Skenario B Blok 14 tahun 2014

January 15, 2018 | Author: 19970220 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Tutorial...

Description

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 14

Disusun oleh : Kelompok V Tutor : dr. Swanny, M.Sc

Alind Praditya Racha Chintya

(04011181320053)

Aprilia Kartini

(04011181320049)

Chyntia Tiara Putri

(04011181320047)

Diana Astria

(04011281320039)

Eko Roharto Harahap

(04011181320063)

Maya Indah Sari

(04011181320095)

Mia Esta Poetri Afdal Faisal

(04011281320033)

Ratu Rizki Ana

(04011381320047)

Reinecke Ribka Halim

(04011281320031)

Rostika Fajrastuti

(04011181320093)

Shafira Amalia

(04011381320049)

Vivi Lutfiyani M

(04011281320043)

Universitas Sriwijaya Fakultas Kedokteran 2013/2014

1

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan berkat-Nya lah maka tugas laporan tutorial blok 14 skenario B bisa terselesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Laporan ini dibuat berdasarkan tutorial yang kami ikuti dan hasil – hasil diskusi serta belajar mandiri. Kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami dr. Swanny, M.Sc yang telah menuntun kami dalam melakukan tutorial ini. Kami juga berterima kasih kepada pihak Universitas Sriwijaya yang telah menyediakan tempat bagi kami untuk melakukan tutorial ini. Dan kami juga berterima kasih kepada orang tua kami yang telah memfasilitasi kami untuk membuat laporan ini. Tak lupa kami juga berterima kasih kepada pihak – pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu kami dalma menyelesaikan laporan ini . Selanjutnya kami sadar bahwa dalam pembuatan maupun hasil yang kami lakukan pasti memiliki kekurangan, baik dalam penulisan maupun pembahasan. Oleh karena itu, kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik di masa mendatang. Dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 22 Desember 2014

Penulis

2

Daftar Isi Cover

...........................................................................................................

Kata Pengantar

........................................................................................................ ii

Daftar Isi

........................................................................................................ iii

Skenario

......................................................................................................... 4

Klarifikasi Masalah

........................................................................................... 4

Identifikasi Masalah

........................................................................................... 5

Analisis Masalah

........................................................................................... 5

Learning Issue dan Keterkaitan Antar Masalah

.......................................... 30

1. Keterkaitan Antar Masalah

............................................................. 30

2. Hipotesis

............................................................. 30

3. Learning Issue

............................................................. 30

Sintesis Masalah

......................................................................................... 30

1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

.......................................... 30

2. Fisiologi Hormon Tiroid

.......................................... 37

3. Hipertiroidisme

.......................................... 47

4. Krisis Tiroid

.......................................... 57

5. Pemeriksaan Tiroid

.......................................... 62

Kerangka Konsep

....................................................................................................... 66

Kesimpulan

....................................................................................................... 67

Daftar Pustaka

....................................................................................................... 68

3

Skenario B Nn.Ss, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta diantar ke IGD sebuah IRS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari alloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugurp, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur, dan bila mngerjakan sesuatu selalu terburu – buru.

Pemeriksaan Fisik Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x/menit reguler, RR 24x/menit, suhu 39 0C. Kepala : eksoftalmus (+). Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk. Leher : struma difusa (+), kaku kuduk (-). Jantung : takikardia, paru : bunyi nafas normal. Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat. Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-).

Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin: Hb ; 12 g%; WBC : 17.000/mm3. Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Test fungsi tiroid : TSH 0,001mU/L (menurun), T4 bebas 7,77 ng/dL (meningkat).

Klarifikasi Istilah 1. Gugup

: Berbuat atau berkata dalam keadaan tidak tenang, gagap,

sangat tergesa-gesa 2. Cemas

: Tidak tentram hati karena khawatir dan takut

3. Eksoftalmus

: Penonjolan abnormal dari bola mata

4. Faring hiperemis

: Terjadi karena pelebaran pembuluh darah disekitar faring

sebagai respon terhadap inflamasi akibat infeksi lokal pada faring atau penyebaran infeksi dari daerah disekitarnya 5. Oral hygiene

: Suatu perawatan mulut dengan atau tanpa dengan antiseptik

untuk memenuhi suatu kebutuhan personal hygiene personal. 6. Struma diffusa

: Pembesaran kelenjar tiroid yang menyebar ke seluruh kelenjar

tiroid, bisa disebut struma simple atau struma multinodul

4

7. Kaku kuduk

: Suatu keluhan nyeri kepala yang menjalar ke tengkuk dan

punggung karena mengejangnya otot – otot ekstensor punggung. 8. Tremor

: Gerakan otot ritmis bolak-balik yang tidak disengaja pada satu

atau lebih bagian tubuh. 9. Refleks patologis

: Gerakan reflek yang tidak normal akibat dari suatu kondisi

penyakit dan bisa menunjukkan tanda dari suatu penyakit 10. TSH

: Tiroid stimulating hormon ; hormon kelenjar hipofisis anterior

yang mempunyai affinitas untuk dan secara spesifik merangsang kelenjar tiroid. 11. T4 bebas

: Fraksi tiroksin di dalam serum yang tidak berikatan dengan

protein transport

Identifikasi Masalah

Problem

Konsen

Nn.Ss, 22 tahun karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta diantar ke VVVV IGD sebuah IRS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari alloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam VVV tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugurp, keluar keringat VV banyak, mudah cemas, sulit tidur, dan bila mngerjakan sesuatu selalu terburu – buru. V

Pemeriksaan Fisik Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x/menit reguler, RR 24x/menit, suhu 390C. Kepala : eksoftalmus (+). Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk. Leher : struma difusa (+), kaku kuduk (-). Jantung : takikardia, paru : bunyi nafas normal. Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat. Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-).

V

Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin: Hb ; 12 g%; WBC : 17.000/mm3. Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit

5

serum normal. Test fungsi tiroid : TSH 0,001mU/L (menurun), T4 bebas 7,77 ng/dL (meningkat).

Analisis Masalah 1. Nn.Ss, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta diantar ke IGD sebuah IRS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. 1. Apa pengaruh jenis kelamin dan usia dengan gejala pada kasus? Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik mengenai insiden jenis kelamin tersebut. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menumt umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 - 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30—40 tahun.

2. Apa etiologi penurunan kesadaran pada kasus? Adanya peningkatan aktivitas sekresi hormon tiroid akibat adanya respon autoimun dan terganggunya aktivitas pada sistem saraf pusat (SSP) dimana hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP. Peningkatan kadar hormon tiroid juga dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh. Gangguan metabolisme tubuh ini dapat berupa peningkatan

pembentukan

kalorigenik,

peningkatan

cardiac

output,

peningkatan metabolisme karbohidrat. Dimana pada kondisi ini, jika terjadi kekurangan oksigen yang disalurkan ke otak maka dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.

3. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran pada kasus? Hipertiroidisme yang lama  Krisis Tiroid  Dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid  Hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ  Meningkatkan kepadatan reseptor beta + cyclic 6

adenosine monophosphate + Penurunan kepadatan reseptor alfa  Hipotensi disertai syok  Penurunan Kesadaran

2. Dari alloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi batuk, pilek, dan sakit tenggorokan. Pasien juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. 1. Apa penyebab dari dan mekanisme dari : a. Demam tinggi Pada kasus ini, demam tinggi disebabkan suatu kondisi krisis tiroid dimana

terjadi

peningkatan

hormon

tiroid.

Hormon

tersebut

merangsang mitokondria yang meningkatnya energi untuk aktifitas sel dan produksi panas. Hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan metabolisme,

peningkatan

pemenuhan

persediaan

lemak

dan

meningkatnya nafsu makan serta pemasukan makanan, akibatnya curah jantung meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat dan vasadilatasi perifer yang akan meningkatkan produksi panas.

b.Batuk pilek Mekanisme batuk 

Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan.



Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi



Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi

7

diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal. 

Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi



Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi

Mekanisme pilek 

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).



Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.



IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.



Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.



Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan 8

adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. 

Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mucus



Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

c. Sakit tenggorokan Adanya invasi mikroorganisme kedalam tubuh dan menginfiltasi kedalam epitel dan epitel pun terkikis. Kemudian menyebabkan jaringan limpoid superfisial bereaksi dengan infiltasi PMN. Infiltasi PMN menyebabkan adanya proses radang yakni sakit tenggorokan

d.Diare 3 -4 kali/hari tanpa darah dan lendir Hal ini diakibatkan karena hormone thyroid dapat

meningkatkan

kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna ( motilitas usus ). Sehingga dalam hal ini diare yang dialami pada kasus bukan disebabkan karena infeksi virus ataupun bakteri, karena diare tidak berlendir dan tidak berdarah.

2. Bagaimana hubungan gejala dengan kasus ? Gejala-gejala di atas merupakan gejala dari penyakit krisis tiroid. Gejala di atasmenunjukkan keadaan

hypermetabolik. Pada fase lanjut dapat

menyebabkan pasien dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.

3. Dalam beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu – buru. 1. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari : a. Gugup

9

Gugup pada kasus disebabkan oleh meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor betaadrenergik

sehingga

menambah

efek

katekolamin.

Pelepasan

neurotransmiter katekolamin yang berlebihan itu menyebabkan depolarisasi Na dan K yang cepat, kemudian terjadi disosiasi pikiran salah satunya dapat berakibat cemas, gugup, dan sulit tidur.

b.Keluar keringat banyak Sering berkeringat, termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik (Merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot) akibat peningkatan laju metabolisme terus menerus sehingga penderita hipertiroid mengalami sulit tidur. Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energi panas yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler, dan juga tidak dapat digunakan oleh sel. Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas, T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan pada

peningkatan

percepatan

metabolisme

basal

dan

peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. c. Mudah cemas Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroid diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistem simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin sehingga menyebabkan sering gugup dan mudah cemas (termasuk terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu). Interaksi tiroid dan katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik. 10

d.Sulit tidur Kerana adanya kelainan autoimmune menyebabkan hipersekresi hormone tiroid yang mengakibatkan hiperaktivasi dari sistem saraf sentral. Kemudian jantung menjadi berdebar-debar dan pernafasan meningkat menyebabkan gangguan sirkulasi yang berakibat pada gangguan kenyamanan yang kemudian menjadi sulit tidur. e. Terburu – buru mengerjakan sesuatu Hal ini disebabkan karena meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Sekresi hormon tiroid merangsang sistem saraf pusat yang umumnya meningkatkan kecepatan berpikir.

2. Bagaimana hubungan gejala dengan kasus? Gejala-gejala di atas merupakan efek dari krisis hipertiroid. 

Hiperthyroid ini menyebabkan metabolism tubuh meningkat dan menyebabkan produksi panas yang berlebih dan peningkatan suhu tubuh ini menyebabkan suhu tubuh tinggi (demam (suhu 39oC)), dengan itu hipotalamus sebagai termoregulator akan merespons peristiwa ini dengan berusaha menurunkan suhu tubuh sampai batas setpoint-nya dengan cara berkeringat.



Selain itu, hipertiroid menyebabkan adanya aktivitas SSP, adanya peningkatan rangsangan aktivitas saraf simpatis. Aktivitas peningkatan saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin seperti epinefrin dan kortisol. Hal ini menyebabkan proliferasi reseptor spesifik katekolamin di sel sasaran sehingga sel sasaran lebih sensitif dan kemudian menyebabkan adanya perasaan gugup, mudah cemas, sulit tidur dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

4. Pemeriksaan Fisik Kesadaran : delirium; TD 100/80 mmHg, nadi 140x/menit reguler, RR 24x/menit, suhu 390C. Kepala : eksoftalmus (+). Mulut : faring hiperemis, oral hygiene buruk. Leher : struma difusa (-), kaku kuduk (-). Jantung : takikardia, paru : bunyi nafas normal. Abdomen : dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba, bising usus meningkat. Ekstremitas : telapak tangan lembab, tremor (+), refleks patologis (-). 11

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ? Normal

Interpretasi

Kesadaran: delirium

Kompos mentis

Tidak normal

TD : 100/80 mm Hg

120/80 mmHg

Tidak normal  Hipotensi

Nadi : 140x/menit reguler

60-80x/menit

Tidak normal  Takikardi

RR : 24x/menit

16-24x/menit

Normal

Suhu : 390C

36,60C – 37,20C

Tidak normal  Pireksia

Kepala : eksoftalmus (+)

Eksoftalmus (-)

Tidak normal

Mulut : faring hiperemis (+) Faring hiperemis (-)

Tidak normal

Mulut : oral hygiene buruk

Oral hygiene baik

Tidak normal

Leher : struma difusa (+)

Struma difusa (-)

Tidak normal

Leher : kaku kuduk (-)

Kaku kuduk (-)

Normal

Jantung : takikardia

Ritmik teratur (60- Tidak normal 80x/menit)

Paru : bunyi nafas normal

Bunyi nafas normal

Normal

Abdomen : dinding perut Dinding perut tidak Tidak normal lemas

lemas

Abdomen : Hati, limpa Hati, tidak teraba

limpa

tidak Normal

teraba

Abdomen : bising usus Jarang terdengar

Tidak normal

meningkat Ekstremitas

:

telapak Tidak lembab

Tidak normal

tangan lembab Ekstremitas : tremor Ekstremitas

:

Tidak ada tremor Refleks Refleks patologis (-)

Tidak normal Normal

patologis (-)

2. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik ? Mekanisme Kesadaran: delirium

Dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid  hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis  hiperaktivitas adrenergik + hipersekresi 12

hormon tiroid  interaksi tiroid katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen oleh jaringan tubuh  apabila terus menerus, stok oksigen akan habis  terjadi penurunan oksigen di otak  penurunan kesadaran

TD : 100/80 mm Hg

Pada

hipertiroid

bersamaan

biasanya

dengan

terjadi

hipertensi

takikardia

akibat

yang

peningkatan

katekolamin, namun apabila sudah masuk ke tahapan syok maka akan mengakibatkan terjadinya hipotensi. Nadi

:

140x/menit Hipersekresi T3 oleh sel folikel tiroid pada pasien hipertir

reguler , takikardia

oid

juga

mengakibatkan

peningkatan

jumlah Reseptor adrenergik. Oleh karena itu, terjadi respon terhadap Reseptor adrenergik berlebih saat hormon T3 dilepaskan ke jaringan.Saat terjadi stimulasi terhadap medula adrenal untuk biosintesis katekolamin oleh hormon T3 dan saat hormon katekolamin itu dilepaskan, maka hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan dengan reseptor β1, mengakibatkan peningkatan kerja otot jantung, sehingga denyut

jantung

meningkat

bersamaan

dengan

meningkatnya cardiac output. Oleh karena itu, terjadi takikardia. Suhu : 390C

Pada keadaan hipertiroidisme, peningkatan hormon tiroid akan

meningkatkan

aktivasi

Na+-K+-ATPase

yang

meningkatkan kecepatan transpor ion natrium dan kalium melalui membran sel di beberapa jaringan. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan peningkatan jumlah panas dalam tubuh Kepala : eksoftalmus (+)

Fibroblas orbita mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya  fibroblast mengalami diferensiasi menuju

13

adiposit

matang

dan

mengeluarkan

glikosaminoglikan hidrofilik ke interstitial sebagai respon terhadap antibodi anti reseptor TSH di darah dan sitokin  kombinasi infiltrasi limfosit, sel mast, sel plasma, pengendapan glikosaminoglikan, adipogenensis dalam jaringan ikat orbita  eksoftalmus tersensitasinya Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita,otot orbita dan jaringan tiroid  inflamasi pada jaringan fibroblas orbita reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata  Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit  eksoftalmus.

Mulut : faring hiperemis Adanya infeksi pada daerah di sekitar faring, sehingga (+)

menyebabkan terjadinya pelebaran pemubuluh darah untuk memudahkan transpor leukosit untuk mengatasi infeksi

Mulut : oral hygiene Terjadinya hiperemis menyebabkan penurunan produksi buruk

saliva sehingga memudahkan bakteri untuk tumbuh, selain itu bisa juga karena pasien malas menjaga kebersihan mulut, gigi dan gusinya.

Leher : struma difusa (+)

Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid yang menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator tsh adalah reseptor antibodi tsh, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.

14

Auto imunitas jar. Tiroid  pelepasan Ig yang berikatan dengan reseptor TSH (TSI) aktivasi terus menerus cAMP sel-sel tiroid mengalami hiperplasia diffuse enlargment Abdomen : dinding perut lemas,

bising

Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah

usus pencernaan

meningkat

dan

pergerakan

saluran

cerna.

Pada

hipertiroid, efek yang ditimbulkan ialah peningkatan saluran cerna yang terdeteksi dengan bising usus yang meningkat.

Ekstremitas

:

telapak Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal

tangan lembab

keseluruhan

tubuh.

Hormon

ini

adalah

regulator

terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. (Sherwood 2011) Pada keadaan hipertiroid yang diderita oleh Nn. SS akibat dari infeksi yang dialaminya menyebabkan metabolisme basal meningkat. Laju metabolisme ini menghasilkan produksi panas yang berlebih dan menyebabkan suhu tubuh meningkat. Hipothalamus sebagai termoregulator menurunkan setpoint suhu pada tubuh dengan cara berkeringat

banyak

diseluruh

tubuh.

Mekanisme

kompensasi ini dapat dirasakan dengan adanya rasa lembab di ekstremitas (telapak tangan).

Ekstremitas : tremor

Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lew at serebelum dan ganglion basalis. Namun pada pasien hipertiroid,

terjadi

rangsangan

berlebihan

terhadap

ganglion basalis akibat peningkatan katekolamin. Oleh karena

itu,

pada

terjadi kontraksi

otot

berlebih

akan mengakibatkan tremor.

15

yang

ada

di

ekstremitas

saat ada kegiatan yang

3. Bagaimana cara pemeriksaan a. Struma Inspeksi : Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut : 

Lokasi

: lobus kanan, lobus kiri, ismus



Ukuran

: besar/kecil, permukaan rata/noduler



Jumlah

: uninodusa atau multinodusa



Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal



Gerakan : pasien diminta pembengkakannya ikut bergerak



Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

untuk

menelan,

apakah

Palpasi : Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi : 

Perluasan dan tepi



Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya.



Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan



Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.



Limfonodi dan jaringan sekitar

Auskultasi : Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid. Pemeriksaan umum pada hipertiroid, hipotiroid atau autoimun diikuti pemeriksaan yang sistematis dari strumanya. a. Struma retrosternal tidak bisa dilihat pada pemeriksaan fisik 16

b. Pemeriksaan struma paling baik dilakukan saat pasien tegak, duduk atau berdiri. Pemeriksaan dari samping bisa menggambarkan bentuk struma lebih jelas. Minta pasien untuk menelan air saat pemeriksaan. Tiroid harusnya bergerak saat menelan. c. Palpasi struma dilakukan, baik dari hadapan pasien, maupun dari belakang, dengan leher dalam keadaan santai dan tidak hiperekstensi. Palpasi untuk menghilangkan kemungkinan pseudostruma, yang merupakan penonjolan tiroid pada orang yang kurus. Tiap lobus dipalpasi untuk melihan ukuran, konsistensi, nodul, dan permukaannya. Kemudian dipalpasi nodus limfe di leher. d. Ukuran tiap lobus diukur dalam dua dimensi, menggunakan alat pengukur. e. Lobus piramidal sering membesar pada penyakit Graves f. Kelenjar tiroid yang seperti karet mengarah ke tiroiditis Hashimoto, dan kelenjar yang keras mengarah kekeganasan atau struma Reidel. g. Nodul yang multipel mengarah ke struma multinodul atau tiroiditis Hashimoto. Nodul yang soliter dan keras mengarah ke keganasan, dimana nodul soliter yang jelas mengarah ke kista tiroid. h. Perlunakan tiroid yang diffus mengarah ke tiroiditis subakut, dan perlunakan lokal mengarah ke perdarahan intranodal atau nekrosis i. Kelenjar limfe leher diperiksa untuk melihat ada tidaknya metastase j. Pada auskultasi, bila terdengar bruit yang ringan diatas arteri tiroid inferior, bisa mengarah ke struma toksik. Palpasi dari struma toksik bisa ditemukan thrill pada pasien dengan hiperparatiroid. b. Kaku Kuduk Tanda Kerniq a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur b.Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o, c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. d.Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan tungkai atas. e. Tanda kerniq

ila terdapat tahanan dan rasa n eri

sebelum

tercapai

Tanda Brudzinsky I a. Pasien berbaring di tempat tidur.

17

sudut

135

b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.

Tanda Brudzinsky II a.

Pasien berbaring di tempat tidur.

b.

Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.

c.

Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.

c. Tremor Untuk menyatakan apakah ada tremor, diletakan selembar kertas dipunggung tangan yang dijulurkan ke depan, bila bergetar maka tremor +

d. Refleks Patologis Reflek Patologis merupakan reflek yang terjadi karena adanya gangguan atau kerusakan sistem saraf pusat. Kondisi seperti ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem saraf. Jenis-jenis Reflek Patologis : 1. Reflek Babinski: Posisi : Pasien diposisikan berbaring terlentang dengan kedua kaki diluruskan, posisi tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya Cara : Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior Respon : Positif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya 2. Reflek Chaddok Cara : Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior Respon : Positif apabila ada gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai pengembangan jari-jari kaki lainnya (reflek seperti babinski). 3. Reflek Schaeffer Cara : Menekan tendon achilles.

18

4.

5.

6.

7.

Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya. Reflek Oppenheim Cara : Penggoresan atau pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya. Reflek Gordon Cara : Memberi penekanan pada musculus gastrocnemius (otot betis) Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya. Ankle Clonus Posisi : Pasien tidur terlentang atau setengah duduk Cara : Lutut dalam posisi fleksi, dan dengan cara manual lakukan gerakan dorsofleksi secara kejut Respon : Positif bila terjadi gerakan dorsi/plantar fleksi yang terus menerus Knee Clonus Posisi : Pasien dalam posisi duduk di tepi bed Cara : Dilakukan ketukan dengan reflek hammer pada tendon patella Respon : Positif bila terjadi terjadi gerakan fleksi/ekstensi yang terus menerus pada lututnya

e. Bising usus Auskultasi untuk bising usus dilakukan dengan meletakkan stetoskop diafragma diatas mid abdomen. Dengarkan : 

Gerakan udara dan cairan di dalam saluran cerna.



Bising usus normal timbul kira-kira tiap 5 – 10 detik. Jika 2 menit tidak terdengar bun i usus : ―tidak ada bun i usus‖. ising usus meningkat pada ileus obstruksi, terdengar seperti ada arus ―denting‖ bernada tinggi ang disebut borborigmi, dan menurun pada ileus paralitik atau peritonitis.

5. Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin: Hb ; 12 g%; WBC : 17.000/mm3. Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Test fungsi tiroid : TSH 0,001mU/L (menurun), T4 bebas 7,77 ng/dL (meningkat).

19

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium? Pemeriksaan

Nilai Normal

Keterangan

Hb 12g%

12- 16 g%

Normal

WBC : 17.000/mm3

5000-10.000/mm3

Meningkat

Glukosa darah, test fungsi Normal ginjal

dan

hati

Normal

normal,

elektrolit serum normal. TSH 0,001mU/L

0,5 – 5 mU/L

Menurun

T4 bebas 7,77 ng/dL

1,0-2,3 ng/dl

Meningkat

2. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium? Mekanisme WBC : 17.000/mm3 ()

Peningkatan WBC dikarenakan produksi hormon tiroid berlebih yang mengakibatkan penurunan fungsi T lymphocyte supressor sel , kondisi ini mengakibatkan peningkatan produksi thyrotropin reseptor

stimulating

antibodi

(TRAb)

yang

membentuk IgG. Inilah yang mengakibatkan peningkatan kadar WBC. TSH : 0,001 mU/L ()

Hipertiroidisme  Stimulasi sintesis hormon tiroid Peningkatan

sekresi

hormon

tiroid

dalam

sirkulasi  Hormon T4 meningkat dalam darah  Konversi T4 menjadi T3 oleh enzim 5’-deiodinase  Efek regulasi negatif T3 pada hipotalamus  Inhibisi transkripsi gen subunit alpha dan beta dari TSH Penurunan kadar TSH

Free T4 : 7,77 ng/dL ()

Pada hipertiroidisme terjadi peningkatan stimulasi sintesis

hormon

tiroid

yang

mengakibatkan

peningkatan sekresi hormon tiroid dalam sirkulasi, sehingga pada pemeriksaan hormon T4 meningkat dalam darah.

20

3. Bagaimana hubungan TSH yang menurun dengan FT4 yang meningkat? Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormon (TSH). Artinya, bila T3 dan T4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Hipertiroidisme  Stimulasi sintesis hormon tiroid Peningkatan sekresi hormon tiroid dalam sirkulasi  Hormon T4 meningkat dalam darah  Konversi T4 menjadi T3 oleh enzim 5’-deiodinase  Efek regulasi negatif T3 pada hipotalamus  Inhibisi transkripsi gen subunit alpha dan beta dari TSH Penurunan kadar TSH 6. Diagnosis 1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis? Gambaran klinis Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice.Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda 21

gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter. Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi. Gambaran laboratoris Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup

peningkatan

peningkatan uptake resin

kadar

T3,

T4

T3,

penurunan

dan

bentuk

kadar

bebasnya,

TSH,

dan

peningkatan uptake iodium 24 jam. Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek. Pada Kasus-Kasus yang kurang jelas, digunakan indeks wayne. Skor dilihat dari : Gejala Klinis : 1. Sesak bila bekerja Dispnoe d‟effort

: +1

2. Pasien berdebar-debar

: +2 22

3. Aesthenia (Pasien Mudah lelah)

: +2

4. Lebih menyukai udara dingin

: +5

5. Lebih menyukai udara panas

: -5

6. Banyak keringat

: +3

7. Mudah gugup, bingung, grogi

: +2

8. Nafsu makan bertambah tapi kurus

: +3

9. Nafsu makan berkurang

: -3

10. Berat badan turun

: +3

11. Berat badan naik

:-3

Pemeriksaan Fisik 1. Perabaan kelenjar tiroid membesar

: +3

2. Perabaan kelenjar tiroid tidak membesar

: -3

3. Auskultasi kel. Tiroid ada bising sistolik

: +2

4. Auskultasi kel. Tiroid tidak ada bising sistolik

: -2

5. Ada eksophtalmus

: +2

6. Tidak ada eksophtalmus

:0

7. Bila kelopak mata tertinggal saat bola mata digerakkan

: +1

8. Bila kelopak mata tidak tertinggal saat bola mata digerakkan

:0

9. Ada hiperrefleksi, hiperkinetik

: +4

10. Tremor halus pada jari

: +1

11. Tidak ada tremor halus pada jari

:0

12. Tangan panas oleh karena hipertermi

: +2

13. Tidak ada tangan panas

: -2

14. Ada hiperhidrosis

: +1

15. Tidak ada hiperhidrosis (tangan basah)

: -1

16. Ada atrium fibrilasi

: +4

17. Tidak ada atrium fibrilasi

:0

18. Nadi teratur / regular >90x/mnt

: +3

19. 80-90x/mnt

: -3

20. 14

: Hipertiroid

3. 60 tahun ), manifestasi klinis yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya palpitasi, dyspnea d’effort, tremor, nervous dan penurunan berat badan. Komplikasi Oftalmopati Graves’ terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga 49

pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otototot bola mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada hipertiroid Alat skrining yang paling baik untuk menilai fungsi tiroid adalah kadar TSH di dalam darah. Kadar TSH darah biasanya rendah atau bahkan tidak terdeteksi pada penderita hipertiroid (45 highly suggestive, 25-44 suggestive of impending storm, di bawah 25 kemungkinan kecil. Tabel Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid (Burch-Wartosky, 1993) Disfungsi pengaturan panas o

Suhu ( F)

Disfungsi kardiovaskular

99-99.0

5

Takikardi 99-109

5

100-100.9

10

110-119

10

101-101.9

15

120-129

15

102-102.9

20

130-139

20

103-103.9

25

>140

25

>104.0

30

Efek pada susunan saraf pusat

Gagal jantung

Tidak ada

0

Tidak ada

0

Ringan (agitasi)

10

Ringan (edema kaki)

5

Sedang (delirium, psikosis, letargi berat)

20

Sedang (ronki basal)

10

Berat (koma, kejang)

30

Berat (edema perut)

15

Fibrilasi atrium

Disfungsi gastrointestinal-hepar Tidak ada Ringan

(diare,

nausea/muntah/

nyeri

0

Tidak ada

0

10

Ada

10

perut)

Riwayat pencetus

Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)

20

Negatif

0

Positif

10

Patofisiologi Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang

kelenjar

pituitari

anterior

untuk

menyekresikan thyroid-stimulating

hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior. Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar

58

tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis. Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapabeta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis. Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive 59

iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

Tatalaksana Pengobatan harus segera diberikan, jika mungkin dirawat di bangsal dengan kontrol baik. 

Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, jika perlu obat sedasi, kompres es.



Mengoreksi hipertiroid dengan cepat; a) memblok sintesis hormon baru: PTU dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti dosisi 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg; b) memblok keluarnya cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI (larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam). Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, jika tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai; c) menghambat konversi perifer dari T4  T3 dengan propanolol, ipodat, penghambat beta dan/atau kortikosteroid.



Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya adalah karena defisiensi steroid relatif akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.



Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin karena aspirin akan melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free-hormon meningkat.



Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan sebab di samping mengurangi takikardi, juga menghambat konversi T4  T3 di eprifer. Dosis 20-40 mg tiap 6 jam.



Mengobati faktor pencetus, misalnya infeksi. Respons pasien (klinis dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada yang berlanjut hingga seminggu.

Komplikasi Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid 60

yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.

Prognosis Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.

Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).

61

Pemeriksaan Tiroid Untuk mendiagnosis penyakit hipertiroid harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3, T4 dan THS. Jika kadar hormon tiroid tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini mengindikasikan kelenjar tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu penyakit. Bisa juga dideteksi dengan menggunakan scan tiroid yang menggunakan sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah menggunakan iodin radioaktif melalui mulut (Bararah, 2009). Untuk mendiagnosis hipertiroid bisa menggunakan Indeks Wayne seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Indeks Wayne No.

Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Nilai Berat 1.

Sesak saat kerja

+1

2.

Berdebar

+2

3.

Kelelahan

+3

4.

Suka udara panas

-5

5.

Suka udara dingin

+5

6.

Keringat berlebihan

+3

7.

Gugup

+2

8.

Nafsu makan naik

+3

9.

Nafsu makan turun

-3

10.

Berat badan naik

-3

11.

Berat badan turun

+3

No

Tanda

Ada

Tidak

1.

Tyroid Teraba

+3

-3

2.

Bising Tyroid

+2

-2

3.

Exoptalmus

+2

-

4.

Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata

+1

-

5.

Hiperkinetik

+4

-2

6.

Tremor Jari

+1

-

62

7.

Tangan Panas

+2

-2

8.

Tangan Basah

+1

-1

9

Fibrilasi Atrial

+4

-

10.

Nadi Teratur 90 x/menit

+3

-

Hipertiroid : ≥ 20 Eutiroid: 11 - 18 Hipotiroid: normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma) 5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna. Beberapa tes digunakan untuk menilai fungsi tiroid. Biasanya digunakan multipel tes untuk menilai secara umum keadaan tiroid pada pasien. Tes tersebut harus disesuaikan dengan keadaan klinis pasien, sebagai contoh TSH dibutuhkan dan baik digunakan untuk keadaan nodul tiroid yang secara klinis eutiroid. 1. TSH, diukur menggunakan radioimunoassay dengan menggunakan antibodi terhadap TSH. Nilai normal adalah 0,5-5 µU/ml. TSH biasanya meningkat pada keadaan hipotiroid. TSH juga menggambarkan kemampuan hipofise anterior untuk mendeteksi free T4 dan fungsinya dalam mengeluarkan TSH. 2. Total T4 dan total T3, Nilai total T4 55-150 nmol/L dan T3 1,5-3,5 nmol/L. Keduanya didapat melalui radioimunoassay. Total T4 merefleksikan pengeluaran langsung dari tiroid sedangkan total T3 selain dari tiroid juga berasal dari perubahan oleh jaringan dan organ lain, sehingga nilai total T3 tidak cocok menggambarkan fungsi tiroid. Total T4 meningkat pada keadaan hipertiroid dan peningkatan tiroglobulin pada kehamilan, pengguna hormonal estrogen dan progesteron atau kongenital. Total T4 menurun pada hipotiroid, penurunan tiroglobulin akibat penggunaan steroid dan protein loss seperti pada sindrom nefrotik. Total T3 meningkat pada hipertiroid dan awal hipotiroid. 3. Free T4 dan Free T3, Nilai free T4 12-18 pmol/L dan nilai free T3 3-9 pmol/L. Tes ini dilakukan untuk menilai awal hipertiroid dimana nilai total T4 masih normal

64

sedangkan nilai free T4 meningkat. Pada pasien dengan organ resisten T4 (Refetoff syndrome), level T4 meningkat sedangkan TSH normal. Free T3 sama dengan free T4 dapat menilai awal hipertiroid dimana total T4 dan total T3 masih normal saat dilakukan pemeriksaan. 4. TRH, Bermanfaat untuk menilai fungsi hipofise dalam mengeluarkan TSH. Disuntikan TRH 500 µg dan nilai kadar TSH 30-60 menit kemudian. TSH harus bernilai sekurangnya 6 µIU/ml setelah disuntikan. Tes ini juga digunakan untuk menilai pasien dengan curiga hipertiroid namun sensitif terhadap pemeriksaan radioimunoassay. 5. Antibodi tiroid, Anti tiroglobulin (anti-Tg), anti mikrosomal, antitiroid peroksidase (anti-TPO) dan tiroid stimulating imunoglobulin (TSI) merupakan antibodi terhadap tiroid. Anti Tg dan anti TPO tidak menilai fungsi tiroid namun bermanfaat pada penyakit autoimun seperti tiroiditis, penyakit grave, goiter multinodular dan kadangkadang pada neoplasma tiroid. 6. Tiroglobulin serum, Normalnya tiroglobulin tidak dikeluarkan kedalam sirkulasi dalam jumlah besar namun dapat meningkat jumlahnya pada keadaan destruksi tiroid seperti cancer, setelah total tiroidektomi, ablasi iodin radioaktiv, tiroiditis dan keadaan hiperaktifitas tiroid seperti grave disease dan goiter multinodular.

65

Nn.Ss, 22 th

Autoimunitas oleh limfosit B dan T

T supressor

T helper

Sel B menghasilkan antibodi thyrothropin stimulating

IgG

WBC

Antigen reseptor TSH

Fibroblast

Glikosaminoglikan di orbita

Akumulasi di lemak dan otot orbita

Pembesaran otot ekstravaskuler dan adiposa

Tiroid dirangsang terus menerus

Vasodilatasi pada faring

Hipersekresi hormon tiroid

Hiperplasia tiroid

Kelenjar tiroid

Katekolamin

FT4 TSH ditekan TSH

Struma diffusa

Stimulus ganglion basalis

NE & E

Kontraksi otot

SSP

Grave’s disease

Faring hiperemis

Produksi saliva

Reseptor adrenergik

Penekanan leher

Tirotoksitosis Tremor Dekompensasi sel – sel tubuh

Bakteri tumbuh

Oral hygiene buruk

V Rx kimia

Metabolisme

Eksoftalmus

Panas tubuh Demam

Vasodilatasi

Sakit tenggorokan Berkeringat

Gugup cemas susah tidur terburu – buru

Konsumsi O2

Kerja myocardium

Suplai O2 ke otak Takikardia

Infeksi Batuk pilek

Reseptor β1

Kesadaran

Hipertensi Syok Hipotensi

Krisis tiroid

66

Kesimpulan Nn. Ss, 22 tahun mengalami penurunan kesadaran akibat krisis tiroid.

67

Daftar Pustaka Anonim. Available from :Http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/02/16/statusAnonim. Available from : Http://yayanakhyar.wordpress.com/tag/etiologi-batuk/ Accessed Barrett K, Brooks H, Boitano S, Barman S. Ganong’s review of medical ph siolog . 23rd edition. New York: McGraw Hill; 2010 Bindu Nayak, MD, Kenneth Burman, MD, Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663–686. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009 Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh. Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003. Gardjito, Widjoseno et al (editor). 1997. Sistem Endokrin, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Hal. 925-945. Penerbit EGC. Jakarta Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Hamdan, H. 2013. (Online, http://hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail88249askep%20endokrinaskep%20krisis%20tiroid.html, diakses pada 2 Januari 2014). Harrison, Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. 2014. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Ed. 13, Vol.5 . Jakarta : EGC. http://www.endocrine.niddk.nih.gov/pubs/graves/Graves_508.pdf http://www.fk.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/SKDI-Tahun-2012.pdf http://www.pom.go.id/pom/publikasi/artikel/artikel02.html ikaapda.com/resources/Endokrin/Reading/krisis-tiroid.pdf Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta : EGC. Misra

M,

Singhal

A,

Campbell

D.

Thyroid

storm.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/394932-print. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas [Online] (diakes dalam http://repository.unand.ac.id/15476/4/Penuntun_Skill_Lab_3.pdf pada 1 Januari 2014 pemeriksaan-neurologi/ Accessed on December, 17th 2014 Price, Sylvia A.. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6. Jakarta : EGC repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38940/4/Chapter%20ll.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39717/4/Chapter%20II.pdf

68

Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/324556-print. Schwartz, Seymour I., et. al. Tiroid dan Paratiroid, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2000. Sherwood L. Human physiology. From cells to system. 7th edition. Belmont: Brooks/Cole; 2010 Syaifuddin. Kelenjar Thyroid. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia, edisi pertama. Jakarta, Widya Medika. 2002. Thomson, A. D., et. al. Penyakit Kelenjar Endokrin, Catatan Kuliah Patologi, edisi ketiga. Jakarta, EGC.1997 Tim Penyusuan Panduan Skill Lab Blok 3.1. 2011. PENUNTUN SKILLS LAB, Edisi Ke-1.

69

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF