Scope Dan Sequence Pada Materi Suhu

November 14, 2017 | Author: AmyMukaromatunLuthfiana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Pendidikan...

Description

SCOPE DAN SEQUENCE PADA MATERI SUHU, KALOR DAN PERPINDAHAN KALOR KELAS X SEMESTER I SEKOLAH MENENGAH ATAS I.

Identitas Satuan Pendidikan

: Sekolah Menengah Atas

Mata Pelajaran

: Fisika

Kelas/ Semester

: X/ I

Alokasi Waktu

: 12 x 45’ (12 JP)

II. Kompetensi Inti 1. KI 1

: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2. KI 2

: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli

(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. KI 3

: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. KI 4

: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak

terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. III. Kompetensi Dasar Penjabaran Kompetensi Dasar 1. Kompetensi Dasar 1 (Aspek Spiritual) : 1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya melalui pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya 2. Kompetensi Dasar 2 (Aspek Sikap) : 2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi.

3. Kompetensi Dasar 3 (Aspek Kognitif) : 3.7 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor pada kehidupan sehari-hari. 4. Kompetensi Dasar 4 (Aspek Psikomotor) : 4.8 Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas dan konduktivitas kalor. IV. Indikator Indikator Kompetensi (Kognitif): -

Menjelaskan hasil pengamatan tentang kalor

-

Mendiskripsikan spesifikasi kalor

-

Menjelaskan perpindahan kalor

-

Menjelaskan Hukum I Termodinamika

-

Menjelaskan penerapan kalor dalam kehidupan sehari – hari. V. Prasyarat Konsep -

Suhu

VI. Peta Konsep

(Sumber: hyperphysic.phy-astr.gsu.edu/hbase/hframe.html) VII. Scope: Materi efek fotolistrik meliputi konsep spesifikasi kalor yang disebabkan oleh perubahan suhu dan efeknya, perpindahan kalor, permasalahan mengenai kalor, aplikasi kalor dalam kehidupan sehari – hari dan Hukum I Termodinamika. VIII. Sequence: Konsep tentang efek fotolistrik. 1. Penjelasan tentang pengamatan kalor 2. Penjelasan tentang spesifikasi kalor 3. Penjelasan perpindahan kalor 4. Penerapan kalor dalam kehidupan sehari – hari. 5. Penjelasan Hukum I Termodinamika 6. Soal latihan

IX. Ringkasan Materi Pernah menyentuh es ? Apa yang anda rasakan ketika tangan anda menyentuh es atau tangan anda dimasukan ke dalam kulkas ? Bagaimana jika yang anda sentuh adalah api ? Ketika menyentuh es, tangan anda terasa dingin, sebaliknya ketika menyentuh api, tangan anda terasa panas. Panas, hangat, sejuk, dingin sebenarnya menyatakan apa ? a. Suhu Konsep suhu atau temperatur sebenarnya berawal dari rasa panas dan dingin yang dialami oleh indera peraba kita. Berdasarkan apa yang dirasakan oleh indera peraba, kita mengatakan suatu benda lebih panas dari benda yang lain atau suatu benda lebih dingin dari benda lain. Benda yang panas memiliki suhu yang lebih tinggi sedangkan benda yang dingin memiliki suhu yang lebih rendah. Semakin dingin suatu benda, semakin rendah suhunya. Sebaliknya, semakin panas suatu benda, semakin tinggi suhunya. Ukuran panas atau dinginnya suatu benda ini disebut suhu (temperatur). Sunardi dan Siti (2013:89) mengungkapkan bahwa suhu termasuk suatu besaran pokok. Suhu dapat didefinisikan sebagai besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dingin suatu benda. Untuk mengukur suhu suatu benda digunakan suatu alat yang disebut termometer. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur suhu suatu benda atau sistem secara kuantitatif. b. Jenis – Jenis Termometer Berdasarkan sifat termometrik bahan, maka termometer juga terdapat dalam beberapa jenis. Tabel 2.4 di bawah ini menunjukkan jenis – jenis termometer. Tabel.2.4 Jenis – Jenis Termometer Jangkauan pengukuran (°C)

Termometer

Sifat termometrik

Raksa

Volume zat cair

-39 s.d 500

Gas volume tetap

Tekanan gas pada volume tetap

-270 s.d 1500

Hambatan platina

Hambatan listrik

-200 s.d 1200

Termokopel

Gaya gerak listrik

-250 s.d 1500

(Sunardi dan Siti, 2013:91) c. Skala – Skala Termometer Pembuatan skala pada termometer memerlukan dua titik referensi. Sebagai titik pertama dipilih titik beku / titik tetap bawah, yaitu campuran antara es dan air pada tekanan normal. Ini terjadi pada saat air mulai membeku. Titik kedua yang dipilih

adalah titik didih / titik tetap atas, yaitu suhu ketika air mendidih pada tekanan normal. Kedua titik referensi tersebut sering disebut titik tetap atas dan titik tetap bawah. (Foster,2014:73). Terdapat empat macam skala yang didalam pengukuran suhu yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Kelvin dan Reamur. Masing – masing termometer dengan skala tersebut mempunyai ketentuan – ketentuan tertentu dalam menetapkan nilai titik didih air dan titik beku air pada tekanan 1 atm seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Titik Didih Dan Titik Beku Air (Sunardi dan Siti, 2013:91) Interval dari ke empat skala tersebut berbeda – beda. Interval skala Celcius dan Kelvin adalah 100, interval skala Reamur adalah 80, dan interval skala Fahrenheit adalah 180. Berdasarkan interval skala ini, diperoleh perbandingan skala dari tiap termometer sebagai berikut : C : R : F : K=100 :80 :180 :100=5 : 4 :9 :5 Berikut ini penjelasan tentang ke empat skala termometer tersebut. 1) Skala Celcius Pada skala Celcius, titik tetap bawah ditandai dengan 0°C dan titik tetap atas ditandai dengan 100°C. Skala ini diajukan oleh Anders Celcius (1701 – 1744) dengan menetapkan titik lebur es sebagai titik tetap bawah dan titik didih sebagai titik tetap atas. (Sunardi dan Siti,2013:92) 2) Skala Fahrenheit Skala temperatur Fahrenheit dibuat dengan mendefinisikan temperatur titik es sebagai 32°F dan temperatur titik uap sebagai 212°F, keduanya pada tekanan atmosfer standar. Skala Fahrenheit diajukan oleh fisikawan Jerman, Daniel Gabriel Fahrenheit (1686 – 1736). Karena skala Fahrenheit biasa digunakan di Amerika Serikat dan Skala Celcius digunakan dalam pekerjaan ilmiah dan di seluruh Negara lainnya di dunia, kita seringkali perlu mengubah temperatur antara kedua skala ini. Ada 100 derajat Celcius dan 180 derajat Fahrenheit antara titik es dan titik uap. Oleh karena itu perubahan temperatur sebesar satu derajat Fahrenheit lebih kecil daripada

perubahan satu derajat Celcius. Satu derajat Fahrenheit hanya mewakili

5 9

100 180

atau

dari perubahan suhu sebesar satu derajat Celcius. (Tipler,2001:237) Untuk mengubah sebuah temperatur yang diberikan dalam satu skala ke

temperatur skala lain, harus memperhitungkan kenyataan bahwa temperatur nol skala itu tidaklah sama. Selain itu, harus diperhatikan pula bahwa suatu suhu Celcius TC

adalah besar derajat Celcius di atas titik beku. Besar derajat Fahrenheit di atas 9 5

titik beku adalah

dari suhu Celcius. Tetapi titik beku pada skala Fahrenheit

adalah 32°F, sehingga untuk memperoleh suhu Fahrenheit

kalikan nilai Celcius dengan

9 5

TF

yang sebenarnya,

lalu tambahkan 32°. (Foster,2014:73)

Perubahan dua termometer mengikuti aturan : X−TTB X Y −TTBY = TTA X −TTB X TTA Y −TTB Y

(2.1)

dengan : TTB = titik tetap bawah TTA = titik tetap atas Hubungan skala Celcius dengan skala Fahrenheit dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. T F−32 T C −0 = 212−32 100−0

(2.2)

T F −32 T C = 9 5

(2.3)

9 T F = T C +32 ° 5

(2.4)

Untuk mengubah Fahrenheit ke Celcius, turunkan persamaan (2.3) untuk memperoleh

TC

.

5 T C = (T F−32 ° ) 9 dengan :

T F =¿

(2.5) suhu dalam skala Fahrenheit

T C =¿ suhu dalam skala Celcius 3) Skala Kelvin Skala Kelvin diajukan oleh fisikawan Inggris, Lord William Thomson Kelvin (1824 – 1907). Pada skala Kelvin, titik tetap bawah ditandai dengan angka 273 K dan titik tetap atas ditandai dengan 373 K. pengukuran suhu dalam skala Kelvin berdasarkan pada suhu mutlak nol. Hubungan skala Kelvin dengan skala Celcius dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. T K −273 T C −0 = 373−273 100−0

(2.6)

T K −273 T C = 100 100

(2.7)

T K =T C +273

(2.8)

dengan : T K =¿

suhu dalam skala Kelvin

T C =¿ suhu dalam skala Celcius 4) Skala Reamur Skala Reamur, titik tetap bawah ditandai dengan angka 0°R dan titik tetap atas ditandai dengan 80°R. Skala tersebut diajukan oleh Rene Antoine Ferchault de Reamur (1683 – 1757). Hubungan skala Reamur dengan skala Celcius dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. T C −0 T R−0 = 100−0 80−0

(2.9)

TC T R = 5 4

(2.10)

4 T R= T C 5

(2.11)

dengan : T R=¿ suhu dalam skala Reamur T C =¿ suhu dalam skala Celcius (Sunardi dan Siti, 2013:96) d. Kalor

Pada tahun 1760, Joseph Black membedakan pengertian kalor dan suhu. Suhu adalah sesuatu yang diukur pada termometer, dan kalor adalah sesuatu (fluida) yang mengalir dari benda yang panas ke benda yang dingin hingga mencapai kesetimbangan termal. Kesetimbangan termal merupakan keadaan dimana dua buah benda yang suhunya berbeda disentuhkan satu sama lain, dan akhirnya kedua benda mencapai suhu yang sama. Dalam keadaan yang sama ini dikatakan bahwa keduanya berada dalam kesetimbangan termal. (Foster,2014:77) 1) Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor Menurut Joseph Black kenaikan suhu suatu benda dapat digunakan untuk menentukan kalor yang tersimpan dalam benda tersebut. Dalam hal ini, banyaknya kalor yang diperlukan oelh benda untuk mengubah suhunya sebesar 1°C atau 1 K disebut kapasitas kalor. Berdasarkan definisi kapasitas kalor ini, maka hubungan kalor, kapasitas kalor dan perubahan suhu suatu benda dapat dinyatakan sebagai berikut. C=

Q ∆T

(2.12)

Sehingga persamaan (2.12) dapat dituliskan menjadi : Q=C ∆ T

(2.13)

dengan : C = kapasitas kalor (J/K) Q = kalor (J) ∆T

= perubahan suhu (K) Berdasarkan percobaan memanaskan air dengan waktu yang semakin

bertambah dan massa semakin bertambah, dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian kalor mengakibatkan perubahan suhu benda. Semakin lama air dipanaskan berarti jumlah kalor yang diberikan semakin besar. Dengan semakin besarnya kalor yang diberikan, maka semakin besar pula kenaikan suhu benda. Dengan kata lain jumlah kalor yang diberikan sebanding dengan kenaikan suhu benda. Sehingga, dapat kita tuliskan sebagai berikut : Q≈∆T

(2.14)

Kenaikan suhu juga tergantung pada massa benda. Semakin besar massa benda, semakin kecil perubahan suhunya. Dengan kata lain, perubahan suhu

berbanding terbalik dengan massa benda. Sehingga, dapat kita tuliskan sebagai berikut : ∆T ≈

1 m

(2.15)

Jika kita memberikan kalor yang sama dalam waktu yang sama pada benda yang berbeda, perubahan suhu kedua benda tersebut belum tentu sama, ini berarti perubahan benda dipengaruhi oleh jenis benda. Hal ini terjadi karena tiap benda memiliki kalor jenis ( c ) yang berbeda – beda. Tembaga yang memiliki kalor jenis ( c ) lebih kecil dari air justru mengalami perubahan suhu yang lebih besar. Artinya, kalor jenis berbanding terbalik dengan perubahan suhu. Sehingga dapat kita tuliskan sebagai berikut : ∆T ≈

1 c

(2.16) Jika semua penemuan dikumpulkan, diketahui bahwa

dengan Q,

∆T

sebanding

∆ T berbanding terbalik dengan m dan c, sehingga diperoleh

persamaan sebagai berikut : ∆T=

Q mc

(2.17)

Besarnya kalor yang diperlukan dapat dituliskan sebagai berikut : Q=mc ∆ T

(18)

dengan : m = massa benda (kg) c = kalor jenis (J/kg K) Q = kalor (J) ∆T

= perubahan suhu (K) Dalam hal ini, kalor jenis (c) adalah banyaknya kalor yang diperlukan

untuk menaikkan suhu satu satuan massa sebesar 1°C atau 1K.

Berdasarkan

persamaan (2.12) Tampak bahwa kalor jenis sama dengan kapasitas kalor per satuan massa, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: c=

C m

atau C=mc

(2.19)

dengan : c = kalor jenis (K/kg K) C = kapasitas kalor (J/K) m = massa benda (kg) e. Pemuaian Sebagian besar zat padat dan cair akan memuai ketika dipanaskan, dan menyusut ketika didinginkan. Pemuaian merupakan bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh peningkatan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Ketika sebuah benda dipanaskan, gerakan molekul – molekulnya semakin cepat, yang menyebabkan pergeserannya semakin besar. Secara keseluruhan, jarak antar molekul menjadi bertambah sehingga terjadilah peristiwa yang kita sebut sebagai pemuaian. (Foster, 2014: 80) 1) Pemuaian Zat Padat a) Pemuaian Panjang Pada zat padat yang berukuran panjang dengan luas penampang kecil, seperti pada kabel dan rel kereta api, Anda bisa mengabaikan pemuaian pada luas penampangnya. Pemuaian yang Anda perhatikan hanya pemuaian pada pertambahan panjangnya. Pertambahan panjang pada zat padat yang dipanaskan relatif

kecil

sehingga

butuh

ketelitian

untuk

mengetahuinya.

(Nurachmandani,2009:66)

Gambar 2.4 Pertambahan Panjang (Foster,2014:82) Jika sebuah batang mempunyai panjang mula-mula lo, koefisien muai panjang ( α ), suhu mula-mula T1, lalu dipanaskan sehingga panjangnya menjadi l dan suhunya menjadi T2, maka akan berlaku persamaan, sebagai berikut. l=l 0 +∆ l Karena

∆ l=l 0 α ∆T

(2.20) , maka persamaan untuk mencari panjang batang setelah

dipanaskan adalah sebagai berikut : l=l 0 +(l 0 α ∆ T )

(2.21)

Persamaan (2.21) menjadi : l=l 0 (1+α ∆ T )

(2.22)

Keterangan: L0 = panjang batang mula-mula (m) l

= panjang batang setelah dipanaskan (m)

∆l = selisih panjang batang = l – l0 α

= koefisien muai panjang (°C-1 atau K-1 )

T1 = suhu batang mula-mula (°C atau K ) T2 = suhu batang setelah dipanaskan (°C atau K ) ∆T = selisih suhu (°C atau K ) = T2 – T1 (Foster,2014: 82) b) Pemuaian Luas Benda-benda yang berbentuk lempengan plat (dua dimensi), akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Hal ini berarti lempengan tersebut mengalami pertambahan luas atau pemuaian luas. Serupa dengan pertambahan panjang pada kawat, pertambahan luas pada benda dapat dirumuskan sebagai berikut. A= A 0 +( A 0 β ∆ T )

(2.23)

Persamaan (2.23) menjadi : A= A 0 (1+ β ∆T )

(2.24)

dimana

β=2 α , maka persamaan (2.24) menjadi seperti berikut.

A= A 0 (1+2 α ∆ T )

(2.25)

Keterangan: A0 = luas bidang mula-mula (m2) A = luas bidang setelah dipanaskan (m2) β

= koefisien muai luas (°C-1 atau K-1 )

∆T = selisih suhu (°C atau K ) (Nurachmandani,2009:67) c) Pemuaian Volume Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan mengalami muai volume, yakni bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat tersebut. Karena muai volume merupakan penurunan dari muai panjang, maka muai ruang juga tergantung dari jenis zat. (Sunardi dan Siti, 2013:98)

Jika volume benda mula-mula V0, suhu mula-mula T1, koefisien muai γ , maka setelah dipanaskan volumenya menjadi V, dan suhunya

ruang

menjadi T2 sehingga akan berlaku persamaan, sebagai berikut. V =V 0 (1+ γ ∆ T )

(2.26)

dimana γ =3 α , maka persamaan (2.26) menjadi seperti berikut. V =V 0 (1+3 α ∆ T )

(2.27)

keterangan: V0 = volume benda mula-mula (m3) V = volume benda setelah dipanaskan (m3) γ

= koefisien muai ruang (°C-1 atau K-1 )

∆T = selisih suhu (°C atau K) (Foster,2014:83) 2) Pemuaian Zat Cair Zat cair hanya mengalami pemuaian volume, sehingga persamaan pada pemuaian zat cair sama seperti persamaan yang berlaku pada muai volume, yaitu sebagai berikut : ∆ V =γ V 0 ∆ T

(2.28)

V =V 0 (1+ γ ∆ T )

(22.9)

keterangan: V0 = volume benda mula-mula (m3) V = volume benda setelah dipanaskan (m3) γ

= koefisien muai volume (°C-1 atau K-1 )

∆T = selisih suhu (°C atau K) (Sunardi dan Siti, 2013:98) Ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah, sementara massanya tetap. Akibatnya ketika suhu zat cair bertambah, massa jenis zat berkurang. Bila

massa jenis zat cair mula – mula

ρ0

, maka

ρ0=

m V 0 . dimana m adalah massa

zat cair. ketika volumenya berubah menjadi V, massa jenis zat cair juga berubah menjadi ρ=

ρ , dimana :

m m = V V 0 (1+γ ∆ T )

(2.30)

ρ=

ρ0 (1+ γ ∆ T )

(2.31)

dengan : ρ = massa jenis zat cair (kg/m3) ρ0 = massa jenis zat cair mula – mula (kg/m3) (Foster,2014:83) 3) Pemuaian Zat Gas Pemuaian gas meliputi hukum Boyle, hukum Charles, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle – Gay Lussac. a) Hukum Boyle Untuk jumlah gas tertentu, ditemukan secara eksperimen bahwa, sampai pendekatan yang cukup baik, volume gas berbanding terbalik dengan tekanan yang diberikan padanya ketika temperature dijaga konstan, Yaitu 1 V∝ P Dimana P adalah tekanan absolut. Sebagai contoh, jika tekanan pada gas digandakan, volume diperkecil sampai setengah nilai awalnya. Hubungan ini dikenal sebagai Hukum Boyle, dari Robert Boyle (1627-1691), yang pertama kali menyatakan hasil percobaannya sendiri yakni, PV =konstan

[T konstan] (2.32)

(Giancoli, 2001;460) Misalkan pada suhu konstan, sejumlah gas memiliki volume tekanan

P1

.

hukum Boyle : P1 V 1=P 2 V 2 Dimana

V2

P2

Jika gas itu dipanaskan hingga tekanannya menjadi

V1

dan

, berlaku

(2.33) adalah volume akhirnya. (Foster,2014:83)

b) Hukum Charles Hukum Charles menyatakan “ Volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan temperature mutlak ketika tekanan dijaga konstan” . (Giancoli, 2001;460) Berdasarkan hal tersebut hukum Charles dapat dirumuskan sebagai berikut. V ∝T

[P konstan]

(2.34) Foster (2014)

Misalkan pada tekanan konstan, sejumlah gas memiliki volume T1

dan suhu

. Jika gas itu dipanaskan hingga menjadi

T2

, sementara

tekanannya dipertahankan tetap, berlaku hukum Charles : V1 V2 = T 1 T2 V2

Dimana

V1

(2.35)

adalah volume akhirnya. (Foster,2014:85)

c) Hukum Gay Lussac Hukum Gay-Lussac oleh Joseph Gay-Lussac (1778-1850), menyatakan bahwa “ Pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan temperature mutlak”. Hukum tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut. P∝ T

[V konstan]

(2.36)

(Giancoli, 2001;461) Misalkan pada volume konstan sejumlah gas memiliki tekanan dan suhu

T1

volumenya dijaga tetap, berlaku hukum Gay Lussac : P1 P2 = T1 T 2 P2

Dimana

T2

. Jika gas ini kita panaskan sampai suhunya menjadi

P1 dan

(2.37)

adalah tekanan akhirnya. (Foster,2014:86)

d) Hukum Boyle – Gay Lussac Jika ketiga persamaan di atas digabung, akan diperoleh suatu persamaan umum, yang disebut persamaan gas ideal atau yang dikenal dengan hukum Boyle – Gay Lussac. Dengan mengalikan ketiga persamaan di atas diperoleh : P P V 2 P2 (¿ ¿ 2 V 2) ( ) T2 T2 (2.38) V 1 P1 (¿ ¿ 1V 1) =¿ T 1 T1 ¿

( ) ( )( )

2

2

2

P1 V 1 P2 V 2 = 2 2 T1 T2

2

(2.39)

Kemudian persamaan (2.39) diakar, sehingga dapat dituliskan P1 V 1 P2 V 2 = T1 T2

atau

PV T

= konstan

(2.40)

Perlu diperhatikan bahwa tekanan diukur dalam tekanan mutlak dan suhu dinyatakan dalam suhu mutlak (K). (Foster,2014:86) Pemuaian pada gas dapat dianalisis dengan persamaan – persamaan berikut : Pada tekanan tetap : V =V 0 + ∆ V

(2.41)

V =V 0 (1+ γ ∆ T )

(2.42)

Pada volume tetap : P=P0 + ∆ P

(2.43)

P=P0 (1+ γ ∆ T )

(2.44)

dengan : 3 V = volume akhir ( m ¿

V 0 = volume awal ( m3 ¿ ∆V

3 = perubahan volume ( m ¿

γ = koefisien muai gas ( ° C−1 atau K−1 ¿ 2

P = tekanan akhir ( N /m ¿ P0 = tekanan awal ( N /m2 ¿ ∆ P = perubahan tekanan ( N /m2 ¿ (Sunardi dan Siti, 2013:103) f. Hukum kekekalan energi untuk kalor (Asas Black) Joseph Black mengukur kalor jenis suatu benda dengan meletakkan sebuah benda pada keadaan kontak termal dengan benda lain yang kalor jenisnya sudah diketahui. Misalkan benda yang diukur kalor jenisnya bermassa suhu awal

T1

(suhu rendah). Suatu zat cair yang bermassa

m2

m1

, dan memiliki

yang suhu awalnya

T2

(suhu tinggi) ditempatkan dalam sebuah gelas, dan ditempatkan dalam suatu

sistem tertutup, yang disebut kalorimeter. Benda dan suhu campuran

Tf

m1

dicelupkan ke dalam zat cair,

keduanya dicatat. Karena kalorimeter merupakan sistem

yang tertutup, tidak ada kalor yang keluar atau masuk dari dan ke dalam sistem ini. Banyaknya kalor yang diserap oleh benda yang dingin (dalam hal ini

m1

)

∆ Q1

sama dengan banyaknya kalor yang dilepaskan oleh benda yang panas yaitu zat cair dan kalorimeter (dalam hal ini

m2

)

∆ Q2

. Dengan demikian diperoleh persamaan

sebagai berikut : lepas=¿ Qterima atau ∆ Q2=∆ Q 1 Q¿

(2.45)

Keterangan : ∆ Q2 = jumlah kalor yang dilepas (J) ∆ Q1 = jumlah kalor yang diterima (J) (Foster,2014:89) Persamaan di atas disebut Hukum kekekalan energi kalor atau asas Black yang menyatakan bahwa “Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas oleh zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah”.. Jika dinyatakan dalam massa m, kalor jenis c, dan perubahan suhu ∆ T , persamaan (2.45) Dapat ditulis sebagai berikut : m2 c 2 ∆ T 2=m1 c 1 ∆ T 1 m2 c 2 (T 2−T f )=m1 c1 (T f −T 1)

(2.46) (2.47)

Berdasarkan persamaan inilah kalor jenis suatu benda ditentukan. Perlu dicatat bahwa hukum kekekalan energi kalor hanya berlaku untuk sistem tertutup. (Sunardi dan Siti,2013:104) 1) Perubahan Wujud dan Kalor Laten Perubahan wujud suatu zat disebabkan oleh zat melepaskan atau menyerap kalor. Perubahan wujud suatu zat yang disebabkan oleh zat melepaskan kalor adalah pengembunan, pembekuan dan penyubliman. Sementara perubahan wujud suatu zat

yang disebabkan oleh zat yang menyerap kalor adalah penguapan, peleburan dan penyubliman.

Gambar 2.5.Perubahan Wujud Zat (Sunardi dan Siti,2013:105) Keterangan pada gambar di atas dapat dilihat pada tabel Proses perubahan wujud berikut ini. Tabel 2.5. Proses Perubahan Wujud Proses Perubahan wujud 1. Padat – Cair Mencair 2. Cair – Padat Membeku 3. Cair – Gas Menguap 4. Gas – Cair Mengembun 5. Padat – Gas Menyublim 6. Gas – Padat Menyublim (Sunardi dan Siti,2013:105) Pada perubahan wujud zat terdapat besaran yang disebut kalor laten, yaitu banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud satu kilogram zat pada suhu tetap. Terdapat dua jenis kalor laten yaitu kalor laten lebur (kalor lebur) dan kalor laten didih (kalor didih). Pada proses melebur maka berlaku persamaan sebagai berikut. Q=m Lb (2.48) dengan : Lb = kalor lebur (J/kg) m = massa zat (kg) Q = kalor (J) Sementara itu pada proses mendidih, berlaku persamaan sebagai berikut. Q=m LU (2.49) dengan : LU

= kalor uap (J/kg)

m = massa zat (kg)

Q = kalor (J) (Sunardi dan Siti,2013:106) 2) Grafik suhu terhadap Kalor Diagram berikut ini menunjukkan grafik suhu terhadap waktu untuk es (di bawah 0°C) yang dipanaskan sampai di atas 100°C dalam waktu tertentu. Selang waktu pada sumbu mendatar sebanding dengan kalor yang diserap oleh es selama pemanasan.

Q Pemanasan Es Gambar 2.6. Grafik Suhu – Waktu (Kalor) Pada (arifkristanta.files.wordpress.com)

Dari gambar di atas kalor yang diperlukan selama proses pemanasan es dari A ke F dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini: Q=Q AB +Q BC +Q CD +Q DE +Q EF Karena pada unruk mencari

Q AB

QCD

,

Q AB

,

QEF

dan

QCD

dan

QEF

(2.50)

terjadi perubahan suhu, maka persamaan dapat ditentukan dengan :

Q AB=m c es (T B −T A )

(2.51)

Q CD =m c es (T D −T C )

(2.52)

QEF =m c es (T F −T E )

(2.53) QBC

Sementara itu, pada untuk mencari

QBC

dan

dan QDE

QDE

terjadi perubahan wujud zat, sehingga

dapat ditentukan dengan :

QBC =m Lb

(2.54)

QDE =m LU

(2.55)

dengan : QBC =¿

kalor saat melebur (J)

QDE =¿ kalor saat mendidih (J) m=¿ massa zat (kg)

Lb=¿ LU =¿

kalor lebur (J/kg) kalor uap (J/kg) (Sunardi dan Siti,2013:107)

g. Perpindahan Kalor Kalor berpindah dari benda atau sistem bersuhu tinggi ke benda atau sistem bersuhu rendah. Ada tiga cara kalor berpindah dari satu benda ke benda lain, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. (Foster,2014:93) 1) Konduksi Konduksi kalor pada banyak materi dapat digamabarkan sebagai hasil tumbukan molekul – molekul. Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul – molekul ditempat itu bergerak lebih cepat. Sementara bertumbukan dengan tetangga mereka yang bergerak lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi ke molekul – molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul – molekul ini kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul – molekul lain sepanjang benda tersebut. Dengan demikian energi gerakan termal ditansfer oleh tumbukan molekul sepnjang benda. Pada logam, menurut teori modern, tumbukan antara electron – electron bebas di dalam logam dan dengan atom logam tersebut terutama mengakibatkan terjadinya konduksi. (Giancoli,2001;501) Berikut ini contoh peristiwa perpindahan kalor secara konduksi dalam kehidupan sehari – hari.

Gambar 2.7. Memanaskan Batang Besi ( Foster, 2014:97) Contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari misalnya, memanaskan batang besi dan ketika membuat kopi atau minuman panas, lalu mencelupkan sendok untuk mengaduk gulanya. Biarkan beberapa menit, maka sendok tersebut akan ikut panas. Panas dari air mengalir ke seluruh bagian sendok. Kelajuan kalor berpindah secara konduksi ternyata sebanding dengan luas penampang batang atau medianya, selisih suhu antara kedua benda, dan berbanding terbalik dengan panjang batang. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : Q k A∆T = t l

(2.56)

dengan : Q t = kelajuan perpindahan kalor (J/s) k = konduktivitas termal (W/mK) A

∆T

= luas penampang (m2) = perubahan suhu (K)

l = panjang batang (m) (Foster,2014:98)

2) Konveksi Konveksi adalah roses dimana kalor ditransfer dengan pergerakkan molekul dari satu tempat ke tempat lai. Sementara konduksi melibatkan molekul (dan/atau electron) yang hanya bergerak dalam jarak yang kecil dan bertumbukan, konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam jarak yang besar. Berikut ini contoh peristiwa perpindahan kalor secara konveksi.

Gambar 2.8 Peristiwa Perpindahan Kalor Secara Konveksi (Giancoli, 2001:507) Pada panci yang dipanaskan diatas kompor dapat terlihat arus konveksi yang terjadi di dalam panic. Arus konveksi terjadi sementara air yang dipanaskan di bagian bawah panic baik karena massa jenis (kerapatan)nya berkurang dan digantikan oleh air yang lebih dingin diatasnya. Air dipanaskan di tungku dan sementara temperaturnya naik, air akan memuai dan naik, seperti digamabarkan. Hal ini menyebabkan air berputar pada sistem.

Selain itu konveksi juga berperan dalam memanaskan sebuah rumah. Tanda panah yang melingkar menunjukkan arus udara konveksi diruangan tersebut. (Giancoli, 2001:504) Hampir sama dengan konduksi, kelajuan kalor yang berpindah secara konveksi dalam fluida sebanding dengan luas permukaan A benda yang bersentuhan dengan fluida dan selisish suhu antara fluida dengan benda

∆ T . Secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Q =hA ∆ T t

(2.57)

dengan : Q t = kelajuan perpindahan kalor (J/s) h = koefisien konfeksi (W/m2K)

A ∆T

= luas permukaan (m2) = perubahan suhu (K) (Foster,2014:98)

3) Radiasi Konveksi dan konduksi memerlukan adanya materi sebagai medium untuk membawa kalor dari daerah yang lebih panas ke yang lebih dingin. Tetapi, jenis ketiga dari perpindahan kalor ini terjadi tanpa medium apapun, Semua kehidupan di dunis bergantung pada transfer energi dari Matahari, dan energi ini ditransferkan ke Bumi melalui ruang yang hampa. Bentuk transfer energi dalam kalor ini karena temperatur Matahari jauh lebih besar dari Bumi, peristiwa ini dinamakan Radiasi. (Giancoli, 2001:507)

Gambar 2.9. Peristiwa Perpindahan Kalor Secara Radiasi (Serway, 2004:287) Dalam kedua peristiwa di atas, terjadi perpindahan panas yang dipancarkan oleh asal panas tersebut sehingga disebut dengan Radiasi.

Tahun 1874, Joseph Stefan melakukan pengukuran laju kalor yang dipancarkan oleh sebuah benda, dan diperoleh hasil bahwa laju kalor yang diradiasikan tersebut sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak benda. Lima tahun kemudian, Ludwig Boltzmann menyempurnakan penemuan tersebut berdasarkan penjelasan teoritik. Rumusan matematis kelajuan kalor yang diradiasikan benda dapat dituliskan sebagai berikut : Q =σA T 4 t

(2.58)

dengan : Q t = kelajuan perpindahan kalor (J/s) σ = konstanta Stefan – Boltzmann (5,67 ×10−8 W /m 2 K 4 ) A

= luas permukaan (m2)

T

= suhu benda (K) (Foster,2014 : 99) Persamaan (2.58) tersebut dikenal sebagai hukum Stefan – Boltzmann.

Persamaan di atas hanya berlaku untuk benda hitam sempurna. Benda hitam adalah benda yang mampu menyerap dan memancarkan radiasi kalor secara sempurna. (Sunardi dan Siti,2013:113) Untuk sembarang benda yang bukan merupakan benda hitam berlaku persamaan sebagai berikut: Q 4 =eσA T t

(2.59)

Konstanta e disebut emisivitas benda, yang bernilai antara 0 sampai dengan 1. Sebagai contoh aplikasi persamaan (2.59), Jika diketahui suhu benda T dan suhu lingkungan To, benda akan memancarkan radiasi kalor. Besarnya radiasi kalor yang dipancarkan atau diserap oleh benda terhadap lingkungan dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut : T (¿¿ 4−T 04 ) Q =eσA ¿ t

(2.60)

Benda akan memancarkan radiasi kalor, jika suhu benda (T) lebih besar daripada suhu lingkungan (To). Dan benda akan menyerap radiasi kalor, jika suhu benda (T) lebih kecil daripada suhu lingkungan (To). (Foster,2014:101)

X. Sumber Giancoli, douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid I . Jakarta: Erlangga. Naumi, Fhan. 2011. Percobaan Efek Fotolistrik. Tersedia di http://fhannum. wordpress.com. (2 Desember 2014) Utami, Afrita. 2013. Efek Fotolistrik. Tersedia di http://fisikadalamkehidupan. blogspot.com/ . (2 Desember 2014) Yana, Ramli. 2014. Teori Efek Fotolistrik. Tersedia di http://ramliyana-fisika.blogspot.com . (2 Desember 2014) Young , hugh . D dan freedman. 2002. Fisika Universitas Kesepuluh Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Latihan Soal 1. Jelaskan dengan gambar rancangan percobaan efek fotolistrik ! (Soal C1)

Penyelesaian : Gambar diatas menggambarkan skema alat yang digunakan Einstein untuk mengadakan percobaan. Alat tersebut terdiri atas tabung hampa udara yang dilengkapi dengan dua elektroda dan dihubungkan dengan sumber tegangan arus searah (DC). Pada saat alat tersebut dibawa ke dalam ruang gelap, maka amperemeter tidak menunjukkan adanya arus listrik. Akan tetapi pada saat permukaan Katoda (+) dijatuhkan sinar amperemeter menunjukkan adanya arus listrik. Hal ini menunjukkan adanya aliran arus listrik. Aliran arus ini terjadi karena adanya elektron yang terlepas dari permukaan (yang selanjutnya disebut elektron foto) (+) bergerak menuju (-). Apabila tegangan baterai diperkecil sedikit demi sedikit, ternyata arus listrik juga semakin mengecil dan jika tegangan terus diperkecil sampai nilainya negatif, ternyata pada saat tegangan mencapai nilai tertentu (-Vo), amperemeter menunjuk angka nol yang berarti tidak ada arus listrik yang mengalir atau tidak ada elektron yang keluar dari keping (+). Arus akan sama dengan nol pada saat (V+ - V-) = -V0. Potensial Vo ini disebut potensial henti, yang nilainya tidak sama dengan tergantung pada intensitas cahaya yang dijatuhkan. 2. Apa pengertian dari efek fotolistrik? (Soal C1) Penyelesaian: Efek foto listrik adalah peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan suatu zat (logam), bila permukaan logam tersebut disinari cahaya (foton) yang memiliki energi lebih besar dari energi ambang (fungsi kerja) logam. 3. Elektron foto dapat keluar dari satu logam jika dikenai cahaya dengan panjang gelombang 4500 AA. Berapa kecepatan elektron pada saat keluar dari logam apabila dikenai cahaya dengan panjang gelombang 3500 AA ? (Soal C4) Penyelesaian : Diketahui

−8 ; λ = 4500 AA. = 45 x 10 m

−8 λ0 = 3500 AA. = 35 x 10 m −34 h = 6,626 x 10 Js 8 c = 3 ×10 m/s

Ditanya

; v=...?

Jawab

;

Ek=E−W Ek=h

C c −h λ λ0

Ek=h c

(

1 1 − λ λ0

)

Ek=6,626 x 10−34 J s .3 ×10 8 m/s

−19

Ek=1,26 ×10

(

1 1 − −8 −8 45 x 10 35 x 10

)

J

1 Ek= m v 2 2

v=



2 Ek m



2. 1,26× 10−19 v= −31 9,1 ×10 5

v =5,3× 10

m/s

4. Sebuah keping logam yang digunakan pada tabung fotolistrik mempunyai frekuensi ambang sebesar W, energi foton E serta energi kinetik Ek. Jika keping tersebut memiliki energi ambang dan energi kinetik 2 kali semula, maka energi fotonnya sebesar . . . (Soal C5) Penyelesaian : Diketahui

;E=E Ek = Ek

W=W Ekʹ = 2 Ek Wʹ = 2 W Ditanya

; Eʹ = . . . ?

Jawab

;

E=Ek +W Eʹ=Ekʹ+Wʹ E=Ek+W Eʹ=2 Ek+2 W E=Ek +W Eʹ=2(Ek +W ) 2 E=Eʹ

5. Sebutkan dan jelaskan salah satu penerapan efekfotolistrik dalam kehidupan sehari – hari ! (Soal C3) Penyelesaian: Dengan bantuan peralatan elektronika saat suara dubbing film direkam dalam bentuk sinyal optik di sepanjang pinggiran keping film. Pada saat film diputar, sinyal ini dibaca kembali melalui proses efek fotolistrik dan sinyal listriknya diperkuat dengan menggunakan amplifier tabung sehingga menghasilkan film bersuara.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF