July 12, 2017 | Author: Elizabeth Stokes | Category: N/A
Download Robbins Buku Ajar Patologi.pdf...
BUKU-DOKTER.BLOGSPOT.COM
ROBBINS
6Bulut@io,
Patohd
Buku asli berstiker hologram 3 dimensi
Kutipan PasalT2; Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta
(Undang-Undang No. 19 Tahun 2002) 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebafaimana dimaksrrd dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat I (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling larna 7 (tujuh) tahun darVatau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Ppnrrnc DrrurnHul Penerbit adalah rekanan pengarang untuk menerbitkan sebuah buku. Bersama pengarang, penerbit menciptakan buku untuk diterbitkan. Penerbit mempunyai hak atas penerbitan buku tersebut serla distribusinya, sedangkan pengarang memegang hak penuh atas karangannya dan berhak mendapatkan royalti atas penjualan bukunya dari penerbit.
Percetakan adalah perusahaan yang memiliki mesin cetak dan menjual jasa pencetakan. Percetakan tidak memiliki hak apa pun dari buku yang dicetaknya kecuali upah. Percetakan tidak bertanggung jawab atas isi buku yang dicetaknya.
Pengarang adalah pencipta buku yang menyerahkan naskahnya untuk diterbitkan di sebuah penerbit. Pengarang memiliki hak penuh atas karangannya, namun menyerahkan hak penerbitan dan distribusi bukunya kepada penerbit yang ditunjuknya sesuai batas-batas yang ditentukan dalam perjanjian. Pengarang berhak mendapatkan royalti atas karyanya dari penerbit, sesuai dengan ketentuan di dalam perjanjian Pengarang-Penerbit.
Pembajak adalah pihak yang mengambil keuntungan dari kepakaran pengarang dan kebutuhan belajar masyarakat. Pembajak tidak mempunyai hak mencetak, tidak memiliki hak menggandakan, mendistribusikan, dan menjual buku yang digandakannya karena tidak dilindungi copyright ataupun perjanjian pengarang-penerbit. pembajak tidak peduli atas jerih payah pengarang. Buku pembajak dapat lebih murah karena mereka tidak perlu mempersiapkan naskah mulai dari pemilihan judul, editing sampai persiapan pracetak, tidak membayar royalti, dan tidak terikat perjanjian dengan pihak mana pun.
PBN,rslJlKAN BuKU An.qLaH
Knrunel!
Anda jangan menggunakan buku bajakan, demi menghargai jerih payah para pengarang yang notabene adalah para guru.
BOBBINS
vomme
I
6Butu%ry
Edisi 7 VINAY KUMAR, MD, FRCPath Professor and Choirman De pa rtm e nt of Path ol o gy The University of Chicogo Pritzker School of Medicine Chicago, lllinois
RAMZIS. COTRAN, MD* Formerly, Fronk Burr Mollory Professor of Pothology Horvard Medicql School Chairman, Deportment of Pothology Brigham and Women's Hospital T he Chi d re n's H os pital Boston, Mossachusetts I
STANLEY L. ROBBINS, MD Co n s u lto nt i n Path ol o gy Brigham ond Women's Hospital Boston, Massachusetts
llustrasi oleh: JAMES A. PERKINS, MS, MFA
Alih bahasa: dr. Awal Prasetyo dr. Brahm U. Pendit dr. Toni Priliono Editor edisi bahasa lndonesia: dr, Muhammad Asrorucidin dr. Huriawati Hartanto dr. Nurwany Darmaniah
PENERBIT BUKIJ I(EDOKTERAN
ffiE
EGC1.622
This edition of Robbins Basic Pathology 7th ed. by Yinay Kuma1, Ramzi S. Cotran & Stanley L. Robbins is published by arrangement with Elsevier Inc., New York, New York, USA Copyright o 2003, 1997,1992, 1987,1981, 1976, 1977 by WB. Sar.rnders Company A11 rights reserved.
BUKU AIAR PATOLOGI ROBBINS, Ed.7, Vol.1 Alih bahasa: dr. Awal Prasetyo, dr. Brahm U. Pendit & dr. Toni Priliono Editor edisi bahasa Indonesia: dr. Muhammad Asroruddin, dr. Huriawati Hartanto & dr. Nurwany Darmaniah Copy editor: Adinda Chandralela
Hak cipta terjemahan Indonesia
O
2004 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276llakarta 1,0042 Telepon: 6530 6283
Anggota IKAPI Keria sama penerjemahan dengan Pusat Perbukuan Nasional, Kementerian Pendidikan Nasional Repubiik Indonesia. Desain kulit muka: Faisal
Hak cipta dilindr,rngi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini dalam bcntuk apa pury baik secara elektronik mauPun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Cetakan 2012
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Buku ajar patologi Robbins / editor, Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins ; alih bahas4 Awal Prasety'o, Brahm U. Pendit, Toni Priliono ; editor edisi bahasa Indonesia, Muhammad Asroruddiru Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniair. Ed.7. Jakarta: EGC,2007. 2Yo1.; x,362 hlm.; Indeks hlm. I-1 s.d. hlm. I-12 (Voiume 1);21 x29,7 cm. Judul asli: Robbins basic pathology, 7th ed. IStsN 978-979-448-841-6 (no. vol. lengkap) ISBN 978-979-448-842-3 (no. vol. 1) 1. Patologi. I. Kumar, Vinay. II. Cotrary Ramzi S. IIL Robbins, Stanley L. IV. Awal Prasetyo. V. Brahm U. Pendit. VI. Toni Priliono. VII. Muhammad Asroruddin. VIII. Huriawati Hartanto.
IX. Nurwany Darmaniah. 6L6.A7
lsl di luartanggung jawab percetakan
This book is dedicnted to
Dr. Rnmzi S. Cotrnn 1_932-2000
A
denr friend,
respected collengue, irr eplac ealtl e c o ntLthor
He left n legncy of excellence nnd memories thnt uill long be trensured
I I
Kata Pengantar
T
Kami luncurkan edisi ketujuh "Buku Ajar Patologr" (Robbins Bcrsic Pathology) ini dengan perasaan yang campur aduk-perasaan gembira atas penyelesaian pekerjaan yang sulit dan panjang ini, bercampur dengan kesedihan atas wafatnya rekan kerja sekaligus
penulis buku ini, Dr. Ramzi S. Cotran, yang telah meninggalkan kita sebelum proyek penulisan ulang buku ini seiesai. Kejadian tragis ini memacu kami berupaya lebih giat untuk memastikan bahwa edisi bukr"r ini merupakan yang terbaik di antara edisi sebeiumnya.
Seperti edisi sebelumnya, edisi ini telah banyak mengalami perbaikan dan pada beberapa bagian telah disempurnakan. Beberapa perubahan yang telah dilakukan sebagai berikut.
r
Hampir semua foto hitam putih pada edisi terdahulu telah digantikan dengan gambar makroskopis dan mikroskopis berwarna.
r
Berbagai potongan gambar skematis empat warna, bagan dan diagram penyakit-ditambahkan unhrk
r
mempermudah pemahaman konsep yang rlrmit, seperti dasar molekular penyakit kanker, interaksi virus HIV dengan reseptornya, dan dasar bio. kimiawi kematian sel terprogram (apoptosis). Penambahan ilustrasi yang lebih banyak-total 62 ilustrasi, atau sekitar 10% lebih banyak.
r
Tabel baru diperbaiki lebih sederhana, untuk penyajian yang lebih rinci dan jelas.
r
Bab penyakit
kulit yang ditambahkan pada edisi sebelumnya, telah direvisi. Demikian pula sebagai respons terhadap kebutuhan akan perubahan lainnya, penyakit pada anak juga telah dimasukkan ke dalam bab penyakit genetik.
I
Walauptin pusat perhatian buku ini masih tertuju pada mekanisme penyakit, pembahasan diagnosis laboratorik pada beberapa penyakit tertentu juga disertakan, untuk lebih menekankan pentingnya
pemanfaatan laboratorium dalam praktik kedokteran. Selain perubahan dan perbaikan yang lebih luas, secara substantif tujuan kami masih tidak berubah. Seperti pada edisi sebelumnya, kami telah berusaha memberikan keseimban gan, ketepatan dan pandangan
terkini tentang inti patologi. Penekanan yang kuat alam hubr"rn gan klinikop a top logi dipertah.tnkan dan telah dipahami bahwa dampak patologi molekular dalam praktik kedokteran amat disoroti. Memang, selama kurun waktu 5 tahun sejak edisi sebelumnya, kemajuan spektakuler seperti telah selesainya proyek genom manusia, memengarlthi semua disiplin ilmu kedokteran, teimasuk patologi. Misalnya saja, di saat sekarang dimungkinkan untuk mengambii profil moled
kular suatu tlrmor, dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hal ini bisa memberikan informasi prognostik lebih akurat. Sementara itu, banyak terobosan dengan patokan tertentu belum sampai ke pasien, kami telah memasukkannya dalam "takaran" terukur, sehingga mahasiswa bisa mulai mengalami keseirangan di depan karirnya. Selanju tnya kami yakin bahw-a kej el asan penulisan dan penggunaan istilah bahasa yang lazim dipakai, dapat meningkatkan pemahaman menyeluruh dan mempermlrdah proses pembelajaran. Generasi mahasiswa telah memberi tahu kami bahwa mereka senang membaca buku rni. Kami berharap bahwa edisi ini akan lebihbaik dan kemungkinan meningkatkan tradisi para pendahulu (nenek moyang).
vil
I I I
Ucapan Terima Kasih
Setiap nsaha keras pada bagian ini tidak bisa diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak. Wafatnya Dr. Ramzi S. Cotran telah memacu buku ini terbit tepat wakLr"r. Kami sangat berhutangbudi pada banyak orang yang cocok untuk kesempatan ini dan memberikan ekstrawaktu, dalam waktu singkat, untuk membantu penyelesaian buku ini. Pada kesempatan ini, kami sangat berterima kasih kepada Dr. Fred Schoen, Dr.
Helmut Rennke, dan Dr. Christopher Crum atas pekerlaan mereka di menit-menit terakhir yang diterima secara sukarela untuk merevisi bab yang merupakan
area keahlian mereka. Mereka sangat dikenal oleh banyak pembaca karena kontribusinya pada Buku Dnsnr Patologi Penynkit. Selain merevisi bab ekstra, Dr.
Richard Mitchell membantu mengedit sebagian besar teks selama fase akhir proses publikasi, atas apa yang telah disumbangkan, kami sangat berterima kasih. Para kontributor berbagai bab yang terdaftar dalam daftar
isi dan bab itu sendiri, rlcapan ierima kasih khusus kami kepada mereka. Beverly Shackelford (UT Southwestern di Dallas), yang telah membantu salah satu dari kami (VK) selama 18 tahun terakhir, selanjutnya menjadi "indr-rk ayam" yang memastikan setiap orang melakukan dan tetap berada pada jalur tugasnya. Supervisi dan tugas editorial beliau menanggung kompleksitas dan kepentingan yang lebihbesar, bersamaan dengan kepindahan saiah satu dari kami (VK) dari Dallas menuju Chicago. Tanpa dedikasi beliau, buku ini tidak dapat diselesaikan. lJcapan terima kasih tak terhingga dapat menangkap secara penuh hutang kami kepada beliau. Vera Davis dan Dionne Smith berhak menerima ucapan terima kasih kami atas koordinasi tugasnya dari Chicago.
viii
Banyak kolega di University of Chicago telah memperkaya buku ini dengan memberikan kritik dalam bidang masing-masing yang amat membantu. Termasuk di antaranya para residen: Dr. Lisa Yerian, Dr. Robert Anders, dan Dr. Bretta Warren (neoplasia); dan para kolega di fakultas; Dr. john Hart (traktus gastrointestinalis); Dr. Jose Manaligod (ginjal); Dr. Anthony Montag (sistem genitalia leiaki); Dr. Manuel Utset dan Dr. Sangram S. Sisodia (sistem saraf pusat). Kami juga sungguh amat berterima kasih kepada banyak kolega kami di Ltniuersity of Texas Sottthwestern Medicnl School Dallas dan the Brigham nnd Women' s HospitalBoston, atas sumbangsih mereka dengan foto-foto yang amat berharga dari koleksi pribadi mereka. Secara
pribadi, mereka layak mendapatkan ucapan terima kasih kami atas tiap sumbangsihnya. Bagi siapa saja yang namanya tidak dicantumkan secara tidak disengaja, kami mohon maaf.
Banyak pihak di W.B. Saunders yang berhak menerima pengakuan atas peran mereka dalam produksi buku ini. Buku teks ini sekali lagi beruntung berada di tangan Hazel Hacker, editor pembangun paling kondang yang telah memberi kami kehormatan untuk bekerja sama dengannya. Sapaannya yang kalem dan menenangkan, menjaga para penulis untuk tetap "berada di jalurnya" selama masa-masa transisi yang sulit. Seorang lainnya yang berhak menerima ucapan
terima kasih kami adalah Amy Norwitz (Manajer Proyek) dan Eilen ZanolIe (Perancang). William Schmitt, Direktur Publikasi Buku Teks Kedokteran, masih terus menjadi kawan dan pemandu sorak kami. Atas upaya pengorbanan nyata dari para keluarga penulis. Kami berterima kasih kepada mereka untuk
UCAPAN TERIMA KASIH toleransi terhadap ketidakhadiran kami
di
tengah
mereka, secara fisik dan emosional. Kami didoakan dan
dikuatkan dengan dukungan dan cinta tanpa tergantung situasi, atas keyakinan mereka bahwa upaya yang kami lakukan amat berguna dan bermanfaat. Secara khusus, kami mengucapkan terima kasih kepada Raminder Kumar, yang telah mengelola kesulitan masa
transisi dari Dallas ke Chicago dan memberikan dukungan secara diam-diam, tetapi tegas. Dan akhirnya, kami masing-masing mengungkapkan rasa hormat kepada setiap penulis pembantu atas
sumbangan visi, kegembiraan dan dedikasi terhadap pendidikan kedokteran yang menjaga keutuhan kita, meskipun ada perbedaan pendapat dan gaya masingmasing individu. Dengan tiap kondisi baru yang berbeda, rasa saling menghargai dan kesetiakawanan
T
makin tumbuh kuat. Kami berdua mengucapkan rasa terima kasih sekali lagi atas kebaikan hati almarhum Dr. Ramzi S. Cotran selama menjadi teman dan kolega kami yang amat menyenangkan. Vinay Kumar mengungkapkan rasa hormat kepada Dr. Stanley Robbins atas penyusunan buku teks ini selama hampir 30 tahr,rn yang ialu, dan atas hak istimewanya untuk membagi-
kan judul buku teks ini. Dan sebaliknya, Stanley Robbins mengungkapkan rasa terima kasih yang paling dalam kepada Vinay Kumar atas dedikasinya terhadap edisi ini-tanpanya buku ini tak mungkin ada,
\K SLR
I I
r
PATOLOGI UMUM 1
5
Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel ......... 3 RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD RAMZI S. COTRAN, MD"
RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD VINAY KUMAR, MD
Penyakit lmunitas
6 2
lnflamasi Akut dan Kronik ......,. 35
RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD RAMZI S. COTRAN, MD" 3
Pemulihan Jaringan: Regenerasi dan Fibrosis Sel.. .. 65 RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD RAMZI S. COTRAN, MD"
4 Gangguan Hemodinarnik, Trombosis dan Syok ... 85 RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD RAMZI S. COTRAN, MD"
Neoplasma
..
.
..
1
13
....... 18b
7
Penyakit dan Genetik Anak .,.. 238
ANIRBAN MAITRA. MD VINAY KUMAR, MD
I
Penyakit
Lingkungan
....... 297
I
Patologi Umum Penyakit
lnfeksi
JOHN SAMUELSON, MD, PhD
lndeks *Almarhum
. SM l-1
r T T
PATOTOGI
UMUM
E E E
Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel RICHARD N. MITCHELL, MD, PhD RAMZI S. COTRAN, MD"
PENDAHULUAN
SEKILAS TENTANG JEJAS SEL PENYEBAB JEJAS SEL
MEKANISME JEJAS SEL Mekanisme Biokimiawi Umum Jejas lskemik dan Hipoksik Jejas Iskemia/Reperf usi Jejas Sel yang Diinduksi Radikal Bebas Cedera Kimiawi ADAPTASI SELULAR TERHADAP JEJAS
Metaplasia Respons Subselular terhadap Jejas Akumulasi lntrasel Kalsifikasi Patologik JEJAS SEL REVERSIBEL DAN IREVERSIBEL Jalur Lintas Umum Mekanisme Jejas reversibel Morfologi Jejas Sel Reversibel dan Kematian Sel-Nekrosis I
KEMATIAN SEL TERPROGRAM -APOPTOSIS
Atrofi Hipertrof
Hiperplasia
i
PENUAAN SEL
PENDAHULUAN ilmu (/ogos) tentang penderitaan (pathos). Patologi adalah disiplin ilmu yang menjembatanipraktik klinis dan ilmu dasar, dan mencakup penelitian tentang penyebab suatu penyakit (etiologi) serta mekanisme (patogenesis) yang menyebabkan munculnya tanda dan gejala pada pasien. Unluk memahami perubahan struktural dan ftingsional yang terjadi pada sel, jaringan, dan organ, ahli patologi menggunakan teknik molekular kontemporer, mikrobiologik dan imunologik. Untuk membuat diagnosis dan pedoman terapi dalam lingkungan klinis, ahli Secara harfiah, potologi adalah
*Almarhum
patologi mengidentifikasi perubahan makroskopis ataupun gambaran mikroskopis (morfologi) sel dan jaringan. Secara tradisional, disiplin ilmu tersebut dibagi menjadi patologi r,rmum dan patoiogi sistemik; patologi urnum terfokus pada respons selular dan jaringan yang mendasar terhadap rangsang patologik, dan patologi sistemik memeriksa respons tertentu pada
organ tertentu. Dalam buku ini; kamiipertama kali membahas prinsip patologi umlrm secara luas, kemudianberkembang pada proses penyakit tertentu pada setiap organ.
r BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN
SEKILAS TENTANG JEJAS SEL Sel merupakan partisipan
aktif di lingkungannya,
yang secara tetap menyesuaikan shuktr"rr dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stres ekstrasel. Sei cenderung mempertahankan lingkungan
segera dan intraselnya dalam rentang parameter fisiologis yang relatif sempit-sel mempertahankan homeostssis normalnya. Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai
kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidnpnya. Respons adaptasi utama adalah ntrofi, hipertrofi, hiperplnsin dan metnplnsia. |ika kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengnlnmlfcjas. Dalam batas wakttr tertentu, cedera bersifat r(Ljersibel, dan sel kembali ke kondisi stabil semula; namlln, dengan stres berat atatr menetap, terjadi cedera ireaersibel dan sel yarrg terkena mati. Dua pola dasar kematian sel telah dikenal; pola tersebut mempunyai mekanisme yang berbeda, tetapi terdapat jr.rga pertimbangan yang tumpang-tindih di antara dua proses:
I
t
lJekrosis (khususnya nekrosis lcoagulntifl terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan
toksin dan ditandai dengan pembengkakan se1, denaturasi protein dan kerr"rsakan organela. Jalur lintas kematian sel tersebut dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan. Apoptosis terjadi sebagai akibat program "bunuh diri" yang dikontrol secara internal, setelah sel mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan sekitarnya. Keadaan tersebut terjadi dalam
kondisi fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki dieliminasi (misal, embriogenesis), dan dalam berbagai kondisi patoiogis (misal, kerusakan mutasi
yang tidak dapat diperbaiki). Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, serta cedera sel reversibel dan ireversibel digambarkan pada Gbr. 1-1. Miokardium menjadi sasaran terhadap
peningkatan beban yang menetap, seperti pada hipertensi atau dengan katup sienotik, beradaptasi dengan mengalami hipertrofi-suatu penambahan ukuran sel dan akhirnya seluruh jantung-untuk menimbulkan tekanan lebih tinggi yang diperlukan"
SEL
kenyaLaannya, hampir mirip miosit normal; namLln, miosit itu sementara nonkontraktil sehingga dapat berdampak klinis yang secara potensial bersifat letal. Apakah bentr.rk khas stres menginduksi adaptasi atau menyebabkan jejas reversibel atau ireversibel tidak
hanya bergantung pada sifat dan keparahan stres, tetapi juga pada beberapa variabei 1ain, termasuk tipe sel yang bersifat mudah mengalami jejas, diferensiasi sel, suplai darah, dan status nutrisi. Bahasan berikut ini menguraikan penyebab jejas sel dan mekanisme sel yang menggnnakan pengarr-rhnya.
Bagian berikut menjelaskan adaptasi selular dan subselular terhadap jejas, diikuti dengan analisis rinci tentang transisj dari cedera reversibel menjadi ireversibel, dan morfologi sel yang mengalami jejas. Akhirnya, terdapat pernbahasan yang luas tentang kematian sel terprogram (apoptosis) dan proses yang berperan pada penuaan sel (senescensc).
PENYEBAB JEJAS SEL Stres yang dapat menginduksi jejas sel berkisar dari
trauma fisik menyelurr-rl-r akibat kecelakaan motor sampai defek gen tunggal yang menghasilkan enziin rusak yang menjadi penyebab penyakit metabolik spesifik. Sebagian besar penyebab dapat digolongkan menjadi kategori luas berikut ini. Deprivasi Oksigen. Hipohsin, atau defisiensi oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobik dan merupakan penyebab cedera se1 tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia hams dibedakan dengan iskemio, yang merllpakan terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat gangglran aliran darah. arteri atau berkurangnya drainase vena.
Iskemia merupakan penyebab tersering hipoksia, defisiensi oksigen dapat juga disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat, seperti pada pner-rmonia, atau berkurangnya kemampuan pengangktrtan oksigen darah, seperti pada anemia atan keracunan
karbon monoksida (CO) (CO membentuk ikatan kompleks yang stabil dengan hemoglobin sehingga menghalangi pengikatan oksigen).
Bahan Kimia. Sebenarnya, semlla bahan kimia
Sebaliknya, selama masa kelaparan yang lama atau kskeksis (kehilangan berat badan, seperti akibat tumor ganas), miokardium mengalami ctr ofi-p engurangan ukuran sel tanpa perubahan dalam jumlah sel. Miokardium menjadi sasaran terhadap penurunan aliran darah (iskemin) dari arteria koronaria yang
kematian sel. Oksigen dalam tekanan yang cukup tinggi juga bersifat toksik. Bahan yang sering dikenal sebagai
mengaiami oklusi, yang bisa menyebabkan cedera reversibel apabila oklusi tidak lengkap atau cukup singkat, atau dapat mengalami cedera ireversibel (infnrk) setelah sumbatan lengkap atau dalam waktu lama. Catat juga, stres dan jejas tidak hanya berpengartih terhadap gambaran morfologik, tetapi juga pacia status ftLngsional sel dan jaringan. Jadi, miosit yang mengalami jejas reversibel tidak mali dan,
ractln menyebabkan kertlsakan serius pada tingkat selular dengan mengubah permeabilitas membran, homeostasis osmotik, atau keutuhan enzim atau kofaktor, dan dapat berakhir dengan kematian selr-trr.rh organ. Bahan berpotensi toksik lainnya ditemr,rkan setiap hari di lingkungan kita; bahan tersebut meliputi polusi udara, rnsektisida, karbon monoksida, asbes, dan "stimulan" sosial, seperti etanol. Bahkan, obat
dapat menyebabkan jejas; bahkan, zat tak berbahaya, seperti glukosa atall garam, jika terkonsentrasi cukup
banyak, akan merusak keseimbangan lingkungan osmotik sehingga mencederai atau menvebabkan
BAB ,I JEJAS, ADAPTASI, DAN KEN/IATIAN SEL T
. z=^ a
3E e5
a: &
Miosit yang beradaptasi (hipertrofi)
ltll
K.t
llll
I
Ft"t-
€gwE---#
*lt ll ffi
uiosit normal
rli
rl iii iri
lli iri il'l
ili il
Miosit yang mengalami jejas secara reversibel (iskemia)
l
J
ov tnE
OE 70 TL:
zY oz Kematian sel (infark)
Gambar 1-1 Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, sel yang mengalarnijejas reversibel, dan sel miokardial yang mati. Adaptasi selular yang digambarkan di sini adalah hipedrofi, tipe jejas reversibel berupa iskemia, dan jejas ireversibel, yaitu nekrosis koagulatif iskemik. Pada contoh, hipertrofi miokardial ini(potongan melintang atas), ketebalan dinding ventrikel kiri lebih dari 2 cm (ketebalan normal 1 sampai 1,5 cm). Potongan melintang di gambar tengah mernperlihatkan miokardium normal. Miokardium yang mengalami cedera revers jbel umumnya hanya berefek fungsional, tanpa ada perubahan makroskopis atau mikroskopis yang mudah tampak. Pada spesimen yang tampak nekrosis (potongan melintang bawah), area terang transmural diventrikel kiri posterolateral memperlihatkan infark miokard akut. Ketiga potongan transversa miokardium itu telalr diwarnai dengan trifeniltetrazolium klorida, suatu substrat enzim yang mewarnai miokardium sehat dengan warna magenia. Kegagalan pengecatan disebabkan oleh keluarnya enzim setelah kematian sel.
r BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN
SEL
terapeutik dapai menyebabkan jejas sel atau jaringan pada pasien yang rentan atau pada pemakaian yang tepat.
Agen Infeksius. Berkisar dari virus submikroskopik sampai cacing pita yang panjangnya beberapa meter; di antara rentang itti terdapat riketsia, bakteri, fungi, dan protozoa. Cara berbeda agen biologi menyebabkan jejas dibahas pada Bab 9.
Reaksi Imunologi. Walaupun sistern imun melindungi tubuh dalam melawan benda asing, reaksi imun yang disengaja atau tidak disengaja dapat menyebabkan jejas sel dan jaringan. Annfilnksis terhadap protein asing atau suaLu obat merupakan contoh klasik. Selain itu, l-iilangnya tolernnsi dengan
MEKANISME JEJAS SEL Secara jelas, terdapat banyak cara berbeda r-rntnk menginduksi jejas sel. Selain itu, mekanisrne biokimiar,vi yang menghublrngkan setiap cedera tertentu dan manifestasi selular dan jaringan yang terjadi bersifat kompleks dan saling terjalin erat dengan jalur intrasel lain. OIeh karena itu, pemisahan antara sebab darr
akibat mungkin sukar. Namun dernikian, beberapa prinsip 11mllm relevan dengan sebagian besar bentuk cedera sel:
I
respons terhadap antigen sendiri merupakan penyebab sejumlah penrlnlcit nutoimun (Bab 5). Defek Genetik. Defek genetik dapat menyebabkan
perubahan patologis yang menyolok, sepertr malformasi kongenital yang disebabkan oleh sindrom Down atau tak kenLara, seperti substitusi asam amino
annyn. Jadi, toksin berdosis rendali atar_r iskerrriit berdurasi singkat bisa menimbr"rlkan jejas se1 yang
I
tunggal pada hemoglobin S anemia sel sabit. Beberapa kesalahan metabolisme saat lahir akibat defisiensi enzimatik kongenital merupakan contoh kerusakan sel
dan jaringan yang disebabkan oleh perubahan '"sepele" yarrg sering kali terjadi pada asam deoksiribonukleat (DNA). Abnormalitas genetik mayor dibahas pada Bab 7.
I(etidakseirnbangan Nutrisi. Bahkan di zaman berkembangnya kemakmuran giobal sekarang ini, defisiensi nutrisi masih rnerr-rpakan penyebab rrtama jejas sel. Insufisiensi (ketidakcukupan) kalori-protein pada masyarakat yang serba kekurangan merupakan contoh nyata; defisiensi rritamin tertentu sering terjadi,
bahkan di negara indr-rstriaiis dengan standar hidup relatif tinggi (Bab 8). Ironisnya, nutrisi yang berlebihan juga merupakan penyebab penting morbiditas dan
mortalitas; misalnya, obesitas jelas meningkatkan risiko penyaklt disbetes melitus tipe 2 (dahulu disebut tidak dependen insnlin, onset dewasa). Selain itu, diet kaya lemak hewani sangat bersangkut-paut pada perkembangan nteroslclcrosis serta kerentanan terhadap banya k ganggLlan, Iermastr k kanker.
r
Agen Fisik. Trauma, temperatur yang ekstrem, radiasi, syok elektrik, dan perubahan mendadak pada tekanan atmosfer, semllanya mempunyai efek dengan kisaran luas pada sel (Bab
B).
Penuaan. Bahasan pada Bab 3, penyembuhan jaringan cedera tidak selalu menghasilkan perbaikan struktur atau fungsi yang sempLlma. Trauma berulang
I
jtrga dapat menimbr"rlkan degenernsijaringan, meskipun
tanpa kematian se1 sama sekali. Selain ittt, proses intrinsik menimbulkan perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan jaringan. Semua perubahan itu menyebabkan
berperan penting; hepatosit yang penlrh dengan glikogen akan menoleransi iskemia jauh lebih baik dibandingkan hepatosit yang barr,r saja rnembaknr molekul glukosa akhirnya. Perbedaan yalg ditentukan secara genetis pada jah.rr rnetabolik jr-rga penting; saat terpajan toksin dengan dosis yang sama, individu dengan polirnorfisr-ne gen errzim dapat mengatabolisme toksin dengan efikasi (kemanjuran) ya.g berbeda, menyebabkan hasil yang berbeda. Dengan selesainya proyek genom manusia, sekarang ini upaya yang lebih besar ditujukan untuk memahami peran polimorfisme genetik pada kerentanan penyakit. Empat sistem intraselr-rlar yang paling mtrdah terkena adalah: 1) keutuhan membran sel, yang kritis terhadap homeostasis osmotik dan ionik selular; 2) pembentukan adenosin trifosfat (ATP), paling besar melahri respirasi aerobik mitokondria; 3) sintesis protein; dan 4) keutuhan perlengkapan genetik.
l(omponen strulcturnl dsn biolcitrtinui suttttL sel terhubung secnra tttuh tanpa memnndnng lolcus cepnf.
Misalnya, keracnnan respirasi aerobik dengan
sianida menyebabkan berklrrangnya aktivitas natrium-kalinm ATPase yang diperlr.rkan unttrk mempertahankan keseimbangan osmotik intraselular; akibatnya sel dapat membengkak dan
penllrlrnan kemampnan berespons terhadap rangsang
ini.
reversibel, sedangkan toksin berdosis lebih tinggi atau iskemia dalam waktr,r yang iebih lama, akan menyebabkan jejas ireversibel dan kematian sel. Alcibnt stLntu stimulus tlnng lterbahmln bergnnttng pndn tipe, stntus, kennntpunn ndaptnsi, dnn slrsunnn genetik sel yong mengnlani jejns. lejas yang sama mempunyai dampak yang sangat berbeda, bergantung pada tipe sel; jadi, otot lurik skelet di tungkai mengakomodasi iskemia komplet selama 2 sampai 3 jam tanpa terjadi jejas ireversibel, sedangkan otot jantung akan mati hany;r setelah 20 sampai 30 menit. Status nutrisi (atau holrnonal) jr-rga dapat
ntuol jejas, efelc mtLtipel sektmder ynng terjndi slngnt
penLtaan sel (senescerce)
dan.cedera eksogen dan, akhirnya inenyebabkan kematian organisme. Mekanisme spesifik yang mendasari proses pennaan sel dibahas di bagian akhir bab
Respons selulnr terhndnp stimtLlus rynng bcrbnhnyn bergantung pndo tipe cedern, du.nsi, dnn lcepnrnh-
1
rtrplursecara cepJ[. Ftmgsi sel hilnng jntrh sebelum terjndi ltemntinn sel, dnn perubnhan morfologi jejns sel (ntut mati) (Gbr.
BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL I Gambar 1-2 Gambar skematik yang memperlihatkan
hubungan antara fungsi sel, kematian
Jejas sel reversibel
dan perubahan morfologik jejas sel. Perhatikan bahwa sel bisa menjadl nonfungsional secara cepat setelah onset jejas, walaupun masih rnampu hidup, dengan kerusakan reversibel
Perubahan ultrastruktur
Fungsi sel
Perubahan mikroskopik cahaya I I I
Perubahan morfologik makroskopis
yang potensial;durasi yang lebih lama.
akhirnya dapat menimbulkan jejas ireversibel dan kematian sel. Perhati-
Y
kan juga bahwa sel secara khas mendahului perubahan morfologis
LIJ
LL
L!
uitrastruktur, mikroskopik cahaya, dan yang tampak secara makroskopis.
DURASI JEJAS
1-2). Karena aktivitas spesifiknya secara khas bergantung pada semlla sistem yang masih utr"ih,
sama yang mati setelah 30 menit iskemia, tidr-rk kelihatan mati dengan peneriksnnn tLltrnstrrlittLr (mikroskop elektron) selama 2 sampai 3 jam, dan dengan mikroskop cnhnyn selama 6 sampai 12 jam.
sel kehilangan aktivitas fungsionalnya relatif cepat,
meskipun tidak mati. Misalnya, sel miokardial menjadi nonkontraktil setelah 1 sampai 2 menit mengalami iskemia rvalaupun sel itr"r tidak mati sampai 20-30 menit setelah terjadi iskemia. Selain ittr, perubahan gambaran sel terbr-ikti hanya teqadi setelah beberapa sistem biokimia yang kritis terr-rrai, dan dalam waktr-t yang cukup lama berialu untnk
menampakkan perubahan tersebut. Miosit yang
Radang Toksisitas oksigen
Radiasr
e\ lffi:':iffi,i -''{%
zarkimia
-\ lskemia '-\'\ \
t'jf *? .\
02
\
o:. "
i
^,
berkurang rx.
a
rePerfusi
cedera:
't,
{Or', HrO-. OH',
F
*1
EI L,J _. sel ,' \,r \-* --Jejas
Gambar 1-3 Peran oksigen pada jejas sel. lskemia menyebabkan jejas seldengan
mengurangisuplai oksigen selular; stimulus lain seperti radiasi, menginduksi kerusakan lewat spesies oksigen teraktivasi yang toksik.
Dengan zat berbahaya tertentr.r, mekanisme pasti patogenesis ditentukan; jadi, sianida mengin;rktivasi sitokrorn oksidase dalam mitokondria, menyebabkan deplesi ATP, dan bakteri tertentr,r dapat mengr-rraikan fosfolipase yang mendegradasi fosfolipid nrembran sel. Namnn demikian, dengan barryaknya stirnr.tlus yarrg berbahaya, n-rekanisme patogenesis pasti yang akhirnya menyebabkan jejas sel (atau kematian sel) tidark sepenuhnya dipahami. Meskipun demikian, beberapa prinsip biokin-riawi dasar yang muncul pada penvebab
Spesie^s g(:ig-en leraktivasi
{"x
,,# ,
--!-elas
Mekanisme Biokimiarrui Umurn
:i
Deplesi ATP. Fosfat berenergi tinggi ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, termasr-rk n-rempertahankan osmolaritas selular, proses transpor, sintesis protein, dan jalur metarbolik dasar. Hilangnya sintesis ATP (baik melalr,ri fosforilarsi oksidatif mitokondrial maupun glikolisis an, aerobik) menyebabkan penutupan segera jalur homeostasis yang paling kritis
Depri-onsi olcsigen ntntr pembentulcntt sp(,slr,-i olcsigen renktif. Keklrrarngan oksigen jeias rnerr-
dasari patogenesis jejas sel pada iskemia, tetapi sebagian pengurangan spesies oksigen teraktlvasi
juga merupakan mediator penting pada kematian sel (Cbr. 1-3). Spesies radikal bebas ini men1,sb3bkan peroksidasi lipid dan efek delesi lairuya pada struktr.rr sel (lihat bagian selanjr-rhrya).
I BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN
SEL
konserntrasi kalsir-rm ekstrasel aian dari sisa mito-
Agen berbahaya
kondria intrasel dan retikulum endoplasma. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsiLrm ekstrasel melintasi membran plasma, diikuti pelepasan kalsium dari deposit intraselular. Peningkatan kalsir.rm sitosol sebaliknya mengaktivasi bermacam fosfolipase (mencetlrskan
ATPase
kernsakan membran), protease (mengatabolisasi protein membran dan stmktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonnklease (memecah material genetik) (Gbr. 1-a). Walaupun jejas sc1 nrenyebabkan peningkatan kalsir_rm intrasel,
Fosfolipase
dan sebaliknya memperantarai berbagai efek delesi
(perLgurangan), termasuk kernatian se1, hilangnya hor.rreostasis kalsium tidak selalu merlrpakan pr-rrrcak kejadian yang perltr pada jej as sel irevcrsibel. Defrlr pndn pennelbilitas mentbrnn plosmn. Membran plal;ma dapat langsung dirr,rsak oleh toksirr bakteri
Gambar 1-4 Sumberdan akibat peningkatan kalsium sitosol pada jejas sel. ATp (adenosin trifosfat).
a
Hilangnyn homeostlsis knlsiunt. Kalsinm bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung ATP pada konsentrasi sampai 10.000 kali lebih rendah dibandingkan
tertentu, protein virlrs, komponen komplemcn, limlosit sitolitik, atan sejumlah agen fisik atau kinriawi. Perubahan permeabilitas membran bisa jug,r sekr-rnder, yang disebabkan oleh hilangnya
sintesis ATP atar.r disebabkan oleh aktir.asi fosiolipase yang dimediasi kalsir-rm. I-Iilangnya
,1,'=;:l\
lskemia
'ri:T*=\--,-...'....-
\i:-.R=== i t-
Jelas atau disfungst mitokondria (Peningkatan Ca++ sitosol, stres oksidatil peroksidasr lrp d
Mitokondria
1
I
t
fo"iorifasi oksidatif ATP
Porilpa Natrium
I
I
lrrtluks Ca++, H ,O dan NA+ '
:
i
"i
I:fluks
.:I
'f
#
Sitokrom c
I
Transisi permeab litas mitokondria
-'
,= Sitokrom c
Glikogen
mitokondria
Efek apoptotik sekunder
Gambar 1-5 Disfungsi mitokondria, diinduksi oleh berbagai rangsang yang menyebabkan transisi permeabilitas mitokondria, menimbulkan kerusakan gradien proton yang diperlukan untuk pembentukanATp sefta melepaskan sitokrom c dari mitokondria ke dalam sitosol.
Efek
J
lain I
pH
t
J
K+T
Kerusakan
ribosom dll
T I
t
+
I
Kronatin inti
Sintesis
V
menggumpa
protein
Per rrbengkakan sel
.i.
J
Glikolisis
tt I
I I
H* t.
J
I
I
Hilangnya mikrovilli
Gelembung Penrbengkakan ER
I
+ Deposisi lipid
Gambar 1-6 Urutan dalil kejadian pada jejas iskemik reversibel. penurunan fosforilasi oksidatif dan kadarATP mempunyaiperan sentral dalam memedi,lsi efek-efek pada sistem intrasel yang multipel. perhatikan
bahwa semua efek ini secara potensial reversibel dan perbaikan aliran d:rrah akhirnya memlngkinkan sel kembali berfungsi normal. ER; retikLrlum endoplasma.
BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL I barier membran menimbulkan kerusakan gradien
I
r Glikolisis
evolnsionar untuk memperiahankan energi sel dengan membentuk ATP dari glikogen, dan aktivasinya menimbulkan deplesi cepat cndnngnn glikogen, yang secara histologis jelas kelihatan
dengan berknrangnya pewarnaan untuk karbohidrat (misal, pewarnaan periodic ncid-
besar tipe cedera. Peningkatan kalsium sitosol, stres
oksidatif intrasel, dan produk pemecahan lipid, menyebabkan semuanya berkulminasi dalam pembentukan salruan membran mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi (disebut jrga trnnsisi permenbilittts mitolcondrinl; Gbr. 1-5). Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria untuk menghiiang sehingga mencegah pembentukan ATP. Sitokrom
Schiff/P AS). Peningkatan glikolisis juga menyebabkan akumulasi asam laktat dan fosfat
I
c
(protein mudah larut penting pada rantai transpor elektron) juga bocor keluar ke dalam sitosol; di sini mengaktifkan jalur kematian apoptotik. Dengan konsep rlmllm ini, sekarang kita fokuskan
pada tiga bentuk jejas sel yang lazim terjadi: jejas iskemik dan hipoksik, jejas akibat radikal bebas, dan beberapa bentuk jejas toksik.
Jejas lskemik dan Hipoksik Iskemia dipastikan merupakan tipe jejas sei yang paling sering terjadi dalam kedokteran klinis, secara khas terjadi karena berkurangnya aliran. darah pada pembuluh darah jaringan tertentu. Berlawanan dengan hipoksia, pembentukan energi glikolitik dapat berlanju t (walaupun kurang efisien dibandingkan jalur oksidatif), iskemia juga mengganggu pengiriman sllbstrat
anaerob meningkat karena ATP ber-
kurang dan disertai peningkatan adenosin monofosfat (AMP) yang merangsang enzim {osfofrukfokinase. Jalur glikolisis ini dirancang
konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk mempertahankan aktivitas metabolik normal. Keruscrksn mitokondria. Oleh karena semua sel mamalia akhirnya sangat bergantung pada metabolisme oksidatif, keutuhan mitokondria penting bagi pertahanan hidup sel. Tidaklah terlalu mengejutkan bila mitokondria-baik langsung maupun tak langsung-berakhir sebagai target sebagian
anorganik akibat hidroiisis ester fosfat, jadi mentLrunksn pH intrnsel. Penurunan kadar pH dan ATP menyebabkan ribosom lepas dari retikulum endoplasma kasar (RER) dan polisom rlntuk berdisosiasi menjadi monosom, dengan akibatnya terjadi penLffunan sirLtesis protein.
Jika hipoksia tidak dihilangkan, perburukan fi-rngsi mitokondria dan peningkatan permeabilitas membran
selanjutnya menyebabkan kemsakan morfologik. Apabila sitoskeleton rusak, gambaran ultrastruktur seperti mikrovili hilang, dan permukaan sel akan "menggelembung". Mitokondria, retikulum endoplasma, dan semua sei biasanya tampak membengkak karena pengaturan osmotik hilang. lika oksigen diperboilci, semua gangguan ynng teloh disebut rilqn reaersibel; namltn, jikn iskemin tetnp terjadi, jejns ynng ir ea e r s ib el men g iloL t i (liha t pembahasan beriku lnya).
Jejas lskemia/Reperfusi Jika sel mengalami jejas reversibel, perbaikan aliran
darah dapat menyebabkan pemulihan sel. Namun,
normalnya akan dibuang melalui aliran darah. Konsektrensinya, iskemin mencederni jnringnn lebih
dalam keadaan tertentu, terladi perbaikan aliran darah pada iskemik meskipun jarirrgan dapat hidr-rp, secara paradoks, pada cedera terakselerasi dan dleksaserbasi (lebih buruk). Sebagai hasilnya, jaringan menyokong kehilangan sel selsin stl ynng rttsnk ireaersibel pnda nkhir episode iskemik. Keadaan itu disebr-rt iskemitt/ jejns reperfttsl yang secara klinis merupakan proses
cepnt dilsnndingknn hipoksin.
penting yang secara bermakna berperan pada
untuk glikolisis. Akibatnya, pembentukan energi anaerob juga berhenti di jaringan yang iskemik setelah
substrat potensialnya mengalami kelelahan atau jika glikolisis dihambat oleh akr-rmulasi metabolit yang
Efek pertomn hipoksia ndnlah pada respirnsi aerobik sel, yaittL fosforilosi oksidntif oleh mitokondrin;
sebagai akibat penr-rnlnan tegangan oksigen, pembentukan ATP intrasel jelas berkurang. Hasil deplesi ATP mempunyai efek luas pada banyak sistem dalam sel (Gbr. 1-6).
r Aktivitas "pompa natrium" yang diatur
ATP membran plasma menrlrlln, selanjutnya terjadi akumulasinatrium intrasel dan difusi kalium keluar sel. Perolehan bersih solut natrium disertai hasil isosmotik cairan, menyebabk an pembengkaknn selulnr nkrf. Kondisi ini dieksaserbasi oleh peningkatan beban osmotik dari akumulasi metabolit lain, seperii fosfat anorganik, asam lakiat, dan nr"rkleosida purin.
kerusakan jaringan pada infark miokard dan serebral, tetapi juga dapat menerima intervensi terapeutik. Walaupun mekanisme pasti cedera ini belum jelas,
reperfusi jaringan iskemik dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut melalui cara:
I
Pemr-rlihan aliran darah membasahi sel yang ter-
ganggrl dalam konsentrasi tinggi kalsium bila sel
tersebut tidak mampu mengatur sepenuhnya lingkungan iomknya; peningkatan kalsium intrasel mengaktifkan jalur seperti yang dijelaskan pada
I
Cbr. 1-4 dan menyebabkan hilangnya keutr,rhan sel. Reper.fusi sel yang mengalami jejas mengakibatkan rekruitmen sel radang yang terjadi lokal; sel itu melepaskan spesies oksigen reaktif berkadar tinggi (lihat bab selanjutnya), yang mencetuskan kerusak-
10 T BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN an membran dan transisi permeabilitas
r
mitokondria
SEL
r Nitrit oksida (NO) merupakan mediator
(lihat Gbr. 1-5 dan 1-20). Mitokondria yang msak pada sel yang terganggu,
tipe sel (Bab 2), yang dapatberperan sebagai radikal bebas atau dapat diubah menjadi spesies nitrit yang
tetapi masih dapat hidup, menghasilkan reduksi
oksigen tak lengkap sehingga meningkatkan produksi spesies radikal bebas; selain itu, sel yang mengalami jejas secara iskemik memiliki mekanisme pertahanan antioksidan yang terganggu.
Jejas Sel yang Diinduksi Radikal Bebas
Seperti yang telah dibahas pada reperfusi iskemia, jejas sel yang diinduksi radikal bebas, terutama yang
diinduksi spesies oksigen diaktivasi, merupakan
I
r
I
I
I
molekui membran. Selain itu, radikal
bebas menginisiasi reaksi autokatalitik; sebaliknya, molekul yang bereaksi dengan radikal bebas diubah menjadi radikai bebas, semakin memperbanyak rantai kerusakan. Radikal bebas dapat dibentuk dalam sel oleh
r
Reaksi redoks (redr-rksi-oksidasi) yang teqadi selama proses fisiologis normal (Gbr. 1-7). Selama respirasi
normal, misalnya, oksigen molekular secara bertahap direduksi dalam mitokondria dengan penambahan empat elektron untuk menghasilkan
air. Pada proses ini, sejumlah kecil spesies intermedia toksik dibentuk; termasuk radikal (Of, hidrogen peroksida (HrOr), dan OH. Selanjutnya, beberapa oksidase intrasel (seperti xantin oksidase) membentuk radikal strperoksida
superoksida sebagai akibat langsung aktivitasnya. Logam transisi, seperti tembaga (Cu) dan zat besi (Fe) juga menerima atau mendonor elektron bebai
lipid membrnn. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh (polyunsnttLrnted lipid) membran mr-rdah terkena serangan radikal bebas berasal dari oksigen. Interaksi radikal lemak menghasilkan peroksida, yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi reaksi rantai autokatalitik. Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan timin pada DNA mitokondria dan nr-rklear menimbulkan rusaknya untai tunggai. Kerusakan DNA tersebut telah memberikan implikasi pada Peroksidnsi
pembr-rnuhan se1 dan perubahan sel menjadi ganas. lkntnn silnng protein. Radikal bebas mencetr.rskan ikatan silang protein yang diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal fragmenLasi polipeptida. Selain merupakan akibat jejas kimiawi dan radiasi,
pembentukan radikal bebas juga merupakan bagian normal respirasi dan aktivitas sellllar rutin lainnya, termasuk pertahanan mikroba. Untungnya, radikal bebas memang tidak stabil, dan umlrmnya rusak secara
spontan; misalnya superoksida, sangat cepat rusak dengan adanya air yang masuk ke dalam oksigen dan
hidrogen peroksida. Namun, se1 juga membentuk beberapa sistem enzimatik dan nonenzimatik nntuk menonaktifkan radikal bebas (lihat Gbr. 7 -7 ).
,,'r
Kecepatan kerusakan sponta-n meningkat bermakna
oleh kerja superoksida dismutase (SOD) yang ditemukan pada banyak tipe sel (mengatalisis reaksi
r
2O;2H->H2O, + Or).
Glutation (GSH) peroksidase juga melindungi
sel
agar tidak mengalami jejas denganmengatalisis perusakan radikal bebas (2OH=+2GSH-+2H:O+GSSG
ngatalisis pembentukan radikal bebas, seperti pada
reaksi Fenton (Fen*+HrOr+Fet**+OH'+OH-). OIeh karena sebagian besar zat besi bebas intrasel dalam bentuk ferri (Fe***), pertama-tama zat besi hams
direduksi menjadi bentuk ferro (Fe**) untuk
cedera sel oksidatif maksimal.
Penyerapan energi radian (misalnya, sinar ultraviolet, sinar X). Radiasi pengion dapat menghidroIisis air menjadi glrglrs hidroksil (OH ) dan radikal bebas hidrogen (H ). Metabolisme enzimatik zat kimia eksogen (misalnya, karbon tetraklorida; iihat bahasan selanjulnya).
bebas juga bisa secara langsung menyebabkan
selama reaksi intrasel tertentu sehingga me-
berpartisipasi dalam reaksi Fenton. Tahap reduksi itu dikatalisis oleh ion strperoksida sehingga zat besi dan superoksida bersinergi unluk memperoieh
sangat reaktif.
Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai radikal bebas (lihat Gbr. 1-7):
mekanisme penting kerusakan sel. Kerusakan radikal bebas juga mendasari cedera zat kimia dan radiasi,
toksisitas oksigen dan gas lain, penuaan selular, pembunuhan mikroba oleh sel fagositik (Bab 9), kerusakan sel radang, destruksi tumor oleh makrofag, dan proses cedera lainnya (lihat Gbr. 1-3). Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron tak berpasangan di orbital terluar. Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia anorganik atau organik; saat dibentuk dalam sei, radikal bebas segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat serta berbagai
kimiawi
penting yang normalnya disintesis oleh berbagai
I
Iglutation homodimer]). Rasio intrasel glutation teroksidase (CSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH) merupakan refleksi status oksidasi sel dan aspek penting kemampr-ran sel untuk mengatabolisme radikai bebas. Katalase terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida (2H,Or-+Or+ 2H"O).
BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL J
A. PEIVBENTUKAN RADIKAL
BEBAS
Retikulum endoplasma . P-450 dan b5 oksidase r':i;;;.;:rjr+ili;;.-.
"
d 6s .il HF sF E
oz ----*
, "._.'.j.h 'h'1 ffi Nukleus / --W
11
Mitokondria . P-450 dan b5 oksidase . Oksidasi rantai respirasi
,: ,/ //
ptasma --Mlembran ,: .NlAnPHnlzcidrco . NADPH oksidase Sitosol
*
,a 4r
| I Lisosom (pada fagosii) . Mieloperoksidase . NO sintase
.''Xanthinoksidase (Cu Fel Loqam transisi (C Logam #
[email protected]\- Peroksisom .Oksidasemultipel r
y' o"\ Fe+2 Fenton Fe*3
\t'---'/
soD
Peroksidasi lipid membran
O2r-H2O2=--------------- OH'+
(\414'4n7 Karatase/ y'//G-'!qe)\ peroksidase riu
l'
.i
f cssc Hzo
ili
^..-,f '_'.
l.l-t
iri
\
Hzo
\
2csH
Glutation
Ylg_,/
Semua membran o Vitamin E dan A o p-karoten ' .1 ,1"."_' I
/
,.i ,r:
i
i:
i,,:
,'i
]
ii ir
Fragmentasi DNA
\
OH
lkatan srlang protein dan fragmentasi
Sitosol . SOD o Vitamin C . Glutation peroksidase . Feritin . Seruloplasmin
B, JEJAS SEL OLEH RADIKAL BEBAS
C. NETRALISASI RADIKAL BEBAS
#l
\iil
Y,35"Jo.."
i, ' Glutation Peroksidase | @* -P€TOKSISOffi ,a W-.
-
Katalase
TIDAK ADA JEJAS SEL
Gambar 1-7 Pembentukan radikal bebas (A, alas), jejas sel akibat kerja radikal bebas penentang (8, kiri bawah), dan netralisasinya dengan mekanisme antioksidan selular (C, kanan bawah). A. Oksigen dikonversi menjadi superoksida (Or.) oleh enzim oksidatif (sepedi P-450 dan oksidase b5)dalam retikulum endoplasma, mitokondria, membran plasma, peroksisom, dan sitosol, O2-dikonversi menjadi HrO, oleh superoksida dismutase (SOD), kemudian menjadi OH'dengan reaksi Fenton dikatalisis Cu--/Fe-- (kotak merah muda). HrO, juga dibentuk secara langsung dari oksidase pada peroksisom. 8.. Resultan radikal bebas dapat merusak lipid (peroksidasi), proteln, dan DNA. Perhatikan bahwa superoksida mengatalisis reduksi Fe-'. menjadi Fe.-, jadi memperbanyak pembentukan OH' oleh reaksi Fenton. C. Enzim antioksidan utama adalah SOD, katalase, dan glutation peroksidase, Radikal bebas juga dinetralkan oleh sel pemulung (scavenger) (vitamin E,A, dan C, seda p-karoten), dan kemampuan Cu-'dan Fe--' untuk membentuk radikal diminimalisasi oleh pengikatan ion dengan protein karier (feritin dan seruloplasmin). GSH, glutation tereduksi, GSSG, glutation teroksidasi; NADPH, bentuk reduksi nikotinamid adenin dinukleotida fosfat; NO, nitrlt oksida
r
r
Aratioksidan endogen atatr eksogen (misal, vitamirl E, A, dan C, serta B-karoten)juga dapat mcnghambat pembentr-rkan radikal bebas atau memLrlLrng radikal bebas ketika selesai dibentuk.
Meskipun zat besi dan tembaga yang diionisasi bebas dapat mengatalisis pembentukan spesies oksigen reaktif, rinsur tersebut biasanya diasingkan oleh cadangan dan/atau protein transpor (misalnya, transferin, feritin, dan seruloplasmin).
Cedera Kimiarnri Zat kimia menginduksi jejas se1 dengan salah satu dari dua mekanisme umnm berikr.rt ini:
I
Bcbernpn znt kimin bekt:r jn secnrn Inngxtng dengnn cnrn bergnbung dengnn komponen molckulttr kritis tttnu orgnnel selulnr. Misalnya, pada keracunan merkurj klorida, merkuri berikatan dengan gugrls suiflridril
berbagai protein membran sel, menyebabkan inhibisi transpor yang berganttrng ATPase dan meningkatkan permeabilitas membran. Banyak agen kemoterapeutik antineoplastik dan antibiotik juga menginduksi kerusakan sel dengan efek sitotoksik langsung yang serlrpa. Pada kondisi ini, ytng menggunalmn, mengnbsorpsi, mengekskresi, ntau mengonsentrnsikan
IcertLsnknn tarbesnr tertnhnn oleh sel
senL/tua.
12 T BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN I
konstan terus mengalami siklus dari satu mitosis ke mitosis
€u6t
berikutnya. Sel permanen yang tidak membelah telah keluar dari siklus dan diarahkan untuk mati tanpa pembelahan leblh lanjut. Sel stabil istirahat dalam fase Go tidak mengalami siklus lagi ataupun tidak mati dan dapat diinduksi untuk memasuki siklus kembali oleh rangsang yang sesuai.
o
Sel target yang
Sel sekretoris
berdekata
n
PENi BER]AN SINYAL SINAPTIK
-\ ganas yang mnngkin terjadi. (lleh karena itu, sebagai contoh, pada saat DNA dirltsak (misalnya, oleh iradiasi trltraviolet), protein stlpresor tumor TP53 (duh-r p53; yaitu suatu protein fosforilasi dengan berat molekul 53
/:
ti
;.'j
PEN/BERIAN SINYAL ENDOKRIN
kD; Bab 6) akan distabilkan dan mengindtrksi transkripsi CDKNlA (dulu p21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan sel dalam fase G, atalr G2 sampai DNA dapat diperbaiki; pada tahapan tersebut, kadar TP53 rnenurun, CDKNlA berkr-rrang, dan sel dapat
DNA terlalu luas, peristiwa unttlk kaskade TP53 akan memulai suatu diri(npoptosis, bunuh meyakinkan sel agar melakltkan Bab 1 dan 6).
Pembuluh darah
melanjr"rtkan tahapan. Jika kerttsakan
Sekresi hormon ke dalam darah oleh kelenjar endokrin Sel target yang jauh
Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda.
Berdasarkan kemampuan regenerasi serta hubungannya terhadap sikh.rs sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Dengan mengecualikan jaringan yang
terutama tersusttn atas sel permanen yang tak membelah (misalnya, otot jantung dan saraf), sebagian besar sel matttr memiliki perbandingar"r jumlah yang beragam antara sel yang tertts membelah, sel istirahat yang terkadang kembali ke sikh-rs sel, dan sel yang tidak membelah (Gbr. 3-3). Periratikan bahwa kemampuan
Gambar 3-4 Pola umum pemberian sinyal intrasel (lihat teks). (Dimodifikasi dari Lodish, et al [eds]: Molecular Cell Biology, 3'd ed. New York, WH Freeman, 1995.)
sel untuk berproliferasi pada tlmllmnya berbanding
terbalik dengan tingkat diferensiasinya.
BAB 3 PEMULIHAN JARINGAN: RECENERASI DAN FIBROSIS SEL r
a
I
Sel labil. Sel ini terus membelah (dan terus-menerlls mati). Regenerasi terr rdi dari suatu poptlasi sel stem dengan kemampuan berproliferasi yang relatif tidak terbatas. Pada saat sel stem membelah, satu anak
sel mempertahankan kemampuannya untuk membelah (pembaruan diri), sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel nonmitotik yang melanjutkan fungsi normal jaringan. Sel labi1meliputi sel hematopoiesis dalam sumsllm tulang dan juga mewakili sebagian besar epitel permnkaaan, yaitu permlrkaan skuamosa bertingkat pada kulil, rongga mnlut, vagina, dan serviks; epitel kuboid pada duktus yang mengalirkan produksi organ eksokrin (misalnya, kelenjar iiur, pankreas, traktus biliaris); epitei kolumnar pada traktus gastrointestinal, Lrterus, dan tuba fallopi; serta epitel transisional pada saluran kemih. Sel stnlti!. Dalam keadaan normalnya, sel ini dianggap istirahat (atau hanya mempunyai kemampuan replikasi yang rendah), tetapi mampll membelah diri dengan cepat dalam hal merespons cedera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan kelenjar yang paling padat, yaitu hati, ginjal, pankreas, dan sel endotel yang melapisi pembuluh darah, serta fibroblas dan sel jaringan ikat otot polos (mesenkim); proliferasi fibroblas dan sel otot polos
a
sangat penting dalam hal merespons cedera dan penyembuhan lrrka.
Sel perffianen. Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif dalam kehidupan pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian besar nenron dan sel
memengaruhi pengeluaran gen yang terlibat dalam jalur pengendalian perLr,rmbuhan norm al, yang disebu t protoonkogen. Pengeluaran gen ini diatur secara ketat selama regenerasi dan pemulihan normai. Perubahan pada struktur atau pengeluaran protoonkogen dapat
mengubah gen tersebtit menjadi onkogen, y.ang berperan pada karakteristik pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada kanker; oleh karena itu, proliferasi sel normal dan abnormal dapat mengikuti jalur yang sempa (Bab 6). Terdapat suatu daftar panjang (dan tems bertambah) mediator terlarut yang dikenal. Daripada berr.rpaya untuk menylrsLrn daftarnya yang melelahkan, dalam bab selanjutnya kami hanya akan menyoroti molekul terpilih dan terbatas pada molekul yang berperan pada proses penyembuhan Untuk saat ini, kami membahas konsep L1mrlm serta jalur pemberian sinyal yang lazim.
Pemberian Sinyal oleh Mediator Terlarut. Pemberian sinyai dapat terjadi secara langsung antara sel yang berdekatan, atau melewati jarak yang lebih jauh (Gbr. 3-4). Sel yang berdekatan berhubungan melalui gnp junctions, yaitu saluran hidrofilik sempit yang menghr-rbungkan kedua sitoplasma sel dengan baik. Saluran tersebut memungkinkan pergerakan ion kecil, berbagai metabolit, dan molekvl second messe.nger potensial, tetapi bukan makromolekul yang iebih besar. Pemberian sinynl ekstrosel melalui mediator terlarrit terjadi dalam empat bentuk yang berbeda:
I
otot jantr-rng. Oleh karena itu, cedera pada otak atau janbr-rng
bersifat ireversibel dan hanya menimbulkan
jaringan parut karena jaringan tidak dapat berproliferasi. Meskipun otot rangka biasanya
I
dikategorikan sebagai jenis sel permanen, sel satelit yang melekat pada selubung endomisium benarbenar memberikan suatu kemampuan regenerasi. Terdapat juga beberapa bukti bahwa sel otot jantung
dapat berproliferasi setelah terjadi nekrosis
Gambaran Umum. Pertumbtthnn dan diferensinsi sel bergnntung padn sinyal ekstrnsel yang bernsnl drtri medintor terlarut dnn matrilcs ECM (lihat pembnhnsnn ECM padabagian berikutnya). Meskipun banyak mediator kimiawi memengaruhi pertumbuhan sel, yang terpenting adalal't faldor pertumbuhnn polipeptidn yang beredar di dalam serlrm atau yang diproduksi secara lokal oleh sel. Sebagian besar faktor pertumbuhan
memiliki
efek pleiotropik; yaitu, selain merangsang proliferasi sel, faktor ini juga memerantarai beragam aktivitas lainnya, termasuk migrasi dan diferensiasi sel serta remodeling jaringan sehingga terlibat dalam
berbagai tahap penyembuhan luka. Faktor
pertumbuhan menginduksi proliferasi sel dengan
Pemberian sinyal nutokrin; saat suatu mediator terlarut bekerja secara menonjol (atau bahkan eksklusif) pada sel yang menyekresinya. Jalur ini penting pada respons imun (sitokin) dan pada hiperplasia epitel kompensatoris (misalnya, regenerasi hati). Pemberian sinyal pnrnkrin, berarti mediator hanya memengaruhi sel yang sangat berdekatan. Untuk melaksanakannya, hanya memerlukan diftisi minimal, yang sinyalnya didegradasi dengan cepat, dibawa oleh sel lain, atau terperangkap di dalam ECM. Jalur ini penting untuk merekrlrt sel radang
menuju tempat infeksi dan rurtuk proses pe-
miokard.
Mediator Terlarut
69
I
nyembuhan luka terkontrol. Sinaptik, yang jaringan saraf yang teraktivasinya
J
hubung sel khusus Ginnps) menuju sel target, seperti saraf atau otot lain (Bab 23). Endokrin, yang substansi pengaturnya, misalnya
menyekresi neurotransmiter pada sr-ratu peng-
hormon, dilepaskan ke dalam aliran darah dan bekerja pada
se1
target yang berjauhan.
Oleh karena sebagian besar molekul pemberi sinyal terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah ( Degradasi
f
ECIV
MenShambat
TIMP
Gambar
3-12-
Regulasi metaloproteinase matriks. Empat mekanisme yang terlihat mencakup (1) regulasi sintesis oleh berbagai faktor pertumbuhan atau sitokirr, (2) inhibisi sintesis oleh kortikosteroid atau faktor pertumbuhan P (TGF-{f ) pengubah, (3) regulasi aktivasi prekursor yang disekresikan, tetapi inaktif, dan (4) blokade enzim oleh inhibi-
tor metaloproteinase jaringan spesifik (TlMp). ECM, matriks ekstraselular; EGF, epidermal growth factor, lL-j, interleukin 1; PDGF, platelet-derived growth faclon TN F, tumor necrosis factor. (Dimodifikasi dari Matrisian LM: Metalloproteinases and their inhibitors in matrix remodeling. Trends Genet 6:122,1gg0.)
membahas sel dan faktor yang mengaLur sintesis ECM.
Degradasi kolagen dan komponen ECM lainnya dilakukan oleh suatu kelompok metaloproteinase (disebut demikian karena ketergantungannya pada ion
untuk melakukan aktivitasnya); metaloproteinase ini harus dibedakan dengan elastase neutrofil, katepsin G, plasmin, dan proteinase serin lain yang dapat pula memecah ECM, tetapi bukan metaloenzim. Metaloproteinase, meliputi kolagennse interstisinl, yang memecah kolagen fibril tipe I,II, danIII; gelatinase (atau kolagenase tipe I\1, yang memecah kolagen amorf dan seng
fibronektin; dan stromelisin, yang mengatabolisasi berbagai unsur pokok ECM, termasuk proteoglikan, laminin, fibronektin, dan kolagen amorf. Enzim ini dihasilkan oleh berbagai macam jenis sel (fibroblas, makrofag, neutrofil, sel sinovial, dan beberapa sel epitel), serta sintesis dan sekresinya diatur oleh faktor pertumbuhan, sitokin, fagositosis, bahkan tekanan fisik (Gbr.3-12). Sintesis dihambat oleh TGF-B dan secara farmakologis dapat ditekan dengan steroid.
Karena berpotensi menimbuikan kerusakan berat pada
jaringan, nktiuitns metaloproteinose dikendnliknn secara ketet. Oleh karena itu, enzim ini secara khusus dihasilkan sebagai prekursor inaktif (zimogen) yang harus diaktifkan pertama kali; hal ini dilakukan oleh bahan kimiawi tertentu (misalnya, HOCI ) atau protease
tertentu (misalnya, plasmin) yang mungkin hanya muncul pada tempat jejas. Selain itu, kolagenase aktif
dapat dihambat dengan cepat oleh inhibitor
metaloproteinase jaringan (TIMP, tisstre inhibitor of
metalloproteinase) tertentu, yang dihasilkan oleh
sebagian besar sel mesenkim (Lihat Gbr. 3-12). Kolagenase dan inhibitornya diatur secara spasial dan temporal (ruang dan waktu) pada penyembr.than luka. Enzim tersebut penting untuk pembersihan (debridement)lokasiyang mengalami jejas dan untuk remodeling ECM yang diperlukan nntuk memulihkan setiap defek jaringan.
BAB 3 PEMULIHAN JARINGAN: REGENERASI DAN FIBROSIS SEL I
FAKTOR PERTUMBUHAN PADA REGENERASI SEL DA,N FIBROSIS Meskipun terdapat susunan faktor pertumbuhan yang mengesankan (dan faktor pertumbuhan baru terus
ditemukan), di sini kami hanya meninjau ulang faktor yang mempunyai suatu kerja bersasaran luas, atau yang terlibat khusus dalam mengarahkan proses penyembuhan pada tempat jejas. Tabel 3-1 merangkum faktor terpenting dalam angiogenesis, rekrutmen sel ke lokasi jejas, proliferasi fibroblas, serta deposisi atau remodeling kolagen. Perhatikan, meskipun sering kali
terdapat sumber yang beragam untuk faktor per, tumbuhan ini pada tempat je1as, biasanya yqng terpenting adalnh makrofag aktif.
r
PDCF berikatan dengan dua jenis reseptor, dengan
spesifisitas ligan yang berbeda (u dan g) yang mempunyai aktivitas protein kinase intrinsik. FGF adalah suatu kelompok polipeptida yang berikatan erat dengan heparin dan molekul anionik lain (sehingga mempunyai afinitas yang kuat pada
BM); selain merangsang pertumbuhan, FGF menunjukkan sejumlah aktivitas lain. Secara khusus, bFGF merekrut makrofag dan fibroblas di tempat luka dan mampu menginduksi semua tahapan yang diperlukan untuk angiogenesis (lihat pembahasan sebelumnya); aktivitas ini dihasilkan oleh makrofag aktif dan sel lainnya. TGF-pmempunyai efek pleiotropik dan sering kali menimbulkan efek yang bertentangan. TGF-B dihasilkan dalam bentuk inaktif oleh beragam jenis
meliputi trombosit, endotel, sel T, serta makrofag aktif, dan TGF-B harus dipecah secara proteolitik (misalnya, oleh plasmin) untuk menjadi fungsional. Meskipun merupakan penghambat pertumbuhan untuk sebagian besar tipe sel epitel sel, yang
EGF bersifut mitogenik unttrk sejttmlah sel epitel dan fibroblas. EGF merangsang pembelahan sel dengan
berikatan pada reseptor tirosin kinase pada membran sel (ERB B-1), diikuti dengan fosforilasi
serta peristiwa aktivasi lain, seperti telah digambarkan sebelumnya. TGF-cr bersifat homolog terhadap EGF, berikatan dengan reseptor EGF, dan menr-rnjuk-
r
79
kan aktivitas biologis yang serupa dengan aktivitas biologis EGF. PDGF merupakan suatu heterodimer rantai-A dan rantai-B kationik (ketiga kombinasi yang mungkin-
AA, AB, dan BB-disekresikan dan aktif secara biologis). Sementara dilepaskan dari granula cx trombosit setelah aktivasi (sesuai dengan sebutannya), PDGF juga dihasilkan oleh makrofag teraktivasi, sel endotel dan sel otot polos, serta berbagai
macam tumor. PDGF menginduksi migrasi dan proliferasi fibroblas,.sel otot polos, dan monosit, tetapi mempunyai perangkat proinflamasi juga.
