Sejarah Dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen
November 29, 2018 | Author: Wiyogi Waskithaningtyas Utami | Category: N/A
Short Description
sejarah...
Description
Sejarah dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen Home Sejarah Sejarah dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen
Sejarah dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen Sejarah No Comments
Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian yang dilakukan oleh pihak Indonesia dengan pihak Belanda, yang terjadi pada tanggal 14 April 1949 dan proses penandatanganan tanggal 7 Mei 1949 yang bertempat di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian ini diambil dari nama ketua wakil tiap negara, untuk pihak Indonesia yaitu Mohammad Roem dan dan untuk pihak Belanda Herman van Royen. Perjanjian Roem Royen bermaksud untuk menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan Belanda sebelum konferensi meja bundar di Den Haag, Belanda. Keberhasilan membawa permasalahan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda ke meja perundingan merupakan inisiatif komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan Roem Royen, pihak Republik Indonesia memiliki pendirian mengembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci sebuah perundingan selanjutnya. Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Diadakannya perjanjian Roem Royen karena adanya serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan adanya penahanan pemimpin RI, serta mendapatkan kecamanan dari dunia Internasional. Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini Belanda mendapat kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat. Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei 1948, pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben. Dengan adanya Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda mendapat kecaman dan reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan PBB. Melihat reaksi mliter Belanda sehingga PBB membuat kewenangan KTN. Sejak itu KTN berubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia). UNCI sendiri dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat dan juga dibantu Critchley Australia dan juga Harremans dari Belgia. Pada tanggal 23 Maret 1949 pihak DK-PBB perintahkan UNCI agar membantu perundingan antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 17 April 1949 perundingan Roem Royen dimulai dan bertempat di Jakarta. UNCI sebagai penengah dan diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat wakil UNCI. Perundingan berikutnya Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs Moh Hatta dan juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian Roem Royen mulai ditandatangani dan nama perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Royen. Perjanjian yang sangat alot sehingga perlunya diperkuat oleh Drs Moh Hatta yang datang dari pengasingan di Bangka, serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Kedatangan Sri Sultan HB IX untuk mempertegas pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Diadakannya perjanjian Roem Royen karena adanya serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan adanya penahanan pemimpin RI, serta mendapatkan kecamanan dari dunia Internasional. Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini Belanda mendapat kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat. Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei 1948, pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben. Dengan adanya Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda mendapat kecaman dan reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan PBB. Melihat reaksi mliter Belanda sehingga PBB membuat kewenangan KTN. Sejak itu KTN berubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia). UNCI sendiri dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat dan juga dibantu Critchley Australia dan juga Harremans dari Belgia. Pada tanggal 23 Maret 1949 pihak DK-PBB perintahkan UNCI agar membantu perundingan antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 17 April 1949 perundingan Roem Royen dimulai dan bertempat di Jakarta. UNCI sebagai penengah dan diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat wakil UNCI. Perundingan berikutnya Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs Moh Hatta dan juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian Roem Royen mulai ditandatangani dan nama perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Royen. Perjanjian yang sangat alot sehingga perlunya diperkuat oleh Drs Moh Hatta yang datang dari pengasingan di Bangka, serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Kedatangan Sri Sultan HB IX untuk mempertegas pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta.
Isi Perjanjian Roem Royen
img.okezone.com Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain: 1. 2. 3. 4.
Tentara bersenjata Republik Indonesia harus me nghentikan aktivitas gerilya. Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik. 5. Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat. 6. Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara Indonesia Serikat. 7. Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak Indonesia.
Dampak perjanjian Roem Royen yaitu setelah perjanjian tersebut kembalinya Sukarno dan Hatta ke Yogyakarta setelah diasingkan, Yogyakarta sebagai ibukota sementara dari Republik Indonesia, Penyerahan mandat Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kepada Ir Soekarno, terjadinya gencatan senjata Belanda dan Indonesia, serta diadakanya Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sejarah dan Latar Belakang Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia. Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda telah melakukan tiga perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. Latar Belakang Terjadinya Konferensi Meja Bundar
upload.wikimedia.org Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Dunia international mengutuk perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia
lalu mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah kelanjutan perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda. Tujuan Diadakannya Konferensi Meja Bundar
http://4.bp.blogspot.com/ 1.
2.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Se rikat. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Perwakilan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Drs. Hatta (ketua) Nir. Moh. Roem Prof Dr. Mr. Supomo Dr. J. Leitnena Mr. Ali Sastroamicijojo Ir. Djuanda Dr. Sukiman Mr. Suyono Hadinoto Dr. Sumitro Djojohadikusumo Mr. Abdul Karim Pringgodigdo Kolonel T.B. Simatupang Mr. Muwardi
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley. Isi dari Konferensi Meja Bundar 1. 2. 3. 4. 5.
Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO. Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampa ikan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB. Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang. Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pad a tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden.
Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta. Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Dampak dari Konferensi Meja Bundar
Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta Amsterdam. Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan. Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka. Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian. Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.
Sejarah dan Isi Dari Perjanjian Renville Perjanjian Renville terjadi pada tanggal 17 Januari 1948, dan perjanjian ini merupakan perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, dan pe rundingan ini dilaksanakan atas usulan Dewan PPB dan juga KTN (Komisi Tiga Negara). Perundingan dan penandatanganan perjanjian Renville ini dilaksanakan di atas kapal untuk mengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville. Baca juga: Sejarah dan isi dari Perjanjian Linggarjati Dari pihak Indonesia perundingan ini diwakili oleh Mr. Amir Syarifudin, sedangkan perwakilan pihak Belanda oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, dia merupakan seorang Indonesia yang telah memihak kepada Belanda. Dengan ditempatkannya R. Abdulkadir Widjojoatmodjo hal ini merupakan sebuah siasat belanda, bahwa pertikaian antara Indonesia dengan Belanda merupakan ma salah dalam negeri bukan menjadi masalah internasional. Latar Belakang Perjanjian Renville
http://www.sukarnoyears.com/ Diadakannya Perjanjian Renville atau perundingan Renville bertujuan untuk menyelesaikan segala bentuk pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda.
Perundingan ini di latar belakangi adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia yang disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947. Di luar negeri dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda terhandap Indonesia, menimbulkan reaksi keras. Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan keduanya untuk menghentikan tembak menembak. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama. Agresi militer pertama disebabkan adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan bedanya penafsiran yang ada dalam persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat merugikan Indonesia. Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda yang pertama. Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember1947 diatas kapal Renville yang tengah berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran KTN dengan pokok-pokonya yaitu pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook serta perjanjian peletakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, dan disusul intruksi untuk menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948. Isi Dari Perjanjian Renville
http://www.sukarnoyears.com/ Berikut adalah pokok-pokok isi perjanjian Renville, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Re publik Indonesia Serikat. RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk. Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum (pemilu) dalam pembentukan Konstituante RIS. Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
Dampak Perjanjian Renville
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan Indonesia, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah R epublik Indonesia telah dikuasai pihak Belanda. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk untuk ke wilayah Republik Indonesia. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari perundingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda pertama. Berlangsungnya perundingan ini ha mpir satu bulan. Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikat diwakili Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan Belanda oleh Abdulkadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang Kedua.
Sejarah Perjanjian Linggarjati Beserta Isi dan Latarbelakangnya Perjanjian Linggarjati merupakan suatu perjanjian bersejarah yang b erisi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda yang disepakati dalam sebuah perundingan. Perjanjian Linggarjati juga merupakan upaya diplomatik pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan wilayah kesatuan Republik Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda. Para tokoh dari Indonesia dan Belanda duduk bersama untuk membuat kesepakatan yang dirangkum dalam beberapa poin persetujuan. Peristiwa ini kelak dikenal dengan nama perjanjian Linggarjati. Perjanjian ini telah berhasil mengangkat permasalahan antara Indonesia dan Belanda ke ranah international dengan melibatkan PBB (persatuan bangsa bangsa). Perjanjian ini disebut dengan perjanjian Linggarjati karena lok asi terjadinya ialah di Desa Linggarjati yang terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946. Sejarah dan Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
www.pintuwisata.com
Konflik yang terus terjadi antara Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya Perjanjian Linggarjati. Konflik ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja dideklarasikan. Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak. Untuk itu, Inggris berusaha mempertemukan Indonesia dengan Belanda di meja perundingan guna membuat sebuah kesepakatan. Perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda ini akhirnya terlaksana di Linggarjati, Cirebon pada tanggal 10 November 1946. Tokoh yang Terlibat dalam Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu Indonesia, Belanda dan Inggris. Berikut tokoh-tokoh yang hadir dalam Perjanjian Linggarjati:
www.pintuwisata.com
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir dan Mohammad Roem. Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer. Pemerintah Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Isi Perjanjian Linggarjati
id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I Karena terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, maka perjanjian Linggarjati baru ditanda tangani oleh Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947, Perjanjian Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947 dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta. Berikut ini merupakan isi dari Perjanjian Linggarjati:
Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949. Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama RIS.
Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan. Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949. Belanda dan RIS sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua.
Perjanjian Linggarjati ini memiliki dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia. Dampak Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan pengakuan secara de facto oleh Belanda. Dampak Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui seluruh wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada pulau Jawa, Madura dan Sumatera. Pro dan Kontra Perjanjian Linggarjati
Terjadi pro dan kontra dalam penandatangan perjanjian Linggarjati, namun akhirnya Indonesia setuju untuk menandatangani perjanjian ini pada tanggal 25 Maret 1947, ini terjadi karena: 1. 2. 3.
Cara damai merupakan cara terbaik demi menghindari jatuhnya korban jiwa, ini dikarenakan kemampuan militer Indonesia masih jauh dibawah militer Belanda. Cara damai dapat mengundang simpati dari dunia international. Perdamaian dengan gencatan sejata dapat memberi peluang bagi pasukan militer Indonesia untuk melakukan berbagai hal diantaranya dalah konsolidasi.
Pasca terjadinya perjanjian ini hubungan kedua negara tidaklah menjadi baik, ini dikarenakan adanya perbedaan dalam menafsirkan isi dari perjanjian. Belanda menganggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Belanda, sehingga semua urusan eksternal diurus oleh Belanda. Belanda juga menuntut untuk dibuatnya pasukan keamanan gabungan. Karena hal inilah Belanda melakukan aksi bersenjata yang disebut dengan Agresi Militer Belanda, aksi ini sekaligus membatalkan perjanjian Linggarjati.
Sejarah Agresi Militer Belanda I dan II - Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia. A. Agresi Militer Belanda I Operatie Product": atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati B. Sejarah Dimulainya operasi militer Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama. Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo.
1. Pembantaian Rawagede Pada 9 Desember 1947, terjadi peristiwa Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
2. Campur tangan PBB Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggajati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran. Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham. C. Agresi Militer II Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Muhammad hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan UdaraMaguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan komisi tiga negar(KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan. 1. Perjanjian rome roijen Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil
dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Kesepakatan Hasil pertemuan ini adalah:
Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948 Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia
2. Pasca perjanjian Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Hasil konferensi Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian
barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat
1.
Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. 2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland. 3.
Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
3. Pembentukan RIS Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
4. PerjanjianRenville PerjanjianRenville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia , yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
5. Gencatan Senjata Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
Isi perjanjian 1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia 2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda 3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta 6. Pasca perjanjian Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayahwilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
7. Perundingan Linggajati Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.
Hasil Perundingan Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi: 1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera
dan Madura. 2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS. 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. 8. Penyebab Terjadinya perjanjian linggarjati
Terbentuknya Perjanjian Linggarjati tidak dapat dilepaskan dari latar belakang Internasional. Dalam bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu diputuskan bahwa yang diutamakan adalah penyerbuan Jepang. Penyerbuan itu ditugaskan kepada Jenderal Mac Arthur dilepaskan dari tanggung jawabnya atas sebagian besar dari wilayahnya, antara lain seluruh wilayah Hindi – Belanda , yang diserahkan kepada Laksamana Mountbatten, bertanggung jawab atas Sumatra, ia segera, setelah Jepang menyerah, berniat menjalankan tugasnya.
Pengertian Tanam Paksa Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), merupakan peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mengharuskan setiap desa menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku dipasar ekspor, khususnya tebu, tarum (nila) dan kopi. Hasil tanaman ini nantinya harus dijual kepada pemerintah belanda dengan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan Penduduk desa yang tidak punya tanah harus bekerja selama 75 hari setiap tahun (20% dari 365 Hari) pada perkebunan milik pemerintah belanda, hal tersebut menjadi semacam pengganti pajak bagi rakyat.
Penduduk dipaksa bekerja di perkebunan milik pemerintah kolonial
Namun pada kenyataannya peraturan Sistem Tanam Paksa (Tanam Paksa) bisa dikatakan tidak sesuai karena pada prakteknya seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman yang laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Kolonial. Tanah yang digunakan untuk praktik Tanam Paksa pun masih dikenakan pajak (seharusnya bebas pajak). Sedang Warga yang tidak mempunyai lahan pertanian harus bekerja selama setahun penuh (seharusnya hanya 75 hari) di lahan pertanian Belanda.
Sejarah dan Latar Belakang Tanam Paksa Pada tahun 1830 saat pemerintah belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (18251830), kemudian Gubernur Jenderal Judo mendapat izin untuk menjalankan CultuurStelsel (sistem Tanam Paksa) dengan tujuan utama untuk menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan dan mengisi kas pemerintahan jajahan yang saat itu kosong.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara yang kosong, membiayai perang serta membayar hutang. Untuk mnjalankan tugas yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch mmfokuskan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Awal adanya Sistem tanam paksa karena pemerintal kolonial beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan kopi). Penduduk kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah.
Baca Juga: Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Kolonial
Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa harus membayar kekurangannya.
Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor. Berikut Sistem yang disusun Van den Bosch Setibanya di Indonesia (1830).
Sistem tanam bebas harus dirubah menjadi tanam wajib dengan jenis tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya sedikit serta pelaksanaannya yang sulit.
Pajak terhadap tanah harus dibayar dengan menyerahkan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah kolonial.
Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan muali tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa.
Bagi pemerintah kolonial (Belanda), Sistem Tanam Paksa menuai sukses besar. Karena antara 18311871 Batavia tidak hanya dapat membangun sendiri, tapi punya hasil (laba) bersih 823 juta gulden untuk kas yang dikirim ke Kerajaan Belanda.
Menurut informasi dari Wikipedia, Umumnya 30% anggaran belanja Kerajaan Belanda berasal dari kiriman Batavia. Bahkan Pada tahun 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda didapat dari Oost Indische (Hindia Belanda). Pada saat itu Batavia menjadi sumber modal Kerajaan Belanda untuk membiayaai proyek-proyeknya. Misalnya, untuk membiayai kereta api di Belanda yang saat itu serba mewah.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, akhirnya dihapus pada tahun 1870 setelah memperoleh protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, meskipun pada kenyataannya Sistem Tanam Paksa untuk tanaman kopi di luar Jawa masih berjalan hingga tahun 1915. Program tersebut (Sistem Tanam Paksa) dijalankan dengan nama sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Aturan dan ISi Tanam Paksa Aturan dan ISi Tanam Paksa - Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) yang dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch pada dasarnya adalah gabungan dari sistem pajak tanah (Raffles) dan sistem tanam wajib (VOC). berikut Isi Tanam Paksa
Setiap rakyat Indonesia yang punya tanah diminta menyediakan tanah pertanian yang digunakan untuk cultuurstelsel (Tanam Paksa) yang luasnya tidak lebi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis-jenis tanaman yang laku di pasar ekspor. Waktu untuk menanam Sistem Tanam Paksa tidak boleh lebih dari waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan Tanah yang disediakan terhindar (bebas) dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak. Rakyat indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian bisa menggantinya dengan bekerja di perkebunan, pengangkutan atau di pabrik-pabrik milik pemerintah kolonial selama seperlima tahun atau 66 hari.
Hasil tanaman harus diberikan kepada pemerintah Koloni. Apabila harganya melebihi kewajiban pembayaran pajak maka kelebihannya harga akan dikembalikan kepada petani. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan Sistem Tanam Paksa kepada kepala desa Kegagalan atau Kerusakan sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan dari petani seperti karena terserang hama atau bencana alam, akan di tanggung pemerintah Kolonial.
Dampak dan Akibat Sistem Tanam Paksa Dampak dan Akibat Tanam Paksa - Pelaksanaan tanam paksa banyak menyimpang dari aturan sebenarnya dan memiliki kecenderungan untuk melakukan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, Tanam Paksa menimbulkan akibat yang bertolak belakang bagi Bangsa Indonesia dan Belanda, diantaranya adalah sebagai berikut.
Bagi Indonesia
Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak . Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis. Timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di mana-mana. Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat. Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
Bagi Belanda
Kas Negeri Belanda yang semula kosong menjadi dapat terpenuhi. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja (Surplus). Hutang-hutang Belanda terlunasi. Perdagangan berkembang pesat. Amsterdam sukses dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
Akhir Sistem Tanam Paksa Tanam paksa yang berakibat banyak hal negative bagi bangsa Indonesia, yang pada akhirnya menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun Indonesia, seperti berikut ini:
Eduard Douwes Dekker
Eduard Douwes Dekker Merupakan seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen Lebak (Banten). Douwes Dekker cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang sengsara karena tanam paksa. Menggunakan nama samaran Multatuli yang memiliki arti 'aku telah banyak menderita', ia menulis buku berjudul Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang menceritakan kesengsaraan rakyat indonesia akibat Sistem Tanam Paksa.
Baron Van Hoevel
Baron Van Hoevel Merupakan seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam perjalanannya di Bali, Madura dan Jawa, ia banyak melihat kesengsaraan rakyat akibat adanya Cultuurstelsel. Setelah pulang ke Belanda dan terpilih menjadi anggota parlemen Ia sering melakukan protes terhadap pelaksanaan tanam paksa, ia gigih dalam berjuang menuntut dihapusnya tanam paksa.
Baca Juga: Pendudukan Jepang
Akibat adanya protes tersebut, pemerintah Belanda secara bertahap menghapuskan Tanam Paksa. Pada tahun 1865 Kayu Manis, Teh dan Nila dihapuskan, Pada tahun 1866 tembakau, kemudian tebu pada tahun 1884. Sedangkan Kopi merupakan Tanaman yang paling akhir dihapus, yaitu pada tahun 1917 karena Kopi paling banyak memberi keuntungan.
Sekian Artikel tentang Tanam Paksa / Sistem Tanam Paksa, semoga artikel tentang Sistem Tanam Paksa yang dilengkapi dengan Penjelasan dan Sejarahnya dapat menambah wawasan dan pengetahuan Sobat MARKIJAR.Com utamanya tentang sejarah bangsa ini.
ujuan VOC, Latar Belakang didirikannya VOC, dan Sejarah Singkat Berdirinya VOC di Indonesia – Apa itu VOC ? VOC merupakan singkatan dari Ve reenidge Oostindische Compagnie yang berarti “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”. Penamaan Hindia Timur karena ada juga persekutuan dagang Hindia Barat yang bernama Geoctroyeerde We stindische Compagnie.
#1. Pengertian VOC Secara Singkat
VOC adalah kongsi dagang asal Belanda yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia dan menyatukan perdagangan rempah-rempah dari wilayah timur. Sebagai sebuah kongsi dagang, VOC memiliki beragam hak istimewa dan kewenangan yang sangat luas. Walau hanya sebuah kongsi dagang saja, VOC didukung penuh oleh negara (Belanda) dan difasilitasi secara istimewa. Misalnya VOC boleh memiliki pasukan perang dan mengadakan perjanjian dengan negara lain. Ini juga alasan mengapa VOC sering disebut sebagai negara di dalam negara. VOC oleh kalangan orang Indonesia sering juga disebut dengan Kumpeni atau Kompeni. Mengapa ? Karena umumnya mayoritas orang Indonesia lebih mudah dalam pengucapannya (diambil dari kata compagnie). Namun rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni sebagai tentara Belanda bukan sebagai sebuah kongsi dagang. Itulah sedikit penjelasan singkat mengenai arti dari VOC, namun alangkah baiknya jika sobat memahami VOC lebih luas lagi. Makin banyak wawasan, makin baik bukan ? #2. Latar Belakang Kelahiran/Berdirinya VOC
Latar belakang secara singkat :
Keinginan untuk memonopoli perdagangan. Menghilangkan persaingan antar pedagang Belanda dan Eropa
Latar belakang secara kronologis : Pedagang dari bangsa Barat datang ke Indonesia dengan itikad baik dan mulai membentuk kongsi dagang. Seiring berjalannya waktu, kongsi dagang di Nusantara semakin banyak hingga timbul persaingan antara kongsi dagang satu dengan lainnya. Persaingan tersebut semakin ketat hingga tidak mengenal kongsi sesama bangsa. Hal ini menyebabkan kerugian terhadap pemerintah Belanda karena para pedagang Belanda juga saling berseteru. Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1598 pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) khususnya Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan untuk membentuk kongsi dagang yang lebih besar dengan membentuk perusahaan dagang, seperti yang telah dilakukan oleh Inggris (EIC) dan Perancis (French East India Company pada tahun 1604). Usulan tersebut mendapat sambutan baik, dan pada 20 Maret 1602 didirikanlah kongsi dagang “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur” atau lebih dikenal sebagai VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie). #3. Sejarah Singkat Berdirinya VOC
Perjalanan mengarungi jalur laut oleh penjelajah untuk mencari keuntungan dan kekayaan pada akhirnya tercapai. Berbagai tujuan dapat dikatakan berhasil setelah menemukan daerah penghasil rempah-rempah di wilayah Nusantara. Pada awalnya, bangsa Eropa datang ke Asia Timur dan Tenggara (termasuk Nusantara) adalah untuk berdagang, termasuk juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang tersebut kemudian dilanjutkan dengan membentuk kolonialisasi (politik pemukiman) dengan kerajaan-kerajaan di Sumatera, Jawa, dan Maluku. Hal tersebut lalu menjadi cikal bakal kolonialisasi di Indonesia. Pada tahun 1591, Portugis melakukan kerjasama dengan Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Kota Hamburg sebagai pelabuhan utama. Kota itu digunakan untuk mendistribusikan barang dari Asia dan memindahkan jalur perda gangan agar tidak melewati Belanda. Hal ini justru membuat perdagangan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang tinggi, terutama lada. Lambat laun harga lada melonjak drastis kala itu. Karena beragam faktor tersebut, Belanda akhirnya memutuskan ikut masuk ke perdagangan rempah-rempah dunia. Ekspedisi Belanda pun mulai dilakukan, hingga akhirnya Jan Huygen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia”. Penemuan jalur rahasia ini merupakan kesuksesan bagi Belanda, terutama keberhasilan Cornelis de Houtman atas ekspedisinya. Setelah penemuan jalur tersebut, Belanda mulai melakukan ekspedisi kembali pada tahun 1596 dan singgah di Banten yang merupakan Pelabuhan utama di Pulau Jawa (1595-1597). Ekspedisi yang dipimpin Cornelis tersebut merupakan kontak pertama antara Indonesia dengan Belanda.
Ketika sampai di Banten, Belanda mendapat perseteruan dari Portugis dan penduduk lokal. Belanda mundur lalu melanjutkan perjalanann ya ke arah timur melalui pantai utara Jawa. Perjalanan tidak berjalan dengan mulus, Belanda diserang penduduk lokal di Sedayu (12 awak meninggal) dan mendapat perseteruan dari penduduk lokal Madura (pimpinan lokal terbunuh). Karena banyak korban, akhirnya Belanda pulang ke negerinya dengan membawa rempahrempah sebagai keuntungan yang melimpah. Kembalinya Cornelis ke negerinya menyebabkan bangsa Belanda berbondong-bondong datang ke Nusantara untuk berdagang guna mencari untung. Semakin ramainya pedagang Belanda di Nusantara menyebabkan persaingan dagang semakin ketat. Para pedagang Portugis bersaing dengan pedagang Spanyol, pedagang Spanyol bersaing dengan Inggris, Inggris bersaing dengan Belanda, dan seterusnya hingga antar bangsa pun saling bersaing. Semakin banyaknya pedagang bangsa asing, tentu kurang baik untuk mencari keuntungan. Hal ini akhirnya disiasati melalui kerjasama membentuk sebuah kongsi da gang guna memperkuat kedudukan di “Dunia Timur”. Masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk persekutuan dagang bersama. Adapun Inggris yang membentuk perusahaan dagang Asia pada 31 Desember 1600 dan dinamai “The British East India Company “ (sering disebut E IC) yang berpusat di Kalkuta, India. Dari Kalkuta, kekuatan dan kebijakan di “Dunia Timur” dikendalikan. Bahkan pada tahun 1811, kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan pernah berhasil menempatkan kekuasaannya di Nusantara. Ketatnya persaingan dagang juga berlaku antar pedagang Belanda. Antar kongsi dagang ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya walau pesaingnya adalah pedagang dari negeri sendiri. Hal ini mendapat tanggapan serius dari pemerintah Belanda, karena bukan tidak mungkin Belanda akan sangat merugi. Sehubungan kejadian itu, pada tahun 1598 pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal), khususnya Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan untuk membentuk kongsi dagang yang lebih besar, dengan membentuk perusahaan dagang seperti yang telah dilakukan oleh Inggris dan Perancis. Usulan ini disambut dengan baik dan terlaksana 4 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 20 Maret 1602 dengan menghabiskan modal pertamanya sekitar 6,5 miliar gulden. Kongsi dagang itu kemudian diberi nama VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie) dan dalam bahasa Indonesia berarti “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”, yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Didirikannya VOC tentu memiliki berbagai tujuan. Bukan as al-asal membuat.
#4. Lalu, Apa Tujuan didirikannya VOC ?
Tujuan pembentukan VOC seperti tertuang dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Maksud dari musuh kala itu adalah bangsa Spanyol dan Portugis yang bersekutu untuk merebut dominasi kekuasaan di Asia pada kurun waktu antara Juni 1580 – Desember 1640. Adapun tujuan lainnya yaitu :
Membantu dana pemerintahan Belanda. Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia. Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Indonesia. Menghindari persaingan curang yang akan merugikan para pedagang Belanda. Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol. Memperkuat kedudukan Belanda agar tidak tersaingi Portugis dan bangsa Eropa lainnya. Agar dapat memonopoli perdagangan di Nusantara terutama memonopoli rempah-rempah.
#5. Sistem Birokrasi Politik VOC
Awal mulanya, VOC dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas. Seiring berjalannya waktu, VOC mulai memperoleh kekuasaannya di berbagai daerah. Hingga pada akhirnya kekuasaan VOC sangat luas dan tidak memungkinkan untuk dipimpin oleh Dewan 17. Untuk memerintah kekuasaan VOC yang sangat luas, tentunya diperlukan seorang pemimpin yang dapat diandalkan. Sehubungan hal tersebut, maka diangkatlah jabatan Gubernur Jenderal yang akan memimpin sistem monopoli VOC. Tujuannya ? Tentu agar lebih efektif dan produktif. Dalam memimpin, seorang Gubernur dibantu oleh empat orang anggota yang disebut Raad van Indie (Dewan India). Di bawah Gubernur Jenderal terdapat gubernur yang memimpin suatu daerah, di bawahnya lagi ada residen yang dibantu asisten residen. Pieter Both sebagai Gubernur pertama harus melakukan tugasnya dengan baik. Pada tahun 1610, ia mendirikan pos perdagangan di Banten dan pada tahun itu juga ia meninggalkan Banten untuk memasuki Jayakarta. Pangeran Wijayakrama sebagai penguasa Jayakarta sangat terbuka dalam hal perdagangan. Jadi pedagang asal manapun boleh berdagang di sana. Karena keterbukaan itulah menjadikan Jayakarta sebagai kota yang sangat ramai. Di tahun 1611, Pieter Both melakukan perjanjian dengan penguasa Jayakarta untuk membeli tanah seluas 50×50 vadem (1 vadem =182 cm). Lokasinya di timur Muara Ciliwung. Lokasi ini lalu didirikan bangunan sebagai basis administrasi VOC di Nusantara.
Kesuksesan Pieter Both lainnya adalah mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di Maluku kemudian berhasil mendirikan perdagangan di Ambon. Setelah itu Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605-1611) dan di Maluku (1621- 1623). Kenapa Jayakarta dipilih sebagai pusat kedudukan VOC ?
Ini alasannya…
Jayakarta lebih strategis dibandingkan dengan Ambon karena terletak di tengah jalur perdagangan Asia. Jayakarta memudahkan VOC menyingkirkan Portugis di Selat Malaka.
Pada awalnya, orang Belanda bersikap baik dengan rakyat. Sikap baik dari rakyat juga dimanfaatkan VOC untuk memperkuat kedudukannya di Nusantara. Seiring berjalannya waktu, sikap orang Belanda berubah menjadi sombong, congkak dan tamak. Karena merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara, Belanda semakin bernafsu untuk menguasai dan menghalalkan segala cara, seperti paksaan dan kekerasan demi memperoleh keuntungan. Sikap tersebut membuat kebencian rakyat, dan pada 1618 Sultan Banten dibantu tentara Inggris di bawah laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta. Setelah VOC tersingkir, selanjutnya rakyat mengusir Inggris dari jayakarta pada 1619, dan akhirnya Jayakarta dikuasai oleh kesultanan Banten. Saat JP. Coen dilantik sebagai Gubernur jenderal, ia mulai menjalankan aksinya. Ia sangat kejam dan ambisius. Merasa bangsanya dipermalukan Banten dan Inggris, ia mempersiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta lalu membumihanguskannya pada 30 Mei 1619. Setelah dihancurkan, Belanda mendirikan kota kembali bergaya kota dan bangunan di Belanda. Jayakarta hilang, dan muncul kota baru yang dinamai Batavia. Gubernur Jenderal VOC yang dapat dikatakan berhasil lainnya dalam melakukan pengembangan usaha perdagangan dan kolonialisme di Indonesia, diantaranya : 1. 2. 3. 4.
Jan Pieterszoon Coen : Pendiri Batavia dan pencetus kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia. Antonio van Diemen : Memperluas kekuasaan VOC ke Malaka tahun 1641 dan mengirim misi pelayaran ke Australia dan Selandia Baru. Joan Maetsuycker : Memperluas kekuasaan ke Padang, Semarang, dan Manado. Cornelis Speelman : Mengalahkan perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar, meredakan pembrontakan Trunojoyo di mataram, dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Pelaksanaan sistem pemerintahan oleh VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung dengan memanfaatkan sistem feodalisme yang sudah berkembang di Nusantara.
#6. Gubernur VOC ( sejarah pergantian kepengurusan VOC)
Dalam mewujudkan tujuannya, VOC telah beberapa kali melakukan pergantian pimpinan kepengurusan. Berikut beberapa nama Gubernur Jendral yang memimpin VOC : 1610-1614 Pieter Both 1614-1615 Gerard Reynest 1616-1619 Laurens Reael 1619-1623 Jan Pieterszoon Coen 1623-1627 Pieter de Carpienter 1627-1629 Jan Pieterszoon Coen 1629-1632 Jacques Specx 1632-1636 Hendrik Brouwer 1636-1645 Antonio van Diemen 1645-1650 Cornelis van der Lijn 1650-1653 Carel Reyniersz 1653-1678 Joan Maetsuycker 1678-1681 Rijckloff van Goens 1681-1684 Cornelis Speelman 1684-1691 Johannes Camphuys 1691-1704 Willem van Outhoorn 1704-1709 Joan van Hoorn 1709-1713 Abraham van Riebereck 1713-1718 Christoffel van Swol 1718-1725 Hendrick Zwaardecroon 1725-1729 Mattheus de Haan 1729-1731 Diederik Durven 1731-1735 Dirk van Cloon 1735-1737 Abraham Patras 1737-1741 Adriaan Valckenier 1741-1743 Johannes Thedens 1743-1750 Gustaaf Willem baron van Imhoff 1750-1761 Jacob Mossel 1761-1775 Petrus Albertus van der Parra 1775-1777 Jeremias van Riemsdijk 1777-1780 Reinier de Klerk 1780-1796 Willem Arnold Alting 1798- Pieter Gerardus van Overstraten #7. Istilah Penting dalam VOC
Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII) : Parlemen yang memimpin VOC pertama kali, yang beranggotakan 17 orang dan berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Pelayaran hongi : Pelayaran dengan menggunakan kapal kora-kora yang dipersenjatai guna mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Devide at Impera : Suatu politik yang dilakukan VOC untuk mengadu domba kerajaan di Nusantara agar terpecah-belah sehingga mempermudah memonopoli perdagangan. Gubernur Jenderal : Jabatan tertinggi yang mengurus dan mengendalikan kekuasaan jajahan VOC. Dewan Hindia (Raad van Indie): Jabatan yang berperan sebagai penasehat Gubernur Jenderal dan mengawasi kepemimpinannya. Dividen : Pembayaran keuntungan oleh pemilik saham. Gulden : Mata uang Belanda saat itu. Hak Octroi : Hak istimewa yang dimiliki VOC dan bersifat mutlak untuk diakui dan dilaksanakan layaknya bertindak sebagai suatu negara di dalam negara.
Artikel sejarah lainnya :
kebijakan dan kekejaman VOC di Indonesia hak istimewa dan aturan khusus VOC faktor penyebab kemunduran VOC
Demikianlah artikel tentang pengertian VOC dan s istem birokrasi politiknya serta gubernur yang menjabat, semoga bermanfaat.
Sejarah VOC, Pengertian VOC, Hak VOC Dan Tujuan Dibentuknya VOC (Sebuah Bahasan Lengkap) Diposting oleh aina fathiya di 03.24 Sejarah VOC, Pengertian VOC, Hak VOC Dan Tujuan Dibentuknya VOC (Sebuah Bahasan Lengkap) Dalam perjaungan mendapatkan kemerdekaan Indonesia, sulit rasanya pembahasan dipisahkan dari keberadaan VOC. Perjuangan pergerakan selalu dihubungkan dengan adanya monopoli dari VOC. Keberadaan VOC di Indonesia ini jauh sebelum Indonesia mendapatkan kemerdekaannya pada tahun 1945. Apalagi pada saat Indonesia sudah menyelenggarakan Pemilu 1955, sangat jauh sebelum itu VOC sudah ada di Indonesia. Baik, sebelum kita lebih jauh membahas mengenai VOC, kita bahas terlebih dahulu secara singkat pengertian VOC itu sendiri kemudian dilanjutkan pembahasan lainnya terkait VOC. 1. Pengertian VOC Secara Singkat
Baik, bahasan kita mulai dari pengertian VOC, apa itu VOC. VOC adalah singkatan dari Vereenidge Oostindische Compagnie yang berarti “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”. Kenapa diberi nama Hindia Timur, karena pada kala itu juga ada persekutuan dagang Hindia Barat yang namanya adalah Geoctroyeerde Westindische Compagnie. Nah, secara sederhana, VOC ini adalah suatu kongsi dagang adal Belanda yang pada saat itu merupakan kongsi dagang yang menguasai dan memonopoli perdagangan di Asia. Di Indonesia sendiri, karena kaya akan rempah-rempah di wilayah timur, maka VOC melancarkan strategi dagang dengan memonopoli segala barang dagangan rempah-rempah di wilayah Timur Indonesia.
2. Latar Belakang Pembentukan VOC
Pembentukan VOC di Indonesia oleh Belanda ini tentu saja memiliki dasar atau keinginan untuk memonopoli Indonesia di bidang perdagangan. Dan ternyata, bukan saja Belanda yang memiliki keinginan untuk menguasai perdagangan Indonesia, Inggris pun juga memiliki niat yang sama. Bahkan, Inggris bisa dikatakan melangkah lebih dulu daripada VOC dengan membentuk sebuah perserikatan dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600 yang kala itu diberi nama EIC (East India Company). Keberadaan EIC ini membuat Belanda khawatir juga atas dominasi perdagangan di Indonesia. Sehingga, persaingan yang ada di antara para pedagang Belanda sendiri kemudian beralih menjadi persatuan dan kesepakatan untuk membuat sebuah persekutuan guna menghadang gerak langkah dari EIC.
Nah, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh para pedagang Belanda untuk membendung EIC ini tidak ada cara lain kecuali dengan mempersatukan para pedagang Belanda dalam suatu wadah atau perserikatan dagang. Kemudian, salah seorang anggota parlemen dari Belanda yang bernama Johan van Oldebanevelt mengajukan usul mengenai penggabungan pedagang - pedagang Belanda menjadi serikat dagang. Kemudian pada tanggal 20 Maret 1602 atas prakarsa dari Pangeran Maurits dan Olden Barneveld didirikanlah sebuah perkumpulan kongsi perdagangan yang bernama Verenigde OostIndische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Untuk menjalankan VOC ini, ada pengurus pusat yang terdiri dari 17 orang. VOC kemudian membuka kantor pertamanya di Indonesia tepatnya di Banten yang dikepalai oleh Francois Wittert pada t ahun 1602.
Baca juga : Pemilu 1955, Latar Belakang, Kronologis, Hasil Dan Tujuan Diselenggarakannya
3. Tujuan Pembentukan VOC Di Indonesia
Dalam pembentukannya, VOC di Indonesia sendiri memiliki beberapa tujuan yang spesifik. Sehingga sebenarnya mereka memiliki road map yang jelas ketika dibentuk, bukan asal dan tanpa tujuan yang jelas. Karena pada masa itu, sebenarnya ada banyak pedagang Belanda yang juga tengah menjalankan dagang dan bisnisnya di Indonesia. Lalu tujuan seperti apa yang mendasari pembentukan VOC di Indonesia ini, di bawah ini adalah tujuan utama dari pembentukan VOC di Indonesia.
a. Menghindari persaingan dagang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda sehinggan keuntungan maksimal dapat diperoleh. b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya. c. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda.
Dari tujuan di atas tentu bisa kita pahami bahwa VOC cukup memiliki strategi jangka panjang yang bukan saja untuk menguasai Indonesia. Namun lebih dari itu, pembentukan VOC juga dalam rangkan menguatkan posisi mereka di hadapan bangsa Eropa lainnya. Selain itu juga untuk memenangkan persaingan perdagangan di Eropa dengan menguatkan posisi diri (Belanda).
4. Hak-hak Istimewa atau Hak Octroi VOC
Dalam rangka untuk menguasai dan memonopoli perdagangan di Indonesia, tentu rencana tersebut tidak bisa berjalan tanpa adanya bantuan dari Pemerintah Belanda. Maka dari itu, salah satu bentuk sokongan dari Pemerintah Belanda pada VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia adalah dengan diberikannya Hak Istimewa kepada VOC. Ada banyak hak istimewa atau hak octroi yang diberikan oleh Pemerintah Belanda pada VOC di Indonesia. Hak tersebut meliputi :
a. Hak monopoli perdagangan b. Hak mencetak dan mengedarkan uang c. Hak mengangkat dan memperhentikan pegawai d. Hak mengadakan perjanjian dengan raja-raja e. Hak memiliki tentara sendiri f. Hak mendirikan benteng g. Hak menyatakan perang dan damai h. Hak mengangkat dan memperhentikan penguasa-penguasa setempat. i. Hak menjalankan kekuasaan ke hakiman
Hak-hak istimewa inilah yang lantas membuat VOC semakin berkembang dengan pesat dan membuat Protugis semakin terdesak. Kemudian untuk semakin meningkatkan penetrasi kepentingan VOC, diangkatlah seorang gubernur jendral VOC yang pertama yaitu Pieter Both (1610-1614). Masuk pada masa Gubernur Jendral J.P Coen kemudian memiliki pandangan bahwa Jayakarta memiliki kedudukan yag lebih strategis dibanding yang lain. Kemudian pada tahun 1611 berhasil merebut Jayakarta yang kemudian namanya dirubah menjadi Batavia, dan disinilah pusat kekuasaan VOC di Indonesia.
5. Politik Ekonomi Yang Dilancarkan VOC
Untuk mendukung VOC dalam menjalankan misi untuk menguasai perdagangan dan memonopoli perdagangan di Indoensia, VOC memiliki strategi khusus dalam politik ekonominya. Semua strategi politik ekonomi yang dijalankan VOC tersebut selalu menguntungkan VOC dan merugikan warga Indonesia. Ada beberapa politik ekonomi yang diterapkan VOC di Indonesia seperti di bawah ini :
a. Verplichhte Leverantie Verplichhte Leverantie yaitu memaksa pribumi untuk menjual hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Peraturan ini melarang rakyat untuk menjual hasil bumi kepada pedagang lain selain VOC. Hasil bumi tersebut diantaranya lada, kapas, kayu manis, gula, beras, nila serta binatang ternak.
b. Contingenten Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
c. Ektripasi Ektripasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga merosot.
d. Pelayaran Hongi Pelayaran Hongi adalah bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan perdagangan yang dilakukan oleh VOC. Pelayaran ini dilakukan untuk menghindari adanya penyelundupan dan perdagangan pasar gelap yang menyalahi aturan VOC. Tindakan yang dilakukan oleh VOC untuk yang melanggar peraturan atau ketentuan yang sudah disepakati VOC adalah penyitaan barang dagangan, dijebloskan ke penjara, dijual sebagai budak di pasar budak bahkan sampai pada yang terberat yaitu dengan dihabisi.
e. Preanger Stelsel Sistem Priangan atau lebih dikenal sebagai sistem Preanger Stelsel adalah penyerahan wajib pajak atas hasil bumi warga Priangan pada VOC. Ini terjadi pada periode 1677 sampai 1871, bukan berupa uang namun berupa hasil bumi yang memiliki nilai setara dengan uang pajak itu sendiri. Apabila pribumi tidak memiliki lahan hasil bumi, maka mereka akan dipaksa untuk menjadi budak oleh VOC. Para budak tersebut kemudian dipaksa bekerja biasanya menanam tanaman yang sesuai keinginan dari VOC dengan sistem kerja paksa atau kerja rodi tanpa mendapatkan upah sepeserpun dari VOC.
Dengan apa yang dilakukan VOC di Indonesia ini, ada dampak positif meski lebih banyak dampak negatifnya. Dampak positif dari kegiatan VOC ini adalah komoditi rempah-rempah dari Indonesia
merupakan komoditi yang sangat laku di Eropa. Sedangkan dampak buruknya adalh terjadinya penindasan yang luar biasa pada pribumi dalam rangka untuk menguasai dan memonopoli komoditi rempah-rempah di Indonesia oleh VOC. Untuk VOC sendiri, jelas ini sangat menguntungkan dan bisa mendapatkan pemasukan yang sangat luar biasa besar. Dan bukan hanya untuk VOC, namun juga menambah pemasukan yang sangat besar untuk Belanda.
Keuntungan yang besar ini ternyata menjadi bumerang bagi VOC sendiri. Pasa,nya sikap pejabat yang ada di dalam VOC menjadi semakin serakah dan korupsi semakin besar di sana sini. Terjadinya korupsi ini tentu membuat pemasukan dalam kas Belanda menjadi berkurang, sehingga pada akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dan digantikan oleh Belanda sendiri. Dan, hutang-hutang VOC pada periode sebelumnya pun kemudian menjadi tanggungan Belanda sehingga keadaan ini tentu membuat kas negara Belanda menjadi berkurang dan bahkan habis.
Baca juga : Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Program Kerja, Prestasi Dan Kejatuhannya
6. Birokrasi VOC
Untuk menjalankan bisnisnya dan memrintah wilayah-wilayah yang ada di Indonesia, VOC mengangkat seorang gubernur Jendral. Gubernur Jendral ini dalam menjalankan tugasnya di VOC dibantu oleh emmpat orang anggota yang sering disebut dengan Raad van Indie (dewan India). Di bawah Gubernur Jendral, ada seorang Gubernur yang memimpin suatu daerah dan di bawah Gubernur ini ada residen yang dibantu oleh asisten residen. Dalam sejarah kepemimpinan Gubernur VOC, ada beberapa Gubernur Jendral yang dianggap bisa dan berhasil mengembangkan usaha dagang nya dan kolonialisasi di Indonesia. Gubernur Jendral tersebut adalah :
- Jaan Pieterszoon Coen ( 1619-1629 ) Keberhasilan : Mendirikan Batavia dan berhasil mencetuskan kolonialisme serta imperialisme dari belanda atas Indonesia
- Antonio van Diemen ( 1636-1645 ) Keberhasilan : Berhasil memperluas kekuasaan VOC sampai ke Maluku pada tahun 1641 dan bahkan berhasil mengirim misi pelayaran ke luar Indonesia yaitu ke Australia dan ke Se landia Baru.
- Joan Maetsycker ( 1653-1678 )
Keberhasilan : Memperluas wilayah kekuasaan VOC sampai ke Padang, Semarang, dan Manado.
- Cornelis Speelman ( 1681-1684 ) Keberhasilan : Berhasil mengalahkan beberapa perlawanan dari warga pribumi Indonesia. Diantaranya adalah berhasil menghalau perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar, kemudian berhasil meredam pembrontakan Trunojoyo di Mataram, dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Sistem feodalisme yang sudah berlangsung di Indonesia, dimanfaatkan dengan sangat cerdik oleh VOC untuk menerapkan sistem pemer intahan tidak langsungnya.
7. Daftar Gubernur Jendral VOC
Untuk memastikan keberhasilan VOC di Indonesia, bukan hanya satu atau dua Gubernur Jendral yang ditugaskan untuk menjalankan misi VOC di Indonesia. Ada banyak Gubernur Jendral yang ditugaskan. Pergantian struktur kepengurusan adalah suatu yang lumrah untuk memuuskan rencana dan target dari VOC. Di bawah ini adalah daftar nama Gubernur Jendral yang pernah bertugas untuk menjalankan VOC di Indonesia.
1610-1614 Pieter Both 1614-1615 Gerard Reynest 1616-1619 Laurens Reael 1619-1623 Jan Pieterszoon Coen 1623-1627 Pieter de Carpienter 1627-1629 Jan Pieterszoon Coen 1629-1632 Jacques Specx 1632-1636 Hendrik Brouwer 1636-1645 Antonio van Diemen 1645-1650 Cornelis van der Lijn 1650-1653 Carel Reyniersz 1653-1678 Joan Maetsuycker 1678-1681 Rijckloff van Goens
1681-1684 Cornelis Speelman 1684-1691 Johannes Camphuys 1691-1704 Willem van Outhoorn 1704-1709 Joan van Hoorn 1709-1713 Abraham van Riebereck 1713-1718 Christoffel van Swol 1718-1725 Hendrick Zwaardecroon 1725-1729 Mattheus de Haan 1729-1731 Diederik Durven 1731-1735 Dirk van Cloon 1735-1737 Abraham Patras 1737-1741 Adriaan Valckenier 1741-1743 Johannes Thedens 1743-1750 Gustaaf Willem baron van Imhoff 1750-1761 Jacob Mossel 1761-1775 Petrus Albertus van der Parra 1775-1777 Jeremias van Riemsdijk 1777-1780 Reinier de Klerk 1780-1796 Willem Arnold Alting 1798- Pieter Gerardus van Overstraten
8. Kemunduran VOC di Indonesia
Setelah sekian lama menduduki Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai ladang emasnya, VOC kemudian mengalami kemunduran. Dan bahkan pada puncaknya VOC dibubarkan oleh Belanda karena beberapa penyebab utama. Penyebab keruntuhan VOC adalah :
a. Banyak pegawai VOC yang korupsi
View more...
Comments