Sistem Ekonomi Liberal 1 0

December 6, 2018 | Author: Erika Hdy | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Materi sejarah kelas 12 liberal...

Description

Kurikulum 2006/2013

K el a s

 XII   XI I 

Sejarah PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA  SEMESTER 1 KELAS XII SMA/MA/SMK/MAK – KTSP K TSP 2006 dan K-13 Standar Kompetensi 1.

Menganalisis

perjuangan

Kompetensi Dasar bangsa

1.4

Menganalisis perkembangan politik dan

Indonesia sejak Proklamasi hingga

ekonomi serta perubahan masyarakat

lahirnya Orde Baru.

di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan.

Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1.

Memahami sistem ekonomi liberal.

2.

Memahami sistem ekonomi terpimpin.

A. Sistem Ekonomi Liberal 1.

Penyebab Terhambat erhambatnya nya Pertum Pertumbuhan buhan Ekonomi Penerapan sistem Demokrasi Liberal dimulai setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Repu blik Indonesia (NKRI). Seiring dengan berlakunya sistem Demokrasi Liberal, sistem perekonomian Indonesia juga menjadi liberal. Namun pada perkembangannya, sistem ekonomi liberal belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tersendatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa Demokrasi Liberal disebabkan oleh beberapa hal berikut.

a.

Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda, Indonesia menanggung beban utang sesuai dengan kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar 1,5 triliun rupiah dan ut ang dalam negeri sejumlah 2,8 triliun rupiah.

b.

Banyaknya gerakan pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia yang menyebabkan situasi keamanan dalam negeri tidak kondusif dan banyaknya pengeluaran negara untuk mengadakan operasi militer dalam menumpas pemberontakan.

c.

Banyaknya pergantian kabinet yang menyebabkan tiap kabinet tidak dapat menjalankan program dengan maksimal.

d.

Ekspor Indonesia hanya bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan.

e.

Indonesia belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki tenaga ahli dan dana pembangunan yang cukup.

2.

Masalah Jangka Pendek Pemerintahan Pada masa Demokrasi Liberal, perekonomian Indonesia memiliki prioritas penyelesaian permasalahan jangka pendek, seperti: a.

mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat;

b.

mengatasi kenaikan biaya hidup. Hal ini disebabkan oleh adanya ancaman inflasi yang menyebabkan nilai mata uang

Indonesia yang diikuti kenaikan harga barang-barang kebutuhan hidup.

3.

Masalah Jangka Panjang Pemerintahan Masalah jangka panjang yang dihadapi pemerintah Indonesia, yakni: a.

pertambahan penduduk;

b.

tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah. Hal ini disebabkan tersendatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertambahan

penduduk yang tinggi serta tingkat kesejahteraan rakyat yang rendah dapat memicu naiknya angka pengangguran dan kemiskinan yang berujung pada terganggunya stabilitas perekonomian dan politik Indonesia.

4.

Usaha Memperbaiki Perekonomian Indonesia a.

Gunting Syafruddin Kebijakan Gunting Syafruddin adalah pemotongan nilai uang (sanering). Gunting Syafruddin digagas oleh Menteri Keuangan RIS, Syafruddin Prawiranegara  yang dilaksanakan pada 20 Maret 1950. Dasar pelaksanaan kebijakan Gunting Syafruddin adalah Surat Keputusan Menteri Nomor 1 PU 19 Maret 1950.

2

Tujuan Gunting Syafruddin adalah untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp5,1 miliar dan mengatasi masalah jangka pendek yang dihadapi pemerintah. Tindakan “Gunting Syafruddin” dilakukan dengan cara memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga bernilai setengahnya. Dengan demikian, rakyat kecil tidak dirugikan sebab yang memiliki uang senilai Rp2,50 hanya kalangan menengah ke atas. b.

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional dalam rangka memperbaiki perekonomian Indonesia. Sistem ekonomi Gerakan Benteng digagas oleh Sumitro Joyohadikusumo, Menteri Perdagangan pada masa Kabinet Natsir. Adapun program Gerakan Benteng meliputi hal berikut. 1.)

Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia.

2.)

Pemberian kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional bagi para pengusaha Indonesia.

3.)

Pemberian bimbingan dan bantuan kredit bagi para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah.

4.)

Mendorong agar para pengusaha pribumi, secara bertahap, berkembang menjadi maju. Pelaksanaan Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Selama kurun waktu

1950 - 1953 sekitar 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program Gerakan Benteng. Akan tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik, hal ini disebabkan: 1.)

para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha asing;

2.)

para pengusaha pribumi cenderung konsumtif;

3.)

para pengusaha pribumi sangat tergantung pada bantuan pemerintah;

4.)

para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya;

5.)

para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan dari kredit yang diperoleh.

c.

Nasionalisasi De Javasche Bank  Nasionalisasi De Javasche Bank adalah proses pemindahan hak kepemilikan badan usaha Belanda di Indonesia ke pemerintahan Indonesia. Latar belakang nasionalisasi De Javasche Bank adalah sebagai berikut.

3

1.)

Bank sirkulasi yang ada di Indonesia dikelola oleh orang Belanda bukan Pribumi.

2.)

Adanya peraturan mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi.

Tujuan nasionalisasi De Javasche Bank adalah menaikkan pendapatan negara, menurunkan biaya ekspor, dan melakukan penghematan keuangan negara secara drastis.

Sebagai usaha menasionalisasikan De Javasche Bank, pada 19 Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank  oleh Kabinet Sukiman. Pada 12 Juli 1951, Dr. Houwink   diberhentikan oleh pemerintah Indonesia sebagai Presiden De Javasche Bank  dan digantikan oleh Syafruddin Prawiranegara. Pada 3 Agustus 1951, pemerintah bersedia membeli saham De Javasche Bank. Pada 15 Desember 1951, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1951, De Javasche Bank  dinasionalisasikan menjadi Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

d.

Sistem Ekonomi Ali-Baba Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo, Menteri Perekonomian pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo I. Dinamakan Ali-Baba karena "Ali" menggambarkan sebagai pengusaha pribumi dan "Baba" sebagai pengusaha nonpribumi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kerja sama antara Ali dan Baba untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Tujuan dari program ini adalah agar pengusaha pribumi bekerja sama dengan pengusaha asing, khususnya Cina dalam memajukan ekonomi Indonesia.

Melalui pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba, pengusaha nonpribumi diwajibkan memberikan latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah juga menyediakan kredit dan lisensi bagi perusahaan swasta nasional dan memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Namun, sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan dengan baik karena hal-hal berikut.

4

1.)

Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.

2.)

Indonesia menerapkan sistem liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas, tetapi pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

e.

Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek) Perundingan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda berusaha diselesaikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dengan mengirim delegasi ke Jenewa, Swiss. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan terhadap rencana persetujuan Finek berikut. 1.)

Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.

2.)

Hubungan Finek Indonesia Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.

3.)

Hubungan Finek didasarkan pada Undang-Undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Namun, pemerintah Belanda tidak mau menandatangani persetujuan Finek sehingga Indonesia mengambil langkah sepihak berupa pembubaran Uni I ndonesiaBelanda pada 13 Februari1956.

 Tujuan pembubaran Uni-Indonesia Belanda untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.

Sebagai tindak lanjut dari pembubaran Uni Indonesia-Belanda, pada 3 Mei 1956, Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampak dari pembubaran Uni Indonesia-Belanda dan pembatalan KMB adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, tetapi pengusaha pribum i belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut, ak ibatnya banyak perusahaan Belanda yang diambil alih nopribumi (Cina).

f.

Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) RPLT disusun pada Mei 1956 oleh Biro Perancang Negara yang dibentuk pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II. Rancangan Undang-Undang tentang RPLT disetujui oleh DPR pada 11 November 1958.

5

Biro Perancang Negara bertugas merancang pembangunan jangka panjang dan Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri perancang nasional tersebut.

RPLT rencananya akan dilaksanakan antara 19561961. Dengan adanya perubahan situasi politik akibat ketegangan antara pusat dan daerah, sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap) pada 1957. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan: 1.)

adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir 1957 dan awal 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot;

2.)

perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi;

3.)

adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

g.

Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap) Pada masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah akibat tidak meratanya pembangunan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan dengan diadakan Munap.

 Tujuan diadakan Munap adalah mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.

Dalam Munap terjadi perubahan sasaran dan prioritas dalam RPLT sehingga pembangunan merata. Namun, tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Berikut ini alasan kegagalan tersebut. 1.)

Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.

2.)

Terjadi ketegangan politik antarpusat dan daerah yang tak dapat diredakan sehingga menimbulkan pemberontakan PRRI/Permesta.

3.)

Penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta membutuhkan biaya besar sehingga meningkatkan defisit Indonesia.

4.)

Ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah Irian Barat semakin panas hingga mencapai konfrontasi bersenjata.

6

B.

Sistem Ekonomi Terpimpin

1.

Kebijakan Ekonomi Demokrasi Terpimpin Seiring dengan perubahan politik menuju Demokrasi Terpimpin, sistem ekonomi di Indonesia juga menganut sistem ekonomi terpimpin. Dalam sistem ekonomi terpimpin, pemerintah memegang peranan utama dalam menjalankan perekonomian nasional.

 Tujuan dari ekonomi terpimpin adalah terciptanya pemerataan ekonomi pada semua kalangan masyarakat sehingga yang kaya tidak semakin kaya, sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.

Beberapa kebijakan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin yang bertujuan untuk menangani krisis ekonomi dan moneter antara lain sebagai berikut. a.

Berusaha menekan laju inflasi sejak 1959. Cara yang dilakukan: 1.)

memberlakukan devaluasi mata uang pada 25 Agustus 1959;

2.)

menetapkan pembekuan sebagian dari seluruh simpanan uang di bank-bank Indonesia dengan tujuan mengurangi banyaknya mata uang yang beredar;

3.)

membentuk Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPOK) yang bertugas untuk menindaklanjuti kebijakan keuangan pemerintah.

b.

Melakukan pengetatan anggaran belanja negara, serta melakukan pengawasan manajemen dan administrasi perusahaan swasta. Hal ini bertujuan agar aliran dana kredit rupiah dapat mengalir lancar untuk membantu usaha dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia.

c.

Memberlakukan “sistem lisensi”, yaitu kegiatan perekonomian, terutama impor, hanya dapat dijalankan oleh orang-orang yang mendapatkan izin dari pemerintah.

Agar “sistem lisensi“ tidak membuat kesenjangan sosial, Presiden Soekarno mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada 23 Maret 1963. Dekon berisi peraturan tentang ekspor impor dan masalah penetapan harga.

d.

Mengubah Dewan Perancang Nasional yang dibentuk pada 1959 menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dibentuk pada 1963 yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno. Tugas Bappenas untuk menyusun rencana perekonomian dan moneter jangka panjang tahunan baik dalam taraf nasional maupun daerah, serta mempersiapkan dan menilai mandataris untuk MPRS.

7

e.

Menetapkan pendirian Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penetapan Presiden No.7/1965. Tujuan kebijakan ini adalah menyediakan wadah bagi arus perputaran sirkulasi uang antarbank, baik bank sentral maupun umum.

f.

Pengeluaran uang rupiah baru berdasarkan Penetapan Presiden No.27/1965. Uang rupiah baru memiliki nilai 100 kali dari uang rupiah lama sehingga jumlah pengeluaran pemerintah pun membengkak dari Rp3 miliar menjadi Rp30 miliar.

Kebijakan-kebijakan perekonomian Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin terdapat tumpang tindih antara kebijakan yang didasari oleh Kebijakan Presiden dengan Kebijakan yang didasari undang-undang. Hal ini disebabkan oleh adanya kewenangan presiden dalam membuat peraturan yang setingkat dengan undang-undang. Akibatnya, kondisi perekonomian Indonesia semakin menunjukkan kemunduran hingga 1966.

2.

Proyek Mercusuar (Ganefo) Pada masa Demokrasi Terpimpin, terjadi perubahan dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia, dari politik luar negeri bebas aktif menjadi cenderung condong pada Blok  Timur. Kebijakan politik luar negeri tersebut dilandasi oleh pandangan Presiden Soekarno tentang kekuatan dunia sebagai berikut. a.

New Emerging Forces (Nefo), yaitu negara-negara berkembang (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti-imperialisme dan kolonialisme.

b.

Old Established Forces (Oldefo), yaitu kekuatan lama yang telah mapan yakni negaranegara kapitalis yang masih dianggap penggerak neokolonialisme dan imperialisme (Nekolim) seperti Amerika Serikat dan Sekutu.

Tujuan Politik Mercusuar yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkan Politik Mercusuar, diselenggarakan proyek-proyek besar yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan negara-negara Nefo. Proyekproyek tersebut di antaranya: a.

pembangunan Monumen Nasional (Monas) yang dimulai pada 17 Agustus 1961;

b.

pembangunan Kompleks Gelanggang Olahraga di kawasan Senayan yang dimulai pada 8 Februari 1960. Salah satu bangunan dalam Kompleks Gelanggang Olahraga di Senayan adalah Stadion Gelora Bung Karno yang merupakan Stadion berstandar internasional di Indonesia;

c.

gedung Sarinah yang menjadi mall pertama dan gedung pencakar langit pertama di Indonesia pada 1963.

8

Selain membuat bangunan, politik Mercusuar juga terlihat dari diselenggarakannya Games of the New Emerging Forces (Ganefo) di kompleks olahraga Senayan sebagai pesta olahraga negara-negara berkembang guna menandingi Olimpiade sebagai perhelatan olahraga dunia yang dianggap produk negara-negara Oldefo. Ganefo pertama diadakan di Jakarta pada 10 - 22 November 1963. Pendirian Ganefo dilatarbelakangi penangguhan keanggotaan Indonesia dalam International Olympic Comitte (IOC) akibat tindakan Indonesia yang tidak mengundang Israel dan Taiwan dalam Asian Games pada 1962 karena alasan politis. Walaupun tujuan Politik Mercusuar untuk mengangkat martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, tetapi pelaksanaan Politik Mercusuar sebenarnya menuai kritikan. Pembangunan kompleks gelanggang olahraga di kawasan Senayan dianggap sebagai pemborosan uang negara. Selain itu, perhelatan Ganefo menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan moneter karena Ganefo menghabiskan banyak biaya yang berdampak kembalinya inflasi di Indonesia.

3.

Pendirian Bappenas Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) dibentuk pada 1963. Bappenas merupakan perubahan dari Dewan Perancang Nasional yang dibentuk pada 1958 pada masa Kabinet Djuanda. Dewan Perancang Nasional diketuai oleh Muhammad Yamin dan dasar pendiriannya adalah Undang-Undang No. 80 Tahun 1958.  Tugas Dewan Perancang Nasional adalah mempersiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana dan menilai penyelenggaraan pembangunan. Pada 26 Juli 1960, Dewan Perancang Nasional berhasil menyusun “Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Tahun 1961 – 1969”. Kemudian hal ini disetujui MPRS melalui Tap No. 2/MPRS/1960. Selanjutnya, pada 1963, Dewan Perancang Nasional berganti nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas). Bappenas dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno. Hal ini menunjukkan Demokrasi Terpimpin membuat Presiden Soekarno berkuasa penuh sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.  Tugas Bappenas adalah menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahunan, baik nasional maupun daerah, mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan, menyiapkan dan menilai mandataris untuk MPRS.

9

4.

Devaluasi Mata Uang Rupiah Pada awal masa Demokrasi Terpimpin, perekonomian Indonesia sudah dihadapkan pada masalah inflasi yang tinggi. Untuk mengatasi inflasi, pemerintah Indonesia melakukan devaluasi mata uang rupiah. Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang.

Tujuan dilakukan devaluasi: a.

membendung inflasi yang tetap tinggi;

b.

mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat;

c.

meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan. Pengumuman pelaksanaan devaluasi mata uang rupiah dimulai pada 25 Agustus

1959. Adapun devaluasi mata uang rupiah dengan cara sebagai berikut. a.

Uang kertas pecahan bernilai Rp500 menjadi Rp50.

b.

Uang kertas pecahan bernilai Rp1.000 menjadi Rp100.

c.

Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000.

Akan tetapi, usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut. 1.

Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV pada 1962, Ganefo pada 1963, pembangunan dalam rangka mewujudkan proyek Mercusuar, serta usaha pembebasan Irian Barat.

2.

Penurunan ekspor dan impor.

3.

Pembelanjaan cadangan devisa negara sebesar 3 juta dolar Amerika Serikat akibat konfrontasi dengan Malaysia dan negara Barat.

Menghadapi kondisi ekonomi demikian, pemerintah memutuskan untuk mencetak uang baru. Tanpa perhitungan matang keputusan tersebut justru menambah tinggi angka inflasi. Pada 13 Desember 1965 pemerintah kembali mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp1.000 menjadi Rp1. Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut adalah uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah lama. Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi justru menyebabkan meningkatnya angka inflasi.

10

5.

Deklarasi Ekonomi Deklarasi Ekonomi (Dekon) dicetuskan pada 28 Maret 1963 oleh Presiden Soekarno. Dekon dirumuskan sebagai landasan bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh. Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah sebagai berikut. a.

Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor mengalami kegagalan.

b.

Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negeri sehingga pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.

Dekon berlandaskan pada sistem ekonomi Indonesia, yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) dengan mengutamakan pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang dikerjakan secara gotong royong antara rakyat dan pemerintah sebagai syarat untuk menyalurkan daya kerja dan daya kreatif secara maksimal.

 Tujuan utama Deklarasi Ekonomi adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.

Deklarasi Ekonomi (Dekon) mempunyai program dengan bekerja membuat berbagai kebijakan di antaranya: a.

diciptakan susunan ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan feodalisme;

b.

ekonomi sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia. Tiap orang dijamin mendapat pekerjaan, sandang pangan, perumahan, serta kehidupan kultural dan spiritual yang layak.

Namun, dalam pelaksanaannya, Dekon tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan moneter. Sebaliknya, Dekon justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem statisme karena perekonomian Indonesia diatur penuh oleh pemerintah dan banyak prinsip dasar ekonomi yang diabaikan. Akibatnya, defisit dari tahun ke tahun semakin meningkat. Defisit yang semakin meningkat tersebut diatasi dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan yang matang sehingga menambah berat beban inflasi.

11

6.

Pelaksanaan Pembangunan Nasional Pelaksanaan pembangunan nasional pada masa Demokrasi Terpimpin dirumuskan dalam Sidang Umum MPRS I Tahun 1960 yang menghasilkan Tap MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama (1961 - 1969). Peresmiannya dilakukan pada 1 Januari 1961 di halaman Gedung Proklamasi. Namun, pelaksanaan pembangunan nasional mempunyai hambatan: a.

kurangnya tenaga ahli dan modal;

b.

bantuan luar negeri sulit didapatkan karena sikap politik Indonesia yang memusuhi negara Barat;

c.

penghentian ekspor ke Singapura tidak diimbangi dengan penambahan pendapatan negara.

Untuk mengatasi hambatan pembangunan nasional tersebut pemerintah Indonesia melakukan beberapa cara berikut. a.

Pelaksanaan Dekon yang disampaikan pada 28 Maret 1963.

b.

Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe) dan Kesatuan Operasi (Kesop). Pembentukan lembaga ini berdasarkan peraturan pada 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe) dan Kesatuan Operasi (Kesop) dalam usaha perdagangan.

c.

Peleburan bank-bank negara. Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 Tahun 1965. Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum. Pengelolaan bank sentral berada di bawah Menteri Urusan Bank Sentral. Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak ada lembaga pengawas.

SUPER "Solusi Quipper" Untuk mengingat tindakan pemerintah dalam mengatasi hambatan pembangunan nasional. PDKT Bank  (Pelaksanaan Dekon, Komando Tertinggi operasi ekonomi, dan peleburan Bank )

Namun, lagi-lagi usaha pemerintah mengalami kegagalan dalam menanggulangi masalah ekonomi karena beberapa hal berikut. a.

Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegiatan ekonomi mengalami penurunan yang disertai dengan inflasi.

12

b.

Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.

c.

Kemenangan politik diutamakan, sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik diutamakan tanpa memerhatikan ekonomi).

d.

Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.

e.

Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.

f.

Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan.

g.

Kebangkrutan tidak dapat dikendalikan, masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan angka kriminalitas meningkat.

7.

Peningkatan Perdagangan Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian sumber perdagangan Indonesia sebab kurang lebih 80% penduduk Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan baku atau barang konsumsi yang belum dihasilkan di Indonesia.

8.

Peningkatan Kredit Luar Negeri Indonesia juga mencari bantuan berupa kredit luar negeri guna memenuhi biaya impor dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri. Ketika Indonesia mampu memperbesar komoditi ekspor, dari ekspor tersebut akan digunakan untuk membayar utang luar negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Bantuan k redit tersebut membuka  jalan perdagangan dengan negara yang memberikan pinjaman kepada Indonesia.

13

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF