Secondary Reformer A
March 24, 2018 | Author: pi366 | Category: N/A
Short Description
Download Secondary Reformer A...
Description
Proses Petrokimia
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Gas Sintesa (Synthesis Gas) Gas sintesa (synthesis gas) adalah campuran antara hidrogen (H2) dan
karbonmonoksida
(intermediate hidrokarbon
product) menjadi
(CO) untuk
senyawa
yang rute
merupakan konversi
kimia,
tidak
seperti:
produk
antara
langsung
ammonia,
dari
metanol,
hidrogen, asam asetat, oxo alkohol, dan bahan bakar sintetik (synthetic fuel). I.2
Teknologi Pembuatan Gas Sintesa Gas
sintesa
telah
banyak
digunakan
dalam
industri-industri
petrokimia diseluruh dunia. Teknologi pembuatan gas sintesa yang dikembangkan dan digunakan di setiap industri bervariasi. Gambar 1-1, menunjukkan penggolongan teknologi pembuatan gas sintesa.
Gambar 1-1. Penggolongan teknologi pembuatan gas sintesa
Secondary Reformer Design and Operation
1
Proses Petrokimia
Pada bagian berikutnya akan dibahas secara singkat beberapa teknologi pembuatan gas sintesa. I.2.1 Steam Methane Reforming (SMR) Steam Methane Reforming (SMR) merupakan teknologi pembuatan gas sintesa yang dipatenkan oleh BASF. Reaksi kimia yang terjadi saat pembuatan gas sintesa dengan menggunakan teknologi SMR adalah : Reforming :
CH4
Water-Gas Shift : CO
+ H2O == CO + 3H2
∆ H = 198 kJ/mol
+ H2O == CO2 + H2
∆ H = -41 kJ/mol
Keseluruhan reaksi adalah endotermik, maka dibutuhkan panas untuk dimasukkan dalam proses. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan rendah (dibandingkan POX) dengan bantuan katalis berbasis Nikel. Beberapa parameter operasi dari proses SMR ini adalah : Tekanan
: 20-26 bar
Temperatur: 850-950oC Rasio H2/CO: 2.9-6.5
Gambar 1-2. Teknologi Steam-Methane Reforming (SMR) Kelebihan
yang
dimiliki
proses
ini
adalah
proses
tidak
membutuhkan O2, rasio H2/CO tinggi, kondisi operasi lebih rendah bila dibanding
dengan
teknologi
lain.
Kekurangannya
adalah
biaya
investasinya tinggi untuk tube katalis dan pemanfaatan panas, serta biaya operasinya bertambah karena membutuhkan bahan bakar untuk
Secondary Reformer Design and Operation
2
Proses Petrokimia
memberikan panas bagi reformer. Gambar 1-2 adalah skema teknologi Steam-Methane Reforming. I.2.2 Partial Oxidation (POX) Reaksi
oksidasi
parsial
berlangsung
eksotermik
berdasarkan
persamaan : CH4 + ½ O2 == CO + 2 H2
∆ H = -44 kJ/mol
Konversi total berlangsung pada suhu diatas 750oC, menghasilkan rasio H2/CO=2. Karena reaksi berlangsung eksotermik maka tidak dibutuhkan bahan bakar. Teknologi pembuatan gas sintesa ini dipakai oleh Texaco dan Shell. Teknologi ini terdiri dari 2 jenis, yaitu : katalitik dan non-katalitik. Sistem katalitik mengecilkan ukuran alat dan mengurangi jumlah konsumsi oksigen, namun beresiko tinggi terhadap kerusakan katalis akibat panas. Biaya operasi bertambah karena penggunaan oksigen. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1-3. Teknologi Partial Oxidation (POX) I.2.3 CO2 Reforming Lisensor untuk pembuatan gas sintesa dengan teknologi ini adalah Fischer-Tropsch. Teknologi ini menghasilkan CO dalam jumlah yang besar di gas sintesa, maka banyak digunakan untuk memproduksi asam asetat dan phosgene. Persamaan reaksinya adalah : CH4 + CO2 == 2CO + 2 H2 Secondary Reformer Design and Operation
∆ H = 247 kJ/mol 3
Proses Petrokimia
Pada suhu 1000oC dan tekanan 1-20 bar selektivitasnya mendekati 100%.proses ini juga tidak menggunakan steam sehingga disebut juga “dry reforming”. Karena proses ini mirip dengan proses SMR maka biaya investasinya relatif sama, akan tetapi biaya operasinya lebih rendah bila dibandingkan dengan SMR dan ATR. Gambar 1-4 merupakan skema proses CO2 Reforming.
Gambar 1-4. Teknologi CO2 Reforming I.2.4 Autothermal Reforming (ATR) Proses ini menggabungkan proses oksidasi parsial dan steam reforming dalam satu bejana, dimana konversi hidrokarbon dipengaruhi oleh panas yang dihasilkan pada reaksi oksidasi parsial (POX). Proses ini dikembangkan oleh Haldor Topsφ e, dan banyak digunakan untuk memproduksi methanol dan ammonia. Kelebihan proses ini adalah rasio H2/CO (1.6-2.6), tingginya konversi metana, komposisi gas sintesa dapat dirubah dengan merubah temperatur reaksi. Biaya investasinya lebih rendah 25% dari SMR, namun biaya operasinya sama atau jauh lebih tinggi karena menggunakan oksigen. Gambar 1-5 adalah skema proses Autothermal Reforming.
Secondary Reformer Design and Operation
4
Proses Petrokimia
Gambar 1-5. Teknologi Autothermal Reforming (ATR) I.2.5 Combined Reforming Karena konversi metana kurang dari 100% pada proses SMR, maka ditambahkan unit secondary reformer dibelakangnya sehingga konversi metana meningkat atau meningkatkan rasio H2/CO. Proses ini menggunakan energi 3% lebih rendah dibandingkan SMR, mengakibatkan penurunan biaya operasi 1-6%, serta biaya investasi lebih rendah 15%. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1-6. Teknologi Combined Reforming
Secondary Reformer Design and Operation
5
Proses Petrokimia
Gambar 1-7. Teknologi Combined Reforming dengan Tambahan Unit Pre-Reformer I.2.6 Kelogg’s Reforming Exchanger System (KRES) Proses ini memanfaatkan energi yang dihasilkan dalam pembuatan gas sintesa untuk memanaskan primari reformer. Kelebihan proses ini dibanding Steam Reforming adalah biaya investasi yang rendah (64% lebih
rendah
dibanding
SMR),
meningkatkan
effisiensi
energi,
menurunkan emisi NOx dan CO2, mengurangi kebutuhan operator, mudah dalam perawatan, dan membutuhkan lahan yang tidak terlalu besar. Skema prosesnya dapat dilihat pada Gambar 1-8.
Gambar 1-8. Teknologi Kelogg’s Reforming Exchanger System I.2.7 Gas Heated Reformer (GHR) Secondary Reformer Design and Operation
6
Proses Petrokimia
Proses yang dikembangkan oleh ICI ini merupakan proses yang serupa dengan KRES. Panas reaksi untuk reaksi endotermik di primary reformer diperoleh dengan mendinginkan gas sintesa yang diperoleh dari secondary reformer. Volume GHR 15 kali lebih kecil dibanding volume reformer yang menggunakan sistem pembakaran dengan bahan bakar (misalnya
:
SMR
atau
CO2).
Biaya
investasi
untuk
pabrik
yang
menggunakan proses GHR 40% lebih sedikit dibandingkan dengan pabrik dengan proses SMR, dengan biaya operasi yang relatif sama. Proses GHR mengkonsumsi oksigen 33% lebih sedikit bila dibandingkan dengan pabrik dengan proses ATR. Gambar 1-9 adalah skema teknologi Gas Heated Reformer.
Gambar 1-9. Teknologi Gas Heated Reformer (GHR) I.2.8 Combined Autothermal Reformer (CAR) Sistem CAR merupakan penggabungan antara proses steam reforming dengan proses parsial oksidasi yang dilakukan dalam satu bejana bertekanan. Proses ini dikembangkan oleh Uhde GmbH. Unit CAR mengurangi konsumsi oksigen hingga 35% dan gas alam hingga 15%, bila dibandingkan dengan unit POX. Biaya operasi dengan menggunakan proses CAR lebih tinggi 10% dibanding POX, namun biaya investasinya 20% lebih sedikit. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Secondary Reformer Design and Operation
7
Proses Petrokimia
Gambar 1-10. Teknologi Combined Autothermal Reformer (CAR) I.2.9 Rangkuman Perbandingan Proses Pada bagian selanjutnya akan dibuat perbandingan untuk prosesproses pembuatan gas sintesa. Tabel 1-1 menunjukkan perbandingan dari proses dasar (basic process) pembuatan gas sintesa, sementara tabel 1-2 menunjukkan perbandingan proses gabungan (combined process) dalam pembuatan gas sintesa. Tabel 1-1. Perbandingan Kinerja Proses Dasar Pembuatan Gas Sintesa Suhu, oC Tekanan, bar Rasio H2/CO Konversi CH4,
SMR 800-900 20-30 3-6 65-95
POX 1000-1450 30-85 1.6-2 95-100
CO2 900-1000 10 1 ---
% Oksigen Konsumsi
--Tinggi
Tinggi Opsional
--Opsional
Steam Investasi, % Emisi Skala
100 Tinggi Besar
80-110 Rendah Kecil
Komersial
Besar Komersial
Status
Secondary Reformer Design and Operation
--Rendah s/d Menengah Komersial
8
Proses Petrokimia
Tabel 1-2. Perbandingan Kinerja Proses Gabungan Pembuatan Gas Sintesa ATR 850-1300
Suhu, C o
Combined Primary : 800
Tekanan,
20-70
KRES Primary :
GHR Primary :
CAR 1200-
800
450
1300
Secondary :
Secondary Secondar
1000-1200 20-30
: 1000 20-30
y : 1000 20-30
20-30
bar Rasio H2/CO Konv. CH4,
1.6-2.5 95-100
2.5-4 95-100
2.5-4 95-100
3.4 95-100
2.4 95-100
% Oksigen Konsumsi
Tinggi Rendah
Rendah Sedang
Sedang Sedang
Sedang Sedang
Sedang Sedang
Steam Investasi, % Emisi Skala
65-80 Rendah Besar
75-115 Sedang Besar
65-90 Rendah Besar
60-80 Rendah Sedang
65-85 Rendah Sedang
s/d Besar
s/d
Pre-
3 Unit
Besar 1 Unit
Komersial
Komersial
Demo, 1
Status
Komersial
Komersial
Unit Komersi al I.3
Secondary Reformer Secondary reformer merupakan bejana tempat berlangsungnya reaksi
secondary
pembuatan
gas
reformer
yang
merupakan
sintesa.
Secondary
tahap
reformer
akhir
dalam
didesain
untuk
meningkatkan konversi metana. Pada bagian selanjutnya akan dibahas : -
Kondisi operasi dan reaksi yang terjadi dalam secondary reformer;
-
Katalis yang dipergunakan serta kondisi yang mempengaruhi kinerja katalis;
Secondary Reformer Design and Operation
9
Proses Petrokimia
-
Desain mekanis, dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perancangan sebuah secondary reformer.
BAB II ASPEK PROSES PADA SECONDARY REFORMER II.1
Kondisi Operasi
Secondary Reformer Design and Operation
10
Proses Petrokimia
II.1.1 Temperatur Pengoperasian reformer sekunder pada umumnya berjalan stabil dan
secara
garis
besar
operasi
dapat
dikendalikan
dengan
mempertahankan tingkat temperatur yang diperlukan untuk terjadinya kesetimbangan kimia. Temperatur operasi pada reformer sekunder akan bergantung pada temperatur reformer primer. Operasi pada reformer primer memerlukan temperatur yang tinggi untuk menggeser kesetimbangan reaksi ke arah pembentukan hidrogen dan mengurangi metana. Namun tidak disarankan untuk mengoperasikan reformer pada temperatur lebih dari 800oC karena sifat logam dari catalyst tubes menyebabkannya membengkak/memuai sesuai dengan berat katalis, dan itu terjadi pada temperatur 850oC. Bahkan katalis nikel akan meleleh pada temperatur 1100oC. Namun pengoperasian pada suhu rendah juga bukannya tidak bermasalah. Operasi pada temperatur 700 oC akan menurunkan produksi hidrogen atau mengurangi konsumsi metana dan metana yang akan masuk ke reformer sekunder juga akan lebih banyak sehingga konversi pada reformer sekunder akan menurun. Banyak literatur yang menunjukkan temperatur operasi reformer sekunder yang berkaitan erat dengan temperatur outlet pada reformer primer, dan semuanya tidak memperlihatkan angka yang sama persis. Menurut Megan Strait, Glenda Allum dan Nisha Gidwani dalam “Synthesis Gas Reformers”, temperatur operasi pada reformer sekunder (NGM reformer)adalah 996.2oC atau 1825.16oF. Temperatur tersebut dikatakan temperatur proses optimum berdasar perhitungan Redlich-Kwong Soave Equation of State. Pada kasus tersebut, temperatur outlet reformer primer adalah 600oC atau 1112oF. Menurut literatur lain, temperatur maksimum pada reformer sekunder berkisar antara 1990-2500oF, tergantung pada kesetimbangan proses dan jumlah udara pemanas. Temperatur gas tersebut terjadi pada combustion zone (zona pembakaran)di atas lapisan katalis. Kemudian temperatur akan berkurang pada lapisan katalis di sepanjang alirannya. Pada
kebanyakan
kasus,
temperatur
Secondary Reformer Design and Operation
pada
lapisan
katalis
dapat
11
Proses Petrokimia
mengalami penurunan sekitar 500oF dan temperatur pada lapisan di bawahnya lagi tidak pernah melebihi 1850oF. Pada combined reformer seperti Kellog’s Reforming Exchanger System (KRES), Gas Heated Reforming (GHR), Reforming with Cyclic Oxidation dan lain-lain, temperatur keluar reformer primer (T inlet Reformer
sekunder)
sekitar
1292o-1562oF
(700-850oC).
Sedangkan
temperatur keluar reformer sekunder adalah 1832oC (1000oC). Namun seperti halnya reformer primer pada reformer sekunder pun tidak baik jika terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kerusakan pada material refractory. Karena besarnya pengaruh temperatur pada reformer sekunder, maka sangat diperlukan temperatur operasi tidak lebih dari 850oC, karena ini temperatur optimum untuk produksi hidrogen secara maksimal. II.1.2 Tekanan Dengan perhitungan Redlich-Kwong equation of State untuk NGM reformer, tekanan optimum pada reformer sekunder adalah 35.29 bar. Biasanya tekanan proses pada reformer sekunder tidak lebih dari 40 bar. Tabel 2-1 menunjukkan pengaruh tekanan pada reformer sekunder. Tabel 2-1. Pengaruh tekanan pada secondary reformer Tekanan
Methane leak
Produksi H2(kmol/hr)
(bar) (%) 25 0.1 4253.91 35.29 0.35 4189.86 40 5.40 4143.44 Tekanan tinggi mengakibatkan tingginya methane leak sehingga diperlukan kerja pemanas yang lebih besar, meningkatkan kompresi dan berdampak pada tingginya biaya produksi. Tekanan yang tinggi juga dapat menyebabkan temperatur keluaran reformer sekunder menjadi berkurang. Kenapa hal ini terjadi? Karena, tekanan yang tinggi (mendekati 40 bar) mengurangi laju produksi, dengan kata lain konversi reaksi kecil. Reaksi pada combustion zone merupakan reaksi eksotermis, dimana reaksi berjalan dengan melepas panas. Maka, makin kecil konversinya, makin Secondary Reformer Design and Operation
12
Proses Petrokimia
sedikit panas yang dilepas pada combustion zone. Akibatnya temperatur pada
combustion
zone
saat
tekanan
tinggi
relatif
lebih
kecil
jika
dibandingkan tekanan operasi yang lebih rendah. Seperti dijelaskan sebelumnya, suhu gas maksimum terjadi pada combustion zone, maka temperatur yang relatif kecil tadi akan terus mengalami penurunan sepanjang alirannya ke lapisan di bawahnya. Maka temperatur keluarannya pun akan relatif lebih kecil, jika dibandingkan operasi pada tekanan yang lebih rendah. Hal ini tidak bagus mengingat beberapa unit reformer memanfaatkan aliran keluar reformer sekunder sebagai pemanas untuk reformer primer. II.1.3 Panas Reaksi Panas pada secondary reforming dihasilkan dengan aliran gas melalui
pembakaran
(combustion)
udara
yang
bergabung
dengan
campuran. Karena panas yang terbentuk berbanding lurus dengan pencampuran gas dan udara, maka diperlukan adanya distribusi udara ke dalam gas dengan cara mendesain ujung burner dan alat yang proporsional.
Jika
pencampuran
tidak
sebanding
(terjadi
akibat
kegagalan/kesalahan dalam pembakaran atau semburan gas yang terlalu konsentrat), maka hal tersebut dapat mengakibatkan zona temperatur tertentu yang dapat melehkan logam and atau material keras. Pelelehan yang terjadi dapat mengganggu tekanan vessel. Oleh karena itu, disain dan pemeliharaan alat pembakaran merupakan hal penting. Suhu gas maksimum pada pembakaran terjadi pada catalyst bed karena pembakaran secara eksotermis telah tersempurnakan sebelum final reforming terjadi di katalis. Sebelumnya disebutkan bahwa temperatur yang tinggi akan mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Begitu juga halnya dengan panas reaksi. Karena reaksi shift catalyst berjalan secara endotermis, maka reaksi memerlukan panas. Panas pada reformer sekunder diperoleh dari pemanasan yang telah disebutkan di atas. Tetapi panas tersebut juga harus dikendalikan agar jangan sampai menciptakan temperatur yang terlalu tinggi hingga terjadi masalah. Oleh karena itu komposisi udara Secondary Reformer Design and Operation
13
Proses Petrokimia
(oksigen) dan gas yang masuk dari reformer primer sebagai pemanas juga menjadi pertimbangan dalam desain proses. Panas pada reformer sekunder menciptakan temperatur keluaran yang tinggi. Beberapa unit reformer memanfaatkan tingginya temperatur gas tersebut sebagai pemanas pada reformer primer. II.2
Reaksi Reaksi yang terjadi pada secondary reformer adalah: Pembakaran di atas katalis: 0.07 O2 + 0.3 N2 + 0.15 CO → 0.15 CO2 + 0.3 N2 (eksotermis) 0.2 O2 + 0.8 N2 + 0.4 H2 → 0.4 H2O + 0.8 N2 (eksotermis) Reforming dan shift pada katalis 0.2 CH4 + 0.2 H2O → 0.2 CO + 0.6 H2
(endotermis)
0.2 CO2 + 0.2 H2 → 0.2 CO + 0.2 H2O
(endotermis)
(net) CH4 + 0.27 O2 + 1.1 N2 + 4 H2 → 2.7 H2 + 0.75 CO + 0.25 CO2 + 1.1 N2 + 3.3 H2O II.3
Katalis Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih katalis yang akan digunakan pada secondary reformer: a. Selektivitas Katalis
harus
dapat
mengarahkan
terjadinya
reaksi
yang
diinginkan dan mencegah terjadinya reaksi samping yang dihindari. Katalis juga harus resisten terhadap racun katalis. b. Stabilitas Termal Katalis harus dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi operasi yang diinginkan. c. Sifat Fisik Katalis harus cukup kuat untuk dapat menerima perlakuan selama proses pembuatan hingga proses pemakaian. Katalis juga harus memiliki bentuk fisik yang sesuai bagi reaksi. Selain itu juga harus memiliki Secondary Reformer Design and Operation
14
Proses Petrokimia
pressure drop yang kecil. Support yang digunakan harus tahan terhadap kondensasi air, juga tidak menghasilkan material-material yang dapat mengganggu jalannya reaksi. II.3.1 Nikel Sebagai Katalis Selain nikel, terdapat beberapa jenis logam yang dapat digunakan seperti cobalt, platinum, palladium, ruthenium, dan rhodium. Beberapa logam memiliki keaktifan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nikel tetapi dalam skala industri, nikel sudah dirasa cukup aktif serta cukup ekonomis. Reaksi terjadi pada permukaan nikel sehingga katalis harus diproduksi agar menghasilkan luas permukaan yang menunjang reaksi tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mendispersikan nikel ke dalam bentuk kristalit kecil. Biasanya dilakukan presipitasi atau impregnasi. Katalis yang diimpregnasi biasanya lebih kuat bila dibandingkan dengan katalis yang dipresipitasi, tetapi tentunya hal ini juga bergantung pada kandungan nikel dalam katalis tersebut. Tabel 2-2 di bawah ini menunjukkan variasi kekuatan dan kandungan nikel di dalam katalis, sedangkan Tabel 2-3 menunjukkan hubungan antara aktivitas dan kandungan nikel (menurut uji laboratorium). Tabel 2-2. Variasi kekuatan dan kandungan nikel dalam katalis Katali
Jenis
s
NiO
Kekuatan
Luas permukaan
(%)
servis
nikel
A
Presipitas
33
(kg) 12-20
(m2g-1)
B
i Presipitas
30
14-23
0.04
C
i Presipitas
25
23-32
0.03
D
i Impregna
10
36-45
0.03
0.05
si
Secondary Reformer Design and Operation
15
Proses Petrokimia
Tabel 2-3. Hubungan antara aktivitas katalis dan kandungan nikel Katalis 1 Kandunga Konversi n nikel (%)
Katalis 2 Kandunga Konversi
Metana (%) 10.6
10.3
n Nikel (%)
Metana (%) 19.3
15.5 13.9
13.4
21.0 18.2
17.9 19.8
22.1 20.4
20.8 20.1
23.8 19.6
25.8 20.6 Salah satu kerusakan yang dapat dialami oleh katalis selama digunakan dalam proses adalah terjadinya sintering. Semakin tinggi temperatur maka sintering juga akan berlangsung semakin cepat. a.
Support bagi katalis nikel Support yang digunakan harus bersifat tahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi. Selain itu juga harus sesuai untuk dispersi kristalit nikel dan memudahkan pergerakan molekul reaktan tanpa ikut bereaksi. Jika mungkin, support juga harus dapat mempertahankan aktivitas nikel tanpa mengkatalisis reaksi samping. Contoh support yang memiliki sifat yang baik adalah α-alumina yang dikalsinasi pada temperatur sekitar 1500˚C.
b. Pembentukan karbon pada katalis Semua hidrokarbon akan terurai menjadi karbon dan hidrogen sesuai reaksi di bawah ini: CH4 → C + 2 H2
Secondary Reformer Design and Operation
(pemutusan termal)
16
Proses Petrokimia
Bila terdapat steam, terutama steam dalam jumlah kurang dari stoikiometris, maka dapat terjadi reaksi: 2 CO → C + CO2
(disproporsionasi)
CO + H2 → C + H2O
(reduksi CO)
Bila reaktannya adalah metana atau nafta maka pembentukan karbon pada katalis dapat dicegah dengan cara menjaga agar rasio steam/hidrokarbon melebihi rasio minimum. c. Dimensi katalis Katalis harus memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai sehingga dapat
dapat
disusun
secara
homogen
di
dalam
reaktor
tanpa
menghasilkan pressure drop yang besar. Permukaan nikel harus terekspos terhadap reaktan secara maksimal, dan katalis harus cukup kuat untuk menahan abrasi yang mungkin terjadi. Selain itu katalis harus dapat menghasilkan turbulensi yang baik sehingga memberikan transfer panas yang cukup antara dinding reaktor dan katalis. Beberapa bentuk katalis yang biasa diproduksi antara lain pellet, silinder, cincin, dan bola. Untuk proses ini, telah diketahui bahwa katalis dengan bentuk cincin yang cukup tebal memenuhi semua kriteria tersebut. Dimensi yang biasa digunakan adalah diameter ~17 mm dengan panjang ~17 mm, ~10 mm, dan ~6 mm. Beberapa modifikasi telah dilakukan pada bentuk katalis komersial agar diperoleh pressure drop yang lebih kecil di sepanjang reformer, dan agar didapatkan temperatur dinding reformer yang lebih rendah. Keuntungan utama yang didapat adalah waktu pemakaian yang lebih lama atau kemungkinan untuk peningkatan throughput, atau kombinasi dari keduanya. Dalam mendesain bentuk katalis, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan yaitu karakteristik partikel katalis dalam reformer yang relatif kecil, pressure drop, luas permukaan geometris, sifat-sifat transfer panas dan kekuatan fisikal. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur katalis Secondary Reformer Design and Operation
17
Proses Petrokimia
Umur katalis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini:
Kerusakan katalis
Penyumbatan tube
Pemanasan berlebih pada katalis
Peracunan katalis
Penuaan termal Kerusakan katalis dan penyumbatan tube dapat menyebabkan
peningkatan pressure drop di sepanjang reformer. Selain itu dapat juga menyebabkan pemanasan berlebih pada katalis, pengurangan aktivitas, dan pengurangan throughput. Semua hal ini dapat disebabkan oleh adanya deposisi karbon. Pemanasan berlebih pada katalis juga dapat disebabkan oleh kesalahan pengoperasian reformer. Hilangnya aktivitas katalis
karena
peracunan
dapat
menyebabkan
deposisi
karbon,
kerusakan katalis, pemanasan berlebih, dan pada beberapa kondisi ekstrim menyebabkan penyumbatan tube. Pada prakteknya, faktor yang paling
mempengaruhi
umur
katalis
adalah
racun
katalis
dan
pembentukan karbon. e. Racun katalis
Sulfur Sulfur biasanya terkandung dalam sebagian besar bahan baku alami sebagai sulfida organic maupun ionorganik. Sulfur harus direduksi hingga mencapai konsentrasi 0.5 ppm pada asupan proses,
dan
biasanya
dilakukan
menggunakan
katalis
hidrodesulfurisasi yang dipadu dengan unggun seng oksida. Sulfur
akan
mempengaruhi
performa
katalis
secondary
reformer dan akan menghancurkan aktivitas katalis reaksi shift temperatur-rendah.
Sensitivitas
katalis
terhadap
peracunan
meningkat pada temperatur operasi yang rendah karena proses peracunan dapat dianggap sebagai reaksi adsorpsi eksotermik sederhana.
Arsenik
Secondary Reformer Design and Operation
18
Proses Petrokimia
Arsenik
dalam
konsentrasi
yang
kecil
dapat
merusak
aktivitas katalis primary reformer. Tabel 2-4 menunjukkan beberapa jenis katalis yang digunakan dalam industri beserta sifat fisiknya. Tabel 2-4. Beberapa jenis katalis di industri Tipe
KATALCO
KATALCO
54-4
KATALCO
Bentuk
Rings
23-8 4-hole cylinders
Diameter Internal
17 mm 6 mm
with domed ends 14 mm 19 mm
with domed ends 11 mm 15 mm
Diameter Panjang 17 mm Massa Jenis 950 kg/m3 Av. Crush 70 kgf
4 mm 1000 kg/m3 70 kgf
3 mm 1100 kg/m3 65 kgf
Strength Material
NiO2 10 % wt
NiO2 9% wt
NiO2 9% wt
SiO2 < 0.15 % wt
SiO2
View more...
Comments