Skenario 4
August 23, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Skenario 4...
Description
Skenario 4
“Datang Berobat Sendiri” Sendiri” Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun datang sendiri ke puskesmas. Pasien mengeluhkan buang air kecilnya bernanah sejak 3 hari lalu. Dokter menduga pasien mengalami penyakit menular seksual. Pasien belum menikah. Pasien meminta dokter untuk memeriksa keluhannya dan memberikan obat agar keluhannya hilang. Namun dokter menolak dan memberikan penjelasan bahwa untuk memeriksa pasien diperlukan informed consent dari orang tua pasien. Namun pasien tidak mau membawa orang tuanya dan memaksa dokter untuk memeriksa dan memberikan obat. Dokter mengambil keputusan untuk menolak permintaan pasien sampai ada persetujuan dari orang tua. Step 1
1. Informed consent : proses penyampaian informasi kepada pasien untuk memperoleh kesepakatan dan persetujuan untuk melakukan tindakan medis 2. Pukesmas : pusat kesehatan masyarakat yang bersifat bermasyarakat Step 2
1. Mengapa dokter memerlukan informed consent dari keluarga pasien ? 2. Bagai mana informed consent yang di berikan dokter tersebut ? 3. Bagai mana aspek hukum kesehatan dalam kasus tersebut ? 4. Bagaimana hubungan kasus tersebut dengan etika kedokteran ? 5. Bagaimana yang seharusnya di lakukan oleh dokter tersebut di lihat dari bioetika kedokteran? Step 3 1. Dokter memerlukan informed consent dari keluarga pasien karena di dalam
kasus tersebut pasien masih tergolong anak di bawah umur, dan penyakit yang di derita cukup senseitif. 2. Informed consent yang di berikan dokter tersebut yaitu dengan memberikan informasi pengobatan yang akan di jalani pasien, kemudian meminta persetujuan. 3. Aspek hukum kesehatan dalam kasus tersebut tercantum dalam undang undang no.29 pasal 45 tahun 2009, tentang tata cara tindakan medis yang di laksanakan oleh dokter.
4. Hubungan kasus tersebut dengan etik kedokteran adalah benar bahwa dokter tersebut melaksanakan hukum etik kedokteran dengan baik, yaitu dokter tersebut melakukan informed consent sebelum melakukan pengobatan. 5. Yang seharusnya di lakukan dokter tersebut sesuai sesua i dengan bioetika kedokteran adalah di lihat dari non maleticence atau tidak memperburuk keadaan pasien dan autonomy atau menghargai pendapat pasien. Step 4
1. Informed consent adalah proses penyampaian informasi kepada pasien memperoleh kesepakatan dan persetujuan untuk melakukan tindakan medis. Informed consent baru sah di berikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut : 1. Keterbukaan informasi yang cukup di berikan oleh dokter 2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan 3. Kesukarelaan
(tanpa
paksaan
atau
tekanan)
dalam
memberikan
persetujuan yang di maksud dengan kompetensi pasien adalah jika memenuhi syarat sebagai orang yang cukup berbuat (cukup umur, tidak berpenyakit jiwa) dalam hal pasien tidak kompeten, maka informed consent dapat dimintakan kepada pihak yang berwenang, yaitu ; 1.Pihak wali atau kerabatnya 2.Pihak suami, atau istri 3.Pihak yang di telah di berikan surat kuasa 4.Ayah atau ibu 5.Anaknya yg sudah dewasa 6.Kakak atau adik yang telah dewasa Jadi dokter tersebut memerlukan informed consent, karena pasien yang terdapat dalam skenario masih berusia 16 tahun atau di bawah umur sehingga dokter tersebut meminta kepada orang tua pasien untuk informed consent sebagai pihak yang berwenang. 2. Informed consent yang telah di berikan oleh dokter tersebut terdapat dalam pasal 45 UU No.29 tahun 2009 tentang te ntang praktik kedokteran yang menegaskan sebagai berikut.
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan di lakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 2. Persetujuan sebagaimana di maksud pada ayat (1) di berikan pasien setelah pasien di berikan penjelasan lengkap. 3. Penjelasan lengkap sebagaimana di maksud pada ayat (2)sekurang kurangnya mencakup: 1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis. 2. Tujuan tindakan medis di lakukan 3. Alternatif tindakan tindakan lain dan resikonya 4. Resiko dan komplikasinya yang mungkin terjadi dan 5. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan. Jadi, infomed consent yang di lakukan dokter tersebut kepada orang tua pasien adalah : 1. Dokter menjelaskn dan menginformasikan penyakit apa yang di derita si pasien dan bagaimana tatacara pengobatannya. 2. Dokter memberitahukan tujuan dalam pengobatan atau tindakan medis yang akan di jalani si pasien. 3. Dokter menjelaskan apa saja tindakan artenatif yang terbaik dan resiko yang dialaminya. 4. Dokter menjelaskan resiko seperti mungkin adanya rasa kurang nyaman, pendarahan, dan lain lain 5. Dokter memberitahukan kemungkinan kemungkinan terbesar yang akan di alami si pasien. 3. Aspek hukum kesehatan yang sesuai dengan skenario tersebut adalah : 1. Menurut permenkes no.290 pasal 3 Tujuan informed consent untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan hukum kepada dokter atau perawat terhadap suatu kegagalan yang tidak di inginkan yang bersifat negatif dan kemudian hari. 2. Menurut bantuan mentri kesehatan no.585 tahun 1989 ini dalam bab1 ketentuan umum pasal 1 (a) menetapkan.
Apa yang di maksud informed consent adalah persetujuan medis yang di berikan oleh pasien atau kekurangannya di atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan di lewatkan terhadap pasien tersebut. 3. Undang-Undang no.29 tahun 2004 pasal 1 ayat 10 Mendefinisikan pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Dalam pelayanan kesehatan ini ada dua pihak yang saling berhubungan, yaitu dokter dan pasien dokter adalah pihak yang melakukan tindakan medis sebagai upaya mencapai kesembuhan pasien, tentunya tindakan medis yang dilakukan oleh dokter sudah mendapat persetujuan dari pasien dan atau keluarga pasien. 4. Hubungan kasus tersebut dengan etika kedokteran adalah tentang dalam kode etik : 1. Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 10 yaitu setiap derita harus senantiasa
mengingat
akan
kewajiban
melindungi
hidup
insani.
Maksudnya adalah segala perbuatan dan tindakan dokter bertujuan memelihara kesehatan pasien, karena itu kehidupan manusia harus dipertahankan dengan daya. 2. Pasal 13 KODEKI yaitu setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. Maksudnya adalah hubungan dokter dengan pasien adalah bersifat konfidensial percaya dan mempercayai serta hormat dan menghormati. 3. Etika kedokteran menyatukan bahwa seorang dokter harus melakukan informed consent atau persetujuan tindakan medis sebelum melakukan tindakan pengobatan. 5. Bioetika Kedokteran terbagi atas 4 prinsip yaitu : 1. Beneficence Hubungan beneficence dengan kasus skenario tersebut adalah berbuat baik terhadap pasien dan memilih pengobatan pengobatan terbaik bagi pasiennya. 2. Non-Maleficence
Hubungan non-maleficence dengan kasus tersebut bahwa seorang dokter tidak merugikan orang lain atau memperburuk keadaan pasien. 3. Justice Hubungan justice dengan kasus tersebut adalah seseorang dokter harus menyamakan
kedudukan
pasien
tidak
membeda-bedakan
dalam
menangani pasien, seperti melihat dari segi ekonomi. 4. Autonomi Adalah menghormati autonomi pasien dengan cara hormat terhadap martabat manusia, hormat terhadap keputusan pasien dengan segala karakteristik yang dimilikinya.
MIND MAP
Informed Consent
Pelaksanaan Informed Consent
Pihak Yang Mempunyai Kewenangan
Pentingnya Informed Consent
Hubungan
Bioetika
Autonomy
Hukum
PERMENKES No.290 Pasal 3
Kodeki
Memberikan Perlindungan Hukum
Pasal 10 Dokter
Beneficence
PERMENKES No. 585 Tahun 1989
NonMalficence
Justice
UU No. 29 Tahun 2009 Pasal 1
Pasal 13 Pasien
Perawat
STEP 5
1. Bagaimana informed consent yang benar ? 2. Tindakan medis apa yang memerlukan dan tidak memerlukan Informed consent? 3. Jenis-jenis Informed consent ? 4. Bentuk-bentuk informed consent? 5. Dasar hukum batasan usia dewasa ? 6. Kaidah dasar etika kedokteran? STEP 6
Belajar Mandiri STEP 7 1. Tata cara persetujuan tindakan kedokteran
Informed consent merupakan pernyataan persetujuan untuk melakukan tindakan medis yang ditangani oleh pasien atau keluarganya. Penandatanganan
ini melalui prosedur penjelasan
terlebih
dahulu
mengenai tindakan apa saja yang akan diambil, tingkat keberhasilannya, kemungkinan
risiko
dan
biaya
yang
harus
ditanggung.
Proses
pelaksanaannya akan dilaporkan atau dicantumkan di dalam rekam medik pasien. Setelah penjelasan diberikan oleh petugas medis, pasien atau keluarganya harus menandatangani pernyataan yang berisi kesediaan untuk melakukan tindakan medis, menyadari resikonya dan tidak aka menuntuk dokter yang merawatnya.[1] BUKU SL Informed consent berakar pada martabat manusia dimana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak kompeten, maka persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah jika keluarga atau wali hadir tetapi tidak kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam kasus-kasus luar biasa atau extraordinary means. Namun untuk pasien kritis atau gawat darurat harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkan, bahwa proxy consent pun tidak dibutuhkan.[2] Purnama S.G. Modul Etika dan
Hukum
Kesehatan,
Informed
Consent.
Program
Studi
Kesehatan
Masyarakat, FK, Universitas Udayana. 2016 Tata cara persetujuan tindakan kedokteran Hal yang pertama yang harus dilakukan untuk mempermudah dan menghindari kesalahan dalam melaksanakan PTK adalah mencari format yang tepat, benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di
Indonesia.
Langkah-langkah
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan persetujuan tindakan kedokteran yang baik adalah :[3] 1. Evaluasi kompetensi pasien apakah pasien kompeten untuk dapat menerima informasi dan memberi persetujuan. Bila tidak kompeten maka proses persetujuan tindakan kedokteran dilakukan pada keluarga terdekat atau walinya. 2. Lakukan penilaian keadaan apakah informasi akan memperburuk kondisi pasien. 3. Lakukan pada tempat dan situasi yang membuat pasien nyaman untuk menerima informasi. 4. Tanyakan kepada pasien apakah membutuhkan pendampingan dari keluarga terdekat. 5. Dalam melakukan proses persetujuan tindakan kedokteran sebaiknya dokter didampingi oleh tenaga kesehatan lain. 6. Berikan informasi secara jelas, akurat serta menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien, bila diperlukan dapat dipergunakan alat bantu untuk menjelaskan. 7. Tanya kembali pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan. 8. Beri kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan berdiskusi. Dalam
pemberian
informed
consent
sekurang-kurangnya
memberikan informasi berupa[2] : a. Memberikan informasi dan menjelaskan diagnosa yang telah ditegakkan; b. Menginformasikan sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan;
c. Memanfaatkan urgensinya dilakukan tindakan juga diinformasikan; d. Menginformasikan resiko-resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut; e. Menginformasikan konsekuensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut; f. Menginformasikan estimasi kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
2.
Sesuai Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, terdapat beberapa tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang wajib diberikan informed consent, tindakan tersebut yaitu[4] : a. Semua tindakan pembedahan dan tindakan invasive; b. Semua tindakan anestesi dan sedasi (sedasi sedang dan sedasi dalam) ; c. Semua
tindakan
pemberian
produk
darah
dan
pemberian
produk
darah
dan
komponen darah; d. Semua
tindakan
komponen darah; e. Semua tindakan yang berisiko tinggi; Sedangkan menurut Guwandi J (1991) mengatakan bahwa tindakan medis yang memerlukan informed consent, adalah[4] : a. Tindakan-tindakan yang bersifat invasive dan operatif atau memerlukan pembiusan, baik untuk menegakkan diagnosis maupun tindakan yang bersifat terapeutik. Tindakan yang bersifat invasive contohnya KSM bedah, KSM bedah syaraf, THT, bedah umum, bedah orthopedi, dan lain-lain. b. Tindakan pengobatan khusus, misalnya radioterapik untuk kanker c. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran ataupun uji klinik(berkaitan dengan bioetika)
Dan kondisi yang tidak memerlukan informed consent yaitu[2] : a. Keadaan darurat atau pencegahan kecacatan atau penyelamatan nyawa pasien b. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat c. Pelepasan hak pemberian consent pada pasien d. Clinical privilage yaitu klinik hak istimewa e. Pasien tanpa pendamping yang tidak kompeten memberikan content
3.
