Sarah Stemi

December 12, 2017 | Author: Wardy Aceh | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Sarah Stemi...

Description

Presentasi Kasus

Penyakit Jantung Koroner

Disusun oleh: Sarah Rafika Nursyirwan (0806363956) Pembimbing : Prof.Dr.dr.Idris Idham, Sp.JP(K)

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mei 2009

BAB I ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS Nama

: Ny.L

Usia

: 62 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: Ciputat, Jakarta

No. RM

: 2009270367

Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 5 Mei 2009.

ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 jam SMRS, pasien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyari dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung. Nyeri dada terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Pasien merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Pasien pingsan saat dibawa ke RS.

2

Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat. Pasien kontrol ke RS Bhineka Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1. Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada yang hilang jika beristirahat. Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Pasien juga merasa keluhan muncul bila berjalan jauh. Pasien tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk BAK di malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Pasien belum pernah operasi jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan Diabetes mellitus disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung, asma disangkal Riwayat Pekerjaan,Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan Pembiayaan RS secara pribadi.

PEMERIKSAAN FISIK (3 Mei 2009, IGD RSPJNHK) •

Keadaan umum :



Kesadaran

:



Nadi

:

100x/menit, reguler, isi kurang, equal



Nafas

:

40x/menit, reguler, kedalaman cukup, pernafasan

Pasien tampak sakit sedang, tampak sesak Compos mentis

abdominotorakal 3





Suhu



Tekanan Darah :



Kesan gizi baik

Kepala

:

36,5 oC (aksila) 117/82 mmHg

:

deformitas (-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri tekan sinus (-)



Mata

: deformitas

(-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma -/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-). sklera ikterik (-/-). •

Hidung

: deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping hidung (-)



Mulut

: lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries



Telinga

: deformitas (-), serumen (-/-)



Leher

: Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O, KGB leher tidak teraba



KGB

: KGB supraklavikula tidak teraba

dentis (-)

KGB intraklavikula tidak teraba KGB axila tidak teraba KGB inguinal tidak diperiksa •

Kulit

:

kecoklatan. •

Toraks 

Paru

Simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks (-), massa (-). Bunyi napas vesikuler, rhonki basah halus basal paru (+/+), wheezing (-/-) 

Jantung

Iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri, batas jantung kanan pada sela iga 4 pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri

4

pada sela iga 5 pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-) •

Abdomen Simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ballottement (-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normal



Alat Genitalia

:

tidak

Anus

:

tidak

Ekstremitas

:

Edema

diperiksa • diperiksa •

(-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger -/-, atrofi otot (-/-), turgor baik. TIMI 3 Mei 2009 Usia >65 tahun

:0

Tekanan darah sistolik 100x/menit

:2

Killip kelas II-IV

:2

ST elevasi anterior atau LBBB

:1

Riwayat diabetes, hipertensi, atau angina

:1

Berat badan 4 jam

:1

TOTAL

: 8/14

PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab 3 Mei 2009 Hematologi Hb

: 8,9 g/dL (N: 12-14)

Ht

: 28 % (N: 40-48)

Leukosit

: 8400/ul (N:5000-10.000) 5

Cardiac Enzymes CKMB

: 50 U/l (N: 0-24)

Troponin T

: 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2)

Renal Prostat Ureum

: 43 mg/dl (N: 13-43)

Kreatinin

: 0,8 mg/dl (N: 0-1,4)

BUN

: 20,09 mg/dl (N: 6-20)

Glukosa GDS

: 171 mg/dl (N:30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI. B.3. Elektrokardiografi (EKG)

11

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI. B.4. Laboratorium Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker. Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). •

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB



cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari



Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase (LDH)

12

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.

C. Penatalaksanaan Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. C.1. Tatalaksana awal Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI a.l: •

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis



Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi



Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih



Melakukan terapi reperfusi Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI

mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. C.2. Tatalaksana umum

13

Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 100 mmHg, interval PR 8(35,9)

Risk

score

untuk

STEMI

20

BAB III PEMBAHASAN

Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Dekskripsi nyeri tersebut yakni lokasi nyeri dada di sebelah kiri, menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Dapat disimpulkan nyeri dada pada pasien ini termasuk dalam nyeri dada tipikal. Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan, yang menyertai nyeri tersebut. Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak mereda dengan istirahat. Disimpulkan terdapat perburukan pada penyakit pasien ini, karena gejala nyeri dada seperti ini sudah dirasakan sejak satu tahun lalu, hilang timbul, namun dapat hilang dengan istirahat. Faktor risiko pasien ini, diketahui pasien memiliki hipertensi yang diketahui sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit, serta tidak teratur minum obat hipertensinya. Faktor risiko yang lain pada pasien ini adalah usia yang lanjut. Pasien tidak merokok, dan pasien tidak ada penyakit diabetes. Sedangkan, faktor predisposisi pada pasien ini adalah kurangnya kebiasaan aktivitas fisik, lalu juga terdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu timbulnya gejala. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner pada usia muda.

21

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit, pada auskultasi paru terdapat rhonki basah halus di kedua basal paru. Pemeriksaan EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4. Disimpulkan EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark pada daerah anterior, dan kemungkinan terdapat infark lama pada`daerah anterior. Pemeriksaan enzim jantung didapatkan CKMB meningkat yakni 50 U/l (>24 U/l), dan Troponin T meningkat yakni 0,1 ng/ml (termasuk rentang 0,1-2,0: MCI). Disimpulkan terdapat kerusakan miokardium. Pada pemeriksaan radiografi jantung didapatkan jantung membesar yakni CTR 60% (lebih dari 50%), segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan apex lateral jantung downward. Disarankan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi pemompaan ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hemoglobin rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit rendah yakni 28%, sehingga disimpulkan pada pasien ini terdapat anemia dan perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab anemia teresebut. Untuk jenis anemia berdasarkan morfologi diperlukan pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC. Jadi, berdasarkan adanya gejala nyeri dada tipikal, tidak menghilang dengan istirahat, gejala otonom, sesak napas, pemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada basal kedua paru, dan gambaran EKG yang menunjukkan ST elevasi daerah anterior, serta kenaikan eznim jantung baik CKMB maupun troponin T. Disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah STEMI anterior. Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah: •

Tirah baring

22

o Sebagai usaha untuk menurunkan demand kerja jantung sehingga mismatch supply-demand tidak terjadi •

Penilaian dan stabilisasi hemodinamik



Monitoring EKG



Aspillet kunyah 1x160 mg dan 1x80 mg keesokan harinya o Digunakan sebagai antiplatelet untuk menghindari pembentukan trombus baru melalui penghambatan pembentukan tromboksan A2.



Plavix (klopidogrel) loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg



Oksigen nasal kanul 3 l/menit



ISDN 3x5 mg o Digunakan untuk mengatasi nyeri dada.



Bisoprolol 1x2.5 mg o Bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia.



Simvastatin 1x20 mg



Laxadine 1xCI o Sebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan sehingga pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan elektrokardiografik yang berbahaya.

Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi, dapat menggunakan PCI atau fibrinolisis. Namun karena onset gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI. Rencana edukasi -

Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol

-

Kontrol dan minum obat teratur

-

Kendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)

Klasifikasi IMA pasien ini berdasarkan klasifikasi Killip adalah kelas II, di mana ditemukan rhonki basah halus di bagian basal kedua paru. Untuk prognosis pasien ini berdasrkan skoring TIMI adalah 8/14 (usia = 0, tekanan darah sistolik 100x/menit

23

= 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1, berat badan 4 jam = 1).

Daftar Pustaka

1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV: 1615-25. 2. Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen R. Daniels, MD, PhD; Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN, PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus Panel Guide to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without Coronary or Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular Disease and Stroke: 2002 Update. 3. Cannon Christopher P, Braunwald Eugene. ST-Elevation Myocardial Infarction.In Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et. Al (editor). Harrison’s Principle of Internal Medicine 17 ed,Mc GrawHill: 2008. 1527-32.

24

LAMPIRAN

25

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF