ROSASEA.docx

July 11, 2017 | Author: Melia Indasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download ROSASEA.docx...

Description

REFERAT

ROSASEA

Disusun oleh : Melia Indasari (030.09.149)

Pembimbing : dr. Dewi Anggreni, Sp.KK dr. Iwan Trihapsoro, Sp.KK, Sp.KP, FINSDV, FAADV dr. A.A. Sri Budhyani

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN RSAU DR.ESNAWAN ANTARIKSA UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 28 APRIL 2014 – 30 MEI 2014, JAKARTA 0

ROSASEA I.

PENDAHULUAN Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar pilosebaseus di wajah dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan telangiektasi disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi hanya dalam beberapa menit (flushing).1,2 Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di mana tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru ini untuk menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu atau lebih dari tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa panas terbakar), eritema non transient, papul, pustul, dan telangiektasis.2 Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular, terutama flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang diikuti dengan progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya limfedema kronik, penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu komplikasi lanjut. Walaupun demikian, banyak kasus yang tidak menunjukkan pola yang jelas tentang hal tersebut.2,3

II.

EPIDEMIOLOGI Rosasea menyerang hampir 3% diantara populasi dunia. Rosasea lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid). Namun, tidak menutup kemungkinan orang Afrika dan orang Asia juga dapat menderita rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan penderita rosasea sekitar 10% dari jumlah total bangsa kulit putih.1,2,4 Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50

1

tahun. Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat menderita rosasea.1,4,5 Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea, lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan.2 Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah pada populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan pada penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan. Frekuensi yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit gelap (fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam).1

III.

ETIOPATOGENESIS Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis terjadinya rosasea yakni pembuluh darah, paparan iklim/musim, makanan dan obat-obatan, mikroorganisme, imunologi, reactive oxygen species (ROS), peningkatan angiogenesis, dan lainnya.2 a.

Pembuluh darah Peningkatan aliran darah ke pembuluh darah wajah dan peningkatan

jumlah pembuluh darah yang letaknya lebih dekat ke permukaan wajah diduga menjadi faktor terjadinya eritema dan flushing. Selain itu, vasodilatasi dan respon normal terhadap hipertermia lebih menonjol pada orang-orang dengan rosasea.4,6 Beberapa perbedaan tersebut mencakup reaktivitas vaskular pada daerah wajah, komposisi atau struktur jaringan penyambung kulit, komposisi matriks, struktur pilosebasea, atau kombinasi antara respon jaringan kutan terhadap berbagai faktor pencetus rosasea. Baik mekanisme neural maupun humoral menimbulkan reaksi kemerahan yang hanya terbatas pada area wajah. Hal ini disebabkan karena aliran darah pada bagian bawah wajah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Selain itu vaskularisasi lapisan kutaneus wajah terletak lebih superfisial dan terdiri atas 2

pembuluh darah yang lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan area tubuh yang lain.6 b.

Paparan iklim/musim Peran musim panas atau musim dingin, termasuk di dalamnya peran

sinar ultraviolet matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah kulit penyebab eritema persisten masih terus diselidiki karena belum jelas dan bertentangan hasilnya.2 c.

Makanan dan obat-obatan Makanan pedas, alkohol, dan minuman panas dapat memicu flushing

pada penderita rosasea.2,3 Adanya peningkatan bradikinin yang dilepas oleh adrenalin pada saat kemerahan kulit flushing menimbulkan dugaan adanya peran obat, baik sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi rosasea, seperti amiodarone, steroid topikal, dan vitamin B-6 dan B-12 dosis tinggi.3 d.

Mikroorganisme Demodex folliculorum (tungau yang biasa hidup di folikel rambut

manusia) dahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea, namun akhirakhir ini mulai ditinggalkan.2-4 Kutu yang hidup pada lumen folikel sebaceous pada area kepala dan diduga

dapat menyebabkan rosasea dalam berapa dekade,

tetapi

kebenarannya mesti dikaji lebih dalam. Kutu Demodex hidup pada sebagian besar folikel sebasea pada area tengah wajah dan lebih banyak didapatkan pada pasien rosasea dibandingkan dengan individu normal. Folikel yang didiami oleh Demodex menunjukkan respons inflamasi di sekitarnya. Akan tetapi, masalah-masalah yang menyangkut teori ini termasuk kesulitan dalam pengambilan sampel folikel dan perlunya penjelasan mengapa sebagian besar pengobatan rosasea memberikan perubahan yang nyata namun tidak memberikan efek terhadap kutu tersebut.4 e.

Imunologi Dari lapisan dermo-epidermal penderita rosasea ditemukan adanya

deposit imunoglobulin oleh beberapa peneliti, sedang di kolagen papiler ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada dugaan faktor imunologi pada rosasea.2 3

f.

Angiogenesis dan ekspresi berlebihan dari vascular endothelial growth factor (VEGF) Studi yang dilakukan dengan menggunakan capillaroscopy video pada

lesi

rosasea

eritematotelangiektasia

menunjukkan

neoangiogenesis

meningkat dan pembesaran pembuluh darah. Studi imunohistokimia multipel menunjukkan ekspresi VEGF meningkat pada endotel pembuluh darah pada kulit lesi dibandingkan dengan yang non lesi pada pasien rosasea. Cuevas dkk menggunakan dobesilat topikal, penghambat faktor pertumbuhan angiogenik,

untuk

pengobatan

rosasea

eritematotelangiektasia

dan

melaporkan adanya perbaikan dalam eritema dan telangiektasia setelah 2 minggu.3 g.

Lainnya Stress psikis diduga merupakan faktor penyebab. Defisiensi vitamin,

hormonal dan seborre juga pernah disangka berperan pada etiologi rosasea namun tidak dapat dibuktikan.2

IV.

GAMBARAN KLINIS Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris.2-4 Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiektasi, papul, edema, dan pustul. Komedo tak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan akne (komedo solaris, akne kosmetika). Adanya eritema dan telangiektasia adalah persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris, dan hemisferikal. Pustul hanya ditemukan pada 20% penderita, sedang edema dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea. 2-4 Meskipun gejala klinis dari rosasea sangat bervariasi, National Rosacea Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah membagi rosasea menjadi empat sub-tipe, yakni: eritematotelangiektasis (sub-tipe 1), papulopustular (sub-tipe 2), phymatosa (sub-tipe 3), dan okuler (sub-tipe 4) dengan tingkat keparahan dari setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1 (ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3 (berat). Terdapat beberapa varian 4

rosasea,

yakni

granulomatosa,

periorifisial

dermatitis

dan

pioderma

fasialis.2,3

a.

Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR) Fase paling awal dari sub-tipe ini adalah kemerahan yang bersifat

rekuren akibat berbagai macam stimulus seperti stres emosional, minuman panas, alkohol, makanan pedas, latihan fisik, dan cuaca panas atau dingin. Seiring berjalannya waktu, kemerahan akan timbul dalam durasi yang lebih lama hingga akhirnya menjadi permanen. Timbul rasa terbakar dan menyengat, edema pada area wajah yang berbentuk cembung, dan kadang disertai pengelupasan. Telangiektasis akan terbentuk pertama kali di alae nasi, kemudian pada hidung dan pipi. Pada beberapa individu, dapat ditemukan spider angioma atau papular angioma yang berukuran lebih besar. Perpanjangan episode atau memberatnya gejala kemerahan yang diikuti gejala sistemik seperti diare, wheezing, nyeri kepala, palpitasi, atau kelemahan mengindikasikan diperlukannya investigasi untuk menyingkirkan keadaan yang jarang terjadi yang mungkin memberikan gejala berupa kemerahan

seperti

sindrom

karsinoid,

feokromositoma,

atau

mastositosis.2,3,5,7

Gambar 1. Sub-tipe eritematetolangiektasis Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

5

b.

Papulopustular Rosacea (PPR) Sub-tipe ini bermanifestasi sebagai eritema yang persisten pada

daerah sentral wajah dengan papul dan pustul yang dominan pada area wajah yang berbentuk cembung. Sesuai teori vaso reaktivitas, pasien-pasien merah lebih

rosasea

terdapat

pada

papul-papul yang nampak berwarna

dan gelap

dibandingkan dengan

lesi

yang

sama

pada

akne.

Derajat sub-tipe ini juga dibagi menjadi derajat ringan, sedang, dan berat. Rasa terbakar menyengat wajah ditemukan

Gambar 2. A. Tipe papulopustul ringan B. Tipe papulopustul

dan

berat.

pada

Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In

juga

General Medicine.

pada

sub-tipe

ini,

tetapi

tidak

seberat

pada

sub-tipe

eritematotelangiektasis. Pada kedua sub-tipe ini (ETR dan PPR), eritema dapat menyebar sampai pada area periorbital. Edema dapat bersifat ringan atau berat. Edema yang berat dapat memberikan gambaran morfologi berupa plak yang padat pada wajah.2,3,7

c.

Phymatosa Rosasea phymatosa memiliki karakteristik yakni adanya penebalan

kulit, nodul-nodul, kontur permukaan yang ireguler pada area wajah yang cembung. Phyma sering muncul pada hidung (rhinophyma), tetapi dapat juga terbentuk pada dagu (gnathophyma), dahi (metaphyma), kelopak mata (blepharophyma), dan telinga (otophyma). Pada wanita yang menderita rosasea tidak terbentuk phyma.3,7 6

Gambar 3. Tipe phymatosa dengan rinofima. Sumber: Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.

d.

Rosasea okuler Rosasea

muncul

okuler

sebelum

kutaneus

pada

dapat

gejala-gejala 20%

kasus

rosasea. Separuh jumlah pasien baru mendapatkan gejala okuler setelah muncul gejala pada kulit. Gejala pada kulit dan mata timbul

secara

sejumlah

kecil

simultan kasus.

pada

Derajat Sumber: American Academy of Dermatology.

keparahan rosasea okuler tidak berkaitan dengan rosasea pada

Rosacea: Sign & Symptoms Diunduh dari: http://www.aad.org/dermatologya-to-z/diseases-and-treatments/q---

kulit.3,7,8 Manifestasi

Gambar 4. Rosasea okuler.

t/rosacea/signs-symptoms

dari

rosasea

okuler adalah blefaritis, konjungtivitis, iritis, skleritis, hipopion, keratitis, neovaskularisasi pada kornea, ulserasi kornea dan sampai pada ruptur kornea. Blefaritis adalah manifestasi klinis yang sering ditemukan, ditandai dengan eritema pada tepi kelopak mata, terkelupas, dan terbentuk krusta, dan pada beberapa kasus ditemukan kalazion dan infeksi stafilokokus karena adanya disfungsi glandula meibom. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, nyeri, rasa terbakar, gatal, dan sensasi adanya benda asing dalam mata. Pada kasus yang berat, keratitis rosasea dapat menyebabkan kebutaan.3,7,8

7

Selain keempat subtipe rosasea di atas, terdapat pula varian rosasea, yaitu

rosasea

granulomatous

dan

rosasea

glandular.

Rosasea

granulomatous memiliki gambaran histologi berupa formasi granuloma, dengan gambaran klinis papul/nodul merah atau kuning coklat yang monomorfik dan berukuran sama, serta berlokasi pada pipi dan kulit di antara kulit wajah periorifisium.2,3,7 Pada uji diaskopi, papul ini akan menunjukkan perubahan warna seperti apel-jelli sama seperti pada sarkoidosis atau lupus vulgaris. Tidak ada kelainan pada kulit sekitarnya.2,3,7

Gambar 5. Rosasea granulomatousa Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

Rosasea glandular lebih sering mengenai kulit laki-laki yang berminyak tebal. Lesi ditandai dengan papul edematous, pustul berukuran 0.5 - 1 cm, dan nodulokistik.3 Lesi cenderung berkumpul pada area sentral wajah, namun bila diderita perempuan, rosasea glandular tidak mengenai dagu. Sering kali diserai dengan riwayat akne saat remaja dan skar. Kemerahan kulit jarang terjadi dibanding rosasea eritematotelangiektasis, namun sering terjadi edema pesisten yang menjadi masalah.3 8

Gambar 6. Rosasea glandular Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG a.

Histopatologi Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.

Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas, ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit, polimorfonuklear, sel plasma, dan benda asing tipe giant cell. Demodex folliculorum mengalami Tidak

seringkali

pada

folikel

rambut

daerah

yang

gangguan.4

ada

gambaran

histologis yang untuk

ditemukan

rosasea,

spesifik tetapi

kombinasi dari beberapa tanda-tanda klinik dapat digunakan

untuk

menegakkan Gambaran yang

diagnosis. histopatologis

paling

sering

ditemukan pada rosasea adalah infiltrasi sel radang

Gambar 7. Gambaran histopatologi dari rosasea Sumber: Pathology of Rosacea. Roy S. Diunduh dari: http://www.histopathologyindia.net/ros.htm

9

limfohistiosit dalam jumlah besar yang letaknya agak berjauhan satu dengan yang lain di sekitar pembuluh darah kulit, telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat gangguan struktur kulit bagian atas.3

b.

Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya

didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus infestasi Demodex folliculorum.3 VI.

DIAGNOSIS Diagnosis rosasea ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih gambaran klinis. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi adanya rosasea. Pemeriksaan biopsi dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa alternatif, namun gambaran histopatologi yang didapat tidak bersifat diagnostik.3-5

Pedoman Diagnosis Rosasea Gambaran Primer (terdapat satu atau lebih) Kemerahan (eritema yang bersifat sementara) Eritema yang tidak bersifat sementara Papul dan pustul Telangiektasi Gambaran Sekunder (terdapat satu atau lebih) Terbakar atau menyengat Plak Kering Edema Gejala pada mata Lokasi perifer Perubahan phymatosa Diadaptasi dari Wilkin J, et al: J Am Acad Dermatol 2002; 46:584

10

Pada tahap awal atau stadium 1 rosasea dimulai dengan timbulnya eritem tanpa sebab atau akibat sengatan matahari. Eritem ini menetap lalu diikuti timbulnya beberapa telangiektasis. Pada stadium 2 diselingi episode akut yang menyebabkan timbulnya papul, pustul dan udem, terjadilah eritem persisten dan banyak telangiektasis, papul dan pustul. Pada stadium 3 terlihat eritema persisten yang dalam, banyak telangiektasia, papul, pustul, nodul, dan edema.3-5

VII. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik rosasea yaitu papul/pustul wajah dan flushing atau eritema.3 a.

Papul atau pustul pada wajah 1. Akne vulgaris Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher, bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis. Sedangkan pada rosasea, tidak terdapat komedo, ditemukan dilatasi vaskular, terjadi pada usia pertengahan, dan umumnya terbatas pada 2/3 wajah.3,9

Gambar 8. Akne Vulgaris Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

2. Dermatitis perioral Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan dagu, polimorfi tanpa telangiektasis dan keluhan gatal. Berbeda 11

dengan rosasea, pada dermatitis perioral tidak terdapat telangiektasis dan flushing.3,9

Gambar 9. Dermatitis perioral Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

b.

Flushing atau eritema pada wajah 1.

Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea,

tetapi yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat skuama berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi retroaurikular, alis mata, dan sulkus nasolabialis.3,9

Gambar 10. Dermatitis seboroik Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

12

2. Lupus Eritematosus Sistemik Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas tegas dan berbentuk kupu-kupu.3,9

Gambar 11. Lupus Eritematosus Sistemik Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

3. Dermatomiositis Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik yang menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai oleh adanya edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah, leher, dan bagian atas tubuh.3,9

Gambar 12. Dermatomiositis Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

13

VIII. KOMPLIKASI a. Rinofima Rinofima adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan pembesaran hidung yang tidak teratur, merah dan terbentuknya seperti bola lampu akibat

peradangan

yang

tidak

ditangani

dengan

baik

ataupun

peradangan kronik pada kulit hidung. Rinofima berhubungan dengan kelenjar sebasea yang terletak dibawah permukaan kulit hidung. 2

Gambar 13. Rinofima Sumber: Dermatology Information System. Diunduh dari: http://www.dermis.net/dermisroot/pt/30760/image.htm

b. Inflamasi (peradangan okular) c. Jaringan parut dapat terbentuk pada kasus yang parah

IX.

PENATALAKSANAAN Topikal Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari faktor pencetus seperti bahan – bahan yang dapat mengiritasi kulit contoh: sabun, alkohol, larutan obat, dan yang dapat merusak kulit. Melindungi diri dari sinar matahari sangat penting dilakukan yaitu dengan faktor pelindung 15 atau yang lebih tinggi selalu di rekomendasikan seperti spektrum UVA dan UVB.10,11 14

Biasanya antibiotik efektif pada pasien dengan akne. tetrasiklin, eritromisin dan doksisiklin dengan konsentrasi 0,5% - 2% sering diberikan. Metronidazole adalah derivate synthetic antibacteri dan antiprotozoa. Dari peneitian klinis, metronidazole 0,75% gel tropikal atau krim 1% dapat menyembuhkan lesi hingga 68% – 91%. Bentuk gel adalah yang paling efektif untuk papul dan pustul rosasea.5,13,14 Imidazole juga biasa digunakan untuk rosasea. Mekanisme kerjanya adalah sebagai anti inflamasi dan imunosupresan dan bakterisidal. Efek toksin imidazole sangat rendah dan bisa mentoleransi kulit pasien yang sensitif.14 Adapalene Neftoic acid derivate terbaru dengan poten retinoid acid reseptor agonis dan anti inflamasi. Adapalene terbukti aman sebagai penatalaksanaan topikal untuk akne dan kulit yang teriritasi. Adapalene gel 0,1% berefek kuat pada papul dan pustul tapi kurang signifikan pada eritem dan telangiektasis.14 Retinoid topikal adalah pilihan lain. Contohnya isotretinoin 0,2% yang mengurangi iritasi dan inflamasi lesi di stage II dan stage III. Topikal kortikosteroid hanya digunakan untuk rosasea stadium berat.2,14

Sistemik Rosasea sangat berespon baik terhadap antibiotik oral. Eritromycin biasanya efektif tetapi tetrasiklin yang paling efektif. Tetrasiklin dan doksisiklin biasanya efektif dalam mengontrol papul dan pustul dari rosasea dan mengurangi eritem. Dapat dimulai dengan dosis 250 mg – 1 g/hari tetrasiklin, doksisiklin . Tetrasiklin oral efektif pada rosasea oftalmica.2,13 Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai resiko yang lebih daripada tetrasiklin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang resisten terutama yang tidak berespon terhadap antibiotik, seperti rosasea lupoid, rosasea stage III, rosasea gram negatif, rosasea conglobata, rosasea fulminant. Dosisnya 0,5 – 1 mg/kg/hari. Efek samping pada mata yang paling sering terjadi.14 Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan pada rosasea fulminant contohnya prednisolon 1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari. 14 Untuk terapi 15

pada ocular rosacea ditambahkan air mata buatan dan metronidazole gel mata.15 Tindakan yang dapat dilakukan untuk rosasea adalah untuk grade 2-3 dengan rinofima adalah operasi eksisi, electrosurgery atau terapi laser carbon dioxide ternyata tindakan tersebut mendapat respon perbaikan.5

X.

PROGNOSIS Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode akut. Namun ada pula yang remisi secara spontan.2

XI.

PENCEGAHAN Untuk mencegah terjadinya rosasesa maka hal-hal dibawah ini perlu dilakukan: a.

Menjaga kebersihan kulit. Bersihkan dengan lembut beberapa kali sehari. Gunakan pembersih yang lembut dan menghindari pembersih muka yang kasar sehingga dapat menyebablan iritasi kulit.

b.

Pakailah tabir surya yang lembut, jika ragu dengan suatu produk, gunakan tabir surya yang diformulasikan untuk bayi, saat pergi dan beraktivitas. Matahari dapat memperburuk kondisi klinis.

c.

Menjaga kelembaban kulit. Tinggal di lingkungan yang ber-AC pada cuaca yang panas, maka semprotkan wajah dengan air dingin. Minum air putih minimal satu hari 8 gelas. Gunakan pelembab yang alami sesuai dengan jenis kulit.

d.

Jangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas, untuk menghindari uap panas dapat membuat iritasi pada wajah.

e.

Hindari sauna, mandi uap dan kolam air panas serta facial steam.

f.

Evaluasi program diet. Makanan tertentu dapat memperparah kondisi. Mengurangi makanan pemicu yang dapat menimbulkan rosacea.

XII.

KESIMPULAN Rosasea adalah suatu kondisi peradangan kronik pada kulit wajah yang mempengaruhi pembuluh darah dan unit pilosebasea yang ditandai 16

dengan

kemerahan

pada

kulit

dan

telangiektasi

disertai

episode

peradangan yang memunculkan erupsi papul, eritema, kekasaran kulit, papulopustular inflamasi menyerupai jerawat dan edema. Diagnosis banding rosasea adalah akne vulgaris, dermatitis seboroik, dermatitis perioral dan SLE. Pengobatan yang diberikan berupa topikal dan sistemik. Komplikasi yang ditimbulkan oleh rosasea antara lain rinofima, inflamasi okular, dan rosasea limfadema. Umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode akut. Namun adapula yang remisi secara spontan.

17

DAFTAR PUSTAKA 1.

Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine Glands. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill

Companies; 2009. 2.

Wasitaatmajaya SM. Rosasea. Akne, Erupsi, Akneiformis, Rosasea, Rinofima. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 261-3.

3.

Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2003. p. 782-92.

4.

Jarmuda S, O’Reilly N, Zaba R, et al. The Potential Role of Demodex folliculorum Mites and Bacteria in the Introduction of Rosacea. Poland: Journal of Medical Microbiology Papers in Press. Published August 29, 2012.

5.

Cowell FC. Rosacea. England: The New England Journal of Medicine; 2005.

6.

Gawkrodger DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. Sebaceous and Sweat Glands – Acne, Rosacea and Other Disorders. 3rd ed. UK: Churcill Livingstone; 2002. p.61.

7.

Banasikowska

AK.

Elston

D,

editor.

Rosacea.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1071429-overview#showall. Accessed on May 5th, 2014. 8.

Randleman JB. Roy H, editor. Occular Rosacea Clinical Presentation. Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1197341-

clinical#showall. Accessed on May 5th, 2014. 9.

Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: BMJ Publishing Group; 2003. p.50.

10. Anonymous.

Rosacea.

Available

from:

http://www.skinsight.com/adult/rosacea.htm. Accessed on 5th May, 2014. 11. Anonymous.

What

is

Rosacea?

Available

from:

http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Rosacea/rosacea_ff.asp. Accessed on 4th May, 2014.

18

12. 4509American Academy of Dermatology. Rosacea. Available from: o9. Accessed on 5th May, 2014. 13. Cohen AF, Jeffry D, Tiemstra. Diagnosis and Treatment of Rosacea. 2002. 14. Gooderham M. Rosacea and It’s Topical Management. Skin Therapy Letter; 2007. 15. Baldwin HE. Systemic Therapy for Rosacea. Skin Therapy Letter; 2007. 16. Anonymous.

Rosacea.

Available

from:

http://www.nhs.uk/conditions/rosacea/Pages/Introduction.aspx. Accessed on 4th May, 2014.

19

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF