Skenario 2 Modul 1
March 12, 2019 | Author: Asri Rahmayanti | Category: N/A
Short Description
Download Skenario 2 Modul 1...
Description
SKENARIO 2 modul 1
Seorang laki-laki 69 tahun, pensiunan pekerja di pabrik semen, di bawah ke rumah sakit oleh anaknya yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak
yang hebat dan
sangat lemah. Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan yang lalu di mana paa saat itu ia menderita batuk yang tidak produktif yang di sertai demam, yang membaik setelah di berikan antibiotik selama 6 hari di tambah obat-obat simptomatik. Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam dengan di sertai muntah. Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras. Ia tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir dan tidak tidak pernah kontak dengan dengan orang sakit sebelumnya. sebelumnya. Selain itu ia sering mengalami gastric reflux yang di sertai mual dan muntah. KATA KUNCI
1. Laki-laki 69 tahun 2. Pensiunan pekerja di pabrik semen 3. Sesak yang hebat dan sangat lemah 4. Kelemahan yang telah dialami sejak 4 bulan yang lalu 5. Batuk yang tidak produktif yang di sertai demam 6. Membaik setelah di berikan antibiotik selama 6 hari di tambah obat-obat simptomatik 7. Saat ini menderita batuk yang produktif 8. Sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu 9. Mengeluh demam dengan di sertai muntah 2 hari yang lalu 10. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras 11. Tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir 12. Tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya 13. Sering mengalami gastric reflux yang di sertai mual dan muntah KATA SULIT
Gastric refluks =
yakni kondisi dimana cairan dari paruh di muntahkan kembali (refluks)
kedalam oesofagus. PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi, dan biokimia pada sistem respirasi ? Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. A. Anatomi
Struktur Sistem Respirasi Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli 3. Alveoli Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru terdiri dari : a.
Saluran nafas bagian bawah
b.
Alveoli
c.
Sirkulasi paru 6. Rongga Pleura
Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis
7. Rongga dan dinding dada Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi Saluran Nafas Bagian Atas
a.
Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
-
Dihangatkan
-
Disaring
-
Dan dilembabkan Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring
sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang
berfungsi
melembabkan udara
yang
masuk,
pembuluh
darah
yang
berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting -
Tulang rawan krikoid
-
Selaput/pita suara
-
Epilotis
-
Glotis
b. Trakhea Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. c. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri
dari : lobus superior dan inferior Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : - Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli - Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant. - Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel - Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit . Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin
Surfactant Mengatur
hubungan
antara
cairan
dan
gas.
Dalam
keadaan
normal
surfactant ini
akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri. Paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh: -
Otot – otot interkostalis
-
Otot – otot pektoralis mayor dan minor
-
Otot – otot trapezius
-
Otot – otot seratus anterior/posterior
-
Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
-
Kedua hemi diafragma Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
B. Fisiologi
a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit Ventilasi alveolar = 4 liter/menit
Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg. Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg. Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis
c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari
rongga kapiler
ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler .
Kondisi ini dalam keadaan normal selalu
seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial. Transpor Oksigen
1.Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: -
Kelarutan fisik dalam plasma
-
Ikatan kimiawi dengan hemoglobin Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun.
2. Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) -
Plasma
-
Hemoglobin
Regulasi Ventilasi
Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: - Rate impuls
Respirasi rate
- Amplitudo impuls
Tidal volume
Pusat inspirasi d an ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons.
Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo 2, pH darah, PaO2 C. Histologi
Dalam melaksanakan proses Metabolisme, oleh hewan dan manusia dibutuhkan oksigen.. System respirasi berfungsi untuk mengambil oksigen dan membuang karbondioksida, yang keduanya diangkut dari dan ke tubuh. Tractus respiratorius dapat dibagi menjadi: 1. Pars Conductoria Meliputi saluran yang menghubungkan antara bagian luar tubuh dengan paru-paru untuk menyalurkan udara. Saluran ini terdiri dari: Hidung Pharynx Larynx Trachea Bronchus Bronchiolus 2. Pars Respiratoria Merupakan bagian dari paru-paru yang berfungsiuntuk pertukaran gas antara darah dan udara. Bagian ini terdiri dari: Saccus alveolaris. Alveolus.
HIDUNG Hidung merupakan organ yang berongga dengan dinding yang tersusun oleh jaringan tulang, cartilage, otot dan jaringan pengikat. Pada kulit yang menutupi bagian luar hidung
diketemukan Glandula sebacea dan rambut-rambut halus. Kulit ini melanjutkan diri melalui nares untuk melapisi vestibulum nasi. Di daerah vestibulum nasi ini banyak rambut yang bersifat kaku yang berfungsi untuk menghalangi debu dan kotoran yang ikut dihirup. Pada sisa cavum nasi yang lain dilapisi oleh epitel silindris semu berlapis bersilia dengan banyak kelenjar mucosa (
sel
piala).
Di indera pembau terdapat epitel khusus , yang pada bagian bawahnya terdapat membrane basalis yang memisahkan epitel dengan jaringan pengikat yang banyak mengandung kelenjar serosa-mukosa. Di bawah epitel yang menutupi concha nasalis inferior banyak plexus fenosus yang berguna untuk memanasi udara yang lewat. Organon olfactorius
Merupakan reseptor rangsang bau yang terletak pada ephitelium olfactorius. Epitelnya merupakan epitel silindris semu berlapis dengan 3 macam sel: Sel penyokong Sel ini berbentuk langsing, di dalam sitoplasmanya tampak adanya berkas-berkas tonofibril dan jelas tampak terminal bar. Pada permukaannya tampak banyak mikrovili yang panjang yang terpendam dalam lapisan lender. Kompleks golgi yang kecil terdapat pada bagian puncak sel. Di dalamnya juga terdapat pigmen coklat yang memberi warna pada epitel olfactory tersebut. Sel Basal Sel ini berbentuk kerucut rendah dengan tonjolan tersusun selapis dan berinti gelap.
Sel Olfactoori. Sel ini terdapat diantara sel-sel penyokong sebagai sel syaraf yang berbentuk bipolar. Bagian puncak sel olfactory membulat dan menonjol merupaka dendrite yang meluas sebagai tonjolan silindris pada permukaan epitel. Bagian basal mengecil menjadi lanjutan sel halus yang tidak berselubung myelin. Bagian yang membulat di permukaan disebut vesicular olfactorius, dari bagian yang menonjol ini timbul tonjolan yang berpangkal pada corpuscullum basale sebagai cilia olfactory yang tidak dapat bergerak. Ujung cilia inilah yang merupakan komponen indra pembau dan dapat menerima rangsang. Dalam lamina propria terdapat sel-sel pigmen dan sel limfosit. Selain itu, dalam lamina propria terdapat banyak sekali anyaman pembuluh darah. Di dalam lamina proproia area olfactory terdapat pula kelenjar tubulo-alveolar sebagai Glandula
Olfactorius Bowmani, yang berfungsi menghasilkan sekrit yang menjaga agar epitel olfactory tetap basah dan bersih.
Sinus paranasal Merupakan ruangan yang dibatasi tulang dan berhubungan dengan cavum nasi. Sinus paranasal ini kita kenal: sinus paranasal, sinus ethmoidale, sinus maxilla dan sinus spenoidalis yang terdapat dalam tulang-tulang yang bersangkutan.
LARYNX
Larynx berbentuk sebagai pipa yang irregular dengan dinding yang terdiri atas cartilage hyaline, cartilage elastis, jaringan pengikat dan otot bercorak. Larynx menghubungkan antara pharynx dengan trachea. Fungsinya adaalah menyokong, mencegah makanan/minuman untuk masuk ke dalam trachea. Rangka larynx terdiri dari beberapa potong kartilago: Cartilage thyrooidea, cartilage cricoidea dan epiglotis yang terdapat tunggal Cartilage arythenoidea, Cartilago corniculata, dan cartilage cuneiformis yang terdapat sepasang. Otot bercorak dari larynx dapat dibagi menjadi : Otot ekstrinsik, yang berfungsi untuk menopang dan menghubungkan sekitarnya. Kontraksinya terjadi pada proses digulatio(menelan). Otot instrinsik, yang berfungsi menhubungkan masing-masing cartilage larynx . kontraksinya berpereran
dalam
proses
bersuara.
Epiglottis. Merupakan cartilage elastis yang berbentuk seperti sendok pipih. Permukaan depan, bagian atas permukaan belakang epiglotia (plica aryepiglotica) dan plica vokalis dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Plica vokalis merupakan lipatan membrane mukosa yang didalamnya mengandung ligamentum vokalis yang merupakan pengikat elastis. Epitel yang menutupi merupakan epitel gepeng berlapis.
TRACHEA Merupakan lanjutan dari larynx yang lebarnya 2-3.5 cm dan panjangnya sekitar 11 cm. trachea berakhir dengan cabang dua yang disebut sebagai bronchus. Epitel yang melapisi sebelah
dalam ialah epitel silindris semu berlapis bercilia dan bertumpu pada membrane basalis yang tebal. Di antara sel-sel tersebar sel-sel piala. Dibawah membrane basalis terdapat lamina propria yang banyak mengandung serabut elastis. Di lapisan dalam lamina propria serabut elastis membentuk anyaman padat sebagai suatu lamina elastica, maka jaringan pengikat dibawahnya kadang-kadang disebut tunica submukosa. Di dalam tunica submukosa inilah terdapat kelenjarkelenjar kecil seperti pada dinding larynx yang bermuara pada permukaan epitel. Yang merupakan ciri khas dari trachea adalah adnya kerangka cincin-cincin cartilago hyaline yang berbentuk huruf C sebanyak 16-20 buah yang berderet mengelilingi lumen dengan bagian yang terbuka di bagian belakang( pars cartilaginea). Masing-masing cincin dibungkus oleh serabut fibro elastis. Bagian belakan tidak memiliki cincin cartilage (pars membranacea) diisi oleh serabut-serabut otot polos yang sebagian berjalan melintang dan berhubungan dengan jaringan fibro elastis disekitarnya.
BRONCHUS DAN CABANG-CABANGNYA
Trachea bercabang menjadi 2 bronchus primaries yang masuk ke jaringan paru-paru melalui hilus pulmonalis dengan arah ke bawah dan lateral. Bronchus yang sebelah kana bercabang menjadi 3 dan yang sebelah kiri becabang menjadi 2, dimana setiap cabang tersebut merupakan percabangan dari bronchus primaries. Lamina propria terdiri dari jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut elastis dan serabut kolagen dan retikuler serta beberapa limfosit. Di bawah membrane mocosa terdapat stratum musculare yang tidak merupakan lapisan tertutup. Banyaknya serabut elastis berhubungan erat dengan sel-sel otot polos dan serabut elastis ini sangat penting dalam proses respirasi. Di dalam anyaman muskuloelastis ini terdapat banyak jalinan pembuluh darah kecil. Perbedaan struktur antara trachea serta bronchus extrapulmonalis serta intrapulmonalis. Bentuk cincin cartilage. Susunan serabut otot pada trachea hanya dibagian dorsal sedangkan pada bronchus terdapat disekeliling dinding. Kontraksi lapisan otot ini akan menimbulkan lipatan memanjang pada membrane mukosa. Suatu lapisan anyaman elastis yang membatasi membrane mukosa seperti pada trachea tidak ada, tetapi terdapat serabut-serabut elastis yang berjalan sejajar sepanjang bronchus dengan percabangannya. Perbedaan Bronchus dan Bronchiolus.
Dengan bercabangnya bronchus, maka kalibernya akan semakin mengecil, yang menyebabkan gambaran stukturnya akan semakin berbeda karena lempeng-lempeng cartilage yang makin berkurang. Kalau struktur pulmo disamakan seperti kelenjar, maka bronchus merupakan ‘ductus extraloburalis’, sebab terdapat diluar lobuli. Cabang bronchus yang memasuki lobulus pada puncaknya disebut ‘bronchiolus’ yang sesuai dengan ‘ductus intralobularis’ pada kelenjar. Biasanya dinding brochiolus berdiameter lebih kecil dari 1mm dengan epitel silindris selapis bercilia dan tanpa cartilago.
PULMO Paru-paru pada manusia terdapat sepasang yang menempati sebagian besar dalam cavum thoracis. Kedua paru-paru dibungkus oleh pleura yang terdiri atas 2 lapisan yang saling berhubungan sebagai pleura visceralis dan pleura parietalis.
Stuktur Pulmo Unit fungsional dalam paru-paru disebut lobulus primerius yang meliputi semua struktur mulai bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium, saccus alveolaris, dan alveoli bersama-sama dengan pembuluh darah, limfe, serabut syaraf, dan jarinmgan pengikat. Lobulus di daerah perifer paru-paruberbentuk pyramidal atau kerucut didasar perifer, sedangkan untuk mengisi celah-celah diantaranya terdapat lobuli berbentuk tidak teratur dengan dasar menuju ke sentral. Cabang terakhir bronchiolus dalamlobulus biasanya disebut bronchiolus terminalis. Kesatuan paru-paru yang diurus oleh bronchiolus terminalis disebut acinus.
Bronchiolus Respiratorius Memiliki diameter sekitar 0.5mm. saluran ini mula-mula dibatasi oleh epitel silindris selapis bercilia tanpa sel piala, kemudian epitelnya berganti dengan epitel kuboid selapis tanpa cilia. Di bawah sel epitel terdapat jaringan ikat kolagen yang berisi anyaman sel-sel otot polos dan serbut elastis. Dalam dindingnya sudah tidak terdapat lagi cartilago. Pada dinding bronchiolus respiratorius tidak ditemukan kelenjar. Disana-sini terdapat penonjolan dinding
sebagai alveolus dengan sebagian epitelnya melanjutkan diri. Karena adanya alveoli pada dinding bronchiolus inilah maka saluran tersebut dinamakan bronchiolus respiratorius.
Ductus Alveolaris Bronchiolus respiratorius bercabang menjadi 2-11 saluran yang disebut ductus alveolaris. Saluran ini dikelilingi oleh alveoli sekitarnya. Saluran ini tampak seperti pipa kecil yang panjang dan bercabang-cabang dengan dinding yang terputus-putus karena penonjolan sepanjang dindingnya sebagai saccus alveolaris. Dinding ductus alveolaris diperkuat dengan adanya serabut kolagen elastis dan otot polos sehingga merupakan penebalan muara saccus alveolaris.
Saccus alveolaris dan Alveolus Ruangan yang berada diantara ductus alveolaris dan saccus alveolaris dinamakan atrium. Alveolus merupakan gelembung berbentuk polyhedral yang berdinding tipis. Yang menarik, dindingnya penuh dengan anyaman kapiler darah yang saling beranastomose. Kadang ditemukan lubang yang disebut porus alveolaris dan terdapat sinus pemisah(septa) antara 2 alveoli. Fungsi lubang tersebut belum jelas, namun dapat diduga untuk mengalirkan udara apabila terjadi sumbatan pada salah satu bronchus.
Pelapis Alveolaris Epitel alveolus dengan endotil kapiler darah dipisahkan oleh lamina basalis. Pada dinding alveolus dibedakan atas 2 macam sel: sel epitel gepeng ( squamous pulmonary epitheal atau sel alveolar kecil atau pneumosit tipeI). sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit tipe II.
Sel alveolar kecil membatasi alveolus secara kontinyu, kadang diselingi oleh alveolus yang besar. Inti sel alveolus kecil ini gepeng. Bentuk dan ketebalan sel alveolar kecil tergantung dari derajat perkemangan alveolus dan tegangan sekat antara alveoli. Sel alveolar besar ialah sel yang tampak sebagai dinding alveolus pada pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sel ini terletak lebar ke dalam daripada pneumosit typeI. Kompleks golginya sangat besar disertai granular endoplasma reticulu m dengan ribosom bebas. Kadang-kadang tampak bangunan ini terdapat dipermukaan sel seperti gambaran sekresi sel kelenjar. Diduga benda-benda ini
merupakan cadangan zat yang berguna untuk menurunkan tegangan permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus. Secret tersebut dinamakan ‘Surfactant’ Udara di dalam alveolus dan darah dalam kapiler dipisahkan oleh: Sitoplasma sel epitel alveolus. Membrana basalis epitel alveolus. Membrane basalis yang meliputi endotel kapiler darah Sitoplasma endotel kapiler darah.
Fagosit Alveolar, Sel Debu (Dust cell) Hampir pada setiap sediaan paru-paru ditemukan fagosit bebas. Karena mereka mengandung debu maka disebut sel debu. Pada beberapa penyakit jantung sel-sel tersebut mengandung butir-butir hemosiderin hasil fagositosis pigmen eritrosit.
Pembuluh Darah
Sebagian besar pulmo menerima darah dari arteri pulmonalis yang bertripe elastis. Cabang arteri ini masuk melalui hilus pulmonalis dan bercabang-cabang mengikuti percabangan bronchus sejauh bronchioli respiratorius. Dari sini arteri tersebut memberi percabangan menuju ke ductus alveolaris, dan memberi anyaman kapiler di sekeliling alveolus. Venula menampung darah dari anyaman kapiler di pleura dan dinding penyekak alveolus. Vena yang menampung darah dari venula tidak selalu seiring dengan arterinya, tetapi melalui jaringan pengikat di antara lobules dan segmen. Pulmonalis dan vena pulmonalis terutama untuk pertukaran gas dalam alveolus. Disamping itu terdapat arteri bronchialis yang lebih kecil, sebagai cabang serta mengikuti bronchus dengan cabang-cabangnya. Arteri ini diperlukan untuk nutrisi dinding bronchus termasuk kelenjar dan jaringan pengikat sampai di bawah pleura. Darah akan kembali sebagian besar melalui vena pulmonalis disamping vena bronchialis. Terdapat anastomosis dengan kapiler dari arteri pulmonalis.
Pembuluh Limfe Terdapat 2 kelompok besar, sebagian dalam pleura dan sebagian dalam jaringan paruparu. Terdapat hubungan antara 2 kelompok tersebut dan keduanya mengalirkan limfa ke arah nodus limfatikus yang terdapat di hilus. Pembuluh limfe ada yang mengikuti jaringan pengikat septa interlobularis dan ada pula yang mengikuti percabangan bronchus untuk mencapai hilus. Pleura
Seperti juga jantung paru-paru terdapat didalam sebuah kantong yang berdinding rangkap, masing-masing disebut pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua pleura ini berhubungan didaerah hilus. Sebelah dalam dilapisi oleh mesotil. Pleura tersebut terdiri atas jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas dan makrofag. Di dalamnya banyak terdapat anyaman kapiler darah dan pembuluh limfe.
HISTOGENESIS
Perkembangan pulmo terdiri dari 3 fase: Fase glanduler(12-16 minggu) Mula-mula sebagai tonjolan yang akan menjadi trachea yang kemudian bercabang menjadi 2 sebagai calon bronchus. Tonjolan ini dengan cepat tumbuh memanjang dan mencapai kelompok sel-sel mesenkhim sehingga akhirnya menyerupai kelenjar. Pars conductoria tractus respiratorius telah dilengkapi selama kehidupan intrauterin bersama pula dengan sistem pembuluh darah.
Fase kanalikuler(bulan ke-4-7) Terjadi pertumbuhan cepat sel-sel mesenkim di sekitar percabangan bronchus. Sel-sel tersebut dan serabut jaringan pengikat sangat menonjol disamping anyaman kapiler darah. Pada tingkat ini belum tumbuh alveolus. Kelenjar-kelenjar timbul sebagai tonjolan dinding bronchus.
Fase alveolar(6,5 bulan sampai lahir) Paru-paru kehilangan bentuk kelenjarnya karena sekarang banyak sekali pembuluh darah. Ujungujung bronchus yang mengembang akan tumbuh bercabang-cabang hingga terbentuk alveoli. Epitel alveoli menipis sehingga terjadi hubungan yang erat dengan kapiler darah. Sesudah lahir masih terjadi perkembangan pars respiratoria untuk penyempurnaan yang meliputi bronchiolus respiratorius sampai alveoli.
D. Biokimia
2. Bagaimana patomekanisme terjadinya sesak dan batuk pada skenario ?
3. Bagaimana hubungan penyakit terdahulu dengan penyakit sekarang ? Ada beberapa hal yang menyebabkan terapi obat mengalami kegagalan. Dosis yang kurang adekuat, kurangnya masa terapi, kesalahan menetapkan etiologi, faktor pasien, gangguan farmakokinetik, pemilihan obat yang tidak tepat dan lain-lain adalah faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab timbulnya kegagalan terapi. Dosis yang kurang adekuat menyebabkan tidak tercapainya kadar minimum obat dalam darah untuk menimbulkan efek. Kadar minimum obat dalam darah adalah syarat yang harus dipenuhi agar obat dapat menimbulkan efek yang diharapkan. Penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tidak adekuat tidak akan memberikan manfaat apapun terhadap tubuh. Oleh karena itu diperlukan penetapan dosis yang ideal untuk tiap individu. Penetapan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh adalah cara penetapan dosis yang terbaik, namun bila tidak memungkinkan, penetapan berdasarkan berat badan dan umur sudah cukup memadai, yang mana penetapan berdasarkan berat badan lebih utama daripada berdasarkan umur. Kurangnya masa terapi juga menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan pengobatan. Terutama untuk obat-obat yang membutuhkan kadar yang konstan dalam darah dan jaringan tubuh selama beberapa waktu sebelum akhirnya memberikan hasil terapi yang positif. Antibiotika adalah salah satu contoh obat yang membutuhkan masa terapi yang lengkap untuk menghasilkan paparan konstan terhadap bakteri jahat penyebab penyakit. Paparan yang konstan akan menekan pertumbuhan sekaligus membunuh bakteri penyebab penyakit hingga tuntas.
Kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit akan menelurkan pengobatan yang tidak tepat dan tidak rasional. Pengobatan tidak tepat hanya akan merugikan pihak pengguna obat dalam hal ini adalah pihak pasien. Selain itu, pengobatan yang tidak tepat juga tidak akan memberikan kesembuhan kepada penderita, karena target pengobatannya tidak tepat. Kegagalan terapi juga dapat disebabkan oleh gangguan farmakokinetik obat. Gangguan farmakokinetik dapat berupa gangguan penyerapan obat pada tempat absorpsinya, gangguan distribusi obat dalam tubuh, gangguan metabolisme obat dan gangguan pengeluaran obat dari dalam tubuh. Gangguan farmakokinetik akan memicu timbulnya gangguan bioavailabilitas, yakni gangguan kadar obat dalam dalam darah yang aktif dan siap memberikan efek pengobatan. Penurunan bioavailabilitas dapat menyebabkan berkurangnya efek terapi, sebaliknya bila bioavailabilitas meningkat drastis, akan memicu munculnya efek toksik (berbahaya) kepada tubuh. Pemilihan obat juga menjadi salah satu penentu keberhasilan atau kegagalan pengobatan. Pemilihan obat harus berdasarkan etiologi penyakit dan faktor-faktor lain yang harus turut dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain: umur pasien, fungsi hati dan ginjal, penyakit lain yang diderita pasien selain penyakit yang dijadikan target pengobatan, obat-obatan yang sedang dikonsumsi serta keadaan biologis pasien seperti masa kehamilan atau menyusui. 4. Apa yang menyebabkan penderita mengalami gastric reflux yang disertai oleh mual dan muntah ?
5. Differensial diagnostik dari skenario ?
Gejala kliniks
Bronkiektasis
TBC
paru Pneumonia sepsi
infeksi sekunder Batuk
+
Nyeri dada Berdahak
+
+
+
+
+
+
+
Mual muntah Sesak
+ +
+
+
Demam
+
+
Anoreksia
+
+
Penurunan BB
+
+
Malaise Batuk
+ yg
tdk +
+
+/-
berproduktif/ berproduktif
6. Etiologi dari DD ? A. Pneumonia sepsis Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993). Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997) Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus,
jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan. Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: o Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). o Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia). o Pneumonia aspirasi. o Pneumonia pada penderita immunocompromised. Berdasarkan bakteri penyebab:
o Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut
usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. o Pneumonia Akibat virus. Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya
lendir
yang
kental
dan
berwarna
hijau
atau
merah
tua.
o Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
o Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri. o Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh. Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut. Terpajan Bakteri Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli Konsolidasi Paru Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema Pertahanan Utama Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long) Manifestasi Klinis
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala. Tanda dan Gejala berupa: Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
Batuk
Sakit kepala
Kekakuan dan nyeri otot
Sesak nafas
Menggigil
Berkeringat
Lelah. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah kekakuansendi. Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada
pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi. Tanda infeksi ekstra pulmunal. Komplikasi
- Abses paru
- Efusi pleural
- Empisema
- Gagal nafas
- Perikarditis
- Meningitis
- Atelektasis
- Hipotensi
- Delirium
- sidosis metabolik
- Dehidrasi
- Penyakit multi lobular
B. Bronkhiektasis eksaserbasi akut
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai: Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan danr em odelling jalan nafas. Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat- zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari Sel penghasil lendir
Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel - partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.
Sel-sel lainnya yang berperan dalam
kekebalan dan sistem pertahanan tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya. Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.
Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,wheez ing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya.
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang. Gambaran radiologis Foto thorax Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini: Ring shadow Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. C. TBC paru infeksi sekunder
Penyebab Penyakit TBC Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal
24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Cara Penularan Penyakit TBC Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentukbentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak ( malaise), lemah. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: o
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
o
Pemeriksaan fisik.
o
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o
Rontgen dada (thorax photo).
o
Uji tuberkulin 7. Langkah- langkah penegakan diagnostik
A. Anamnesis B. Pemeriksaan fisik C. Pemeriksaan penunjang 1.
Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih. 2.
GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada. 3. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun. 4. LED meningkat Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun. 5. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah 6. Bilirubin meningkat
7. Aspirasi / biopsi jaringan paru Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik. 8. Jelaskan patomekanisme dari diagnosa sementara ? 9. Penatalaksanaan Penatalaksanaa pada kasus ini dengan pemberian Antibiotik Pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan . Suportif karena hasil uji kepekaan memerlukan waktu maka pemeilihan antibiotik dapat diberikan secara empiris .
A. Kelompok 1
Kuman peny. Enterobacter . e coli proteus, h influensa Obat pilihan : sefalosporin generasi
2 atau 3 , non pseudomonas beta laktam + inhibitor
betalaktamase Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin B. Kelompok 2
Kuman peny. utama enterobacter, E.Coli, klebsiella , proteus, H influenza, S. pneumoniae, S. Aureus Obat pilihan sefalosporin generasi 2 atau 3 non pseudomonas , beta laktam + inhibitor betalaktamasi Jika dicurigai anaerob diberikan klindamisin atau metronidazole atau betalaktam Jika dicurigai legionella , makrolid atau Fluorokuinolon C. Kelompok 3
Kuman peny. utama : enterobacter, E.Coli,klebsiella, proteus,h.influenzae, S.Pneumoniae, S.Aureus Kuman peny. tambahan : avinobacter, S.Maltophilia Obat pilihan : aminoglikosid dikombinasi dengan salah satu Penisilin,piperasin, seftasidin , sefoperason, meropenem 10. Prognosis
Prognosis pada pneumonia tergantung apa kuman penyebabnya dan tingkat keparahannya misalnya infeksi melalui droplet streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh staphylococcus aureus, infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan Enterobacter dimana prognosisnya buruk.
View more...
Comments