sepsis-pada-lansia.pdf
April 4, 2019 | Author: Andriana Nggay | Category: N/A
Short Description
Download sepsis-pada-lansia.pdf...
Description
Reading Assignment
Supervisor
14 Februari 2012
dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI
SEPSIS PADA LANSIA Faisal Parlindungan, Endang Sembiring, Saut Marpaung, Fransiscus Ginting, Tambar Kembaren, Armon Rahimi,Yosia Ginting Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSHAM
PENDAHULUAN Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau lekopenia, takikardi 1,2
dan takipnea. Sepsis sampai saat ini menjadi masalah baik di negara berkembang maupun negara maju, baik dari segi morbiditas, mortalitas maupun ekonomi. Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk pengelolaan sepsis dan syok septik berupa dipakainya peralatan monitoring invasif, sarana diagnostik yang lebih canggih, obat vasopresor dan inotropis yang lebih baik serta antibiotik yang lebih kuat memang dapat menekan angka kematian, namun diikuti dengan peningkatan 3
biaya yang sangat besar untuk persatuan nyawa yang diselamatkan. Tingginya angka kematian dan konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan mengharuskan kita mengubah paradigma pengelolaan sepsis; dari tindakan yang baru dikerjakan setelah sepsis dan komplikasinya terjadi; ke arah tindakan penanganan infeksi sebelum sepsis dan komplikasinya terjadi.
Sepsis adalah permasalahan yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada orang lanjut usia (lansia). Lansia lebih rentan terkena infeksi karena proses perubahan tubuh dan menurunnya fungsi organ-organ serta adanya 4
penyakit komorbid. Diagnosis sepsis pada lansia agak sulit, karena lansia Sepsis pada Lansia
"
memberikan respon yang kurang jelas terhadap sepsis dan dapat disertai dengan delirium. Karena penegakan diagnosis yang agak sulit, penatalaksanaan terhadap sepsisnya dapat tertunda sehingga mempengaruhi hasil akhir pengobatan. Terdapat kecenderungan untuk menangani lansia secara kurang agresif karena faktor penuaan, namun perlu dipertimbangkan hal-hal selain umur dalam menentukan keagresifan terapi,misalnya performance level, kualitas hidup, dan keinginan pasien.3
Sepsis pada Lansia
#
TINJAUAN PUSTAKA Sepsis Terdapat beberapa istilah yang erat kaitannya dengan infeksi serta sepsis. Inflamasi adalah respons lokal yang dipicu oleh jejas atau kerusakan jaringan, bertujuan untuk menghancurkan, melarutkan bahan penyebab, jejas ataupun jaringan yang mengalami jejas, yang ditandai dengan gejala klasik dolor, calor, rubor, tumor, dan functio laesa. Infeksi adalah ditemukannya organisme pada tempat yang normal steril, yang biasanya disertai dengan respons inflamasi tubuh. Bakteremia adalah ditemukan bakteri di dalam darah, dibuktikan dengan biakan, dapat bersifat transien. Septikemia adalah bakteremia disertai dengan gejala klinis 5
yang bermakna.
Sepsis adalah infeksi disertai dengan respon sistemik; respons sistemik 1,2
tersebut ditandai dengan 2 atau lebih tanda : o
o
"
Temperatur > 38 C atau < 36 C
"
Denyut jantung >90 kali/menit
"
Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg (< 4.3 kPa)
"
Sel darah putih > 12 000/mm , 10% bentuk immature/band
3
3
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons sistemik yang menyebabkan gangguan organ berupa : insufisiensi respirasi, disfungsi renal, asidosis atau gejala mental. Septik shock adalah sepsis syndrome disertai dengan hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory septik shock adalah syok septik yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa respons terhadap intervensi cairan atau 5
obat farmakologis.
Sepsis pada Lansia
$
1
Gambar 1. Patofisiologi sepsis
Sepsis Pada Lansia Dalam 5 dekade terakhir, jumlah penduduk dengan kategori lanjut usia (lansia) terus meningkat, di mana menurut WHO, batasan usia lansia adalah 60 6
tahun. Secara global, jumlah penduduk lansia meningkat 1.2% per tahunnya, di mana hampir 2/3 di antaraya berada di negara-negara berkembang. Jika pada tahun 1950 terdapat 8 lansia dari 100 orang, maka pada tahun 2050 diperkirakan akan ada 22 lansia dari 100 orang tersebut. Sementara usia harapan hidup akan bertambah 4,6
dari 65 tahun pada 1995 menjadi 76 tahun pada 2050. Bertambahnya jumlah
Sepsis pada Lansia
%
lansia ini akan menimbulkan masalah kesehatan baru, mengingat kelompok usia ini memiliki prevalensi terbesar dalam hal penyakit kronis dan multipatologis.
Tabel 1. Penyebab kematian pada lansia 7
Faktor Resiko Terhadap Pasien Lansia
Proses penuaan adalah suatu proses yang berhubungan dengan berbagai faktor resiko yang meningkatkan insidens dan mortalitas sepsis. Beberapa di 3,4,6,8
antaranya yaitu:
Status performans Beberapa perubahan tubuh akibat proses penuaan dapat menyebabkan status performans yang lebih buruk, yang merupakan prediktor independen untuk mortalitas: 1. disuse atrophy akibat inakitivitas fisik 2. sarcopenia karena semakin meningkatnya pengurangan massa otot 3. perubahan pada respons terhadap hormon-hormon tropic ( growth hormone, androgen, estrogen) 4. perubahan neurologis
Sepsis pada Lansia
&
5. perubahan regulasi sitokin 6. perubahan metabolisme protein 7. perubahan asupan makanan Nutrisi Salah satu perubahan fisiologis akibat proses menua adalah penurunan signifikan pada sensitivitas diskriminasi rasa setelah usia 70 ; sensasi rasa manis, asam, pahit, dan asin terganggu. Hal ini menyebabkan lansia kurang menikmati makan sehingga dapat memicu penurunan berat badan. Status gizi lansia juga dipengaruhi oleh :
1. inaktivitas 2. kekurangan sumber daya 3. permasalahan mobilitas dan transportasi 4. isolasi sosial 5. keterbatasan fungsional 6. demensia 7. depresi 8. status kesehatan gigi yang buruk 9. polifarmasi 10. penyalahgunaan obat dan alkohol
Perubahan sosial Perawatan lansia di rumah-rumah perawatan atau panti jompo cukup sering dialami lansia. Mereka harus menjalani tahap-tahap penyesuaian terhadap lingkungan barunya. Dukungan sosial dapat membantu mereka melewati proses tersebut, dan mengurangi masalah yang dapat muncul seperti depresi dan kekurangan perhatian, yang dapat memberikan dampak terhadap status gizi dan imunitas mereka.
Fungsi imun Pasien lansia sering mengalami gangguan nutrisi atau imunologis, sehingga menjadi lebih mudah terkena infeksi dan komplikasinya. Pasien lansia kerapkali mengalami gangguan komorbid yang membutuhkan penanganan dengan peralatan medis (misalnya kateter urin, gastrostomi, sistostomi, trakeostomi, pemasangan infus) yang mengakibatkan peningkatan resiko infeksi dan komplikasinya. Terdapat
Sepsis pada Lansia
'
juga bukti adanya penurunan fungsi sel B dan sel T pada lansia, walaupun mungkin ekspresi sitokin proinflamasi dapat normal.
Tabel 2. Hubungan disfungsi imun dengan beberapa penyakit kronis 9 Obat-obatan Bersihan obat dari tubuh, terutama melalui mekanisme renal, terganggu sejalan dengan proses penuaan. Penurunan fungsi ginjal terkait usia adalah faktor utama yang menyebabkan penurunan bersihan obat.karena ginjal merupakan organ yang sangat berperan bagi ekskresi sebagian antibiotik, penyesuaian dosis dan pemantauan kadar obat dalam darah mungkin diperlukan terhadap sebagian obat. Beberapa antibiotik efek samping nya dapat meningkat pada lansia. Interaksi obat juga meningkat pada lansia namun demikian hal ini adalah terutama akibat banyaknya obat yang dikonsumsi, bukan akibat proses penuaan itu sendiri.
Sepsis pada Lansia
(
Tabel 3. Efek samping antibiotik pada lansia3
Manifestasi Klinis Sepsis Pada Lansia
1,2,8,9,10
Proses sepsis dicirikan dengan beberapa tanda dan gejala yang mencakup : demam atau hipotermi leukositosis atau leucopenia takikardi takipnea
•
•
•
•
Gejala-gejala ini jika tidak dikenali dan ditangani secara cepat dan tepat, dapat berlanjut menjadi sebuah runtutan kejadian yang dapat mengakibatkan cedera endovascular difus, thrombosis mikrovaskuler, iskemia organ dan kematian.
Pasien lansia memiliki kesulitan-kesulitan tertentu dalam diagnosis dan penatalaksanaan sepsis. Pertama, mendapatkan sampel diagnostik dari pasien membutuhkan kerja sama dengan pasien tersebut, padahal pasien lansia dapat berada dalam kondisi rapuh, mengalami penurunan kognitif, atau sakit parah sehingga kurang dapat bekerja sama dengan tim medis. Kedua, manifestasi klinis SIRS dapat tidak terlihat, atau kurang dapat diamati dengan jelas. Hal ini dapat menunda tindakan intervensi penting yang pada akhirnya akan mempengaruhi outcome dari pasien ini. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jika terapi empiris untuk sepsis ditunda 8-24 jam, maka mortalitas dapat meningkat 8 sampai 22 kali lipat.
Manifestasi infeksi pada lansia sering tidak khas, dan karenanya perlu pengamatan yang cermat. Demam misalnya, seringkali tidak mencolok. Banyak studi yang mendapatkan penderita lansia yang jelas menderita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Demam dapat tidak ditemui pada sepertiga pasien berusia di atas 65 tahun yang mengalami infeksi akut berat yang membahayakan
Sepsis pada Lansia
)
nyawa. Bahkan pada 20% penderita sepsis, justru didapatkan hipotermia. Hal ini menyebabkan timbulnya istilah the older the colder .
Tidak dijumpainya demam pada pasien lansia dengan sepsis dapat terjadi karena beberapa alasan. Variasi harian dari suhu tubuh berkurang, dan suhu basal o
lansia adalah sekitar 0.6-0.8 C lebih rendah dari dewasa muda. Mekanisme yang mendasarinya adalah : berkurangnya produksi sitokin (misalnya IL-6), berkurangnya sensitivitas
reseptor
hipotalamik
terhadap
sitokin
dan
rusaknya
adaptasi
termoregulasi perifer terhadap perubahan suhu. Sebagai tambahan, penggunaan obat-obatan yang sering dipakai lansia misalnya NSAID, kortikosteroid, B-reseptor blocker, antihistamin, ranitidin dapat menekan respon febril terhadap inflamasi. o
Peningkatan suhu tubuh di atas 1.5 C dapat diartikan sebagai reaksi febris dan indikator infeksi. Metode pengukuran suhu adalah hal penting yang harus diperhatikan. Pengukuran suhu rektal dapat mendeteksi demam pada sekitar 86% pasien, sublingual 66%, dan aksila hanya 32%. Pengukuran suhu rektal secara klinis adalah metode pengukuran yang terbaik pada pasien lansia.
Sama halnya dengan demam, indikator klasik untuk infeksi, seperti C-reactive protein atau jumlah leukosit pada lansia spesifisitas dan sensitivitasnya berkurang. Hal ini diistilahkan sebagai immunosenescence, yaitu kurang berfungsinya respon imun pada pasien lansia. Begitu juga dengan gejala-gejala lain, seperti batuk pada pneumonia, nyeri khas pada apendisitis dan kolesistitis, sering tidak dikeluhkan dan dianggap ‘biasa’.
Fokus infeksi yang sering dijumpai pada lansia serupa dengan kelompok umur yang lain, mencakup sistem pernafasan, kemih dan gastrointestinal. Organisme yang paling sering dijumpai adalah basil gram negatif, namun terdapat peningkatan tajam insidens infeksi kokus gram positif. Peningkatan ini mungkin diakibatkan perawatan pasien lansia di rumah jompo, dan peningkatan penggunaan dini antibiotik spektrum luas
Pilihan Terapeutik
Sepsis pada Lansia
3,10,11,12
*
Proses sepsis dapat diubah atau dimodifikasi jika dikenali secara dini dan perawatan suportif yang adekuat diberikan. Intervensi yang paling penting adalah dengan membuat diagnosa dini – suatu hal yang sulit mengingat gambaran tidak khas dari sepsis pada lansia ini. Saat diagnosa telah dibuat, antibiotik yang sesuai harus diberikan sebagai upaya untuk menghentikan berlanjutnya kaskade inflamasi. Penggunaan antibiotik yang tertunda dapat mengurangi survival pasien.
Pengobatan awal untuk infeksi hampir selalu berdasarkan pengalaman empiris. Seorang klinisi harus menyadari pathogen apa yang paling sering menyebabkan sebuah infeksi, antimikroba apa yang sesuai untuk setiap pathogen, dan pola resistensi antibiotik lokal. Pada lansia yang sering dirawat di rumah sakit, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi nosokomial dan pathogen resisten seperti metihicillin-resistant Staphylococcus aureus.
Walaupun terapi empiris adalah yang pertama sekali diberikan, namun sangat penting untuk mendapatkan spesimen untuk analisis mikrobiologi ( seperti kultur darah, kultur urin) sebelum pasien mendapatkan antibiotik terapi. Rejimen terapi empiris dapat diubah sesuai hasil pemeriksaan mikrobiologi jika pasien tidak respon secara klinis terhadap terapi empiris tersebut. Hasil pemeriksaan mikrobiologis harus ditafsirkan sesuai dengan presentasi klinis pasien, sehingga tidak semua hasil kultur yang positif harus diberikan antibiotik. Misalnya, bakteriuria asimtomatik tidak membutuhkan antibiotik.
Dalam memilih antibiotik untuk pasien lansia, umumnya semua obat dapat diberikan sesuai indikasi yang sama dengan pasien dewasa muda. Namun, dosis dan interval obat harus disesuaikan pada lansia yang memiliki berat badan yang rendah dan fungsi ginjal yang terganggu. Efek samping obat terjadi 2-3 kali lebih sering pada lansia dibandingkan dewasa muda. Pada suatu studi di Belgia, insidens terjadinya efek samping obat pada lansia diperkirakan sekitar 20% pada pasien rawat inap. Antibiotik juga sering berinteraksi dengan obat-obatan lain yang sering dipakai lansia.
Sepsis pada Lansia
"+
9
Tabel 4. Interaksi antibiotik dengan obat-obat yang sering dipakai lansia
Penggunaan dosis obat yang tepat tidak hanya penting untuk menentukan keberhasilan terapi, tetapi juga untuk mencegah terjadinya resistensi. Dosis antibiotik suboptimal dapat menyebabkan munculnya pathogen-patogen yang resisten. Pemilihan dosis yang tepat untuk lansia merupakan sebuah ‘seni’ yang harus mempertimbangkan kurangnya penetrasi obat ke jaringan, terganggunya farmakokinetik obat, penyakit-penyakit penyerta dan lemahnya system imun tubuh.
Sepsis pada Lansia
""
9
Tabel 5. Perubahan fisiologis pada lansia dan efek farmakokinetik obat
Perkembangan terkini dalam memahami sepsis telah membantu untuk mengembangkan pilihan-pilihan terapeutik baru, dan penelitian-penelitian yang sedang dilakukan menjanjikan pilihan-pilihan yang lain di masa yang akan datang. Beberapa target potensial untuk intervensi kaskade inflamasi telah diidentifikasikan, antara lain:
" " " " " " " "
3,13
TNF Endotoksin IL-1 dan IL-6 Phospholipase A2 Antithrombin III (AT III) Platelet-activating faktor (PAF) Tissue faktor pathway inhibitor Activated protein C Steroid, ibuprofen, dan obat-obatan lain juga telah digunakan dalam usaha
menghentikan respons inflamasi, dengan berbagai hasil yang masih diamati. Abnormalitas dalam produksi kortisol adrenal merupakan prediktor mortalitas yang sangat tinggi pada sepsis, dan beberapa penelitian sekarang menunjukkan bahwa steroid dosis rendah dapat memberikan manfaat dalam sebagian kasus-kasus sepsis.
Perawatan suportif yang adekuat dengan pemantauan ketat, nutrisi cukup, profilaksis terhadap ulkus dan deep vein thrombosis, dan dukungan ventilasi harus dipertimbangkan sebagai komponen esensial dalam perencanaan perawatan pasien lansia dengan sepsis. Penelitian terbaru telah mencatat bahwa pasien-pasien lansia ditangani secara kurang agresif dibandingkan pasien usia muda, terutama pada mereka yang di atas 85 tahun. Hal ini mungkin karena anggapan bahwa pasien lansia memiliki jangka hidup yang lebih pendek, terlalu lemah untuk dapat beradaptasi secara fisiologis terhadap proses sepsis, dan mereka yang bertahan hidup sangat mungkin menjadi tergantung, membutuhkan dukungan sosioekonomi Sepsis pada Lansia
"#
yang
kuat,
dan
dengan
memperpanjang
perawatan,
maka
kesakitan
dan
penderitaan pasien menjadi lebih meningkat dan lebih lama. Walaupun demikian, keputusan perawatan dengan hanya berdasarkan usia tanpa mempertimbangkan faktor prognostik yang lain dapat menyebabkan pasien-pasien yang seharusnya memperoleh manfaat dari perawatan agresif menjadi under-treated (tidak dirawat dengan optimal).
Karena terapi antisepsis yang baru mungkin cukup mahal, maka pemahaman yang lebih baik terhadap aspek clinical-effectiveness dan cost-effectiveness pada seluruh pasien merupakan hal yang penting. Sayangnya, uji-uji klinis terhadap obatobatan antisepsis cenderung mengekslusikan populasi lansia, karena dianggap memiliki respon yang kurang terhadap perawatan. Namun demikian, pasien lansia merupakan bagian yang besar dari populasi sepsis, dan apabila tidak disertakan dalam uji klinis maka akan dapat mengurangi validitas uji klinis tersebut, dan membatasi pengetahuan kita terhadap pilihan-pilihan terapi. Prognosis Sepsis Pada Lansia
3,4,8
Sepsis berat adalah keadaan yang memiliki prognosis jelek pada seluruh kelompok umur. Faktor-faktor yang digunakan untuk memprediksi outcome pada pasien dengan penyakit kritis mencakup :
" " " " " "
Status imunitas Jenis kelamin Umur Kejadian nosokomial Komorbiditas Keparahan penyakit Walaupun studi populasi menunjukkan bahwa pasien lansia memang memiliki
mortalitas yang lebih tinggi pada sepsis, namun penting bagi klinisi untuk memisahkan prognosis umum antara populasi lansia dengan individu lansia. Umur tidak bisa menjadi satu-satunya faktor untuk memprediksi outcome atau untuk menentukan pilihan perawatan pada pasien. Walaupun umur adalah faktor penting dalam memprediksi lama rawatan di ICU, namun peningkatan mortalitas yang terjadi pada lansia dengan sepsis terjadi karena penyakit komorbid yang dialami kelompok usia ini, antara lain :
Sepsis pada Lansia
"$
" " " " "
Metastatic neoplasm (43.4%) Penyakit hati kronik (37.1%) Non-metastatic neoplasm (36.9%) Penyakit ginjal kronis PPOK (32.1%)
KESIMPULAN
Sepsis adalah permasalahan yang sering dijumpai dengan mortalitas yang tinggi, terutama pada lansia. Pasien lansia lebih rentan terkena infeksi karena berbagai faktor resiko seperti status performans, fungsi imun, nutrisi, penggunaan obat-obatan dan adanya perubahan sosial. Sepsis pada lansia memiliki gejala-gejala yang tidak khas sehingga menyulitkan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Terapi antibiotik, perawatan yang adekuat, dan penggunaan intervensi-intervensi terbaru untuk sepsis harus dipertimbangkan dalam menangani sepsis pada lansia. Walaupun survival pasien adalah outcome yang paling penting, namun kualitas hidup lansia juga penting untuk dipertimbangkan. Studi lebih lanjut harus dilakukan untuk mengevaluasi penatalaksanaan sepsis pada lansia, sehingga dapat memperbaiki status fisiologis, independensi sosial, kualitas hidup dan mortalitas. Dengan peningkatan populasi lansia, pemahaman terhadap hal-hal tersebut dapat membantu penatalaksanaan pada lansia secara lebih efektif dan efisien, sehingga lansia dapat menjalani hidup dengan baik,
Sepsis pada Lansia
"%
DAFTAR PUSTAKA 1. Nasronuddin. Imunopatogenesis Sepsis dan Prinsip Pelaksanaan. In : Nasronuddin et al, eds. 2nd ed Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press. 2011: p320-25 2. HA Guntur. Imunologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Sepsis. In :
Diding HP,
editor. 1st ed Steroid Dosis Rendah Pada Penatalaksanaan Sepsis.UNS Press. 2011: p1-45. 3. Destarac LA, Ely EW. Sepsis in Older Patients : An Emerging Concern in Critical Care. Advances in Sepsis. 2002; Vol 2 No 1: p.15-22 4. Hadisaputro S, Martono HH. Infeksi pada Usia Lanjut. In : Martono HH, Pranarka K, eds. 4th ed Geriatri. Balai Penerbit FKUI. 2009:p 443-57 5. Suharto. Sepsis Dasar Patogenesis dan Pemberian Obat Antimikroba. In : Nasronuddin et al, eds. 2nd ed Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press. 2011: p419-25 6. Setiati S, Harimurti , et al. Proses Menua dan Implikasi Klinis. In: Sudoyo AW, et al, eds. 5th ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Dept Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009: p1335-40 7. Sanya EO, et al. Profile and Causes of Mortality Among Elderly Patients Seen in Tertiary Care Hospital in Nigeria. Annals of African Medicine. 2011; 10:p278-83 8. Visser M. Changes in Body Composition with Aging : Result from Longitudinal Studies. J Am Geriatric Soc. 2008;53: p897-904 9. Girard TD, Opal SM, et al. Insights into Severe Sepsis in Older Patients : From Epidemiology to Evidence-Based Management. Aging and Infectious Diseases. March 2005: p. 719-25 10. Bellmann-Weiler R, Weiss G. Pitfalls in the Diagnosis and Therapy of Infections in Elderly Patients- A Mini-Review. Gerontolgy. Jauary 2009: p.241-8
11. Bressler R, Bahl JJ. Principles of Drug Therapy for the Elderly Patient. Mayo Clin Proc. 2003;78: p1564-77
12. McCue JD. Antibiotic Use in The Elderly : Issues and Nonissues. Clin Infect Dis. 2009;28: p750-2
Sepsis pada Lansia
"&
13. Suharto. Strategi Baru Pengobatan Sepsis. In : Nasronuddin et al, eds. 2nd ed Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Airlangga University Press. 2011: p454-9
Sepsis pada Lansia
"'
View more...
Comments