Sinopsis Film Dokumenter "Dua Perempuan"
October 17, 2017 | Author: syaifulhalim | Category: N/A
Short Description
This synopsis describes documentary film about two women maestros; Rasinah and Masnah. This documentary is produced by M...
Description
“dua PEREMPUAN”
SINOPSIS Aksi
barongsai
dan
liong
membuka
film
dokumenter
“dua
PEREMPUAN” yang berkisah tentang hari tua dua orang perempuan – Masnah dan Rasinah. Masnah (Pang Tjin Nio) adalah penyanyi legendaris kesenian gambang kromong, yang sejak remaja hingga usia senjanya mengabdikan diri pada dunia panggung. Saat ini, hanya Masnah yang sanggup menyanyikan lagu-lagu klasiknya. Sedangkan Rasinah adalah maestro Tari Topeng Indramayu, yang sejak kanak-kanak hingga usia uzurnya tetap setia pada kesenian tradisonal tersebut. Melalui karakter Masnah, film ini memberikan gambaran tentang keberadaan komunitas Cina Benteng (komunitas cina keturunan yang bermukim di pinggiran kota Jakarta), produk kebudayaan yang dilahirkan dari sebuah proses pembauran – bernama kesenian gambang kromong dengan para cokeknya,
dan
perjuangan
keras
seorang
perempuan
dengan
segala
kemampuannya. Bicara tentang Komunitas Cina Benteng, maka kita akan dihadapkan pada persoalan ras yang “tidak jelas” (Cina bukan dan pribumi pun bukan), masyarakat
yang terpinggirkan,
dan
komunitas
yang
tetap
saja
sulit
memperjuangkan masa depannya. Sedangkan cerita tentang kesenian gambang kromong adalah pembuktian tentang betapa kuatnya penetrasi budaya Cina tempo dulu terhadap budaya lokal. Sehingga, ia akan selalu menjadi ikon keberadaan ras Cina di negeri kita. Seiring dengan terdengarnya reportoar klasik “Pobin Khong Ji Lok”, sebenarnya
kita
keseniangambang
tengah kromong.
dihidangkan Karena,
makna kesenian
simbolik itu
tentang
merupakan
peran
tampilan
“superior” kaum pendatang di masa silam terhadap warga pribumi melalui
1
simbol cokek (penari gambang kromong). Di pekalangan (arena hajatan), sang tamu (warga Cina Benteng) bisa berbuat sekendak hatinya terhadap cokeknya (yang biasanya warga pribumi), bila ia telah memiliki cukin (kain) sang cokek. Termasuk, pelecehan seksual. Perjalanan waktu, akhirnya menghadirkan banyak perubahan dalam tampilan dan makna-maknanya. Bila tempo dulu, para cokek menjadi simbol “superioritas” warga Cina (di zaman pemerintahan Hindia Belanda tergolong warga kelas dua) atas warga pribumi, sedangkan sekarang menjadi hubungan dagang. Sang cokek membutuhkan uang, maka ia bersedia menemani tamunya menari dan diperlakukan apa saja. Bila dulu kesenian gambang kromong menghadirkan lagu-lagu klasik (yang memperlihatkan keunikan khas Cina), maka kini lebih banyak menghadirkan lagu-lagu sayur (popular). Tujuannya memang telah bergeser, sekedar memberikan hiburan. Dalam posisi seperti itu, Masnah menjadi bagian yang cukup penting untuk memberikan gambaran keberadaan Komunitas Cina Benteng di masa sekarang, pergeseran fungsi kesenian gambang kromong dan para cokeknya, dan perjuangan warga kelas pinggiran untuk mempertahankan identitas dan kehidupannya. Masnah atau Pang Tjin Nio menjadi karakter, karena ia perempuan tangguh dan legenda yang terus memperjuangkan pembumian warga keturunan di negeri ini. Sekitar 300 kilometer dari kediaman Masnah, kita juga bisa menjumpai maestro Tari Topeng Indramayu bernama Rasinah di Desa Pekandangan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Umurnya mendekati 80 tahun. Tapi, ia masih rajin membagikan ilmu menarinya kepada siapa pun. Bahkan, ia masih terus memenuhi panggilan menari di panggung-panggung hajatan. Kerap, ia turun panggung untuk meminta saweran (tips) kepada penonton. Rasinah menjadi karakter pada bagian lain film dokumenter “dua PEREMPUAN” ini, untuk memberikan gambaran perjuangan perempuan, nasib kelabu para seniman tradisional, dan perjalanan akhir sang maestro. Rasinah adalah perempuan tangguh yang sejak kanak-kanak mengalami
2
tempaan hebat, untuk mencintai Tari Topeng. Kesungguhan itu diperlihatkan dengan syarat-syarat yang sebenarnya tidak masuk di akal. Misal, ia harus mutih (berpuasa dan tidak memakanan makanan memiliki rasa selama beberapa hari) atau nguler (berpuasa dan hanya memakan daun-daunan), dan sebagainya. Pada saatnya, ia baru bisa “diamenkan” dari satu panggung ke panggung mengikuti jejak orangtuanya. Setelah menjadi penari, ia juga dhadapkan persoalan berat ketika orangtuanya meninggal. Sementara panggilan menari kian sepi. Akhirnya, ia pun jatuh dalam kemiskinan. Tapi, ia terus menari. Sampai keberuntungan pun berpihak dan membuatnya terkenal. Karena, ia kerap mendapat tugas sebagai duta seni, untuk menri di berbagai Negara. Kisah
Rasinah
pada
film
dokumenter
“dua
PEREMPUAN”
memperlihatkan kedekatannya dengan Tari Topeng Indramayu, kesungguhannya untuk terus menari di panggung-panggung hajatan, keseriusannya untuk membagikan Tari Topenfg Indramayu kepada cucunya, dan penghormatannya pada para leluhur. Bukti kecintaan itu diperlihatkan Rasinah dengan kebiasaan berziarah di makam seniman di Desa Pekandangan, serta memperlihatkan aksi Tari Panji di tengah areal pemakaman. Rasinah adalah contoh perempuan yang konsisten dengan jalan hidupnya,
dan
setia
membangkitkan
perjuangan
untuk
masa
depan
keluarganya. Sesungguhnya, ia tengah mengajarkan kita untuk mencintai apapun dengan ketulusan dan tanpa pernah berhenti. Film dokumenter “dua PEREMPUAN” disajikan dengan struktur cerita yang berbeda dari kelaziman. Karena, penonton akan menikmati kisah tentang dua perempuan dengan keunikan masing-masingnya secara selangseling. Setelah satu bagian tentang kisah Masnah diceritakan, maka scene berikutnya menampilkan kisah Rasinah. Begitu seterusnya, hingga kita bisa mendapati satu bentuk bangunan bernama “dua PEREMPUAN”. Karakter utama film ini adalah Masnah dan Rasinah. Keduanya memiliki “kelas” di bidangnya masing-masing. Namun, keduanya memiliki kesamaan 3
nasib di hari tuanya; papa, terpinggirkan, dan terus berjuang menikmati kehidupan itu sendiri. Bersamaan dengan itu, kita pun akan mendapati keotentikan Tari Topeng Indramayu (seperti Tari Panji, Tari Kelana, atau Tari Tumenggung) dan lagu-lagu klasik dan sayur khas kesenian gambang kromong (seperti “Pobin Khong Ji Lok” atau “Cente Manis Berdiri”). Selamat menyaksikan. oo A MAtaHAti production – MASNAH & RASINAH – Produced & Directed by: BAGOES ILALANG – Executive Produced by: RATNA S. HALIM – Director of Photography: MICHAEL TORRO – Edited by: ARIA HANS KERTAPATI – Production Designed by: TERRIZQO A. SUTANSYAH – Producer Assistant: AGUSTO PEREZ – Researcher: SUPARYONO – Music by: GAMBANG KROMONG “SETIA NADA” and SANGGAR TARI TOPENG “MIMI RASINAH oo Language: Bahasa Indonesia Duration: 42 minutes Format: miniDV/Betacam Film: Colour
4
View more...
Comments