Pada poin kedua dalam penjelasan pasal 45 ayat 1 Undang-undang Praktek Kedokteran dinyatakan bahwa persetujuan tindakan medis dapat dilakukan olehbukan pasien apabila pasien dibawah pengampuan, pasien anak-anak (belum dewasa), dan pasien tidak sadar. Berdasarkan dalam ketentuan tersebut maka dapat dipahami apabila terdapat suatu kondisi dimana pasien tidak kompeten untuk memberi persetujuan tindakan medis maka persetujuan haru diberikan oleh wali yang menggantikan pasien (proxy consent). Pada poin ketiga dalam penjelasan pasal 45 ayat a yat 1 Undnag-undang Praktek Kedokteran dijelaskan bahwa yang berhak mewakili pasien dalam hal pasien tidak kompeten untuk memberikan informed contsent adalah orang tua atau keluarga dekat, yaitu orang tua sebagai wali anak dibawah umur, anak dewasa sebagi wali orang tua yang tidak kompeten, suami sebagai wali dari istri, istri sebagai wali dari suami. Apabila orang tua atau keluarga terdekat tidak hadir maka yang terjadi, wali yang mengantar pasien yang diberikan informed consnt atau persetujuan. Dalam pelaksanaan proxy consent ini juga berlaku syarat yang sama, yaitu wali harus kompeten, memperoleh informasi secukupnya, memahami infomasi tersebut dan secara bebas membuat keputusan berdasarkan penjelasan yang telah diberikan. Namun Bertens menyatakan bahwa perlu ditambahkan satu syarat khusus pelaksanaan proxy consent yaitu persetujuan yang diberikan oleh wali harus semata demi kepentingan pasien, bukan kepentingan wali atau pihak lain.[5]
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis informed consent itu ada dua, yaitu[6] : Ramadiyanto A.Y . Informed Consent Sebagai Persetujuan dalam Kontrak Terapeutik Antara Dokter dan Pasien. 1.) Informed consent Adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak kepada dookter untuk melakukan melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu. 2.) proksi consent Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tersebut tidak mampu memberkan consent secara pribadi, dan consent harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik untuk orang banyak. Pada umumnya urutan orang yang dapat memberikan proksi consent adalah suami atau istri, anak, orang tua, saudara kandung, dan lain-lain. Proksi Consent hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan kuat.
4. Bentuk-bentuk Informed consent
Ada dua bentuk Informed consent yaitu: (1) dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); (2) dianggap diberikan, tersirat atau dianggap tela di berikan (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat. Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila
tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis. Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien pada waktu dokter melakukan sikap dan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, laboratoriu m, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Sebelumnya persetujuan jenis ini tidak memerlukan informed consent dalam arti murni karena tidak ada penjelasan sebelumnya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Implied consent dalam bentuk lain, adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak di tempat. Maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (PERMENKES No. 585 tahun 1989, pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai presumed consent. Artinya, bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter. Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain 6: (1) dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; (2) dengan bahasa sempurna secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh ole h pihak lawan; (4) (4 ) dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan; (5) dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan. Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah: 1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri. 2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis. 3. Setiap
tindakan
medis yang
mempunyai risiko
cukup
besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang kuat tentang perlunya tindakan medis yang yang bersangkutan serta risikonya. 4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam. 5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting. 6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent). 5. Dasar hukum informed consent Persetujuan tindakan kedokteran telah diatur dalam pasal 45 UndangUndang No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh
dokter terhadap
pasien
harus mendapat persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengakap, sekurang-kurangnya mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis,tujuan tindakan medis dilakukan, alternatif tindakan lain dan resikonya, resiko dan kolplikasi yang yang munkin terjadi, dan prognosis prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Persetujuan tersebut dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan. Desebutkan didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan pesetujuan.Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentangpersetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu : Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien. 2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak kandung , saudara kandung atau at au pengampunya. 3. Tindakan kedokteran atau kedokter an an gigi selan’’jutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien. 4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien. 5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan. 6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik
didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia dengan peraturan perundang undangan. 7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah te lah pernah menikah,tidak kesadaran fisiknya,
maupun
berkomunukasi
secara
wajar,
tidak
mengalami
kemunduran perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan keputusan secara bebas.
Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran y yang ang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan 2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. 3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien mendapat
penjelasan
yang
diperlukan
tentang
perlunya
tindakan
kedokteran yang dilakukan. Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujaun. 2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan. 3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1) dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat. 4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (2) dapat diberikan dalam ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat diartikan sebagai ungkapan setuju. 5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat ( 2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
a. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan akan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga krsehatan. b. Pasal 56 ayat(1)
Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. c. Pasal 65 ayat (2) Pengambilan organ atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan atau ahli waris atau keluarganya. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
a. Pasal 32 J Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan b. Pasal 32 poin K Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 585/Menkes/Per/IX/ 1989 Tentang Persetujuan TindakanMedis Tindakan Medis Pada Bab 1, huruf (a)
“persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien pada pasien tersebut” tersebut” Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
585
yang
ditindaklanjuti denagn Sk Dirjen Yanmed 21 April 1999 yangmemiliki 8 bab dan 16 pasal yaitu : a. Bab (I) Ketentuan umum pasal (1) b. Bab (II) Persetujuan pasal (2 dan 3) c. Bab (III) Informsi pasal (4,5,6, dan 7 ) d. Bab (IV) Yang berhak memberikan persetujuan pasal (8,9,10, dan 11)
e. Bab (V) Tanggu Jawab pasal (12) f. Bab (VI) Sanksi pasal (13) g. Bab (VII) Ketentuan lainnya pasal (14) h. Bab (VIII) Ketentuan Penutup pasal (15 dan 16) Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed consent berisi sebagai berikut be rikut : a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be actually performed). Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikan-nya dari segi hukum. b. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang tersedia dan serta risi-konya masing-masing (alternative medical prosedure and risk). Dan informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dila kukan (prognosis with and without without medical produce) c. Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan meiliki sehat mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih berumur 21 dalam status telah menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka persetujuan diberikan oleh wali pengampu,bagi mereka yamg berada dibawah umur 21 dan belum menikah diberikan oleh orang tua atau wali atau keluarga terdekat. d. Bila
terdapat
dokter
yang
melakukan
tindakan
medis
tanpa
persetujuan,dilaksanakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin i zin praktik. e. Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam hal berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan dan tanggung jawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara tindakan operasi dan bukan operasi,untuk tindakan operasi harus dokter memberikan informasi ,untuk bukan tindakan operasi sebaiknya dokter yang bersangkutan tetapi dapat juga oleh perawat.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005
Tentang Penyelenggaraan Dokter dan Dokter Gigi ini memiliki Pasal 34 Bagian. Diantara 34 pasal ini salah satu yang mengenai mengenai informed consent yakni pasal 17. 17. Adapun isi dari pasal 17 seperti dibawah ini : Pasal 17
(1) Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahul u harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. (2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat persetujuan dari pasien. (3) Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Surat Keputusan Menteri Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 1983 tentang Kode Etik
Kedokteran Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 34 Tahun 1983 di dalamnya terkandung bebrapa kewajiban kewaji ban yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia. Kewajiban tersesbut meliputi : 1. Kewajiban umum 2. Kewajiban terhadap penderita 3. Kewajiban terhadap teman sejawatnya 4. Kewajiban diri sendiri.
6. Kaidah Dasar Etika Kedokteran Kedokteran Prinsip-prinsip Etika Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB) b beserta eserta kaidah turunannya. Kaidah dasar moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi profesi luhur kedokteran.
Dalam profesi profesi kedokteran dikenal 4
prinsip moral utama, yaitu: 1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination), 2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien; 3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”, Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).
Prinsip Beneficence Beneficence
Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan, kebaikan, kemurahan hati, mengutamakan kepentiang orang lain, mencintai dan kemanusiaan. Beneficence dalam makna yang lebih luas berarti tindakan yang dilakukan untuk kebaikan orang lain. Prinsip moral beneficence adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi kebaikan atau kemanfaatan orang lain (pasien). Prinsip ini digambarkan sebagai alat untuk memperjelas atau meyakinkan diri sendiri (self-evident) dan diterima secara luas sebagai seb agai tujuan kedokteran yang tepat. Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak. Prinsip ini bukanlah satu-satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan satu diantara beberapa prinsip lain yang juga harus dipertimbangkan.
Prinsip ini dibatasi keseimbangan manfaat, resiko, dan biaya (sebagai hasil dari tindakan) serta tidak menentukan pencapaian keseluruhan kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan prinsip ini adalah tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan pribadi. Sebagai contoh, dalam penelitian kedokteran, atas dasar kemanfaatan untuk kepentingan umum sering prosedur penelitian yang membahayakan individu subjek penelitian diperbolehkan. Padahal, terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya juga dipertimbangkan. Prinsip beneficence harus diterapkan baik untuk kebaikan individu seorang pasien maupun kebaikan masyarakat keseluruhan. Beberapa bentuk penerapan prinsip beneficence merupakan komponen penting dalam moralitas. Karena luasnya luasn ya cakupan kebaikan, maka banyak ketentuan-ketentuan dalam praktek (kedokteran) yang baik lahir dari prinsip beneficence ini. Beberapa contoh penerapan prinsip beneficence ini adalah: 1. Melindungi dan menjaga hak orang lain. 2. Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain. 3. Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain. 4. Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan). 5. Menolong orang yang dalam kondisi bahaya. Contoh kasus : Seorang dokter telah lama bertugas disuatu desa terpencil yang sangat jauh dari kota. Sehari-harinya ia bertugas disebuah puskesmas yang hanya ditemani oleh seorang mantri, hal ini merupakan pekerjaan yang cukup melelahkan karena setiap harinya banyak warga desa yang datang berobat karena puskesmas tersebut merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang ada. Dokter tersebut bertugas dari pagi hari sampai sore hari tetapi tidak menutup kemungkinan ia harus mengobati pasien di malam hari bila ada warga desa yang membutuhkan pertolongannya. pertolongannya. Disini dokter tersebut menunjukan bahwa ia melayani pasien tanpa mengenal batas waktu, walaupun sebenarnya ia merasakan kelelahan, tetapi hal tersebut tidak meruntuhkan niatnya untuk menolong pasien,
dokter tersebut juga rela berkorban demi orang lain. Dalam kasus ini, dokter tersebut telah melaksanakan prinsip Beneficence.
Prinsip Non-maleficence Non-maleficence
Prinsip
non-maleficence,
yaitu
melarang
tindakan
yang
membahayakan atau memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “do no harm”. Prinsip ini berhubungan dengan ungkapan Hipokrates yang menyatakan “saya “sa ya akan menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau mencelakakan mereka”. Prinsip non-maleficence sering menjadi pembahasan dalam bidang kedokteran terutama kasus kontroversial terkait dengan kasus penyakit terminal, penyakit serius dan luka serius. Prinsip ini memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan untuk
mempertahankan atau
mengakhiri kehidupan. Penerapannya dapat dilakukan pada pasien yang kompeten maupun tidak kompeten. Pada dasarnya, prinsip nonmaleficence memberikan peluang kepada pasien, walinya dan para tenaga kesehatan untuk menerima atau menolak suatu tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya dalam situasi atau kondisi tertentu. Banyak filosof yang menjadikan prinsip non-maleficence sebagai satu kesatuan dengan prinsip beneficence (mengutamakan tindakan untuk kebaikan
pasien).
Namun,
banyak
juga
yang
membedakannya.
Pertimbangannya antara lain pemikiran bahwa kewajiban untuk tidak membahayakan
atau
mencelakakan
pasien,
tentu
berbeda dengan
kewajiban untuk membantu pasien, walaupun keduanya untuk kebaikan pasien. Contoh kasus: Ada seorang pemuda tidak sadarkan diri dibawa ke sebuah puskesmas, salah satu orang yang membawa pemuda ke pusmemas mengatakan bahwa pemuda tersebut telapak tangan sebelah kanannya masuk kedalam mesin penggiling padi dan setelah 15 menit kemudian
telapak tangan pemuda tersebut baru dapat dikeluarkan dari mesin penggilingan padi. Pada pemeriksaan, dokter mendapati telapak tangan pemuda tersebut hancur. Dokter tersebut bertanya kepada orang-orang yang mengantar pemuda tadi apakah diantara mereka ada keluarga dari pemuda tersebut. Dari serombongan orang tadi keluar ke luar seorang perempuan, dia mengatakan bahwa dia adalah istri dari pemuda tersebut. Dokter tersebut menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindaka yang harus dilakukan adalah amputasi. Disini dokter tersebut menunjukan usahanya yaitu melakukan amputasi dalam hal untuk meminimalisasi akibat buruk yang akan merugikan pasien, seperti kehilangan nyawa akibat pendarahan.
Pinsip Autonomy
Prinsip Autonomy Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti sendiri dan ”nomos” yang yan g berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum. Awalnya otonomi dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau hukum sendiri. Namun kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu yang maknanya bermacam-macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan pribadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya. Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth) 2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others) 3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information) 4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap
pasien
(obtain consent for interventions with patients) 5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others make important decision) Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima semua pihak, sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk melaksanakan atau perform atau perform suatu tugas atau perintah”. Contoh kasus: Seorang perempuan paruh baya datang ke puskesmas dengan mengeluhkan bahwa anaknya sedang diare. Dokter meminta kepada ibu tersebut agar membawa anaknya ke puskesmas. Namun ibu tersebut menolak karena tidak mempunyai uang untuk berobat. Jadi dokter tersebut memberikan obat dan oralit untuk diberikan kepada anak dari ibu tersebut. Dokter menunjukan bahwa setiap keputusan itu beradaditangan pasien, dan dokter tersebut tidak mengintervensikeputusan dari ibu tersebut.
Prinsip Justice
Prinsip Justice diterjemahkan sebagai menegakan keadilan atau kesamaan hak kepada setiap orang (pasien). Definisi lainnya adalah memperlakukan orang lain secara adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya. Situasi yang adil adalah seseorang mendapatkan mendapatkan manfaat atau beban sesuai dengan hak atau kondisinya. Situasi yang
tidak adil adalah tindakan yang salah atau lalai berupa meniadakan manfaat kepada seseorang yang memiliki hak atau pembagian beban yang tidak sama. Prinsip justice lahir dari sebuah kesadaran bahwa jumlah benda dan jasa (pelayanan) itu terbatas, sedangkan yang memerlukan seringkali melabihi batasan tersebut. Prinsip justice kemudian diperlukan dalam pengambilan keputusan tersebut. Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara lain: 1. Untuk setiap orang ada pembagian yang merata (equal share) 2. Untuk setiap orang berdasarkan kebutuhan (need) 3. Untuk setiap orang berdasarkan usahanya (effort) 4. Untuk setiap orang berdasarkan kontribusinya (contribution) 5. Untuk setiap orang berdasarkan manfaat atau kegunaannya (merit) 6. Untuk setiap orang berdasarkan pertukaran pasar bebas (freemarket exchange) Contoh kasus: Pada disuatu pagi ada seorang pasien datang ke puskesmas, ketika ia datang ada 4 pasien yang sedang mengantri. Dokter puskesmas memeriksa me meriksa pasiennya secara se cara teratur menurut nomor urutan agar pemeriksaan berjalan dengan tertib, lancar dan tidak membeda bedakan pasien. Disini dokter tersebut menjalan prinsip justice, yaitu memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Purnama S.G. Modul Etika dan Hukum Kesehatan, Informed Consent. Program Studi Kesehatan Masyarakat, FK, Universitas Udayana. 2016.
View more...
Comments