skenario 2 MPT

May 15, 2018 | Author: Ratna Kurnia Ningsih | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Reaksi Alergi...

Description

Ketua

: Ratna Kurnianingsih

1102012228

Sekretaris

: Mutia Tri Pujianti

11 02012 184

Anggota

: Maya Dwi Anggraeni Putri Erica Raden Agil Widjaya Roesa Da Dahliana Ib Ibrahim Rumi Aulia Selly Viani Septha Amelia Dewi Soraya Dwi Khairunnisa

1102011157 1102012215 1102012221 1102011243 1102012257 1102012267 1102012269 1102012285

1

SKENARIO 2 REAKSI ALERGI Seorang perempuan berusia 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan demam dan sakit menelan sejak 2 minggu yang lalu. Dokter memberikan antibiotik golongan penicilin. Setelah minum antibiotik tersebut timbul gatal dan bentol-bentol merah yang hampir merata diseluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir. Ia memutuskan untuk kembali  berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir, bibir, dan urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat antihistamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-heti dalam meminum obat.

2

SASARAN BELAJAR  LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas LO. 1.1 Definisi Hipersensitivitas LO. 1.2 Klasifikasi Hipersensitivitas LO. 1.3 Pemeriksaan Hipersensitivitas LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I LO. 2.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe I LO. 2.2 Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I LO. 2.3 Manifes festasi asi Kl Klinis Hipersen sensit sitivitas tas Ti Tipe I LO. 2.4 Penanganan Hipersensitivitas Tipe I LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II LO. 3.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe II LO. 3.2 Mekanisme Hipersensitivitas Tipe II LO. 3. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe II LO. 3.4 Penanganan Hipersensitivitas Tipe II LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III LO. 4.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe III LO. 4. 2 Mekani anisme sme Hiperse rsensitivitas Tipe III III LO. 4. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe III LO 4. 4 Penanganan Hipersensitivitas Ti Tipe II III LI. 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV LO. 5. 5. 1 Definisi Hi Hipersensitivitas Ti Tipe IV IV LO. 5. 5. 2 Mekanisme Hi Hipersensitivitas Ti Tipe IV IV LO. 5. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe IV LO. 5. 4 Penanganan Hiperse rsensit sitivitas Tipe IV LI. 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid LO. 6.1 Antihistamin LO. 6.2 Kortikosteroid LI. 7. Memahami dan Menjelaskan Hukum Islam untuk Menentukan 2 Pilihan yang Terbaik 

3

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas LO. 1.1 Definisi Hipersensitivitas Hipersensitiv Hipersensitivitas itas adalah peningkatan peningkatan reaktivitas reaktivitas atau sensitivitas sensitivitas terhadap terhadap antigen antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas  berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut menurut berbagai cara.

(Baratawidjaja, 2009) LO. 1.2 Klasifikasi Hipersensitivitas 

Menurut Waktu Timbulnya Reaksi o Reaksi cepat - Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam - Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi  pelepasan mediator vasoaktif  - Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local o

o



Reaksi intermediet - Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam Reaksi ini meliba melibatka tkan n pemben pembentuk tukkan kan komple kompleks ks imun imun IgG dan kerusa kerusakan kan - Reaksi  jaringan melalui aktivasi komplemen dan sel NK/ADCC - Manifestasi klinis dapet berupa: Reaksi transfusi darah, eritoblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun • Reaksi arthus local dan reaksi sistemik  • Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang • disebabkan oleh sel NK atau sel netrofil Reaksi lambat - Terlihat sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th - Contoh: dermatitis kontak, reaksi tuberculosis.

Menurut Gell dan Coombs

o

o

Hipersensitivitas immediate (tipe I) respon imun dimediasi oleh sel TH2, antibodi IgE, dan sel mast; yang pada akhirnya akan mengeluarkan mediator inflamasi. Hipe Hiperse rsens nsit itiv ivit itas as anti antibo body dy-me -medi diate ated d (tipe (tipe II) anti antibo bodi di IgG IgG dan dan IgM IgM dapa dapatt menginduksi inflamasi dengan mempromosikan fagositosis atau lisis terhadap luka

4

 pada sel. Antibodi juga mempengaruhi fungsi selular dan menyebabkan penyakit tanpatanpa ada luka jaringan. o

o

Hipersensitivitas kompleks imun (tipe III) antibodi IgG dan IgM mengikat antigen yang biasanya ada di sirkulasi darah, dan kompleks antibodi-antigen mengendap di  jaringan yang pada akhirnya akan menginduksi menginduksi proses inflamasi. Hipe Hipers rsen ensi siti tivi vita tass cell cell-m -med edia iate ted d (tip (tipee IV) IV) luka luka selu selule lerr dan dan jari jaring ngan an akan akan menyeb menyebabk abkan an tersin tersintesi tesisny snyaa sel limfosi limfositt T (TH1, (TH1, TH2, TH2, dan CTLs). CTLs). Sel TH2 menginduk menginduksi si lesi yang termasuk termasuk kedalam hipersensitivit hipersensitivitas as tipe I, tidak termasuk  hipersensitivitas tipe IV.

Berdasarkan Berdasarkan penemuan-pe penemuan-penemu nemuan an dalam penelitian penelitian imunologi, imunologi, telah dikembang dikembangkan kan  beberapa modifikasi klasifikasi Gell dan Coombs yang membagi lagi tipe IV dalam  beberapa subtype reaksi. Meskipun reaksi tipe I, II, dan III dianggap sebagai reaksi humoral, sebetulnya reaksi-reaksi tersebut masih memerlukan bantuan sel T atau peran seluler. Oleh karena itu pembagian Gell dan Coombs telah dimodifikasi lebih lanjut seperti terlihat pada table dibawah ini. Klasifikasi Gell dan Coombs yang dimodifikasi (Tipe I-VI) Tipe/mekanisme

I. IgE

Gejala Anafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi, nausea, muntah, sakit abdomen, diare Agranulositosis Anemia hemolitik 

II. sitotoksik (IgG dan IgM)

III. kompleks imun (IgG dan IgM)

Trombositopenia

Pana Panas, s, urti urtika kari ria, a, limfadenopati Serum sickness

Contoh Penisilin dan β-laktam lainnya, enzim, antiserum,  protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin Metamizol, fenotiazin Penisilin, sefalosporin, βlaktam, kinidin, metildopa

Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, kinin, kinidin,  parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat emas atra atralg lgia ia,, β-laktam, sulfonamid, fenotiazin, streptomisin serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit

5

Eksim (juga sistemik) Penisilin, anestetik lokal, eritema, lepuh, pruritus antihistamin topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben), desinfekstan IV. hipersensiti hipersensitivitas vitas Fotoalergi selular 

V. reaksi granuloma

Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik 

Fixed drug eruption

Barbiturat, kinin

Lesi makulopapular 

Penisilin, emas, barbiturat, β blocker  Ekstrak alergen, kolagen larut Hidralazin, prokainamid Antibodi terhadap insulin (IgG)

Granuloma

VI. hipersensiti hipersensitivitas vitas (LE yang diinduksi obat) stimulasi Resistensi insulin

LO. 1.3 Pemeriksaan Hipersensitivitas Hipersensitivitas Ada beberapa macam tes alergi, yaitu : 1. Skin Prick Test (Tes (Tes tusuk tusuk kulit). kulit). Tes ini untuk memeriksa memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunak menggunakan an jarum khusus (panjang (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan menimbulkan luka,  berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit. Bila positif  alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal. Syarat tes ini : - Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya. - Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.

2. Patch Patch Tes Tes (Tes Temp Tempel) el).. Tes Tes ini ini untu untuk k meng menget etah ahui ui aler alergi gi kont kontak ak terha terhada dap p baha bahan n kimi kimia, a, pada pada peny penyak akit it dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak  kemerahan dan melenting pada kulit. Syarat tes ini : -

Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.

6

-

2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti  bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.

3. RAST (Radio Allergo Allergo Sorbent Sorbent Test). Test). Tes Tes ini ini untu untuk k meng menget etah ahui ui aler alergi gi terh terhad adap ap alerg alergen en hiru hirup p dan dan maka makana nan. n. Tes Tes ini ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan  dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.

4. Skin Skin Test Test (Tes (Tes kulit kulit). ). Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul,bentol,merah,gatal. 5. Tes Provokasi. Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek  alergi. Tes provokasi provokasi bronkial bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, dipakai, karena tidak nyaman untuk untuk pasien pasien dan berisik berisiko o tinggi tinggi terjadi terjadinya nya seranga serangan n asma asma dan syok. syok. tes provok provokasi asi  bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.

Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo Control) atau atau uji uji samar samar gand ganda. a. cara carany nyaa pasie pasien n minu minum m obat obat deng dengan an dosis dosis dina dinaik ikka kan n secara secara  bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit. Dalam satu s atu hari hanya  boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I LO. 2.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe I Reaksi hipersensitivi hipersensitivitas tas tipe I merupakan merupakan reaksi alergi yang terjadi karena karena terpapar  terpapar  antigen spesifik yang dikenal sebagai alergen. Terpapar dengan cara ditelan, dihirup,

7

disu disunt ntik ik,, atau ataupu pun n kont kontak ak langs langsun ung. g. Perb Perbed edaa aan n antar antaraa respo respon n imun imun norm normal al dan dan hipersensitivitas tipe I adalah adanya sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma.

Mediator yang sudah ada dalam granula sel mast Terdapat 3 jenis mediator yang penting yaitu histamin, eosinophil chemotactic factor of  anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemoctatic factor ( factor ( NCF   NCF ). ).

1. Histamin Hista Histami min n dibe dibent ntuk uk dari dari asam asam amin amino o hist histid idin in deng dengan an peran perantar taraa aan n enzi enzim m histi histidi din n dekarboksil dekarboksilase. ase. Setelah Setelah dibebaskan, dibebaskan, histamin dengan cepat dipecah dipecah secara enzimatik  serta berada dalam jumlah kecil dalam cairan jaringan dan plasma. Kadar normal dalam  plasma adalah kurang dari 1 ng/μL akan tetapi dapat meningkat meningkat sampai 1-2 ng/μL setelah uji provokasi dengan alergen. Gejala yang timbul akibat histamin dapat terjadi dalam  beberapa menit berupa rangsangan terhadap reseptor saraf iritan, kontraksi otot polos, serta peningkatan permeabilitas vaskular. Manifestasi Manifestasi klinis klinis pada berbagai organ tubuh bervariasi. Pada hidung hidung timbul timbul rasa gatal, hipersekresi dan tersumbat. Histamin yang diberikan secara inhalasi dapat menimbulkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Gejala kulit adalah reaksi gatal berupa wheal and flare, flare , dan pada saluran cerna adalah hipersekresi asam lambung, kejang usus, dan diare. Histamin mempunyai peran kecil pada asma, karena itu antihistamin antihistamin hanya dapat mencegah mencegah sebagian gejala alergi pada mata, hidung dan kulit, kulit, tetapi tidak pada bronkus. Kadar histamin yang meninggi dalam plasma dapat menimbulkan gejala sistemik berat (anafilaksis). Histamin mempunyai peranan penting pada reaksi fase awal setelah kontak  dengan alergen (terutama pada mata, hidung dan kulit). Pada reaksi fase lambat, histamin membantu timbulnya reaksi inflamasi dengan cara memudahkan migrasi imunoglobulin dan sel peradangan ke jaringan. Fungsi ini mungkin bermanfaat pada keadaan infeksi. Fungsi histamin dalam keadaan normal saat ini belum banyak diketahui kecuali fungsi  pada sekresi lambung. Diduga histamin mempunyai peran dalam regulasi tonus mikrov mikrovask askula ular. r. Melalu Melaluii resepto reseptorr H2 diperk diperkirak irakan an histam histamin in juga juga mempun mempunyai yai efek  efek  modulasi respons beberapa sel termasuk limfosit.

2. Faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A) Mediator ini mempunyai efek mengumpulkan dan menahan eosinofil di tempat reaksi radang radang yang yang diperan diperan oleh oleh IgE (alerg (alergi). i). ECF-A ECF-A merupa merupakan kan tetrap tetrapept eptida ida yang yang sudah sudah terbentuk dan tersedia dalam granulasi sel mast dan akan segera dibebaskan pada waktu degranulasi (pada basofil segera dibentuk setelah kontak dengan alergen). Mediator lain yang juga bersifat kemotaktik untuk eosinofil ialah leukotrien LTB4 yang terdapa terdapatt dalam dalam beberap beberapaa hari. hari. Walaup Walaupun un eosino eosinofil filia ia merupa merupakan kan hal yang yang khas khas pada pada  penyakit alergi, tetapi tidak selalu patognomonik untuk keterlibatan sel mast atau basofil karena ECF-A dapat juga dibebaskan dari sel yang tidak mengikat IgE.

3. Faktor kemotaktik neutrofil (NCF) 8

 NCF (neutrophyl chemotactic factor ) dapat ditemukan pada supernatan fragmen paru manusia manusia setelah provokasi provokasi dengan dengan alergen alergen tertentu. tertentu. Keadaan ini terjadi terjadi dalam beberapa menit dalam sirkulasi penderita asma setelah provokasi inhalasi dengan alergen atau setelah setelah timbul timbulnya nya urtika urtikaria ria fisik fisik (dingi (dingin, n, panas panas atau sinar sinar mataha matahari). ri). Oleh Oleh karena karena mediat mediator or ini terbent terbentuk uk dengan dengan cepat cepat maka maka diduga diduga ia merupa merupakan kan mediato mediatorr primer primer.. Mediator tersebut mungkin pula berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat yang akan menyebabkan banyaknya neutrofil di tempat reaksi. Leukotrien LTB4 juga  bersifat kemotaktik terhadap neutrofil.  Mediator yang terbentuk terbentuk kemudian kemudian

Mediator yang terbentuk kemudian terdiri dari hasil metabolisme asam arakidonat, faktor  aktivasi trombosit, serotonin, dan lain-lain. Metabolisme asam arakidonat terdiri dari  jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang masing-masing akan mengeluarkan  produk yang berperan sebagai mediator bagi berbagai proses inflamasi.

1. Produk siklooksigenase Pertubasi membran sel pada hampir semua sel berinti akan menginduksi pembentukan satu atau lebih produk siklooksigenase yaitu prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) serta tromboksan A2 (TxA2). Tiap Tiap sel memp mempun unya yaii prod produk uk spesi spesifik fik yang yang berb berbed eda. a. Sel Sel mast mast manu manusia sia misal misalny nyaa membentuk PGD2 dan TxA2 yang menyebabkan kontraksi otot polos, dan TxA2 juga dapat mengaktivasi mengaktivasi trombosit. trombosit. Prostaglandin Prostaglandin juga dibentuk oleh sel yang berkumpul berkumpul di mukosa bronkus selama reaksi alergi fase lambat (neutrofil, makrofag, dan limfosit). Prostag Prostaglan landin din E mempun mempunyai yai efek dilata dilatasi si bronku bronkus, s, tetapi tetapi tidak tidak dipaka dipakaii sebaga sebagaii obat obat  bronkodilator karena mempunyai efek iritasi lokal. Prostaglandin F (PGF2) dapat menimbulkan kontraksi otot polos bronkus dan usus serta meningkatkan permeabilitas vaskular. Kecuali PGD2, prostaglandin serta TxA2 berperan terutama sebagai mediator  sekunder yang mungkin menunjang terjadinya reaksi peradangan, akan tetapi peranan yang pasti dalam reaksi peradangan pada alergi belum diketahui.

2. Produk lipoksigenase Leukotrien merupakan produk jalur lipoksigenase. Leukotrien LTE4 adalah zat yang membentuk  slow  slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A). Leukot Leukotrien rien LTB4 LTB4 merupakan kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil, sedangkan LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah zat yang dinamakan SRS-A. Sel mast manusia banyak menghasilkan produk  lipoks lipoksige igenas nasee serta serta merupa merupakan kan sumber sumber hampir hampir semua semua SRS-A SRS-A yang yang dibeba dibebaskan skan dari dari  jaringan paru yang tersensitisasi.

Mediator primer utama pada hipersensitivitas tipe I

9

Mediator Histamin

ECF-A  NCF-A Protease (Triptase, se, krim rimase) se)

Eosino inophil Ch Chemotactic Fact actor  Neutrofil Chemotactic Factor Hidrolase Asam PAF  NCA BK-A Proteoglikan

Enzim

Efek  H1: Permeabilitas vaskular meningkat, vasodilatasi, kontraksi otot polos H2: Sekresi mukosa gaster, aritmia jantung H3: SSP H4: Eosinofil Kemotaksis eosinofil Kemotaksis neutrofil Sekresi mukus bronkial, degradasi asi, membran  basal pembuluh darah, pembentukan produk  produk   pemecahan komplomen Kemotakt aktik un untuk eo eosin sinofil Kemotaktik untuk neutrofil Degradasi matriks ekstraseluler   Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru Kemotaksis neutrofil Kalikrein: kininogenase Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah komplemen yang menimbulkan koagulasi Kimase, triptase, proteolisis

Mediator sekunder utama pada hipersensitivitas Tipe I Mediator LTR (SRS-A)

PG

Bradikinin

Sitokin IL-1 dan TNF-α IL-4 dan IL-13 IL-3, IL-5, IL-6, IL-10, TGF-β dan GM-CSF IL4, PMN, demam TNF- α FGF Inhibitor protease Lipoksin Leuko eukotr trin in (LT (LTC4 LTD4 LTD4 LTE4) TE4) Leukotrin B4, 15-HETE

Efek  Peningkatan permeabilitas vascular, vasodilatasi, sekresi mucus, kontraksi otot  polos paru, kemotaktik neutrofil Vasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi trombosit, kemotaktik neutrophil,  potensiasi mediator lainnya. Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri Bervariasi Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM pada sel endotel venus Peningkatan produksi IgE Berbagai efek (dapat dilihat pada sitokin) Aktivasi monosit, eosinophil, demam Fibrosis Mencegah kimase Bronkokonstriksi Kon Kontrak traksi si otot tot pol polo os (ja (jan ngka gka lam lama) a),, meningkatkan permeabilitas, kemotaksis Sekresi mucus 10

PAF

Kemotaksis, (terutama eosinophil),  bronkospame

LO. 2.2 Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut: 1. Fase Sensitisa yaitu waktu waktu yang yang dibutu dibutuhka hkan n untuk untuk pemben pembentuk tukan an IgE sampai sampai Sensitisasi si, yaitu diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil. 2. Fase Aktivasi , yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. 3.

Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek  mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik 

Pajanan Pajanan dengan dengan mengaktifk mengaktifkan an sel Th2 yang merangsang merangsang sel B berkembang berkembang menjadi menjadi sel  plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil (banyak molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1). Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu penglepasan penglepasan mediator mediator farmakologis farmakologis aktif (amin vasoaktif) vasoaktif) dari sel mast dan basofil. basofil. Mediator-med Mediator-mediator iator tersebut menimbulkan menimbulkan kontraksi kontraksi otot polos, polos, meni mening ngka katk tkan an perm permeab eabil ilita itass vask vaskul ular ar dan dan vaso vasodi dila lata tasi, si, keru kerusa saka kan n jarin jaringa gan n dan dan anafilaksis.

LO. 2.3 Manifestasi Klinik Hipersensitivitas Tipe I a. Reaksi lokal Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang  biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk  menunj menunjukk ukkan an reaksi reaksi Tipe Tipe 1 adalah adalah dituru diturunka nkan n dan disebu disebutt atopi. atopi. Sediki Sedikitny tnyaa 20%  populasi menunjukkan penyakit yang terjadi ter jadi melalui IgE seperti s eperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel 11

mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.  b. Reaksi sistemik – anafilaksis Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacanga kacang-kacangan), n), obat atau sengatan serangga dan  juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi. c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid Reaksi pseudoalergi pseudoalergi atau anafilaktoi anafilaktoid d adalah reaksi sistemik sistemik umum yang melibatkan melibatkan  pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme  pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, urtikaria, bronkospasme, bronkospasme, anafilaksis, anafilaksis, pruritis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, serupa, sehingga sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk  menimbulka menimbulkan n sensitasi. sensitasi. Reaksi anafilaktoid anafilaktoid dapat ditimbulk ditimbulkan an antimikrob antimikroba, a, protein, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

Jenis Alergi

Alergen Umum

Anafilaksis

Obat, serum, kacangkacangan

Urtikaris akut Rinitis al alergi

Sengatan serangga Polen, tu tungau de debu ru rumah

Asma

Polen, tungau debu rumah

Makanan

Kerang, susu, telur, ikan,  bahan asal gandum

Ekzem atopi

Polen, tungau debu runah,  beberapa makanan

Gambaran Edema dengan peningkatan  permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian Bentol, merah Edema da dan ir iritasi mu mukosa na nasal Konstriksi bronkial, peningkatan  produksi mukus, inflamasi saluran nafas Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis Inflamasi pada kulit yang terasa gatal,  biasanya merah dan ada kalanya vesikular 

LO. 2.4 Penanganan Hipersensitivitas Tipe I 12

Usaha penanganan dan pengobatan apabila terserang reaksi hipersensitivitas tipe I adalah sebagai berikut : o Ringan : - Stop Alergen - Beri eri an anti hista istam min o

Sedang : - Sama Sama deng dengan an pena penata talak laksan sanaan aan dera deraja jatt ringa ringan n dita ditamb mbah ah amin aminof ofili ilin n atau atau inje injeks ksii adrenalin1/1000 0,3 ml SC/IM. Dapat diulang tiap 10-15menit sampai sembuh, maksimal 3 kali - Aman Amanka kan n jala jalan n nafa nafas, s, oks oksig igen enasi asi

o

Berat (Syok) : - Sama Sama deng dengan an pena penata tala laks ksan anaa aan n deraj derajat at sedan sedang g dita ditamb mbah ahpo posis sisii terl terlen enta tang ng,, kaki kaki diatas - Infu Infuss Nac Nacll 0,9 0,9 %/ D5% D5% - Hidrok Hidrokort ortiso ison n 100 100 mg atau atau deks deksame ametaso tason n IV tiap tiap 8 jam jam - Bila gatal gatal : beri difenh difenhidrami idramin n Hcl 60-80 mg IV secarapelan secarapelan > 3 menit menit - Jika Jika alergen alergen adalah adalah suntik suntikan, an, pasang pasang manset manset diatasbe diatasbekas kas suntika suntikan n (dilepas (dilepas setiap 10-15 menit) dan beriadrenalin 0,1-0,5 ml IM pada bekas suntikan - Awasi Awasi tensi tensi,, nadi nadi,, suhu suhu tiap tiap 30 menit menit - Sete Setela lah h semu semuaa upay upayaa dila dilaku kuka kan, n, jika dalam dalam 1 jam jam tida tidaka kada da perb perbai aika kan n ruju rujuk k ke RSUD

Penanganan menurut gambaran klinik: 1. Anafil Anafilato atoksi ksiss local local •

Menghindari allergen dan makanan yang dapat menyebabkan alergi.



Bila Bila allerg allergen en sulit sulit dihind dihindari ari (sepert (sepertii pollen pollen,, debu, debu, spora, spora, dll) dll) dapat dapat diguna digunakan kan antihi antihistam stamin in untuk untuk mengha menghamba mbatt pelepa pelepasan san histam histamine ine dari dari sel matosi matosit, t, sepert sepertii Chromo Chromolyn lyn sodium sodium mengha menghamba mbatt degran degranula ulasi si sel mast mast kemung kemungkin kinan an dengan dengan menghambat influx Ca.



Bila Bila terjadi terjadi sesak sesak nafas nafas pengob pengobatan atan dapat dapat berupa berupa bronko bronkodit ditalo alorr (leuko (leukotri triene ene receptor blockers. Seperti Singulair, Accolate) yang dapat merelaksasi otot bronkus dan ekspektoran yang dapat mengeluarkan mucus.

2. Anafil Anafilato atoksi ksiss sistemik  sistemik 

13



Pengobatan harus dilakukan dengan cepat dengan menyuntikan epinefrin (meningkatkan tekanan darah) atau antihistamin (memblok pelepasan histamine) secara intravena.

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II LO. 3.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe II Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel  pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan. Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik.

LO. 3.2 Mekanisme Hipersensitivitas Tipe II Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut : 1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence 2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk  Fc 3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen Hiperse Hipersensi nsitiv tivita itass tipe tipe II diperan diperantara taraii oleh oleh antibo antibodi di yang yang diarah diarahkan kan untuk untuk melawan melawan antigen target pada permukaan sel atau komponen jaringan lainnya. Antigen tersebut dapat merupakan molekul intrinsic normal bagi membrane sel atau matriks ekstraseluler  atau dapat dapat merupa merupakan kan antige antigen n eksoge eksogen n yang yang diabso diabsorbs rbsii (misaln (misalnya ya metabo metabolit lit obat). obat). Respon hipersensitivitas disebabkan oleh pengikatan antibodi yang di ikuti salah satu dari tiga mekanisme bergantung antibodi, yaitu: 1. Opsonisasi Opsonisasi dan Fagositosis Fagositosis yang yang diperantarai diperantarai Komplemen Komplemen dan Fc dan Fc Receptor  Sel-sel Sel-sel yang yang menjad menjadii target target antibodi antibodi diopso diopsonis nisasi asi oleh oleh moleku molekul-mo l-molek lekul ul yang yang mampu mampu menari menarik k fagosi fagosit, t, sehingg sehinggaa sel-sel sel-sel tersebu tersebutt mengal mengalami ami deplesi deplesi.. Saat antibodi antibodi (IgG/IgM) (IgG/IgM) terikat terikat pada permukaan sel, terjadi pengaktifan pengaktifan sistem komplemen. komplemen. Aktivasi Aktivasi komplemen terutama menghasilkan C3b dan C4b, yang akan terikat pada permukaan sel. C3b dan C4b ini akan dikenali oleh fagosit yang mengekspresikan reseptor C3b dan C4b. Sebagai tambahan, sel-sel yang di-opsonisasi oleh antibodi IgG dikenali oleh fagosit reseptor reseptor Fc. Hasil akhirnya akhirnya yaitu fagositosis fagositosis dari sel yang di-opsonisasi, di-opsonisasi, kemudian kemudian sel tersebut dihancurkan. Aktivasi komplemen juga menyebabkan terbentuknya membrane attack complex, complex, yang mengganggu integritas membran dengan membuat ‘lubang-lubang’ menembus lipid bilayer, sehingga terjadi lisis osmotik sel. Keru Kerusak sakan an sel yang yang dime dimedi diasi asi anti antibo bodi di dapa dapatt terja terjadi di mela melalu luii pros proses es lain lain yait yaitu u antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC). (ADCC). Bentuk jejas yang ditimbulkan tidak  14

melibatkan fiksasi komplemen melainkan membutuhkan kerjasama leukosit. Sel yang di selubungi dengan IgG konsentrasi rendah lalu dibunuh oleh berbagai macam sel efektor  yang berikatan berikatan pada sel target dengan reseptor reseptor untuk fragmen Fc dari IgG dan sel akan lisis lisis tanpa tanpa mengal mengalami ami fagosito fagositosis. sis. ADCC ADCC dapat dapat diperan diperantara taraii oleh oleh berbag berbagai ai macam macam leukosit, termasuk neutrofil, eosinofil, makrofag, dan sel NK. Meskipun secara khusus ADCC diperantarai oleh antibodi IgG, dalam kasus tertentu (misalnya, pembunuhan  parasit yang diperantarai oleh eosinofil) yang digunakaan adalah IgE. Peran dari ADCC dalam hipersensitivitas masih belum dapat dipastikan. 2. Inflamasi Inflamasi yang diperantarai diperantarai Komplem Komplemen en dan Fc dan Fc Receptor  Saat Saat antibo antibodi di terikat terikat pada pada jaringa jaringan n ekstras ekstraselu elular lar (membr (membran an basal basal dan matrik matriks), s), kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel. Antibo Antibodi di yang yang terikat terikat tersebu tersebutt akan akan mengak mengaktifk tifkan an komple komplemen men,, yang yang selanj selanjutn utnya ya menghasilkan terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama juga  berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif, melepaskan bahan-bahan  perusak (enzim dan intermediate oksigen reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan  jaringan. Reaksi ini berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ  grafts.  grafts. 3. Disfungsi Disfungsi sel yang yang diperantara diperantaraii oleh antibody antibody Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Oleh karena itu, pada miastenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin dalam motor  end-plate otot-otot rangka mengganggu transmisi neuromuskular disertai kelemahan otot. Dari Dari pemb pembah ahas asan an di atas atas,, dapat apat disi disimp mpul ulk kan bahwa ahwa prin rinsip sip dari dari reak reaksi si hipersensitivitas tipe II adalah adanya mediasi dari antibodi untuk menyebabkan sitolitik   pada sel terinfeksi melalui opsonisasi antigen yang menempel pada permukaan membran sel. Kasus pada pemicu akibat adanya pengaruh obat bisa menjadi reaksi hipersensitivitas tipe II melalui adanya pembentukan kompleks antigen-antibodi. Namun, hal tersebut sulit untuk dibuktikan karena efek reaksi obat yang begitu cepat lebih mengarah pada adanya anafilaktik obat yang merupakan manifestasi dari reaksi hipersensitivitas tipe I.

LO. 3. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe II Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun . Reaksi Transfusi a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.  b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena karena antiB antiB isohem isohemagl agluti utinin nin berika berikatan tan dengan dengan sel darah darah B yang yang menimb menimbulk ulkan an kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat . - Reaksi cepat Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam  beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring disar ing melalui ginjal ginjal dan menimb menimbulk ulkan an hemagl hemaglobi obinur nuria. ia. Bebera Beberapa pa hemagl hemaglobi obin n diubah diubah menjad menjadii  bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala Gejala khas khas : Demam, Demam, menggi menggigil gil,, nausea, nausea, bekuan bekuan dalam dalam pembul pembuluh uh darah, darah, nyeri nyeri  pinggang bawah, dan hemoglobinuria. hemoglobinuria. 15

- Reak eaksi lambat Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy. Reaksi Antigen Rhesus Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi  baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah ( ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagia sebagian n eritro eritrositn sitnya ya ke dalam dalam sirkula sirkulasi si ibu waktu waktu partus partus.. Hanya Hanya ibu yang sudah sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak  yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor  Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi. Anemia Hemolitik autoimun Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi terjadi anemia anemia yang yang progre progresif. sif. Antib Antibodi odi yang yang dibent dibentuk uk berupa berupa agluti aglutinin nin panas panas atau dingin, tergantung dari suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi. Antibiotik tertentu seperti penicilin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif. (Baratawidjaja, 2009) Reaksi Obat Obat Obat dapa dapatt bert bertin inda dak k seba sebaga gaii hapt hapten en dan dan diik diikat at pada pada perm permuk ukaa aan n eritr eritros osit it yang yang menimb menimbulk ulkan an pemben pembentuk tukan an Ig dan kerusa kerusakan kan sitotok sitotoksik sik.. Sedorm Sedormid id dapat dapat mengik mengikat at trombo trombosit sit dan Ig yang yang dibent dibentuk uk terhada terhadapny pnyaa akan akan mengha menghancu ncurka rkan n trombo trombosit sit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah.

LO. 3.4 Penanganan Hipersensitivitas Tipe II Untu Untuk k peny penyak akit it akib akibat at hipe hipers rsen ensi siti tivi vita tass tipe tipe II ini ini tida tidak k ada ada obat obatny nya, a, kare karena na  patogenesisnya adalah antibodi tubuhnya sendiri. Usaha penanganan yang dilakukan untuk penderita reaksi hipersensitivitas tipe II hanya bertujuan mengendalikan gejala saja.

LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III LO. 4.1 Definisi Hipersensitivitas Tipe III 16

Hipersensitivitas tipe III adalah reaksi imun kompleks antigen-antibodi. Kompleks antigen-anti antigen-antibodi bodi menstimulu menstimuluss inflamasi inflamasi pada jaringan jaringan seperti dinding kapiler. kapiler. AntigenAntigenantibodi antibodi kompleks kompleks dapat merangsang merangsang respon inflamasi inflamasi akut yang mengarah mengarah aktivasi aktivasi komplemen dan leukosit PMN infiltrasi. Kompleks imun terbentuk baik oleh antigen eksogen eksogen seperti dari mikroba atau dengan antigen endogen seperti DNA. Mediasi imun kompleks dapat berupa sistemik atau lokal. Pada sistemik, antigen-antibodi kompleks diproduksi diproduksi dalam sirkulasi, sirkulasi, disimpan disimpan dalam jaringan, jaringan, dan memulai peradangan. peradangan. Imun kompleks disimpan dalam jaringan, komplemen komplemen adalah tetap, dan PMNs adalah tertarik  ke situs. Enzim lisosomal dilepaskan, mengakibatkan cedera jaringan.

LO. 4. 2 Mekanisme Hipersensitivitas Hipersensitivitas Tipe III

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi menjadi masalah pada reaksi hipersensiti hipersensitivitas vitas tipe III adalah kompleks kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau  jaringan. 1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah Makrof Makrofag ag yang yang diakti diaktifka fkan n kadang kadang belum belum dapat dapat menyin menyingki gkirka rkan n kompl kompleks eks imun imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: o Agregasi trombosit o Aktivasi makrofag o Perubahan permeabilitas vaskuler  Aktivasi sel mast o Produksi dan pelepasan mediator inflamasi o o Pelepasan bahan kemotaksis o Influks neutrofil 17

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan Hal yang yang memung memungkin kinkan kan komple kompleks ks imun imun mengen mengendap dap di jaring jaringan an adalah adalah ukuran ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast. Hipersensitifitas ini terjadi karena adanya reaksi antara antigen dan antibodi yang mengendap dalam jaringan yang dapat  berkembang menjadi kerusakan pada jaringan tersebut. Reaksi ini terjadi jika antigen  berada dalam bentuk larutan lar utan dan dapat terjadi baik pada jaringan atau sirkulasi. Potensi  patogenik kompleks imun tergantung pada ukurannya. Ukuran agregat yang besar akan mengikat komplemen dan segera dibersihkan dari peredaran darah oleh sistem fagosit mononuklear sedang agregat yang lebih kecil ukurannya cenderung diendapkan pada  pembuluh darah. Di sana, terjadi dimulai kerusakan melalui ikatan reseptor Fc dan komponen komplemen pada permukaan endotel yang berakibat pada kerusakan dinding  pembuluh darah. Contoh kasus kasus reaksi tipe III ialah vaskulitis nekrotikans.

Antigen yang membentuk kompleks imun dapat berasal dari luar, seperti protein asing yang yang diinje diinjeksi ksikan kan atau atau dihasil dihasilkan kan mikrob mikroba. a. Juga, Juga, berasal berasal dari dari dalam dalam jika jika seseora seseorang ng mengha menghasil silkan kan antibo antibodi di melawa melawan n kompo komponen nennya nya sendiri sendiri (autoi (autoimun mun). ). Penyak Penyakit it yang yang dimediasi oleh kompleks imun ini dapat bersifat sistemik jika terbentuk di sirkulasi dan terdepo terdeposit sit pada pada berbag berbagai ai organ organ atau atau terloka terlokalis lisasi asi pada pada organ organ tertent tertentu u seperti seperti ginjal ginjal (glome (glomerul rulone onefrit fritis) is),, sendi sendi (artrit (artritis) is) atau pembul pembuluh uh darah darah kecil kecil pada pada kulit. kulit. Reaksi Reaksi hiperse hipersensi nsitif tifita itass tipe tipe III setempa setempatt dapat dapat dipicu dipicu dalam dalam jaringa jaringan n kulit kulit indivi individu du yang yang tersens tersensiti itisasi sasi,, yang yang memilik memilikii antibo antibodi di IgG yang yang spesifi spesifik k terhada terhadap p antige antigen n pemicu pemicu sensitisasi tersebut. Apabila antigen disuntikan ke dalam individu tersebut, IgG yang telah berdifusi ke jaringan kulit akan membentuk senyawa kompleks imun setempat. Komp Komple lek k imun imun terseb tersebut ut akan akan meng mengik ikat at resep resepto torr Fc pada pada perm permuk ukaa aan n sel sel dan dan juga juga mengaktifkan komplemen sehingga C5a yang terbentuk akan memicu r espon peradangan setempat disertai

LO. 4. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe III

18

Manifes Manifestasi tasi khas khas : reaksi reaksi lokal lokal sepert sepertii Arthus Arthus dan sistemi sistemik k seperti seperti serum serum sicknes sickness, s, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES . A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebu tersebutt adalah adalah fenome fenomena na Arthus Arthus yang yang merupa merupakan kan bentuk bentuk reaksi reaksi komple kompleks ks imun. imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis. Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut : 1. Neutrofil Neutrofil menempel menempel pada endotel vaskular vaskular kemudian kemudian bermigrasi bermigrasi ke jaringan jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di  jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis. 2. C3a dan C5a yag terbent terbentuk uk saat aktivasi aktivasi komple komplemen men meningka meningkatka tkan n permea permeabil bilitas itas  pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor faktor kemota kemotakti ktik k sehing sehingga ga menari menarik k neutro neutrofil fil dan trombo trombosit sit ke tempat tempat reaksi. reaksi.  Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah. 3. Neutrofil Neutrofil akan memakan memakan kompleks kompleks imun kemudian kemudian akan melepas bahan-baha bahan-bahan n seperti  protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat. B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness Antibo Antibodi di yang berperan berperan dalam dalam reaksi ini adalah adalah IgG atau IgM dengan dengan mekani mekanisme sme sebagai berikut: 1. Komple Komplemen men yang yang telah telah terakt teraktiva ivasi si melepa melepaska skan n anafila anafilatok toksin sin (C3a (C3a dan C5a) yang yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 2. Kompleks Kompleks imun lebih mudah diendapk diendapkan an di daerah dengan dengan tekanan darah yang yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata) 3. Komple Komplemen men juga juga menimb menimbulk ulkan an agrega agregasi si trombo trombosit sit yang yang memben membentuk tuk mkrotr mkrotrom ombi bi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi. 4. Neut Neutro rofil fil deik deikera erahk hkan an untu untuk k meng mengha hanc ncur urka kan n komp komplek lekss imun imun.. Neut Neutro rofil fil yang yang terperan terperangka gkap p di jaring jaringan an akan akan sulit sulit untuk untuk memaka memakan n komple kompleks ks tetapi tetapi akan akan tetap tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan  jaringan. 5. Makrof Makrofag ag yang yang dikerah dikerahkan kan ke tempat tempat tersebu tersebutt juga juga meleask meleaskan an mediat mediator-m or-medi ediato ator  r  antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di  beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik sistemik (arteritis), (arteritis), glomerulon glomerulonefritis, efritis, dan artiritis. artiritis. Reaksi tersebut dinamakan dinamakan reaksi Pirquet dan Schick. Penyakit oleh kompleks imun

Penyakit

Spesifitas an antibody

Mekanisme

Manifestasi klinopatologi 19

Lupus Lupus eritema eritematos tosus us DNA, DNA, nucleo nucleopro protein tein

Inflam Inflamasi asi dipera diperanta ntarai rai  Nefritis, vaskulitis, komlplemen dan arthritis reseptor Fc

Poliarteritis Poliarteritis nodo nodosa sa Antigen Antigen permukaan permukaan virus hepatitis B

Inflamasi diperantarai Vaskulitis komplemen dan reseptor Fc

Glomreulonefritis  post-streptokokus

Inflamasi diperantarai  Nefritis komplemen dan reseptor Fc

Antigen dinding sel streptokokus

LO 4. 4 Penanganan Penanganan Hipersensitivitas Tipe III Pengobatan dan penanganan penderita reaksi hipersensitivitas tipe III antara lain : 1. Obat anti-inflamasi\antihistamin 2. Menghindari sejumlah besar antigen dan berhati-hati terhadap immunisasi dan antitoksin.

LI. 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV LO. 5. 1 Definisi Hipersensitivitas Tipe IV Reaksi hipersensitivitas type IV disebut juga reaksi hipersensitivitas type lambat yang diperantarai oleh sistem imun selular, yaitu melalui perantara sel T yang tersensitisasi secara khusus dan bukan diperantarai antibody. Reaksi hipersensitivitas type IV dibagi menjadi dua type dasar yaitu: 1. Delayed type hypersensitivity (DTH) yang diinisiasi oleh sel T CD4+ 2. T cell mediated cytolysis / sitotoksitas sel langsung yang diperantarai oleh sel T CD8+ Pada hipersensitivitas type lambat, sel T CD4+ type TH1 menyekresikan sitokin sehingga menyebabkan adanya perekrutan sel-sel lain, terutama makrofag, yang merupakan sel efektor yang utama. Sedangkan pada sitotoksitas selular, sel T CD8+ sitotoksik menjalankan fungsi efektor.

LO. 5. 2 Mekanisme Hipersensitivitas Hipersensitivitas Tipe IV Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV : a. Fase Fase sensi sensitas tasii Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) 20

menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).  b. Fase efektor  Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan : - Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua. - Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar. - Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2. Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi. Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis, Lesmaniasis dan Sarkoidasis .

LO. 5. 3 Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe IV Manifestasi khas : Dermatitis kontak, Lesi tuberculosis dan penolakan tandur . - Dematitis kontak  Merup Merupak akan an peny penyak akit it CD8+ CD8+ yang yang terja terjadi di akib akibat at kont kontak ak deng dengan an baha bahan n yang yang tida tidak  k   berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH). - Hipersensitivitas tuberkulin Bentuk Bentuk alergi alergi spesifi spesifik k terhada terhadap p produk produk filtrat filtrat (ekstra (ekstrak/P k/PPD) PD) biakan biakan Mycoba Mycobacte cterium rium tuberculosis tuberculosis yang apabila apabila disuntikan disuntikan ke kulit (intrakutan), (intrakutan), akan menimbulk menimbulkan an reaksi ini  berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10  pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+. - Reaksi Jones Mote Reaksi Reaksi terhada terhadap p antige antigen n protei protein n yang yang berhub berhubung ungan an dengan dengan infilt infiltrasi rasi basofi basofill yang yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas  basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund. - Penyakit CD8+ Kerusakan Kerusakan jaringan jaringan terjadi terjadi melalui melalui sel CD8+/CTL/T CD8+/CTL/Tcc yang langsung membunuh membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.

LO. 5. 4 Penanganan Hipersensitivitas Hipersensitivitas Tipe IV Pengob Pengobata atan n menggu menggunak nakan an imunos imunosupr upresan esan seper seperti ti syklos syklospor porin in A atau FK-5 FK-506 06 (Tacrolimus) dilakukan untuk menahan reaksi penolakan pada proses transplantasi organ. Kedua obat ini menghalangi proliferasi dan diferensiasi limfosit T dengan menghambat  proses transkripsi IL-2. Pengobatan dapat pula menggunakan menggunakan kortikosteroid.

LI. 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid

21

LO. 6.1 Antihistamin A. Penger Pengertian tian Antihistamin Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi mengurangi atau menghalang menghalangii efek histamin histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Dahu Dahulu lu anti antihi hist stami amin n diba dibagi gi secar secaraa kimi kimiaw awii dala dalam m 7-8 7-8 kelo kelomp mpok ok,, teta tetapi pi kini kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zatzat generasi ke-1 dan ke-2. a. Obat Obat generas generasii ke-1: ke-1: promet prometazin azin,, oksome oksomemaz mazin, in, tripelen tripelennam namin, in, (klor) (klor) fenira feniramin min,, difenhidrami difenhidramin, n, klemastin klemastin (Tavegil), (Tavegil), siproheptadi siproheptadin n (periactin), (periactin), azelastin azelastin (Allergodil (Allergodil), ), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset). Obat Obat-o -oba batt ini ini berk berkha hasi siat at sedati sedatiff terh terhad adap ap SSP SSP dan dan keba kebany nyak akan an memi memili liki ki efek  efek  antikolinergis

 b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setiriz setirizin, in, loratid loratidin, in, levoka levokabas bastin tin (Livoc (Livocab) ab) dan emedas emedastin tin (Emadi (Emadin). n). ZatZat- zat ini  bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar s ukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t ⅟  2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antago antagonis nis resepto reseptor-H r-H1 1 (singka (singkatny tnyaa disebu disebutt H1-blo H1-blocke ckers rs atau atau antihi antihistam staminik inika) a) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam): 1. Antago Antagonis nis Resep Reseptor tor H1 H1 Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding  pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek efek hist histam amin inee di kapi kapile lerr dan dan ujun ujung g saraf saraf (gata (gatal, l, flare flare react reactio ion) n).. Efek Efekny nyaa adala adalah h simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi.

2. H2-blocker H2-blockerss (Pengha (Penghambat mbat asma) Obat-o Obat-obat bat ini mengha menghamba mbatt secara secara efekti efektiff sekresi sekresi asam lambun lambung g yang yang mening meningkat kat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah adalah berkur berkurang angnya nya hiperse hipersekre kresi si asam klorid klorida, a, juga juga mengu menguran rangi gi vasodi vasodilata latasi si dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi terapi dengan dengan kortik kortikost ostero eroida ida.. Lagi Lagi pula pula sering sering kali kali bersam bersamaa suatu suatu zat stimul stimulato ator  r  motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.

22

Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan merupakan senyawa-senyawa senyawa-senyawa heterosiklis heterosiklis dari histamin. Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan dan angi angiod odem ema, a, dan dan seba sebaga gaii terap terapii adju adjuva vant nt pada pada reak reaksi si anafi anafila laks ksis. is. Bebe Bebera rapa pa anti antihi hist stami amin n digu diguna naka kan n untu untuk k meng mengob obati ati mabu mabuk k perja perjala lana nan n (dim (dimen enhi hidr drin inat at dan dan mekliz meklizin) in),, insomn insomnia ia (difen (difenhid hidram ramin) in),, reaksi reaksi serupa serupa parkin parkinson son (difen (difenhid hidram ramin) in),, dan kondisi nonalergi lainnya. Lazimnya dengan “ antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).

Zat-zat ini berdaya antikolinergik dan sedative agak kuat. 1. DERIVAT DERIVAT ETANOLAMI ETANOLAMIN N (X=O) (X=O) a.

Difenhidramin : Benadryl

Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan  pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.) Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg. o

2-metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.) Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika. Dosis: oral 3 x sehari 50mg.

o

o

o

4-metildifenhidramin (Neo-Benodin®) Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula. Dosis: 3 x sehari 20-40mg

Dimenhidrinat (Dramamine, Searle) Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk   perjalanan dan muntah-muntah sewaktu hamil. Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg Klorfenoksamin (Systral, Astra) Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan  pada Penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%. 23

o

Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil) Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever. Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).

 b. Kiemastin: Tavegyl (Sandos) Memili Memiliki ki struktu strukturr yang yang mirip mirip klorfe klorfenok noksam samin, in, tetapi tetapi dengan dengan substit substituen uentt siklik  siklik  (pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler  dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal). Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg. 2. DERIVAT DERIVAT ETILENDIA ETILENDIAMIN MIN (X=N) Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan. Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba) • Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak  digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai  preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba). Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat). Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon) kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar  sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain).



Mepirin (Piranisamin) Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever. Dosis: 2-3 x sehari 25mg.



Klemizol ( Allercur, Schering) Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering). •

3. DERIVAT DERIVAT PROPILAMIN PROPILAMIN (X=C) Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat. a. Feniram Feniramin in : Avil Avil (Hoec (Hoechst hst)) Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan pula dalam obat-obat batuk. Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x sehari 50mg; krem 1,25%. Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF) Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya  praktis tidak berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk. Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada bentuk dl (rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering). Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d). o

24

Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck) Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro  juga aktif dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk. batuk. Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat). o

b.

Tripolidin : Pro-Actidil

Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan  bertahan lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard). Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.

4. DERIVA DERIVAT T PIPER PIPERAZI AZIN N Obat Obat-ob -obat at kelo kelomp mpok ok ini ini tida tidak k memi memili liki ki inti inti etil etilami amin, n, mela melain inka kan n pipe piperaz razin in.. Pada Pada umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam. a. Siklizin

: Marzine

Mulai kerjanya pesat dan bertahan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan digunakan sebagai sebagai antiemetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama.

o

Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal®)

adalah derivat metilfenii metilfenii dengan dengan efek lebih panjang, panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2 jam. Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.

o

Buklizin (longifene, Syntex)

Adal Adalah ah deri deriva vate te sikli siklik k dari dari klor klorsik sikli lizin zin deng dengan an long long-a -acti cting ng dan dan mung mungki kin n efek  efek  antiser antiseroto otonin nin.. Disamp Disamping ing anti-em anti-emetik etik,ju ,juga ga diguna digunakan kan sebaga sebagaii obat obat anti anti pruritu prurituss dan untuk menstimulasi nafsu makan. Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.

o

Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)

Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi. Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.

 b. Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF) 25

Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol  perifer dan di otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek  sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus). Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.

o

Flunarizin (Sibelium, Jansen)

Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah migran.

5. DERIVAT DERIVAT FENOTIAZIN FENOTIAZIN Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik. a. Promet Prometazin azin:: (Phene (Phenerga rgan n (R.P.) (R.P.))) Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar  tidur, terutama pada anak-anak. Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu  badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis) Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.

o

Tiazinamium (Multergan, R.P.)

Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi pemeliharaan terhadap asma.

o

Oksomemazin (Doxergan, R.P.)

Adalah Adalah deriva derivatt di-oks di-oksii (pada (pada atom-S atom-S)) dengan dengan kerja kerja dan penggu penggunaa naan n sama dengan dengan  prometazin, antara lain dalam obat batuk. Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.

o

Alimemazin (Nedeltran®)

26

Adal Adalah ah anal analog og etil etil dena denagn gn efek efek anti antise sero roto toni nin n dan dan daya daya neur neurol olep epti tik k cuku cukup p baik baik.. Digunakan sebagai obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis ringan. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.

o

Fonazin (Dimetiotiazin)

Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi interval migraine. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.

 b. Isotipendil: Andantol (Homburg) Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan. Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg. o

Mequitazin (Mircol, ACP)

Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efek-efek neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksireaksi alergi lainnya. Dosis: oral 2 x sehari 5mg.

o

Meltidazin (Ticaryl, M.J.)

Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan pada urticaria. Dosis: oral 2 x sehari 8mg. Sewa Sewakt ktu u dike diketa tahu huii bahw bahwaa hist histam amin inee memp mempen enga garu ruhi hi bany banyak ak pros proses es faala faalan n dan dan  patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan antagonis faalan pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratusratus antihistamin ditemukan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis dosis terapi terapi efekti efektiff untuk untuk mengob mengobati ati udem, udem, eritem eritem dan prurit pruritus us terapi terapi tidak tidak dapat dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut di atas digolo digolongk ngkan an dalam dalam antihi antihistam stamin in pengh penghamb ambat at resepto reseptorr H1 (AH1). (AH1). Pada Pada umumny umumnyaa antihistaminika diberikan oral 3 – 4 kali sehari 1 satuan dosis (tablet, kapsul). Hanya  pada obat-obat yang memiliki kerja panjang (promethazin) cukup dengan 1 – 2 dosis sehari. Untuk feniramin dosisnya adalah lebih kecil, yaitu 3 – 4 kali sehari 2 – 4 mg.

27

Farmakodinamik  Antagonisme terhadap histamin, AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah,  bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen  berlebihan. -

Otot polos  secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).

-

Permeabilitas kapiler   peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1

-

Reaksi anafilaksis dan alergi  reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter  terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autako autakoid id lain lain juga juga dilepa dilepaska skan. n. Efekti Efektivit vitas as AH1 melawa melawan n reaksi reaksi hiperse hipersensi nsitiv tivitas itas  berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.

-

Kelenjar eksokrin  efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.

-

Susunan Susunan saraf pusat  AH1 dapat dapat merang merangsan sang g maupun maupun mengha menghamba mbatt SSP. SSP. Efek  Efek   perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah inso insomn mnia ia,, geli gelisa sah h dan dan eksi eksita tasi si.. Dosi Dosiss tera terapi pi AH1 AH1 umum umumny nyaa meny menyeb ebab abka kan n  penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.

Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit mene menemb mbus us sawar sawar dara darah h otak otak sehi sehing ngga ga pada pada keba kebany nyak akan an pasi pasien en biasa biasany nyaa tida tidak  k  menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif  untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

-

Anestesi local  beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.

-

Antikolinergik   banyak banyak AH1 bersifat bersifat mirip atropin. atropin. Efek ini tidak memadai memadai untuk  terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.

-

Sistem kardiovaskular   dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang  berarti pada system kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

Farmakokinetik  Setelah Setelah pemberian pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi diabsorpsi secara baik. Efeknya Efeknya timbul timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah 28

setel setelah ah kirakira-ki kira ra 2 jam jam dan dan mene meneta tap p pada pada kada kadarr terse tersebu butt untu untuk k 2 jam jam beri beriku kutn tnya ya,, kemudian kemudian dieliminasi dieliminasi dengan dengan masa paruh kira-kira 4 jam. Kadar Kadar tertinggi tertinggi terdapat pada  paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Efek Samping Pada Pada dosis dosis terapi terapi,, semua semua AH1 menimb menimbulk ulkan an efek sampin samping g walaup walaupun un jarang jarang  bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek sa mping yang  paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerl memerluka ukan n kewasp kewaspada adaan an tinggi tinggi sehing sehingga ga mening meningkat katkan kan kemun kemungki gkinan nan terjadi terjadinya nya kecel kecelak akaan aan.. Peng Pengur uran anga gan n dosi dosiss atau atau peng penggu guna naan an AH1 AH1 jeni jeniss lain lain mung mungki kin n dapa dapatt meng mengur uran angi gi efek efek sedasi sedasi ini. ini. Aste Astemi mizo zol, l, terfe terfena nadi din, n, lorat loratad adin in tida tidak k atau atau kura kurang ng menimbulkan sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordina inkoordinasi, si, penglihata penglihatan n kabur, kabur, diplopia, diplopia, euphoria, euphoria, gelisah, gelisah, insomnia insomnia dan tremo tremor. r. Efek Efek sampi samping ng yang yang term termas asuk uk serin sering g juga juga ditem ditemuk ukan an ialah ialah nafsu nafsu maka makan n  berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang  pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.AH1 bisa menimbulkan alergi pada  pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan local berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfena terfenadin din dengan dengan dosis dosis yang yang dianju dianjurka rkan n pada pada pasien pasien yang yang mendap mendapat at ketoko ketokonaz nazol, ol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan  pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut. Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat  persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah  bersifat letal bagi anak. Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang domi domina nan n ialah ialah pera perang ngsan sanga gan n deng dengan an mani manife festa stasi si halu halusi sina nasi, si, eksit eksitas asi, i, atak ataksi sia, a, inkoor inkoordin dinasi asi,, atetosi atetosiss dan kejang kejang.. Kejang Kejang ini kadang kadang-ka -kadan dang g disert disertai ai tremor tremor dan  pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol. dikontrol. Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka dan dan seri sering ng pula pula timb timbul ul dema demam. m. Akhi Akhirn rnya ya terj terjad adii koma koma dala dalam m deng dengan an kola kolaps ps 29

kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

Pengob en gobat atan an Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada antidotum spesifi spesifik. k. Depresi Depresi SSP oleh oleh AH1 tidak tidak sedalam sedalam yang yang ditimb ditimbulk ulkan an oleh oleh barbit barbitura urate. te. Pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik  daripada memberikan analeptic yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam.

Perhat er hatia ian n Sopir Sopir atau atau pekerj pekerjaa yang yang memerl memerluka ukan n kewaspa kewaspadaa daan n yang yang menggu menggunak nakan an AH1 harus harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran pada resep, harus digunakan dengan hati-hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan alcohol, obat penenang atau hipnotik sedative.

LO 2.2 Kortikosteroid

Definisi Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks korteks kelenjar kelenjar adrenal adrenal sebagai sebagai tanggapan tanggapan atas hormonadren hormonadrenokort okortikotro ikotropik pik (ACTH) (ACTH) yang yang dilepa dilepaskan skan oleh oleh kelenj kelenjar ar hipofi hipofisis. sis. Hormon Hormon ini berper berperan an pada pada banyak banyak sistem sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar  elektrolit darah, serta tingkah laku. Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan  bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata fasikulata menghasilk menghasilkan an 2 jenis hormon hormon yaitu glukokortikoid glukokortikoid dan mineraloko mineralokortikoi rtikoid. d. Golo Golong ngan an gluk glukok okor orti tiko koid id adala adalah h kort kortik ikos oste tero roid id yang yang efek efek utam utaman anya ya terh terhad adap ap  penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan  pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk  golong golongan an ini adalah adalah kortis kortisol ol dan kortiso kortison, n, yang yang merupa merupakan kan glukok glukokort ortiko ikoid id alam. alam. Terd Terdap apat at juga juga gluk glukok okor orti tiko koid id sinte sinteti tik, k, misal misalny nyaa pred predni niso solo lon, n, triam triamsin sinol olon on,, dan dan  betametason. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbanga keseimbangan n air dan elektrolit elektrolit menimbu menimbulkan lkan efek retensi retensi Na Na dan deplesiK deplesiK,, sedangkan sedangkan 30

 pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.Oleh karena itu itu mine minera ralo loko kort rtik ikoid oid jaran jarang g digu diguna naka kan n dala dalam m terap terapi. i. Prot Protot otip ip dari dari golo golong ngan an ini ini adalah desoksikort desoksikortikoste ikosteron. ron. Umumnya Umumnya golongan golongan ini tidak mempunyai mempunyai khasiat khasiat antiinflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak   pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal.

Farmakol arm akologi ogi Semu Semuaa horm hormon on stero steroid id sama-s sama-sam amaa memp mempun unya yaii rumu rumuss bang bangun un siklo siklope pent ntan ano o  perhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D. Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau seb sebagai rantai sam samping yang ang terik rikat pada C17. Semua steroi roid terma rmasuk  suk  glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah lemah deng dengan an 19 atom atom karb karbon on.. Seba Sebagi gian an besar besar koles koleste tero roll yang yang digu diguna naka kan n untu untuk  k  steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah  pemberian ACTH. Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya karenanya kecepatan kecepatan biosintesisn biosintesisnya ya disesuaikan disesuaikan dengan dengan kecepatan kecepatan sekresinya. sekresinya. Beri Beriku kutt adal adalah ah tabe tabell yang yang menu menunj njuk ukka kan n kece kecepa pata tan n sekr sekres esii dan dan kada kadarr plas plasma ma kortikosteroid terpenting pada manusia. Kecepatan sekresi dalam keadaaan optimal (mg/hari)

Kadar plasma (μg/100ml) Jam 08.00

Jam 16.00

Kortisol

20

16

4

Aldosteron

0,125

0,01

-

31

Pada Pada pemerik pemeriksaan saan sampel sampel dengan dengan tes saliva saliva sebany sebanyak ak 4 kali kali dalam dalam satu hari yaitu yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan cukup.

Mekanism ekan ismee Kerja Ker ja Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon hormon memasu memasuki ki jaring jaringan an melalu melaluii membra membran n plasma plasma secara secara difusi difusi pasif pasif di jaring jaringan an target, kemudian kemudian bereaksi bereaksi dengan dengan reseptor reseptor steroid. steroid. Kompleks Kompleks ini mengalami perubahan perubahan  bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon hormon steroid merangsang merangsang transkripsi dan sintesis sintesis protein protein spesifik; spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek  katabolik. Metabolisme Metabolisme kortikostero kortikosteroid id sintetis sintetis sama dengan dengan kortikoster kortikosteroid oid alami. Kortisol (juga (juga disebu disebutt hydroc hydrocort ortiso ison) n) memilik memilikii berbag berbagai ai efek fisiolo fisiologis gis,, termasu termasuk k regula regulasi si metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif negatif yang ditimbulkan ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi sirkulasi dan glukokortikoi glukokortikoid d eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi kondisi normal normal sekitar 90% berikatan berikatan dengan dengan globulin-a2 globulin-a2 (CBG/corticostero (CBG/corticosteroid-bin id-binding ding globulin), globulin), sedangkan sedangkan sisanya sekitar sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk  digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG. Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh dapat dapat mening meningkat kat apabil apabilaa hydroc hydrocort ortiso isone ne (prefa (prefarat rat farmasi farmasi kortis kortisol) ol) diberik diberikan an dalam dalam  jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol kortisol diekskresi tanpa perubahan perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum sebelum mencap mencapai ai hati. hati. Peruba Perubahan han struktu strukturr kimia kimia sangat sangat mempen mempengar garuhi uhi kecepa kecepatan tan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan 32

ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon  bentuk aktifnya dalam tubuh. Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik  obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan  penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi. Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator   plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien dan plateletaktivating factor. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar  dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolas mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan  berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler(telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada  jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak  dikeluarkan. Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai. Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan  penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan 33

vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak  menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak  tahun tahun 1958, 1958, moleku molekull hidrok hidrokort ortison ison banyak banyak mengal mengalami ami peruba perubahan han.. Pada Pada umumny umumnyaa moleku molekull hidrok hidrokort ortiso ison n yang yang mengan mengandun dung g fluor fluor digolo digolongk ngkan an kortik kortikost ostero eroid id poten. poten. Penetr Penetrasi asi perkut perkutan an lebih lebih baik baik apabil apabilaa yang yang dipaka dipakaii adalah adalah vehiku vehikulum lum yang yang bersifa bersifatt tertutu tertutup. p. Di antara antara jenis jenis kemasan kemasan yang tersedi tersediaa yaitu yaitu krem, krem, gel, gel, lotion lotion,, salep, salep, fatty fatty ointment ointment (paling (paling baik penetrasinya). penetrasinya). Kortikostero Kortikosteroid id hanya hanya sedikit sedikit diabsorpsi diabsorpsi setelah  pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada  penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk   penetrasi. Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang terli terliba batt dalam dalam efek efek ini ini kura kurang ng dike diketah tahui ui.. Bebe Bebera rapa pa studi studi menu menunj njuk ukka kan n bahw bahwaa korti kortiko kost stero eroid id bisa bisa meny menyeb ebab abka kan n peng pengur uran anga gan n sel mast mast pada pada kuli kulit. t. Hal Hal ini ini bisa bisa menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa. Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipe Diperc rcay ayai ai bahw bahwaa kort kortik ikos oste tero roid id meng menggu guna naka kan n efek efek anti anti-in -infl flam amas asin inya ya deng dengan an menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekani Mekanisme sme lain lain yang yang turut turut member memberika ikan n efek anti-in anti-infla flamas masii kortik kortikost ostero eroid id adalah adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit.

Klasifi las ifikas kasii Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya  potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti-inflamasinya. Sediaan Sediaan kortikostero kortikosteroid id sistemik sistemik dapat dibedakan dibedakan menjadi menjadi tiga golongan golongan berdasarkan berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi mineralokortikoid

34

Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid Potensi Kortikosteroid Mine Mineral ralko kort rtik ikoi oid d

Lama kerja

Dosis ekuivalen (mg)*

Gluk Glukok okor orti tiko koid id

Glukokortikoid Kortisol (hidrokortison)

1

1

S

20

Kortison

0,8

0,8

S

25

6-α-metilprednisolon 0,5

5

I

4

Prednisone

0,8

4

I

5

Prednisolon

0,8

4

I

5

Triamsinolon

0

5

I

4

Parametason

0

10

L

2

Betametason

0

25

L

0,75

Deksametason

0

25

L

0,75

Aldosteron

300

0.3

S

-

Fluorokortison

150

15.0

I

2.0

0.0

-

-

Mineralokortikoid

Desoksikortikosteron 20 asetat Keterangan:

* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV. S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam) I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam) L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam)

Pada Pada tabel tabel diatas diatas terliha terlihatt bahwa bahwa triamsi triamsinol nolon, on, parame parametaso tason, n, betamet betametaso ason, n, dan deksam deksameta etason son tidak tidak mempun mempunyai yai efek efek mineral mineraloko okorti rtikoi koid. d. Hampir Hampir semua semua golong golongan an kortikostero kortikosteroid id mempunyai mempunyai efek glukokort glukokortikoid ikoid.. Pada tabel ini obat disusun menurut menurut kekuat kekuatan an (poten (potensi) si) dari dari yang yang paling paling lemah lemah sampai sampai yang yang paling paling kuat. kuat. Parame Parametas tason, on,  betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh 3672 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling singkat 35

yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin besar efek  samping yang terjadi. Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi, antiproliferatif, immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Kombinasi ini digunakan untuk  membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan besar, diantaranya Golongan I yang  paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super poten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).

Berikut tabel penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis: Klasifikasi

Nama Dagang

Golongan 1: (super poten) Diprolene ointment

Nama Generik   0,05% betamethason dipropionate

Diprolene AF cream Psorcon ointment

0,05% diflorasone diacetate

Temovate ointment

0,05% clobetasol propionate

Temovate cream Olux foam Ultravate ointment

0,05% halobetasol propionate

Ultravate cream

Golongan II: (potensi tinggi)

Cyclocort ointment

0,1% amcinonide

Diprosone ointment

0,05% betamethasone dipropionate

Elocon ointment Florone ointment Halog ointment Halog cream

0,01% mometasone fuorate 0,05% diflorasone diacetate 0,01% halcinonide

Halog solution Lidex ointment

36

Lidex cream

0,05% fluocinonide

Lidex gel

37

Lidex solution Maxiflor ointment Maxivate ointment

0,05% diflorasone diacetate

Maxivate cream

0,05% betamethasone dipropionate

Topicort ointment Topicort cream Topicort gel

Golongan III: (potensi tinggi)

Aristocort A ointment

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

Cultivate ointment Cyclocort cream Cyclocort lotion Diprosone cream

0,1% triamcinolone acetonide 0,005% fluticasone propionate 0,1 amcinonide

Flurone cream Lidex E cream Maxiflor cream Maxivate lotion Topicort LP cream Valisone ointment

Golongan IV: (potensi medium)

0,05% betamethasone dipropionate 0,05% diflorosone diacetate 0,05% fluocinonide 0,05% diflorosone diacetate 0,05% betamethasone dipropionate

Aristocort ointment

0,05% desoximetasone

Cordran ointment

0,01% betamethasone valerate

Elocon cream Elocon lotion

0,1% triamcinolone acetonide

Kenalog ointment

0,05% flurandrenolide

Kenalog cream

0,1% mometasone furoate

Synalar ointment Westcort ointment

0,1% triamcinolone acetonide 38

Penggunaan Klinik  Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal  bersifatpaliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular. Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah kadar  kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap kortikosteroid ialah lupus eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik. Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah  prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar  digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon. Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan dipakai pada  pemberian long term (lebih daripada sebulan). Pada penyakit berat dan sukar menelan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi biasa secara intravena. Jika masa kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison. Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hatihati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek  samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam  jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat tinggi.2,11 Pada geriatrimemiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang atropi sekunder  karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat. Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan  perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-paru janin (standar   pelayanan). Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita 39

hamilterutama pada penggunaan dalam jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid potensi tinggi. Analisis yang baru saja dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil tetapi penting antara kehamilan terutama trisemester pertama dengan bimbing sumbing. Kemungkinannya 1 % dapat terjadi cleft lipatau cleft palate saat penggunaan steroid selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan pada saat kehamilan adalah prednison dan kortison. Sedangkan untuk topikal biasa digunakan hidrokortison dan betametason. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid topikal diekskresi melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang menyusui. Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya. Rata-rata dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/hari, sedangkan dosis dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya. Bagi pengguna yang sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan pengobatan kortikosteroid sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan mental sedangkan 80% tidak.

Dosis dan Mekanisme Pemberian Pada saat memilih kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit yaitu stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita. Steroid topikal terdiri dari berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis. Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar   berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah suspensi minyak  dalam air. Krim memiliki komposisi yang bervariasi dan biasanya lebih berminyak  dibandingkanointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan  perekat, lotion mirip dengan krim.Lotion terdiri dari agents yang membantu melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung minyak  tetapi kandungannya terdiri dari air, alkohol dan propylene glycol. Gel komponen solid  pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih rendah dibandingkanointment tetapi berguna pada  pengobatan area rambut contoh pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman pada pasien. Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis.Takifilaksis ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang 40

 berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diist diistir irah ahat atka kan n bebe beberap rapaa hari hari efek efek vaso vasoko kons nstri triks ksii akan akan timb timbul ul kemb kembal alii dan dan akan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni : 1. Pemakaian Pemakaian kortikostero kortikosteroid id topikal topikal poten tidak dibenarkan dibenarkan pada bayi bayi dan anak. 2. Pemakaian Pemakaian kortikostero kortikosteroid id poten orang dewasa hanya hanya 40 gram per minggu, minggu, sebaiknya sebaiknya  jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%. 3. Jangan menyangka menyangka bahwa bahwa kortikosteroid kortikosteroid topikal topikal adalah obat mujarab (panacea) (panacea) untuk  semua semua dermat dermatosi osis. s. Apabil Apabilaa diagno diagnosis sis suatu suatu dermat dermatosi osiss tidak tidak jelas, jelas, jangan jangan pakai pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak  khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial doseyang dugunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratu ratuss mg seti setiap ap hari hari.. Jika Jika digu diguna naka kan n kura kurang ng dari dari 3-4 3-4 ming minggu gu,, kort kortik ikos oste tero roid id diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan masa kerja yang pendek  dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena kortisol mencapai  puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari seekresi ACTH. ACTH. Sedang Sedangkan kan pada pada malam malam hari hari kortik kortikost ostero eroid id level level yang yang rendah rendah dan dengan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam hari sebelum sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun hirsustisme. Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah mengalami  perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak mengalami eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom putus obat. Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stress. Supresi terjadi kalau dosis prednison meebihi 5 mg per hari dan kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang  jaranng melebihi 39ºC. Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4 minggu  perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis  pemeliharaan dan menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik dengan 41

menukar dari dosis tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan diberikan selang sehari sebagai sebagai dosis tunggal tunggal pada pagi hari (jam8), karena kadar  kortisol kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan Keburukan pemberian pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.

Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya:  Nama penyakit

Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis

Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Erupsi alergi obat ringan

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

SJS berat dan NET

Deksametason 6x5 mg

Eritrodermia

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Reaksi lepra

Prednison 3x10 mg

DLE

Prednison 3x10 mg

Pemfigoid bulosa

Prednison 40-80 mg

Pemfigus vulgaris

Prednison 60-150 mg

Pemfigus foliaseus

Prednison 3x20 mg

Pemfigus eritematosa

Prednison 3x20 mg

Psoriasis pustulosa

Prednison 4x10 mg

Reaksi Jarish-Herxheimer 

Prednison 20-40 mg

42

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak  disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak   perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.

Efek samping Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak  diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Tem pat Saluran cerna

Efek Samping Hipersekresi asam lambung, mengubah  proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi,  pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.

Otot

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

Susunan saraf pusat

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis,  paranoid, hiperkinesis, kecendrungan  bunuh diri), nafsu makan bertambah.

Tulang

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

Kulit

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura, telangiektasis Glaukoma dan katarak subkapsular    posterior 

Mata

Darah

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

Pembuluh darah

Kenaikan tekanan darah

Kelenjar adrenal bagian kortek

Atrofi, tidak bisa melawan stres

Elektrolit

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia,  paralisis, tetani, aritmia kor)

Sistem immunitas

Menurun, reaktivasi

rentan terhadap Tb dan herpes

infeksi, simplek, 43

keganasan dapat timbul. Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan, buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala, psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik  Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut: 1. Gangguan tidur  2. Meningkatkan nafsu makan 3. Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energy Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar  di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas  bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah. Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orangorang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah  paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul  bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari  pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang. -

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

-

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).

-

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

-

Kenaikan lemak darah (trigliserida). 44

-

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

-

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan gagal jantung.

-

Kegoyahan dan tremor.

-

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak  subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan, delirium atau depresi. -

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

-

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya tuberkulosis).

-

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi. Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40 tahun dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3bulan sekali). -

Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila :

-

Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

-

Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau  penggunaan sangat oklusif.

Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan  jika menggunakan yang lebih paten. Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu  penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermoepidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan. 45

Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular  Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi  pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu : •

Diet tinggi protein dan rendah garam



Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K 



Obat anabolic



ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik  yaitusynacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali



Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari



Antasida

Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur  yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan  preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs.Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor  yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya

46

gangguan gangguan jiwa, positive positive purified purified derivative, derivative, glaucoma, glaucoma, depresi depresi berat, diabetes, diabetes, ulkus ulkus  peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.

LI. 7. Memahami dan Menjelaskan Hukum Islam untuk Menentukan 2 Pilihan yang Terbaik  Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu: “ Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat  dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencap mencapai ai maksud maksudnya nya.. Yang Yang kami kami maksud maksud dengan dengan maslah maslahah ah adalah adalah memeli memelihar hara a tujuan tujuan  syara. Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu  Kemasalahatan menurut manusia, dan  Kemasla Kemaslahat hatan an menuru menurutt syari syari‟at. Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, “Obatilah dia.” dia.” Dalam riwayat lain ada seorang sahabat sahabat bertanya,”Wa bertanya,”Wahai hai Rasulullah, Rasulullah, apakah ada kebaikan dalam ilmu kedokteran?” Rasullah menjawab, “Ya, “ Ya,”” Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, “ Panggilkan dokter .” .” Lalu Hilal  bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya?” “ Ya,” Ya,” jawab  beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf: Mushannaf: V/21) Hilal Hilal meriwa meriwayat yatkan kan bahwa bahwa Rasulu Rasulullah llah mnjeng mnjenguk uk orang orang sakit sakit lalu lalu bersab bersabda, da, “ Panggilkan dokter!” dokter!” kemu kemudi dian an ada ada yang yang bert bertan anya ya,, “Bah “Bahka kan n engk engkau au meng mengat atak akan an hal hal itu, itu, waha wahaii Rasulullah?” “Ya, “Ya,”” jawab beliau. Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk  kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang  lemah.” lemah.” (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380) Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah  bin Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘ Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali  Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ penyakit. ’ Mereka Mereka bertan bertanya, ya,’Ap ’Apaa itu?’ itu?’ Rasulullah menjawab,’Penyakit menjawab,’Penyakit tua’.”(HR tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))  Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191) Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158) Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “ Kesembuhan “ Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, bekam, dan sengat sengatan an api. api. Aku melara melarang ng umatk umatku u menyen menyengat gatkan kan api. api. ” (HR Bukhari dan Muslim. Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk  kema kemasla slaha hatan tan arti artiny nyaa : semua semua syar syari’a i’att dala dalam m perin perinta tah h dan dan laran laranga gann nnya ya serta serta huku hukumm47

hukumn hukumnya ya adalah adalah untuk  untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan dan makn maknaa mash mashol olih ihii adal adalah ah :  jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan. Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah Al-Baqorah :219

2:219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar  dari manfaatnya”.

Al-Quran obat terbaik  “Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian.” (Al-Isra:82) Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia  baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.”(HR baik.”(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)

48

Daftar Pustaka Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis, I. 2010.  Imunologi Dasar  edisi 10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Dorland, W.A.N. 2010.  Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC E health links. Synthetic Glucocoticoids. 2009. Diunduh dari http://www.endotext.org/adrenal/adrenal14/ch01s02.html Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacological Basis Of Therapeutics 11 th ed . McGraw Hill, New York. Kumar. Cotran. Robbins . 2007. Buku ajar patologi edisi 7 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Setiabudi,

Rianto. Dewoto, H.R. dkk. 2012. Badan Penerbit FKUI.

Farmakologi dan Terapi edisi 5.

Jakarta:

Sudoyo, A.W. dkk. 2009.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.5. Jakarta: Interna Publishing Werner, R. (2005).  A massage therapist’s guide to Pathology. 3rd edition. Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, USA

49

50

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF