SDAWD,AIWD,ADPW,D

March 25, 2019 | Author: Yanuar Prasetyo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

FAFGASDADWDA...

Description

T i nja nj auan uan P usta ustaka Test Fenotopik untuk Mendeteksi Bakteri Gram Negatif yang Memproduksi ESBL, AmpC dan Enzim Carbapenemase. Carbapenemase. Cornelia Tabita Santika1, Muhammad Yanuar Prasetyo Nugroho 1, Wayan Sadhira Gita Krisnayanti 1, Yunita Eliana Intan1, Ade Dharmawan2 1 Strata 1 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2 Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Abstrak

Organisme yang meng-ekspresikan extended-spectrum  β -lactamases -lactamases (ESBLs) seperti  Enterobacteriaceae   Enterobacteriaceae  selama empat puluh tahun terakhir dilaporkan semakin meningkat. Organisme yang menng-ekspresikan enzim ini dapat menghidrolisa oxyminocephalosporins dan monobactam, namun dapat dihambat menggunakan β-laktam inhibitor. Terdapat berbagai macam enzim yang berkontribusi dari resistensi cephalosporin ce phalosporin dan monobactam seperti AmpC β-lactamase, dan enzim carbapenemase.  Polymerase Chain Reaction  Reaction  (PCR) merupakan metode yang akurat dalam mendeteksi ESBL, tetapi metode ini merupakan metode genotipik yang membutuhkan alat khusus sehingga masih dibutuhkan metode fenotipik lain yang dapat dilakukan pada berbagai laboratorium dalam mendeteksi ketiga enzim tersebut.

Kata Kunci : Enterobacteriaceae, : Enterobacteriaceae, ESBL, AmpC, Carbapenemase

 Ab  A bstr str act Organisms

that

express

extended- spectrum  spectrum

β -lactamase -lactamase

(ESBLs)

such

as

 Enterobacteriaceae over the past forty years were increasing. Organisms that express this enzyme can hydrolyze oxyminocephalosporins and monobactam, but can be inhibited using β β lactam inhibitors. There are various types of enzymes that contribute to cephalosporin and monobactam resistances, such as  AmpC β -lactamase, -lactamase, and carbapenemase enzymes.  Polymerase Chain Reaction (PCR) is an accurate method for detecting ESBL, while this method is a genotypic method that requires special tools, so it is still needed other phenotypic methods which can be done in various laboratories to detect these enzymes.

 Keywords : Enterobacteriaceae, ESBL, AmpC, Carbapenemase

Pendahuluan

Untuk mencegah peningkatan jumlah patogen resisten antibiotik dibutuhkan  penggunaan laboratorium mikrobiologi yang optimal. Resistensi obat menimbulkan masalah terapi tidak hanya dalam rumah sakit, tetapi juga dalam masyarakat sebagai penyebab meningkatnya jumlah infeksi. Berbagai mekanisme resistensi obat dalam bakteri gram negati ve disebabkan oleh beberapa enzim seperti extended spectrum beta- lactamase (ESBL), AmpC β lactamase, enzim carbapenemase. Peningkatan resistensi antibiotik bakteri gram negatif harus mendapat perhatian khusus mengenai bagaimana bakteri dapat memperoleh, mempertahankan dan mengekspresikan informasi genetik baru yang dapat memberikan resistensi terhadap satu atau beberapa antibiotik.1 Organisme yang dapat memproduksi enzim tersebut sangat sulit untuk dideteksi, karena keberadaan enzim ini tidak selalu menghasilkan fenotipe pada disk difusi konvensional (conventional disc diffusion)  atau tes deteksi suspektibilitas automatis (automated  susceptibility testing methods). Enzim ini dilaporkan pada beberapa laboratorium mempunyai nilai positif palsu pada berbagai uji fenotipik terhadap β-laktamase.1

E xtended Sepctrum Beta Lactamase (E SBLs) Bakteri penghasil ESBL merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial terutama di negara berkembang dengan spektrum infeksi yang luas dan umumnya ditemukan di rumah sakit terutama pada ruang rawat intensif. Pasien yang dirawat lama di rumah sakit, pasien dengan kateter intra vena dan kateter urin, pasien dengan pemasangan intubasi dan penggunaan ventilator serta telah mendapatkan berbagai jenis antibiotik yang berlebihan sebelumnya, terutama golongan sefalosporin biasanya terinfeksi oleh bakteri ini. 2 Resistensi juga berkaitan dengan meningkatnya jumlah bakteri  penghasil Extended Spectrum Bata Lactamases (ESBLs) akibat penggunaan cephalosporin generasi ketiga secara  berlebihan. Di Indonesia, prevalensi bakteri penghasil ESBL sekitar 33.3% untuk  K.  pneumoniae dan 23% untuk  E. coli. ESBLs merupakan suatu enzim Beta Lactamases yang dapat menghidrolisis cephalosporin, penicilins  dan aztreonam. Enzim ini merupakan  pertahanan yang dimiliki oleh bakteri gram negative terhadap antibiotika betalaktam. Pada umumnya enzim ini dihasilkan oleh Escherichia coli atau Klebsiella pnemoniae namun dapat ditransfer kepada Proteus mirabilis, citrobacter , serratia dan kuman enterik yang lainnya. 2 ESBLs dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur nukleotida dan asam amino, yang terdiri atas: 3

1. ESBLs kelas A meliputi: a. TEM-type beta lactamases merupakan bentuk beta lactamase yang paling sering dijumpai pada bakteri gram negatif. Terdiri dari TEM-10, TEM-12 dan TEM 26 yang banyak ditemukan di Negara Amerika.  b. SHV 1-type beta lactamases paling sering ditemukan di K.pnemoniae dan sebanyak 20% dilaporkan bertanggung jawab atas perlawanan terhadap ampicillin  yang dimediasi oleh plasmid. Lebih dari 60 varietas dari SHV telah diketahui, jenis terbanyak yang ditemukan adalah SHV-5 dan SHV-12. Jenis ini paling banyak ditemukan di Negara bagian Eropa dan Amerika Serikat. c. CTX-M beta lactamases enzim ini mempunyai aktivitas perlawanan yang besar terhadap cefotaxime daripada substrat oxymino-beta-lactam yang lain (ceftaz idime, ceftriaxone atau cafepime). Tipe ini tidak mempunyai suatu korelasi terhadap tipe TEM ataupun SHV. Lebih dari 40 jenis CTX-M diketahui. Jenis ini banyak didapatkan pada strain Salmonella enterica dan E.coli. CTX-M-14, CTX-M-3 serta CTX-M-2 adalah yang paling banyak tingkat persebarannya. Sedangkan untuk CTX-M-15 paling banyak didapatkan pada E.coli. 2. ESBLs kelas B. Juga disebut sebagai enzim metallo-lactamases dan cukup berbahaya 3. ESBLs kelas C. Disebut juga plasmid-mediated AmpC Enzymes. Jenis ini bertanggung  jawab atas perluasan spektrum terhadap cephalosporin dan tahan terhadap bakteri gram negatif. Yang membedakan dari ESBLs jenis lain AmpC beta lactamases  dapat menginaktivasi cephamycins serta tidak dihambat oleh inhibitor beta lactam seperti asam klavulanat. 4. ESBLs klas D. OXA-type beta lactamases.  Tipe ini ditandai dengan mempunyai aktifitas hidrolitik yang tinggi dan kurang dihambat oleh asam klavulanat. Banyak ditemukan pada Pseduomonas aeruginosa, terutama di Negara Perancis dan Turki. Identifikasi ESBL ChromIDTM ESBL merupakan media kromogenik yang dirancang khusus untuk mendeteksi bakteri-bakteri penghasil ESBL secara akurat dalam waktu 24 jam. Media ini mengandung pepton, glukosa dan antibiotik yaitu sefpodoksim yang digunakan sebagai marker mekanisme resistensi ESBL serta memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi ESBL. Sensitifitas dan spesifisitas ChromIDTM ESBL dalam mendeteksi  E.coli dan K. pneumoniae cukup tinggi sekitar 97,7% dan 89%. Koloni bakteri uji dari biakan agar nutrient miring lalu ditanam pada ChromIDTM ESBL lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Interpretasi

setelah 24 jam, terdapat koloni berwarna merah jambu hingga merah keunguan pada ChromID ESBL berarti koloni tersebut  E. coli dan koloni berwarna hijau, coklat kehijau-hijauan atau kebiru-biruan adalah koloni kelompok KESC dan kelompok Protease akan berwarna coklat tua hingga coklat muda. 2 Pada umumnya uji klinis yang dilakukan di laboratorium pada semua isolate E.coli dan  Klebsiella spp dengan menggunakan ceftazidime (merupakan indicator yang paling baik untuk ESBLs tipe TEM dan SHV) dan cefotaxime (merupakan indicator yang paling baik untuk ESBLs tipe CTX-M). Namun, sebagian alternative dapat digunakan cefpodoxime untuk semua tipe ESBLs. Banyak teknik untuk mendeteksi adanya kejadian ESBLs, namun sebagian skrening awal dan diagnosis rutin, biasanya menggunakan perpaduan cara antara asam klavulanat dan indikator terhadap sefalosporin. 3 Deteksi dengan metode two disk detection  telah dikenalkan. Metode yang pertama  berdasarkan original double disk method, yang telah dilakukan dengan membandingkan  perluasan zona inhibisi dari sefalosporin yang didekatkan dengan disk yang mengandung coamoxiclav 20+10 mg. Selanjutnya dengan membandingkan, zona inhibisi pada kombinasi yang  berisi antara sefalosporin dan asam klavulanat dengan zona inhibisi yang hanya berisi sefalosporin saja. Sebuah perluasan zona inhibisi lebih dari 5 mm atau 50% (berdasarkan  particular product dan manufactured guidline) mengindikasikan adanya produksi ESBLs. 3 Metode selanjutnya adalah disk kombinasi (combination disk ). Teknik ini secara umum dapat digunakan untuk deteksi kejadian ESBLs pada E.coli dan Klebsiella namun metode ini mempunyai kerugian yaitu, mengenai jarak optimum antara jenis-jenis disk tersebut dengan kuman yang diteliti, ini berarti bahwa serangkaian tes tersebut akan dapat diselesaikan dengan  jarak deteksi ESBLs yang sub-optimum. Tidak satupun dari metode tersebut ideal untuk  Enterobacter, Citrobacter, dan Serratia spp, yang dapat menginduksi AmpC β -lactamases.3

Enzim Carbapenemase

Selama beberapa dekade terakhir muncul bakteri gram negatif yang menghasilkan enzim carbapenemase.4  Karbapenem merupakan pilihan utama untuk infeksi bakteri Gramnegatif yang menghasilkan extended spectrum beta-laktamase (ESBL) dan resisten terhadap sefalosporin generasi ke-3. Selama beberapa tahun terakhir, peningkatan bakteri penghasil ESBL di seluruh dunia menyebabkan peningkatan ketergantungan pada senyawa carbapenem, terutama di unit perawatan bedah dan intensif. Semakin seringnya penggunaan carbapenems menginduksi resistensi terhadap carbapenems.5 Saat ini di negara Eropa ditemukan resistensi carbapenem di antara Enterobacteriaceae pada pelayanan kesehatan dan penyebabnya

dikaitkan dengan produksi B-Laktamase yang mampu menghidrolisis carbapenem. 6 Resistensi  Enterobacteriacae, dan kadang-kadang juga pada bakteri Gram-negatif lainnya terhadap carbapenem dapat disebabkan oleh ekspresi ESBLs tingkat tinggi disertai dengan perubahan ekspresi porin, atau oleh enzim spesifik bernama carbapenemase. Enzim ini menghidrolisis carbapenems, tetapi juga sebagian besar, atau semua, antibiotik beta-laktam l ainnya. Beberapa carbapenemase telah diketahui selama lebih dari 20 tahun (yaitu, blaIMP, blaIMI) tetapi telah dibatasi untuk spesies dan wilayah geografis tertentu. Misalnya carbapenemase IMP-type  bermediasi plasmid pertama kali muncul di Jepang pada 1990-an, di mana mereka ditemukan dalam spesies Pseudomonas dan Acinetobacter . Perbedaan regional mempengaruhi prevalensi resistensi carbapenem serta jenis carbapenemase yang paling mungkin ditemui.5 Bakteri dengan acquired carbapenem-hydrolyzing B-lactamase  telah menyebar ke seluruh dunia yang saat ini sudah ditemukan adalah  Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter freundii / braakii, Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter baumannii.4,5 Saat ini carbapenemase Enterobacteriaceae adalah yang paling banyak ditemui namun Enterobacteriaceae terbagi lagi menjadi 4 kelas, yaitu : kelas Ambler A (KPC), kelas B (VIM, IMP, dan NDM), dan kelas D (OXA-48-like). Dalam  Acinetobacter spp., carbapenemhydrolizing B-lactamase pada dasarnya termasuk dalam kelas Ambler D, varian yang paling umum adalah enzim OXA-23-, OXA-24-, dan OXA-58-like enzyme, sedangkan kelas B metallo-B-laktamase (MBL), terutama VIM dan IMP berada pada tingkat lebih rendah dan  paling sering ditemui di antara Pseudomonas spp.4 Kelas carbapenemase tipe OXA-48 telah menjadi semakin umum diantara carbapenem-nonsusceptible Enterobacteriaceae di wilayah Afrika Utara, Timur Tengah, dan Turki dan kemudian telah menyebar luas dan menyebabkan wabah di beberapa negara Eropa dan secara sporadis di Amerika Utara dan Selatan, Israel, dan India Biasanya, carbapenemase tipe OXA-48 tersebar pada Klebsiella pneumoniae tetapi juga di Escherichia coli dan spesies Enterobacteriaceae lainnya.6 Karena penyebaranya yang sangat cepat, identifikasi molecular gen carbapenemasae  pada bakteri Gram-negatif dengan cepat sangat penting untuk pengendalian infeksi,  pencegahan, surveilans dan untuk tujuan epidemiologi. 6  Pemeriksaan Gold Standard   yang digunakan untuk mendeteksi carbapenemase adalah PCR bahkan PCR dan PCR real time sendiri telah dijadikan sebagai alat diagnosis.5 PCR real time merupakan metode yang paling  baik dimana memiliki beberapa kelebihan yaitu membutuhkan waktu pengujian yang singkat, sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk bakteri KPC, diperoleh hasil berupa data spesifik  berupa grafik sehingga dapat dikatakan lebih akurat, serta tidak didapatkan hasil positif palsu.7  Namun, karena banyaknya variasi target gen yang berbeda, beberapa tes harus dilakukan

sehingga membutuhkan banyak waktu, sumber daya dan dan membutuhkan pengetahuan ahli epidemiologi karbapenemase. Analisis PCR terperinci terhadap isolat tahan karbapenem  biasanya hanya difokuskan pada gen karbapenemase yang lazim dan mengabaikan betalaktamase lainnya. Pendekatan ini dapat menyebabkan penundaan yang identifikasi gen karbapenemase yang langka. 6 Uji fenotipik lain yang kemudian ditemukan untuk mendeteksi bakteri gram negatif  penghasil carbapenemase adalah  Modified Hodge Test (MHT). Meskipun MHT ditemukan  berguna untuk mendeteksi fenotipik produksi karbapenemase, tes tersebut tidak dapat membedakan antara jenis carbapenemase dan dapat memberikan hasil positif palsu di antara strain non-carbapenemase.6 Karena saat ini penyebaran kelas carbapenemase tipe OXA-48 sedang banyak ditemukan di berbagai negara ditemukanlah uji fenotipik baru yaitu uji diskus OXA-48. Diskus OXA-48 ini menggabungkan senyawa boronoat asam (BA), asam fenilolidat, dan 3aminophenyl boronic acid  (APB), terbukti sangat sensitif dana spesifik untuk mendeteksi kelas carbapenemase type OXA-48 dan juga produksi KPC ( KPC yang juga membawa gen ESBL, kelompok peneliti yang sama meneliti BA-based double-disc synergy tests  (DDSTs) untuk mendeteksi gen ESBL pada produsen KPC). 6,7 Tes diskus OXA-48 memberikan cara  pendeteksian carbapenemase OXA-48 yang jelas, mudah, dan akurat pada organisme yang menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap carbapenem. Tes ini secara akurat me mbedakan antara resistensi carbapenem yang disebabkan oleh produksi OXA-48 dan yang disebabkan oleh carbapenemase lainnya (KPC, NDM, VIM, atau VIM / KPC), serta oleh produksi ESBL atau plasmidic AmpC serta penurunan permeabilitas membran luar. Tes diskus OXA-48  berhasil mendeteksi carbapenemase OXA-48 tidak hanya diantara isolatK. Pneumoniae dan E. coli  tetapi juga diantara spesies  Enterobacteriaceae  yang secara sporadis membawa enzim OXA-48 seperti Enterobacter, Serratia, dan Citrobacter spp.6,7

AMPC

 AmpC β -lactamase merupakan enzim cephalosporinase yang menjadi fokus utama karena mempunyai kemampuan untuk resisten terhadap semua antibiotik beta-lactam seperti penisilin, cephalosporin, dan monobactam kecuali carbapenem, cefepime, cefpirome. 8,9 Mayoritas dari gen AmpC yang dimediasi plasmid sering ditemukan pada isolat infeksi nosokomial, seperti;  Escherechia coli, Kebsiella pneumonia, dan famili Enterobacter, namun tidak semua famili Enterobacter membawa gen untuk AmpC β-lactamase, contohnya adalah  Enterobacter aerogenes.10,11

Enzim ini mempunyai massa 34-40 kDa, dimasukkan ke dalam class C β -lactamase, dan mempunyai skor isoelektrik >8,0. 9  Pada bakteri gram negatif, deteksi dari metode media resistensi AmpC mempunyai permasalahan dimana teknik fenotipik dapat memberikan kesalahan interpretasi hasil dan sampai sekarang, masih terdapat kontroversial metode mana yang paling optimal untuk mendeteksi bakteri penghasil AmpC. 12 Terdapat beberapa metode untuk skrining enzim AmpC β-lactamase seperti; resistensi terhadap cephamycin atau ceftazidim, modifikasi Hodge test, dan metode inhibitor yang memakai cloxacillin atau phenylboronic acid.  Polymerase chain reaction (PCR) merupakan uji fenotipik dan genotipik yang dapat digunakan sebagai metode baku emas untuk mendeteksi keberadaan gen AmpC , namun metode ini tidak cocok untuk digunakan sebagai penggunaan rutin pada laboratorium mikrobiologi klinik karena kebutuhan alat khusus untuk interpretasi hasilnya.10,13 Enzim AmpC dapat dibedakan dari extended-spectrum β-lactamase (ESBL) lainnya karena kemampuannya untuk menghidrolisa cephamycin dan cephalosporin sehingga resistensi dari cephamycin merupakan bukti tidak langsung adanya enzim AmpC, namun hasil ini masih kurang spesifik karena terdapat mekanisme lain yang dapat menghasilkan resistensi dari cephamycin.8,14  Boronic acid   merupakan inhibitor enzim class-C yang dapat digunakan untuk metode uji tiga dimensi untuk skrining AmpC β-lactamase. Hasil penelitian Thean et al. menyimpulkan, boronic acid disk test   merupakan metode yang praktis dan efisien untuk mendeteksi enzim AmpC yang dimediasi plasmid. 15  Pada hasil observasi Tsakris et al.13, boronic acid  memperlihatkan hasil positif palsu yang tinggi yang didapat karena ternyata boronic acid  tidak hanya menghambat enzim AmpC , tapi juga menghambat enzim carbapenemase dari K.  pneumoniae. Hodge test dimodifikasi menggunakan cefoxitin disk, metode ini dapat digunakan untuk skrining bakteri E. coli dan K. pneumoniae penghasil AmpC, namun pada hasil observasi  Helmy et al. didapatkan tidak semua isolat resisten cefoxitin menghasilkan enzim AmpC βlactamase jika di lakukan uji deteksi AmpC dengan PCR. 13 Hasil ini dapat disebabkan karena resistensi dari cefoxitin tidak hanya didapat dari produksi AmpC β-lactamase, tapi bisa juga disebabkan oleh mekanisme enzimatik lainnya seperti ESBL. 15 Pada penelitian Helmy et al.13 menyebutkan, uji fenotipik tidak dapat membedakan hasil positif dari AmpC β-lactamase yang dimediasi kromosom dengan AmpC β-lactamase yang dimediasi plasmid. Dari penelitian Rand  juga menyebutkan karakterisasi dari AmpC β-lactamase yang dimediasi plasmid merupakan

 prosedur yang rumit, sehingga hasil klinis dari deteksi AmpC β-lactamase yang dimediasi  plasmid akan berbeda dengan AmpC β-lactamase yang dimediasi kromosom.12,16

Daftar Pustaka

1. Gupta G, Tak V, Mathur P.  Detection of AmpC β Lactamases in Gram- negative  Bacteria. J Lab Physicians. 2014 Jan-Jun; 6 (1):1-6. 2. Savira M. Validitas Metode Konvensional Modifikasi Terhadap Metode Konvensional dan ChormidTM ESBL untuk Deteksi Bakteri-Bakteri Penghasil  Extended-spectrum  Beta-lactamases. 2014: Jilid 8. h81-2. 3. Dewi KF. Skrining Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta-lactamases (ESBLs)  pada Kasus Infeksi Saluran Kemih Terkait Kateterisasi di RSUD Pandan Arang, Boyolali. 2010. h9-17. 4.  Noel A, Huang T, Berhin C, Hoebeke m,et all. Comparative evaluation of four  phenotypic test for detection of carbapenemase producing gram negative bacteria. 2017. JCM. 55(2). p 510-18 5. Braun S, Monecke S, Thurmer A, Rupelt A,et all. Rapid indentification of carbapenemase genes in gram negative bacteria with an oligonucleotide microarrya based assay. 2014. Plosone. 9(7). p 1-11 6. Tsakris A, Poulou A, Bogaerts P, Dimitroulia E, Pournaras S, Glupczynski Y. Evaluation of a new phenotypic OXA-48 disk test for differentiation of OXA-48 carbapenemase-producing Enterobacteriaceae clinical isolates. J Clin Microbiol. 2015; Tarina N, Kusuma S. Deteksi bakteri kelbsiella pneumonia. Farmaka. 15(2). p. 119-126 7. Poulou A, Grivakou E, Vrioni G, et al. Modifi ed CLSI extended- spectrum β-lactamase (ESBL)

confirmatory

Enterobacteriaceae

test

producing

for

phenotypic various

detection

β-lactamases.

of  J

ESBLs Clin

among

Microbiol .

2014;52(5):1483-1489. 8. Jacoby GA. AmpC Β-Lactamases. Clin Microbiol Rev. 2009;22(1):161-182. 9. Garrec H, Drieux-Rouzet L, Golmard JL, Jarlier V, Robert J. Comparison of nine  phenotypic methods for detection of extended-spectrum β-lactamase production by enterobacteriaceae. J Clin Microbiol. 2011;49(3):1048 – 57. 10. Birgy A, Bidet P, Genel N, Doit C, Decré D, Arlet G, et al. Phenotypic screening of carbapenemases

and

associated

β-lactamases

in

carbapenem-resistant

Enterobacteriaceae. J Clin Microbiol. 2012;50(4):1295 – 302. 11. Rand KH, Turner B, Seifert H, Hansen C, Johnson JA, Zimmer A. Clinical laboratory

detection of AmpC β-lactamase: Does it affect patient outcome? Am J Clin Pathol . 2011;135(4):572-576. 12. Helmy MM, Wasfi R. Phenotypic and molecular characterization of plasmid mediated AmpC β-lactamases among Escherichia coli, Klebsiella spp., and Proteus mirabilis isolated from urinary tract infections in Egyptian hospitals. Biomed Res Int . 2014;2014. 13. WHO, Saliu EM, Vahjen W, Zentek J, Nordmann P, Cuzon G, et al. The Problem of Carbapenemase-Producing-Carbapenem-Resistant Enterobacteriaceae detection. Infect Drug

Resist

[Internet].

2017;10(3):161 – 76.

Available

from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 14. Thean YT, Ng LSY, He J, Tse HK, Li YH. Evaluation of screening methods to detect  plasmid-mediated AmpC in Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, and Proteus mirabilis. Antimicrob Agents Chemother. 2009;53(1):146 – 9. 15. Polsfuss S, Bloemberg G V., Giger J, Meyer V, Böttger EC, Hombach M. Practical approach for reliable detection of AmpC beta-lactamase-producing Enterobacteriaceae. J Clin Microbiol. 2011; 16. Japoni-Nejad A, Ghaznavi-Rad E, van Belkum A. Characterization of PlasmidMediated AmpC and Carbapenemases among Iranain Nosocomial Isolates of Klebsiella pneumoniae Using Phenotyping and Genotyping Methods. Osong Public Heal Res Perspect. 2014;.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF