Sekilas Sejarah Masjidil Haram, Masjid Al-Aqsa Dan the Dome of the Rock

February 4, 2017 | Author: Gilbert Hanz | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Menurut keyakinan umat Islam, Ka'bah atau nama lainnya Bakkah pertama sekali dibangun oleh Nabi Adam. Dan kemudian d...

Description

Masjidil Haram Masjidil Haram

Masjidil Haram Makkah, Saudi Arabia

Letak Koordinat

21°25′19″LU 39°49′34″BT21,422°LU 39,826°BT

geografi

Deskripsi arsitektur Spesifikasi Kapasitas

900,000 (menjadi 4.000.000 pada musim haji)

Menara

9

Tinggi menara

89 meter (292 kaki)

Masjid Al Haram di tahun 2020. Masjidil Haram (bahasa Arab: ‫ )مارحلا دجسملا‬adalah sebuah masjid di kota Mekkah, yang dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam. Masjid ini juga merupakan tujuan utama dalam ibadah haji. Masjid ini dibangun mengelilingi Ka'bah, yang menjadi arah kiblat bagi umat Islam dalam mengerjakan ibadah Salat. Masjid ini juga merupakan Masjid terbesar di dunia. Imam Besar masjid ini adalah Syaikh Abdurrahman As-Sudais, seorang imam yang dikenal dalam membaca Al Qur'an dengan artikulasi yang jelas dan suara yang merdu dan Saykh Shuraim. Muadzin besar dan paling senior di Masjid Al-Haram adalah Ali Mulla yang suara adzanya sangat terkenal di dunia islam termasuk pada media international

Sejarah

Foto Masjidil Haram dan Ka'bah. Menurut keyakinan umat Islam, Ka'bah atau nama lainnya Bakkah pertama sekali dibangun oleh Nabi Adam. Dan kemudian dilanjutkan pada masa Nabi Ibrahim bersama dengan anaknya, Nabi Ismail yang meninggikan dasar - dasar Ka'bah, dan sekaligus membangun masjid di sekitar Ka'bah tersebut. Ka'bah kurang lebih terletak di tengah masjidil Haram: tingginya mencapai lima belas hasta; bentuknya kubus batu besar. [1]. Selanjutnya perluasan Masjidil Haram dimulai pada tahun 638 sewaktu khalifah Umar bin Khattab, dengan membeli rumah-rumah di sekeliling Ka'bah dan diruntuhkan untuk tujuan perluasan, dan kemudian dilanjutkan lagi pada masa khalifah Usman bin Affan sekitar tahun 647 M.

Menurut hadits shahih, satu kali salat di Masjidil Haram sama dengan 100.000 kali salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Satu kali salat di Masjid Nabawi sama dengan 1.000 kali salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Adapun satu kali salat di Masjidil Aqsha sama dengan 250 kali salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.. Seluruh umat islam diperintah untuk memalingkan wajahnya/hatinya kearah masjidil haram dimanapun berada, hal ini di perkuat dengan surah al-baqarah ayat 149 dan 150. Perintah ini hampir sama derajatnya dengan perintah Allah yang lain seperti hal melakukan sholat, zakat, puasa, haji sebagai wujud hati yang terikat dan ingat kepada Allah dalam segala hal duniawi ini.

Referensi ^ Al-A'zami, M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN 979-561-937-3.

Masjid Al-Aqsa Masjid Al-Aqsa

Letak Koordinat geografi

Al-Haram Asy-Syarif, Yerusalem

31°46′35″LU 35°14′8″BT31,77639°LU 35,23556°BT

Afiliasi agama

Islam

Distrik

Kota Lama Yerusalem

Status keagamaan Kepemimpinan

Masjid

Wakaf Deskripsi arsitektur

Jenis arsitektur

Masjid

Gaya arsitektur

Arsitektur Islam awal, Mamluk

Arah fasad

Utara

Pembukaan

685 (konstruksi pertama)

tanah

1033 (konstruksi kedua)

Tahun selesai

705 (konstruksi pertama) 1035 (konstruksi kedua) Spesifikasi

Kapasitas

5.000 (di dalam); 400.000 (di luar)[1]

Panjang

83 meter (272 kaki)

Lebar

56 meter (184 kaki)

Kubah

1

Menara

4

Tinggi menara

37 meter (121 kaki)

Bahan

Batu kapur (tembok luar, menara, fasad), stalaktit (menara), timah (kubah), marmer putih (kolom interior)

Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (bahasa Arab:‫ال م سجد االق صى‬, Al-Masjid Al-Aqsha (bantuan·info), arti harfiah: "masjid terjauh") adalah salah satu tempat suci agama Islam yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam dengan sebutan Al-Haram Asy-Syarif atau "tanah suci yang mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci (bahasa Ibrani: , Har haBáyit, bahasa Inggris: Temple Mount), suatu tempat paling suci dalam agama Yahudi yang umumnya dipercaya merupakan tempat Bait Pertama dan Bait Kedua dahulu pernah berdiri.[2][3] Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam. Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj.[4] Kitabkitab hadist menjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat salat adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang.[5] Pengertian Masjid Al-Aqsa pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi seluruh kawasan Al-Haram Asy-Syarif.[6] Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tetapi telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada tahun 705

Masehi.[7] Setelah gempa bumi tahun 746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun kembali oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan dikembangkan lagi oleh penggantinya Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa berikutnya menghancurkan sebahagian besar Al-Aqsa pada tahun 1033, namun dua tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali masjid ini yang masih tetap berdiri hingga kini. Dalam berbagai renovasi berkala yang dilakukan, berbagai dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan penambahan terhadap masjid dan kawasan sekitarnya, antara lain pada bagian kubah, fasad, mimbar, menara, dan interior bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka menggunakan masjid ini sebagai istana dan gereja, namun fungsi masjid dikembalikan seperti semula setelah Shalahuddin merebut kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan lebih lanjut dilakukan pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk, Utsmaniyah, Majelis Tinggi Islam, dan Yordania. Saat ini, Kota Lama Yerusalem berada di bawah pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap berada di bawah perwalian lembaga wakaf Islam pimpinan orang Palestina. Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969 telah mendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga menyebabkan mimbar kuno Shalahuddin Al-Ayyubi terbakar habis. Dinasti Bani Hasyim penguasa Kerajaan Yordania telah menggantinya dengan mimbar baru yang dikerjakan di Yordania[8], meskipun ada pula yang menyatakan bahwa mimbar buatan Jepara digunakan di masjid ini.[9][10]

Daftar isi

1 Etimologi 2 Sejarah o 2.1 Pra konstruksi o 2.2 Konstruksi Umayyah o 2.3 Gempa bumi dan pembangunan kembali o 2.4 Masa modern 3 Arsitektur o 3.1 Kubah o 3.2 Menara masjid o 3.3 Fasad dan serambi o 3.4 Interior o 3.5 Air mancur tempat wudhu 4 Arti penting dalam agama Islam o 4.1 Kiblat pertama o 4.2 Status religius 5 Situasi saat ini o 5.1 Administrasi o 5.2 Akses o 5.3 Intifadah Al-Aqsa o 5.4 Penggalian 6 Referensi

Etimologi Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah AlIsra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga.[1][11] Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq.[12] Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah".[13] Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa.[6]

Sejarah Pra konstruksi

Area masjid ini dahulu adalah bagian perluasan pembangunan bukit oleh Raja Herodes Agung, yang dimulai pada tahun 20 SM. Herodes memerintahkan tukang batu untuk memotong permukaan batu di sisi timur dan selatan bukit, dan melapisinya. Sisa-sisa pembangunan tersebut saat ini masih dapat ditemukan di beberapa lokasi.[14] Ketika Bait Kedua masih berdiri, situs tempat masjid saat ini berdiri disebut dengan nama Serambi Salomo, dan pada tiap sisinya terdapat gudang kuil yang dinamakan chanuyot, yang memanjang sampai ke sisi selatan bukit. Konstruksi tiang-tiang kolom besar persegi di bagian utara masjid serta tembok-temboknya, baru-baru ini ditetapkan memiliki usia jauh lebih tua daripada yang diperkirakan sebelumnya oleh peneliti-peneliti terdahulu (berdasarkan tulisan para saksi mata dari masa itu), yaitu bahwa konstruksi tersebut berasal dari masa kekuasaan Romawi. Tembok-tembok tersebut dibangun kembali atau diperkuat tidak lama setelah penghancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi. Struktur bawah tanah bangunan ini berasal dari masa kembalinya orang Yahudi dari pembuangan Babilonia mereka, yaitu 2.300 tahun yang lalu. Situasi politik telah menyebabkan penggalian lebih lanjut di area tersebut tidak memungkinkan. Pada saat gempa bumi tahun 1930-an merusak masjid ini, penanggalan atas beberapa bagian yang terbuat dari kayu sempat dilakukan, yang menunjukkan kurun 900 SM. Kayu-kayu tersebut adalah cypress (sejenis cemara) dan akasia. Jenis yang disebut terakhir menurut Alkitab digunakan oleh Raja Salomo dalam konstruksi bangunan-bangunannya di bukit tersebut pada sekitar 900 SM.[15] Bersama dengan Bait Suci, chanuyot yang ada ikut hancur oleh serangan Kaisar Romawi Titus (saat itu masih jenderal) pada tahun 70. Kaisar Yustinianus membangun sebuah gereja Kristen di situs ini pada tahun 530-an, yang dipersembahkan bagi Perawan Maria dan dinamakan "Gereja Bunda Kita". Gereja ini belakangan dihancurkan oleh Kaisar Sassania Khosrau II pada awal abad ke-7, hingga tersisa sebagai reruntuhan.[16]

Konstruksi Umayyah

Masjid Al-Aqsa di sepanjang dinding selatan Bukit Bait Suci.

Tidak diketahui secara tepat kapan Masjid Al-Aqsa pertama kali dibangun dan siapa yang memerintahkan pembangunannya, namun dapat dipastikan bahwa pembangunannya dilakukan pada masa awal pemerintahan Umayyah di Palestina. Berdasarkan kesaksian Arculf, seorang biarawan Galia yang berziarah ke Palestina pada 679-82, sejarawan arsitektur Sir Archibal Creswell berpendapat bahwa Umar bin Khattab mungkin adalah orang yang pertama kali mendirikan bangunan persegi empat primitif berkapasitas 3.000 jamaah di suatu tempat di Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci). Bagaimanapun juga, Arculf mengunjungi Palestina pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian, adalah mungkin bahwa Muawiyah lah yang memerintahkan pembangunan dan bukan Umar. Pendapat terakhir ini didukung oleh tulisan dari ulama Yerusalem awal Al-Mutahhar bin Tahir Al-Maqdisi.[17] Analisis atas panel dan balok kayu yang diambil dari bangunan ini selama renovasi pada tahun 1930-an menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut adalah cedar Libanon dan cypress. Penanggalan radiokarbon menunjukkan berbagai macam usia, beberapa bahkan setua abad ke-9 SM, yang menunjukkan bahwa beberapa dari kayu tersebut sebelumnya telah digunakan pada bangunan-bangunan yang lebih tua.[18] Menurut beberapa ulama Islam, antara lain Mujiruddin Al-Ulaimi, Jalaluddin As-Suyuthi, dan Syamsuddin Al-Maqdisi, masjid ini dibangun kembali dan diperluas oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada 690 bersama dengan Kubah Batu.[17][19] Guy le Strange mengklaim bahwa Abdul Malik menggunakan bahan-bahan dari Gereja Bunda Kita yang hancur untuk membangun masjid dan menunjukkan bukti bahwa kemungkinan substruktur di sudut tenggara masjid adalah sisa-sisa gereja tersebut.[19] Dalam merencanakan proyek megahnya di Bukit Bait Suci, yang pada akhirnya akan mengubah keseluruhan kompleks itu menjadi AlHaram Asy-Syarif ("tanah suci yang mulia"), Abdul Malik ingin mengubah bangunan primitif sebagaimana digambarkan oleh Arculf menjadi struktur yang lebih terlindung yang melingkupi kiblat, suatu faktor penting dalam skema lengkap rancangannya. Namun demikian, seluruh Al-Haram Asy-Syarif itu dimaksudkan untuk melambangkan masjid. Seberapa banyak perubahan yang ia lakukan pada aspek bangunan sebelumnya tidak diketahui, tetapi panjang bangunan baru ditunjukkan dengan adanya bekas jembatan yang mengarah ke istana Umayyah, yang terletak di sebelah selatan dari bagian barat kompleks. Jembatan kemungkinan dahulunya membentang dari jalan di luar tembok selatan Al-Haram Asy-Syarif, sebagai akses langsung menuju masjid. Adanya akses langsung dari istana ke masjid adalah sebuah ciri khas yang terkenal pada masa Umayyah, sebagaimana terdapat pada situs-situs awal lainnya. Abdul Malik menggeser poros tengah masjid sekitar 40 meter ke arah barat, sesuai dengan rencana lengkapnya atas Al-Haram Asy-Syarif. Poros bangunan sebelumnya yang berbentuk sebuah ceruk, saat ini masih dikenal dengan sebutan "Mihrab Umar". Karena memperhatikan benar posisi Kubah Batu, Abdul Malik meminta arsiteknya

menyejajarkan Masjid Al-Aqsa yang baru dengan posisi batu Ash-Shakhrah, sehingga sumbu utama utara-selatan Bukit Bait Suci yang sebelumnya, yaitu garis yang melalui Kubah Silsilah dan Mihrab Umar, menjadi bergeser.[20] Creswell, yang merujuk pada Papyri Aphrodito, sebaliknya mengklaim bahwa Al-Walid bin Abdul Malik adalah yang membangun kembali Masjid Al-Aqsa selama periode enam bulan sampai satu tahun, dengan para pekerja dari Damaskus. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa rekonstruksi masjid dimulai oleh Abdul Malik, namun Al-Walid lah yang mengawasinya hingga selesai. Dalam tahun 713-714, serangkaian gempa bumi telah merusak Yerusalem dan menghancurkan bagian timur masjid, yang akhirnya dibangun kembali pada masa pemerintahan Al-Walid tersebut. Untuk membiayai rekonstruksi ini, Al-Walid memerintahkan emas dari Kubah Ash-Shakhrah dicetak sebagai sebagai uang logam untuk membeli bahan-bahan bangunan.[17] Masjid Al-Aqsa yang dibangun Umayyah kemungkinan besar berukuran 112 x 39 meter.[20] Gempa bumi dan pembangunan kembali

Fasad dan serambi masjid ini dibangun dan diperluas oleh para penguasa Fatimiyah, Tentara Salib, Mamluk dan Ayyubiyah.

Pada tahun 746, Masjid Al-Aqsa rusak akibat gempa bumi, yaitu empat tahun sebelum Abul Abbas As-Saffah menggulingkan Ummayah dan mendirikan kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah yang kedua Abu Jafar Al-Mansur pada tahun 753 menyatakan niatnya untuk memperbaiki masjid itu. Ia memerintahkan agar lempengan emas dan perak yang menutupi gerbang masjid dilepaskan dan dicetak menjadi uang dinar dan dirham untuk membiayai kegiatan rekonstruksi, yang diselesaikan pada tahun 771. Gempa kedua yang terjadi pada tahun 774 kemudian merusak sebagian besar perbaikan Al-Mansur itu, kecuali perbaikan pada bagian selatan masjid.[19][21] Pada tahun 780, khalifah selanjutnya Muhammad Al-Mahdi membangunnya kembali, tapi ia mengurangi panjangnya serta memperbesar lebarnya.[19][22] Renovasi Al-Mahdi adalah renovasi pertama yang diketahui memiliki catatan tertulis yang menjelaskan hal itu.[23] Pada tahun 985, seorang ahli geografi Arab kelahiran Yerusalem bernama Al-Maqdisi mencatat bahwa masjid hasil renovasi memiliki "lima belas lengkungan dan lima belas gerbang".[21] Pada tahun 1033 terjadi lagi sebuah gempa bumi, yang sangat merusak masjid. Antara tahun 1034 dan 1036, khalifah Fatimiyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali dan merenovasi masjid secara menyeluruh. Jumlah lengkungan secara drastis dikurangi dari lima belas menjadi tujuh. Azh-Zhahir membangun empat buah arkade untuk aula tengah dan lorong, yang saat ini berfungsi sebagai fondasi masjid. Aula tengah diperbesar dua kali lipat dari lebar lorong lainnya, dan memiliki ujung atap besar yang di atasnya dibangun sebuah kubah dari kayu.[17]

Daerah Al-Haram (daerah yang suci) terdapat di sebelah timur dari kota ini; dan melalui bazar di (bagian kota) ini anda akan memasukkan Daerah tersebut melalui pintu gerbang (Dargah) yang besar dan indah... Setelah melewati gerbang ini, di sebelah kanan anda terdapat dua baris tiang-tiang besar (Riwaq), masing-masing memiliki sembilan dan dua puluh pilar-pilar marmer, yang bagian puncak dan dasarnya berupa pualam berwarna, dan persambungannya terbuat dari timah. Di atas pilar-pilar terdapat lengkungan-lengkungan, yang terbuat dari batu bata, tanpa pelapis plester atau semen, dan setiap lengkungan dibangun dengan tidak lebih dari lima atau enam blok batu. Pilar-pilar ini mengarah sampai ke dekat Maqsurah.

Nasir Khusraw', deskripsi masjid pada tahun 1047 Masehi (Safarnama, terjemahan Guy Le Strange)[24]

Yerusalem direbut oleh Tentara Salib pada tahun 1099, selama Perang Salib Pertama. Alihalih menghancurkan masjid, yang mereka sebut "Bait Salomo", Tentara Salib menggunakannya sebagai istana kerajaan dan kandang kuda. Pada tahun 1119, tempat ini berubah menjadi markas para Ksatria Templar. Selama periode ini, mesjid mengalami beberapa perubahan struktural, termasuk perluasan serambi utara, penambahan apse, dan sebuah dinding pembatas. Sebuah kloster baru dan sebuah gereja juga dibangun di situs tersebut, bersama dengan beberapa struktur bangunan lainnya.[25] Para Ksatria Templar membangun pavilyun berkubah di sisi barat dan timur bangunan. Pavilyun barat saat ini berfungsi sebagai masjid untuk kaum wanita dan pavilyun timur berfungsi sebagai Museum Islam.[21] Setelah Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil memimpin Ayyubiyah merebut kembali Yerusalem melalui pengepungan pada tahun 1187, beberapa perbaikan dilakukan atas Masjid Al-Aqsa.[8] Nuruddin Zengi yang menjadi sultan sebelum Shalahuddin, sebelumnya telah menugaskan pembangunan mimbar baru yang terbuat dari gading dan kayu pada tahun 1168-1169, namun mimbar itu baru selesai setelah ia wafat. Mimbar Nuruddin telah ditambahkan oleh Shalahuddin ke masjid pada bulan November 1187.[26] Penguasa Ayyubiyah di Damaskus, Sultan Al-Muazzam, pada tahun 1218 membangun serambi utara masjid dengan tiga buah gerbang. Pada tahun 1345, penguasa Mamluk di bawah pemerintahan Al-Kamil Shaban menambahkan dua lengkungan dan dua gerbang pada bagian timur masjid.[21] Setelah Utsmaniyah merebut kekuasaan pada 1517, mereka tidak melakukan renovasi atau perbaikan besar atas masjid itu, namun mereka melakukan perbaikan pada Al-Haram AsySyarif (Bukit Bait Suci) secara keseluruhan. Hal ini termasuk antara lain pembangunan Air Mancur Qasim Pasha (1527), perbaikan kembali Kolam Raranj, serta pembangunan tiga kubah yang berdiri bebas. Kubah yang paling terkenal ialah Kubah Nabi, dibangun pada tahun 1538. Semua pembangunan adalah atas perintah para gubernur Utsmaniyah di Yerusalem dan bukan atas perintah para sultan.[27] Walaupun demikian, para sultan melakukan penambahan pada menara-menara yang telah ada.[27]

Masa modern

Kubah masjid pada tahun 2013, terbuat dari aluminium (dan tampak seperti perak). Kubah telah diganti lapisan timah sebagaimana aslinya pada tahun 1983.

Renovasi pertama pada abad ke-20 dilakukan pada tahun 1922, yaitu setelah Majelis Tinggi Islam Yerusalem di bawah pimpinan Amin Al-Husseini mempekerjakan Ahmet Kemalettin Bey, seorang arsitek berkebangsaan Turki, untuk merestorasi Masjid al-Aqsa dan monumenmonumen di sekitarnya. Dewan tersebut juga menugaskan arsitek-arsitek Inggris, ahli-ahli Mesir, dan para pejabat lokal untuk ikut berpartisipasi dan mengawasi perbaikan yang dilakukan pada tahun 1924–25 di bawah pengawasan Kemalettin. Renovasi meliputi penguatan fondasi kuno masjid Umayyah, perbaikan tiang-tiang kolom interior, penggantian balok-balok, pendirian perancah, perawatan lengkungan dan bagian dalam kubah, pendirian kembali dinding selatan, serta penggantian tiang kayu di ruangan tengah dengan tiang beton. Renovasi tersebut juga menampilkan kembali mosaik era Fatimiyah dan kaligrafi di lengkungan-lengkungan interior yang sebelumnya tertutupi oleh lapisan pelapis. Lengkungan-lengkungan dihiasi dengan gipsum berwarna hijau dan emas dan balok kayu landasannya digantikan dengan tembaga. Seperempat dari jendela kaca patri juga diperbaharui dengan hati-hati agar dapat melestarikan desain asli Abbasiyah dan Fatimiyahnya.[28] Kerusakan hebat telah terjadi karena gempa bumi tahun 1927 dan 1937, namun masjid itu diperbaiki kembali pada tahun 1938 dan 1942.[21]

Masjid Al-Aqsa dilihat dari plaza Tembok Barat, 2005.

Pada tanggal 21 Agustus 1969, terjadi kebakaran di dalam Masjid Al-Aqsa, yang memusnahkan bangunan bagian tenggara masjid. Mimbar Salahuddin adalah termasuk di antara barang-barang yang rusak terbakar.[26] Orang-orang Palestina awalnya menyalahkan otoritas Israel atas kebakaran tersebut, dan beberapa orang Israel menyalahkan Fatah dan menganggap bahwa mereka yang menyulut sendiri apinya, agar dapat menyalahkan Israel dan memancing permusuhan. Namun kemudian terbukti bahwa kebakaran itu bukan disebabkan oleh Fatah maupun Israel, melainkan oleh seorang turis Australia bernama Denis Michael Rohan. Rohan adalah anggota dari sekte evangelis Kristen Worldwide Church of God.[29] Ia berharap bahwa dengan membakar Masjid Al-Aqsa, ia dapat mempercepat

Kedatangan Kedua Yesus, dengan cara mempermudah dibangunnya kembali Bait Suci Yahudi di Bukit Bait Suci. Rohan dirawat di lembaga perawatan mental, didiagnosa mengalami gangguan kejiwaan, dan akhirnya dideportasi.[30] Serangan terhadap Al-Aqsa disebut-sebut sebagai salah satu penyebab dibentuknya Organisasi Konferensi Islam pada tahun 1971, yang merupakan organisasi dari 57 negara yang banyak berpenduduk Islam.[31] Pada tahun 1980-an, Ben Shoshan dan Yehuda Etzion, keduanya anggota kelompok bawah tanah Gush Emunim, merencanakan untuk meledakkan Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu. Etzion berpendapat bahwa meledakkan dua bangunan tersebut akan menyebabkan kebangkitan spiritual Israel, dan menyelesaikan semua permasalahan orang Yahudi. Mereka juga berharap bahwa Bait Suci Ketiga di Yerusalem dapat didirikan di atas lokasi tersebut. Rencana mereka mengalami kegagalan karena lebih dahulu diketahui pihak kepolisian.[32][33] Pada tanggal 15 Januari 1988, yaitu saat berlangsungnya Intifadah Pertama, pasukan Israel menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada para demonstran di luar masjid, mengakibatkan 40 orang jemaah luka-luka.[34][35] Pada tanggal 8 Oktober 1990, dalam suatu kerusuhan 22 orang warga Palestina terbunuh dan lebih dari 100 lainnya luka-luka karena tindakan keras Polisi Perbatasan Israel. Kerusuhan dipicu oleh pengumuman dari Gerakan Setia Bait Suci, suatu kelompok Yahudi Ortodoks, yang menyatakan bahwa mereka akan meletakkan batu pertama untuk pembangunan Bait Suci Ketiga.[36][37]

Arsitektur Bangunan Masjid Al-Aqsa berbentuk persegi, dan luasnya beserta area di sekitarnya adalah 144.000 m2, sehingga dapat menampung sampai dengan 400.000 jamaah.[38] Panjang bangunan masjid adalah 272 kaki (83 m), dan lebarnya 184 kaki (56 m), dan dapat menampung sampai 5.000 jamaah.[38][39] Kubah

Kubah berwarna perak yang tersusun dari lapisan timah.

Berbeda dengan Kubah Batu yang mencerminkan arsitektur Byzantium klasik, kubah Masjid Al-Aqsa menunjukkan ciri arsitektur Islam awal.[40] Kubah yang asli dibangun oleh Abdul Malik bin Marwan, namun sekarang sudah tidak ada lagi sisanya. Bentuk kubah seperti yang ada saat ini awalnya dibangun oleh Ali Azh-Zhahir dan terbuat dari kayu yang disepuh dengan lapisan enamel timah.[17] Pada tahun 1969, kubah dibangun kembali dengan menggunakan beton dan dilapisi dengan aluminium yang dianodisasi sebagai ganti dari bentuk aslinya yaitu lapisan enamel timah yang berusuk. Pada tahun 1983, aluminium yang menutupi bagian luar diganti lagi dengan timah untuk menyesuaikan dengan desain asli AzhZhahir.[41]

Kubah Al-Aqsa adalah salah satu dari sedikit masjid dengan kubah yang dibangun di depan mihrab selama periode Umayyah dan Abbasiyah, contoh lainnya adalah Masjid Umayyah di Damaskus (715) dan Masjid Besar Sousse (850).[42] Interior kubah dicat menurut dekorasi era abad ke-14. Pada kabakaran tahun 1969, cat dekoratif itu rusak dan sempat dianggap sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Namun dengan menggunakan teknik trateggio, yaitu sebuah metode yang menggunakan garis-garis vertikal halus untuk membedakan daerah yang direkonstruksi dengan daerah yang asli, akhirnya dapat diperbaiki kembali dengan sempurna.[41] Menara masjid

Masjid ini memiliki empat menara di sisi selatan, utara, dan barat.[39] Menara pertama, dikenal sebagai Al-Fakhariyyah, dibangun pada tahun 1278 di bagian barat daya masjid atas perintah sultan Mamluk, Lajin. Menara ini dibangun dalam gaya tradisional Suriah, dengan landasan dan poros bangunan berbentuk persegi, serta dibagi menjadi tiga lantai dengan cetakan hias. Pada bagian atasnya terdapat dua deret muqarnas (ceruk hias) sebagai dekorasi untuk balkon muazzin. Ceruk hias ini dilingkupi oleh suatu bilik persegi, yang pada bagian atasnya terdapat kubah batu berlapis timah.[43]

Menara Al-Ghawanimah, 1900.

Menara kedua, yang dikenal dengan nama Al-Ghawanimah, dibangun di sisi barat laut AlHaram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci) pada tahun 1297–98 oleh arsitek Qadi Sharafuddin AlKhalili, atas perintah Sultan Lajin. Menara ini memiliki tinggi 37 meter.[43] dan hampir seluruhnya terbuat dari batu, selain dari kanopi kayu yang terletak di atas balkon muazzin. Karena struktur bangunannya yang kokoh, menara Al-Ghawanimah hampir tidak terpengaruh oleh berbagai gempa bumi yang terjadi. Menara ini dibagi menjadi beberapa tingkat oleh cetakan batu dan galeri-galeri dengan bentuk hiasan menyerupai stalaktit. Dua tingkat pertama berukuran lebih luas dan menjadi landasan menara. Keempat tingkat selanjutnya dilingkupi oleh ruangan berbentuk silinder dan sebuah kubah bulat. Tangga untuk dua lantai pertama terletak di luar bangunan, tetapi kemundian menjadi tangga dalam berbentuk spiral sejak dari lantai tiga sampai mencapai balkon muazzin.[44]

Tankiz, gubernur Mamluk di Suriah, pada tahun 1329 memerintahkan pembangunan menara ketiga yang dikenal sebagai Bab Al-Silsilah. Menara ini terletak di sisi barat Masjid Al-Aqsa. Menara ini, yang mungkin dibangun untuk menggantikan menara Umayyah sebelumnya, dibangun berbentuk persegi menurut gaya tradisional Suriah dan seluruhnya terbuat dari batu.[45] Berdasarkan tradisi lama Muslim setempat muazzin terbaik melakukan azan dari menara ini, karena seruan azan pertama untuk setiap awal salat lima waktu selalu dikumandangkan dari sini.[43] Menara terakhir dan yang paling terkenal adalah Bab Al-Asbat. Menara ini dibangun pada tahun 1367. Menara ini berupa poros batu silinder (dibangun kemudian pada masa Utsmaniyah), yang berdiri di atas landasan berbentuk persegi panjang dari masa Mamluk, dan di terdapat formasi transisi yang berbentuk segitiga.[46] Poros bangunan menyempit pada bagian balkon muazzin, dilengkapi beberapa jendela melingkar,[43] serta pada bagian atasnya terdapat kubah berbentuk bulat. Kubah ini dibangun kembali setelah terjadinya gempa bumi Lembah Yordan 1927.[46] Di bagian timur masjid tidak terdapat menara karena dalam sejarah dahulu sangat sedikit penduduk di sisi tersebut, sehingga tidak diperlukan menara tambahan untuk menyerukan azan.[39] Namun, Raja Abdullah II dari Yordania pada tahun 2006 mengumumkan keinginannya untuk membangun menara kelima yang menghadap ke Bukit Zaitun. Menara Raja Hussein ini nantinya direncanakan menjadi struktur bangunan tertinggi di Kota Tua Yerusalem.[47][48][49] Fasad dan serambi

Fasad dan serambi masjid.

Bagian depan (fasad) masjid ini dibangun pada 1065 Masehi atas perintah khalifah Fatimiyah Al-Mustanshir. Di bagian muka terdapat bangunan pagar langkan (balustrade) berupa loronglorong beratap (arkade) dengan tiang-tiang kolom kecil. Tentara Salib merusak fasad ini ketika mereka memerintah Palestina, namun Ayyubiyah memperbaiki dan membangunnya kembali. Fasad juga mengalami penambahan berupa penempelan ubin pada dindingnya.[21] Bahan bekas pakai yang digunakan untuk membangun lengkungan fasad antara lain termasuk bahan hias pahatan yang diambil dari bangunan-bangunan Tentara Salib di Yerusalem.[50] Terdapat empat belas lengkungan batu di sepanjang fasad,[1] sebagian besar bergaya Romantik. Mamluk menambahkan lengkungan-lengkungan terluar, yang dibangun dengan mengikuti desain yang sama. Pintu masuk ke masjid adalah dengan melalui lengkungan tengah pada fasad tersebut.[51] Sebuah bangunan serambi (bilik) terletak di bagian atas fasad ini. Bagian tengah serambi dibangun oleh Ksatria Templar pada masa Perang Salib Pertama, namun Al-Muazzam

kemenakan Shalahuddin adalah yang memerintahkan dibangunnya bangunan serambi itu sendiri pada tahun 1217.[21] Interior

Interior masjid yang menunjukkan lorong utama dengan tiang-tiang melengkung.

Masjid Al-Aqsa memiliki tujuh buah lorong dengan ruang yang ditunjang oleh tiang-tiang melengkung (hypostyle nave), serta beberapa ruang kecil tambahan di sisi sebelah barat dan timur pada bangunan masjid bagian selatan.[22] Terdapat pula 121 jendela kaca patri dari era Abbasiyah dan Fatimiyah, dimana seperempatnya telah selesai direstorasi pada tahun 1924.[28]

Pintu-pintu pada mimbar Shalahuddin, awal tahun 1900-an.

Ruangan dalam masjid memiliki 45 tiang kolom, 33 diantaranya terbuat dari marmer putih dan 12 lainnya dari batu.[38] Barisan tiang kolom pada lorong-lorong tengah berbentuk kokoh dan kerdil, dengan ukuran lingkar 30,6 cm dan tinggi 54 cm, akan tetapi empat barisan tiang kolom lainnya memiliki ukuran yang lebih lebih proporsional. Terdapat empat jenis desain yang berbeda untuk bagian kepala tiang kolom. Kepala tiang di lorong tengah berbentuk kokoh dan berdesain primitif, sedangkan kepala tiang yang di bawah kubah berdesain gaya Korintus[38] dan terbuat dari marmer putih Italia. Kepala tiang di lorong timur memiliki desain berbentuk keranjang yang besar, sementara kepala tiang di sebelah timur dan barat

kubah juga berbentuk keranjang tetapi berukuran lebih kecil dan lebih proporsional. Terdapat palang penghubung antara tiang kolom dan tembok penyangga yang satu dengan yang lainnya, yang terbuat dari balok kayu yang dipotong sederhana dan berlapis selubung kayu dengan ukiran seadanya.[38] Banyak bagian masjid yang hanya dilabur kapur putih, tetapi bagian dalam kubah dan dinding-dinding yang tepat di bawahnya penuh dengan dekorasi mozaik dan marmer. Beberapa karya lukisan yang tidak begitu baik dari seorang seniman Italia pernah diletakkan di sana ketika perbaikan sedang dilakukan pada masjid, setelah gempa bumi tahun 1927.[38] Bagian langit-langit masjid juga dicat dengan pendanaan dari Raja Farouk dari Mesir.[51] Mimbar masjid dibuat oleh seorang pengrajin bernama Akhtarini yang berasal dari Aleppo atas perintah Sultan Nuruddin Zengi. Mimbar tersebut dimaksudkan sebagai hadiah untuk masjid ketika Nuruddin membebaskan Yerusalem, dan pengerjaannya memakan waktu selama enam tahun (1168-1174). Ternyata Nuruddin meninggal ketika Tentara Salib masih memegang kendali atas Yerusalem, namun ketika Shalahuddin berhasil merebut kota itu pada tahun 1187, mimbar tersebut lalu dipasang. Struktur mimbar terbuat dari gading dan kayu yang dipahat secara hati-hati. Kaligrafi Arab dan desain-desain berbentuk geometris dan bunga terukir pada bagian-bagian kayu mimbar tersebut.[52] Setelah hancur karena perbuatan Rohan pada tahun 1969, mimbar itu digantikan oleh mimbar lain yang dekorasinya jauh lebih sederhana. Adnan Al-Hussaini, kepala lembaga wakaf Islam yang bertanggung jawab atas Al-Aqsa, pada bulan Januari 2007 menyatakan bahwa akan dibuat sebuah mimbar baru,[8] dan pada bulan Februari 2007 mimbar baru tersebut telah selesai dipasang.[53] Desain mimbar baru ini dibuat oleh Jamil Badran berdasarkan replika yang seksama dari mimbar Shalahuddin, dan pengerjaannya diselesaikan oleh Badran dalam waktu lima tahun.[52] Mimbar itu dikerjakan di Yordania selama empat tahun, dan para pengrajin menggunakan "metode kuno dalam pengukiran kayu, menggabungkan potongan-potongan dengan pasak dan bukan paku, namun menggunakan pencitraan komputer untuk desain mimbarnya."[8] Air mancur tempat wudhu

Air mancur al-Kas tempat wudhu.

Air mancur tempat wudhu utama, yang bernama al-Kas ("mangkuk"), terletak di bagian utara yaitu antara masjid dan Kubah Batu.[43] Para jamaah menggunakannya untuk wudhu, yaitu ritual pencucian wajah, lengan, rambut, telinga, dan kaki yang dilakukan umat Islam sebelum beribadah, termasuk di masjid. Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 709 pada masa pemerintahan Umayyah, tetapi antara tahun 1327-1328 Gubernur Tankiz memperbesarnya untuk dapat melayani lebih banyak jamaah. Meskipun pada awalnya air berasal dari Kolam Salomo yang ada di dekat Betlehem, saat ini air berasal dari pipa yang

terhubung ke sumber air kota Yerusalem.[54] Renovasi al-Kas pada abad ke-20 telah menambahkannya dengan keran air dan tempat duduk batu.[55] Air Mancur Qasim Pasha dibangun pada masa pemerintahan Utsmaniyah tahun 1526 dan terletak di sebelah utara masjid, yaitu pada serambi Kubah Batu. Air mancur ini sebelumnya juga pernah digunakan oleh para jamaah untuk wudhu dan minum sampai dengan tahun 1940-an, namun saat ini hanya berfungsi sebagai monumen saja.[43]

Arti penting dalam agama Islam Istilah "Masjid al-Aqsa" dalam Islam tidaklah terbatas pada masjid saja, melainkan meliputi seluruh Al-Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci).[56] Masjid ini dikenal sebagai rumah ibadah kedua yang dibangun setelah Masjid Al-Haram di Mekkah. Imam Muslim menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari: Saya bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai masjid yang mula-mula dibangun di atas bumi ini. Rasulullah saw. menjawab: "Masjid Al-Haram". Saya bertanya: "Kemudian masjid mana?" Rasulullah saw. menjawab: "Masjid Al-Aqsa". Saya bertanya: "Berapa jarak waktu antara keduanya?" Rasulullah saw. menjawab: "Empat puluh tahun. Kemudian seluruh bumi Allah adalah tempat sujud bagimu. Maka di manapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah".[57][58]

Selama perjalanan malamnya menuju Baitul Maqdis (Yerusalem), Muhammad mengendarai Al-Buraq dan setibanya di sana ia salat dua rakaat di Bukit Bait Suci. Setelah selesai salat, malaikat Jibril membawanya naik ke surga, di mana ia bertemu dengan beberapa nabi lainnya, dan kemudian menerima perintah dari Allah yang menetapkan kewajiban bagi umat Islam agar menjalankan salat lima waktu setiap harinya.[5][59] Ia kemudian kembali ke Mekkah. Masjid Al-Aqsa dikenal sebagai "masjid terjauh" dalam Surah Al-Isra pada Al-Qur'an.[60] Lokasinya menurut tradisi umat Islam ditafsirkan sebagai situs Al-Haram Asy-Syarif di Yerusalem, di mana masjid dengan nama ini sekarang telah berdiri. Berdasarkan tradisi ini, istilah masjid yang dalam bahasa Arab secara harfiah berarti "tempat sujud",[61] juga dapat merujuk kepada tempat-tempat ibadah monoteistik lainnya seperti Haikal Sulaiman, yang dalam Al-Qur'an juga disebut dengan istilah "masjid".[62] Para sejarawan Barat Heribert Busse dan Neal Robinson berpendapat bahwa itulah penafsiran yang diinginkan.[63][64] Maimunah binti Sa’ad dalam hadits tentang berziarah ke Masjid Al-Aqsa menyebutkan: "Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitul Maqdis". Nabi berkata, "Tempat dikumpulkannya dan disebarkannya (manusia). Maka datangilah ia dan salat di dalamnya. Karena salat di dalamnya seperti salat 1.000 rakaat di selainnya". Maimunah berkata lagi: "Bagaimana jika aku tidak bisa". "Maka berikanlah minyak untuk penerangannya. Barang siapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya."[65][66][67]

Kiblat pertama

Sejarah penting Masjid Al-Aqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut, karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh belas bulan[68] setelah peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624.[69] Menurut Allamah Thabathaba'i, Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail, doa-doa mereka untuk Ka'bah dan Mekkah, upaya mereka membangun Baitullah (Ka'bah), serta perintah membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kemudian diturunkanlah ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah Masjid Al-Haram dalam salat mereka.[5] Perubahan arah kiblat adalah alasan mengapa Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tidak salat menghadap batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun membangun bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun 638, ia mengenali batu tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai perjalanannya naik ke surga. Hal ini karena berdasarkan yurisprudensi Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Kab'ah di Mekkah telah menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci tersebut.[70] Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam, Umar memasuki Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan bercakap-cakap dengan Ka'ab Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah, mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah "... maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda". Umar menjawab, "Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi".[71] Namun demikian, segera setelah percakapan ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat yang telah dipenuhi dengan sampah dan puing-puing tersebut. Demikian pula kaum Muslim pengikutnya turut serta membersihkan tempat itu. Umar kemudian mendirikan salat di tempat yang diyakini sebagai tempat salat Muhammad pada saat Isra Mi'raj, dan Umar di tempat itu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Sad.[70] Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar dianggap telah menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid.[72] Mengingat kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan untuk berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah kecil di sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar batu Ash-Shakhrah tidak terletak di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan menghadap ke arah Mekkah saja ketika mereka salat.[70]

Status religius

Gambar di dinding sebuah rumah di Tunisia, menampilkan tiga tempat suci Islam.

Yerusalem oleh banyak kalangan umat Islam dianggap sebagai tempat yang suci, sesuai penafsiran mereka atas ayat-ayat suci Al-Qur'an dan berbagai hadist. Abdallah El-Khatib berpendapat bahwa kira-kira terdapat tujuh puluh tempat di dalam Al-Qur'an di mana Yerusalem disebutkan secara tersirat.[73] Yerusalem juga sering disebut-sebut di dalam kitabkitab hadist. Beberapa akademisi berpendapat bahwa status kesucian Yerusalem mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya penyebarnya sejenis genre sastra tertentu, yaitu Al-Fadhail (sejarah kota-kota); sehingga kaum Muslim yang terinspirasi, khususnya selama periode Umayyah, mengangkat status kesucian kota itu melebihi statusnya menurut kitab suci.[74] Akademisi-akademisi lainnya mempertanyakan keberadaan motif-motif politik Dinasti Umayyah, sehingga Yerusalem kemudian dianggap suci bagi umat Islam.[75] Naskah-naskah abad pertengahan, sebagaimana pula tulisan-tulisan politis era moderen ini, cenderung menempatkan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam.[76] Sebagai contoh, kitab Sahih Bukhari mengutip Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan: "Janganlah perjalanan itu memberatkan (kamu) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjid Al-Haram, Masjid Rasulullah SAW, dan Masjid Al-Aqsa".[77] Selain itu, Organisasi Konferensi Islam (yang alasan pendiriannya adalah "untuk membebaskan Al-Aqsa dari pendudukan Zionis [Israel]") menyebut Masjid Al-Aqsa dalam sebuah resolusi yang mengutuk tindakan-tindakan Israel pada kota itu, sebagai tempat tersuci ketiga bagi umat Islam.[78]

Situasi saat ini Administrasi

Kementerian Wakaf Yordania memegang kontrol atas Masjid Al-Aqsa hingga Perang Enam Hari tahun 1967. Setelah memenangkan perang, Israel menyerahkan kekuasaan masjid dan Bukit Bait Suci kepada lembaga wakaf Islam yang independen dari pemerintahan Israel. Namun, Angkatan Pertahanan Israel diperbolehkan berpatroli dan melakukan pencarian di wilayah masjid. Setelah pembakaran tahun 1969, lembaga wakaf tersebut mempekerjakan arsitek, teknisi, dan pengrajin dalam sebuah komite untuk melakukan perawatan. Untuk mengimbangi berbagai kebijakan Israel dan semakin meningkatnya kehadiran pasukan keamanan Israel di sekitar lokasi ini sejak Intifadah Al-Aqsa, Gerakan Islam bekerjasama dengan lembaga wakaf telah berusaha untuk meningkatkan kendali Muslim di dalam

lingkungan Al-Haram Asy-Syarif. Beberapa kegiatannya termasuk memperbarui dan merenovasi kembali bangunan-bangunan yang terbengkalai.[79] Saat ini, imam utama dan pengurus Masjid Al-Aqsa adalah Muhammad Ahmad Hussein. Ia diangkat menjadi Mufti Besar Yerusalem pada tahun 2006 oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas.[80] Imam-imam lainnya termasuk Syekh Yusuf Abu Sneina, Mufti Palestina sebelumnya Syekh Ikrimah Sa'id Sabri, serta mantan Imam Al-Aqsa Syekh Muhammad Abu Shusha yang sekarang tinggal di Amman, Yordania. Kepemilikan Masjid Al-Aqsa merupakan salah satu isu dalam konflik Israel-Palestina. Israel mengklaim kekekuasaan atas masjid tersebut dan juga seluruh Bukit Bait Suci, tetapi Palestina memegang perwalian secara tak resmi melalui lembaga wakaf. Selama negosiasi di Pertemuan Camp David 2000, Palestina meminta kepemilikan penuh masjid ini serta situssitus suci Islam lainnya yang berada di Yerusalem Timur.[81] Akses

Papan keterangan dalam bahasa Ibrani dan Inggris di luar Bait Suci menampilkan larangan menurut Taurat untuk memasuki area ini.

Sementara semua warganegara Israel yang muslim diperbolehkan untuk masuk dan beribadah di Masjid Al-Aqsa, Israel pada waktu-waktu tertentu menetapkan pembatasan ketat akses masuk ke masjid untuk orang Yahudi, muslim Palestina yang tinggal di Tepi Barat atau Jalur Gaza, atau pembatasan berdasarkan usia untuk warga Palestina dan warganegara Israel keturunan Arab, seperti memberi izin masuk hanya untuk pria yang telah menikah dan setidaknya berusia 40 atau 50 tahun. Wanita Arab kadang-kadang juga dibatasi sehubungan dengan status perkawinan dan usia mereka. Alasan Israel untuk pembatasan tersebut adalah bahwa pria Palestina yang berusia tua dan telah menikah cenderung "tidak menyebabkan masalah",[82] yaitu bahwa secara keamanan mereka lebih tidak beresiko. Banyak rabbi, termasuk para ketua rabbi Israel sejak tahun 1967, telah memutuskan bahwa orang Yahudi tidak boleh berjalan di Bukit Bait Suci karena terdapat kemungkinan mereka menginjak Kodesh Hakodashim, yaitu lokasi yang dianggap tersuci oleh orang Yahudi.[83] Pembatasan dari pemerintah Israel hanya melarang dilakukannya doa Yahudi di Bukit Bait Suci, tetapi tetap mengizinkan orang Yahudi maupun non-Muslim lainnya untuk berkunjung

pada berjam-jam tertentu selama hari-hari tertentu dalam seminggu. Beberapa rabbi dan para pemimpin Zionis telah mengajukan tuntutan agar orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk berdoa di tempat itu pada hari-hari raya Yahudi.[84] Meskipun Mahkamah Agung Israel telah mendukung hak berdoa perorangan (bukan secara berkelompok), namun dalam prakteknya polisi Israel melarang orang Yahudi untuk berdoa "secara terang-terangan dalam bentuk apapun juga di Bukit Bait Suci, meskipun bila hanya menggerak-gerakkan bibirnya saja ketika berdoa".[85] Intifadah Al-Aqsa

Pada tanggal 28 September 2000, Ariel Sharon dan para anggota Partai Likud beserta 1.000 orang penjaga bersenjata, melakukan kunjungan ke kompleks Al-Aqsa. Hal ini membuat sekelompok besar orang Palestina datang untuk memprotes kunjungan tersebut. Setelah Sharon dan para anggota Partai Likud meninggalkan lokasi, demonstrasi meletus menjadi kerusuhan dan sekelompok orang Palestina yang berada di Al-Haram Asy-Syarif mulai melemparkan batu dan benda-benda lainnya kepada polisi anti huru hara Israel. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet kepada kerumunan demonstran, sehingga melukai 24 orang. Kunjungan tersebut memicu gerakan perlawanan rakyat Palestina selama lima tahun, yang biasa disebut sebagai Intifadah Al-Aqsa.[86] Pada tanggal 29 September, pemerintah Israel mengerahkan 2.000 polisi anti huru hara ke masjid ini. Sekelompok orang Palestina yang meninggalkan masjid setelah salat Jumat mulai melempari polisi dengan batu. Polisi kemudian menyerbu kompleks masjid serta menembakkan baik peluru tajam maupun peluru karet kepada kelompok Palestina tersebut, sehingga jatuh korban empat orang tewas dan sekitar 200 orang lainnya luka-luka.[87] Penggalian

Beberapa penggalian di wilayah Masjid Al-Aqsa terjadi sepanjang tahun 1970-an. Tahun 1970, pemerintah Israel memulai penggalian intensif langsung di bawah masjid pada sisi selatan dan baratnya. Pada tahun 1977, penggalian berlanjut dan sebuah terowongan besar dibuka di bawah ruangan ibadah wanita, serta sebuah terowongan baru digali di bawah masjid, mengarah dari timur ke barat pada tahun 1979. Selain itu, Departemen Arkeologi yang berada di bawah Kementerian Agama Israel, juga menggali sebuah terowongan di dekat sisi barat masjid pada tahun 1984.[37] Pada bulan Februari 2007, Departemen tersebut memulai situs penggalian untuk mencari peninggalan arkeologi di sebuah lokasi di mana pemerintah ingin membangun kembali sebuah jembatan penyeberangan yang runtuh. Situs ini berjarak 60 meter dari masjid.[88] Penggalian memicu kemarahan di banyak negara dunia Islam, dan Israel dituduh telah mencoba menghancurkan pondasi masjid. Ismail Haniya, saat itu Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina dan pemimpin Hamas,[89] menyerukan Palestina untuk bersatu dalam menentang penggalian, sedangkan Fatah menyatakan bahwa mereka akan mengakhiri gencatan senjata mereka dengan Israel.[90] Israel membantah semua tuduhan tersebut, dan menyebutnya sebagai hal yang "menggelikan".[91]

Referensi 1. 2. 3. 4. 5.

6.

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.

^ a b c "Al-Aqsa Mosque, Jerusalem". Atlas Travel and Tourist Agency. Diakses 2008-06-29. ^ Barton, George (1901–1906). "Temple of Solomon". Jewish Encyclopedia. Diakses 29 June 2008. ^ Milstein, Mati (23 Oktober 2007). "Solomon's Temple Artifacts Found by Muslim Workers". National Geographic. Diakses 29 Juni 2008. ^ Doniger, Wendy; Merriam-Webster,; Inc, (1999). Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions. Merriam-Webster. hlm. 70. ISBN 9780877790440. ^ a b c Tabatabae, Sayyid Mohammad Hosayn. [[Tafsir al-Mizan|AL-MIZAN:AN EXEGESIS OF THE QUR'AN]], translation by S. Saeed Rizvi. WOFIS. ISBN 9646521142. Wikilink embedded in URL title (help)[pranala nonaktif] ^ a b Jarrar, Sabri (1998). In Gülru Necipoğlu. Muqarnas: An Annual on the Visual Culture of the Islamic World (ed. Ilustrasi, anotasi). BRILL. hlm. 85. ISBN 9004110844, 9789004110847 Check |isbn= value (help). ^ "Al-Aqsa Mosque". Noble Sanctuary Online Guide. Diakses 7 September 2008 ^ a b c d Jordan sending replacement for Al Aqsa pulpit destroyed in 1969 attack Associated Press. International Herald Tribune. 23 January 2007. ^ "Indonesia Harus Bawa Isu Al-Aqsa di Forum OKI" (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Okezone. ^ "Mihrab Dari Jepara" (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Tribun Kaltim. ^ "Lailat al Miraj". BBC News (BBC MMVIII). Diakses 29 June 2008. ^ Sahih al-Bukhari 5, 58, 227 ^ Chiffolo, Anthony F. Dome of the Rock and El-Aqsa Mosque Divine Nature. ^ Temple of Herod, Jewish Encyclopedia ^ John M. Lundquist (2007). The Temple of Jerusalem: Past, Present, and Future. Greenwood Publishing Group. hlm. 45. ISBN 0275983390, 9780275983390 Check |isbn= value (help). ^ "Jerusalem (A.D. 71-1099)". Catholic Encyclopedia. Diakses 1 Juli 2008. ^ a b c d e Elad, Amikam. (1995). Medieval Jerusalem and Islamic Worship Holy Places, Ceremonies, Pilgrimage BRILL, pp.29–43. ISBN 90-04-10010-5. ^ N. Liphschitz, G. Biger, G. Bonani and W. Wolfli, Comparative Dating Methods: Botanical Identification and 14C Dating of Carved Panels and Beams from the Al-Aqsa Mosque in Jerusalem, Journal of Archaeological Science, (1997) 24, 1045–1050. ^ a b c d le Strange, Guy. (1890). Palestine under the Moslems, pp.80–98. ^ a b Grafman and Ayalon, 1998, pp.1–15. ^ a b c d e f g Ma'oz, Moshe and Nusseibeh, Sari. (2000). Jerusalem: Points of Friction, and Beyond BRILL. pp.136–138. ISBN 90-411-8843-6. ^ a b Al-Aqsa Mosque Archnet Digital Library. ^ Jeffers, H. (2004). Contested holiness: Jewish, Muslim, and Christian Perspective on the Temple. KTAV Publishing House. hlm. 95–96. ISBN 9780881257991. ^ "The travels of Nasir-i-Khusrau to Jerusalem, 1047 C.E". Homepages.luc.edu. Diakses 2010-07-13. ^ Boas, Adrian (2001). Jerusalem in the Time of the Crusades: Society, Landscape and Art in the holy city under Frankish rule. Routledge. hlm. 91. ISBN 0415230004. ^ a b Thomas F. Madden (2002). The Crusades: The Essential Readings. Blackwell Publishing. hlm. 230. ISBN 0631230238, 9780631230236 Check |isbn= value (help). ^ a b Al-Aqsa Guide Friends of Al-Aqsa 2007. ^ a b Necipogulu, Gulru. (1996). Muqarnas, Volume 13: An Annual on the Visual Culture of the Islamic World. BRILL, pp.149–153. ISBN 90-04-10633-2. ^ "The Burning of Al-Aqsa". Time Magazine. 29 August 1969. hlm. 1. Diakses 1 July 2008. ^ "Madman at the Mosque". Time Magazine. 12 January 1970. Diakses 3 July 2008. ^ About the OIC[pranala nonaktif] Organization of the Islamic Conference. ^ Dumper, Michael (2002). The Politics of Sacred Space: The Old City of Jerusalem in the Middle East. Lynne Rienner Publishers. hlm. 44. ISBN 158826226X. ^ Rapoport, David (2001). Inside Terrorist Organizations. Routledge. hlm. 98–99. ISBN 0714681792. ^ OpenDocument Letter (Tertanggal 18 Januari 1988, dari Observer Tetap Organisasi Pembebasan Palestina untuk Markas PBB di Jenewa, ditujukan kepada Wakil-Sekretaris-Jenderal bidang Hak Asasi Manusia) Ramlawi, Nabil. Observer Tetap Organisasi Pembebasan Palestina untuk Markas PBB di Jenewa.

35. ^ Palestine Facts Timeline, 1963-1988 Palestinian Academic Society for the Study of International Affairs. 36. ^ Dan Izenberg, Jerusalem Post, July 19, 1991 37. ^ a b Amayreh, Khaled. Catalogue of provocations: Israel's encroachments upon the Al-Aqsa Mosque have not been sporadic, but, rather, a systematic endeavor Al-Ahram Weekly. February 2007. 38. ^ a b c d e f Al-Aqsa Mosque Life in the Holy Land. 39. ^ a b c Al-Aqsa Mosque, Jerusalem Universal Tours. 40. ^ Gonen, Rivka. (2003) Contested Holiness KTAV Publishing House, p.95. ISBN 0-88125-799-0. 41. ^ a b Al-Aqsa Mosque Restoration Archnet Digital Library. 42. ^ Necipogulu, Gulru. (1999). Muqarnas, Volume 16: An Annual on the Visual Culture of the Islamic World BRILL, p.14. ISBN 90-04-11482-3. 43. ^ a b c d e f Al-Aqsa Guide Friends of al-Aqsa. 44. ^ Ghawanima Minaret Archnet Digital Library. 45. ^ Bab al-Silsila Minaret Archnet Digital Library. 46. ^ a b Bab al-Asbat Minaret Archnet Digital Library. 47. ^ Minaret that can't rise above politics, The Times, October 14, 2006] 48. ^ (February 2, 2007) Israel allows minaret over Temple Mount, Ynet 49. ^ (October 11, 2006)Jordan plans new Temple Mt. minaret[pranala nonaktif], Jerusalem Post 50. ^ Hillenbrand, Carolle. (2000). The Crusades: The Islamic Perspective Routeledge, p.382 ISBN 0-41592914-8. 51. ^ a b Al-Aqsa Mosque, Jerusalem Sacred Destinations. 52. ^ a b Oweis, Fayeq S. (2002) The Elements of Unity in Islamic Art as Examined Through the Work of Jamal Badran Universal-Publishers, pp.115–117. ISBN 1-58112-162-8. 53. ^ Mikdadi, Salwa D. Badrans: A Century of Tradition and Innovation, Palestinian Art Court Riweq Bienalle in Palestine. 54. ^ Dolphin, Lambert. The Temple Esplanade. 55. ^ Gonen, Rivka. (2003) Contested Holiness KTAV Publishing House, p.28. ISBN 0-88125-799-0. 56. ^ Saed, Muhammad (2003). Islam: Questions and Answers - Islamic History and Biography. MSA Publication Limited. hlm. 12. ISBN 1861793235. 57. ^ Sunarto, Achmad (2002). Terjemah Hadits Shahih Muslim, Penerbit Hussaini, Bandung. Hlm. 246. 58. ^ Masjid al-Aqsa: Second house of prayer established on Earth World Press. 59. ^ Sahih Muslim, 1:309 60. ^ [Qur'an 17:1] 61. ^ Hillenbrand, R. "Masdjid. I. In the central Islamic lands". In P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 62. ^ [Qur'an 17:7] 63. ^ Busse, Heribert. (1991). Jerusalem in the Story of prophet Muhammad's Night Journey and Ascension. Jerusalem Studies in Arabic and Islam, 14 pp.1–40 64. ^ Robinson, Neal. (1996). Discovering The Qur'ân: A Contemporary Approach To A Veiled Text. SCM Press Ltd: London, p.192 65. ^ (HR. Ibnu Majah). 66. ^ Virtues of al-Aqsa Friends of Al-Aqsa. 67. ^ Hadits Imam Ahmad dan Ibnu Majah 68. ^ Baiquni, Umairul Ahbab, Achmad Sunarto (1996). Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Penerbit Husaini, Bandung. Hlm. 293. 69. ^ Allen, Edgar (2004). States, Nations, and Borders: The Ethics of Making Boundaries. Cambridge University Press. ISBN 0521525756. Diakses 9 June 2008 70. ^ a b c Mosaad, Mohamed. Bayt al-Maqdis: An Islamic Perspective pp.3–8 71. ^ Aiman, Abu (2007). Rahasia Di Balik Penggalian Al-Aqsha. PT. Cahaya Insan Suci. Cet. I. Hlm. 67. ISBN 979-1238-54-0. Diakses 6 Agustus 2010. 72. ^ The Furthest Mosque, The History of Al-Aqsa Mosque From Earliest Times Mustaqim Islamic Art & Literature. 5 Januari 2008. 73. ^ el-Khatib, Abdallah (1 May 2001). "Jerusalem in the Qur'ān" (Abstract). British Journal of Middle Eastern Studies 28 (1): 25–53. doi:10.1080/13530190120034549. Diakses 17 November 2006.

74. ^ Talhami, Ghada Hashem (February 2000). "The Modern History of Islamic Jerusalem: Academic Myths and Propaganda". Middle East Policy Journal VII (14). Blackwell Publishing. ISSN 1061-1924. Diakses 17 November 2006. 75. ^ Silverman, Jonathan (May 6, 2005). "The opposite of holiness". Diakses 17 November 2006. 76. ^ Doninger, Wendy (1 September 1999). Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions. Merriam-Webster. hlm. 70. ISBN 0-877-79044-2. 77. ^ Baiquni, Umairul Ahbab, Achmad Sunarto (1996). Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Penerbit Husaini, Bandung. Hlm. 590. 78. ^ "Resolution No. 2/2-IS". Second Islamic Summit Conference. Organisation of the Islamic Conference. 24 February 1974. Diakses 17 November 2006. 79. ^ Social Structure and Geography Palestinian Academic Society for the Study of International Affairs. 80. ^ Yaniv Berman, "Top Palestinian Muslim Cleric Okays Suicide Bombings", Media Line, 23 October 2006. 81. ^ Camp David Projections Palestinian Academic Society for the Study of International Affairs. Juli 2000. 82. ^ Ramadan prayers at al-Aqsa mosque BBC News. 5 September 2008. 83. ^ Cohen, Yoel. The Political Role of The Israeli Chief Rabbinate in The Temple Mount Question, Jewish Political Studies Review, Volume 11:1-2 (Spring 1999), di situs web Jerusalem Center for Public Affairs. Diakses 16 Agustus 2010. 84. ^ Klein, Aaron. Jews Demand Right to Pray on the Temple Mount The Temple Institute. 85. ^ Public Security Minister Avi Dichter, "No moving Jewish lips in prayer on Temple Mount, says Dichter". Haaretz. 1 March 2008. Diakses 18 May 2009. 86. ^ "Provocative' mosque visit sparks riots". BBC News (BBC MMVIII). 28 September 2000. Diakses 1 July 2008. 87. ^ Dean, Lucy (2003). The Middle East and North Africa 2004. Routledge. hlm. 560. ISBN 1857431847. 88. ^ Lis, Jonathan (2 December 2007). "Majadele: Jerusalem mayor knew Mugrabi dig was illegal". Haaretz (Haaretz). Diarsipkan dari aslinya tanggal 2008-06-12. Diakses 1 July 2008. 89. ^ "Profile: Hamas PM Ismail Haniya". BBC News (BBC MMVIII). 14 December 2006. Diakses 1 July 2008. 90. ^ Rabinovich, Abraham (8 February 2007). "Palestinians unite to fight Temple Mount dig". The Australian. Diakses 1 July 2008. 91. ^ Friedman, Matti (14 October 2007). "Israel to resume dig near Temple Mount". USA Today. Diakses 1 July 2008.

Kubah Shakhrah

Kubah Shakhrah di Kota Lama Yerusalem.

Kubah Shakhrah (Arab: ‫ةرخصلا ةبق دجسم‬, translit.: Qubbat As-Sakhrah, Ibrani: ‫עלסה תפיכ‬, translit.: Kipat Hasela, Turki: Kubbetüs Sahra, Inggris: Dome of the Rock, arti harfiah: "Kubah Batu") adalah tempat suci umat Yahudi dan Islam dan marka tanah utama yang terletak di tengah-tengah di dalam tembok kompleks Al-Haram asy-Syarif, kompleks ini sendiri berada dalam tembok Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Kubah Shakhrah ini selesai didirikan tahun 691, menjadikannya bangunan Islam tertua yang masih ada di dunia.[1]. Di dalam kubah ini terdapat batu Ash-Shakhrah yang menjadi tempat paling suci bagi umat Yahudi. Kubah Shakhrah bukanlah sebuah masjid, sebaliknya, merupakan sebuah kompleks yang terdapatnya sebuah batu besar yang dikatakan tempat Nabi Muhammad berdiri ketika peristiwa Isra dan Mi'raj. Qubbat As-Sakhrah terletak di Baitulmuqaddis di kawasan AlHaram asy-Syarif. Qubbat As-Sakhrah bukanlah Masjid Al-Aqsa karena Masjid Al-Aqsa terletak tidak jauh daripada bangunan ini. Qubbat Al-Sakhrah seringkali disalahartikan sebagai Masjid Omar yang merupakan tempat Umar bin Khattab bersalat ketika tiba di Baitulmuqaddis.

Daftar isi 1 Sejarah o 1.1 Isra dan Mi'raj o 1.2 Penaklukan Baitul Maqdis o 1.3 Perang Salib o 1.4 Ayyubiyyah dan Mamluk o 1.5 Kesultanan Utsmaniyah 1517 - 1917 o 1.6 Mandat Britania 1917 - 1948 2 Galeri 3 Rujukan 4 Referensi 5 Pranala luar

Sejarah

Qubbat As-Sakhrah muncul dalam uang kertas Mandat Palestina.

Kubah Shakhrah dibangun antara tahun 687 hingga tahun 691 oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, khalifah Ummaiyyah. Sejarah Qubbat Al-Sakhrah telah melewati berbagai zaman, yaitu zaman Islam, zaman Perang Salib, zaman Mandat Britania dan zaman pendudukan Israel. Isra dan Mi'raj Baca sejarah Masjid Al-Aqsa di atas Penaklukan Baitul Maqdis Baca sejarah Masjid Al-Aqsa di atas

Perang Salib

Denah lantai Kubah Sakhrah di tengah-tengahnya terdapat Sakhrah, kontruksi bangunan ini menginspirasi Ordo Bait Allah.

Selama Perang Salib, Kubah Shakhrah diserahkan kepada Augustinian, yang merubahnya menjadi gereja, dan Masjid Al-Aqsa menjadi istana Baldwin I tahun 1104. Ordo Bait Allah, yang mempercayai bahwa Qubbat As-Sakhrah merupakan lokasi Bait Salomo, mendirikan markas mereka di Masjid Al-Aqsa berdekatan dengan Qubbat As-Sakhrah pada abad ke-12. Ayyubiyyah dan Mamluk

Yerusalem direbut oleh Salahuddin pada hari Jumat, 2 Oktober 1187 dan Al Haram Al Sharif dijadikan tempat ibadah Muslim. Salib di atas Kubah Shakhrah diganti menjadi bulan sabit emas. Keponakan Salahuddin al-Malik al-Mu'azzam Isa (615-24/1218-27) melakukan restorasi lain di Al Haram Al Sharif dan menambah serambi muka pada masjid Al-Aqsa. Kesultanan Utsmaniyah 1517 - 1917

Renovasi berskala besar dilakukan selama era kekuasaan Mahmud II tahun 1817. Berdekatan dengan Qubbat As-Sakhrah, Utsmaniyah membangun Kubah Nabi tahun 1620. Mandat Britania 1917 - 1948

Kubah Shakhrah mengalami goncangan akibat gempa bumi di Palestina pada hari Senin, 11 Juli, 1927. Banyak usaha perbaikan telah dilakukan.

Galeri

Stereo card of the Dome of Rock (late 19th century)

Rujukan M. Irfan Zidny, M.A. ; MASJIDIL AQSHA Pusat Para Nabi dan Awal Mi'raj Rasul; Penerbit Antar Kota, Jakarta, 1986 Dan Bahat; CARTA's HISTORICAL ATLAS OF JERUSALEM A Brief Illustrated Survey; Carta, The Israel Map & Publishing Co. Ltd; Jerusalem; revised and expanded 1976. Biblical Archaeology Review; Was the Temple Mount Once a Cemetry; May/June 1985 vol.XI No. 3

Referensi ^ Rizwi Faizer (1998). "The Shape of the Holy: Early Islamic Jerusalem". Rizwi's Bibliography for Medieval Islam.

Yerusalem Yerusalem Jerusalem (Yerushalayim) • ‫(ال قدس أور سال م‬Ūrsālim-Al-Quds) — Kota —

Dari kiri atas: Yerusalem dilihat dari Givat ha'Arba, Mamilla, Kota Lama dan Kubah Shakhrah, sebuah souq di Kota tua, Gedung Knesset, Tembok Barat, Menara Daud dan tembok-tembok di Kota Lama Yerusalem

Bendera Lambang

Nama lain: Ir ha-Kodesh (Kota Suci) • Bayt al-Maqdis (House of the Holiness) Slogan: Kota tersuci di Yudasime (Holiest city in Judaism)

Lokasi Yerusalem

Koordinat:

31°47′LU 35°13′BT31,783°LU 35,217°BT

Distrik

Yerusalem

Pemerintahan • Mayor

Nir Barkat

Luas • Kota

125.156 dunams (125.156 km2 or 48.323 mil²)

• Metro Ketinggian

652,000 dunams (652 km2 or 252 mil²) 630 m (2,070 ft)

Populasi (2009) • Kota

763.600

• Kepadatan

6.183/km2 (16,010/sq mi)

• Metro

1.029.300

Demonim

Jerusalemi

Zona waktu

IST (UTC+2)

• Musim panas (DST) IDT (UTC+3) Kode wilayah

+972/+970 (Israel/Palestinian Territories) + 2/2 23 (Yerusalem) = 2 jerusalem.muni.il (Inggris)

Situs web

= 1 jerusalem.muni.il(Ibrani) = 3 jerusalem.muni.il (Arab)

Yerusalem (bahasa Ibrani: ‫ ירושלים‬Yerushalayim, bahasa Arab: ‫قدس‬

‫أور سال م ال‬

Ūrsālim-Al-Quds atau singkatnya ‫ ال قدس‬Al-Quds) adalah kota di Timur Tengah yang merupakan kota suci bagi agama Yahudi, Kristen dan Islam. Kota ini diklaim sebagai ibukota Israel, meskipun tidak diakui secara internasional, maupun bagian dari Palestina. Secara de facto kota ini dikuasai oleh Israel. Para elit Israel menganggap kota suci ini adalah bagian dari negaranya dan itu adalah bentuk ideologi "Zionisme". Dari semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, hanya Kosta Rika dan El Salvador saja yang menempatkan kedutaan mereka di Yerusalem. Lainnya di Tel Aviv, karena menurut PBB, Yerusalem akan dijadikan Kota Internasional.[1] Oleh orang-orang Palestina, Yerusalem juga dianggap sebagai ibu kota Palestina.[2][3] Kota historis Yerusalem adalah sebuah warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1981. Kota ini memiliki penduduk sebesar 724.000 jiwa dan luas 123 km2. Sepanjang sejarahnya, Yerusalem telah dihancurkan dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan dikuasai/dikuasai ulang 44 kali.[4]

Daftar isi 1 Etimologi 2 Sejarah o 2.1 Periode Bait o 2.2 Perang Yahudi-Romawi o 2.3 Perang Romawi-Persia o 2.4 Penguasaan Arab o 2.5 Periode tentara Salib, Ayyubiyyah, dan Mamluk o 2.6 Era Ottoman o 2.7 Mandat Britania dan Perang 1948 o 2.8 Pembagian dan penyatuan ulang 3 Yerusalem dan Islam 4 Referensi

Etimologi Akar kata Semitik untuk nama "Yerusalem" yang banyak disetujui adalah 'S-L-M' yang dalam bahasa Arab maupun Ibrani berarti damai,[5] kerukunan atau kesempurnaan. Sebuah kota yang disebut Rušalimum atau Urušalimum muncul dalam catatan Mesir kuno sebagai sebuah rujukan pertama bagi Yerusalem.[6] Bentuk Mesir tersebut diperkirakan diturunkan dari nama lokal yang tertera dalam surat-surat Amarna, e.g: dalam EA 287 (dimana terdapat beberapa bentuk) Urusalim.[7][8] Bentuk Yerushalayim (pelafalan Ibrani) pertama kali muncul dalam kitab Yosua. Bentuk ini merupakan sebuah portmanteau dari yerusha (pusaka) dan nama asli Shalem yang bukan merupakan evolusi fonetik sederhana dari bentuk ini dalam surat Amarna. Sebagian kalangan meyakini adanya hubungan kata ini dengan kata Shalim, dewa pemurah dari mitologi Ugarit yang merupakan personifikasi waktu petang.[9] Umumnya akhiran -im menunjukkan bentuk jamak dalam tata bahasa Ibrani dan -ayim bentuk ganda sehingga membawa pada anggapan bahwa nama tersebut mengacu pada fakta kota tersebut terletak pada dua bukit.[10][11] Meski demikian, lafal suku kata terakhir -ayim hanya muncul dalam perkembangan akhir, dan tidak ada pada masa Septuaginta. Dalam bahasa Yunani dan Latin kata ini ditulis Hierosolyma. Dalam bahasa Arab, Yerusalem disebut dengan Ursalim al-Quds atau lebih populer dengan al-Quds (Kudus). "Zion" awalnya dianggap merupakan bagian kota, namun kemudian menjadi tanda kota secara keseluruhan. Pada periode kekuasaan Raja Daud, kota ini dikenal sebagai Ir Daud (Kota Daud).[12]

Sejarah

Tembok Yebus, Kota Daud

Bukti-bukti keramik menunjukkan adanya aktivitas di Ofel, yang saat ini dikenal dengan nama Yerusalem pada Zaman Tembaga sekitar milenium ke-4 SM,[13] dengan bukti sebuah pemukiman tetap selama awal Zaman Perunggu sekitar 3000–2800 SM.[13][14] Teks Kebencian (sekitar abad ke-9 SM), merujuk pada kota yang disebut Roshlamem atau Roshramen[13] dan surat Amarna (sekitar abad ke-14 SM) mungkin merupakan yang pertama kali menyebut kota tersebut.[15][16] Beberapa ahli arkeologi, termasuk Kathleen Kenyon, meyakini Yerusalem[17] sebagai sebuah kota yang didirikan oleh masyarakat Semitik Barat dengan pemukiman yang terorganisir sekitar tahun 2600 SM. Menurut tradisi Yahudi, kota ini didirikan oleh Shem dan Eber, nenek moyang Abraham. Dalam kisah Alkitab, saat pertama kali disebutkan, Yerusalem (dikenal sebagai "Salem") dikuasai oleh Melkisedek, sekutu Abraham (disamakan dengan Shem dalam legenda). Kemudian, pada masa Yosua, Yerusalem berada di teritori suku Benyamin (Yosua 18:28) namun masih dalam kuasa independen orang Yebus hingga ditaklukkan oleh Daud dan dijadikan ibukota Kerajaan Israel (sekitar 1000-an SM).[18][19][v] Penggalian terkini di Bangunan Batu Besar ditafsirkan oleh sebagian ahli arkeologis memberikan kepercayaan pada kisah Alkitab.[20] Periode Bait

Menurut kitab Ibrani, Raja Daud berkuasa hingga 970 SM. Kekuasaannya diteruskan putranya Salomo,[21] yang membangun Bait Suci di Gunung Moria. Bait Salomo (kemudian dikenal sebagai Bait Pertama), memainkan perang penting dalam sejarah bangsa Yahudi sebagai tempat singgahnya Tabut Perjanjian.[22] Selama lebih dari 450 tahun, hingga penaklukkan Babilonia pada tahun 587 SM, Yerusalem merupakan ibukota politik Kerajaan Israel bersatu dan kemudian Kerajaan Yehuda dan Baitnya menjadi pusat keagamaan bangsa Israel.[23] Periode ini dikenal dalam sejarah sebagai Periode Bait Pertama.[24] Setelah Salomo wafat (sekitar 930 SM), sepuluh suku utara memisahkan diri membentuk Kerajaan Israel. Di bawah kekuasaan Wangsa Daud dan Salomo, Yerusalem menjadi ibukota Kerajaan Yehuda.[25]

Menara Daud yang tampak dari Lembah Hinnom

Saat bangsa Assyria menaklukkan Kerajaan Israel pada tahun 722 SM, Yerusalem dikuatkan oleh serombongan besar pengungsi dari kerajaan utara. Periode Bait Pertama berakhir sekitar tahun 586 SM, saat bangsa Babilonia menaklukkan Yehuda dan Yerusalem, dan menelantarkan Bait Salomo.[24] Pada tahun 538 SM, setelah lima puluh tahun pembuangan ke Babilonia, Raja Persia Koresh Agung mengajak orang Yahudi untuk kembali ke Yehuda membangun Bait.[26] Pembangunan Bait Kedua selesai pada tahun 516 SM, selama kekuasaan Darius Agung, tujuh puluh tahun setelah hancurnya Bait Pertama.[27][28] Kemudian, pada tahun ~445 SM, Raja Artahsasta I dari Persia mengeluarkan dekrit yang mengizinkan kota dan tembok dibangun kembali.[29] Yerusalem kembali menjadi ibukota Yehuda dan pusat peribadatan orang Yahudi. Saat pengasa Makedonia Aleksander Agung menaklukkan Kekaisaran Persia, Yerusalem dan Yudea jatuh ke tangan Makedonia, segera setelahnya jatuh ke kekuasaan Dinasti Ptolemaik dibawah Ptolemy I. Pada tahun 198 SM, Ptolemy V kehilangan Yerusalem dan Yudea dari bangsa Seleukus dibawah Antiokhos III Agung. Kekaisaran Seleukus yang berusaha mengisi Yerusalem sebagai polis yang dihelenisasi menjadi gawat pada tahun 168 SM dengan kebehasilan penuh Revolusi Makabe, Matatias sang Imam Besar dan kelima putranya atas Antiokhos IV Epiphanes, dan terbentuknya Kerajaan Hasmonea mereka pada tahun 152 SM dengan Yerusalem kembali sebagai ibukotanya.[30] Perang Yahudi-Romawi

Bangsa Romawi mengepung dan menghancurkan Yerusalem (David Roberts, 1850)

Saat Roma menjadi semakin kuat, Herodes diangkat sebagai raja boneka Yahudi. Herodes Agung mengabdikan dirinya untuk membangun dan memperindah kota. Dia membangun tembok, menara, dan kuil, dan memperluas Bukit Bait, menopang halaman istana dengan balok batu yang beratnya mencapai 100 ton. Selama Herodes berkuasa, wilayah Bukit Bait

bertambah luas.[21][31][32] Pada tahun 6 M, kota dan wilayah-wilayah di sekitarnya oleh penguasa Romawi dijadikan sebagai Provinsi Iudaea[33] dan keturunan Herodes hingga Agrippa II masih memangku gelar raja boneka Yudea hingga 96 M. Penguasa Romawi atas Yerusalem dan wilayah sekitarnya mulai tertantang dengan adanya Perang Yahudi-Romawi pertama, yang menyebabkan kehancuran Bait Kedua pada tahun 70 M. Yerusalem sekali lagi menjadi ibukota dari Yudea selama tiga tahun pemberontakan yang dikenal dengan Revolusi Bar Kokhba yang dimulai tahun 132 M. Orang-orang Romawi terus menekan revolusi di 135 M. Kaisar Hadrianus meromawisasi kota dan mengganti namanya menjadi Aelia Capitolina[34], dan melarang orang Yahudi memasukinya. Hadrianus mengganti keseluruhan nama Provinsi Iudaea menjadi Syria Palaestina menurut kata Filistin dalam Alkitab untuk menjauhkan orang Yahudi dari negara mereka.[35][36] Larangan orang Yahudi memasuki Aelia Capitolina berlanjut hingga abad ke-4 M. Lima abad setelah revolusi Bar Kokhba, kota masih berada dibawah kekuasaan Romawi kemudian Bizantium. Selama abad ke-4, Kaisar Romawi Konstantin I membangun tempattempat Kristen di Yerusalem seperti Gereja Makam Kudus. Luas wilayah dan populasi Yerusalem mencapai puncak di akhir Periode Bait Kedua: Kota mencakup dua kilomoter persegi dan memiliki populasi 200.000[35][37] Dari dari-hari Konstantin hingga abad ke-7, Yerusalem dilarang bagi orang Yahudi.[38] Perang Romawi-Persia

Dalam rentang beberapa dekade, Yerusalem berganti penguasa dari Romawi menjadi Persia dan kembali dikuasai Romawi sekali lagi. Dengan adanya tekanan Khosrau II dari Sassania di awal abad ketujuh terhadap Bizantium hingga ke Syria, Jendral Sassania Shahrbaraz dan Shahin menyerang kota yang dikendalikan Bizantium, Yerusalem (bahasa Persia: Dej Houdkh). Mereka dibantu oleh orang Yahudi dari Palestina yang telah bangkit melawan Bizantium.[39] Pada Pengepungan Yerusalem (614), setelah 21 hari peperangan tanpa ampun, Yerusalem direbut. Riwayat Bizantium menceritakan bahwa tentara Sassana dan orang Yahudi membantai puluhan dari ribuan orang Kristen di dalam kota, ini menjadi episode yang masih diperdebatkan para sejarawan.[40] Kota yang ditaklukkan masih berada di tangan Sassania hingga sekitar lima belas tahun saat Kaisar Bizantium Heraklius merebutnya kembali pada tahun 629.[39]

Penguasaan Arab

Kubah Shakhrah tampak dari Gerbang Katun

Yerusalem merupakan kota tersuci ketiga orang Islam setelah Mekkah dan Madinah. Orangorang Muslim pada masa-masa awal menyebutnya Bait al-Muqaddas; selanjutnya lebih dikenal dengan al-Quds al-Sharif. Pada tahun 638, Kekhalifahan Islam membentangkan kekuasaannya hingga.[41] Dengan adanya penaklukkan Arab, orang Yahudi diizinkan kembali ke kota.[42] Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab menandatangani kesepakatan dengan Patriakh Kristen Monofisit Sophronius untuk meyakinkan dia bahwa tempat-tempat suci dan umat Kristen Yerusalem akan dilindungi dibawah kekuasaan orang Muslim.[43] Umar memimpin dari Batu Fondasi di Bukit Bait, yang sebelumnya telah ia bersihkan untuk mempersiapkan bangunan masjid. Menurut uskup Gaul Arculf, yang tinggal di Yerusalem dari 679 hingga 688, Masjid Umar merupakan bangunan kayu persegi yang dibangun di atas sisa-sisa bangunan yang dapat menampung 3.000 jamaah.[44] Khalifah Abdul Malik dari Umayyah mempersiapkan pembangunan Kubah Shakhrah pada kahir abad ke-7.[45] Sejarawan abad ke-10 al-Muqaddasi menulis bahwa Abdul Malik membangun shakhrah tersebut untuk melebihi kemegahan gereja-gereja monumental Yerusalem.[44] Selama lebih dari empat ratus tahun berikutnya, ketenaran Yerusalem berkurang saat wilayah itu direbut dan menjadi wilayah kekuasaan Arab.[46]

Periode tentara Salib, Ayyubiyyah, dan Mamluk

Ilustrasi abad Pertengahan perebutan Yerusalem selama Perang Salib Pertama, 1099

Tahun 1099, penguasa Fatimiyah mengusir penduduk Kristen asli sebelum Yerusalem ditaklukkan oleh Tentara Salib yang kemudian membantai sebagian besar penduduk Muslim dan Yahudi. Tentara Salib lalu mendirikan Kerajaan Yerusalem. Pada awal Juni 1099 populasi Yerusalem menurun dari 70.000 hingga kurang dari 30.000.[47] Tahun 1187, Yerusalem direbut dari Tentara Salib oleh Saladin yang mengizinkan orang Yahudi dan Muslim kembali dan bermukim di dalam kota.[48] Dibawah pemerintahan Dinasti Ayyubiyyah pimpinan Saladin, periode investasi besar dimulai dengan pembangunan rumahrumah, pasar, kamar-mandi umum, dan pondok-pondok bagi peziarah, begitu pula ditetapkannya sumbangan keagamaan. Meski demikian, selama abad ke-13, Yerusalem turun statusnya menjadi desa karena jatuhnya nilai strategis kota perjuangan Ayyubiyyah yang gagal.[49] Tahun 1244, Yerusalem dikepung oleh Kharezmian bangsa Tartar, yang mengurangi penduduk Kristen kota dan mengusir orang Yahudi.[50] Khwarezmia dari bangsa Tatar diusir oleh Ayyubiyyah tahun 1247. Dari 1250 hingga 1517, Yerusalem dikusasai oleh Mamluk. Selama periode ini banyak pertentangan terjadi antara Mamluk di satu sisi dan tentara salib dan suku Mongol di sisi lain. Wilayahnya juga terimbas dari banyak gempa dan wabah hitam.

Era Ottoman

Warga Yahudi di Yerusalem, 1895

Tahun 1517, Yerusalem dan sekitarnya jatuh ke tangan Turki Ottoman yang masih mengambil kendali hingga 1917.[48] Yerusalem menikmati periode pembaruan dan kedamaian dibawah kekuasaan Suleiman I – termasuk pembangunan ulang tembok-tembok yang mengelilingi Kota Tua. Selama masa penguasa-penguasa Ottoman, Yerusalem berstatus provinsi, jika dalam hal keagamaan kota ini menjadi pusat yang sangat penting, dan tidak menutup diri dari jalur perdagangan utama antara Damaskus dan Kairo.[51] Orang-orang Muslim Turki melakukan banyak pembaharuan: sistem pos modern diterapkan oleh berbagai konsulat; penggunaan roda untuk mode transportasi; kereta pos dan kereta kuda, gerobak sorong dan pedati; dan lentera minyak, merupakan tanda-tanda awal modernisasi di dalam kota.[52] Pada paruh abad ke-19, bangsa Ottoman membangun jalan aspal pertama dari Jaffa hingga Yerusalem, dan pada 1892 jalur rel mulai mencapai kota.[52] Setelah aneksasi Yerusalem oleh Muhammad Ali dari Mesir tahun 1831, misi dan konsulat asing mulai menapakkan kakinya di kota. Tahun 1836, Ibrahim Pasha mengizinkan penduduk Yahudi Yerusalem memperbaiki empat sinagoga besar, termasuk diantaranya Sinagoga Hurva.[53] Saat Revolusi Arab di Palestina 1834, Qasim al-Ahmad memimpin penyerangan dari Nablus dan menyerang Yerusalem, dibantu oleh klan Abu Ghosh, dan memasuki kota pada 31 Mei 1834. Orang Kristen dan Yahudi di Yerusalem menjadi target penyerangan. Tentara Mesir Ibrahim menaklukkan serangan Qasim di Yerusalem bulan berikutnya.[54] Kekuasaan Ottoman kembali lagi pada tahun 1840, namun banyaknya orang Islam Mesir yang ada di Yerusalem dan orang Yahudi dari Aljazair dan Afrika Utara yang berdatangan menyebabkan meningkatnya jumlah populasi di dalam kota.[53] Pada tahun 1840-an dan 1850-an, kuasa internasional mulai tarik tambang di Palestina saat mereka meminta perpanjangan perlindungan atas umat beragama minoritas di dalam negeri, sebuah perjuangan yang diangkat terutama oleh wakil konsuler di Yerusalem.[55] Menurut konsul Prussia, populasi pada tahun 1845 adalah 16.410 dengan 7.120 orang Yahudi, 5.000 Muslim, 3.390 Kristen, 800 tentara Turki dan 100 orang Eropa.[53] Volume peziarah Kristen semakin meningkat selama kekuasaan Ottoman, dan menyebabkan populasi kota bertambah menjadi dua kali lipat selama Paskah.[56]

Pada tahun 1860-an, pemukiman baru mulai berkembang di luar tembok Kota Tua sebagai tempat menetap para peziarah dan untuk mengurangi tingkat kepadatan dan sanitasi yang buruk di dalam kota. Kamp Rusia dan Mishkenot Sha'ananim didirikan pada tahun 1860.[57] Tahun 1867 Misionaris Amerika melaporkan populasi kira-kira Yerusalem 'di atas' 15.000 yang terdiri dari: 4.000 hingga 5.000 orang Yahudi dan 6.000 umat Muslim. Setiap tahun ada sekitar 5.000 hingga 6.000 Peziarah Kristen Rusia.[58] Mandat Britania dan Perang 1948

Jendral Edmund Allenby memasuki Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem pada 11 Desember 1917

Tahun 1917 setelah Pertempuran Yerusalem, Tentara Britania dipimpin Jenderal Edmund Allenby mengepung kota,[59] dan pada tahun 1922, LBB pada Konferensi Lausanne mempercayakan Britania Raya untuk mengatur Mandat bagi Palestina. Dari tahun 1922 hingga tahun 1948 total populasi kota meningkat dari 52.000 menjadi 165.000 dengan dua pertiganya orang Yahudi dan sepertiga orang Arab (umat Muslim dan Kristen).[60] Situasi antara orang Arab dan Yahudi di Palestina tidak tenang. Di Yerusalem, kerusuhan terjapada tahun 1920 dan tahun 1929. Dibawah pemerintahan Britania, tamantaman baru dibuat di pinggir kota di bagian utara dan barat kota[61][62] dan institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Ibrani didirikan.[63] Saat masa jabatan Mandat Britania untuk Palestina berakhir, Rencana Pembagian Palestina oleh PBB tahun 1947 mengusulkan pembuatan rezim internasional khusus di Kota Yerusalem, mengesahkannya sebagai corpus separatum (daerah terpisah) di bawah administrasi PBB."[64] Rezim internasional (yang juga termasuk kota Bethlehem) tetap berlaku selama satu periode berkisar sepuluh tahun, kemudian sebuah referendum diadakan untuk memutuskan rezim masa depan kota. Namun, rencana ini tidak dilaksanakan karena perang tahun 1948 meletus, sementara Britania menarik diri dari Palestina dan Israel menyatakan kemerdekaannya.[65] Perang memicu pemindahan populasi Arab dan Yahudi di kota. 1.500 penduduk Perempat Yahudi di Kota Tua terusir dan beberapa ratus dipenjara saat Legiun Arab mengepung Perempat itu pada tanggal 28 Mei.[66][67] Legiun Arab juga menyerang Yerusalem Barat dengan sniper.[68]

Pembagian dan penyatuan ulang

Polisi Israel bertemu anggota Legiun Yordania di dekat Gerbang Mandelbaum

Tanah tak berpemilik antara Yerusalem Barat dan Timur mulai diurus pada November 1948. Moshe Dayan, komandan tentara Israel di Yerusalem bertemu dengan rekan Yordanianya Abdullah el Tell di sebuah tempat tinggal gurun di lingkungan Musrara Yerusalem dan menandai posisi mereka masing-masing: posisi Israel berwarna merah dan Yordania berwarna hijau. Peta kasar, yang tidak berarti sebagai suatu yang resmi, menjadi garis gencatan senjata final dalam Kesepakataan Gencatan senjata 1949, yang membagi kota dan meninggalkan Gunung Scopus sebagai daerah kantong Israel.[69] Kawat berduri dan pagar beton penghalang dipasang di pusat kota dan tembak-tembakan militer sering pecah di wilayah gencatan senjata. Setelah proklamasi Negara Israel, Yerusalem diklaim oleh pemerintahan yang baru berdiri sebagai ibukotanya. Yordan yang menganeksasi Yerusalem Timur tahun 1950, memberlakukan peraturan hukum mereka di wilayah itu.[65][70] Hanya Britania Raya dan Pakistan yang mengakui aneksasi tersebut, yang, terkait dengan Yerusalem, berada atas dasar de facto.[71] Juga, banyak yang meragukan Pakistan akan mengakui aneksasi Yordania.[72][73] Yordania mengambil kendali tempat-tempat suci di Kota Tua. Bertolak-belakang dengan syarat-syarat perjanjian, orang Israel tidak diperkenankan masuk ke tempat-tempat suci. Yordania mengizinkan akses yang sangat terbatas ke tempat-tempat suci Kristen.[74][75] Selama periode ini, Kubah Shakhrah dan Masjid al-Aqsa direnovasi besar-besaran.[76]

Peta yang menunjukkan Yerusalem Timur dan Barat

Setelah Israel merebut Yerusalem Timur pada Perang Enam Hari pada tahun 1967, orang Yahudi dan Kristen diperbolehkan memasuki kembali tempat-tempat suci, sementara Bukit Bait masih menjadi yurisdiksi wakaf Islam. Perempat Maroko yang berbatasan dengan Tembok Barat, dikosongkan dan dihancurkan[77] to make way for a plaza for those visiting the wall.[78] Sejak perang, Israel telah memperluas lingkar kota dan menetapkan lingkar pemukiman Yahudi di tanah kosong timur Garis Hijau. Namun, pengambilalihan Yerusalem Timur dikritik oleh dunia internasional. Setelah penyampaian Hukum Yerusalem Israel, yang menyatakan Yerusalem "sepenuhnya dan kesatuan" ibukota Israel,[79] Dewan Keamanan PBB menyampaikan resolusi yang menyatakan tindakan Israel sebagai "pelanggaran hukum internasional" dan meminta semua negara-negara anggota menarik semua duta besarnya dari kota.[80] Status kota ini, khususnya tempat-tempat suci, masih menjapada masalah inti konflik IsraelPalestina. Pemukim Yahudi telah mengambil alih situs-situs bersejarah dan membangun pemukiman Yahudi di tanah yang ditinggalkan oleh orang-orang Arab yang dipaksa mengungsi dan meninggalkan tanahnya oleh militer Israel selama perang[81] untuk meluaskan kehadiran orang Yahudi di Yerusalem Timur, sementara pemimpin-pemimpin Islam terkemuka mengklaim orang Yahudi tidak memiliki hubungan sejarah dengan Yerusalem, menganggap Tembok Barat yang telah berusia 2500 tahub dibangun sebagai bagian dari masjid.[82] Orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara Palestina pada masa mendatang,[83][84] dan perbatasan kota menjadi subyek pembicaraan bilateral.

Yerusalem dan Islam Bagi pemeluk Islam, Yerusalem merupakan tempat suci ketiga setelah Mekkah dan Madinah. Ketika Islam menguasai kota ini banyak pedagang-pedagang Arab yang membuka rute perdagangan di sini, termasuk para pedagang dari Makkah dan Madinah. Kota ini juga adalah kiblat pertama umat Islam dalam menyembah Tuhan mereka sebelum akhirnya dialihkan ke ke Bait Allah di Mekkah. Tercatat setelah Salahuddin Al-Ayyubi menguasai kota ini kembali dari tangan Guy dari Lusignan pada masa perang salib ke-3, orang Islam, Kristen, dan Yahudi dapat beribadat tanpa ada gangguan, setelah sebelumnya akses ke tempat suci dimonopoli oleh tentara salib. Koordinat:

31°47′0″LU 35°13′0″BT31,78333°LU 35,21667°BT

Referensi 1. ^ A/RES/194 (III), Majelis Umum PBB 2. ^ Segal, Jerome M. (Fall 1997). "Negotiating Jerusalem". The University of Maryland School of Public Policy. Diakses 2007-02-25. 3. ^ Møller, Bjørn (November 2002). "A Cooperative Structure for Israeli-Palestinian Relations" (pdf). Working Paper No. 1. Centre for European Policy Studies. Diakses pada 16 April 2007. 4. ^ "Do We Divide the Holiest Holy City?". Moment Magazine. Diakses 2008-03-05. 5. ^ [Jerusalem's Holiest Places], (2006), James Barrat, (English/Spanish) National Geographic,. 6. ^ G.Johannes Botterweck, Helmer Ringgren (eds.) Theological Dictionary of the Old Testament, (tr.David E.Green) William B.Eerdmann, Grand Rapids Michigan, Cambridge, UK 1990, Vol. VI, p.348

7. ^ EA287 Abdi Hiba of Jerusalem to the king, No. 3 8. ^ The El Amarna Letters from Canaan 9. ^ Elon, Amos (1996-01-08). Jerusalem. HarperCollins Publishers Ltd. ISBN 0006375316. Diakses 2007-04-26. "Epitet ini mungkin saja merupakan nama kuno Yerusalem—Salem (menurut nama dewa pagan di kota itu), yang scara etimologis berhubungan dengan kata bahasa-bahasa Semitik yang berarti damai (syalom dalam b.Ibrani, salam dalam b.Arab)." 10. ^ Wallace, Edwin Sherman (August 1977). Jerusalem the Holy. New York: Arno Press. hlm. 16. ISBN 0405102984. "Sebuah pandangan serupa dipertahankan oleh orang-orang yang menggunakan bentuk ganda Ibrani untuk kata tersebut" 11. ^ Smith, George Adam (1907). Jerusalem: The Topography, Economics and History from the Earliest Times to A.D. 70. Hodder and Stoughton. hlm. 251. "Istilah -aim atau -ayim dipakai sebagai istilah umum bentuk ganda dari kata benda, dan digunakan sebagai penanda kotakota hulu dan hilir." (lihat ini [1]) 12. ^ "Jerusalem". Jafi.org.il. Diakses 2009-05-05. 13. ^ a b c Freedman, David Noel (2000-01-01). Eerdmans Dictionary of the Bible. Wm B. Eerdmans Publishing. hlm. 694–695. ISBN 0802824005. 14. ^ Killebrew Ann E. "Biblical Jerusalem: An Archaeological Assessment" in Andrew G. Vaughn and Ann E. Killebrew, eds., "Jerusalem in Bible and Archaeology: The First Temple Period" (SBL Symposium Series 18; Atlanta: Society of Biblical Literature, 2003) 15. ^ Vaughn, Andrew G.; Ann E. Killebrew (2003-08-01). "Jerusalem at the Time of the United Monarchy". Jerusalem in Bible and Archaeology: the First Temple Period. Atlanta: Society of Biblical Literature. hlm. 32–33. ISBN 1589830660. 16. ^ Shalem, Yisrael (1997-03-03). "History of Jerusalem from Its Beginning to David". Jerusalem: Life Throughout the Ages in a Holy City. Bar-Ilan University Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies. Diakses 2007-01-18. 17. ^ nama asli URU URU salem KI dalam bahasa Akkadia, ditemukan tertulis dalam surat-surat Amarna saat kota masih dikepung orang Mesir dan dikuasai oleh Abi Heba yang berarti kota damai 18. ^ Greenfeld, Howard (2005-03-29). A Promise Fulfilled: Theodor Herzl, Chaim Weizmann, David Ben-Gurion, and the Creation of the State of Israel. Greenwillow. hlm. 32. ISBN 006051504X. 19. ^ "Timeline". City of David. Ir David Foundation. Diakses 2007-01-18. 20. ^ Erlanger, Steven (2005-08-05). "King David's Palace Is Found, Archaeologist Says". The New York Times. Diakses 2007-05-24. 21. ^ a b Michael, E.; Sharon O. Rusten, Philip Comfort, and Walter A. Elwell (2005-02-28). The Complete Book of When and Where: In The Bible And Throughout History. Tyndale House Publishers, Inc. hlm. 20–1, 67. ISBN 0842355081. 22. ^ Merling, David (1993-08-26). "Where is the Ark of the Covenant?". Andrew's University. Diakses 2007-01-22. 23. ^ Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 11 24. ^ a b Zank, Michael. "Capital of Judah I (930–722)". Boston University. Diakses 2007-01-22. 25. ^ Zank, Michael. "Capital of Judah (930–586)". Boston University. Diakses 2007-01-22. 26. ^ Ezra 1:1-4; 6:1-5 27. ^ Sicker, Martin (2001-01-30). Between Rome and Jerusalem: 300 Years of Roman-Judaean Relations. Praeger Publishers. hlm. 2. ISBN 0275971406. 28. ^ Zank, Michael. "Center of the Persian Satrapy of Judah (539–323)". Boston University. Diakses 2007-01-22. 29. ^ Nehemiah 1:3; 2:1-8 30. ^ Schiffman, Lawrence H. (1991). From Text to Tradition: A History of Second Temple and Rabbinic Judaism. Ktav Publishing House. hlm. 60–79. ISBN 0-88125-371-5.

31. ^ Har-el, Menashe. This Is Jerusalem. Canaan Publishing House. hlm. 68–95. Text "1977" ignored (help) 32. ^ Zank, Michael. "The Temple Mount". Boston University. Diakses 2007-01-22. 33. ^ Crossan, John Dominic (1993-02-26). The Historical Jesus: the life of a Mediterranean Jewish peasant (ed. Reprinted). San Francisco: HarperCollins. hlm. 92. ISBN 0060616296. "dari tahun 4 SM hingga 6 M, saat Roma mengasingkan Herodes Arkhelaus ke Gaul, berpurapura memiliki kendali prefektural langsung atas teritorinya" 34. ^ Lehmann, Clayton Miles. "Palestine: People and Places". The On-line Encyclopedia of the Roman Provinces. The University of South Dakota. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2008-0310. Diakses 2007-04-18. 35. ^ a b Lehmann, Clayton Miles (2007-02-22). "Palestine: History". The On-line Encyclopedia of the Roman Provinces. The University of South Dakota. Diarsipkan dari aslinya tanggal 200803-10. Diakses 2007-04-18. 36. ^ Cohen, Shaye J. D. (1996). "Judaism to Mishnah: 135–220 C.E". In Hershel Shanks. Christianity and Rabbinic Judaism: A Parallel History of their Origins and Early Development. Washington DC: Biblical Archaeology Society. hlm. 196. 37. ^ Har-el, Menashe. This Is Jerusalem. Canaan Publishing House. Text "1977" ignored (help); Text "pages68–95" ignored (help) 38. ^ Zank, Michael. "Byzantian Jerusalem". Boston University. Diakses 2007-02-01. 39. ^ a b Conybeare, Frederick C. (1910). The Capture of Jerusalem by the Persians in 614 AD. English Historical Review 25. hlm. 502–517. 40. ^ Modern Historians and the Persian Conquest of Jerusalem in 614, Jewish Social Studies 41. ^ Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 7 42. ^ Gil, Moshe (February 1997). A History of Palestine, 634-1099. Cambridge University Press. hlm. 70–71. ISBN 0521599849. 43. ^ Runciman, Steven (1951). A History of the Crusades:The First Crusade and the Foundation of the Kingdom of Jerusalem. Penguin Books. Vol.1 pp.3–4. 44. ^ a b Shalem, Yisrael. "The Early Arab Period - 638-1099". Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies, Bar-Ilan University. Diakses 2008-07-20. 45. ^ Hoppe, Leslie J. (August 2000). The Holy City: Jerusalem in the Theology of the Old Testament. Michael Glazier Books. hlm. 15. ISBN 0814650813. 46. ^ Zank, Michael. "Abbasid Period and Fatimid Rule (750–1099)". Boston University. Diakses 2007-02-01. 47. ^ Hull, Michael D. (June 1999). "First Crusade: Siege of Jerusalem". Military History. Diakses 2007-05-18. 48. ^ a b "Main Events in the History of Jerusalem". Jerusalem: The Endless Crusade. The CenturyOne Foundation. 2003. Diakses 2007-02-02. 49. ^ Abu-Lughod, Janet L.; Dumper, Michael (2007), Cities of the Middle East and North Africa: A Historical Encyclopedia, ABC-CLIO, hlm. 209, diakses 2009-07-22 50. ^ Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p.25. 51. ^ Amnon Cohen. "Economic Life in Ottoman Jerusalem"; Cambridge University Press, 1989 52. ^ a b The Jerusalem Mosaic, Hebrew University, 2002 53. ^ a b c Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p. 37 54. ^ 1834 Palestinian Arab Revolt  Joel Beinin (2001) Workers and peasants in the modern Middle East Cambridge University Press, ISBN 0-521-62903-9 p 33  Beshara, Doumani. (1995). Rediscovering Palestine: Egyptian rule, 1831-1840 University of California Press.

55. ^ Encyclopedia Judaica, Jerusalem, Keter, 1978, Volume 9, "State of Israel (Historical Survey)", pp.304–306 56. ^ Jerusalem: Illustrated History Atlas Martin Gilbert, Macmillan Publishing, New York, 1978, p.35 57. ^ Eylon, Lili (April 1999). "Jerusalem: Architecture in the Late Ottoman Period". Focus on Israel. Israel Ministry of Foreign Affairs. Diakses 2007-04-20. 58. ^ Ellen Clare Miller, 'Eastern Sketches - notes of scenery, schools and tent life in Syria and Palestine'. Edinburgh: William Oliphant and Company. 1871. Page 126: 'It is difficult to obtain a correct estimate of the number of inhabitants of Jerusalem...' 59. ^ Fromkin, David (2001-09-01). A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East (ed. 2nd reprinted). Owl Books e. hlm. 312–3. ISBN 0805068848. 60. ^ Chart of the population of Jerusalem 61. ^ Tamari, Salim (1999). "Jerusalem 1948: The Phantom City" (Reprint). Jerusalem Quarterly File (3). Diarsipkan dari aslinya tanggal 2006-09-09. Diakses 2007-02-02. 62. ^ Eisenstadt, David (2002-08-26). "The British Mandate". Jerusalem: Life Throughout the Ages in a Holy City. Bar-Ilan University Ingeborg Rennert Center for Jerusalem Studies. Diakses 2007-02-10. 63. ^ "History". The Hebrew University of Jerusalem. Diakses 2007-03-18. 64. ^ "Considerations Affecting Certain of the Provisions of the General Assembly Resolution on the "Future Government of Palestine": The City of Jerusalem". The United Nations. 1948-0122. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2008-01-26. Diakses 2007-02-03. 65. ^ a b Lapidoth, Ruth (1998-06-30). "Jerusalem: Legal and Political Background". Israel Ministry of Foreign Affairs. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2007-08-07. Diakses 2008-07-22. 66. ^ Benny Morris, 1948 (2008), pp.218–219. 67. ^ Mordechai Weingarten 68. ^ Amos Oz, A Tale of Love and Darkness, (2004), ISBN 0-15-100878-7 69. ^ No Man's Land 70. ^ "Legal Status in Palestine". Birzeit University Institute of Law. Diakses 2008-07-22. 71. ^ Announcement in the UK House of Commons of the recognition of the State of Israel and also of the annexation of the West Bank by the State of Jordan. Commons Debates (Hansard) 5th series, Vol 474, pp 1137–1141. April 27, 1950. scan (PDF) 72. ^ S. R. Silverburg, Pakistan and the West Bank: A research note, Middle Eastern Studies, 19:2 (1983) 261–263. 73. ^ P. R. Kumaraswamy (2000-03). "Beyond the Veil: Israel-Pakistan Relations" (PDF). Jaffee Center for Strategic Studies, Tel Aviv University. Diakses pada 22 Juli 2009. 74. ^ Martin Gilbert, "Jerusalem: A Tale of One City", The New Republic, Nov. 14, 1994 75. ^ Mitchell Bard. "Myths & Facts Online: Jerusalem". Jewish Virtual Library. Diakses 2009-0722. 76. ^ Greg Noakes (September/October 1994). "Dispute Over Jerusalem Holy Places Disrupts Arab Camp". Washington report on Middle East affairs. Diakses 2008-07-20. 77. ^ Rashid Khalidi, "The Future of Arab Jerusalem" British Journal of Middle Eastern Studies, Vol. 19, No. 2 (1992), pp. 133–143 78. ^ "Jerusalem's Holy Places and the Peace Process". The Washington Institute for Near East Policy. 1988. Diakses 2008-07-20. 79. ^ "Basic Law- Jerusalem- Capital of Israel". Israeli Ministry of Foreign Affairs. 1980-07-30. Diakses 2008-07-20. 80. ^ "Resolution 478 (1980)". United Nations. 1980. Diakses 2008-07-30. 81. ^ "Jewish Inroads in Muslim Quarter: Settlers' Project to Alter Skyline of Jerusalem's Old City" The Washington Post Foreign Service, February 11, 2007; Page A01

82. ^ "'Western Wall was never part of temple'". Jerusalem Post. 2007-10-25. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2007-10-27. Diakses 2008-07-20. 83. ^ "No Mid-East advance at UN summit". BBC. 2000-09-07. Diakses 2007-02-03. 84. ^ Khaled Abu Toameh (2007-01-11). "Abbas: Aim guns against occupation". The Jerusalem Post. Diakses 2007-02-03.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF