Skenario 1 - Perdarahan Post Partum
February 28, 2018 | Author: Sarah Kemalasari | Category: N/A
Short Description
kegawatdaruratan...
Description
SARAH KEMALASARI – 1102010264 SKENARIO 1 I. PERDARAHAN POST PARTUM 1.
Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998 ). Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebut perdarahan postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang tertinggal. Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahn postpartum Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. 2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut : 1. Menghentikan perdarahan. 2. Mencegah timbulnya syok. 3. Mengganti darah yang hilang. Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya : 1. Atoni uteri ( 50 – 60% ). 2. Retensio plasenta ( 16 – 17% ). 3. Sisa plasenta ( 23 – 24% ). 4. Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ). 5. Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).
1
2.
Klasifikasi Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder. 1. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinan segera). Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep) Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
3.
Etiologi 1.
Atonia Uteri Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ). Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama, pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar, persalinan yang sering ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Terapi terbaik adalah pencegahan.Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah 2
mengalami anemia.Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit.Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah.Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh.Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim. Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
3
2. Retensio Plasenta Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang – kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta : 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya : a. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding rahim. 2. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar (
plasenta
inkarserata ).
3. Inversio Uteri Inversiio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversion uteri : 4
a. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim. b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina. c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversion uteri ; a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ). b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri : a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. b. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversion uteri : a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis. b. Pemeriksaan dalam : 1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam. 2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak. 3. Kavum uteri sudah tidak ada.
5
4.
Perdarahan karena robekan serviks Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi
uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum.Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah.Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.
5.Perdarahan postpartum karena sisa plasenta Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari kavum uteri. Potongan
potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya
menimbulkan perdarahan postpartum lambat. Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa – sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam.
6
6. Robekan Jalan Lahir Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang – kadang timbul : pucat, lemah, menggigil. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
a. Robekan serviks Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. b. Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam.Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum. c. Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah : 1) Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi). a. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi ). 7
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir. c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat. 2) Atonia uteri ( robekan jaringan lunak ) a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil. b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan. c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
5.
Patofisiologi Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik. 6.
Manifestasi klinis 1. Atonia uteri Gejala dan tanda yang selalu ada: a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer) Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain). 2. Robekan jalan lahir Gejala dan tanda yang selalu ada: a. Perdarahan segera b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir 8
c. Uterus kontraksi baik d. Plasenta baik Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: a. Pucat b. Lemah c. Menggigil 3. Retensio plasenta Gejala dan tanda yang selalu ada: a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit b. Perdarahan segera c. Uterus kontraksi baik Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan b. Inversio uteri akibat tarikan c. Perdarahan lanjutan 4. Inversio uterus
Gejala dan tanda yang selalu ada: a. Uterus tidak teraba b. Lumen vagina terisi massa c. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) d. Perdarahan segera e. Nyeri sedikit atau berat Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada: a. Syok neurogenik b. Pucat dan limbung 7.
Diagnosis Pemeriksaan Fisik a. Pemerikasan tanda – tanda vital 1. Pemeriksaan suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia. 2. Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
9
3. Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia. 4. Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.
Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi
:
1. Nyeri / ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ). 2. Sistem vaskuler a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam berikutnya. b. Tensi diawasi setiap 8 jam. c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah. d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya. b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau. c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas. d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak. e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum. f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ). 4. Traktus urinarus Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain – lain. 5. Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi. 10
6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir. Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi 2. Menentukan adanya gangguan kongulasi Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
Diagnosis Banding Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
7.
Komplikasi Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia. Penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
8.
Tata laksana Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta. Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin 11
setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena. Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok : a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih) b. Manajemen penyebab perdarahan postpartum Tentukan penyebab perdarahan postpartum : Atonia uteri Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila uterus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine. (KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL) Sisa plasenta Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelahkompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahlimenganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalamsyok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukaneksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresibimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. 12
Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi. (KOMPRESI AORTA) Trauma jalan lahir Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan. Gangguan pembekuan darah Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti ( trombosit, fibrinogen). Terapi pembedahan o Laparatomi Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica. o Ligasi arteri Ligasi uteri uterine Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan. Ligasi arteri ovarii Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan. Ligasi arteri iliaca interna Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi. o Histerektomi Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal 13
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina. Referensi pemberian uterotonica : 1. Pitocin a. Onset in 3 to 5 minutes b. Intramuscular : 10-20 units c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour 2. Ergotamine ( Methergine ) a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour b. Onset in 2 to 5 minutes c. Kontraindikasi o Hypertensi o Pregnancy Induced hypertntion o Hypersensitivity 3. Prostaglandin ( Hemabate ) a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium b. Onset < 5 minutes c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg 4. Misoprostol 600 mcg PO or PR
Tambahan : Tampon Kasa/ Haas Merupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-an. Kasa panjang steril 16 meter dipasang dengan menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis dari kiri ke kanan hingga porsio. Tidak dipakai lagi karena RISIKO INFEKSI! Kateter urologi Rüsch -Teknik Masukkan kateter Rüsch 24 ke kavum uteri 1. Kembangkan dengan NaCl 0.9 % 400-500cc dengan spuit 50 cc 2. Pertahankan sampai 24 jam 3. Antibiotik dan drips oksitosin
14
Gambar.1. Kateter Urologi Rüsch
Tampon Balon SOS Bakri • Kapasitas maksimum 800 cc (Anjuran : 250 hingga 500cc) • Menggunakan kateter silicon no. 24
Gambar.2. Tampon balon SOS Bakri Balon Kondom -Teknik • Antibiotik dan drips oksitosin! • Kateter Foley 16 dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang silk • Sambung dengan infus set dan NaCl 0.9%
Gambar.3. Balon Kondom • • • •
Jepit porsio anterior dan posterior dengan klem ovarium, masukkan kondom hingga kavum uteri Masukkan NaCl 0.9% hingga 250-500 cc atau hingga perdarahan tampak berkurang Bila perlu tampon di vagina Keluarkan setelah 24-48 jam 15
Tata Laksana Gambar
Masase fundus uteri Segera sesudah plasenta lahir (maksimal 15 detik) Ya Evaluasi rutin
Uterus kontraksi ? Tidak § Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban § Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit Uterus kontraksi ?
Ya
§ Pertahankan KBI selama 1-2 menit § Keluarkan tangan secara hati-hati § Lakukan pengawasan kala IV
Tidak § Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) § Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati § Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m § Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur § Lakukan lagi KBI
16
Uterus kontraksi ?
Ya
Pengawasan kala IV
Tidak § Rujuk siapkan laparotomi § Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan § Selama perjalanan dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi Bimanual Eksternal Ligasi arteri uterina dan/atau hipogastrika B-Lynch method
Perdarahan berhenti
Pertahankan uterus
Perdarahan berlanjut Histerektomi
Skema.1. Tahap-tahap Penatalaksanaan
Tiga tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, perlu dilakukan: a. Kompresi bimanual pada uterus Caranya: Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam vagina dan sambil membuat kepalan letakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang corpus uteri terpegang antara dua tangan; tangan kanan melakukan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri. Kelemahannya: Kompresi bimanual melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas mberi hasil, perlu diganti dengan perasat lain. b. Perasat Dickinson Perasat Dickinson mudah dilakukan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek. Caranya: Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit diatas symphisis pubis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang corpus uteri dan sambil melakukan 17
massage,menekannya kebagian bawah kearah tangan kanan dan ke belakang kearah peritonium. Akhirnya masih dapat dilakukan tamponade uterovaginal. Kelemahannya: Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya tanpa usaha-usaha tersebut diatas perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagipula dikhawatirkan bahwa tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan perdarahan dalam uterus belakang tampon. c. Teknik lain Dengan seorang pembantu memegang dan menahan fundus uteri, tangan kiri penolong diletakkan di vagina dengan ujung-ujung jari untuk sebagian masuk ke serviks uteri. Tangan kanan dengan petunjuk tangan kiri memasukkan tampon kasa panjang kedalam uterus sampai cavum uteri terisi penuh. Untuk menjamin bahwa tampon benar-benar mengisi cavum uteri dengan padat, kadang-kadang usaha memasukkan tampon dihentikan sebentar untuk memberi kesempatan kepada tangan dalam uterus untuk menekan tampon pada dinding cavum uteri. Dengan mengisi cavum uteri secara padat, dapat dihindarkan terjadinya perdarahan di belakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada myometrium untuk berkontraksi. Sesudah uterus diisi, tampon dimasukkan juga ke dalam vagina. Tampon diangkat 24 jam kemudian. Pada perdarahan diatas masih ada kemungkinan dilakukannya laparotomi yaitu melakukan ikatan arteria hipogastrika kanan dan kiri atau histrektomi. Sedangkan terapi terbaik terhadap perdarahan yang disebabkan oleh hipofibrinogenemia ialah transfusi darah segar, ditambah dengan pemberian fibrinogen jika ada persediaan. Jadi tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam tiga tahap: Tahap I: Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan memasang gurita. Tahap II: Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan transfusi darah dan dapat dilakukan: a. Perasat Zangemeister b. Perasat Fritch c. Kompresi bimanual d. Kompresi aorta e. Tamponade utero-vaginal f. Jepitan arteri uterina dengan cara Henkel Tamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada. Tahap III: Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi. TINDAKAN UNTUK MENGHENTIKAN PERDARAHAN
18
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kompresi bimanual dan masase uterus Kuretase Tampon uterus Uterotonik Tranfusi Tindakan operatif ( di rumah sakit rujukan )
Ligasi arteri uterina Ligasi arteri iliaca interna Embolisasi pelvik Jahitan dengan metode B-lynch Histerektomi
Gambar 1 Lokasi ligasi arteri hipogastrika
Gambar 2 Suture B Lynch Pencegahan dengan Obat Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu. 19
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: 1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu. 2. Grande multipara (lebih dari empat anak). 3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun). 4. Bekas operasi Caesar. 5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah sakit, dan jangan di rumah sendiri.
hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya: 1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep. 2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar. 3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama. 4. Uterus yang lembek akibat narkosa. 5. Inersia uteri primer dan sekunder. Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir.
9.
Prognosis Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri. Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.
II. SYOK PADA PERDARAHAN POST PARTUM 1.
Definisi
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa syok yang terjadi karena kombinasi: • akibat perdarahan, • akibat nyeri. 20
Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem vascular bed sehingga menyebabkan terjadinya: 1. Hipotensi. 2. Penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ. 3. Hipoksia sel. 4. Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob. 2.
Klasifikasi 1. Syok hipovolemik
a Syok akibat Perdarahan: Pada obstetri disebabkan oleh: • Perdarahan pada abortus • Perdarahan antepartum - Plasenta previa - Solusio plasenta • Perdarahan postpartum • Perdarahan akibat trauma jalan lahir - Perdarahan pada ruptur serviks - Perdarahan robekan vagina - Perdarahan ruptur uteri’ - Perdarahan operasi obstetri b. Syok akibat kehilangan cairan • Hiperemesis gravidarum • Kehilangan cairan akibat -Diare -Pemakaianobat diuretik • Syok akibat pengeluaran cairan asites yang terIalu banyak dan mendadak c. Supine hypotensive syndrome • Syok berkaitan dengan kompresi uterus pada vena cava inferior sehingga aliran darah yang menuju atrium kanan berkurang. d. Syok berkaitan dengan disseminated intravascular coagulation. • Emboli air ketuban • Syok karena terdapat IUF dead 2. Syok sepsis (endatoxin shock) a. Infeksi dengan masuknya endotoksin yang berasal dari dinding bakteri gram-negatif. b. Endotoksin dapat menimbulkan mata rantai gangguan pada berbagai organ sehingga menimbulkan sindrom Syok sepsis. c. Komplikasi yang paling sering berkaitan dengan syok sepsis: 21
• Abortus infeksius • Korioamnionitis • Pielonefritis • Endometritis postpartum 3. Syok kardiogenik a. Kegagalan ventrikel kiri • Akibat cardiac arrest atau ventrikel fibrilasi • Infark miokard b. Kegagalan pengisian ventrikel kiri: • Tamponade jantung–akibat emboli pada jantung • Emboli paru - Lepasnya embolus dari flebitis interna. - Pada operasi ekstensif pelvis–operasi radikal. 4. Syok neurogenik a. Akibat zat kimia–aspirasi dari cairan atau isi lambung. b. Akibat obat-obatan–anestesi spinal. c. Inversio uteri—kolaps vasomotor. d. Gangguan eiektrolit–hiponatremia–kekurangan ion Na. 3.
Etiologi Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya volum sirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma tumpul, perdarahan saluran cerna dan perdarahan saat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap kehilangan ini dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa diselamatkan disaat mekanisme kompensasi tubuh tidak memadai.
4.
Faktor resiko
Pasien anak yang memiliki volum darah yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan volum sirkulasi juga akan jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi ginjalnya belum sempurna. Sehingga produksi konsentrat urin belum baik. Anak usia muda dalam mempertahankan volum sirkulasinya belum seefektif anak besar. Hati-hatilah akan bahaya kogulopati karena proporsi luas pemukaan tubuh yang akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat mudah kehilangan air lewat panas dan terjadinya hipotermia dini. Usia lanjut memiliki penurunan kondisi fisik dan kesehatan dalam mempertahankan kehilangan volum sirkulasi. Penyakit ateroskelrosis dan penurunan elastin menyebabkan fungsi dinding arteri menurun, akan menyulitkan kompensasi kehilangan volum sirkulasi. Menurunnya arteriolar kardiak karena vasodilatasi dan penyakit angina atau infark akan membutuhkan oksigenasi tinggi otot jantung. Pada usia lanjut mekanisme takikardi untuk respon peningkatan stroke volume melemah karena turunnya rangsang beta-adrenergik dalam memacu miosit di nodul sinoatrial. Penggunaan obat-obat jantung juga akan mengurangi respon normal tubuh 22
5.
mengkompensasi syok. Terutama penggunaan obat golongan beta-bloker, nitrogliserin, ca-bloker, dan obat anti aritmia. Penurunan fungsi ginjal juga berkorelasi dengan bertambahnya usia dan bersihan kreatinin turun pada usia lanjut dibanding nilai keratin normalnya. Kemampuan mengkonsentrat urinpun menurun karena sensitifitas terhadap ADH menurun. Semua gangguan pada jantung, pembuluh darah dan ginjal ini secara keseluruhan membuat tubuh gagal menjalankan mekanisme kompensasinya di saat kehilangan darah. Faktor komorbid lainnyapun perlu dipertimbangkan saat tatalaksana perdarahan pada usia lanjut. Patofisiologi
dapat terjadi kompensasi peningkatan detak jantung akibat menurunnya tekanan darah menuju jaringan. Jika ketidakseimbangan tersebut terus berlangsung, akan terjadi: 1. Semakin menurunnya aliran 02 dan nutrisi menuju jaringan. 2. Ketidakmampuan sistem sirkulasi unruk mengangkut CO2 dan hasil maabolisme lainnya sehingga terjadi timbunan asam laktat dan asam piruvat di jaringan tubuh dan menyebabkan asidosis metabolik. 3. Rendahnya aliran 02 menuju jaringan akan menimbulkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan produk samping: a. Timbunan asam laktat b. Timbunan asam piruvat81 Dampak gagalnya siklus Kreb adalah hipoksia sel yang terlalu lama yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem enzim sel dan metabolisme sel. 6.
Diagnosis Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tkarena mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan. Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan dengan diaphoresis. Pasien bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi. 23
Conjunctiva pucat, seperti anemia kronik. Inspeksi Hidung, pharyinx dari kemungkinan adanya darah Auskultasi dan perkusi dada untuk mengevaluasi gejala hemothorax. Dimana suara nafas akan turun, suara perkusi tumpul diarea dekat perdarahan. Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal : distensi, nyeri palpitasi, dan perkusi tumpul. Periksa panggul apakah ada ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya aneurysma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran scrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan lemahnya denyut femoralis. Lakukan pemeriksaan rectum. Bila ada darah segar curiga hemoroid internal atau external. Pada kondisi sangat jarang curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap. Dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik. Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik. Lakukan inspeksi awal dengan cepat untuk identifikasi hal yang mengancam jiwa pasien. Nilai jalan nafas, dengan menanyakan nama pasien. Bila artikulasi baik, pasti jalan nafas bersih. Periksa oral pharynx dari adanya darah dan benda asing lainnya. Periksa daerah leher, adakah hematom atau deviasi trachea. Auskultasi dan perkusi dada dari tanda pneumothorax atau hemothorax. Palapasi kekuatan dan frekuensi pulsa radialis and femoralis. Periksa dengan cepat adanya perdarahan eksternal. Periksa tanda neurologi dengan menyuruh pasien mengangkat kedua tangan bergantian, refleks dorsal kaki dengan penekanan. (ATLS) sangat menganjurkan pemeriksaan nerologi sederhana ini, karena bisa menilai tingkat kesadaran pasien apakah pasien sadar penuh, respon terhadap perintah, respon terhadap nyeri, atau tidak ada respon sama sekali. (misal AVPU). Jaga suhu pasien dengan baik, dengan selimut atau alat penghangat luar lainnya. Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang bisa mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan dikulit kepala. Dan bila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah di mulut dan pharynx. Inspeksi dan Palpasi abdomen. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasil kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitus atau instability indikasikan terjadinya fraktus pelvis dan ini bisa mengancam jiwa karena perdarahan ke retroperitoneum. Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitus saat palpasi didekat fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah perdarahan di sisi fraktur. Terutama fraktur Femur karena bisa hilang darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi.
24
Tes diagnostic lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal.
•
Syok ringan.takikardi minimal,hipotensi sedikit,vasokonstriksi tepi ringan: kulit dingin,pucat,basah. Urin normal/sedikit berkurang.keluhan merasa dingin Syok sedang.takikardi 100-120/m.hipotensi: sistolik 90-100 mmHg,oliguria/anuria.keluhan has Syok berat.takikardi 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. • Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. • Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL. • Ikterus menetap pada usia >2 minggu. • Terdapat faktor risiko.
3.2. Etiologi Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : o Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma. o Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme. o Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin. o Gangguan dalam ekskresi bilirubin. o Komplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis. (Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001) Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas : o Ikterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. o Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi : a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus. b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus. o Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu. o Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain 26
o
o
o
Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom Gilber Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab : Biasanya karena obstruks Hipotiroidime Hipo breast milk jaundice Infeksi Neonatal hepatitis Galaktosemia
3.3. Klasifikasi o
o
Ikterus Fisiologis a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga. b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik Ikterus Patologik a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
3.4. Faktor Resiko Faktor risiko meliputi:
27
• • •
•
• • •
Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah di Afrika Amerika. Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di luar Yunani. Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning neonatal signifikan dan terutama pada bayi yang lebih tua saudara dirawat karena penyakit kuning neonatal. Insiden juga lebih tinggi pada bayi dengan mutasi / polimorfisme pada gen yang kode untuk enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme bilirubin, dan pada bayi dengan homozigot atau heterozigot glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD) kekurangan dan anemia hemolitik herediter . Kombinasi varian genetik seperti tampaknya memperburuk penyakit kuning neonatal Gizi: Insiden lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI atau yang menerima nutrisi yang tidak memadai. Mekanisme untuk fenomena ini mungkin tidak sepenuhnya dipahami. Namun, ketika volume makan yang tidak memadai yang terlibat, peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin mungkin memberikan kontribusi untuk penyakit kuning yang berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa payudara sakit kuning susu berkorelasi dengan kadar faktor pertumbuhan epidermal, baik dalam ASI dan dalam serum bayi. Menunjukkan bahwa perbedaan antara ASI dan susu formula bayi mungkin kurang jelas dengan beberapa rumus yang modern . Namun, formula yang mengandung hidrolisat protein telah terbukti meningkatkan ekskresi bilirubin. Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi. Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian. Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah. Infeksi Kongenital TORCH ( toxoplasmosis, other viruses, r ubella, cytomegalo virus, herpes ( simplex viruses)
3.5. Diagnosis • •
Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
Berdasarkan Kramer dibagi : Derajat Daerah ikterus ikterus
Perkiraan kadar bilirubin
I
5,0 mg%
Kepala dan leher
28
II
Sampai badan atas (di atas umbilikus)
9,0 mg%
III
Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas 11,4 mg/dl lutut)
IV
Sampai lengan, tungkai bawah lutut
12,4 mg/dl
V
Sampai telapak tangan dan kaki
16,0 mg/dl
Tabel.2. Derajat Ikterus • •
Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD). Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)
Penegakan diagnosis •
Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: - Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. - Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. - Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 2) •
Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
29
•
Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 31
4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. b. Transfusi Pengganti Transfusi pengganti digunkan untuk: a) Mengatasi anemia yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel b) darah merah terhadap antibody maternal c) Menghilangkan sel eritrosit untuk yang tersensitisasi (kepekaan) d) Menghilangkan serum bilirubin e) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan f) bilirubin c. Terapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai bebe \rapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Catatan : Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).
Tabel 4 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)
* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat 32
Tabel 5 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah Berat badan Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL) (gram) 5-7 7-9 10-12 12-15 15-20 > 20 < 1000 FT TT 1000 - 1500
2000 - 2500
Obs. Bil. Obs. Bil. Obs.
> 2500
Obs. Bil.
1500 - 2000
Ulang FT Ulang
TT FT
Obs. Ulang Bil.
>25
TT
FT
TT
FT
TT
Keterangan : Obs : observasi FT : fototerapi TT : transfusi tukar Bil : bilirubin 3.7. Pencegahan
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga periksa G6PD Pencegahan infeksi
3.8. Komplikasi Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis). 3.9. Prognosis Baik, bila ditangani dengan tepat. Buruk bila timbul kern ikterus. Kern ikterus adalah sindrom neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dalam sel otak. IV. HIPOTERMI PADA BAYI 1.
Definisi 1.
Definisi 33
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,537,5°C (suhu ketiak). 2.
Etiologi 1)Jaringan lemak subkutan tipis. 2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. 5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi.
3.
Patofisiologi Mekanisme terjadinya Hipotermia: Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi melalui: 1. Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi memancar kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan ditempat yang dingin. 2. Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap, misal : BBL tidak langsung dikeringkan dari air ketuban. 3. Konduksi : Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung diganti. 4. Konveksi : Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi, misal : BBL diletakkan dekat pintu/jendela terbuka.
4.
Klasifikasi Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu
View more...
Comments