Sifat Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana

October 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Sifat Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana...

Description

 

SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM HUKUM PIDANA Nur Rafika (2006200122) Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) JL. Kapten Mukhtar Basri No 3 Medan 20238 Hp/wa :081265431938 :081265431938  

Email:[email protected]

PENDAHULUAN

Dalam kehidupannya manusia memiliki hak dan kewajiban yang saling berhubungan dan bahkan saling berbenturan. Adanya perbedaan keinginan dan kebutuhan menciptakan  perbedaan pula dalam hal hak dan kewajiban. Akibatnya terjadilah benturan-benturan kepentingan yang dapat menguntungkan maupun yang dapa merugikan. Dalam hal ini setiap manusia, sebagai makhluk sosial yang berakal budi, tentunya harus saling menghargai hak  dan kewajiban setiap individu. Dan untuk mempertegas mempertegas dan memperjelas memperjelas hal itu, terciptalah  berbagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang disepakati untuk ditaati bersama demi kelancaran dan kenyamanan kehidupan umat manusia. Namun hal ini tidaklah semudah yang dibayangkan, karena dalam praktek kehidupan sehari-hari, ada ketidakmampuan dan atau kesengajaan untuk melanggar aturan yang telah disepakati tersebut. Maka terciptalah kekacauan, keadaan yang tidak menyenangkan, keadaan yang mengakibatkan ketimpangan  pemenuhan hak dan kewajiban dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti ini terjadilah desakan kekuatan aturan yang ada yang berupa sanksi-sanksi atas mereka yang tidak mampu memenuhi dan atau sengaja melanggar aturan-peraturan yang ada. Artinya, disinilah berperan hukum dan perangkat-perangkat yang ada. Didalam mengkaji hukum, kita akan mememukan istilah isti lah perbua perbuatan tan melawa melawan n hukum hukum yaitu, yaitu, suatu suatu perbua perbuatan tan yang yang menimb menimbulk ulkan an kerugi kerugian an terhadap terhad ap pihak-pihak pihak-pihak lain sehingga sehingga adanya adanya gugatan gugatan dari pihak-pihak pihak-pihak tersebut. Perbuatan Perbuatan melawan hukum memiliki dua perspektif, yang pertama adalah perbuatan melawan hukum dalam perspektif hukum pidana, dan yang kedua perbuatan melawan hukum dalam perspektif  hukum perdata. Dalam karya ilmiah ini, penulis akan menitik beratkan pengkajian terhadap  perbuatan melawan hukum dalam perspektif hukum pidana yaitu : konsep perbuatan melawan hukum dalam perbuatan tindak pidana. Melawan hukum sebagai syarat umum perbuatan

 

 pidana tersimpul dalam pernyataan van Hamel dalam buku Eddy O.S. Hiariej (2014:194) yang menyatakan “Sifat melawan hukum dari suatu perbuatan pidana adalah bagian dari suatu  pengertian yang umum, pembuat undang-undang pidana tidak selalu menyatakan bagian ini teta tetapi pi in inii meru merupa paka kan n du duga gaan an.. Demi Demiki kian an pu pula la pe pend ndap apat at Noyo Noyon n da dan n Lang Langem emeij eijer er ya yang ng menyatakan “Pengertian melawan hukum bagaimanapun masih menjadi perhatian sebagai unsur rumusan delik. Dengan menyatakan sesuatu perbuatan dapat dipidana maka pembentuk  undang und ang-un -undan dang g member memberitah itahuka ukan n bahwa bahwa ia memand memandang ang perbua perbuatan tan itu sebaga sebagaii bersif bersifat at melawan hukum atau selanjutnya akan dipandang dipandang demikian. Dipidananya Dipidananya sesuatu yang tidak   bersifat melawan hukum tidak ada artinya” Rumusan Masalah :

1. Bagaim Bagaimana ana sifat sifat-sif -sifat at melaw melawan an huku hukum? m? 2. Baga Bagaim iman anak akan an pene penera rapa pan n huku hukuma man n an anta tara ra pe perb rbua uata tan n mela melawa wan n hu huku kum m de deng ngan an  perbuatan tindak pidana ? 3. Bagaimana Bagaimana conto contoh h tindak tindak melawan melawan hukum hukum pada suatu kasus? PEMBAHASAN DAN ANALISIS 1. Sifat-Sifat Melawan Hukum

Sifat melawan hukum secara normatif telah di kenal dalam peristilahan dalam KUHP yang yan g berlak berlaku u sekara sekarang. ng. Dalam Dalam formul formulasi asi delik delik sifat sifat melawa melawan n hukum hukum kadang kadang disebu disebutka tkan n secar sec araa jelas jelas sebag sebagai ai suat suatu u un unsu surr da dala lam m deli delik k te terse rsebu but, t, na namu mun, n, ka kada dang ng ka kala la ju juga ga tida tidak  k  disebutkan secara tegas dalam formulasi delik tersebut. Dalam perjalannya sifat melawan hukum yang diadopsi ke dalam hukum pidana sejatinya berawal dari tataran hukum perdata, dalam Arres Cohen-Lindenbaum 31 Desember 1919 (Moeljatno 2002:131). Lebih lanjut Rosa Agustina dalam Tesisnya (2003:13) mengkaji dari perspektif teoretis dan praktik konsepsi  perbuatan melawan hukum dikenal dalam dimensi hukum perdata dan hukum pidana. Dari aspek etimologis dan terminologis maka perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda dikenal dengan terminologi “wederrechtelijk” dalam ranah hukum pidana dan terminologi “onrechtmatige daad” dalam ranah hukum perdata. Akan tetapi, pengertian dan terminologi “wederrechtelijk” dalam hukum pidana tersebut ada diartikan bertentangan dengan hukum (in strijd met het recht), atau melanggar hak orang lain (met krenking van eens anders recht) dan ada juga yang mengartikan sebagai tidak berdasarkan hukum (niet steunend op het recht) atau sebagai tanpa hak (zonder bevoegheid). Menurut Sudargo Gautama dalam (Agustina 2003:31)

 

menjelaskan istilah perbuatan melawan hukum telah lama memusingkan para ahli hukum yang harus mempergun mempergunakan akan undang-un undang-undang. dang. Dalam hukum hukum Barat, pengertian perbuatan perbuatan melawa mel awan n hukum hukum semaki semakin n lama lama memper memperlih lihatk atkan an sifat sifat semaki semakin n meluas meluas.. Semaki Semakin n banyak  banyak   perbuatanperbuatan yang dahulu tidak termasuk “melawan hukum” sekarang termasuk istilah itu. Indonesia telah menganut pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti yang luas. Hal ini dapat dilihat dalam Rujukan putusan Mahkamah Agung RI No. 3191 K/ Pdt./1984 tentang kasus Masudiati v I Gusti Lanang Rejeg. Mengkaji sifat melawan hukum dalam kaitannya dalam tindak pidana, maka pada umumnya terdapat persamaan pendapat bahwa sifat melawan hukum huk um merupa merupakan kan unsur unsur tindak tindak pidana pidana yang yang meleka melekatt terhad terhadap ap perbua perbuatan tan pelaku pelaku.. Dalam Dalam  pandangan sifat melawan hukum sebagai unsur yang absolut atau tidak dari suatu tindak   pidana yang dapat dihukum, hal ini yang menimbulkan permasalahan jika unsure melawan hukum di tuliskan secara tegas dalam formulasi delik, maka menjadi konsekuensi mutlak  harus dibuktikannya melawan hukum tersebut. Sifat Melawan Hukum Formil

Sifat Sif at melawa melawan n hukum hukum formil formil atau atau Formeel wederrechtelijkheid mengan gandun dung g arti arti semua semua wederrechtelijkheid men  bagian (unsur-unsur) dari rumusan delik telah di penuhi. Demikian pendapat Jonkers yang menyat men yataka akan n “Melaw “Melawan an hukum hukum formil formil jel jelas as adalah adalah karena karena berten bertentan tangan gan dengan dengan undang undang-undang undan g tetapi tidak selaras dengan dengan melawan hukum formil, formil, juga melawan melawan hukum materil, diantara pengertian sesungguhnya dari melawan hukum, tidak hanya didasarkan pada hukum  positif tertulis, tetapi juga berdasar pada asas-asas umum hukum, pula berakar pada normanorma yang tidak tertulis. Sebagaimana yang diatur dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP, untuk  dipidananya setiap perbuatan menganut sifat melawan hukum formil”. Para penganut sifat melawan hukum formil mengatakan, bahwa pada setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum dari tindakan pelanggaran tersebut. Sifat Melawan Hukum Materil

Sifat melawan hukum materil atau mate materiel riel wederrec wederrechteli htelijkhei jkheid d terdapat dua pandangan. Pertama. Sifat melawan hukum materiil dilihat dari sudut perbuatanya. Hal ini mengandung artii perbua art perbuatan tan yang yang melang melanggar gar atau atau membah membahaya ayakan kan kepent kepenting ingan an hukum hukum yang yang hendak  hendak  dilind dil indung ungii oleh oleh pembua pembuatt undang undang-un -undan dang g dalam dalam rumusan rumusan delik delik terten tertentu. tu. Biasan Biasanya ya sifat sifat melawan hukum materil ini dengan sendirinya melekat pada delik-delik yang dirumuskan secara materil. Kedua. Sifat melawan hukum materil dilihat dari sudut sumber hukumnya. Hal ini mengandung makna bertentangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup

 

dalam masyarakat, asas-asas kepatutan atau nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, bahwa pandangan sifat melawan hukum formilmengatakan  bahwa setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya s endirinya terdapat sifat melawan hukum dari  pelanggaran tersebut. Berbeda dengan pandangan sifat melawan hukum materil yang menyatakan bahwa “melawan hukum” merupakan unsur mutlak dalam perbuatan pidanaserta melekat pada delik-delik yang dirumuskan secara materil sehingga membawa konsekuensi harus dibuktikan oleh penuntut umum. Ajaran melawan hukum merupakan bagian dari pembahasan tentang tindak pidana ( strafbaar  strafbaar feit ). ). Ajaran Ajaran inilah inilah yang yang membata membatasi si perbua perbuatan tan-pe -perbu rbuatan atan yang yang dapat dapat dimint dimintaa  pertanggungjawaban disamping adanya kesalahan pada diri pelaku. Ajaran melawan hukum merupakan komponen penting dalam asas legalitas, sebuah perbuatan tidak bisa dipidana jika tidak dirumukan dalam undang-undang. Perbuatan yang dirumuskan dalam undang-undang adalah perbuatan yang melawan hukum, suatu perbuatan yang mencemaskan masyarakat, ya yang ng meng mengga gang nggu gu tata tata tert tertib ib da dala lam m masy masyara araka katt da dan n pe perb rbua uata tan n te terse rsebu butt di dice cela la ol oleh eh masyarakat.  Meskipun demikian masih terjadi polemik, apakah ajaran melawan hukum perlu dimasukkan dalam rumusan delik (tindak pidana) atau tidak. KUHP dan R-KUHP masih menc me ncan antu tumk mkan an ka kata ta-ka -kata ta “mel “melaw awan an hu huku kum” m” da dala lam m be bebe berap rapaa ru rumu musa san n pa pasal sal.. Hal Hal in inii menu me nunj njuk ukka kan n pe peru rumu muss KUHP KUHP (mau (maupu pun n R-KU R-KUHP HP)) masih masih mema memand ndan ang g pe pent ntin ing g un untu tuk  k  mencantumk menca ntumkan an kata-kata kata-kata “melawan “melawan hukum”.Aj hukum”.Ajaran aran melawan melawan hukum hukum yang formil adalah ajaran yang membatasi tindak pidana hanya pada apa yang dimaksud dalam hukum pidana  positif (KUHP atau undang-undang pidana). Ajaran ini tidak memberikan ruang rumusan tindak pidana diluar undang-undang pidana, apa yang tercantum dalam hukum pidana, maka itulah delik.  Ajaran melawan hukum materiil sebenarnya ingin melengkapi ajaran melawan hukum formil, karena itu ajaran ini menghendeki hukum pidana positif tidak saja bersumber  dari undang-undang, tetapi juga dari hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum yang hidup dalam masyarakat ini bisa berupa hukum pidana adat, atau kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat dan dipatuhi sebagai norma. Namun jika melihat pasal 2 R-KUHP, maka ajaran melawan hukum yang meteriil diakomodir  juga. Dalam pasal 2 R-KUHP R-KUHP menyebutkan bahwa bahwa :

Pasal 2 ayat (1)

 

 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. perundang- undangan. Dalam pasal tersebut jelas terlihat bahwa R-KUHP melengkapi ajaran melawan hukum yang formil dengan ajaran melawan hukum yang materiil, yang memberikan perluasan pada hukum yang hidup dalam masyarakat. R-KUHP memberikan peluang kepada penegak hukum untuk  “memperkarakan” seseorang yang tidak saja didasarkan pada undang-undang hukum pidana, teta tetapi pi ju juga ga dida didasar sarka kan n pa pada da hu huku kum m ad adat at,, hu huku kum m ke kebi bias asaan aan ya yang ng masi masih h hi hidu dup p da dala lam m masyarakat. masyar akat. Hal ini “membuka” peluang bagi penegak penegak hukum hukum untuk untuk menyeret menyeret seseorang seseorang ke  pengadilan atas dasar melanggar hukum yang hidup dalam masyarakat. Penegak hukum akan menafsirkan sendiri, delik-delik yang masih hidup dan delik-delik yang sudah mati di dalam masyarakat, meskipun pasal 2 ayat 2 memberikan limitasi atas penggunaan ajaran melawan hukum huk um meterii meteriill yaitu yaitu harus harus sejalan sejalan dengan dengan nilai-n nilai-nila ilaii Pancasi Pancasila, la, hak asasi asasi manusi manusia, a, dan  prinsip hukum umum. umum. Secara lengkap bunyi pasal 2 ayat 2 sebagai berikut : (2) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.  Namun nilai-nilai yang disebutkan dalam ayat 2 tersebut ters ebut masih sangat abstrak yang membuka  peluang untuk ditafsirkan. Karena itu, ajaran melawan hukum materiil ini bisa sangat membahayakan penegakan hukum jika digunakan oleh rejim yang ingin membungkam pihak pihak yang dianggap sebagai lawan, atau bisa cenderung disalahgunakan oleh penegak hukum hukum untuk delik-delik yang tidak diatur dalam hukum pidana positif  2. Penerapan Hukuman Antara Perbuatan Melawan Hukum Dengan Perbuatan Tindak  Pidana

Penerapan hukum antara perbuatan melawan hokum dengan perbuatan tindak pidana yang membedakannya hanya saja antara perbuatan pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hokum publik, maka dengan perbuatan  pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (di samping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hokum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks  perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk 

 

Wetboe Wet boek k (“BW”) (“BW”),, dalam dalam Buku Buku III BW, pada pada bagian bagian “Tenta “Tentang ng perika perikatan tan-per -perika ikatan tan yang yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Kata “perbuatan” meliputi perbuatan positif dan  perbuatan negatif. Perbuatan positif adalah perbuatan yang benar-benar dikerjakan diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Perbuatan negatif adalah perbuatan yang benar-benar tidak dikerjakan, diatu diaturr da dalam lam pa pasal sal 13 1366 66 KUHP KUHPerd erdat ataa Rumu Rumusan san pe perb rbua uatan tan po posit sitif if da dala lam m Pa Pasa sall 13 1365 65 KUHPerdata dan perbuatan negatif dalam pasal 1366 KUHPerdata hanya digunakan sebelum ada putusa putusan n Hoge Hoge Raad Raad Nederl Nederland andss 31 januar januarii 1919 1919 karena karena pada pada waktu waktu itu penger pengertia tian n “melawan hukum” hanya bagi perbuatan positif, dalam arti sempit telah keluar Putusan Hoge Raad 31 januari 1919, pengertian “melawan hukum” diperluas, mencakup juga perbuatan negatif. Dalam putusan Hoge Raad Nederlands sebelum tahun 1919, pengertian melawan hukum masih menganut paham yang sempit, yang menyatakan pengertian dari perbuatan mela me lawa wan n hu huku kum m ad adal alah ah :“pe :“perb rbua uata tan n mela melawa wan n hu huku kum m ad adal alah ah suat suatu u pe perb rbua uata tan n ya yang ng , melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri”. Melalui tafsiran sempit ini banyak masyarakat yang dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa. Beberapa defenisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut: 1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajiban sendiri selain dari kewajiban kotraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk mengganti rugi. 2. Suatu perbuatan perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibat mengakibatkan kan timbulnya timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum, kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat diminta suatu ganti rugi. 3. Tida Tidak k meme memenu nuih ihii suat suatu u ke kewa waji jiba ban n ya yang ng di dibe beba bank nkan an ol oleh eh hu huku kum, m, ke kewa waji jiba ban n mana mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat diminta suatu ganti rugi.

 

4. Suatu kesalahan perdata terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntuk yang bukan merupakan merup akan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi wanprestasi atas kewajiban kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equitylainnya.   5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang yang diciptakan oleh hukum yang tidak tertib dari hubungan kontraktual. 6. Suatu Suatu perbua perbuatan tan atau atau tidak tidak berbua berbuatt sesuat sesuatu u yang yang secara secara berten bertentan tangan gan dengan dengan hukum hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan. Agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, maka harus memenuhi unsur-unsur perbuatan sebagai berikut: 1. Adanya suatu perbuatan. Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya. Perbuatan disini meliputi perbuatan aktif (berbuat sesuatu) maupun pasif  (tidak (tidak berbua berbuatt sesuat sesuatu), u), padaha padahall secara secara hukum hukum orang orang tersebu tersebutt diwajib diwajibkan kan untuk untuk patuh patuh terhadap perintah undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan (public order and morals). 2. Perbua Perbuatan tan terseb tersebut ut melawa melawan n hukum. hukum. Manaka Manakala la pelaku pelaku tidak tidak melaksa melaksanak nakan an apa yang yang diwaji diw ajibka bkan n oleh oleh undang undang-un -undan dang, g, ketert ketertiba iban n umum umum dan atau atau kesusi kesusilaan laan,, maka maka perbua perbuatan tan  pelaku dalam hal ini dianggap telah melanggar hukum, sehingga mempunyai konsekwensi tersendiri yang dapat dituntut oleh pihak lain yang merasa dirugikan. 3. Adanya Adanya kerugi kerugian an bagi bagi korban korban.. Yang Yang dimaks dimaksud ud dengan dengan kerugi kerugian, an, terdiri terdiri dari dari kerugi kerugian an materil dan kerugian immateril. Akibat suatu perbuatan melawan hukum harus timbul adanya kerugian di pihak korban, sehingga membuktikan adanya suatu perbuatan yang melanggar  hukum secara luas. 4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Hubun Hu bungan gan kausal kausal merupa merupakan kan salah salah satu satu ciri pokok pokok dari dari adanya adanya suatu suatu perbua perbuatan tan melawa mel awan n hukum hukum.. Perbua Perbuatan tan melawa melawan n hukum hukum dalam dalam hal ini harus harus diliha dilihatt secara secara materii materiil. l. Dikatakan materiil karena sifat perbuatan melawan hukum dalam hal ini haru dilihat sebagai suatu kesatuan tentang akbat yang ditimbulkan olehnya terhadap diri pihak korban. Untuk  hubung hub ungan an sebab sebab akibat akibat ada2 ada2 (dua) (dua) macam macam teori, teori, yaitu yaitu teori teori hubung hubungan an faktua faktuall dan teori  penyebab kirakira. Hubungan sebab akibat (causation in fact) hanyalah merupakan masalah

 

fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Sedangkan teori penyebab kira-kira adalah lebih menekankan pada apa yang menyebabkan timbulnya kerugian terhadap korban, apakah  perbuatan pelaku atau perbuatan lain yang justru bukan dikarenakan bukan suatu perbuatan melawan hukum. Namun dengan adanya suatu kerugian, maka yang perlu dibuktikan adalah hubungan antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang ditimbulkan. Berdas Ber dasark arkan an rumusa rumusan n Pasal Pasal 1365 1365 KUHPer KUHPerdat data, a, dalam dalam buku buku Hukum Hukum Perdat Perdataa Indone Indonesia sia karangan karang an Prof. Abdulkadir Abdulkadir Muham Muhammad, mad, S.H. mengemukakan mengemukakan unsur unsur Perbuatan Perbuatan Melawan Hukum sebagai berikut : 1). Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig); 2).Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian; 3).Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan 4). Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal. Jika salah satu unsur unsur-un -unsur sur diatas diatas tidak tidak terpenu terpenuhi, hi, suatu suatu perbua perbuatan tan tidak tidak dapat dapat digolo digolongk ngkan an kedalam kedalam  perbuatan melawan hukum. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum.oleh karena itu tidak semua tind tindak ak pida pidana na meru merupa paka kan n pe perb rbua uata tan n melaw melawan an hu huku kum m ka kare rena na ad adaa al alasa asan n pe pemb mben enar, ar,  berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan hukum hukum itu sendiri meliputi : a).Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.  b). Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat. 3. Studi Kasus Perb Pe rbua uata tan n Mela Melawa wan n Huku Hukum m Dala Dalam m Koru Korups psii Peng Pengad adaa aan n Bara Barang ng dan dan Ja Jasa sa Oleh Oleh Pemerintah

Tindak Tin dak pidana pidana korup korupsi si yang yang terjad terjadii akhir-a akhir-akhi khirr ini merupa merupakan kan suatu suatu fenome fenomena na kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama terutama dalam bentuk pengadaan barang dan Jasa pemerintah, yang menggerogoti dan menghambat pelaksanaan pembangunan nasional. Mengingat Mengi ngat demikian besarnya akibat yang dapat ditimbulk ditimbulkan an dan sifat berbahayany berbahayanyaa tindak  tindak   pidana korupasi, maka di dalam kebijakan peraturan perundang-undangan (kebijakan legislatif), tindak pidana korupsi diberi perioritas khusus bila dibandingkan dengan tindak 

 

 pidana khusus lainnya. Pasal 25 UU Nomor.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasa Pembe rantasan n Tindak Tindak Pidana Pidana Korupsi, Korupsi, menentukan menentukan bahwa“ bahwa“ penyidikan penyidikan,, penuntuta penuntutan, n, dan  pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara-perkara lain guna penyelesaian secepatnya“. Apabila Apab ila pemerintah pemerintah pusat dan daerah memerlukan memerlukan pengadaan pengadaan barang dan Jasa, tentu ada dua kemung kemungkin kinan an peluan peluang g yang yang terbuk terbuka, a, pertam pertamaa : membua membuatt sendir sendirii atau atau membeli membeli,, dengan kata lain bahwa pemerintah dapat mengadakannya sendiri berdasarkan ketentuan,  pedoman atau makanisme atau yang berkaitan dengan pengadaan barang dan Jasa oleh  pemerintah. Kedua: pemerintah dapat mengadakan atau melaksanakannya melalui pihak  sawasta atau rekanan, dengan tetap mengacu pada ketentuan atau pedoman pengadaan barang dan jasa, atau sesuai dengan perangkat peraturan perundang undangan yang berlaku. Unsur  melawan hukum dari pelaku tindak pidana korupsi sukar untuk dibuktikan, karena seringkali adanya perbuatan-perbuatan yang dipandang oleh masyarakat sebagai tindak pidana korupsi namun tak terjangkau oleh maksud dan ketentuan didalam Undang-undang karena kerancuan  penempatan unsur melawan hukum. Dalam kenyataannya suatu perbuatan yang dipandang tercela atau koruptif oleh masyarakat meskipun perbuatannya tidak melawan hukum secara formil for mil selalu selalu lolos lolos dari dari jangka jangkauan uan hukum hukum karena karena kesulit kesulitan an pembuk pembuktia tianny nnya. a. Disini Disini sifat sifat melawan hukum suatu perbuatan hanya ada dalam pengertian sempit saja, sehingga hanya sekedar membuktikan ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum atau niat sesuai yang tertera ter tera pada pada Undang Undang-un -undan dang g secara secara normat normatif if dari dari pelaku pelaku Korups Korupsii merupa merupakan kan salah salah satu  bentuk kejahatan atau tindak pidana, atau suatu perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) yang yan g sudah sudah mengge menggelob lobal al (globa (globall Crime) Crime) meland melandaa hampir hampir seluruh seluruh negara negara di dunia, dunia, yang yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan dan perekonomian negara yang cukup besar   jumlahnya, sehingga diberbagai negara di dunia saat s aat ini pula, sangat gencar dan konsen untuk  melaku mel akukan kan “Pemba “Pembasmi smian” an” istilah istilah Robert Robert Klitga Klitgard, rd, terhad terhadap ap perila perilaku ku korupt koruptif if dengan dengan melahirkan kebijakan-kebijakan formulasi hukum untuk menjerat para pelaku (koruptor). Saat ini, perbuatan melawan hukum atau tindak pidana korupsi menjadi topik perbincangan dan mendapat perhatian yang luas dari seluruh elemen masyarakat di dunia KESIMPULAN

Melawan hukum sebagai syarat umum perbuatan pidana tersimpul dalam pernyataan van Hamel dalam buku Eddy O.S. Hiariej (2014:194) yang menyatakan “Sifat melawan hukum

 

darii suatu dar suatu perbua perbuatan tan pidana pidana adalah adalah bagian bagian dari dari suatu suatu penger pengertia tian n yang yang umum, umum, pembu pembuat at undang und ang-un -undan dang g pidana pidana tidak tidak selalu selalu menyat menyataka akan n bagian bagian ini tetapi tetapi ini merupa merupakan kan dugaan dugaan.. Demikian pula pendapat Noyon dan Langemeijer yang menyatakan “Pengertian melawan hukum bagaimanapun masih menjadi perhatian sebagai unsur rumusan delik. Sifat melawan hukum secara normatif telah di kenal dalam peristilahan dalam KUHP yang berlaku sekarang. Dalam formulasi delik sifat melawan hukum kadang disebutkan secara jelas sebagai suatu unsur dalam delik tersebut, namun, kadang kala juga tidak disebutkan secara tegas dalam formulasi delik tersebut. Dalam perjalannya sifat melawan hukum yang diadopsi ke dalam hukum pidana sejatinya berawal dari tataran hukum perdata, dalam Arres Cohen-Lindenbaum 31 Desembe Desemberr 1919 1919 (Moelj (Moeljatn atno o 2002:1 2002:131) 31).. Lebih Lebih lanjut lanjut Rosa Rosa Agustin Agustinaa dalam dalam Tesisn Tesisnya ya (2003:13) (2003 :13) mengkaji dari perspektif perspektif teoretis dan praktik konsepsi konsepsi perbuatan perbuatan melawan hukum hukum dikena dik enall dalam dalam dimens dimensii hukum hukum perdat perdataa dan hukum hukum pidana pidana.. Dari Dari aspek aspek eti etimol mologi ogiss dan termin ter minolo ologis gis maka maka perbua perbuatan tan melawa melawan n hu hukum kum dalam dalam bahasa bahasa Beland Belandaa dikena dikenall dengan dengan terminologi “wederrechtelijk” dalam ranah hukum pidana dan terminologi “onrechtmatige daad” dalam ranah hukum perdata

DAFTAR PUSTAKA

A Moegni Djojodirdjo, 1982. Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta Adami Chazawi, 2002. Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta J akarta Erdian Erd ianto to Efendi Efendi,, 2011. 2011. Hukum Hukum Pidana Pidana Indone Indonesia. sia. Suatu Suatu Pengan Pengantar. tar. PT Ref Refika ika Aditam Aditama: a: Bandung. Munir Fuady, 2002. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer .PT. Citra Aditya Bandung Bakti, Bak ti, M.A Moegni Moegni Djojod Djojodird irdjo, jo, 1984. 1984. Perbua Perbuatan tan Melawa Melawan n Hukum, Hukum, Pradn Pradnya ya Parami Paramita, ta, Jakarta R. Wirjono Prodjodikoro, 1984. Perbuatan Melawan Hukum,: Sumur Bandung, Bandung Roni Wiyanto.2012. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. C.V.Mandar Maju Bandung. P.A.F P.A .F Lamint Lamintang ang,, 1999. 1999. Dasar-D Dasar-Dasar asar Hukum Hukum Pidana Pidana Indon Indonesia esia,: ,: PT Citra Citra Aditya Aditya Bakti, Bakti, Bandung

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF