SK, Panduan DNR
October 8, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download SK, Panduan DNR...
Description
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NORFA HUSADA Nomor : NH-DIR/SEK/SK/V/2018/______ NH-DIR/SEK/SK/V/2018/______
TENTANG PANDUAN PANDUA N PENOLAKAN RESUSITASI (DO NOT RESUSCITATE) RSIA NORFA HUSADA BANGKINANG
DENGAN MEMOHON TAUFIK DAN HIDAYAH ALLAH YANG MAHA KUASA DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NORFA HUSADA,
Menimbang
:
a. bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban menghormati hak pasien dan keluarga sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; sakit;
b. bahwa dalam rangka melindungi hak pasien dan keluarga, rumah sakit menghormati permintaan pasien untuk menolak dilakukan resusitasi; resusitasi;
c. bahwa dalam rangka melindungi hak pasien dan keluarga di RSIA Norfa Husada, serta memastikan bahwa posisi rumah sakit memenuhi norma agama dan budaya serta hukum dan peraturan, perlu adanya Panduan Mengenai Penolakan Resusitasi Pasien RSIA Norfa Husada;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu menetapkan Peraturan Direktur RSIA Norfa Husada tentangPanduan Penolakan Resusitasi pada RSIA Norfa Husada.. Mengingat
:
1. Undang –Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Praktik Kedokteran; 2. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang tentang Kesehatan; 3. Undang –Undang Nomor 44 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Undang – Undang Nomor 36 2014 tentang Tenaga Kesehatan; 5. Undang – Undang Nomor 38 2014 tentang Keperawatan;
6. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
269/Menkes/Per/III/2008
tentang
Rekamedis; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 /Menkes /Per /III tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit; 9. Peraturan Menteri kesehatan Nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran;
10. Peraturan Menteri kesehatan Nomor 4 tahun 2018 tentang kewajiban Rumah sakit dan kewajiban Pasien; 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit; 13. .Akta pendirian PT Bumi Bumi Damai Mandiri oleh oleh Notaris PPATK PPATK Neni Sanitra, SH Nomor 25 Tanggal 19 Februari 2008 tentang Pendirian PT PT Bumi Damai Mandiri; 14. Keputusan
Direktur
PT
Bumi
Damai
Mandiri
Nomor
BDM/DIR/SEK/SK/V/2018/03.A Tentang Pembentukan struktur orgnanisasi RSIA Norfa Husada; 15. Peraturan Direktur Nomor tentang Panduan Penolakan Resusitasi (Do Not Resuscitate);
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
KESATU
:
PERATURAN DIREKTUR TENTANG PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DO NOT RESUSCITATE)) DI RSIA NORFA RESUSCITATE NORFA HUSADA. Panduan Penolakan Resusitasi RSIA Norfa Husada sebagai mana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA
:
Pelaksanaan Prosedur Penolakan Resusitasi RSIA Norfa Husada dilaksanakan di seluruh unit pelayanan di rumah sakit berdasarkan pada Kebijakan Penolakan Resusitasi RSIA Norfa Husada.
KETIGA
:
Direktur RSIA Norfa Husada berpartisipasi dalam perencanaan, monitoring, dan pengawasan terhadap Perlindungan Hak Pasien Dan Keluarga mengenai Penolakan Resusitasi RSIA Norfa Husada.
KEEMPAT
:
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
: Bangkinang
pada tanggal
: Mei 2018
DIREKTUR RSIA NORFA HUSADA,
dr. A. FITRAH ABADI NIK. 19720911.1.1
Tembusan: 1. Direktur PT Bumi Damai Mandiri di Bangkinang.
Lampiran
:Surat Keputusan Direktur RSIA Norfa Husada
Nomor
: NH-DIR/SEK/SK/V/2018/____ NH-DIR/SEK/SK/V/2018/____
Tanggal
: Mei 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti. Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti. Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadangkadang diberikan nama samaran yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada pasien biasa ketika kode staf pasien suatu kawanan seluruh tim resusitasi ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan untuk mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung dimasukkan ke dalam mulut dan tenggorokan dan Pasien diletakkan pada ventilator untuk bernafas untuk Pasien. Jika hati Pasien dalam irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah besar listrik untuk tersentak kembali ke irama. Obat yang diberikan dan secara manual dipompa melalui sistem dengan penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien mulai untuk mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk membuatnya / napasnya. Ini tidak biasanya datang tanpa konsekuensi. Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan untuk mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah beberapa oksigen dari mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin besar kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apa pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini sangat normal untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk kompres jantung dengan sternum dan tulang rusuk duduk di sampingnya. Terutama orang tua biasanya mengalami kerusa kerusakan kan dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis dalam dan dari dirinya sendiri. Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien pemulihan dan kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah daripada mereka sebelum resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien memiliki organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan Pasien mungkin bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak. Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang melakukan Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan ataupun di pintu masuk, sudah ada tandan tulisan “DNR”. Pasien
DNR tidak benar-benar mengubah perawatan medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP. Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika dokter dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus pada tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif
B. B. TUJUAN Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung henti nafas.
BAB II RUANG LINGKUP
DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu: 1. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal pasien dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi. 2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal. 3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap eutanasia ( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak terjamin). 4. Kaku mayat. 5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per vaginam. Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal. 6. Dekomposisi. 7. Lividitas dependen. 8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk hidup (pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital)
BAB III TATA LAKSANA
Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive survive dan dan status DNR diperlukan, tetapi keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglectingpatient , dan pihak keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien. Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR, walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah, atau a tau karena pasien sudah lanjut usia. us ia. Karena apabila kita k ita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock , pasti sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan meninggal dengan tenang. Prosedur yang direkomendasikan : 1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya 2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga 3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas 4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau kaki (jika memungkinkan) 5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di musnahkan. 6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah b awah ini : a.
Diagnosis
b. Alas an DNR c.
Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d.
Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.
Perintah Do Not Resuscitate (DNR) (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan mengikuti prosedur berikut : 1.
Hubungi kontrol medik.
2.
Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3.
Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal : kanker).
4.
Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, EKG).
5.
Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.
6. 7.
Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil menghubungi kontrol medik.
8.
Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin potensial sebagai donor organ atau jaringan.
9.
Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopi pada laporan.
BAB IV DOKUMENTASI
Mendokumentasikan hasil pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting dalam proses asuhan pasien. Seluruh kegiatan penolakan resusitasi menggunakan formulir yang disediakan rumah sakit dan disimpan dalam rekam medik pasien.
Ditetapkan di
: Bangkinang
pada tanggal
: Mei 2018
DIREKTUR RSIA NORFA HUSADA,
dr. A. FITRAH ABADI
NIK. 19720911.1 19720911.1.1 .1
View more...
Comments