Sistem Struktur Pada Bangunan Berlantai Banyak
October 4, 2017 | Author: Ouwshi Amae | Category: N/A
Short Description
Download Sistem Struktur Pada Bangunan Berlantai Banyak...
Description
Sistem Struktur Pada Bangunan Berlantai Banyak Sistem Struktur pada Bangunan Gedung Bertingkat a) Struktur Rangka atau Skeleton Struktur kerangka atau skeleton terdiri atas komposisi dari kolomkolom dan balok-balok. Kolom sebagai unsur vertikal berfungsi sebagai penyalur beban dan gaya menuju tanah, sedangkan balok adalah unsur horisontal yang berfungsi sebagai pemegang dan media pembagian beban dan gaya ke kolom. Kedua unsur ini harus tahan terhadap tekuk dan lentur. Selanjutnya dilengkapi dengan sistem lantai, dinding, dan komponen lain untuk melengkapi kebutuhan bangunan untuk pembentuk ruang. Sistem dan komponen tersebut diletakkan dan ditempelkan pada kedua elemen rangka bangunan. Dapat dikatakan bahwa elemen yang menempel pada rangka bukanlah elemen struktural (elemen non-struktural). Bahan yang umumnya dipakai pada sistem struktur rangka adalah kayu, baja, beton (Gambar 4.19) termasuk beton pra-cetak . Semua bahan tersebut harus tahan terhadap gaya-gaya tarik, tekan, puntir dan lentur. Saat ini bahan yang paling banyak digunakan adalah baja dan beton bertulang karena mampu menahan gaya-gaya tersebut dalam skala yang besar. Untuk bahan pengisi non-strukturalnya dapat digunakan bahan yang ringan dan tidak mempunyai daya dukung yang besar, seperti susunan bata, dinding kayu, kaca dan lainnya. Sistem rangka yang dibentuk dengan elemen vertikal dan horisontal baik garis atau bidang, akan membentuk pola satuan ukuran yang disebut grid (Gambar4.20). Grid berarti kisi-kisi yang bersilangan tegak lurus satu dengan lainnya membentuk pola yang teratur. Berdasarkan pola yang dibentuk serta arah penyaluran pembebanan atau gayanya, maka sistem rangka umumnya terdiri atas dua macam yaitu: sistem rangka dengan bentang satu arah (one way spanning) dan bentang dua arah (two way spanning). Bentuk grid persegi panjang menggunakan sistem bentang satu arah, dengan penyaluran gaya ke arah bentang yang pendek. Sedangkan untuk pola grid yang cenderung bujursangkar maka penyaluran gaya terjadi ke arah kedua sisinya, maka sistem struktur yang digunakan adalah sistem bentang dua arah. Aksi struktur dua arah dapat diperoleh jika perbandingan dimensi bentang panjang dengan bentang pendek lebih kecil dari 1,5. Sistem struktur rangka banyak berkembang untuk aplikasi pada bangunan tinggi (multistorey structure) dan bangunan dengan bentang lebar (long-span structure) b) Struktur Rangka Ruang Sistem rangka ruang dikembangkan dari sistem struktur rangka batang dengan penambahan rangka batang kearah tiga dimensinya (gambar 4.21). Struktur rangka ruang adalah komposisi dari batang-batang yang masing-masing berdiri sendiri, memikul gaya tekan atau gaya tarik yang sentris dan dikaitkan satu sama lain dengan sistem tiga dimensi atau ruang. Bentuk rangka ruang dikembangkan dari pola grid dua lapis (doubel-layer grids), dengan batang-batang yang menghubungkan titik-titik grid secara tiga dimensional. Elemen dasar pembentuk struktur rangka ini adalah: ? Rangka batang bidang ? Piramid dengan dasar segiempat membentuk oktahedron ? Piramid dengan dasar segitiga membentuk tetrahedron (Gambar 4,22) Beberapa sistem selanjutnya dikembangkan model rangka ruang berdasarkan pengembangan sistem konstruksi sambungannya (Gambar 4.23), antara lain:
? Sistem Mero ? Sistem space deek ? Sistem Triodetic ? Sistem Unistrut ? Sistem Oktaplatte ? Sistem Unibat ? Sistem Nodus ? Sistem NS Space Truss c) Struktur Permukaan Bidang Struktur permukaan bidang termasuk juga struktur form-active biasanya digunakan pada keadaan khusus dengan persyaratan struktur dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Strukturstruktur permukaan bidang pada umumnya menggunakan material-material khusus yang dapat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dengan ketebalan yang minimum. Beberapa jenis struktur ini antara lain: ???? Struktur bidang lipat Struktur bidang lipat dibentuk melalui lipatan-lipatan bidang datar dengan kekakuan dan kekuatan yang terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan akan mempunyai kekakuan yang lebih karena momen inersia yang lebih besar, karena bentuk lipatan akan memiliki ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan plat datar. ???? Struktur cangkang Struktur cangkang adalah sistem dengan pelat melengkung ke satu arah atau lebih yang tebalnya jauh lebih kecil daripada bentangnya. Gaya-gaya yang harus didukung dalam struktur cangkang disalurkan secara merata melalui permukaan bidang sebagai gaya-gaya membran yang diserap oleh elemen strukturnya. Gaya-gaya disalurkan sebagai gaya normal, dengan demikian tidak terdapat gaya lintang dan lentur. Resultan gaya yang tersebar diserap ke dalam struktur dengan gaya tangensial yang searah dengan kelengkungan bidang permukaannya. ???? Struktur membran Struktur membran mempunyai prinsip yang sama dengan struktur cangkang, tetapi dengan bahan bidang permukaan yang sangat tipis. Kekakuan selaput tipis tersebut diperoleh dengan elemen tarik yang membentuk jala-jala yang saling membantu untuk menambah kapasitas menahan beban-beban lendutan. d) Struktur Kabel dan Jaringan Struktur kabel dan jaringan dikembangkan dari kemampuan kabel menahan gaya tarik yang tinggi. Dengan menggunakan sistem tarik maka tidak diperlukan sistem penopang vertikal untuk elemen horisontalnya (lantai atau atap), sehingga daerah di bawah elemen horisontal (ruang) memiliki bentangan yang cukup besar. Bangunan dengan aplikasi sistem struktur in I akan sangat mendukung untuk bangunan bentang luas berbentang lebar, seperti dome, stadion, dll (Gambar 4.24). Sistem yang dikembangkan pada struktur kabel antara lain : ? Struktur atap tarik dengan kolom penunjang ? Struktur kabel tunggal ? Struktur kabel ganda 2.2.2. Analisis Struktur Rangka Kaku Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas elemen-elemen linier, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan pada ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi relatif di antara elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan demikian, elemen struktur itu menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya balok menerus, struktur rangka kaku adalah struktur statis tak tentu. Banyak struktur rangka kaku yang tampaknya sama dengan sistem post and beam, tetapi pada kenyataannya struktur rangka ini mempunyai perilaku yang sangat berbeda dengan struktur post and beam. Hal ini
karena adanya titik-titik hubung pada rangka kaku. Titik hubung dapat cukup kaku sehingga memungkinkan kemampuan untuk memikul beban lateral pada rangka, dimana beban demikian tidak dapat bekerja pada struktur rangka yang memperoleh kestabilan dari hubungan kaku antara kaki dengan papan horisontalnya. a) Prinsip Rangka Kaku Cara yang paling tepat untuk memahami perilaku struktur rangka sederhana adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban dengan struktur post and beam. Perilaku kedua macam struktur ini berbeda dalam hal titik hubung, dimana titik hubung ini bersifat kaku pada rangka dan tidak kaku pada struktur post and beam. Gambar 4.25 menunjukkan jenisjenis struktur rangka dan perbedaannya dengan struktur post and beam. b) Beban Vertikal Pada struktur post and beam, struktur akan memikul beban beban vertikal dan selanjutnya beban diteruskan ke tanah. Pada struktur jenis ini, balok terletak bebas di atas kolom. Sehingga pada saat beban menyebabkan momen pada balok, ujung-ujung balok berotasi di ujung atas kolom. Jadi, sudut yang dibentuk antara ujung balok dan ujung atas kolom berubah. Kolom tidak mempunyai kemampuan untuk menahan rotasi ujung balok. Ini berarti tidak ada momen yang dapat diteruskan ke kolom,sehingga kolom memikul gaya aksial. Apabila suatu struktur rangka kaku mengalami beban vertikal seperti di atas, beban tersebut juga dipikul oleh balok, diteruskan ke kolom dan akhirnya diterima oleh tanah. Beban itu menyebabkan balok cenderung berotasi. Tetapi pada struktur rangka kaku akan terjadi rotasi bebas pada ujung yang mencegah rotasi bebas balok. Hal ini dikarenakan ujung atas kolom dan balok berhubungan secara kaku. Hal penting yang terjadi adalah balok tersebut lebih bersifat mendekati balok berujung jepit, bukan terletak secara sederhana. Seiring dengn hal tersebut, diperoleh beberapa keuntungan, yaitu bertambahnya kekakuan, berkurangnya defleksi, dan berkurangnya momen lentur internal. Akibat lain dari hubungan kaku tersebut adalah bahwa kolom menerima juga momen lentur serta gaya aksial akibat ujung kolom cenderung memberikan tahanan rotasionalnya. Ini berarti desain kolom menjadi relatif lebih rumit. Titik hubung kaku berfungsi sebagai satu kesatuan. Artinya, bila titik ujung itu berotasi, maka sudut relatif antara elemen-elemen yang dihubungkan tidak berubah. Misalnya, bila sudut antara balok dan kolom semula 900, setelah titik hubung berotasi, sudut akan tetap 900. Besar rotasi titik hubung tergantung pada kekakuan relatif antara balok dan kolom. Bila kolom semakin relatif kaku terhadap balok, maka kolom lebih mendekati sifat jepit terhadap ujung balok, sehingga rotasi titik hubung semakin kecil. Bagaimanapun rotasi selalu terjadi walaupun besarannya relatif kecil. Jadi kondisi ujung balok pada struktur rangka kaku terletak di antara kondisi ujung jepit (tidak ada rotasi sama sekali) dan kondisi ujung sendi-sendi (bebas berotasi). Begitu pula halnya dengan ujung atas kolom. Perilaku yang dijelaskan di atas secara umum berarti bahwa balok pada sistem rangka kaku yang memikul beban vertikal dapat didesain lebih kecil daripada balok pada sistem post and beam. Sedangkan kolom pada struktur rangka kaku harus didesain lebih besar dibandingkan dengan kolom pada struktur post and beam, karena pada struktur rangka kaku ada kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Sedangkan pada struktur post and beam hanya terjadi gaya aksial. Ukuran relatif kolom akan semakin dipengaruhi bila tekuk juga ditinjau. Hal ini dikarenakan kolom pada struktur rangka mempunyai tahanan ujung, sedangkan kolom pada post and beam tidak mempunyai tahanan ujung. Perbedaan lain antara struktur rangka kaku dan struktur post and beam sebagai respon terhadap beban vertikal adalah adanya reaksi horisontal pada struktur rangka kaku. Sementara pada struktur post and beam tidak ada. Pondasi untuk rangka harus didesain untuk memikul gaya dorong horisontal yang ditimbulkan oleh beban vertikal. Pada struktur post and beam yang dibebani vertikal, tidak ada gaya dorong horisontal, jadi tidak ada reaksi horisontal. Dengan demikian, pondasi
struktur post and beam relatif lebih sederhana dibandingkan pondasi untuk struktur rangka. c) Beban Horisontal Perilaku struktur post and beam dan struktur rangka terhadap beban horisontal sangat berbeda. Struktur post and beam dapat dikatakan hampir tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk memikul beban horisontal. Adanya sedikit kemampuan, pada umumnya hanyalah karena berat sendiri dari tiang / kolom (post), atau adanya kontribusi elemen lain, misalnya dinding penutup yang berfungsi sebagai bracing. Tetapi perlu diingat bahwa kemampuan memikul beban horisontal pada struktur post and beam ini sangat kecil. Sehingga struktur post and beam tidak dapat digunakan untuk memikul beban horisontal seperti beban gempa dan angin. Sebaliknya, pada struktur rangka timbul lentur, gaya geser dan gaya aksial pada semua elemen, balok maupun kolom. Momen lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (angin dan gempa) seringkali mencapai maksimum pada penampang dekat titik hubung. Dengan demikian, ukuran elemen struktur di bagian yang dekat dengan titik hubung pada umumnya dibuat besar atau diperkuat bila gaya lateralnya cukup besar. Rangka kaku dapat diterapkan pada gedung besar maupun kecil. Secara umum, semakin tinggi gedung, maka akan semakin besar pula momen dan gaya-gaya pada setiap elemen struktur. Kolom terbawah pada gedung bertingkat banyak pada umumnya memikul gaya aksial dan momen lentur terbesar. Bila beban lateral itu sudah sangat besar, maka umumnya diperlukan kontribusi elemen struktur lainnya untuk memikul, misalnya dengan menggunakan pengekang (bracing) atau dinding geser (shear walls). d) Kekakuan Relatif Balok dan Kolom Pada setiap struktur statis tak tentu, termasuk juga rangka (frame), besar momen dan gaya internal tergantung pada karakteristik relatif antara elemen-elemen strukturnya. Kolom yang lebih kaku akan memikul beban horisontal lebih besar. Sehingga tidak dapat digunakan asumsi bahwa reaksi horisontal sama besar. Momen yang lebih besar akan timbul pada kolom yang memikul beban horisontal lebih besar (kolom yang lebih kaku). Perbedaan kekakuan relatif antara balok dan kolom juga mempengaruhi momen akibat beban vertikal. Semakin kaku kolom, maka momen yang timbul akan lebih besar daripada kolom yang relatif kurang kaku terhadap balok. Untuk struktur yang kolomnya relatif lebih kaku terhadap balok, momen negatif pada ujung balok yang bertemu dengan kolom kaku akan membesar sementara momen positifnya berkurang. Efek variasi kekakuan tersebut seperti pada Gambar 4.26. e) Goyangan (Sideways) Pada rangka yang memikul beban vertikal, ada fenomena yang disebut goyangan (sidesway). Bila suatu rangka tidak berbentuk simetris, atau tidak dibebani simetris, struktur akan mengalami goyangan (translasi horisontal) ke salah satu sisi. f) Penurunan Tumpuan (Support Settlement) Seperti halnya pada balok menerus, rangka kaku sangat peka terhadap turunnya tumpuan (Gambar 4.27). Berbagai jenis tumpuan (vertikal, horisontal, rotasional) dapat menimbulkan momen. Semakin besar differential settlement, akan semakin besar pula momen yang ditimbulkan. Bila gerakan tumpuan ini tidak diantisipasi sebelumnya, momen tersebut dapat menyebabkan keruntuhan pada rangka. Oleh karena itu perlu diperhatikan desain pondasi struktur rangka kaku untuk memperkecil kemungkinan terjadinya gerakan tumpuan. g) Efek Kondisi Pembebanan Sebagian Seperti yang terjadi pada balok menerus, momen maksimum yang terjadi pada struktur rangka bukan terjadi pada saat rangka itu dibebani penuh. Melainkan pada saat dibebani sebagian. Hal ini sangat menyulitkan proses analisisnya. Masalah utamanya adalah masalah prediksi kondisi beban yang bagaimanakah yang menghasilkan momen kritis. h) Rangka Bertingkat Banyak Beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis rangka bertingkat banyak
yang mengalami beban lateral. Salah satunya adalah Metode Kantilever (Gambar 4.28), yang mulai digunakan pada tahun 1908. Metode ini menggunakan banyak asumsi, yaitu antara lain : ???? ada titik belok di tengah bentang setiap balok ???? ada titik belok di tengah tinggi setiap kolom ???? besar gaya aksial yang terjadi di setiap kolom pada suatu tingkat sebanding dengan jarak horisontal kolom tersebut ke pusat berat semua kolom di tingkat tersebut. Metode analisis lain yang lebih eksak adalah menggunakan perhitungan berbantuan komputer. Walaupun dianggap kurang eksak, metode kantilever sampai saat ini masih digunakan, terutama untuk memperlajari perilaku struktur bertingkat banyak. i) Rangka Vierendeel Struktur Vierendeel seperti pada Gambar 4.29, adalah struktur rangka kaku yang digunakan secara horisontal. Struktur ini tampak seperti rangka batang yang batang diagonalnya dihilangkan. Perlu diingat bahwa struktur ini adalah rangka, bukan rangka batang. Jadi titik hubungnya kaku. Struktur demikian digunakan pada gedung karena alasan fungsional, dimana tidak diperlukan elemen diagonal. Struktur Vierendeel ini pada umumnya lebih efisien daripada struktur rangka batang. 2.2.3. Desain Rangka Kaku Struktur rangka adalah jenis struktur yang tidak efisien apabila digunakan untuk beban lateral yang sangat besar. Untuk memikul beban yang demikian akan lebih efisien menambahkan dinding geser (shear wall) atau pengekang diagonal (diagonal bracing) pada struktur rangka. Apabila persyaratan fungsional gedung mengharuskan penggunaan rangka, maka dimensi dan geometri umum rangka yang akan didesain sebenarnya sudah dipastikan. Masalah desain yang utama adalah pada penentuan tiitik hubung, jenis material dan ukuran penampang struktur. a) Pemilihan Jenis Rangka Derajat kekakuan struktur rangka tergantung antara lain pada banyak dan lokasi titik-titik hubung sendi dan jepit (kaku). Titik hubung sendi dan jepit seringkali diperlukan untuk maksud-maksud tertentu, meminimumkan momen rencana dan memperbesar kekakuan adalah tujuan-tujuan desain umum dalam memilih jenis rangka. Tinjauan lain meliputi kondisi pondasi dan kemudahan pelaksanaan. Gambar 4.30 menunjukan beberapa jenis struktur rangka yang mempunyai bentuk berdasarkan pada momen lentur yang terjadi padanya. Momen yang diakibatkan oleh turunnya tumpuan pada rangka yang mempunyai tumpuan sendi akan lebih kecil daripada yang terjadi pada rangka bertumpuan jepit. Selain itu, pondasi untuk rangka bertumpuan sendi tidak perlu mempunyai kemampuan memikul momen. Gaya dorong horisontal akibat beban vertikal juga biasanya lebih kecil pada rangka bertumpuan sendi dibandingkan dengan rangka yang bertumpuan jepit. Rangka bertumpuan jepit dapat lebih memberikan keuntungan meminimumkan momen dan mengurangi defleksi bila dibandingkan dengan rangka bertumpuan sendi. Dalam desain harus ditinjau berbagai macam kemungkinan agar diperoleh hasil yang benar-benar diinginkan. b) Momen Desain Untuk menentukan momen desain, diperlukan momen gabungan akibat beban vertikal dan beban horisontal. Dalam bebrapa hal, momenmomen akibat beban vertikal dan lateral (horisontal) ini saling memperbesar. Sementara dalam kondisi lain dapat saling mengurangi. Momen kritis terjadi apabila momen-momen tersebut saling memperbesar. Perlu diingat bahwa beban lateral umumnya dapat mempunyai arah yang berlawanan dengan yang tergambar. Karena itu, umumnya yang terjadi adalah momen yang saling memperbesar, jarang yang saling memperkecil. Apabila momen maksimum kritis, gaya aksial dan geser internal telah
diperoleh, maka penentuan ukuran penampang elemen struktural dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) Mengidentifikasi momen dan gaya internal, maksimum yang ada di bagian elemen struktur tersebut, selanjutnya menentukan ukuran penampang di seluruh elemen tersebut berdasarkan gaya dan momen internal tadi, sampai ukuran penampang konstan pada seluruh panjang elemen struktur tersebut. Cara ini seringkali menghasilkan elemen struktur yang berukuran lebih (over-size) di seluruh bagian elemen, kecuali titik kritis. Oleh karena itu, cara ini dianggap kurang efisien dibanding cara kedua berikut ini. (2) Menentukan bentuk penampang sebagai respon terhadap variasi gaya momen kritis. Biasanya cara ini digunakan dalam desain balok menerus. c) Penentuan Bentuk Rangka (1) Struktur Satu Bentang Pendekatan dengan menggunakan respon terhadap beban vertikal sebagai rencana awal tidak mungkin dilakukan berdasarkan momen negatif dan positif maksimum yang mungkin terjadi di setiap penampang akibat kedua jenis pembebanan tersebut. Konfigurasi yang diperoleh tidak optimum untuk kondisi beban lateral maupun beban vertikal, namun dapat memenuhi kondisi simultan kedua jenis pembebanan tersebut. (Gambar 4.31) (2) Rangka Bertingkat Banyak Pada struktur rangka bertingkat banyak juga terjadi hal-hal yang sama dengan yang terjadi pada struktur rangka berbentang tunggal. d) Desain Elemen dan Hubungan Penentuan bentuk elemen struktur dapat pula dilakukan dengan menggunakan profil tersusun. Titik hubung yang memikul momen umumnya dilas/disambung dengan baut pada kedua flens untuk memperoleh kekakuan hubungan yang dikehendaki. Umumnya digunakan plat elemen pengaku di titik-titik hubung kaku agar dapat mencegah terjadinya tekuk pada elemen flens dan badan sebagai akibat dari adanya tegangan tekan yang besar akibat momen. Rangka beton bertulang umumnya menggunakan tulangan di semua muka sebagai akibat dari distribusi momen akibat berbagai pembebanan. Tulangan baja terbanyak umumnya terjadi di titik-titik hubung kaku. Pemberian pasca tarik dapat pula digunakan pada elemen struktur horisontal dan untuk menghubungkan elemen-elemen vertikal. Rangka kayu biasanya mempunyai masalah, yaitu kesulitan membuat titik hubung yang mampu memikul momen. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan memakai knee braces. Titik hubung perletakannya biasanya berupa sendi. 2.2.4. Analisis Struktur Plat dan Grid Plat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari meterial monolit yang tingginya relatif kecil dibandingkan dengan dimensidimensi lainya. Beban yang umum bekerja pada plat mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Plat dapat ditumpu di seluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu, misalnya oleh kolom-kolom, atau bahkan campuran antar tumpuan menerus dan tumpuan titik. Kondisi tumpuan bisa berbentuk sederhana atau jepit. Adanya kemungkinan variasi kondisi tumpuan menyebabkan plat dapat digunakan untuk berbagai keadaan. Rangka ruang (sebenarnya merupakan rangka batang) yang terdiri dari elemen-elemen pendek kaku berpola segitiga yang disusun secara tiga dimensi dan membentuk struktur permukaan bidang kaku yang besar dengan ketebalan relatif tipis adalah struktur yang analog dengan plat. Struktur Grid juga merupakan suatu contoh analogi lain dari struktur plat. Struktur grid bidang secara khas terdiri dari elemen-elemen linier kaku panjang seperti balok atau rangka batang, dimana batang-batang tepi atas dan bawah terletak sejajar. Titik hubungnya bersifat kaku. Distribusi momen dan geser pada struktur seperti ini dapat merupakan distribusi yang terjadi pad plat monolit. Pada umumnya grid berbutir kasar lebih baik memikul beban terpusat. Sedangkan plat dan rangka ruang dengan banyak elemen struktur kecil cenderung
lebih cocok untuk memikul beban terdistribusi merata. Beberapa skema bentuk struktur plat, rangka ruang dan grid seperti pada Gambar 4.32. a) Struktur Plat (1) Struktur Plat Satu Arah Beberapa hal perlu menjadi perhatian dalam pembahasan struktur plat satu arah, yaitu : ???? Beban Merata struktur plat berperilaku hampir sama dengan struktur grid. perbedaannya adalah bahwa pada struktur plat, berbagi aksi terjadi secara kontinu melalui bidang slab, bukan hanya pada titiktitik tumpuan. Plat tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Gambar 4.33 mengilustrasikan struktur plat satu arah. ???? Beban Terpusat Plat yang memikul beban terpusat berperilaku lebih rumit. Plat tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu sama lain di seluruh bagian panjangnya. Karena adanya beban yang diterima oleh jalur balok, maka balok cenderung berdefleksi ke bawah. Kecenderungan itu dikurangi dengan adanya hubungan antara jalurjalur tersebut. Torsi juga terjadi pada jalur tersebut. Pada jalur yang semakin jauh dari jalur dimana beban terpusat bekerja, torsi dan geser yang terjadi akan semakin berkurang di jalur yang mendekati tepi plat. Hal ini berarti momen internal juga berkurang. Jumlah total reaksi harus sama dengan beban total yang bekerja pada seluruh arah vertikal. Jumlah momen tahanan internal yang terdistribusi di seluruh sisi plat juga harus sama dengan momen eksternal total. Hal ini didasarkan atas tinjauan keseimbangan dasar. ???? Plat Berusuk Plat berusuk adalah sistem gabungan balok-slab. Apabila slab mempunyai kekakuan yang relatif kaku, maka keseluruhan susunan ini akan berperilaku sebagai slab satu arah (Gambar 4.34), bukan balok-balok sejajar. Slab transveral dianggap sebagai plat satu arah menerus di atas balok. Momen negatif akan terjadipada slab di atas balok. (2) Struktur Plat Dua Arah Bahasan atas struktur plat dua arah akan dijelaskan berdasarkan kondisi tumpuan yang ada (gambar 4.35), yaitu sebagai berikut : ???? Plat sederhana di atas kolom ???? Plat yang ditumpu sederhana di tepi-tepi menerus ???? Plat dengan tumpuan tepi jepit menerus ???? Plat di atas balok yang ditumpu kolom b) Struktur Grid Pada struktur grid, selama baloknya benar-benar identik, beban akan sama di sepanjang sisi kedua balok. Setiap balok akan memikul setengah dari beban total dan meneruskan ke tumpuan. Apabila balok-balok tersebut tidak identik maka bagian terbesar dari beban akan dipikul oleh balok yang lebih kaku. Apabila balok mempunyai panjang yang tidak sama, maka balok yang lebih pendek akan menerima bagian beban yang lebih besar dibandingkan dengan beban yang diterima oleh balok yang lebih panjang. Hal ini karena balok yang lebih pendek akan lebih kaku. Kedua balok tersebut akan mengalami defleksi yang sama di titik pertemuannya karena keduanya dihubungkan pada titik tersebut. Agar defleksi kedua balok itu sama, maka diperlukan gaya lebih besar pada balok yang lebih pendek. Dengan demikian, balok yang lebih pendek akan memikul bagian beban yang lebih besar. Besar relatif dari beban yang dipikul pada struktur grid saling tegak lurus, dan bergantung pada sifat fisis dan dimensi elemen-elemen grid tersebut (Gambar 4.36). Pada grid yang lebih kompleks, baik aksi dua arah maupun torsi dapat terjadi. Semua elemen berpartisipasi dalam memikul beban dengan memberikan kombinasi kekuatan lentur dan kekuatan torsi. Defleksi yang terjadi pada struktur grid yang
terhubung kaku akan lebih kecil dibandingkan dengan defleksi pada struktur grid terhubung sederhana. 2.2.5. Desain Sistem Dua Arah: Plat, Grid dan Rangka Ruang a) Desain Plat Beton Bertulang Beberapa faktor yang merupakan tinjauan desain pada plat beton bertulang. Faktor-faktor itu antara lain : (1) Momen Plat dan penempatan tulangan baja Tebal plat beton bertulang dan banyaknya serta lokasi penempatan tulangan baja yang digunakan pada slab atau plat bertinggi konstan selalu bergantung pada besar dan distribusi momen pada plat tersebut. Tulangan baja harus diletakkan pada seluruh daerah tarik. Karena momen bersifat kontinu, maka tulangan baja harus mempunyai jarak yang dekat. Umumnya tulangan dipasang sejajar. (2) Bentang efektif Semakin besar bentang, maka semakin besar momen yang timbul. Hal ini berarti, semakin tebal pula plat beton tersebut. Bila plat beton yang digunakan tebal, maka berat sendiri struktur akan bertambah. Karena alasan ini, plat beton seringkali dilubangi untuk mengurangi berat sendiri, tanpa mengurangi tinggi strukturalnya secara berarti. Sistem ini biasa disebut slab wafel. (Gambar 4.37) (3) Tebal plat Perbandingan L/d untuk mengestimasi tebal slab secara pendekatan adalah sebagai berikut : (4) Efek gaya geser Geser juga terjadi pada plat dan kadang kala bersifat dominan. Memperbesar luas geser plat dapat dilakukan dengan mempertebal plat. Namun hal ini menyebabkan plat tidak ekonomis. Solusinya adalah dengan menggunakan drop panel, yaitu plat dengan penebalan setempat. Alternatif lain, luas geser dapat diperbesar dengan memperbesar ukuran plat. Hal ini dapat dilakukan secara lokal dengan menggunakan kepala kolom (column capitals). Semakin besar kepala kolom, maka akan semakin besar pula luas geser plat. Plat yang menggunakan kepala kolom seperti ini biasanya disebut plat datar (flat slab). (Gambar 4.38) b) Struktur Rangka Ruang Beberapa faktor yang akan diuraikan berikut merupakan tinjauan desain pada struktur rangka ruang. Faktor-faktor itu antara lain : (1) Gaya-gaya elemen struktur Gambar 4.39 berikut ini mengilustrasikan gaya-gaya elemen yang terjadi pada struktur rangka ruang. (2) Desain batang dan bentuk Banyak sekali unit geometris yang dapat digunakan untuk membentuk unit berulang mulai dari tetrahedron sederhana, sampai bentuk-bentuk polihedral lain (Gambar 4.40). Rangka ruang tidak harus terdiri atas modul-modul individual, tapi dapat pula terdiri atas bidangbidang yang dibentuk oleh batang menyilang dengan jarak seragam. Struktur Plat Lipat Kekakuan struktur plat satu arah dapat sangat dibesarkan dengan menghilangkan sama sekali permukaan planar, dan membuat deformasi besar pada plat itu, sehingga tinggi struktural plat semakin besar. Struktur semacam ini disebut plat lipat (folded plat), seperti pada Gambar 4.41.. Karateristik struktur plat lipat adalah masing-masing elemen plat berukuran relatif panjang. Prinsip desain yang mendasari hal ini adalah mengusahakan sedemikian rupa agar sebanyak mungkin material terletak jauh dari bidang tengah struktur. 2.2.6. Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Bertingkat Tinggi Dasar pemilihan suatu sistem struktur untuk bangunan tinggi adalah harus memenuhi syarat kekuatan dan kekakuan. Sistem struktur harus mampu menahan gaya lateral dan beban
gravitasi yang dapat menyebabkan deformasi geser horisontal dan lentur. Hal lain yang penting dipertimbangkan dalam perencanaan skema struktural dan layout adalah persyaratanpersyaratan meliputi detail arsitektural, utilitas bangunan, transportasi vertikal, dan pencegahan kebakaran. Efisiensi dari sistem struktur dinilai dari kemampuannya dalam menahan beban lateral yang tinggi, dimana hal ini dapat menambah tinggi rangka. Suatu bangunan dinyatakan sebagai bangunan tinggi bila efek beban lateral tercermin dalam desainnya. Defleksi lateral dari suatu bangunan tinggi harus dibatasi untuk mencegah kerusakan elemen struktural dan non-struktural. Kecepatan angin di bagian atas bangunan juga harus dibatasi sesuai dengan kriteria kenyamanan, untuk menghindari kondisi yang tidak nyaman bagi penghuninya. Gambar 4.42 berikut ini adalah batasan-batasan umum, dimana suatu sistem rangka dapat digunakan secara efisien untuk bangunan bertingkat banyak. Berbagai jenis sistem struktur di atas dapat diklasifikasikan atas dua kelompok utama, yaitu : ? medium-height building, meliputi : shear-type deformation predominant ? high-rise cantilever structures, meliputi : framed tubes, diagonal tubes, and braced trusses Klasifikasi ini didasarkan atas keefektifan struktur tersebut dalam menahan beban lateral. Dari diagram di atas, sistem struktur yang terletak pada ujung kiri adalah sistem struktur rangka dengan tahanan momen yang efisien untuk bangunan dengan tinggi 20-30 lantai. Dan pada ujung kanan adalah sistem struktur tubular dengan efisiensi kantilever tinggi. Sistem struktur lainnya merupakan sistem struktur yang bentuknya merupakan aplikasi dari berbagai batasan ekonomis dan batasan ketinggian bangunan. Menurut Council on Tall Buildings and Urban Habitat 1995, dalam menyusun suatu metode klasifikasi bangunan tinggi berdasarkan sistem strukturnya, klasifikasi ini harus meliputi bahasan atas empat tinjauan, yaitu tinjauan terhadap : sistem rangka utama, sub-sistem pengekang (bracing), rangka lantai, dan konfigurasi serta distribusi beban. Pengelompokan ini ditekankan pada tahanan terhadap beban lateral. Sedangkan bahasan terhadap fungsi pikul-beban dari sub-sistem bangunan tinggi bisa lebih bebas ditentukan. Suatu sistem pencakar langit yang efisien harus mempunyai elemen penahan beban vertikal yang sesuai dalam sub-sistem beban lateral dengan tujuan untuk meminimalkan beban lateral terhadap keseluruhan struktur. 2.2.7. Klasifikasi Rangka Bangunan Bertingkat Dengan mengetahui berbagai variasi sistem rangka, maka dapat memudahkan pembuatan model sistem rangka bertingkat banyak. Unt uk struktur tiga dimensi yang lebih rumit yang melibatkan interaksi berbagai sistem struktur, model yang sederhana sangat berguna dalam tahap preliminary design dan untuk komputasi. Model ini harus dapat mempresentasikan perilaku dari tiap elemen rangka dan efeknya terhadap keseluruhan struktur. Berikut ini akan dibahas tentang beberapa sistem rangka sebagai struktur untuk konstruksi bangunan berlantai banyak. a) Rangka Momen (Moment Frames) Suatu rangka momen memperoleh kekakuan lateral terutama dari tekukan kaku dari elemen rangka yang saling dihubungkan dengan sambungan kaku. Sambungan ini harus didesain sedemikian rupa sehingga punya cukup kekuatan dan kekakuan, serta punya kecenderungan deformasi minimal. Deformasi yang akan terjadi harus diusahakan seminimal mungkin berpengaruh terhadap distribusi gaya internal dan momen dalam struktur atau dalam keselutuhan deformasi rangka. Suatu rangka kaku tanpa pengekang (unbraced) harus mampu memikul beban lateral tanpa mengandalkan sistem bracing tambahan untuk stabilitasnya. Rangka itu sendiri harus tahan terhadap gaya-gaya rencana, meliputi beban dan gaya lateral. Disamping itu, rangka juga harus mempunyai cukup kekakuan lateral untuk menahan goyangan bila dibebani gaya horisontal dari angin dan gempa. Walaupun secara detail, sambungan kaku mempunyai nilai ekonomis struktur yang rendah, namun rangka kaku tanpa pengekang menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam merespon beban dan gempa. Dari
sudut pandang arsitektural, akan banyak keuntungan bila tidak digunakan sistem bracing triangulasi atau sisitem dinding solid pada bangunan. b) Rangka Sederhana Suatu sistem rangka sederhana mengacu pada sistem struktur dimana balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan baut (pinnedjoints), dan sistem ini tidak mempunyai ketahanan terhadap beban lateral. Stabilitas struktur ini dicapai dengan menambahkan sistem pengaku (bracing) sepeti pada gambar 4.43. Dengan demikian, beban lateral ditahan oleh bracing. Sedangkan beban vertikal dan lateral ditahan oleh sistem rangka dan sistem bracing tersebut. Beberapa alasan penggunaan rangka dengan sambungan baut (pinned-joints frame) dalam desain rangka baja bertingkat banyak adalah : a. Rangka jenis ini mudah dilaksanakan b. Sambungan baut lebih dipilih dibandingkan sambungan las, yang umumnya memerlukan pengawasan khusus, perlindungan terhadap cuaca, dan persiapan untuk permukaannya dalam pengerjaannya. c. Rangka jenis ini mudah dari segi desain dan analisis. d. Lebih efektif dari segi pembiayaan. Penggunaan sistem bracing pada rangka sederhana lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan sambungan kaku pada rangka sederhana. c) Sistem Pengekang (Bracing Systems) Sistem bracing menjamin stabilitas lateral dari keseluruhan kinerja rangka. Sistem ini bisa berupa rangka triangulasi, dinding geser atau core, atau rangka dengan sambungan kaku. Umumnya bracing pada gedung ditempatkan untuk mengakomodasi ruang lift dan tangga. Pada struktur baja, umumnya digunakan truss triangulasi vertikal sebagai bracing. Tidak seperti pada struktur beton, dimana semua sambungan bersifat menerus, cara yang paling efisien pada baja digunakan sambungan berupa penggantung untuk menghubungkan masingmasing elemen baja. Untuk struktur yang sangat kaku, dinding geser / shear wall atau core umum digunakan. Efesiensi bangunan dalam menahan gaya lateral bergantung pada lokasi dan tipe sistem bracing yang digunakan untuk mengantikan dinding geser dan core di sekelilimg shaft lift dan tangga. d) Rangka dengan Pengekang (Braced Frame) dan Rangka Tanpa Pengekang (Unbraced Frame) Sistem rangka bangunan dapat dipisahkan dalam dua macam sistem, yaitu sistem tahanan beban vertikal dan sistem tahanan beban horisontal. Fungsi utama dari sistem bracing ini adalah untuk menahan gaya lateral. Pada beberapa kasus, tahanan beban vertikal juga mempunyai kemampuan untuk menahan gaya horisontal. Untuk membandingkan kedua sistem bracing ini perlu diperhatikan perilaku sistem terutama responnya terhadap gaya-gaya horisontal menunjukan perbandingan antara kedua sistem bracing di atas. Struktur A menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang merupakan kesatuan dengan struktur utama. Sedangkan struktur B menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang sifatnya terpisah dari struktur utama. Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengaku (braced) bila tahanan terhadap goyangan disediakan oleh sistem bracing sebagai respon terhadap beban lateral, dimana pengekang tersebut mempunyai cukup kekakuan dan dapat secara akurat merespon beban horisontal. Rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengekang (braced) bila sistem bracing mampu mereduksi geser horisontal lebih dari 80%. e) Sway Frame dan Un-sway Frame Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai ‘un-sway frame’ bila respon terhadap gaya horisontal dalam bidang cukup kaku untuk menghindari terjadinya tambahan gaya internal dan momen dari pergeseran horisontal tersebut. Dalam desain rangka bangunan berlantai banyak, perlu untuk memisahkan kolom dari rangka dan memperlakukan stabilitas dari
kolom dan rangka sebagai masalah yang berbeda. Untuk kolom dalam rangka berpengaku, diasumsikan bahwa kolom dibatasi pada ujung-ujungnya dari geser horisontal, sehingga pada ujung kolom hanya dikenai momen dan beban aksial yang diteruskan oleh rangka. Selanjutnya diasumsikan bahwa rangka sebagai sistem bracing memenuhi stabilitas secara keseluruhan dan tidak mempengaruhi perilaku kolom. Pada desain ‘sway frame’, kolom dan rangka saling berinteraksi satu sama lainnya. Sehingga pada desain ‘sway frame’, harus dipertimbangkan bahwa rangka merupakan menjadi bagian atau merupakan keseluruhan struktur bangunan tersebut. STRUKTUR ATAS (UPPER STRUCTURE) DAN STRUKTUR BAWAH (LOWER STRUCTURE)
Struktur bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah (lower structure) dan struktur atas (upper structure). Struktur bawah (lower structure) yang dimaksud adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan struktur atas (upper structure) adalah struktur bangunan yang berada di atas permukaan tanah seperti kolom, balok, plat, tangga. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda di dalam sebuah struktur. Suatu bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat rawan terhadap keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi kriteria kekuatan (strenght), kenyamanan (serviceability), keselamatan (safety), dan umur rencana bangunan (durability). Beban-beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load), beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load) menjadi bahan perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan besar dan arah gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian dapat dilakukan analisis struktur untuk mengetahui besarnya kapasitas penampang dan tulangan yang dibutuhkan oleh masing-masing struktur (Gideon dan Takim, 1993). Perencanaan struktur atas harus mengacu pada peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang, yaitu Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T15-1991-03, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung tahun 1983, dan lain-lain (Istimawan, 1999).
Pengertian Struktur Atas (Upper Structure) Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah (SNI 2002). Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat, balok,dinding geser dan tangga, yang masing-masing mempunyai peran yang sangat penting. Komponen-Komponen Struktur Gedung Bagian Atas 1. Kolom
Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan. Untuk kolom pada bangunan sederhana bentuk kolom ada dua jenis yaitu kolom utama dan kolom praktis. a.
Kolom Utama
b. Kolom Praktis 2. Balok Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal 3. Plat Lantai
Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, jadi merupakan lantai tingkat. Plat lantai ini didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh : a.
Besar lendutan yang diijinkan
b.
Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung
c.
Bahan konstruksi dan plat lantai Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard,
1974) a. b. c. d.
Pelat kaku Membran Pelat flexibel Pelat tebal Bahan untuk Plat lantai dapat dibuat dari : a. Plat Lantai Kayu b. Plat Lantai Beton c. Plat Lantai Yumen ( Kayu Semen ) Sistem plat lantai a) Sistem Pelat SatuSistem
b)
Pelat Dua Arah
4. Tangga
Tangga merupakan suatu komponen struktur yang terdiri dari plat, bordes dan anak tangga yang menghubungkan satu lantai dengan lantai di atasnya. Tangga mempunyai bermacam-macam tipe, yaitu tangga dengan bentangan arah horizontal, tangga dengan bentangan ke arah memanjang, tangga terjepit sebelah (Cantilever Stairs) atau ditumpu oleh balok tengah., tangga spiral (Helical Stairs), dan tangga melayang (Free Standing Stairs). Bagian-Bagian struktur tangga : a) Ibu Tangga b) Anak Tangga Jenis-jenis tangga menurut strukturnya : a. Tangga Plat b. Tangga Balok c. Tangga kantilever 5. Dinding Geser Dinding Geser (shear wall) adalah suatu struktur balok kantilever tipis yang langsing vertikal, untuk digunakan menahan gaya lateral. Biasanya dinding geser berbentuk persegi panjang, Box core suatu tangga, elevator atau shaft lainnya. Dan biasanya diletakkan di sekeliling lift, tangga atau shaft guna menahan beban lateral tanpa mengganggu penyusunan ruang dalam bangunan. 6. Atap Atap adalah bagaian paling atas dari suatu bangunan, yang melilndungi gedung dan penghuninya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos).
Permasalahan atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Di daerah tropis atap merupakan salah satu bagian terpenting. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup. Penopang rangka atap adalah balok kayu / baja yang disusun membentuk segitiga,disebut dengan istilah kuda-kuda. a. Kuda – kuda Kontruksi kuda-kuda adalah suatu komponen rangka batang yang berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan sekaligus dapat memberikan bentuk pada atapnya. Kuda – kuda merupakan penyangga utama pada struktur atap. Umumnya kuda-kuda terbuat dari :
Kuda-kuda kayu
Digunakan sebagai pendukung atap dengan bentang sekitar 12 m.
Kuda-kuda bambu
Pada umumnya mampu mendukun beban atap sampai dengan 10 m.
Kuda-kuda baja
Sebagai pendukung atap, dengan sistem frame work atau lengkung dapar mendukung beban atap sampai beban atap sampai dengan bentang 75 m, seperti pada hanggar pesawat, stadion olahraga, bangunan pabrik, dan lain-lain.
Kuda-kuda dari beton bertulang Dapat digunakan pada atap dengan bentang sekitar 10 hingga 12 m. Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari rangkaian batang yang
selalu membentuk segitiga. Kuda-kuda diletakkan di atas dua tembok selaku tumpuannya. Perlu diperhatikan bahwa tembok diusahakan tidak menerima gaya horizontal maupun momen, karena tembok hanya mampu menerima beban vertikal saja. Kuda-kuda diperhitungkan mampu mendukung beban-beban atap dalam satu luasan atap tertentu. Beban-beban yang dihitung adalah beban mati (yaitu berat penutup atap, reng, usuk, gording, kuda-kuda) dan beban hidup (angin, air hujan, orang pada saat memasang/memperbaiki atap).
Struktur Bawah Bangunan
Struktur bawah gedung umumnya terdapat beberapa pekerjaan, yaitu:
Pondasi (pancang, bore pile, telapak, dll)
Galian tanah
Pile cap dan sloof
Raft Fondation (jika ada)
Dinding penahan tanah / retaining wall
Waterproofing (umumnya waterproofing membrane atau integral)
Urug tanah kembali dan pemadatan tanah
1. Pondasi Pengertian umum untuk Pondasi adalah Struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah, atau bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi memikul beban bagian bangunan lainnya di atasnya. Pondasi harus diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban - beban bangunan (beban isi bangunan), gaya-gaya luar seperti: tekanan angin,gempa bumi, dan lain-lain. Disamping itu, tidak boleh terjadi penurunan level melebihi batas yang diijinkan. Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka pondasi bangunan harus
diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras, padat, dan kuat mendukung beban bangunan tanpa menimbulkan penurunan yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian struktur dari bangunan yang sangat penting, karena fungsinya adalah menopang bangunan diatasnya, maka proses pembangunannya harus memenuhi persyaratan utama sebagai berikut: 1. Cukup kuat menahan muatan geser akibat muatan tegak ke bawah. 2. Dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil (tanah gerak) 3. Tahan terhadap pengaruh perubahan cuaca 4. Tahan terhadap pengaruh bahan kimia Jenis-jenis struktur bawah (Pondasi) Secara umum jenis-jenis struktur bawah (pondasi) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pondasi dangkal, sumuran, dan pondasi dalam. 1. Pondasi dangkal Yang dimaksud pondasi dangkal adalah apabila kedalaman alas pondasi (D f) dibagi lebar terkecil alas pondasi (B) kurang dari 4, (D f/B < 4). Jenis pondasi ini digunakan apabila letak tanah baik (kapasitas dukung ijin tanah > 2,0 kg/cm 2) relatif dangkal (0,6-2,0 m) 2. Pondasi dalam Apabila lapisan atas berupa tanah lunak dan terdapat lapisan tanah yang keras yang dalam maka dibuat pondasi tiang pancang yang dimasukkan ke dalam sehingga mencapai tanah keras (Df/B >10 m), tiang-tiang tersebut disatukan oleh poer/pile cap.
Struktur bawah bangunan pondasi terdiri dari pondasi dan tanah pendukung pondasi. Pondasi berfungsi untuk mendukung seluruh beban bangunan dan meneruskan beban bangunan tersebut kedalam tanah dibawahnya. Suatu sistem pondasi harus dapat menjamin, harus mampu mendukung beban bangunan diatasnya, termasuk gaya-gaya luar seperi gaya angin, gempa, dll. Untuk itu pondasi haruslah kuat, stabil, aman, agar tidak mengalami penurunan, tidak mengalami patah, karena akan sulit untuk memperbaiki suatu sistem pondasi. Akibat penurunan atau patahnya pondasi, maka akan terjadi : 1. Kerusakan pada dinding, retak-retak, miring dan lain –lain 2. Lantai pecah, retak, bergelombang 3. Penurunan atap dan bagian-bagian bangunan lain.
Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk menjamin keamanan, kestabilan bangunan diatasnya, tidak boleh terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang diijinkan. Pembuatan pondasi dihitung berdasarkan hal-hal berikut : 1. Berat bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati serta beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya eksternal. 2. Jenis tanah dan daya dukung tanah. 3. Bahan pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat. 4. Alat dan tenaga kerja yang tersedia. 5. Lokasi dan lingkungan tempat pekerjaan. 6. Waktu dan biaya pekerjaan. Hal yang juga penting berkaitan dengan pondasi adalah apa yang disebut soil investigation , atau penyelidikan tanah. Pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras dan padat. Untuk mengetahui letak/kedalaman tanah keras dan besar tegangan tanah/ daya dukung tanah, maka perlu diadakan penyelidikan tanah, yaitu dengan cara : a. Pemboran (drilling) : dari lubang hasil pemboran (bore holes), diketahui contoh-contoh lapisan tanah yang kemudian dikirim ke laboraturium mekanika tanah. b. Percobaan penetrasi (penetration test) : yaitu dengan menggunakan alat yang disebut sondir static penetrometer. Ujungnyaberupa conus yang ditekan masuk kedalam tanah, dan secara otomatis dapat dibaca hasil sondir tegangan tanah (kg/cm2). 2. GalianTanah Galian tanah untuk pondasi dan galian-galian lainnya harus dilakukan menurut ukuran dalam, lebar dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum pada gambar. Semua bekas-bekas pondasi bangunan lama dan akar-akar pohon yang terdapat pada bagian pondasi yang akan dilaksanakan harus dibongkar dan dibuang. Bekas-bekas pipa saluran yang tidak dipakai harus disumbat. Apabila pada lokasi yang akan dijadikan bangunan terdapat pipa air, pipa gas, pipa-pipa pembuangan, kabel-kabel listrik, telepon dan sebagainya yang masih
dipergunakan, maka secepatnya diberitahukan kepada Konsultan Manajemen Konstruksi atau instansai yang berwenang untuk mendapatkan petunjukpetunjuk seperlunya. Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor bertanggung jawab penuh atas segala kerusakan-kerusakan sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata penggalian melebihi kedalaman yang telah ditentukan, maka Kontraktor harus mengisi/ mengurangi daerah tersebut dengan bahan-bahan yang sesuai dengan syarat-syarat pengisian bahan pondasi yang sesuai dengan spesifikasi pondasi. Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi tersebut bebas dari longsoran-longosoran tanah di kiri dan kanannya (bila perlu dilindungi oleh alat-alat penahan tanah) dan bebas dari genangan air (bila perlu dipompa), sehingga pekerjaan pondasi dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan spesifikasi. Pengisian kembali dengan tanah bekas galian, dilakukan selapis demi selapis, sambil disiram air secukupnya dan ditumbuk sampai padat. Pekerjaan pengisian kembali ini hanya boleh dilakukan setelah diadakan pemeriksaan dan mendapat persetujuan Konsultan Manajemen Konstruksi, baik mengenai kedalaman, lapisan tanahnya maupun jenis tanah bekas galian tersebut. 3. Struktur Basement Konstruksi basement sering merupakan solusi yang ekonomis guna mengatasi keterbatasan lahan dalam pembangunan gedung. Tapi sebagai struktur bawah tanah, desain maupun pelaksanaan konstruksi basement perlu dilakukan dengan memperhitungkan banyak hal. Disamping aspek teknis dari basement itu sendiri, tidak kalah pentingnya adalah aspek lingkungannya. Mutu pekerjaan pada konstruksi basement akan sangat mempengaruhi umur dari basement tersebut. Pengendalian terhadap mutu terpadu sangat diperlukan untuk mencapai produk konstruksi mutu tinggi dan dapat diandalkan. Beberapa hal yang berkaitan dengan galian Basement yang perlu diperhatikan adalah beban dan metode galian. Beban tersebut biasanya berupa beban terbagi rata, beban titik, dan
beban garis dan beban terbagi rata memanjang. Sedangkan metode galian dimana dibagi menjadi: open cut, cantilever, angker, dan strut. Pemilihan metode galian disesuaikan dengan perencanaan bangunan dan konsdisi di lapangan. Pada metode galian basement ada beberapa factor yang perlu diperhatikan antara lain: jenis tanah, kondisi proyek, muka air tanah, besar tekanan tanah yang bekerja, waktu pelaksanaan, analisa biaya dan sebagainya. Beberapa masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan galian basement, seperti penurunan permukaan tanah disekitar galian yang dapat menyebabkan kerusakan structural pada bangunan dekat galian, fan retaknya saluran dan sarana yang lain. Salah satu penyebabnya adalah penurunan permukaan air tanah disekitar galian akibat pemompaan selama konstruksi. Untuk mencegah masalah yang timbul maka metode pemilihan dewatering sangan menentukan.
04 Desember 2008 1 MENGETAHUI MACAM STRUKTUR UTAMA Aspek penting pertama yang harus difahami adalah tentang ketersediaan beberapa sistem struktur bangunan gedung yang mungkin dapat digunakan di dalam desain. Arsitek harus menguasai kemungkinan struktur yang paling sesuai pada bangunan. Berbagai sistem struktur mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga ketepatan penggunaannya harus dipadukan dengan banyak aspek yang terdapat dalam bangunan. Untuk dapat menggunakan salah satu sistem struktur dengan tepat, maka pemahaman menyeluruh mengenai sistem struktur dan ragamnya serta kemungkinan kaitannya dengan aspek lain dalam bangunan diuraikan di bawah ini. 1.1 Kinerja Sistem Struktur Bangunan Sebelum mengetahui berbagai macam sistem struktur, prinsip kinerja struktur terlebih dulu harus diketahui untuk dapat menentukan macam struktur yang mungkin terjadi.
Gambar 1. Kinerja struktur terhadap beban
1.1.1 Pembebanan pada Bangunan Sistem struktur bangunan gedung pada intinya bekerja menyalurkan beban bangunan sehingga menjaga bangunan tetap berdiri, dan membentuk ruang fungsi. Beban-beban yang terjadi pada bangunan gedung berasal dari berat struktur (berat sendiri, beban mati: 1, 2, 3) dan berat fungsi (beban berguna, berat hidup: 4) di dalamnya serta akibat pengaruh gaya luar seperti gempa dan badai (8). Berat struktur dihitung dari semua elemen struktur dari atap sampai pondasi. Berat fungsi tergantung jenis dan volume kegiatan yang diwadahi bangunan, sedangkan beban gaya luar dipengaruhi oleh bentuk, letak dan posisi bangunan. Beban-beban itu disalurkan dari atas ke bawah, mulai dari elemen rangka atap, rangka utama atap, pelat lantai, rangka utama kolom balok atau dinding pemikul, dan sampai pada pondasi (6), dan diteruskan ke dalam tanah (7). Kolom balok meneruskan gaya menurut arah garis dan dinding menurut arah bidangnya. 1.1.2 Tumpuan dan Pengaruhnya pada Sistem Struktur Beban-beban pada rangka baik rangka atap atau rangka utama, harus diletakkan pada posisi tumpuan atau titik hubung antara rangka-rangka itu. Sedangkan pada dinding dapat diletakkan di sembarang garis dindingnya. Oleh karena itu rangka paling sesuai untuk menerima gaya titik atau terpusat yang diletakkan pada titik-titik hubungnya, sedangkan dinding sesuai untuk menerima gaya menerus di sepanjang dindingnya. Wujud konstruksi dari ketentuan tersebut adalah bahwa kuda kuda paling ideal jika dipasang langsung di atas kolom utama yang menerus ke bawah, sedangkan gunung-gunung paling ideal didukung oleh dinding yang juga menerus atau membentuk garis bidang di sepanjang dinding. Sebuah bangunan dapat mengkombinasikan berbagai macam struktur yang akan dipakai tergantung efektifitas pemakaiannya. Peletakkan elemen struktur yang tidak sesuai dapat dilakukan, misalnya kuda
kuda yang diletakkan tidak tepat di atas kolom atau gunung-gunung yang diletakkan tidak di atas dinding, dengan catatan harus ada struktur penopang lain yang dapat menggantikan kolom untuk meneruskan beban ke kolom, misalnya penggunaan balok pikul yang relatif lebih besar dimensinya. Pertimbangan yang harus dilakukan ketika menentukan penyimpangan ini adalah menyangkut efektifitas ruang, efisiensi bahan, bentuk-estetika, dan juga harga bangunan.
Gambar 2. Prinsip Tumpuan Rangka pada Titik Tumpunya
1.1.3 Grid Struktur Grid struktur adalah pola tertentu yang digunakan untuk meletakkan titik-titik atau garis-garis sistem struktur bangunan dalam denahnya. Titik-titik itu akan menunjukkan letak kolom sedangkan garis-garis akan menunjukkan letak dinding struktural dalam bangunan. Grid struktur bukan hanya seperti milimeter-blok, yang hanya memandu pembuatan gambar denah namun lebih berarti sangat penting karena bentuk-bentuk dan ukuran grid ini akan berkaitan langsung dengan sistem struktur dan aspek-aspek penting lain dalam bangunan termasuk fungsi ruang. Grid struktur ini baik bentuk dan ukurannya harus diikuti oleh atau menyesuaikan dengan ukuran ruang-ruang yang terdapat dalam denah bangunan. Karena sistem struktur tidak hanya meliputi kolom atau dinding saja, maka pengaturan grid struktur ini juga harus mempertimbangkan posisi-posisi elemen sistem struktur lain seperti rangka atap di atas bangunan dan juga pondasi di bawah bangunan sebab sistem struktur, seperti telah dibahas di atas, idealnya harus menerus dalam menyalurkan beban dari atas ke bawah. Dalam denah, informasi penggunaan titik-titik kolom dan atau garis-garis dinding struktural ini sudah dapat menentukan kaitan dengan sistem struktur yang lain tersebut. Pola grid struktur ini harus dapat ditentukan pada tahap “pre-design” yaitu pada akhir dari tahap ide gagasan atau konsep bangunan karena penggunaan pola grid ini akan berpengaruh pada aspek-aspek lain dalam bangunan baik secara langsung atau tidak, seperti pada bentuk dan bentangan ruang, ukuran ruang, kemungkinan akses bukaan dan sebagainya. Pada tahap denah jadi, grid struktur ini sangat penting artinya karena akan berfungsi: · menggambarkan sistem struktur yang dipakai · menentukan posisi-posisi kaitan dengan elemen sistem struktur lain · memfasilitasi ruang fungsi di dalamnya
· menentukan kaitan antar lantai pada bangunan bertingkat · menentukan secara pasti posisi kolom, balok atau dinding struktur 1.2 Macam Struktur Menurut Anatomi Bangunan Pembahasan struktur menurut anatomi adalah didasarkan pada peran bagian sistem struktur yang dapat dibagi menjadi dua bagian besar; super-structure (struktur di atas tanah) dan sub-structure (struktur di bawah tanah). Superstructure masih dibagi dua lagi yaitu struktur atap dan struktur pembentuk ruang fungsi atau selanjutnya disebut sebagai struktur utama. Pembagian berdasar anatomi ini akan sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi langkah demi langkah proses perencanaan struktur dalam arsitektur. Karena proses perencanaan struktur biasanya dilakukan mulai dengan disain atap, struktur utama dan pondasi. 1.2.1 Struktur Atap Struktur atap adalah bagian atau elemen sistem struktur yang terdapat pada bagian atas bangunan. Struktur ini digunakan untuk melindungi secara keseluruhan baik fungsi ataupun fisik bangunan itu sendiri. Struktur atap dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu atap datar dan atap miring. Atap datar terdiri dari pelat beton bertulang (dag) dan atap miring terdiri dari atap genting, seng, sirap dsb. a Atap Datar Atap datar ini biasanya digunakan pada area yang difungsikan misalkan pada ruang terbuka di atas atap seperti taman atap, tempat cuci jemur dsb. Karena fungsinya yang demikian, maka atap datar ini biasanya dibentuk dengan konstruksi beton bertulang yang kedap air. Struktur atap pelat beton bertulang ini tidak berbeda dengan pelat lantai pada umumnya (tebal 7 – 15 cm, tergantung beban fungsi), hanya karena terletak pada udara terbuka, pelat pada atap ini menggunakan tulangan ganda di atas dan bawah (pada pelat lantai hanya ada tulangan di bagian bawah saja) untuk menghindari kembang susut yang terlalu besar pada atap yang dapat menyebabkan retak dan akhirnya bocor pada ruang di bawahnya. Finishing yang bersifat anti tembus air/kedap air (water proof) seperti plaster PC atau pemasangan keramik, juga diperlukan untuk menghindari rembesan air akibat pengerjaan pengecoran pelat lantai yang tidak sempurna. Treatment khusus seperti pemasangan lapisan anti air juga diperlukan untuk pelat yang sangat perlu kedap air. Konstruksi pendukung pada pelat dapat langsung ditopang oleh kolom ataupun dengan menggunakan tumpuan balok yang jumlah atupun konfigurasinya tergantung banyak hal. Secara umum, pelat digabung dengan balok sehingga balok-balok ini yang akan meneruskannya ke kolom. Karena dimensi pelat dan balok beton sangat tergantung dari bentangan atau jarak antar kolomnya, maka pada atap datar dengan dag beton, bentangan relatif tidak mampu mencapai jarak yang lebar (kecuali pada sistem atap bentang lebar seperti pelat lipat / folded , kubah / dome atau pelat cangkang / shell). b Atap Miring Atap miring berfungsi utama sebagai penerus air hujan, oleh karena itu kemiringan atap ini tergantung jenis penutup atap yang dipakai. Seng dan
penutup atap lembaran lainnya dapat digunakan dengan kemiringan yang rendah karena tidak khawatir terjadinya air meluap balik. Sedangkan penutup atap jenis kecil seperti genteng dan sirap mempunyai kemiringan yang tinggi untuk mengalirkan air hujan. Bentuk atap miring ini terdiri dari beberapa macam antara lain pelana, limas ataupun tajug. Bentuk-bentuk ini dapat dikombinasikan sehinga membentuk bentukan yang unik. Pemilihan bentuk juga harus dikaitkan dengan sistem lain termasuk penghawaan dan pencayaan bangunan.
Gambar 3. Berbagai macam kuda kuda
b.1 Kuda kuda Struktur atap menggunakan kuda kuda jika diinginkan ruang-ruang di bawahnya bebas dari dinding atau kolom-kolom. Pada prinsipnya, kuda kuda hanya ditumpu oleh dua tumpuan di ujung kanan kirinya yang berupa kolom-kolom utama bangunan. Alternatif lain, kuda-kuda dapat dipasang di atas balok khusus atau dinding khusus yang disebut sebagai dinding pemikul. Kuda kuda kayu dapat mencapai bentang optimal ±15 meter sedangkan jarak antar kuda kudanya maksimal 4 meter karena kuda kuda dihubungkan oleh gording dan bubungan kayu yang tidak lebih dari 4 meter (yang tersedia di pasar). Bentang yang lebih lebar dapat dicapai dengan menggunakan gording atau bubungan rangka atau dengan bahan baja. Bentangan kuda kuda baja dapat mencapai belasan hingga puluhan meter. Alasan penggunaan kuda kuda kayu atau baja tergantung bentangan, ketersediaan bahan dan alasan lain dalam aspek bangunan. b.2 Gunung-gunung Gunung-gunung adalah struktur utama atau yang terdiri dari dinding batu bata dan sejenisnya. Gunung-gunung ini dapat dipakai pada posisi di atas dinding menerus, sehingga penggunaan gunung-gunung ideal pada ruangan bangunan yang mempunyai banyak dinding. Karena terdiri dari dinding, gunung-gunung
tidak dapat memberikan bentang ruangan di bawahnya namun memberikan ruang di antara gunung-gunung tersebut. Gunung-gunung biasanya diperkuat dengan balok keliling (ring balk) beton bertulang pada ketiga sisinya untuk menambah kekakuan dindingnya. Jarak antar gunung-gunung relatif sama dengan kuda-kuda, karena gunung-gunung juga dihubungkan dengan gording dan bubungan baik kayu ataupun baja. Gunung-gunung sering digunakan pada kedua tepi atap bangunan dengan bentuk pelana. Pelubangan dapat dilakukan untuk memberikan akses sinar matahari dan udara keluar masuk ruangan. b.3 Rangka Beton (Portal) Rangka beton atau portal dapat diapakai untuk menggantikan kuda-kuda atau gunung-gunung. Prinsip dari rangka ini adalah dengan menggunakan balok beton bertulang yang dimiringkan disesuaikan dengan bentuk kemiringan atap bangunan. Karena terbuat dari beton yang berat, maka dimensi balok akan relatif besar yang juga disebabkan oleh bentangan atau jarak antar dua kolom penyangganya. Bentangan ideal rangka portal untuk rangka atap ini dapat mencapai jarak optimal sekitar 12 meter. Semakin besar bentangan, semakin besar dimensi balok yang diperlukan. Maka bangunan juga semakin berat sehingga kolomkolom dan balok-balok juga harus diperhitungkan
Gambar 4. Rangka portal
untuk menerima beban yang besar itu. Sehingga dimensi kolom balok akan relatif lebih besar dan mahal. Keuntungan pemakaian struktur ini adalah dapat memberikan ruangan yang relatif bersih di bawahnya, baik terhindar dari pemakaian kolom atau rangka-rangka kuda kuda itu sendiri. Ketiga macam struktur utama atap di atas dapat saling digabungkan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing struktur secara optimal. 1.2.2 Struktur Utama Struktur utama dalam bangunan adalah sistem struktur yang dipakai untuk
membentuk ruang fungsi. Dengan demikian pemakaian macam struktur akan menyesuaikan fungsi ruang. Pada dasarnya, struktur utama dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem rangka dan sistem dinding pemikul. Rangka dapat berupa kayu, baja ataupun beton. Sedangkan dinding dapat berupa dinding pemikul batu bata ataupun beton bertulang. a Sistem Struktur Rangka
Gambar 5. Stuktur rangka Sistem struktur rangka bangunan 2 lantai yang paling banyak dipakai di Indonesia (kecuali daerah-daerah tertentu) adalah sistem rangka beton bertulang atau disebut rangka kaku (rigid frame) karena inti dari struktur ini adalah kakunya sambungan-sambungan betonnya. Bentuk dari sistem struktur ini adalah kolom balok yang dapat digabung dengan sistem pelat lantai beton bertulang. Kerena bersifat rangka, maka dindingdinding hanya berfungsi sebagai pembatas atau pembentuk ruang saja. Dinding ini bahkan dapat dihilangkan. Beban-beban pada bangunan pada intinya ditopang oleh kolom dan balok, sehingga dari atas hingga ke bawah bangunan, letak titik-titik beban seharusnya dipasang pada titik-titik tumpunya. Sehingga idealnya kuda kuda harus ditopang oleh kolom, dan kolom harus ditopang oleh pondasi titik di bawahnya. Keuntungan Sistem Rangka: · Ruang lebih fleksibel karena dinding dapat dipasang atau dihilangkan · Pelaksanaan konstruksi di lapangan yang lebih cepat karena dinding dan ruangan dapat dipasang kemudian · Pondasi dapat dibuat lebih sederhana dengan menggunakan pondasi setempat atau titik Kerugian Sistem Rangka · Beban-beban diutamakan diletakkan pada titik-titik hubungnya, sehingga relatif sulit untuk mendapatkan kedudukan sistem struktur yang benar-benar ideal pada penerapannya · Bangunan harus terdiri dari kolom-kolom dan balok yang posisi dan letaknya harus memenuhi persyaratan jarak tertentu yang dipengaruhi oleh sifat-sifat teknis bahan bangunan struktur utamanya.
b Sistem Struktur Dinding Pemikul Sistem struktur dinding pemikul menggunakan dinding sebagai penopang struktur utama selain sebagai pembatas ruang. Dinding pada struktur ini menerima beban dari semua beban bangunan dan meneruskannya ke dalam tanah (tanpa dibantu dengan rangka), dengan demikian dinding harus menerus dari bawah (pondasi) sampai atas (atap). Beban pada dinding ini dapat dipasang di sembarang tempat sepanjang dinding, dengan demikian kuda-kuda dapat di mana saja dan pondasi harus berbentuk garis sepanjang dindingnya. Keuntungan sistem struktur dinding pemikul · Tanpa harus meletakkan kolom-kolom pada ruang bangunan · Letak tunpuan beban dapat di mana sepanjang dinding sehingga posisi kuda kuda, balok dan sebagainya mudah ditempatkan dan disesuaikan dengan aspek lain dalam bangunan Kerugian sistem struktur dinding pemikul · Ruang akan relatif terikat dengan posisi garis dinding sehingga ruang fungsi harus mengikuti ruang yang ada · Pondasi yang digunakan harus sesuai sepanjang dinding sehingga relatif besar dimensinya dan mahal · Konstruksi dinding yang tebal dan besar akan mengakibatkan bangunan menjadi relatif lebih mahal karena volume waktu dan bahan. 1.2.3 Struktur Pondasi Struktur pondasi adalah elemen sistem struktur yang berfungsi menopang keseluruhan beban dan menjaga berdirinya bangunan dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi dibedakan atas kedalamannya dan sifatnya meneruskan beban ke dalam tanah. Menurut kedalamannya pondasi dibagi menjadi dua; pondasi dangkal dan pondasi dalam. Menurut sifat penerusan gayanya, pondasi dibagi menjadi tiga jenis; pondai titik, pondasi menerus dan pondasi bidang. Pondasi titik untuk jenis dangkal dapat berupa umpak, foot plate, pondasi buis beton dan pondasi kayu. Sementara untuk jenis dalam dapat berupa pondasi tiang pancang atau pondasi sumur bor. Pondasi menerus hanya terdiri dari pondasi dangkal yaitu pondasi menerus batu kali atau beton bertulang. Pondasi bidang atau juga disebut pondasi kapal dapat berupa pondasi pelat beton baik yang difungsikan sebagai ruang bawah tanah (basement) atau tidak. Semua jenis pondasi tersebut dapat digunakan untuk semua jenis bangunan karena penentuan bangunan akan tergantung selain pada beban juga tergantung beberapa aspek; yaitu aspek beban bangunan, kondisi tanah dan kondisi lingkungan. Semakin tinggi dan atau besar
Gambar 6. Macam Pondasi Titik (umpak, foot-plate, buis beton, pancang) bangunan, beban akan meningkat sehingga ukuran dan kedalaman juga akan semakin meningkat. Kondisi tanah yang mempengaruhi daya dukung tanah ( tanah normal ~ 1kg/cm2) akan menentukan dimensi dan kedalaman pondasi, semakin berkurang daya dukung tanah, semakin bertambah dimensi dan kedalamannya. Begitu juga dengan kondisi lingkungan, pada lokasi ekstrem, pondasi juga harus menyesuaikan. Dimensi eksak pondasi dan kedalamannya harus dihitung oleh konstruktor.
a Pondasi Titik Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneuskannya ke dalam tanah. Pondasi ini hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan. Pondasi titik pada bangunan struktur beton bertulang dapat berupa pondasi telapak (foot plate) dan pondasi buis beton atau pondasi tiang pancang dan pondasi sumur bor untuk pondasi dalam. Jenis pondasi ini ditempatkan pada kolom-kolom utama struktur bangunan.
b Pondasi Menerus Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang. Pondasi menerus juga dibuat menurut struktur utama jika dipakai sebagai pondasi utama (misal pondasi dinding pemikul). Pada dinding non
struktural atau dinding pembatas ruang, pondasi dipakai hanya untuk memikul berat dinding di atasnya, sehingga
untuk bangunan bertingkat yang menggunakan struktur utama beton bertulang dan menggunakan dinding batu bata, pondasi titik maupun menerus digunakan keduanya.
c Pondasi Bidang Jika pondasi titik karena beban atau tanah atau keduanya menghendaki luasan yang lebih untuk memepertahankan posisi bangunan, maka titik satu pada pondasi akan mendekati atau bertemu dan saling bersinggungan. Kondisi ini memungkinkan untuk digabung menjadi satu kesatuan pelat yang disebut pondasi pelat atau pondasi bidang. Pondasi bidang ini sering digunakan untuk bangunan yang berat atau tinggi atau berada pada tanah dengan daya dukung yang rendah (tanah rawa dsb). d Kedalaman Pondasi Pondasi dangkal atau dalam yang akan dipakai pada suatu bangunan juga terletak pada berat bangunan, tinggi bangunan, daya dukung tanah dan struktur lapisan tanah. Juga diperhatikan lokasi bangunan berada. Apakah terletak di daerah rawan gempa, banjir dan sebagainya, sebab kondisi-kondisi tersebut menghendaki pondai yang lebig stabil untuk mengantisipasi beban-beban eksternal tersebut.
1.3 Macam Struktur Menurut Bahan Bangunan Menurut bahan dasar penyusun struktur, bangunan berlantai 2 mempunyai berbagai jenis bahan yang dapat digunakan sebagai bahan utama pembentuk struktur. Bahan tersebut dapat digunakan sepenuhnya pada semua bagian struktur dan konstruksi ataupun dapat dikombinasikan menurut kepentingan pemakaiannya. Bahan yang sering dipakai adalah; Kayu, Baja dan Beton. 1.3.1 Sistem Struktur Kayu Sistem struktur kayu adalah sistem struktur utama bangunan yang menggunakan bahan tersusun dari kayu. Sistem ini sering digunakan sepenuhnya terutama pada bangunan-bangunan khusus baik bangunan tradisional ataupun bangunan lainya dengan maksud tertentu (citra, suasana dsb). Penggunaan secara parsial biasanya dilakukan untuk bagian-bagian bangunan dengan tujuan efisiensi dan kemudahan pengerjaan, misalnya pada rangka atap. Pada masa kini, pengunaan secara total pada sebuah bangunan jarang dilakukan karena alasan ketersediaan dan mahalnya bahan kayu. Sementara pada penggunaan parsial (misal untuk kuda kuda), masih sering dilakukan sebagai bahan yang paling ideal, karena mudah dikerjakan, mempunyai berat struktur yang kecil dan relatif murah bila dibandingkan dengan penggunaan bahan struktur lain pada penggunaan tertentu. Penggunaan bahan ini juga sangat dipengaruhi ketersedian kayu di lapangan, dengan panjang dan penampang tertentu. Sehingga disain bangunan harus memperhatikan pada bagian-bagian mana struktur harus disambung dan ditumpu. Sistem struktur kayu mempunyai sifat sambungan yang dapat bergerak
(sendi, truss) sehingga pengkakukan sering dilakukan dengan menempatkan batang-batang diagonal sehingga membentuk rangkaian segitiga-segitiga. 1.3.2 Sistem Struktur Baja Sistem struktur baja adalah sistem struktur utama terbuat dari bahan baja. Sistem ini bersifat modern yang penggunaanya untuk bangunan 2 lantai secara umum masih relatif jarang dilakukan, kecuali karena alasan-alasan tertentu, karena pengerjaannya membutuhkan ketrampilan yang memadai dan harganya relatif mahal. Penggunaan pada sistem struktur secara keseluruhan baru hanya pada bangunan-bangunan percontohan atau dengan fungsi dan maksud tertentu karena kelebihan baja adalah ringan dan mudah dibongkar pasang. Sementara pada bagian bangunan, baja sering digunakan pada konstruksi kuda-kuda atau rangka atap lainnya untuk mencapai bentangan yang lebih lebar. Sifat baja yang ringan tepat digunakan untuk bangunan ringan yang dapat mencapai ketingian dan lebar bentang yang maksimal. Oleh karena itu struktur baja tepat dugunakan untuk bangunan-bangunan tinggi atau berbentang lebar. Sifat yang lain adalah relatif mampu menahan tarikan sehingga pada elemen konstruksi, baja lebih digunakan untuk batang-batang yang menerima gaya tarikan atau batang tarik ketimbang batang tekan (seperti pada kayu atau beton). Beberapa kelemahan baja pada penggunaan struktur adalah karena sifat dasarnya yang mudah mengalami korosi sehingga penggunaannya harus selalu dilindungi dan dipelihara (cat, laminating, bungkus beton/komposit) dan tidak cocok untuk di luar ruang. Baja juga relatif mudah terpengaruh oleh suhu luar sehingga mudah mengalami kembang susut yang relatif besar yang akan berakibat lemahnya sistem struktur, sehingga baja relatif tidak tahan terhadap api dibanding struktur lain. 1.3.3 Sistem Struktur Beton Beton adalah bahan struktur yang didapatkan dari campuran tertentu semen, pasir dan krikil. Penggunaan beton secara murni untuk sistem struktur bangunan jarang dilakukan, karena bahan ini relatif getas dan hanya mampu menahan beban atau gaya tekan saja. Oleh karena itu penggunaan beton biasanya selalu dibarengi dengan perkuatan tulangan baja di dalamnya untuk menahan gayagaya tarik pada struktur, sehingga struktur ini disebut sebagai struktur beton bertulang (reinforced concrette). Penggunaan struktur beton bertulang untuk bangunan berlantai 2 sangat banyak dilakukan (kecuali daerah-daerah yang mempunyai sumber-sumber pasir dan krikil terbatas seperti Pulau Kalimantan). Alasan penggunaan beton bertulang adalah karena bahan struktur ini relatif murah dan mudah dikerjakan pada pelaksanaan konstruksi di lapangan, sehingga hampir setiap tenaga bangunan di Indonesia terbiasa dengan beton bertulang. Bagi perencana, beton bertulang dapat dibentuk dengan fleksibel, sehingga dapat mengakomodasi berbagai macam bentukan disain. Keuntungan lain adalah karena beton bertulang mempunyai usia struktur yang sangat panjang, sehingga bangunan akan bersifat sangat permanen dan mempunyai usia pakai yang panjang pula. Perawatan bahan pun relatif tidak diperlukan karena mempunyai ketahanan terhadap segala cuaca dan juga terhadap api. Kekurangan beton bertulang terletak pada berat konstruksi atau beban mati yang tinggi. Berat ini akan mempengaruhi berat total bangunan, sehingga
bangunan memerlukan sistem pondasi yang sangat stabil untuk menopangnya. Berat ini juga akan berpengaruh pada kemampuan bentang dan tinggi bangunan, sehingga disain ruang dan bangunan juga harus mempertimbangkan bentangan dan tinggi maksimal. Kolom dan balok relatif mempunyai dimensi yang cukup besar dan banyak dibanding bahan struktur lain, sehingga efektifitas ruang menjadi tidak optimal. Sifat lain adalah waktu pelaksanaan konstruksi yang cukup panjang, karena beton bertulang mempunyai waktu pembentukan tertentu yang cukup panjang dari pengerjaan cetakan (begesting), pembesian, pengecoran hingga waktu yang digunakan untuk “mematangkan” usia beton (konvensional ~ 21 hari)
1.3.4 Sistem Struktur Batu Bata atau Batu Kali Sistem struktur dinding yang tersusun dari dinding batu bata atau batu kali adalah sistem struktur yang juga dapat dipakai sebagai sistem struktur bangunan berlantai 2, tanpa harus menggunakan rangka berupa kolom dan balok. Sistem struktur ini berbeda dengan ketiga sistem struktur di atas yang berbentuk struktur rangka. Sistem struktur dinding berbentuk bidang sehingga dinamakan dinding pemikul (bearing wall). Penggunaan sistem struktur dinding ini secara keseluruhan pada bangunan 2 lantai sudah tidak banyak dilakukan karena tidak efisien dari segi pelaksanaan dan bangunan atau ruang. Struktur ini harus menggunakan dinding yang mampu mendukung beban bangunan, sehingga dinding akan semakin tebal bila bangunan semakin besar atau semakin tinggi. Pada sebuah bangunan tidak bertingkat sederhana, dinding batu bata dapat dipakai dengan ketebalan ¾ atau satu batu (satu batu = 2 lapis batu bata standar), sedangkan pada bangunan berlantai 2, dinding dapat mencapai ketebalan 1 ½ hingga dua batu dengan pelat lantai kayu. Dengan demikian pengerjaan bangunan akan menjadi relatif rumit dan mahal. Keuntungan dari sistem struktur dinding pemikul adalah bahan struktur yang sederhana dan tidak lagi menggunakan rangkaian kolom dan balok. Karena dindingnya yang tebal, bangunan dengan sistem struktur ini juga dapat digunakan untuk mengantisipasi perubahan suhu yang ekstrim, dapat menyerap panas pada siang hari/suhu tinggi dan memancarkannya pada malam hari/suhu rendah
View more...
Comments