

melalui

vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak, dan otot skelet serta menurunkan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Pada hasil pemeriksaan primary survey didapatkan jalan nafas pasien bebas, pasien diberikan oksigen 10 – 12 liter/menit dengan masker (Non

Rebreathing

Mask).

Tujuan

terapi

oksigen

adalah

untuk

menanggulangi hipoksia jaringan yang terjadi karena penurunan tekanan oksigen arteri dan agar oksigenasi seluruh tubuh pasien adekuat.Pasien juga dilakukan pemasangan collar brace yang bertujuan untuk immobilisasi dan mencegah adanya fraktur vertebra cervical.Selanjutnya dari hasil pemeriksaan breathing, ditemukan jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra dan pengembangan hemithorax sinistra tertinggal.Hal ini menandakan bahwa pada hemithorak sinistra pasien mengalami trauma sehingga menggangu fungsi dari paru – paru kiri pasien.Setelah dilakukan perkusi terdengar suara redup di costa 8 – 9 di hemithorax sinistra, suara redup pada kasus di skenario ini dapat diakibatkan oleh adanya cairan atau darah didalam cavum pleura pasien. Hal ini diperkuat dengan pemeriksaan auskultasi yang menunjukkan bahwa suara vesikuler pada bagian bawah hemithorax sinistra (mulai costa 8 – 9) menurun. Pasien kemudian

15

dilakukan WSD atas indikasi hematothorax, hal ini bertujuan untuk mengeluarkan darah dari cavum pleura pasien . Pemasangan infus 2 jalur agar cepat memasukkan cairan pengganti darah berupa kristaloid seperti ringer laktat (RL) dengan jarum ukuran besar yaitu ukuran 16. RL digrojog untuk resusitasi pasien dalam keadaan hanggat yaitu dengan suhu sesuai suhu tubuh yaitu 37,5˚C. Dilakukan crossmatch yaitu reaksi silang secara in vitro antara darah pasien dengan darah donornya yang akan ditransfusikan. Tujuan crossmatch adalah melihat apakah darah yang ditransfusikan cocok atau tidak, untuk konfirmasi golongan darah dan adanya reaksi perlawanan oleh serum pasien dalam tubuhnya. Selanjutnya dokter melakukan pemasangan kateter untuk monitoring dimana urin yang pertama dibuang karena tidak mencerminkan kondisi perfusi jaringan pasien. Hasil 100 cc dan jernih. Pada pasien ini tidak diketahui urin sebanyak 100 cc itu ditampung selama berapa menit oleh karena itu tidak dapat dinilai kondisi perfusi jaringgan pasien. Sedangkan kondisi urin yang jernih menandakan bahwa tidak ada kelainan pada sistem urologi pasien yaitu ginjal, ureter, vesica urinaria, dan uretra. Tindakan dokter selanjutnya adalah konsul pada dokter berdah mengenai perdarahan abdomen dan melakukan pemasangan WSD. Pemasanggan WSD bertujuan untuk mengeluarkan darah atau cairan serta udara dalam rongga pleura atau thorax, mengembaliakan tekanan negatif rongga pleura, menggembalikan paru yang kolaps, dan mencegah reflux drainase kembali ke rongga thorax. Resusitasi cairan diteruskan hingga penilaian akhir pasien dalam keadaan baik. Kemudian dokter melakukan persiapan operasi dan evaluasi kondisi sirkulasi dengan menilai tensi, nadi, akral dan urin per jam untuk menilai syok serta capillary refill time untuk menilai kondisi perfusi jaringan. Hasil Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien adalah 15, hal ini menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sadar penuh (compos mentis).

16

Pupil pasien terlihat isokor yang berarti tidak menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial ataupun kelainan visus. Pakaian pasien dibuka semua dengan tujuan menilai apakah ada tanda-tanda bahaya lain yang mengancam jiwa. Setelah itu, pasien diselimuti agar tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermy. Hasil foto cervical lateral cross table dan thorax (AP) menunjukkan hasil yang normal atau tidak terdapat fraktur/ kelainan lainnya. Namun, hasil foto pelvis (AP) terdapat fractur di os simphysys pubis dan disruption sacro iliac pada bagian kanan. Hal ini dapat terjadi akibat multitrauma, baik benturan langsung ataupun akibat penekanan vertebra akibat kecelakaan. Pada secondary survey, pemeriksaan kepala leher, thorax, abdomen atas, dan anggota gerak dalam batas yang normal/ tidak ada kelainan. Dokter melakukan konsul pada dokter spesialis bedah (orthopedi, digestif, dan urologi) dengan tujuan agar pasien mendapat penanganan yang lebih lanjut baik trauma yang mengakibatkan fraktur tulang/ perdarahan pada organ dalam.

17

BAB III SIMPULAN DAN SARAN A.

SIMPULAN 1. Pasien mengalami komplikasi yang cukup berat. 2. Perlunya pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan keadaan pasien. 3. Penanganan pada pasien harus segera dilaksanakan dengan cepat dan tepat. 4. Tindakan dokter umum dalam skenario sudah tepat dalam mengatasi pasien trauma

B. SARAN Selama diskusi tutorial mahasiswa aktif dalam membahas keseluruhan materi namun ada beberapa yang belum dikupas tuntas untuk skenario ini hal tersebut bukanlah kendala yang cukup berarti, hanya memerlukan sumber sumber yang lebih terbaru dan mempersiapkan materi secara matang.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2012). Primary Trama Care. http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_IND O.pdftrauma (diakses 27 Mei 2012). Hak, David J., Wade R. Smith, MD , Takashi Suzuki, MD. 2009. Manajemen Perdarahan pada Fraktur Pelvis yang Mengancam-Jiwa. Jurnal Ortopedi. Hanafiah M (2012). Manajement Trauma Thorax. www.rumahsakitmitrakemayoran.com/management-trauma-thoraks/ (diakses 27 Mei 2012). Meidi, Unedo. 2008. Trauma Pelvis. Bagian Orthopaedi Dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.

19

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF