SANTIAJI PANCASILA

March 13, 2019 | Author: Alfian Bazedo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Santiaji Pancasila...

Description

ORIENTASI SINGKAT PANCASILA Oleh Prof. Darji Darmodiharjo, SH. I TUJUAN MEMPELAJARI PANCASILA

Seperti halnya dengan tujuan kita mempelajari sesuatu, lebih baik jika sesuatu itu merupakan ilmu pengetahuan, maka tujuan kita mempelajari pancasila ialah ingin mengetahui pancasila yang benar, yakni yang dapat dipertanggungjawabkan , baik secara yuridis-konstitusional karena Pancasila adalah dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur/menyelenggarakan pemerintahan negara. Oleh karena itu, tidak setiap orang boleh memberikan pengertian atau tafsiran menurut pendapatnya sendiri. Selanjutnya Pancasila yang benar itu kita amalkan sesuai dengan fungsinya dan kemudian Pancasila yang benar itu kita amankan agar jiwa dan semangatnya, perumusan, dan sistematikanya yang sudah tepat-benar itu tidak diubah-ubah apalagi dihapuskan atau diganti dengan paham yang lain. Apabila kita perhatikan tujuan kita mempelajari Pancasila seperti yang dikemukakan di atas itu, maka akan segera kita sadari bahwa tujuan itu sebenarnya bertitik tolak pada salah satu sifat asasi manusia, yaitu “hasrat” ingin tahu. Setiap manusia normal pasti mempunyai sifat “ingin tahu” ini. Hasrat “ingin tahu” yang merupakan sifat asasi atau kodrat manusia itu bukan hanya sekedar ingin tahu saja, melainkan ingin tahu yang benar. Manakala seseorang sudah tahu yang benar atau telah mengetahui dengan sebenarnya tentang sesuatu, maka ia akan menghubungkan sesuatu itu dengan dirinya, yaitu pemanfaatan sesuatu itu terhadap dirinya atau terhadap orang lain. Inilah yang kita maksudkan dengan mengamalkan Pancasila Selanjutnya apabila seseorang telah mengetahui sesuatu yang benar dan telah pula memanfaatkannya, maka timbullah kecenderungan pada dirinya untuk berusaha menjaga agar sesuatu itu tetap baik keadaannya sehingga ia dapat memanfaatkannya selama mungkin. Inilah yang dimaksud dengan mengamankan Pancasila. Mengingat bahwa pancasila adalah dasar negara, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperatif/memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk/taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai dasar negara harus ditindak menurut hukum, yakni hukum yang berlaku di negara Indonesia. Dengan perkataan lain, pengamalan dan pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara disertai sanksi-sanksi hukum.

II PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERANAN PANCASILA Pancasila yang berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama dasar negara kita, negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat di dalam buku Nagarakertagama buku  Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma  Sutasoma  istilah Pancasila di samping mempunyai arti berbatu sendi yang kelima (dari bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti pelaksanaan yang lima (Pancasila Krama) yaitu : 1) Tidak boleh melakukan kekerasan ; 2) Tidak boleh mencuri ; 3) Tidak boleh berjiwa dengki ; 4) Tidak boleh berbohong ; 5) Tidak boleh mabuk minuman keras. Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara Indonesia diberi nama Pancasila. (Menurut beliau nama pancasila ini didapat atas petunjuk kawan beliau seorang ahli bahasa). Dengan demikian, dapatlah dimengerti bahwa dasar negara kita Pancasila bukanlah lahir pada tanggal 1 Juni 1945; kiranya lebih tepat dikatakan, bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah “hari lahir” istilah Pancasila sebagai nama dasar negara kita. Dasar negara Republik Pancasila, yang sekarang kita kenal dengan nama Pancasila, diterima dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu bersamaan dengan disahkannya pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945. Namun telah cukup sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai berikut. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Seperti telah disinggung di dalam pendahuluan buku ini banyak penyebutan yang dihubungkan dengan Pancasila. Sekalipun semua itu benar, pada hakikatnya dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni sebagai Pancasila sebagai pandangan hidup  bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Indonesia.

 A . P ancasil ancasila a seb sebagai Pa P andang ndanga an Hi H i dup B angs a I ndo ndonesi nesia a Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of life, life, Weltanschauung , Wereldberschouwing , Wereld en levens beschouwing , pandangan dunia, pandangan hidup,  pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam kehidupan sehari-hari). Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai Weltanschauung selalu merupakan satu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan satu dengan yang lain; keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati ialah Pancasila sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila sebagai norma fundamental sehingga Pancasila berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Sebagai cita-cita, semestinyalah kalau ia selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiaptiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud menjadi suatu kenyataan. Sesungguhnya tidaklah mudah merumuskan secara konkret betapa perwujudan Pancasila itu dalam setiap tindak/perbuatan, tingkah laku, dan sikap hidup sehari-hari. Hal ini disebabkan selain terlalu banyak macam ragamnya. Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi, yakni sebagai cita-cita dan  pandangan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Dilihat dari fungsinya, Pancasila mempunyai fungsi utama sebagai dasar negara Republik Indonesia. Demikianlah dapat dikatakan bahwa Pancasila itu dibuat dari materi atau bahan “dalam negeri” bahan asli murni dan merupakan kebanggan bagi suatu bangsa yang patriotik. Apabila kita memperhatikan penyebutan-penyebutan yang dikaitkan dengan Pancasila, maka kita dapat menduga betapa luas peranan Pancasila dalam tata kehidupan  bangsa Indonesia. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan berbagai penyebutan Pancasila itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut. 1.  Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Bangsa Indonesia Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist   (jiwa rakyat/jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa adanya/lahirnya  bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia, Indonesia, yaitu pada zaman Sriwijaya-Majapahit. Sriwijaya-Majapahit. 2.  Pancasila sebagai Kepribadian Kepribadian Bangsa Indonesia Jiwa bangsa Indonesia mempunyai arti statis (tetap tidak berubah) dan mempunyai arti dinamis (bergerak). Jiwa ini ke luar diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal/perbuatan sikap mental, tingkah laku, dan amal/perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri-ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri ciri khas inilah yang kita maksud dengan kepribadian; kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. 3.  Pancasila sebagai pandangan pandangan hidup bangsa bangsa Indonesia 4.  Pancasila sebagai dasar negara negara Republik Indonesia

5.  Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia Pancasila dalam pengertian ini disebutkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ( jo   jo  Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Dijelaskan bahwa sumber tertib hukum Republik Indonesia adalah  pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. 6.  Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada Waktu Mendirikan  Negara Pancasila dalam pengertian ini diucapkan dalam pidato Presiden Soeharto di depan sidang DPRGR pada tanggal 16 Agustus 1967. Dinyatakan oleh beliau bahwa Pancasila adalah perjanjian luhur seluruh rakyat Indonesia yang harus selalu kita bela selama-lamanya. Sebagaimana kita ketahui, pada saat bangsa Indonesia mendirikan negara (Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945), bangsa Indonesia belum mempunyai undang-undang dasar negara yang tertulis. Baru pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 7.  Pancasila sebagai Cita-cita dan Tujuan Tujuan Bangsa Indonesia Indonesia Pancasila dalam pengertian ini, yaitu sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia pernah diucapkan dalam pidato Presiden Soharto di depan sidang DPRGR  pada tanggal 17 Agustus 1967. Dikatakan oleh beliau bahwa cita-cita luhur negara kita tegas dimuat dalam pembukaan UUD 1945. Karena pembukaan UUD 1945 merupakan penuangan jiwa Proklamasi, yaitu jiwa Pancasila, sehin gga Pancasila juga merupakan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Dalam pidato itu dikatakan pula  bahwa cita-cita luhur inilah yang akan dicapai oleh bangsa bangsa Indonesia. 8.  Pancasila sebagai falsafah hidup hidup yang mempersatukan bangsa bangsa Indonesia Pancasila merupakan sarana yang ampuh sekali untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Hal ini sudah semestinya karena Pancasila adalah falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh bangsa Indonesia diyakini paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling  baik, dan paling sesuai/tepat bagi bangsa Indonesia sehingga dapat mempersatukan  bangsa Indonesia. B. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila dalam pengertian ini disebut dasar falsafah negara (dasar falsafah negara).  Philosofische Grondslag   dari negara, ideologi negara, Staatsidee. Staatsidee. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksudkan di atas sesuai dengan  bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan : “...., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ...” (cetak tebal dari penulis).

Dipandang dari segi morfologi bahasa Indonesia, kata berdasar   berasal dari kata dasar , yang diberi berawalan ber menjadi berdasar . Mengenai Pancasila sebagai dasar negara ini, Prof. Drs. Notonagoro, S.H. dalam karangan beliau yang berjudul “Berita Pikiran Jalan Keluar dari Kesulitan Mengenai Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia” Indonesia” antara lain dinyatakan, “di antara unsur unsur pokok kaidah negara yang fundamental, asas kerohanian Pancasila adalah mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. Pendapat di atas menjelaskan betapa fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Hal ini penting sekali karen UUD, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu. Berbicara tentang fungsi Pancasila, yang perlu mendapat perhatian kita ialah apa yang merupakan fungsi pokok Pancasila itu. Penentuan mengenai apa apa yang menjadi fungsi  pokok ini sangat penting karena sebagai telah diuraikan di muka ada berbagai penyebutan tentang Pancasila yang sekaligus mengandung men gandung pengertian pokoknya. Fungsi pokok Pancasila adalag sebagai dasar negara, sesuai dengan pembukaan UUD 1945, dan yang ada pada hakikatnya adalah sebagi sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tata tertib hukum, sebagaimana yang tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah di dalam fungsinya sebagai  pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertiannya yang bersifat etis dan filosofis adalah di dalam fungsinya sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam kebenaran.

III SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan berabadabad dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perumusan Pancasila erat hubungannya hubungannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu. Karena sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu sejak berabad-abad yang lalu itu  panjang sekali, maka perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah itu, yakni peristiwa peristiwa yang menonjol, terutama dalam hubungannya hubungannya dengan Pancasila. Pancasil a. Tonggak-tonggak Pancasila itu dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Bangsa Indonesia (Abad VII-XVI) Menurut sejarah, pada kira-kira abad VII-XII, bangsa Indonesia telah mendirikan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, dan kemudian pada sekitar abad XIII-XVI didirikan pula Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu jadikan tonggak sejarah karena pada waktu itu bangsa Indonesia telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa Indonesia. Baik Sriwijaya maupun Majapahit  pada zamannya z amannya itu telah merupakan negara-negara negara-negar a yang berdaulat, bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara ini. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan,  persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah, dan keadilan sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu hanya saja belum dirumuskan secara konkret. Kehidupan dua agama, yakni Hindu dan Budha secara berdampingan yang membuktikan sifat toleransi Bangsa Indonesia, pada zaman itu dilukiskan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya Sutasoma. Itulah sebabnya maka kedua zaman kerajaan itu kita jadikan pula sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa kita dalam mencapai cita-citanya. Penjajahan Barat (Abad XVII-XX) Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama rempahrempahnya yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia, menyebabkan  bangsa asing berduyun-duyun masuk ke Indonesia. Bangsa barat yang membutuhkan me mbutuhkan sekali s ekali rempah-rempah Indonesia itu dari pedagang-pedagang Asia, mulai berusaha untuk langsung mengambil rempah-rempah itu dari Indonesia. Maka mulai bermunculanlah bangsa-bangsa  barat, yakni Portugis, Spanyol, Spanyol, Inggris, dan akhirnya Belanda di di bumi Indonesia. Bangsa-bangsa Barat berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia ini. Maka sejak itu mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan mulainya penjajahan oleh bangsa-bangsa itu terutama Belanda terhadap bumi dan bangsa Indonesia. Masa penjajahan Barat ini kita jadikan tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya sebab pada zaman penjajahan ppini apa yang telah dicapai oleh  bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang. hilang.

Perlawanan Fisik Bangsa Indonesia (Abad XVII-XX) Penjajahan Barat yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak semulai imperialis itu menjejakkan kakinya di Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya dengan semangat patriotik. Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan gigih melawan  penjajah. Cukup banyak untuk disebutkan. Pada abad XVII dan XVIII perlawanan terhadap  penjajah digerakkan oleh Pahlawan Sultan Agung (Mataram 1645) Sultan Ageng Tirtayasa dan Ki Tapa (di Banten terjadi pada ± 1650), Hasanuddin (di Makassar terjadi pada 1660), Iskandar Muda (di Aceh terjadi pada ± 1635), Untung Surapati dan Trunojoyo (Jawa Timur ± 1670), Ibn Iskandar (di Minangkabau ± 1680). Pada permulaan abad ini sebenarnya pernah terjadi pergesearan pemerintah  penjajahan dari Hindia Belanda kepada Inggris, tetapi hal ini tidak terjadi lama dan segera kembali lagi kepada Belanda. Apabila diperhatikan, sebenarnya perlawanan terhadap penjajahan Belanda itu terjadi hampir disetiap daerah di Indonesia ini. Akan tetapi, sangatlah disayangkan perlawanan perlawanan secara fisik ini terjadi sendiri-sendiri pada tiap-tiap daerah. Tidak adanya  persatuan serta koordinasi perlawanan itu mengakibatkan tidak ti dak berhasilnya bangsa Indonesia menghalau kolonialis pada waktu itu. Kebangkitan Nasional/Kesadaran Nasional/Kesadaran Bangsa Indonesia (20 Mei 1908) Pada permulaan abad XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya di dalam melawan kolonialis Belanda. Kegagalan-kegagalan perlawanan secara fisik yang tidak terkoordinasi pada masa lampau mendorong pemimpin-pemimpin Indonesia pada permulaan abad XX itu untuk memakai bentuk perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu ialah dengan menyadarkan bangsa Indonesia akan pentingnya bernegara. Maka lahirlah pada waktu itu bermacam-macam organisasi politik disamping organisasi yang bergerak dalam  bidang pendidikan dan sosial yang dipelopori oleh Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Sumpah Pemuda/Persatuan bangsa Indonesia (28 Oktober 1928) Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah perjuangan  bangsa Indonesia di dalam mencapai cita-citanya. Pada saat itu pemuda-pemuda Indonesia dipelopori oleh Muh Yamin, Kuntjoro Purbopranoto, Wongsonegoro, dan lain-lainnya mengumandangkan Sumpah Pemuda Indonesia yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan bahasa yang satu, yakni Indonesia. Dengan Sumpah Pemuda ini akan tegaslah apa yang diinginkan oleh bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa Indonesia. Penjajahan Jepang (9 Maret 1942) Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah Perang Pasifik, yaitu dengan dibomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Dalam waktu singkat Jepang dapat menduduki daerah-daerah  jajahan Sekutu (Amerika, Inggris, Belanda) di daerah Pasifik.

Demikianlah maka pada tanggal 9 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia, menghalau Penjajah Belanda. Pada waktu itu Jepang mengetahui apa yang diinginkan oleh  bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan bangsa bangsa dan tanah air Indonesia. Untuk mendapatkan bantuan rakyat Indonesia, Jepang mempropagandakan bahwa kehadirannya di bumi Indonesia adalah justru untuk membebaskan bangsa dan tanah air Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda. Tapi kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu ialah bahwa sesungguhnya Jepang pun merupakan penjajah yang tak kurang kejamnya di bandingkan dengan penjajah Belanda. Bahkan pada zaman inilah bangsa indonesia mengalami  penderitaan dan penindasan yang sampai sampai pada puncaknya. Oleh kenyataan itu, rakyat indonesia kecewa dan merasakan tipu muslihat Jepang selama itu. Maka timbullah perlawanan-perlawanan terhadap Jepang, baik secara illegal maupun legal (pemberontakan PETA di Blitar, dll). Sementara itu sejarah berjalan terus. Perang Pasifik menunjukkan tanda-tanda akan  berakhir dengan kekalahan Jepang di mana-mana. Untuk mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia, Jepang yang pada waktu itu berada di ujung kekalahannya mencoba menarik hati  bangsa Indonesia dengan mengumumkan janji Indonesia merdeka kelak kemudian hari apabila perang telah selesai. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia (29 April 1945) Sebagai tindak lanjut dari janjinya seperti yang dikemukakan di atas, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Choosakai (selanjutnya disebut Badan Penyelidik). Badan ini kemudian dibentuk pada tangga 29 April 1945 dan baru mulai bekerja pada tanggal 29 Mei 1945. Dengan terbentuknya Badan Penyelidik ini bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Mr Muhammad Yamin (29 Mei 1945) Pada tanggal 29 Mei 1945 Badan Penyelidik mengadakan sidangnya yang pertama. Peristiwa ini kita jadikan tonggak sejarah karena pada saat itulah Mr. Muh Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pidatonya di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Pidato Mr. Muh Yamin itu berisikan lima asas dasar negara untuk negara Indonesia merdeka yang diidam-idamkan itu, yakni : 1) Peri Kebangsaan 2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato, beliau menyampaikan usul tertulis mengenai Rancangan UUD Republik Indonesia. Di dalam pembukaan rancangan UUD itu tercantum perumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut. 1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Kebangsaan Persatuan Indonesia 3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perlu dicatat bahwa usul lima asas dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Muh Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan, baik perumusan kata-katanya maupun sistematikanya. Perbedaannya adalah pada sila kedua dan ketiga, yang di dalam sistematika usul Mr.Muh Yamin berbalikan dengan sistematika yang ada pada Pancasila sekarang. Selain itu,  perumusan kedua sila itu pun ada sedikit perbedaan, yaitu digunakannya kata “Kebangsaan”  pada sila “Kebangsaan Persatuan Indonesia”, dan digunakannya kata “Rasa” pada sila “rasa kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kedua kata di atas, yakni kata  Kebangsaan dan  Kebangsaan dan Rasa  Rasa,, sebagaimana diketahui di dalam Pancasila yang sekarang tidak terdapat. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya di hadapan sidang hari ketiga Badan Penyelidik. Dalam pidato itu dikemukakan/diusulkan juga lima hal untuk menjadi dasar-dasar negara merdeka, yang perumusan serta sistematikanya sebagai berikut. 1) Kebangsaan Indonesia 2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3) Mufakat atau Demokrasi 4) Kesejahteraan Sosial 5) Ketuhanan yang berkebudayaan Untuk lima dasar negara itu oleh beliau diusulkan pula agar diberi nama Pancasila. Dikatakannya bahwa nama ini berasal dari seorang ahli bahasa kawan beliau, tetapi tidak dikatakannya siapa. Usul mengenai nama Pancasila ini kemudian diterima oleh sidang. Jika perumusan dan sistematika yang dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu kita dibandingkan dengan Pancasila yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan sistematika Ir. Soekarno itu lain dari perumusan dan sis tematika Pancasila yang sekarang. Kiranya sistematika yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu merupakan hasil  pemikiran atas dasar denk methode historisch, materialisme. materialisme . Dengan pola berpikir yang dialektis ini, asas Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme dihadapkan/dipertentangkan dengan asas Internasionalisme atau perikemanusiaan dan menjadi “Sosio“Sosio - Nasionalisme”.  Nasionalisme”. Kemudian “Sosio“Sosio- Nasionalisme”,  Nasionalisme”, “Sosio“Sosio-Demokrasi”, dan Ketuhanan itu disebut disebu t Trisila, yang dikatakannya sebagai perasaan dari lima sila/Pancasila. Pada tahun 1947, pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 diterbitkan/dipublikasi dengan nama  Lahirnya Pancasila, kemudian menjadi populer dalam masyarakat bahwa Pancasila adalah nama dari dasar negara kita meskipun bunyi rumusan dan sistematikanya serta metode berpikir antara usul Dasar Negara 1 Juni 1945 tidak sama dengan Dasar Negara yang disahkan dalam Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Pada tahun 1958 dan 1959 Presiden Soekarno memberikan kursus-kursus dan kuliah umum di Istana Negara Jakarta dan Yogyakarta, yang pada tanggal 1 Juni 1964 dibukukan dengan judul Tjamkan Pantjasila (dengan denk methode historisch materialisme)

Pada tanggal 17 Agustus 1959 diucapkan pidato Presiden Sokarno yang kemudian menjadi Manipol dan Manipol/usdek. Pada waktu itu Manipol dianggap sebagai pengalaman dari Pancasila dengan “Nasakom” dan “Lima Azimat Revolusi”-nya. Revolusi” -nya. Kemudian meletuslah  pengkhianatan G-30-S/PKI tanggal tanggal 1 Oktober 1965. Tanggal 1 Oktober 1965 dinyatakan sebagai tonggak demokrasi Orde Baru dan selanjutnya tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Berdasarkan radiogram Sekretaris Negara (Mayjen TNI Alam Syah) sejak tahun 1970 sehingga sekarang tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Piagam Jakarta (22 Juni 1945) Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta asal-usul mengenai asas dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang-sidang Badan Penyelidik. Setelah mengadakan pembahasan, maka sembilan tokoh itu disusunlah sebuah piagam yang kemudian terkenal dengan nama Piagam Jakarta, yang didalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila sebagai berikut. 1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ` Adapun sembilan tokoh nasional itu ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoeroso, Abdoel Kahar Muzakir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasyim, Mr. Muh. Yamin. Penerimaan Piagam Jakarta oleh Badan Penyelidik (14 Juli 1945) Piagam Jakarta yang didalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila sebagaimana diuraikan di atas itu kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidangnya (kedua) pada tanggal 14-16 Juli J uli 1945. Sampai di sini kita dapat mengetahui bagaimana hubungan secara kronologis sejarah  perumusan dan sistematika-sistematika lima asas as as dasar negara berturut-turut berturut-t urut mulai tanggal 29 Mei 1945, 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 14 Juli 1945. Akan tetapi, ini pun belum final di samping Badan itu sendiri belum merupakan  perwakilan yang representatif. Paniti Persiapan Kemerdekaan Indonesia (9 Agustus 1945) Pada tanggal 9 Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Iinkai), yang juga sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). (PPKI). Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketuanya. Panitia Persiapan Kemerdekaan ini penting sekali fungsinya, apalagi setelah Proklamasi keangotaannya disempurnakan. Badan yang mula-mula bertugas memeriksa hasil-hasil Badan Penyelidik, tapi menurut sejarah kemudian mempunyai kedudukan dan berfungsi yang penting sekali, adalah :

a. Mewakili seluruh bangsa Indonesia;  b. Sebagai pembentuk negara, (yang menyusun negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;) c. Menurut teori hukum, badan seperti itu mempunyai wewenang-wewenang untuk meletakkan dasar negara (pokok kaidah negara yang fundamental). Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945  pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah kepada sekutu. Pada saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris yang oleh sekutu diserahi tugas untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara termasuk Indonesia pada saat i tu belum datang. Situasi kekosongan itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin  bangsa terutama para pemudanya segera menanggapi situasi ini dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Naskah Proklamasi itu ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17 Agustus 1945 (naskah asli memakai tahun Jepang 05 = 2605). Dari kenyataan sejarah itu dapatlah diketahui bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia  bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suatu perjuangan dan hasil perjuangan  bangsa Indonesia sendiri. Proklamasi Kemerdekaan merupakan titik kulminasi perjuangan  bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya untuk mencapai kemerdekaan negara dan  bangsa yang telah berabad-abad dicengkram oleh penjajah. penjajah. Pengesahan Pengesahan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapai alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya suatu negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, PPKI yang telah disempurnakan antara lain telah mengesahkan undang-undang dasar negara yang kini terkenal dengan sebutan UUD 1945. UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian, yakni bagian “Pembukaan” dan bagian “Batang Tubuh UUD” yang berisi 37 pasal, 1 aturan Peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 Aturan Tambahan terdiri dari 2 ayat. Di dalam bagian “Pembukaan” yang ter diri diri atas empat alinea itu, di dalam alinea ke-4 tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut. 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusian yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai catatan dapat ditambahkan bahwa selain rumusa di atas kita dapati pula rumusan-rumusan sebagai berikut.

a. Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) yang berlaku mulai tanggal 29 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 rumusan dasar negara Pancasila  berbunyi sebagai berikut. 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Peri Kemanusiaan 3) Kebangsaan 4) Kerakyatan 5) Keadilan Sosial  b. Dalam Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950) yang  berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan tanggal 5 Juli 1959 (sejak 5 Juli 1959 berdasarkan Dekrit Undang-Undang 1945 berlaku kembali) rumusan dasar negara Pancasila sama dengan yang tercantum dalam Konstitusi RIS. c. Di samping itu masih ada rumusan dasar negara Pancasil a berbunyi sebagai berikut. 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Peri Kemanusiaan 3) Kebangsaan 4) Kedaulatan Rakyat 5) Keadilan Sosial Rumusan-rumusan dalam a, b, c di atas semuanya tidak berlaku.

IV ANALISIS KESIMPULAN TONGGAK-TONGGAK SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Setelah kita menentukan tonggak-tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita, selanjutnya kita menganalisis dan menarik kesimpulan, yang kiranya dapat dirumuskan sebagai berikut. Pertama   kita berkesimpulan, bahwa bangsa Indonesia yang religius itu percaya, manusia  pertama yang diciptakan oleh Tuhan adalah Adam dan Hawa. Sebaliknya secara ilmiah orang  berpendapat, bahwa manusia itu hasil proses evolusi (Teori Darwin). Dasar kepercayaan  bangsa Indonesia bahwa manusia pertama itu adalah Adam dan Hawa berdasarkan ke yakinan Agama tertentu, yang dengan sendirinya tidak memerlukan pembuktian secara ilmiah, karena Agama didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan keperca yaan yang mempunyai kebenaran mutlak. Kita menyadari bahwa kebenaran indera dan kebenaran ilmiah itu relatif atau tidak sempurna, karena indera manusia yang tidak sempurna, dan pikiran manusia pun terbatas kemampuannya. Kedua, bahwa pada zaman Sriwijaya dan Majapahit bangsa Indonesia telah mengalami masa yang gemilang, mempunyai negara yang merdeka, bangsa yang bersatu dan berdaulat.pada waktu itu bangsa Indonesia telah mengenyam kehidupan yang adil dan makmur. Ketiga, bahwa penjajahan Barat selama 350 tahun itu telah mengakibatkan lenyapnya segala yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Kedaulatan hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran dirampas, wilayah diinjak-injak penjajah. Akibat  penjajahan ini pula rakyat Indonesia sangat menderita lahir batin. Keempat, bahwa perlawanan fisik terhadap penjajahan telah timbul dimana-mana. Tetapi  perlawanan itu dilakukan oleh bangsa dan pahlawan-pahlawan kita secara sendiri-sendiri. Karena belum adanya koordinasi inilah, maka perlawanan-perlawanan itu belum berhasil mengenyahkan penjajah. Kelima, bahwa pemimpin perjuangan bangsa Indonesia telah mendapatkan pengalaman pahit dari perlawanan secara fisik yang tak terkoordinasi itu sehingga perlawanan secara fisik yang tak terkoordinasi itu sehingga perlawanan-perlawanan itu tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Keenam, kita dapat mengambil kesimpulan mengenai tuntutan perjuangan bangsa Indonesia yang makin tegas. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dengan jelas dinyatakan : kita adalah satu tanah air, satu s atu bangsa, dan satu bahasa Indonesia.

Ketujuh , adalah tonggak zaman penjajahan Jepang. Dari zaman ini bangsa Indonesia mendapat pengalaman bahwa setiap penjajahan itu apa pun bentuknya dan oleh siapa pun  pasti menimbulkan penderitaan lahir batin. Penjajahan Jepang merupakan puncak penderitaan  bangsa Indonesia. Kedelapan, adalah tonggak Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam badan ini bangsa Indonesia secara legal mempersiapkan kemerdekaannya untuk merumuskan syarat-syarat bagi suatu negara yang merdeka. Kesembilan, adalah tanggal 29 Mei 1945. Kesimpulan dari tonggak ini ialah pada tanggal 29 Mei 1945 itu Mr. Muh. Yamin telah mengemukakan lima asas dasar negara Republik Indonesia. Kesepuluh, adalah tanggal 1 Juni 1945 saat Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya. Pidato itu mengemukakan lima dasar falsafah negara Indonesia, yang dinamakannya Pancasila. Perumusan dan sistematikanya berlainan dengan dasar negara Pancasila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945. Kesebelas , adalah tanggal 22 Juni 1945. Kesimpulan dari tonggak ini ialah bahwa sembilan tokoh nasional yang merupakan tokoh-tokoh Badan Penyelidik berhasil merumuskan landasan perjuangan bangsa Indonesia yang kemudian terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta atau Jakarta Charter . Keduabelas, adalah tanggal 14 Juli 1945, yaitu tanggal diterimanya Piagam Jakarta oleh Badan Penyelidik atas usul Ir. Soekarno untuk dijadikan pembukaan di dalam hukum dasar yang sedang dirancang di dalam sidang II Badan Penyelidik yang berlangsung antara tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Ketigabelas, adalah tanggal 9 Agustus 1945, saat terbentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI ini sangat penting karena PPKI setelah diperluas keanggotaannya merupakan badan yang mewakili seluruh rakyat Indonesia dan yang menurut sejarah merupakan pembentuk negara Republik Indonesia. Keempatbelas, adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan ini adalah titik kulminasi dari sejarah perjuangan Bangsa Indonesia yang berabad-abad yang didorong oleh Amanat Penderitaan Rakyat dan dijiwai oleh Pancasila Kelimabelas, adalah tanggal 18 Agustus 1945, yaitu tanggal disahkannya Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 oleh PPKI. Sebagai diuraikan di atas, PPKI adalah badan yang  penting sekali karena badan itu mewakili seluruh bangsa Indonesia dan sebagai pembentuk negara menurut hukum tata negara yang mempunyai wewenang untuk meletakkan pokok pokok kaidah negara yang yang fundamental

a.

 b.

c.

d.

e.

f.

g.

Dari uraian itu, selanjutnya kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut Jiwa Pancasila yang merupakan jiwa bangsa Indonesia mempunyai sifat statis (tetap, tidak dapat diganti/diubah) dan juga mempunyai sifat yang dinamis (sebagai  penggerak) sehingga menimbulkan keinginan, cita-cita sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia; cita cita luhur bangsa Indonesia ini, yang dijiwai Pancasila, oleh bangsa Indonesia diperjuangkan untuk menjadi suatu kenyataan Perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhur itu berlangsung  berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang bermacam-macam; fisik nonfisik, legal-ilegal, non dan co (bekerja sama dan tidak bekerja sama). Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi (titik tertinggi) dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang berabad-abad yang didorong oleh Amanat Penderitaan Rakyat dan dijiwai Pancasila Hubungan antara Proklamasi kemerdekaan dan Pembukaan UUD 1945 erat sekali,  bahkan tidak dapat dipisahkan karena pembukaan UUD 1945 tidak lain adalah  penuangan jiwa proklamasi (jiwa pancasila). Menurut penjelasan resmi UUD 1945, 1945, dalam pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran, yakni paham Negara persatuan; Negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Negara berdasarkan kedaulatan rakyat  Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam penjelasan resmi UUD 1945 ada ketentuan yang berbunyi sebagai berikut. Undng-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “Pembukaan” dalam pasal-pasalnya. pasal-pasalnya. Dengan demikian, penafsiran sila-sila Pancasila harus bersumber, berpedoman, dan  berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh Tubuh UUD 1945.

V HAKIKAT PENGERTIAN PANCASILA DAN NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA Sebagai telah dijelaskan di muka (II B), Pancasila merupakan suatu kesatuan, sila yang satu tidak bisa dilepas-lepaskan dari sila yang lain; keseluruhan di dalam Pancasila merupakan suatu kesatuan organis atau suatu kesatuan keseluruhan yang bulat. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Sila I :  Ketuhanan Yang Maha Maha Esa meliputi dan menjiwai sila II, III, IV, dan V Sila II :  Kemanusiaan yang adil adil dan beradab diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V Sila III :  Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi dan menjiwai sila IV, dan V Sila IV :  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat hikmat kebijaksaan dalam  Permusyawaratan dan perwakilan perwakilan diliputi  diliputi sila I, II, dan III, meliputi meli puti dan menjiwai sila V Sila V :  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Indonesia diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan IV Paham kemanusiaan kiranya dimiliki pula oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia paham kemanusiaan sebagai yang dirumuskan dalam sila II itu adalah paham kemanusiaan yang dibimbing oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, tegasnya kemanusiaan sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang dimaksud dengan sila II diliputi dan dijiwai oleh sila I. Adapun susunan sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarkis, artinya kelima sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urut-urutan yang bertingkat (hierarkis). Ditilik dari intinya, urut-urutan lima sila itu menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya. Sekalipun sila-sila di dalam Pancasila itu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas-lepaskan satu dari yang lain, dalam hal memahami hakikat pengertiannya sangatlah diperlukan uraian sila demi sila.

ng er tian Panca Pancasila si la A. H aki kat P enge 1. Sila Pertama ; Ketuhanan Yang Maha  Esa Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu; esa dalam Zat-Nya, esa dalam sifat-Nya, esa dalam perbuatan-Nya, artinya bahwa Zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sesempurna-sempurnanya, bahwa  perbuatan Tuhan tiada dapat disamai oleh siapa pun. Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidahkaidah logika.

Atas keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara memberikan jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannnya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan perkataan lain, di dalam negara Indonesia tidak ada dan tidak  boleh ada paham yang meniadakan Tuhan Yang Maha Esa (ateisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa dengan toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sebagai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mendasari serta membimbing  perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab. Penggalangan Persatuan Indonesia yang telah membentuk negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan : a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Esa...”  b. Pasal 29 UUD 1945 c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” 2. Sila  Si la K edua : K emanusia nusiaa an yang adil da dan ber adab Kemanusiaan berasal dari kataa manusia, yakitu makhluk berbudi yang memiliki  potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi ini, manusia menduduki atau memiliki martabat yang tinggi. Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia yang merupakan esensi dan identitas manusia karena martabat kemanusiaannya (human (human dignity). dignity ). Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi, beradab berarti berbudaya. Ini mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai-nilai  budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan (moral). Jadi kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budinurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Potensi kemanusiaan sebagaimana diuraikan di atas dimiliki oleh semua manusia di dunia, tidak pandang ras dan warna kulitnya, jadi, bersifat universal, Sebagai dijelaskan di atas, sila II diliputi dan dijiwai sila I. Hal ini berarti bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaan-Nya. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan : a. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..”

 b. Pasal-pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 UUD 1945 c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”

 Si la K eti ga : Persa Persattuan uan I ndo ndonesia nesia 3. Sila Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah-belah; persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Indonesia mengandung dua makna, pertama; makna geografis yang berarti sebagian  bumi yang membentang dari 95º - 141º bujur timur dan dari 6º lintang utara sampai 11º lintang selatan. Kedua: makna bangsa dalam arti politis, yaitu bangsa yang hiduo di dalam wilayah itu. Jadi persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia ini bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan bangsa yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia adalah perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.  Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa; sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa yang padu, tidak terpecah belah oleh sebab apa pun. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan : a. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang antara lain berbunyi : “Kemudian dari  pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu undangundang dasar negara Indonesia.. “  b. Pasal-pasal 1, 32, 35, dan 36 UUD 1945 c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, memberikan petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Persatuan Indonesia” sebagai berikut berikut :  Si la K eempat : K erakya rakyatan yang dipimp ipimpin ole oleh h hikma hikmat keb kebija ij aksana ksanaa an dalam lam 4. Sila  pe  per musy usyawarata ratan/p n/perwaki rwakila lan n Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu. Kerakyatan dalam hubungan sila IV ini berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah). Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani.

Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui  badan-badan perwakilan. Jadi, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui mela lui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan : a. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang antara lain sebagai berikut. “... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat...”  b. Pasal-pasal 1, 2, 3, 28, dan 37 UUD 1945 c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan/perwakilan”

 Si la V : Ke K eadi lan lan sosia sosiall bagi selu seluruh ruh rakya rakyat I ndo ndonesia nesia 5. Sila Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan, Oleh karena kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan kehidupan rohani, maka keadilan itu pun meliputi keadilan di dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki  bagi kehidupan jasmani serta bagi kehidupan rohani. rohani. Sila  Keadilan Sosial   adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila. Hakikat Pengertian di atas sesuai dengan : a. Pembukaan UUD 1945 alinea kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan  pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, berdaulat bersatu,  berkedaulat, adil dan makmur.  b. Pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31, 33, dan 34 UUD 1945. c. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila, memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Demikianlah secara singkat hakikat pengertian sila-sila Pancasila. Perlu dikemukakan  bahwa di samping pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, juga ketetapan-ketetapan MPR dan ketetapan-ketetapan MPRS yang masih berlaku dipergunakan pula sebagai pedoman  penafsiran Pancasilan karena sebagaimana kita ketahui MPR adalah pemegang kedaulatan tertingi negara (pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dan penjelasan UUD 1945). B. Penghayatan Pancasila Dengan uraiaan di atas kita dapat mengetahui tentang hakikat pengertian Pancasila. Selanjutnya hakikat pengertian Pancasila itu hendaknya kita hayati. Penghayatan Pancasila yang secara pokok dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Falsafah Pancasila yang abstrak tercemin dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan uraian terperinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila. 2. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh dan tersusun secara teratur (sistematis) dan bertingkat (hierarkis). Sila yang satu menjiwai dan meliputi sila yang lain secara bertingkat. 3. Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. 4. Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, Undang-Undang Dasar menciptakan  pokok- pokok  pokok pikiran yang terkandung dalam “Pembukaan” dalam pasal-pasalnya. pasal -pasalnya. Ini  berarti pasal-pasal dalam batang tubuh UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa Pancasil a. 5. Berhubung dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan  berdasarkan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. 6.  Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, dengan ketentuan : a.  Nilai-nilai yang menunjang, memperkuat, menambah nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, dapat ditambah/dimasukkan sebagai nilai-nilai Pancasila.  b.  Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 tidak dimasukkan sebagai nilai-nilai Pancasila, bahkan harus diusahakan tidak hidup dan tidak  berkembang lagi dalam masyarakat Indonesia. c.  Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat diterima sebagai nilai-nilai Pancasila. 7. Penafsiran sila-sila Pancasila : a. Sila I bersumber kepada Pembukaan UUD 1945 dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945.  b. Sila II bersumber kepada pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal 27 ayat 1, 28, 29, ayat 2, 30, 31, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945

c. Sila III bersumber kepada Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal 1 ayat 1, 32, 35 dan 36 Undang-undang Dasar 1945. d. Sila IV bersumber kepada UUD 1945 dan pasal-pasal 1 ayat 2, 2 ayat 3, 28 dan 37. e. Sila V bersumber kepada pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal 23, 27, ayat 2, 28, 29 ayat 2, 30, 31, 33, dan 34. Dengan penghayatan Pancasila ini, kita dapat lebih memahami tentang hakikat  pengertian Pancasila.

lai -nila -ni laii yang yang ter ter kandung kandung di dalam lam Panca Pancasila si la C. N i lai 1.  Pengertian Nilai  Nilai yang dalam bahasa inggris value termasuk pengertian filsafat. Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu, untuk selanjutnya mengambil kesempatan. Keputusan nilai dapat mengatakan  berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai aetetis), baik (nilai moral/etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Drs. Mr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga : 1)  Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. 2)  Nilai vital, yaitu segala se gala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat d apat mengatakan kegiatan atau aktifitas. 3)  Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi bagi rohani manusia.  Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam : a.  Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia (ratio,  budi, cipta)  b.  Nilai keindahan, yang bersumber b ersumber pada unsur rasa manusia (geovel, perasaan, aetetis). c.  Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia (will, karsa, ethic). d.  Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia. Jadi yang mempunyai nilai itu tidak hanya sesuatu yang berwujud benda material saja, tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud benda material. Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat rohaniah menggunakan budi nuraninya dengan dibantu oleh inderanya, akalnya, perasaannya, kehendaknya, dan oleh keyakinannya. Dalam hubungannya dengan filsafat, nilai merupakan salah satu pemikiran filsafat yang oleh pemilinya dianggap sebagai hasil maksimal yang paling benar, paling bijaksana, dan paling baik. Bagi manusia ini dijadikan landasa, alasan, atau motivasi dalam segala  perbuatannya.

Dalam bidang pelaksanaannya pelaksanaannya (bidang operasional), nilai-nilai ini dijabarkan dalam  bentuk kaidah/ukuran (normatif) sehingga merupakan suatu perintah/keharusan, anjuran, atau merupakan larangan/tidak diinginkan/celaan. 2.  Nilai-nilai yang Terkandung di di dalam sila-sila Pancasila Dalam hubungan dengan pengertian nilai sebagaimana diterangkan di atas, Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui adanya material dan nilai vital. Dengan perkataan lain, Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu di dalamnya terkandung pula nilai-nilaii yang lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran/kenyataan, nilai aestetis, nilai etis/moral maupun nilai religius 3.  Nilai- nilai yang Terkandung di dalam Pembukaan UUD UUD 1945  Nilai-nilai yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945 dapat digali dari pokok pokok pikiran yang terkandung di dalamnya sesuai dengan penjelasan resmi UUD 1945 dan/atau dari masing-masing alinea. 4.  Hubungan nilai-nilai nilai -nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan Batang Tubuh UUD 1945, dan dengan  Manusia Indonesia.

ubungan Ni lai lai , No N or ma dan Sanksi  D. H ubungan  Nilai terbentuk atas dasar pertimbangan-pertimbangan cipta, rasa, karsa dan keyakinan seseorang atau sekelompok masyarakat dan bangsa.  Norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus dilaukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari. Berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma (kaidah) tidak dilakukan. Dari hubungan nilai, norma, dan sanksi ini timbullah macam-macam norma dengan sanksinya : a.  Norma agama, dengan sanksi agama;  b.  Norma kesusilaan, dengan sanksi rasa susila; c.  Norma sopan-santun, dengan sanksi sosial dari masyarakat; d.  Norma hukum, dengan dengan sanksi hukum dari Pemerintah (alat-alat negara) Hubungan nilai, norma, dan sanksi sangat penting karena penjelmaan ini menjadi norma (apakah norma hukum atau bukan norma hukum) akan sangat mempengaruhi dari nilai-nilai itu. Mengingat bahwa nilai-nilai mempunyai sifat subjektif dan objektif sehingga hal ini  juga mempengaruhi peralihan nilai menjadi norma beserta status norma dan sanksinya sehingga penerapan nilai dalam hidup sehari-hari diperlukan adanya keserasian. Antar nilai ada hubungan timbal bali secara korelatif. Demikian pula hubungan antar norma juga saling mempengaruhi. Dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila,  pembukaan UUD 1945 dan dalam pribadi bangsa Indonesia, yang perlu diperhatikan ialah

nilai-nilai yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat lebih tinggi dan nilai-nilai yang sedang hidup berkembang dalam masyarakat masih memerlukan kristalisasi. Meskipun dilihat dari segi hukum norma-norma hukum mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi dan sanksi yang lebih kuat (dapat memaksakan  pelaksanaannya), dilihat dari segi kemanfaatan, norma hukum dan bukan norma hukum mempunyai pengaruh timbal-balik, saling mengisi. Pengaruh timbal-balik ini, baik dalam  pembentukan norma-norma hukum hukum (penyusunan hukum hukum positif) maupun dalam penerapannya oleh unsur-unsur penegak hukum (alat-alat dan badan-badan peradilan). Namun, demi kemanfaatan dan demi kepastian hukum, pada umumnya dalam pelaksanannya norma-norma hukum mempunyai peranan yang lebih menentukan.

VI PENGAMALAN PANCASILA Setelah kita memahami dan menghayati sila-sila Pancasila sebagai telah diuraikan di muka, di bawah ini akan diuraikan sekadarnya pengamalan Pancasila, baik sebagai  pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar negara RI. Pengamalan Pancasila sebagai  pandangan hidup bangsa dapat pula disebut sebagai pengamalan Pancasila secara subjektif atau pelaksanaan subjektif Pancasila, sedangkan pengamalan Pancasila sebagai dasar negara dapat pula disebut sebagai pengamalan Pancasila secara objektif atau pelaksanaan objektif Pancasila.

ng amalan Pa Pancasi ncasila la seba sebagg ai P andang ndangan an Hi H i dup B angsa ng sa A. P enga Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup bangsa)  berarti melaksanakan Pancasila dalam hidup sehari-sehari, menggunakan Pancasila sebagai  petunjuk hidup sehari-hari, agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagian lahir batin. Pengamalan Pancasila dalam hidup sehari-hari ini adalah sangat penting karena dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi (harmonis) antara hidup kenegaraan dan hidup kemasyarakatan dalam negara. Secara umum sekali dapat dirumuskan bahwa mengamalkan Pancasila dalam hidup sehari-hari adalah apabila kita mempunyai sikap mental, pola berpikir dan tingkah laku (amal  perbuatan) yang dijiwai diji wai silai-sila Pancasila secara kebulatan, bersumber kepada pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, tidak bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, norma-norma sopan-sopan dan adat kebiasaan, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku. Secara konkret norma-norma itu dapat digali dan dikembangkan dari : (1) Sila-sila Pancasila (termasuk di dalamnya ajaran-ajaran agama); (2) Pembukaan UUD 1945 (prinsip-prinsip); (3) Batang tubuh UUD 1945 (prinsip-prinsip); (4) Ketetapan-ketetapan MPR/S dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; (5) Norma-norma (5)  Norma-norma perjuangan bangsa Indonesia Indonesia (jiwa dan nilai-nilai 1945 (6) Norma-norma (6)  Norma-norma lainnya yang bersumber bersumber kepada kepribadian bangsa Indonesia. Sebagai dikemukakan di atas, pengamalan Pancasila dalam hidup sehari-hari dapat disebut pengamalan Pancasila secara subjektif (pelaksanaan subjektif Pancasila).

ng ama alan Pa P ancasi ncasila la seba sebagg ai D asar N egara B. P engam Dalam penjelasan otentik UUD 1945 dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar menciptakan pokok- pokok pikiran yang terkandung dalam “Pembukaan” dalam pasalpasal  pasalnya. Di atas dasar UUD ini dibentuklah susunan pemerintahan dan keseluruhan peraturan hukum positif yang mencakup segenap bangsa Indonesia dalam kesatuan hidup bersama secara kekeluargaan dan gotong-royong. gotong-royong.  Negara adalah lembaga kemanusiaan, baik secara lahir maupun batin. Hakikat negara didasarkan atas pokok-pokok pikiran yang bersendi pada dan terdiri atas manusia yang

mempunyai hakikat sifat sebagai individu dan makhluk sosial dalam satu kesatuan serta keseimbangan.  Negara Republik Indonesia adalah monodualitas, yaitu kedua sifat manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial secara serasi sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. 1.  Pengamalan pokok-pokok pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 1945 Mengamalkan Pancasila seabagai dasar negara berarti mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara untuk mengatur menyelenggarakan pemerintahan negara. Pokok-pokok Pikiran yang tentang hakikat, sifat, dan bentuk negara serta pemerintah negara Republik Indonesia telah disesuaikan dises uaikan di dalam Pembukaan UUD 1945. 2.  Pengamalan Prinsip-prinsip yang Terkandung di dalam Batang Batang Tubuh UUD UUD 1945 Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa hakikat dan sifat negara kita adalah identik dengan hakikat dan sifat manusia Indonesia, yaitu sebagai individu dan mahkluk sosial dalam satu kesatuan yang disebut monodualis.

VII HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA A. Pengertian dan Pengembangannya Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana kita ketahui, di samping hak-hak asasi ada kewajiban-kewajiban asasi, yang dalam hidup kemasyarakatan kita seharusnya mendapat perhatian lebih dahulu dalam  pelaksanaanya. Dalam masyarakat yang individualistis ada kecenderungan pelaksanaan atau tuntutan  pelaksanaan hak-hak asasi ini agar berlebih-lebihan. Menurut sejarahnya asal mula hak asasi manusia itu ialah dari Eropa Barat, yaitu Inggris; Tonggak pertama kemenangan hak asasi ialah pada tahun 1215 dengan lahirnya Magna Charta. Di dalam Magna Charta itu tercantum kemenangan para bangsawan atas raja Inggris. Perkembangan berikutnya ialah adanya revolusi Amerika 1776 dan revolusi Perancis 1789. Dua revolusi dalam abad XVIII ini besar sekali pengaruhnya pada perkembang hak asasi manusia itu. Revolusi Amerika menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini bebas dari kekuasaan Inggris. Revolusi besar Prancis pada tahun 1789  bertujuan membebaskan manusia warga negara Prancis Pr ancis dari kekangan kekuasaan mutlak dari seorang raja penguasa tunggal negara (absolute (absolute monarchie) monarchie) di Prancis pada waktu itu (Raja Louis XVI). Yang dimaksud mula-mula dari istilah ini ialah hak yang lekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, seperti hak hidup dengan selamat, hak kebebasan dan kesamaan, yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.

 Macam-ma -macam H ak A sasi sasi B. Maca Hak-hak asasi manusia dapat dibagi atau dibedakan sebagai berikut. a. Hak-hak asasi pribadi atau  personal rights yang meliputi kebebasan menyatakan  pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, bergerak, dan sebagainya.  b. Hak-hak asasi ekonomi atau  atau  property rights, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjualnya serta memanfaatkannya. c. Hak-hak asasi politik atau  political rights, rights, yaitu hak untuk ikut serta dalam  pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik, dan sebagainya. d. Hak-hak asasu sosial dan kebudayaan atau  social culture rights, rights, misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya. e. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan  pemerintahan atau yang biasa disebut right of legal equality. equality . f. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau  procedural rights,  rights,  misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan,  peradilan, dan sebagainya.

gar a Hukum H ukum da dan hak-hak asasi asasi C. N egara Menjadi kewajiban Pemerintah atau negara hukun untuk mengatur pelaksanaan daripada hak-hak asasi ini, yang berarti menjamin pelaksanaanya, mengatur pembatasan pembatasannya demi kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Malahan ada kecenderungan bahwa demi penghormatan akan perlindungan hak asasi manusia itu, maka negara bertugas hanya-lah menjaga ketertiban masyarakat; yang penting dalam hal ini ialah negara tidak akan turut campur dalam hal yang dianggap merupakan pelanggaran akan hak asasi itu, seperti masalah setiap orang berjuang dan bersaing dalam kehidupan ekonomi. Di dalam suatu negara hukum yang dinamis, negara ikut aktif dalam usaha menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, diaturlah masalah fungsi negara dengan penyelenggaraan hak dan kewajiban asasi manusia itu. Bagaimanapun juga, negara di satu pihak melindungi hak-hak asasi, tetapi dipihak lain menyelenggarakan kepentingan umum. Demi kepentingan umum itu berupa kesejahteraan masyarakat. k- hakk asasi sasi di dalam lam UUD UU D 1945 D. H ak-ha Berkenaan dengan hak asasi ini, PBB telah mengeluarkan pernyataan bernama : Universal Declaration of Human Rights  pada tanggal tan ggal 10 Desember 1948. Indonesia sebagai anggota dari lembaga dunia harus pula memperhatikan masalah itu. Walaupun kita ketahui  bahwa dasar dekalarasi itu adalah individualisme dengan segala hak-hak yang dipunyainya, dalam kerangka pelaksanaannya di Indonesia. Seperti kita ketahui, dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 dinyatakan tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia; oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam Pancasila, yang perlu mendapat  perhatian kita adalah bahwa di samping hak-hak asasi, wajib-wajib asasi harus kita penuhi terlebih dahulu dengan rasa penuh tanggung jawab. Hak-hak asasi manusia dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta kewajiban negara.

VIII DEMOKRASI PANCASILA dan Asas A sas A. D asar dan Demokrasi (demos (demos = rakyat; rakyat; kratos =  pemerintahan) adalah suatu sistem  pemerintahan; rakyat diikutsertakan dalam pemerinthan negara. Menurut perkembangan sekarang, demokrasi tidak hanya meliputi bidang pemerintahan/politik saja, tetapi juga  bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. kebudayaan. Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia ialah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti ketentuan-ketentuan dalam pembukaan dan UndangUndang Dasar 1945. Dalam demokrasi Pancasila rakyat adalah subjek demokrasi artinya rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut secara efektif menentukan keinginan-keinginan dan pelaksana yang melaksanakan keinginan itu, dengan turut serta dalam menentukan garis-garis besar haluan negara dan menentukan mandataris atau pimpinan nasional yang akan melaksanakan garisgaris besar haluan negara itu. Parti sipasi si R akyat kyat B. Partisipa Pengaturan partisipasi rakyat dalam kehidupan demokrasi itu secara positif ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan permainan dalam kehidupan demokrasi diatur secara melembaga. Ini berarti bahwa keinginan-keinginan rakyat itu disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada, yang dibentuk melalui pemilihan umum yang demokratis. Berkenaan dengan masalah kebebasan individu dalam alam demokrasi, maka kebebasan mengeluarkan pendapat atau berbuat, melainkan pula harus disertai tanggung  jawab besar atas penggunaan kebebasan itu. Demokrasi Pancasila sebagai suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan kedaulatan rakyat; rakyatlah yang menentukan bentuk dan isi pemerintahan yang dikehendakinya sesuai dengan hati nuraninya. Segala langkah kebijaksanaan Pemerintah harus berdasar atas hasil musyawarah. Kearifan dalam mengambil keputusan yang akan merupakan pedoman dan garis kebijaksanaan itu adalah sesuai dengan jiwa Pancasila. Kestabilan pemerintahan sebagai suatu syarat dapat terlaksananya program-program haruslah tetap dapat menampung adanya  perbedan-perbedaan pendapat. Demokrasi Pancasila tidak saja demokrasi dalam bidang politik, yang hanya mengatur tentang masalah politik negara atau hal yang berhubungan dengan pengaturan kenegaraan, tetapi juga mengatur masalah ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa demokrasi Pancasila adalah demokrasi  politik, demokrasi ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dalam hal ini berarti bahwa dalam  bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan, rakyat diikutsertakan dalam keterlibatannya sehingga masalah itu dirasakan sebagai salahnya sendiri. Dengan demikian, gagasan

demokrasi sebagai suatu pengembangan “populisme” (ketertiban atau ikut campur tangannya rakyat) dan “progressivisme” (mencapai kemajuan) (mencapai kemajuan) diatur secara konstitusional.

ndasan H ukum ukum C. L andasan Dalam rangka pelaksanaan demokrasi Pancasila itu pelaksanaannya mengikuti aturanaturan hukum. Hal ini sudah dengan sendirinya demikian karena Indonesia adalah negara hukum. Dalam hubungan itu dikenallah adanya tata urutan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang kemudian melahirkan sumbersumber hukum lainnya. Sumber-sumber hukum itu adalah : 1. Proklamasi 17 Agustus 1945 2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 3. UUD 1945 4. Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966). Sumber-sumber hukum ini merupakan landasan atas lahirnya peraturan-peraturan lainnya. D. Tata Urutan Peraturan Perundangan Tata urutan ini menggambarkan bahwa peraturan yang di atas merupakan pangkal  bagi peraturan yang lebih rendah. Akibatnya ialah peraturan yang lebih rendah itu tidak boleh  bertentangan dengan peraturan yang di atasnya. Tata urutan itu adalah : 1. UUD 1945; 2. Ketetapan MPR; 3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Keputusan Presiden; 6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain. Demikianlah mengenai masalah tata peraturan perundang-undangan dalam sistem  pemerintahan di Indonesia. E. Demokrasi Pancasila sebagai Way of Life Di samping sebagai suatu sistem pemerintahan, demokrasi juga nerupakan Way of  Life atau  Life atau cara hidup dalam bidang pemerintah. Cara hidup itu ialah suatu cara yang dianggap  paling sesuai dalam rangka terselenggaranya pemerintahan dengan teratur. Demokrasi sebagai suatu cara hidup yang baik antara lain meliputi hal-hal sebagai  berikut. Pertama : Segala pendapat atau perbedaan pendapat mengenai masalah kenegaraan dan lainlain yang menyangkut kehidupan negara dan masyarakat diselesaikan lewat lembagalembaga negara. Hal ini disebut bahwa penyelesaian itu melembaga; artinya lembagalembaga yang erat hubungannya dengan penyelesaian masalah itu melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga negara seperti DPR atau DPRD

Kedua : diskusi, sebagai suatu negara demokrasi, di mana rakyat diikutsertakan dalam masalah negara, maka pertukaran pikiran yang bebas demi terselenggaranya kepentingan rakyat, maka diskusi harus dibuka seluas-luasnya. Diskusi dapat berbentuk polemik di dalam media massa, seperti surat kabar dan lain-lain.

PENUTUP Kritik

Setelah mengerjakan tugas resume buku yang berjudul Santiaji Pancasila ini, ada  beberapa kritik yang akan saya sampaikan yaitu : 1. Dari segi bentuk buku, masih ada kekurangan yaitu kertas yang digunakan adalah kertas buram. 2. Masih banyak terdapat kesalahan pengetikan 3. Ada beberapa hal yang dijelaskan dengan detail dan ada beberapa juga yang dijelaskan secara tidak detail Saran

Sebelum membuat resume buku, sebaiknya memperhatikan segi bentuk buku yang akan diresume terlebih dahulu, dan harus juga memperhatikan kesalahan pengetikan. Dan sebelum diberi tugas seperti ini, hendaknya memberikan satu contoh baku resume buku, baik dari sistematika dan tata cara pelaksanaan tugas tersebut.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF