Short Bowel Syndrome
May 18, 2019 | Author: Izzati Hammim | Category: N/A
Short Description
journal translate...
Description
Short Bowel Syndrome: A Review of Management Options Prasad Seetharam, Gabriel Rodrigues
Abstrak
Reseksi extensif saluran pencernaan sering mengakibatkan proses pencernaan yang tidak memadai dan atau penyerapan nutrisi dimana kondisi ini disebut sebagai Short Bowel Syndrome (SBS). Kondisi ini memerlukan suatu tim multidisiplin yang berdedikasi untuk mengatasi morbiditas dan motilitas pada penderita SBS. Dengan kemajuan manajemen perawatan, semakin banyak penderita bertahan dalam morbiditas dari reseksi extensif usus yang ada dengan SBS. Beberapa terapi termasuk nutrisi parenteral , rehabilitasi usus dan prosedur bedah untuk merekonstruksi usus telah digunakan di gunakan pada penderita ini. i ni. Pendekatan diet, terapi farmako dan intervensi bedah tepat waktu semuanya telah ditambahkan untuk meningkatkan hasil pada penderita ini. Walaubagaimanapun, perawatan ini hanya sebagian memperbaiki masalah yang mendasari me ndasari fungsi usus besar dan memiliki keberhasilan terbatas yang mengakibatkan tingkat kematian 30% sampai 50%. Namun, meningkatnya pengalaman dan hasil yang bermakna dari transplantasi usus telah menambahkan dimensi baru kepada manajemen SBS. Tinjauan pustaka SBS yang tersedia adalah lengkap tetapi tidak menyakinkan. Kami melakukan tinjauan pustaka ilmiah dan media media elektronik dengan istilah penelusuran Short Bowel Syndrome, dan berusaha untuk memberikan data yang komprehensif pada judul ini dengan penekanan pada pembaruan terbaru pada manajemen SBS.
Pendahuluan
Short Bowel Syndrome (SBS) adalah suatu kegagalan usus yang dihasilkan dari pendeknya usus setelah reseksi usus. Kegagalan usus berupa suatu kondisi yang mengakibatkan pencernaan yang tidak memadai atau penyerapan nutrisi atau keduanya, sehingga penderita menjadi kekurangan gizi dan memerlukan pengobatan khusus dan dukungan nutrisi yang adekuat.
1
Prevalensi SBS adalah 3 – 4 orang dari sejuta orang. Ianya muncul dalam angka 15% dari penderita dewasa yang melakukan reseksi usus dengan ¾ dari kasus ini hasil dari reseksi usus massif dan ¼ adalah dari beberapa reseksi berurutan. Sekitar 70% penderita yang mengalami SBS saat keluar dari rumah sakit dan persentase yang sama tetap hidup setahun kemudian. Tingkat kelangsungan hidup telah dicapai terutama oleh kemampuan untuk memberi dukungan nutrisi jangka panjang.
Etiologi dan Patofisiologi
Beberapa kondisi yang memerlukan reseksi usus akan menuju ke arah SBS. Dalam seri yang dilaporkan dari 210 kasus, kondisi ini termasuk pasca operasi (25%), iradiasi/ kanker (24%), penyakit pembuluh darah masentrik (22%), Crohn’ s disease
(16%) dan penyebab tumor jinak yang lain (13%). Manifestasi
dari SBS adalah disebabkan oleh: 1. Kehilangan luas permukaan absorpsi 2. Kehilangan site-specific proses transportasi 3. Kehilangan site-specific sel endokrin dan hormon gastrointestinal 4. Kehilangan valvula ileocecal Akibat utama dari reseksi extensif usus adalah hilangnya luas permukaan absorbsi yang akan menyebabkan malabsorbsi makronutrien, mikronutrien, elektrolit dan air. Kebanyakan makronutrien diserap pada 100 – 150 cm proximal usus. Mikronutrien khusus diserap dari daerah khusus di dalam usus halus. Sisasisa panjang usus adalah penentu primer hasil pada penderita dengan SBS. Reseksi sehingga setengah dari usus halus selalunya bertoleransi dengan baik. SBS akan terjadi pada penderita dengan kehilangan dua pertiga dari usus halus. Dorongan dari total nutrisi parenteral permanen diperlukan pada penderita dengan panjang kurang dari 120cm usus tanpa sambungan kolon dan kurang dari 60cm dengan sambungan kolon. Selain itu, malabsorbsi makro dan mikronutrien dengan kehilangan luas permukaan absorbsi usus menyebabkan malabsorbsi air dan
2
elektrolit dimana bermanifestasikan sebagai diare volumik, hipovolemia, hiponatrimia dan hipokalemia. Penyerapan beberapa bahan campuran tergantung pada tempat tertentu usus halus. Besi, fosforus dan vitamin larut air kebanyakkannya diserap pada usus halus proksimal. Seperti kebanyakan penderita dengan SBS masih mempunyai duodenum dan jejunum proksimal yang intak, kekurangan dari bahan ini adalah jarang tetapi cenderung untuk terjadi kekurangan kalsium dan magnesium. Dengan kehilangan dari sebahagian atau keseluruhan dari ileum, malabsorpsi vitamin B12 dan garam empedu akan terjadi. Bahkan hormon di dalam mukosa traktus gastrointestinal turut disebarkan pada kawasan tertentu. Gastrin, cholecystokinin, secretin, gastric inhibitory polipeptide dan motilin dihasilkan oleh sel endokrin pada traktus gastrointestinal proksimal. Pada penderita SBS, status hormon ini adalah intak. Glucagon-like peptide (GLP) 1 dan 2, nuerotensin dan peptide YY yang dihasilkan di dalam ileum dan kolon proksimal. Pada penderita
SBS,
kekurangan
hormon
tersebut
adalah
normal
dan
akan
menyebabkan kekosongan gaster dengan cepat, pemendekan waktu transit usus dan hipergastrinemia. Dengan adanya valvula ileoceacal, akan meningkatkan fungsi kapasitas sisa usus. Walaupun sebelumnya kehadiran valvula ileoceacal menyumbang kepada fungsi penghambat dan pemanjangan transit, keuntungan dari ini bisa dikaitan dengan ileum terminal itu sendiri.
Adaptasi Usus
Usus halus bisa beradaptasi untuk menggantikan kehilangan atau penurunan luas permukaan penyerapan akibat dari reseksi usus. Proses ini terjadi pada tahun pertama setelah melakukan reseksi. Respon adaptasi ini merupakan hasil daripada pertukaran struktur usus, kematian dan fungsi. Adaptasi struktural setelah reseksi intestinal melibatkan kesemua lapisan pada usus. Karakteristik dari proses ini adalah proliferasi sel kriptae, pemanjangan vilus, peningkatan ratio kriptae kepada vilus, peningkatan pada mikrovilus sepanjang permukaan epitel
3
dan peningkatan pada kesemua lapisan mukosa. Meningkatnya ketebalan dan panjang lapisan otot yang disebabkan oleh hiperplasia. Aktivitas motorik usus juga berubah pada reseksi usus. Adaptasi motorik dilihat lebih cepat pada jejunum daripada ileum. Terdapat sedikit gangguan pada aktivitas motorik pada bulan pertama setelah reseksi diikuti dengan adaptasi. Beberapa buah penelitian menunjukkan durasi pendek pada siklus perpindahan motorik komplek pada corak pemakanan setelah direseksi. Adaptasi fungsional menghasilkan peningkatan absorbsi dari enterocyte. Proses ini dibantu oleh adaptasi struktural dan motorik dimana akan menghasilkan pemanjangan waktu transit. Mekanisma adaptasi usus tidak dapat dipahami secara keseluruhan. Tingkat dari adaptasi usus berhubungan dengan keluasan dan bagian reseksi usus. Adaptasi lebih besar pada reseksi extensif usus dan ileum lebih besar kapasitas adaptasi disbanding jejunum. Faktor yang mempengaruhi adaptasi usus termasuklah peptida regulator, growth factor, hormon, citokin dan faktor jaringan dimana termasuklah imunitas, peredaran darah dan pengaruh saraf.
Manajemen Medikal
Manajemen awal pada penderita SBS adalah pada penderita pembedahan kritikal yang barusan melakukan reseksi usus dan prosedur yang lain bersamaan. Jadi, mencegah sepsis, mempertahankan cairan dan menjaga keseimbangan elektrolit dan melakukan supportif nutrisi adalah penting pada manajemen awal pada penderita SBS. Pada penderita SBS yang bertahan pada tahap awal, tujuan primer dari manajemen adalah untuk mempertahankan status nutrisi yang adekuat dan menghindarkan terjadi komplikasi berkaitan dengan patafisiologi dan terapi nutrisi.
4
Mempertahankan Status Nutrisi
Hal ini adalah tujuan utama dalam manajemen SBS. Kehilangan cairan dan elektrolit dari traktus gastrointestinal mungkin hebat pada saat awal post operatif dan memerlukan perhatian dan pergantian. Terapi nutrisi parenteral diperlukan pada saat awal post operatif dan nutrisi enteral harus diberikan dengan sedini mungkin. Penderita dengan reseksi ileum yang terkontrol (kurang dari 100cm) dengan atau tidak hemicolectomy kanan boleh diberikan makanan solid yang intak pada saat akhir fase post operatif. Penderita ini akan mengalami diare atau steatorrhea dengan asupan makanan diet yang reguler berhubung dengan malabsorpsi lemak, dimana sebaliknya akan menyebabkan kekurangan vitamin larut lemak, vitamin B12, kalsium dan magnesium. Kekurangan dari nutrisi ini harus dilihat dan harus ditambah jika diperlukan. Mempertahankan status nutrisi menjadi lebih penting jika terjadi diare, dimana diare adalah normal pada penderita SBS, dan mungkin berhubungan dengan hipersekresi asam lambung, waktu transit usus cepat dan malabsorbsi lemak. H2 blockers, proton pump inhibitor (PPI), antidiare, cholestyramine dan octreotide semuanya digunakan untuk mengontrol diare. Octreotide bertindak dengan mempertahankan transit usus dan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air, tetapi membawa resiko menurunkan sintesis protein splanchnic, dengan itu menjurus kepada menghambat adaptasi usus dan juga resiko cholelithiasis. Obat ini harus diambil 1 jam sebelum makan dan efek pada volume diare harus dievaluasi sebelum direkomendasi untuk terapi jangka panjang. Glucose polymer-based, garam rehidrasi oral direkomendasi pada penderita untuk meningkatkan hidrasi dan akan menurunkan keperluan terapi nutrisi parenteral. Glukosa dan natrium diserap melalui mekanisma transport aktif yang sama dan mengstimulasi penyerapan antara satu sama lain. Tambahan lagi, glukosa menyebabkan penyerapan natrium dan air dengan cara solvent drug.
5
Manajemen Diet dan Diet Khusus
Penderita dengan SBS harus diberikan dorongan untuk makan lebih banyak berbanding biasa (diet hiperphagia) untuk mengimbangkan malabsorbsi. Penderita harus diberikan dorongan untuk makan dengan porsi kecil dalam sehari berbanding dari waktu makan biasa. Kepada penderita dengan kolonik secara terus menerus harus dilengkapi dengan diet karbohidrat kompleks yang tinggi yang mengandungi kanji, polisakarida bukan kanji dan serat larut. Makananmakanan ini yang biasanya tidak diserap oleh usus halus manusia akan menjadi terfermentasi oleh bakteri kolon ke butyrate, acetat dan propionate. Butyrate adalah bahan bakar untuk colocyte. Beberapa penelitian menunjukkan lebih dari 525 sampai 1170 kkal per hari boleh diserap dari kolon yang intak dari fermentasi karbohidrat tidak terabsorbi dan serat larut. Jumlah tenaga yang diserap adalah bersamaan dengan panjang kolon yang tinggal dan akan meningkat sebagai salah satu tindakbalas adaptasi enterectomy.
Terapi steatorrhea berhubungan dengan reseksi ileus
Maldigestion lemak karena malabsorbsi garam empedu terjadi ketika lebih dari 100cm dari terminal usus telah direseksi. Pelbagai pilihan terapi telah diusulkan untuk pengobatan steatorrhea. Penggunaan terapi pengganti garam empedu dengan garam empedu lembu atau sintetik asam empedu (cholesarcosine) terkonjugasi telah dilaporkan. Asam empedu mungkin berguna dalam mengurangi diare berhubung dengan garam empedu pada penderita dengan reseksi terminal usus kurang dari 100cm, tetapi dapat memperburuk steatorrhea pada penderita yang menjalani reseksi yang lebih signifikan karena asam empedu mengikat dengan diet lemak. Cholestyramine juga mengganggu penyerapan obat-obatan yang banyak. Penderita ini mungkin mengamalkan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat.
Rendah
lemak
akan
menurunkan
steatorrhea
tetapi
turut
menyebabkan penurunan energy asupan yang boleh memperburuk keseimbangan energi penderita. Namun, asupan tinggi lemak terkait dengan malabsorbsi kationkation divalent, pengosongan lambung yang lambat, cepat kenyang dan
6
peningkatan kehilangan air dari kolon. Karena medium chain triglycerides (MCT) diserap di kolon, tambahan diet supplementasi dengan MCT dapat menyebabkan konsumsi energi meningkat. Keterbatasan MCT termasuk fakta bahwa MCT tidak menyediakan asam lemak essensial dan bisa menyebabkan mual, muntah dan ketosis. Aspek lain yang penting dari manajemen diet adalah untuk memberikan diet yang dapat memaksimalkan terjadinya adaptasi usus. Penyediaan lemak dan diet serat mungkin sangat penting dalam hal ini. Rantaian panjang dan pendek asam lemak tampaknya memiliki efek tropis yang lebih besar dalam usus dari jaringan asam lemak yang sedang. Meskipun nutrisi ini langsung merangsang adaptasi usus, asam lemak juga membawa adaptasi usus melalui efek endokrin dan parakrin. Terapi farmakologis untuk SBS masih berkembang dalam dunia penelitian. Bukti terbaru menunjukkan bahwa penyediaan sesuai diet, suplemen gizi seperti glutamine dan faktor-faktor pertumbuhan lain seperti growth hormone meningkatkan penyerapan usus dan berharap dapat memodifikasi respon adaptif pada penderita dengan SBS. Saat ini, GLP-2 tampaknya memiliki hasil yang meyakinkan.
Nutrisi parenteral di rumah
Nutrisi parenteral di rumah merupakan sebuah pilihan untuk penderita yang memerlukan terapi nutrisi parenteral jangka panjang. Untuk mempersiapkan penderita dengan terapi nutrisi parenteral di rumah, rejim harus dikompresi secara bertahap dalam 2 – 4 jam perhari sehingga jumlah volume dapat diresapi selama waktu 10 – 20 jam, biasanya semalaman. Penyerapan terapi nutrisi parenteral biasanya diturunkan selama waktu 30 – 60 menit untuk menghindari hipoglikemia. Tambahan cairan mungkin diperlukan untuk penderita dengan jejunostomi permanen. Solusi terapi nutrisi parenteral harus diserap ke dalam vena central seperti vena kava superior dan vena kava inferior melalui kateter untuk menurunkan resiko infeksi dan trombosis.
7
Pencegahan komplikasi
Komplikasi SBS biasanya berhubungan dengan dasar patologi atau terapi nutrisi. Antara penderita yang memerlukan terapi nutrisi parenteral jangka panjang untuk bertahan hidup, sepsis dan penyakit hati terkait terapi nutrisi parenteral merupakan faktor penting yang mengatur morbiditas dan mortalitas. Insidens sepsis bervariasi dari 0,1 hingga 0,3 episode per penderita per tahun dari terapi nutrisi parenteral. Sepsis dapat dikaitkan dengan trombosis kateter. Pada kasus sepsis terkait kateter, percobaan untuk sterilisasi harus dilakukan pertama kali sebelum penghapusan ketika terjadi infeksi disebabkan oleh stapilokokus koagulasi negatif dan bakteri gram negatif. Penyakit hati stadium akhir berkembang sekitar 15% pada penderita terapi nutrisi parenteral jangka panjang dan dikaitkan dengan waktu kelangsungan hidup sekitar 1 tahun tanpa transplantasi hati. Penyebab dari penyakit hati terkait terapi nutrisi parenteral masih belum dipahami sepenuhnya dan tampaknya bisa disebabkan oleh pelbagai faktor. Hal ini reversible pada tahap awal, tetapi akhirnya mengarah pada steatosis yang parah, cholestasis dan sirosis. Tes fungsi hati pada penderita terapi nutrisi parenteral jangka panjang harus sering dimonitor dan penderita dengan tes fungsi hati yang abnormal harus melakukan evaluasi ultrasound kantung empedu dan CBD dan harus melakukan biopsy hati. Penyakit hati akibat dari terapi nutrisi parenteral boleh diminimalkan dengan menyediakan kalori tinggi secara enteral, menghindari kelebihan makanan, menggunakan campuran bahan bakar ( kurang dari 30% lemak), mencegah kekurangan nutrisi khusus, mengobati pertumbuhan bakteri dan mencegah sepsis berulang. Administrasi asam ursodeoxycholic mungkin boleh dimanfaat. Komplikasi
metabolik
pada
SBS
termasuk
hipokalsemia,
hipomagnesemia dan kekurangan vitamin larut lemak. Masalah khusus adalah asidosis D-laktat, dimana hasil dari fermentasi bakteri oleh nutrisi yang tidak diserap, dimana biasanya dari gula. Diagnosis ini telah dicadangkan dengan asidosis metabolik yang tidak jelas dan bersamaan dengan gejala neurologis. Terapi termasuk meminimalkan asupan kalori atau diet rendah karbohidrat. Administrasi antibiotik pada kolon mungkin diperlukan.
8
Cholelithiasis muncul pada 30 – 40% penderita yang tidak mempunyai usus biasa. Faktor preposisi yang menyebabkan kepada pembentukan batu empedu termasuk perubahan metabolisme dan sekresi biliar hepatik, stasis kantung empedu dan malabsorbsi asam empedu. Terapi nutrisi parenteral jangka panjang penting sebagai faktor pencetus. Resiko terjadi cholelithiasis meningkat secara bermakna jika usus yang tinggal setelah reseksi kurang dari 120cm, jika direseksi ileum terminal dan jika penderita tergantung pada terapi nutrisi parenteral. Insidensi cholelithiasis boleh diminimalkan dengan menyediakan nutrisi secara enteral bila mana diperlukan. Cholelithiasis pada penderita yang menggunakan terapi nutrisi parenteral bisa dicegah dengan menggunakan injeksi cholesystokinin secara reguler dan admininstrasi lemak secara intravena dimana kedua-duanya dapat mencegah stasis kantung empedu. Sebagian penulis merekomendasikan profilaksis cholecystectomy pada penderita apabila laparatomi diambil alih untuk alasan lain. Batu kalsium oxalate bisa terjadi daripada peninggian absorbsi oxalate dari kolon. Nephrolithiasis lebih sering pada penderita dengan usus yang intak dan boleh dicegah dengan mempertahankan penderita dengan diet rendah oxalate, meminimalkan lemak intralumen, diet suplemen dengan kalsium oral dan mempertahankan volume urin. Cholestyramin bergabung dengan asam oxalic di dalam kolon merupakan yang berpotensi untuk digunakan sebagai ter api. Hipersekresi lambung boleh menjadi masalah yang serius pada SBS disebabkan oleh hiperplasia sel parietal dan hipergastrinemia. Tambahan dari malabsorbsi
dan
diare,
hipersekresi
lambung
boleh
menyebabkan
dan
mencetuskan penyakit ulkus peptik. Antagonis H2 receptor atau PPI boleh dicoba dengan menghasilkan hasil yang baik. Sebagian kasus memerlukan intervensi operasi. Pemilihan prosedur vagotomy mungkin menjadi pilihan yang tepat jika diperlukan. Pertumbuhan
bakteri
boleh
terjadi
pada
penderita
dengan
SBS.
Penyebabkan termasuk motiliti usus, stasis dan achlorohidria. Pertumbuhan bakteri merupakan hasil dari gangguan penyerapan bile, kekurangan vitamin B12 dan diare dan memerlukan administrasi jangka panjang antibiotik usus. Terdapat
9
beberapa obat yang bisa digunakan untuk mengobati dan mengontrol komplikasi SBS seperti dalam tabel di bawah. Komplikasi
Obat
Keterangan
Cholestyramine
Malnutrisi
Hanya
beberapa
bukti
sebagai
terapi
kegunaan
protein
pengganti asam biliar Loperamide 2 – 8 mg; jarang
Diare
Manajemen
codein phosphate 30 – 60 mg pada
sama
penderita
seperti dengan
jejunostomi Hipersekresi
Proton
pump
asam lambung
(omeprazole,
inhibitor Biasanya lanjut sehingga 6
pantoprazole, bulan
rabeprazole) Batu hempedu
Infusi IV asam amino, injeksi
Tujuan terapi adalah untuk
cholecystokinin,
mencegah
asam
NSAIDs,
terjadi
kotoran
ursodeoxycholic, biliar
metronidazole Hipomagnesemia Cap. Magnesium oxide, 1-α
hydroxyl-cholecalciferol
Rehidrasi
penting
untuk
memperbaiki hiperaldosteronisma sekunder
Penatalaksanaan operasi
Tujuan utama dari terapi operasi untuk SBS adalah untuk meningkatkan kapasitas penyerapan usus dan boleh dilakukan dengan: 1.
Memelihara usus yang ada Reoperasi abdominal diperlukan pada setengah dari seluruh
penderita SBS. Indikasi yang paling sering adalah masalah pada usus. Strategi pada reoperasi adalah menghindari reseksi dan memelihara panjang usus yang tersedia. Prosedur yang dipilih sebagai alternatif untuk
10
melakukan reseksi usus adalah termasuk (1) strikturoplasti untuk benign striktur dan (2) serosal patching untuk striktur tertentu dan perforasi kronis. Apabila reseksi tidak boleh dihindari, anastomosis end to end dianjurkan untuk mencegah blind loops dan memaksimalkan panjang fungsi dari usus. 2. Memperbaiki fungsi usus Fungsi dari usus yang ada boleh ditingkatkan dengan memperbaiki motiliti dan memperlambatkan transit usus. 3.
Memperbaiki motiliti usus Motilitas yang tertinggal dalam usus penderita SBS bertambah
parah selama beberapa waktu karena pelebaran dari usus. Dilatasi ini bisa terjadi karena belum terjadi obstruksi atau adaptasi usus kronis. Semua upaya harus dilakukan untuk meringankan setiap obstruksi. Sebagai segmen dilatasi yang tidak dapat menghasilkan cukup tekanan selama peristaltik, seharusnya usus menyempit. Prosedur ini dikenali sebagai “tapering enteroplasty”. Metode tapering enteroplasty yang dianjurkan adalah (1) menutupi usus besar yang berlebihan dan (2) transeksi longitudinal dan pengangkatan bagian dari keliling usus sepanjang perbatasan antimesenterik. Tapering enteroplasty tidak meningkatkan fungsi usus pada penderita SBS. 4.
Memperpanjang transit usus
Beberapa metode dijelaskan seperti di bawah: a.
Reverse
segmen
usus:
membalikkan
segmen
usus
untuk
memperlambatkan transit usus adalah prosedur bedah yang paling banyak
dilaporkan.
merangsang
Fungsi
peristaltik
antiperistaltik
retrograde
distal
segmen dan
dengan
mengganggu
motilitas usus proksimal. Selain itu, gangguan dari pleksus saraf intrinsik memperlambatkan aktivitas myoelektrik di segmen distal. Reverse segmen juga mengubah lingkungan hormon.
11
Segmen antiperistaltik yang ideal memperlambat transit tanpa menyebabkan obstruksi total. Secara teknis, panjang reverse segmen harus 10 cm atau kurang pada orang dewasa dan 3 cm atau kurang pada anak-anak. Reverse segmen harus dibuat secara distal selagi bisa. Perawatan harus diambil untuk menghindari rotasi lengkap dari mesenterium untuk mencegah iskemik. Penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan klinis dengan memperlambat transit usus dapat dilihat pada 80% penderita yang dirawat dengan reverse segmen usus. Komplikasi potensial adalah gejala obstruktif transient dan kebocoran anastomotik. b.
Katup usus: beberapa teknik yang berbeda-beda untuk membuat katup usus dan spinchter telah dijelaskan sebelumnya. Katup atau spinchter dapat dilakukan dengan penyempitan eksternal usus, denervasi
segmental
dan
intususepsi
segmen
usus
untuk
meningkatkan tekanan intraluminal. Katup intususepsi harus 2cm panjang jika prolap retrograde dan 6cm jika prolaps antegrade. Katup
bertindak
dengan
menciptakan
obstruksi
parsial
mengganggu pola motorik normal usus halus dan mencegah retrograde refluks isi kolon. Kemungkinan komplikasi termasuk nekrosis katup, obstruksi dan intususepsi. c.
Transposisi kolon: mengubah segmen kolon di usus halus sama ada corak isoperistaltik atau antiperistaltik menhambat transit usus. Mengubah segmen kolon menyerap air, elektrolit dan nutrisi selain efeknya pada transit usus. Sebuah penelitian telah melaporkan tingkat keberhasilan 50% dengan transposisi kolon antara penderita SBS dan juga menunjukkan bahwa transposisi isoperistaltik mungkin lebih baik dari antiperistaltik.
5.
Meningkatkan luas daerah absorbsi usus Penyerapan daerah usus boleh ditingkatkan dengan: a.
Prosedur Bianchi
b.
Prosedur Serial Transverse Enteroplasty
12
Dalam kedua-dua prosedur di atas, dilatasi pada segmen usus dikurangkan, usus yang berlebihan dipelihara dan disimpan untuk penambahan panjang usus. Prosedur Bianchi dilakukan dengan tranreseksi bagian distal untuk mengurangi usus yang melebar. Pembedahan dilakukan sec ara longitudinal untuk sekitar 5cm pada batas mesenterika usus antara pembuluh darah cabang
terminal
untuk
menciptakan
ruang
yang
memungkinkan
pembagian usus secara longitudinal. Prosedur ini diulang sampai panjang yang diinginkan tercapai. Dua segmen longitudinal kemudian dapat dilakukan anastomose end to end kepada setengah diameter dan menggandakan panjang segmen tersebut. Prosedur Serial Transverse Enteroplasty melibatkan beberapa siri aplikasi transversal stapler linear dari arah alternatif untuk membagi usus tegak kepada usus lurus. Panjang dan spasi divisi transversal ditentukan oleh diameter usus. Hasil akhirnya akan menjadi peningkatan panjang dan pengurangan diameter dari usus. Prosedur ini lebih rumit daripada prosedur Bianchi. Pemanjangan usus sekarang telah dilaporkan pada penderita lebih dari 100. Peningkatan kapasitas asorbsi dan status gizi telah dilaporkan sekitar 90% dari penderita dalam jangka pendek. Komplikasi seperti ileus berkepanjangan, nekrosis pada segmen, kebocoran anastomosis dan obstruksi telah diamatu pada 20% penderita. Hasil jangka panjang menunjukkan bahwa hanya sekitar separuh dari penderita yang menjalani prosedur pemanjangan usus mendapat manfaat yang berkelanjutan sehingga 10 tahun. Keterbatasan prosedur ini adalah bahwa mereka dapat dilakukan pada kelompok terpilih penderita. Penderita harus memiliki anatomi pembuluh darah yang menguntungkan untuk prosedur Bianchi. Penderita yang dipilih harus memiliki segmen usus yang lebar dengan fitur pertumbuhan bakteri yang berlebihan atau ada tanda-tanda lain dari malabsorbsi.
13
6.
Transplantasi usus Saat ini, transplantasi usus sedang diterapkan terutama sebagai terapi
penyelamatan untuk penderita kegagalan usus dengan komplikasi yang mengancam jiwa. Jenis a.
Transplantasi isolasi usus
b.
Transplantasi kombinasi hati dan usus.
Indikasi a.
Komplikasi gagal usus yang mengancam jiwa, paling sering pada terapi nutrisi parenteral yang disebabkan oleh penyakit hati.
b.
Permenen irreversible terapi nutrisi parenteral dengan episode sepsis.
c.
Permenen irreversible terapi nutrisi parenteral dengan kehilangan akses vena.
Hasil Data
dari
transplantasi
usus
diterbitkan
pada
tahun
2003
mengungkapkan bahwa 989 transplantasi telah dilakukan di seluruh dunia pada 923 penderita. Transplantasi isolasi usus dilakukan 433 kali dan transplantasi kombinasi hati dan ususdilakukan 556 kali. 484 penderita dari 923 dilaporkan menjalani salah satu dari prosedur tersebut tetap hidup. Laporan ini menunjukkan bahwa graft dan kelangsungan hidup penderita telah terus meningkat dari waktu ke waktu.
Angka graft
rejection adalah 57% untuk graft usus, 30% untuk graft kombinasi usus dan hati dan 48% untuk graft multivisceral. Peningkatan pengalaman dan peningkatan hasil dari transplantasi usus mendukung penggunaan klinis ini untuk modalitas pengobatan. Manfaat yang lebih besar dari potensi morbiditas dan prosedur berpotensi berlaku untuk sejumlah penderita dengan SBS.
14
Terapi masa depan
Penelitian telah mengungkapkan bahwa administrasi glucagon-like peptide (GLP-2) untuk penderita reseksi kolon meningkatkan adaptasi usus dan penyerapan nutrisi. Teduglutide, analog enzim tahan GLP-2 menunjukkan hasil untuk mencegah cedera usus, memulihkan intergritas mukosa dan meningkatkan fungsi absorbsi usus. Data dari uji klinis yang terus-menerus menunjukkan teduglutide yang mungkin memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas absorbsi usus pada penderita dengan SBS. Studi lebih lanjut dan percobaan penyelesaian fase III diperlukan untuk menentukan dosis yang tepat dan panjang pengobatan untuk penderita untuk memperoleh manfaat terapeutik yang optimal dari obat ini.
15
View more...
Comments