dalam kultur, TGF-B mempunyai efek yang bermacam-macam pada proliferasi sel mesenkim. Dalam konsentrasi rendah, TGF-B menginduksi sintesis dan sekresi PDGF sehingga secara langsung bersifat mitogenik. Namun, pada konsentrasi tinggi, TGF-B merupakan inhibitor pertumbuhan karena memblokade pengeiuaran reseptor PDGF. TGF-B
juga merangsang kemotaksis fibroblas serta produksi kolagen dan fibronektin oleh sel, sementara pada saat yang sama menghambat degradasi pemecahan matriks ekstraselular oleh metaloproteinase. Semua efek ini cenderung membantu fibrogenesis, dan TGF-B mempmyai peranan yang semakin besnr pnda fibrosis yang terdapat pnda keadaan peradangan kronik.
Tabel 3.1. FAKTOR PERTUMBUHAN UTAMAPADAPENYEMBUHAN LUKA
EGFATAUTGF-cr
FDGF
bFGF
TGFa
VEGF
lL-1 atauTNF
Angiogenesis Kemotaksis 0 0
+ +
+
+
0
+
Fibroblas Sel endotel
+
+
+
+
0
.+
Sintesis Kolagen
+
+
+
#
0
+
Sekresi Kolagenase
+
+
+
+
0
+
Monosit Fibroblas Sel endotel
+
+ +
0 0 +
+
0 0
Proliferasi +
0
#
+
0 atau
-
++,peranutama; +,merangsang;-,menghambat; +,efekvariabel (tergantungdosis); 0,tidakadaefek; bFGF, basicfibroblast growthfactor,EGF,epidermal grovvthfactoflL-1, interleukin 1',PDGF,platelet-derivedgrowthfactor,TGF-cr, transforminggrovvth faclorcr;TNF, tumor necrosis factor,VEGF, vascular endothelial growth factor.
80 r BAB 3 PEMULIHAN JARINGAN:
I
REGENERASI DAN FIBROSIS SEL
VEGF sesungguhnya merupakan suatu rangkaian
glikoprotein dimerik yang memiliki homologi parsial terhadap PDGF. Aktivitas VECF pada mulanya diisolasi dari tumor, dan mempunyai peran sentral bagi pertumbuhan angiogenesis tumor. VEGF juga meningkatkan angiogenesis pada perkembangan embrionik normal, penyembuhan isof orm
J
luka, dan keadaan peradangan kronis, serta bertanggung jawab terhadap peningkatan permeabilitas vaskular yang bermakna. Keadaan tersebut merupakan aktivitas terakhir yang menyebabkan peningkatan deposisi protein plasma (misalnya, fibrinogen) dalam matriks ekstraselular serta menyiapkan snatu stroma cadangan untuk pertumbuhan ke dalam pada fibroblas dan sel endotel, sehingga memiliki semua efek tidak langsung pada jenis sel lain. Sitokin dalam berbagai kasus (dibahas dalam Bab 2 sebagai mediator peradangan) juga merupakan faktor perbumbuhan. IL-1 dan TNF, misalnya menginduksi proliferasi fibroblas. Keduanya juga bersifa t kemotaktik terhadap fibroblas dan merangsang sintesis kolagen dan kolagenase oleh sel ini. Hasil akhir kerjanya cenderung bersifat ftbrogenik.
01
03
3
Hari
Gambar 3-1 3 Tahap penyembuhan luka secara berurutan.(Dimodiflkasi dari Clark
RA: ln Gold-smith LA [ed]: Physiology, Biochemistry, and Molecular
Biology of the Skin, 2nd ed, Vol L New York, Oxford University Press, 1991 ,p577 )
Penyembuhan Primer PENYEMBUHAN LUKA Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang korr,pleks, tetapi umumnya terjadi secara teratur. Jenis
sel khusus secara beruntun pertama-tama akan membersihkan jejas, kemudian secara progresif membangun dasar (scffilding) untuk mengisi setiap defek yang dihasilkan. Peristiwa tersebut tertata rapi melalui keadaan saling memengaruhi antara faktor pertumbuhan terlarut dan ECM; faktor fisik juga turut berperan, termasuk tenaga yang dihasilkan oleh perubahan bentuk sel. Penyembuhan luka akhimya dapat diringkas menjadi serangkaian proses (Gbr. 3-13) seperti yang telah kami bahas sebelumnya:
r I r r t )
Induksi respons peradangan akut oleh jejas awal Regenerasi sel parenkim (jika mungkin) Migrasi dan proliferasi, baik sel parenkim maupun sel jaringan ikat Sintesis protein ECM Remodeling unslrr parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan Remodeling jaringan kekuatan luka
ikat untuk memperoleh
Di sini, kami menggambarkan secara khustls proses penyembuhan luka kulit. Proses ini melibatkan, baik regenerasi epitel maupun pembentukan parut jaringan
ikat, dan merupakan penggambaran prinsip umum Iang berlaku pada penyembuhan luka di semua jaringan. Namun, seharusnya disadari bahwa setiap jaringan yang berbeda di dalam tubuh memptLnyai sel dan gambaran khusus yang metnodifikasi skema dasar
yang dibahas di sini.
Salah satu contoh paling sederhana pemi"rlihan luka adalah penyembuhan sLratu insisi bedah yang bersih dan tidak terinfeksi di sekitar jahitan bedah (Gbr. 314). Proses ini disebut dengan penyttunn primer, alatr penyembtthcn primer. Insisi tersebut hanya menyebab-
kan robekan fokal pada kesinambr-rngan membran basa-
lis epitel dan menyebabkan kematian sel epitel dan
jaringan ikat dalam jumlah yang relatif sedikit. Akibatnya, tegenerasi epitel menonjol daripada fibrosis. Ruang insisi yang sempit segera terisi oleh darah
bekuan fibrin; dehidrasi pada permukaan menghasilkan suatr.r keropeng yang menutupi dan melindungi tempat penyembr"rhan. Dnlnm zunktu 24 jnm, netttrofil akan muncr.rl pada tepi insisi, dan bermigrasi menuju bekuan fibrin. Sel basal pada tepi irisan epidermis mulai menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis. Dalam waktu 24 hingga 48 jam, sel epitel dari kedua tepi irisan telah mulai bermigrasi dan berproliferasi di sepanjang dermis, dan mendepositkan komponen membran basalis sa;'rt dalam perjalanannya. Sel tersebut bertemu di garis tengah di bawah keropeng permukaan, menghasilkan
suatu iapisan epitel tipis yang tidak puttrs. Padn hari ke-3, neutrofil sebagian telah besar
digantikan oleh makrofag, dan jaringan grantrlasi secara progresif menginvasi ruang insisi. Serat kolagen
pada tepi insisi sekarang timbr-rr, tetapi mengarah vertikal dan tidak menjembatani irrsisi. Proliferasi sel epitel berlanjr-rt, menghasilkan suatr-r lapisan epidermis penutup yang menebal. Pads hnri ke-5, neovaskularisasi mencapai pr-rncak-
nya karena jaringan granulasi mengisi rtrang insisi. Serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai
BAB 3 PEMULIHAN JARINGAN: REGENERASI DAN FIBROSIS SEL I
81
PENYEMBUHAN SEKUNDER
PENYEMBUHAN PRIMER
24 jam
l\,4
itosis
Jaringan granulasi 3 sampai 7 hari ?
*
Makrofag Fibroblas
Kapiler baru
wz< t;-te *:a -,-.-,'=.5000
sistem hematopoietik Gelisah dan mengantuk, diikuti oleh kejang, koma, dan kematian dalam beberapa jam
r
Rentang letal bagi manusia untuk iradiasi tubuh-total
dimulai pada sekitar 200 rad, dan pada 700 rad kematian pasti terjadi apabila tidak dilakukan intervensi medis. Telah teridentifikasi tiga sindrom radiasi akut yang fatal: (1) hematopoietik, (2) saluran cerna, dan (3) otak-yang diuraikan secara singkat pada Tabel 8-11.
r
PENY.AKIT GIZE Jutaan orang di negara yang belum atau sedang berkembang mengalami kelaparan atau nyaris kelaparan, sementara mereka yang hidup di negara industri
berjuang untuk menghindari kalori dan kegemukan atau ketakutan bahwa apa yang mereka makan akan menyebabkan aterosklerosis dan hipertensi. Oleh karena itu, kelebihan atau kekurangan gizi terus menjadi masalah utama bagi sebagian besar manusia. Makanan yang memadai harus menyediakan (1) energi yang cukup, dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan protein, untuk kebutuhan metabolik sehari-hari; (2) asam amino dan asam lemak (esensial dan non-
r
E
Ketidaktahuan dan kemiskinan. Kaum tuna wisma, usia lanjut, dan anak miskin sering menderita mal-
nutrisi energi-protein (PEM) serta defisiensi trace ntttrients. Bahkan, kaum berada mungkin tidak menyadari bahwa bayi, remaja, dan perempuan hamil memerlukan tambahan gizi. Alkoholisme kronis. Pecandu alkohol kadangkadang menderita PEM, tetapi lebih sering mengalami defisiensi beberapa vitamin, terutama tiamin, piridoksin, folat, dan vitamin A karena kombinasi defisiensi gizi, gangguan penyerapan di saluran cerna, penyimpangan pemakaian dan penyimpanan nutrien, peningkatan kebutuhan metabolik, dan peningkatan kecepatan pengeluaran. Tidak disadarinya kemungkinan defisiensi tiamin pada pasien dengan alkoholisme kronis dapat menl,efafkan terjadinya kerr"rsakan otak ireversibel (misal, psikosis Korsakoff, dibahas pada Bab 23). Penyakit akut dan kronis. Laju metabolik basal (bnsnl
metsbolic rafe, BMR) mengalami percepatan di banyak penyakit (pada pasien dengan luka bakar luas, BMR dapat meningkat dua kali lipat), sehingga kebutr-rhan harian akan semua nutrien meningkat. Kegagalan menyadari kenyataan ini dapat mengganggu pemulihan. Pembatasan makanan secara sengaja. Anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan lainnya yang tidak terlalu nyata mengenai banyak orang yang khawatir akan citra tubuh atau mengidap ketakutan irasional terhadap penyakit kardiovaskular. Penyebab malnutrisi lainnya yang jarang adalah sindrom malabsorpsi, penyakit genetik, terapi obat tertentr-r (yang menghambat penyerapan atau peng-
gunaan nutrien tertentu), dan nutrisi parenteral to-
esensial) sebagai bahan bakr (btLilding blocks) untuk sintesis fungsional serta struktural protein dan lemak; dan (3) vitamin dan mineral, yang berfungsi sebagai koenzim atau hormon dalam jalur metabolisme vital atau, seperti halnya kalsium dan fosfat, sebagai komponen struktural yang penting. Pada malnutrisi primer, satu atau semua komponen tersebut tidak terdapat
Bagian berikulnya hanya membahas bagian 'kuiit' gangguan gizi. Perhatian khusus ditujukan pada PEM, defisiensi sebagian besar vitamin dan trnce minerol, obesitas, dan ulasan singkat tentang hubungan makan-
dalam makanan. Sebaliknya, pada malnutrisi sekunder, atau terkondisi, pasokan nutrien memadai tetapi terjadi malnutrisi akibat malabsorpsi nutrien, gangguan penggunaan atau penyimpanan nutrien, peningkatan pengeluaran nutrien, atau peningkatan kebutuhan akan nutrien. Ketidaktahuan tentang kandungan gizr dan makanan juga berperan me-
Malnutrisi Energi-Protein
nyebabkan malnutrisi. Defisiensi besi sering ditemukan pada bayi yang diberi makan hanya diet susu buatan.
tal (TPN).
an dengan aterosklerosis dan kanker. Nutrien dan masalah gizi lain dibahas dalam konteks penyakit spesifik di bagian iain buku ini.
PEM berat merupakan penyakit serius yang sering mematikan. Penyakit ini sering ditemukan di negara dunia ketiga, yaitu hampir 25"/, anak terkena, dan
merupakan faktor utama dalam tingginya angka
BAB A PENYAKIT LINGKUNGAN kematian pada anak berusia kurang dari 5 tahun. PEM bermanifestasi dalam berbagai sindrom klinis, yang
semllanya ditandai dengan kurang memadainya asupan protein dan kalori makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dua ujung spektrum penyakit dikenal sebagai marasmus dan kwssiorkor. Dalam membahas kelainan ini, perh"r diingat bahwa dari sudut pandang fungsional, terdapat dua kompartemen pro, tein dalam hrbuh: kompartemen protein somatik, yang
diwakili oleh otot rangka, dan kompartemen protein viserai, yang diwakili oleh simpanan protein di organ dalam, terutama hati. Kedua kompartemen ini diatur secara berbeda, dan, seperti yang akan kita lihat, kompartemen somatik terkena lebih parah pada marasmLls, dan kompartemen viseral berkurang lebih parah pada kwasiorkor. Sebelum membahas gambaran klinis marasmus dan kwasiorkor, perlu dikemukakan beberapa hal mengenai penilaian klints undernutrition (kurang gizi) dan beberapa dari ciri khas metaboliknya. Diagnosis PEM mudah ditegakkan pada benh-rknya yang paling parah; pada bentuk ringan sampai sedang,
pendekatan yang lazim adalah dengan membandingkan berat badan untuk tinggi terLentu dengan tabel baku; parameter Iain juga bermanfaai, termasuk evaiuasi simpanan lemak, massa otot, dan protein serum. Dengan hilangnya iemak, ketebalan lipatan kulit (yang mencakup kulit dan jaringan subkutis) berkurang. Apabila kompartemen protein somatik mengalami katabolisme, terjadi penurunan massa otot yang
tercermin dalam berkurangnya lingkar lengan atas. Pengukuran kadar protein serllm (albumin, transferin, dan protein lain) dapat menunjukkan cukup tidaknya kom pa rtemen protein visera. Di seluruh dnnia, korban tersering PEM adalah anak-anak. Seorang anak yang beratnya kurang dari
Krunsiorkor terjadi
J
327
jika kekurangan protein relatif
lebih besar daripada penurunan kalori tota1. Kwasiorkor adalah bentuk PEM tersering yang ditemukan pada anak Afrika yang disapih (sering terlalu dini karena melahirkan bayi baru) sehingga hanya diberi makan
karbohidrat. Prevalensi kwasiorkor juga tinggi di negara miskin di Asia Tenggara. neniuk yang lebih ringan dapat ditemukan di selurnh dunia pada orangorang dengan diare kronis; pada keadaan tersebut, terjadi pengeluaran protein (misal, proteinlosing enteropnthies, sindrom nefrotik, atau setelah luka bakar luas). Krussiorkor merupnknn benttrk mnlruftrisi yang lebih pnroh dnripoda marasmus. Tidak seperti pada marasmus, kekurangan protein yang mencolok menyebabkan sangat berkurangnya kompartemen protein visera sehingga terjadi hipoalbuminemi a yang menyebabkan edema generalisata atau dependen (Gbr. B-16). Berat anak dengan kwasiorkor berat biasanya 60% sampai B0% dari normal. Namun, penltrunan berat yang sesungguhnya Lersamar oleh peningkatan retensi cairan (edema). Perbedaan lain dengan marasmlts adalah bahwa lemak subkutis dan massa otot relatif tidak terpengaruh. Anak dengan kwasiorkor memperlihatkan lesi ktrlit yang khas, berupa daerah hipopigmentasi, deskuamasi, dan hipopigmentasi yang berselang-seling sehingga timbul gambaran "cat terkelupas". Kelsinnn rambut antara lain adalah penurunan warna secara keseluruhan atau pita-pita gelap dan pucat pada rambut; tekstur yang halus; dan kurangnya daya lekat rambut ke kulit kepala. Gambaran lain yang membedakan kwasiorkor dengan marasmus adalah per::T
80% normal dianggap mengalami kurang gizi (malnourished). Apabila angkanya kurang dari 60% berat normal untuk jenis kelamin, tinggi, dan usia, anak tersebut dianggap mengidap tnarasmus. Anak marasmus
j i:
mengalami retardasi pertumbuhan dan kehilangan otot. Hilangnya massa otot terjadi akibat katabolisme dan deplesi kompartemen protein somatik. Hal ini tampaknya merupakan respons adaptasi yang berfungsi menyediakan asam amino sebagai sumber energi
bagi tubuh. Yang menarik, kompartemen protein viseral, yang mungkin lebih berharga dan sangat penting Llntuk kelangsungan hidup, tidak banyak berktrrang sehingga lcsdnr slbumitl serLLm nlrmal atau hanyo sedikit berkurang. Selain protein otot, lemak subkutis juga dimobilisasi dan digunakan sebagai bahan bakar. Dengan lenyapnya otot dan lemak subkutis, ekstremitns tampnk kurus (emasiasi); bila
I I
#
dibandingkan, kepala tampak terlalu besar bagi tubuh. Ditemukan anemia dan manifestasi defisiensi multivi-
tamin, dan terdapat tanda-tanda defisiensi kekebalnn, terutama imunitas yang diperantarai oleh sel T. Oleh
Gambar 8-16
karena itu, biasanya pasien juga menderita infeksi dan
infeksi tersebut menimbulkan stres tambahan pada tubuh yang telah lemah.
Kwasiorkor. Bayi memperlihatkan edema generalisata yang tampak sebagai pembengkakan wajah, lengan, dan tungkai.
328
T
BAB B PENYAKIT LINGKUNGAN
lemttkon hati yang membesar (akibat berkurangnya sintesis protein pengangkut) dan kecenderungan meng-
alami apati, gelisah, dan kehilangan nafsu makan. Seperti pada marasmus, kemungkinan terdapat defisiensi vitamin lain serta ganggttan imunitns dan infeksi sektLnder. Yang terakhir ini memperparah keadaan katabolik sehingga timbul lingkaran setan. Perlu ditekankan bahwa marasmus dan kwasiorkor merupakan dua ujung stiatu spektrlrm, dan banyak terdapat tumpangtindih. PEM sekunder tidak jarang terjadi pada pasien kronis atau pasien rawat inap di Amerika Serikat. Tabel B-12 meringkaskanbentr"rk sekunder dari kedua sindrom
ini. Suatu bentuk yang parah dari PEM sekunder, disebnt kahelcsin, ditemukan pada kanker stadium lanjut (Bab 5). Penciutan tubr-rh ini tampak sangat jelas dan sering memberi pertanda kematian. Walaupun ke-
hilangan nafsu makan dapat menjelaskan ha1 ini, kaheksia dapat terjadi sebelum nafsu makan menurltn. Sejumlah penjelasan pernah ditawarkan, termasuk peningkatan laju metabolisme istirahat dan pembentukan sitokin katabolik oleh tumor, termasuk IL-1, TNF, dan iL-6.
penurunan enzim usus halus yang terutama bermanifestasi sebagai defisiensi disakaridase. Oleh karena itu, bayi dengan kwasiorkor mula-mula mungkin tidak berespons terhadap makanan yang berasal dari
susu dan berkalori penuh. Dengan pengobatan, kelainan mukosa bersifat reversibel. Sumsum tulang pada kwasiorkor dan marasmus
mungkin hipoplastik, terutama karena penurunan jumlah prekursor sel darah merah. Seberapa besar keiainan ini disebabkan oleh defisiensi protein dan folat dan seberapa besar karena penurunan sintesis transferin dan seruloplasmin masih belum jelas. Oleh karena itu, biasanya ditemukan anemia, terutama anemia hipokromik mikrositik, tetapi adanya defisiensi folat
secara bersamaan dapat menyebabkan anemia campuran mikrositik-makrositik. Otak pada bayi yang lahir dari ibu yang malnutrisi dan yang mengidap PEM selarna 1 sampai 2 tahun pertama kehidupannya oleh sebagian peneliti dilaporkan mengalami atrofi serebrum, penurunan jumlah neuronl dan gangguan mielinisasi substansia alba.
Banyak perubahan
lain mungkin
ditemukan,
termasuk (1) atrofi timus dan limfoid (lebih nyata pada kwasiorkor daripada marasihus), (2) perubahan anatomik yang dipicu oleh infeksi, terutama cacing endemik dan paraiit iain, dan (3) defisiensi zat giii penting lainnya, sepeti yodium dan vitamin.
MORFOLOGI Perubahan anatomik pokok pada PEM adalah (1) kegagalan pertumbuhan; (2) edema perifer pada kwasiorkor; dan (3) hilangnya lemak tubuh dan atrofi otot, terutama pada marasmus.
Hati pada kwasiorkor membesar dan berlemak, tetapi tidak pada marasmus; jarang terjadi sirosis.'
Pada kwasiorkor (jarang pada marasmus), usus halus memperlihatkan penurunan indeks mitotik di kriptae kelenjar, disertai atrofi mukosa dan hilangnya vilus dan mikrovilus. Pada kasus seperti ini, terjadi
Tabel
l\noreksia Nervosa dan Bulimia Anoreksia nervosa adalah kelaparan yang disengaja, rnenyebabkan penrlrllnan berat badan men-
colok; bulimia adalah keadaan seorang pasien yang
makan banyak kemudian memicu dirinya untuk muntah. Gangguan makan ini terutama terjadi pada perempuan mudayang semula setrat, tetapi mengalami obsesi untuk menjadi kurtts.
8-12. PERBANDINGAN SINDROM MALNUTRISI ENERGI-PROTEIN SEKUNDER BERAT MIRIP-MARASMUS DAN MIRIP-KWASIORKOR
Sindrom
Situasi
Klinis
Perjalanan
Gambaran Klinis
PEM mirip
marasmus Penyakit
kronis
Berbulan-bulan
(misal, penyakit paru obstruktif kronis, kanker) PEM mirip-kwasiorkor Penyakitkatabolik Bermingguminggu akut trauma berat, luka bakar, sePsis)
(misal,
Temuan
Prognosis
Laboratorium
Penyakit Riwayat penurunan beral Penciutan otot Hilangnya lemak subkutis Lemak dan otot normal Ederna
Protein serum normal atau sedikit berkurang
Bervariasi, ber-
Albumin serum