Rita

February 14, 2019 | Author: lee | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Rita...

Description

MAKALAH

TAKSONOMI HEWAN (FILUM PORIFERA)

OLEH NAMA: PASKALIS KIIK NIM

:1606050017

\

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Porifera berasal dari bahasa latin, porus yang berarti lubang, dan ferre yang berarti membawa atau mempunyai. Porifera adalah salah satu contoh Avertebrata. Berdasarkan asal katanya, porifera ini merupakan kelompok hewan yang mempunyai pori. Hewan porifera merupakan hewan multiseluler yang paling sederhana. Filum porifera atau dikenal juga dengan nama spons merupakan hewan bersel banyak (metazoa) paling sederhana dan  primitif. Dikatakan demikian karena kumpulan sel-selnya belum terorganisir dengan baik dan  belum mempunyai organ maupun jaringan sejati. Walaupun porifera tergolong hewan, hewan, namun kemampuan geraknya sangat kecil dan hidupnya bersifat menetap. Menurut susunan porositnya, porifera di bagi dalam tiga tipe, yaitu ascon  ascon  (saluran  poros),  sicon ( schypa,  schypa, saluran celah), dan leucon  leucon  (saluran banyak celah). Secara umum  bentuk tubuh seperti piala atau jambangan. Satu ujung memanjang dan melekat pada dasar laut. Sel tubuh sebelah luar berbentuk pipih terdiri atas sel-sel ephitelium. ephitelium. Sel sebelah dalam disebut koanosit atau endodermis. Pada tubuh porifera terdapat  spongocoel , ostium  ostium  dan oskulum. B.

Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan fhyllum polifera? 2. Bagaimana morfologi dan anatomi dari fhyllum Porifera? 3. Bagaimana fisiologi dari fhyllum porifera? 4. Bagaimana anatomi dari fhyllum Porifera? 5. Bagaimana reproduksi dari fhyllum Porifera? 6. Bagaimana klasifikasi dari fhyllum Porifera? 7. Bagaimana habitat dari fhyllum fhyllum Porifera? Porifera? 8. Bagaimana peranan spesies dari fhyllum Porifera?

C.

Tujuan

1. Menjelaskan pengertian dari fhyllum porifera. 2. Menjelaskan morfologi dan anatomi dari fhyllum Porifera. 3. Menjelaskan fisiologi dari dari fhyllum fhyllum porifera. porifera.

4. Menjelaskan anatomi dari fhyllum Porifera. 5. Menjelaskan reproduksi dari fhyllum Porifera. 6. Menjelaskanklasifikasi dari fhyllum Porifera. 7. Menjelaskan habitat dari fhyllum Porifera. 8. Menjelaskan peranan spesies dari fhyllum Porifera.

BAB II PEMBAHASAN

A.

Pengertian Filum Porifera

 Nama Porifera berasal dari bahasa latin, porus yang berarti lubang, dan ferre yang berarti membawa atau mempunyai. Porifera adalah salah satu contoh Avertebrata. Berdasarkan asal katanya, porifera ini merupakan kelompok hewan yang mempunyai pori. Hewan porifera merupakan hewan multiseluler yang paling sederhana. Filum porifera atau dikenal juga dengan nama spons merupakan hewan bersel banyak (metazoa) paling sederhana dan  primitif. Dikatakan demikian karena kumpulan sel-selnya belum terorganisir dengan baik dan  belum mempunyai organ maupun jaringan sejati. Walaupun porifera tergolong hewan, namun kemampuan geraknya sangat kecil dan hidupnya bersifat menetap. Pada awalnya porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam porifera. Dari 10.000 spesies porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili Spongillidae. Umumnya terdapat di  perairan jernih, dangkal dan menempel pada substrat. Beberapa menetap di dasar perairan  berpasir atau berlumpur.

Menurut susunan porositnya, porifera di bagi dalam tiga tipe, yaitu ascon  (saluran  poros),  sicon ( schypa, saluran celah), dan leucon  (saluran banyak celah). Secara umum  bentuk tubuh seperti piala atau jambangan. Satu ujung memanjang dan melekat pada dasar laut. Sel tubuh sebelah luar berbentuk pipih terdiri atas sel-sel ephitelium. Sel sebelah dalam disebut koanosit   atau endodermis. Pada tubuh porifera terdapat  spongocoel , ostium  dan oskulum. Spongocoel adalah rongga pada tubuh porifera. Ostium  adalah pori-pori bagian luar tubuh yang merupakan mulut pada porifera. Bagian ini berfungsi sebagai tempat masuknya air dan zat makanan. Oskulum adalah tempat pengeluaran air dan sisa pencernaan dari tubuh  porifera. Pencernaan makanan dilakukan oleh koanosit, kemudian diteruskan oleh sel amoebosit , selanjutnya diteruskan ke seluruh tubuh. Makanan porifera berupa zat organik. Perkembangbiakan porifera secara seksual dan aseksual. Secara seksual dilakukan oleh sel-sel kelamin. Secara aseksual dilakukan dengan membentuk tunas. Tunas tersebut dapat memisahkan diri dari induknya setelah dewasa. B. Ciri Morfologi

1. Tubuhnya umumnya berwarna terang, hijau,kuning,jingga, merah dan

ungu, jaringan

 berwarna gelap 2. Tubuh tersusun atas banyak sel (multiseluler) 3. Tubuh terbentuk agak silindris atau menyerupai vas bunga 4. Tubuh bagian luar berpori-pori yang berhubungan dengan suatu ruangan disebelah dalam yang disebut spongocoel 5.

Tubuh didukung oleh spikula dari kalsium karbonat atau silikat,protein spongin fiber

atau kombinasi dari dua yang terakhir 6.

Tidak ada mulut ataupun alat pencernaan makanan. Pencernaan makanan berlangsung

dengan cara intraselluler 7.

Hewan dewasa sessil dan memiliki daya regenerasi yang tinggi.

C.Anatomi

Tubuh spons sendiri memiliki tekstur yang tersusun dari fibril kolagen pada bagian mesofil, serat spongin (ditemukan pada beberapa Ordo Demospongiae), dan komponen skeleton anorganik seperti kalsium karbonat (CaCO3) (pada Calcarea) atau silika (SiO2) (pada

Hexactinellida,

Demospongiae,

Homoscleromorpha).

Komponen

penyusun

skeleton anorganik ditunjukkan dengan adanya spikula yang bentuknya ada yang terpisah,  bergabung, saling menyambung seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. skleteon anorganik pada berbagai spesies porifera. [a] Oopsacas minuta (Hexactinellida); [b] Neophrisspongia nolitangere (Demospongiae, 'Lithistida'); [c] Plakortis sp. (Homoscleromorpha); [d] discohexaster dari O. minuta  (Hexactinellida); [e] Geodia neptuni  (Demospongiae, Astrophorida); [f]  Artemisina arcigera (Demospongiae, Poecilosclerida); [g] Suberites domuncula  (Demospongiae, Hadromerida); [h] acanthotylostyle dari  A. arcigera (Demospongiae, Poecilosclerida); [i] bentuk diode, triode dan calthrop dari  Plakina  sp. (Homoscleromorpha) [j]  Hymeraphia stellifera (Demospongiae, Poecilosclerida); [k] Clathrina contorta (Calcispongiae, Calcinea).

Struktur Organisasi Sel Porifera Hewan ini memiliki struktur berupa dua lapisan sel epitel yakni pinacoderm dan choanoderm (Gambar 3). Sel pinacoderm ditunjukkan adanya sel berbentuk datar yang disebut dengan pinacocyte yang mana sel tersebut merupakan lapisan di bagian luar dan berfungsi sebagai saluran sistem air. (Gambar 4 dan 5). Adapun sel choanoderm memiliki bentuk sel seperti kerah baju yang menghubungkan dengan ruangan choanocyte (Gambar 6). Ruangan antara lapisan luar pinacocyte dengan sistem air terdapat  jaringan mesofil. Mesofil ini bersifat inert namun dinamis serta kompleks. Di dalam mesofil ini juga terdapat simbion yang berupa mikroba tertentu.

Gambar 2. Diagram (a) pinacoderm, (b, c) pinacocyte, (d) er - endoplasmis reticulum. Gc Golgi complex. mt - mitokondria. n - nukleus. v - vaukola.

Sistem saluran air Sistem sirkulasi air merupakan ciri khas dari porifera yang terdiri atas  bagian berupa ostia, saluran masuk, apopyle, ruangan koanosit, prosopyle, sal uran keluar dan osculum (Gambar 3).

Gambar 3.Sistem saluran air pada spons.

Air masuk dimulai dari suatu saluran yang disebut sebagai ostia dan selanjutnya air  bergerak menuju ke ruangan koanosit dan kemudian menuju ke saluran keluar yang bermuara  pada oskulum. Aliran air dalam sistem ini disebabkan oleh gerakan dari flagel sel koanosit. Berdasarkan tipe saluran air pada sponges, maka a da 4 tipe saluran yakni: 1. Askon (asconoid ) –  rongga internalnya memiliki pola saluran yang jelas. 2. Sikon ( syconoid )  –   ruangan koanosit memanjang melalui seluruh bagian tubuh spons dari korteks hingga atrium; 3. Sylleibid –   ruangan koanosit memanjang dan tersusun secara radial di sekitar rongga atrium yang mengalami invaginasi. 4. Leukon (leuconoid )  –   koanosit disusun secara menyebar di dalam ruangan koanosit  pada bagian mesofil (Gambar 4)

Gambar 4. Tipe saluran air pada porifera (a) askon, (b) sikon, (c) sylleibid, (d) leukon. D. Fisiologi Organ-organ dalam proses fisiologi sebagai berikut:         

Oskulum : tempat keluarnya air yang berasal dari spongosol. Mesoglea : lapisan pembatas antara lapisan dalam dan lapisan luar. Porosit : saluran penghubung antara pori-pori dan spongosol. tempat masuknya air. Spongosol : rongga di bagian dalam tubuh porifera. Ameboid : sel yang berfungsi mengedarkan makanan. Epidermis : lapisan terluar. Spikula : pembentuk/penyusun tubuh. Flagel : alat gerak koanosit. Koanosit : sel pelapis spongosol seta berfungsi sebagai pencerna makanan. di bagian ujungnya terdapat flagel dan di pangkalnya terdapat vakuola. Dengan organ  – organ tersebut maka filum porifera menpunyai proses fisiologi sebagai berikut:

Sebagai mana kita ketahui porifera hidup dari memakan bakteri atau plankton yang berada di air. Bakteri atau plankton tersebut di dapat dari penyerapan yang dilakukan pori-pori (pore) yang terdapat di lapisan luar porifera. Air yang masuk kedalam tubuh porifera melalui pori porinya tersebut kemudian disaring dengan cara menggerakan flagel yang terdapat pada koanosit yang merupakan sel pelapis spngosol. Di spongosol makanan ditelan secara fagositosis dan oksigen diserap secara difusi oleh koanosit.Sisa pembuangan dikeluarkan melalui lubang yang disebut oskulum. Zat makanan dan oksigen selalin digunakan oleh koanosit, sebagian juga ditransfer secara difusi ke sel-sel yang selalu bergerak seperti amoeba, yaitu amoebosit (sel amoeboid).Fungsinya pun sama yaitu mengedarkan makan dan oksigen keseluruh sel-sel tubuh lainnya.setelah itu makana dikeluarkan melalui osculum.



Porifera mencari makan adalah sebagai berikut

Pori-pori yang terdapat di permukaan tubuh disebut ostium, merupakan celah tempat masuknya air yang membawa zat makanan. Pori tersebut berlanjut ke rongga tubuh yang disebut spongosoel atau atrium. Bila air yang masuk ke spongosoel membawa zat makanan, zat-zat ini akan dialirkan dan selanjutnya dicerna oleh sel-sel koanosit, sisanya dibuang kembali ke spongosoel yang akhirnya akan dibuang ke lu ar tubuh melalui lubang oskulum.

struktur porifera

struktur porifera E. Reproduksi Porifera

Porifera bersifat hermaprodit, koanosit menghasilkan spermatozoid dan amoebosit menghasilkan ovum. Jika spermatozoid membuahi ovum akan membentuk zigot yang dapat  berkembang menjadi embrio. Embrio akan keluar dari induk melalui oskulum, kemudian melekat di suatu tempat menjadi individu baru. Reproduksi aseksual dilakukan dengan membentuk tunas eksternal atau tunas internal (gemmula). Jika kondisi lingkungan buruk, hewan induk mati dan gemmula akan bertahan serta kelak akan tumbuh menjadi individu baru.

Spongilla gemmule

Porifera ada yang bersifat monosious (hermafrodit ) dan ada juga yang  bersifat diosious. Berkembang biak dilakukan secara: 1.

Seksual

2.

Non seksual 1.

Perkembangbiakan seksual

Perkembangbiakan secara seksual belum dilakukan dengan alat kelamin khusus. Baik ovum maupun spermatozoid berkembang dari sel-sel amubosit   khusus yang disebut arkeosi.  Ovum yang belum atau telah dibuahi oleh spermatozoid tetap tinggal didalam sel induknya(mesoglea). Setelah terjadi pembuahan, maka zigot akan mengadakan pembelahan berulang kali, akhirnya terbentuk larva berambut getar yang disebut amphiblastula,  dan amphiblastula ini kemudian akan keluar dari dalam tubuhnya

melalui

oskulum.

Setelah

amphiblastula

ini

tiba

di

lingkungan

eksternal,dengan rambut getarnya kemudian ia akan berenang-berenang mencari lingkungan yang bisa menjamin kelangsungan hidupnya (kaya dengan O 2 dan zat-zat makanan). Larva ini kemudian akan kemudian akan berubah menjadi  parenchymula. Bila telah menemukan tempat yang sesuai, maka ia akan melekatkan diri pada suatu objek tertentu dan selanjutnya tumbuh menjadi porifera baru. 2.

Perkembangbiakan Non Seksual Perkembangbiakan secara non seksual dilakukan dengan cara: 1. Membentuk tunas atau kuncup kearah luar yang kemudian memisahkan diri dari induknya dan hidup sebagai individu baru 2. Dengan membentuk kuncup ke arah dalam ( gemul= butir benih). Cara ini terjadi

sebagai

penyesuaian

diri

terhadap

lingkungan

yang

kurang

menguntungkan. Gemul dibentuk dari sel arkeosit,dikelilingi oleh dinding tebal dari kitin dan diperkuat oleh spikula, serta dilengkapi oleh zat makanan. Cara reproduksi demikian umumnya ditemukan pada porifera yang hidup di air tawar.

F. Klasifikasi Spikula merupakan struktur tubuh yang berperan penting untuk membedakan jenis-jenis Porifera. Bentuk dan kandungan spikula ini digunakan sebagai dasar klasifikasi Porifera. Berdasarkan

sifat spikulanya, Filum Porifera dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Kelas Calcarea, Hexatinellida, dan Demospongia. Berikut penjelasannya:

1. Kelas Calcarea

Anggota kelas ini mempunyai rangka yang tersusun dari zat kapur (kalsium karbonat) dengan tipe monoakson, triakson, atau tetrakson. Koanositnya besar dan biasa hidup di lautan dangkal. Tipe saluran airnya bermacam-macam. Hidup soliter atau berkoloni. Mereka memiliki ciri khusus berupa spikula yang terbuat dari kalsium karbonat dalam bentuk kalsit atau aragonit. Beberapa spesies memiliki tiga ujung spikula, sedangkan pada beberapa spesies lainnya memiliki 2 atau empat spikula. Sponge Calcarea pertama kali muncul pada masa Cambrian dan memiliki keanekaragaman  paling tinggi pada periode Cretaceous. Analisis molekuler terbaru menunjukkan bahwa, kelas Calcarea seharusnya dimasukkan sebagai filum, khususnya untuk kelas calcacea yang  pertama kali menyimpang dari kingdom Animalia. Jenis sponge lainnya termasuk dalam filum Silicarea. [ 1.1. Diversitas (Keanekaragaman) Calcarea Ada sekitar 400 spesies sponge pada kelas Calcarea. [2] 1.2. Daerah Persebaran Calcarea Sponge Calcarea dapat ditemukan di seluruh daerah lautan, khususnya pada daerah laut yang memiliki suhu yang hangat. 1.3. Habitat Calcarea Habitat sponge Calcarea sebagian besar pada laut yang bersuhu hangat, sponge Calcarea  biasanya ditemukan di perairan dangkal yang terlindung dan memiliki kedalaman kurang dari 1000 m. Pada daerah tropis calcarea berasosisasi dengan terumbu karang. 1.4. Reproduksi Calcarea Kebanyakan sponge bereproduksi secara aseksual dengan regenerasi jaringan. Sponge  juga dapat bereproduksi secara seksual dengan menjadi hermaprodit, sperma dan telur dapat direproduksi secara berurutan atau pada waktu yang sama. Sel sperma dan telur dilepaskan di dalam air dan dibuahi antar spesies. Telur yang dibuahi akan berkembang menjadi larva yang berenang bebas. 1.5. Perkembangan Calcarea Sponge ini memiliki sel amoeboid yang berbeda di dalam mesohil (lapisan gelatin yang tersusun atas sel-sel amoebosit yang dapat bergerak mengambil makanan dari sel koanosit dan mendistribusikannya ke seluruh bagiann tubuh porifera.). Di dalam mesohil, sponge memiliki bentuk sel sepeti amoeba yang berbeda-beda. Acheochytes adalah sel berukuran  besar dengan ukuran inti sel yang besar. Sel-sel ini bersifat totipoten, yang artinya sel ini dapat berkembang menjadi berbagai macam jenis sel. Sklerosit, mampu mengakumulasi kalsium di dalam mesohil untuk memproduksi spikula, tiga sklerosit akan melebur menjadi satu untuk membentuk spikula pada ruang antar sel. [3, 4]. Sklerosit adalah sel khusus yang

mensekresi struktur termineralisasi pada dinding tubuh beberapa invertebrata. Pada sponge, sklerosit mensekresikan spikula kalkareus atau sil ikeus yang terdapat pada lapisan mesohil. Contoh jenis yang menjadi anggota kelas ini adalah Leucosolenia sp., Scypha sp., Cerantia sp., dan Sycon gelatinosum. Perhatikan Gambar 2.

Gambar 2. Sycon gelatinosum (museum.wa.gov.au) 1.6. Subkelas dari Kelas Calcarea 1.6.1. Subkelas Calcinea

Memiliki larva yang disebut parenchymella (padat, kompak, dengan lapisan luar berupa sel  berflagela; flagela koanosit (collar cells) muncul secara independen di inti, sebagian besar spesies memiliki 3 spikula; sistem penecernaannya bertipe ascon, sycon, atau jenis leucon; sponge pharetronid dengan kerangka kaku yang terdiri dari spikula yang menyatu atau  jaringan berkapur; genus yang termasuk dalam subklas ini adalah Clathrina, Leucetta, Petrobiona (pharetronid). [ Berikut ini adalah ordo dari Subkelas Calcinea, yaitu : 1.6.1.1. Ordo Clathrinida Clathrinida merupakan ordo dari Calcinea. Anggota ordo ini memiliki kerangka berkapur, dan merupakan organisme laut laut. Sponge ini memiliki struktur asconoid dan tidak memiliki membran kulit dermal atau korteks. Spongocoel ini dilapisi dengan koanosit (collar cell). 1.6.1.2. Ordo Leucettida Leucettida merupakan ordo dari subklas Calcinea. Sponge pada ordo ini memiliki susunan ruang berflagella atau struktur leukonoid yang memutar. Leukonoid adalah saluran air dari ostium dihubungkan ke spongocoel melalui banyak percabangan. Ordo ini juga memiliki membran kulit atau korteks. pongocoel ini tidak dilapisi dengan koanosit, sel-sel koanosit hanya ada pada ruang berflagella. Leucascidae dan Leucaltidae adalah dua famili dari ordo ini. 1.6.1.3. Ordo Murrayonida

Murrayonida adalah jenis sponge laut yang merupakan ordo dari Calcinea. Murrayonida  berbeda dari Calcinea lainnya, dimana sponge ini dengan memiliki kerangka yang lebih kuat, sponge Murrayonida juga memiliki korteks yang melindungi cormus dan sistem aquiferous leukonoid [8]. Ordo ini terdiri dari tiga spesies yang sudah dikenal, masing-masing berada dalam famili sendiri: Murrayona phanolepis pada famili Murrayonidae, Lelapiella incrustans  pada famili Lelapiellidae, dan Paramurrayona corticata pada famili Paramurrayonidae.  Murrayona phanolepis  ditemukan oleh CW Andrews di Pulau Christmas, kemudian dideskripsikan dan dinamai oleh Kirkpatrick (1910); Kirkpatrick mengusulkan nama spesies itu untuk menghormati Sir John Murray, yang membiayai ekspedisi ke Pulau Natal. 1.6.2. Subkelas Calcaronea

Calcaronea adalah subclass di Calcarea. Subkelas ini adalah Calcarea dengan triactines dan sistem basal tetractines sagital (yaitu sinar spicula membuat sudut yang tidak sama satu sama lain), sangat teratur. Pada masa ontogenesis atau morfogenesisnya, spikula pertama yang disekresikan adalah diactina. Choanositanya memiliki apinucleata. Calcaronea memiliki larva amphiblastula. Berikut ini adalah ordo dari Subkelas Calcaronea, yaitu : 1.6.2.1. Ordo Baerida Baerida merupakan ordo dari kelas Calcaronea. Berida merupakan Calcaronea Leukonoid dengan kerangka yang tersusun dari microdiactines, di mana microdiactines berada pada  bagian ter tentu dari kerangkanya, seperti pada bagian choanoskeleton atau kerangka atrium. Pada umumnya memiliki spikula yang besar di dalam kerangka kortikal, di mana spikula tersebut menginvasi sebagian atau seluruh bagian choanoderm. Pada sponge dengan korteks yang diperkuat, pori-pori inhalansia dapat dibatasi dengan saringan yang berbentuk seperti  bagian pada bantalan ostia. Tetractines kecil berbentuk seperti belati (pugioles) pada umumnya merupakan satu-satunya kerangka yang berfungsi sebagai sistem aquiferous exhalant. Meskipun kerangkanya dapat sangat diperkuat oleh adanya lapisan padat microdiactines di wilayah tertentu, kerangka berkapur aspicular tidak ada pada ordo ini. 1.6.2.2. Ordo Leucosolenida Leucosolenida merupakan ordo dari sponge berkapur pada kelas Calcarea di dalam filum Porifera. Leucolenida adalah Calcronea yang pada kerangkanya tidak memiliki spi kula. 1.6.2.3. Ordo Lithonida Lithonida adalah ordo dari sponge berkapur pada kelas Calcarea di dalam filum Porifera. Lithonida merupakan Calcaronea dengan kerangka yang diperkuat, yang tersusun dari basal actines yang terdiri dari tetractines atau basal kaku yang terdiri dari kalsit. Spikula diapason umumnya ada pada ordo ini dan memiliki sistem saluran leukonoid. [14] 1.6.2.4. Ordo Sycettida Sycettida merupakan ordo dari Calcaronea pada kelas Calcarea. Sycettida terdiri dari kelompok sponge berkapur yang agak beragam, yang termasuk pada famili Sycettidae, Heteropiidae, Grantiidae, Amphoriscidae, dan Lelapiidae. Koanosit dengan inti apikal terbatas pada ruang flagella dan secara umum tidak pernah melapisi spongocoel. Famili dari

Sycettidae menyerupai ordo Leucosoleniida dalam hal hampir tidak memiliki membran dermal atau korteks yang dimiliki oleh lima famili lainnya. Kerangka yang paling besar (spikula triradiate) ditemukan pada famili Lelapiidae.

2. Kelas Hexatinellida

Pada anggota Kelas Hexatinellida, spikula tubuh yang tersusun dari zat kersik dengan 6 cabang. Kelas ini sering disebut sponge gelas atau porifera kaca (Hyalospongiae), karena  bentuknya yang seperti tabung atau gelas piala. Tubuh berbentuk silinder atau corong, tidak memiliki permukaan epitel. Contoh anggota kelas ini adalah  Hyalonema sp.,  Pheronema sp., dan Euplectella suberea. Perhatikan Gambar 3.

Gambar 3. Euplectella aspergillum (Wikimedia Commons) 2.1. Deskripsi Hexactinellida atau sering disebut sponge kaca tersebar di seluruh dunia, terutama pada kedalaman antara 200 dan 1000 m. Kelompok sponge ini jumlahnya sangat melimpah di Antartika. Semua sponge kaca berdiri tegak, dan memiliki struktur khusus di pangkalnya untuk melekat kuat pada dasar laut. Secara morfologi bentuknya radial simetris, biasanya silinder, tetapi ada  juga yang berbentuk cangkir, guci, atau bercabang. Keti nggian rata-rata hexactinellida adalah antara 10 dan 30 cm, tetapi beberapa dapat tumbuh menjadi cukup besar. Hexactinellida memiliki rongga sentral yang luas (atrium) dimana ai r melewati rongga tersebut, spikula yang  berbentuk seperti anyaman topi yang rapat melapisi osculum pada beberapa spesies. Hexactinellida kebanyakan memiliki warna yang pucat. Sponge kaca paling mirip dengan sponge syconoid, tetapi sponge kaca terlalu banyak berbeda secara internal dibandingkan dengan syconoid. 2.1. Biologi Sponge kaca dapat dengan mudah dibedakan dengan sponge lainnya dengan pemeriksaan secara internal. Kerangka hexactinellida seluruhnya terbuat dari silika. Spikula yang mengandung silika ini umumnya terdiri dari tiga duri perpendicular (oleh karena itu mereka

memiliki enam titik, sehingga mereka disebut sebagai hexactine), yang pada umumnya menyatu, sehingga membuat hexactinellids memiliki kekakuan struktural yang berbeda dari sponge lainnya. Bagian yang tegang di antara spikula jaringan syncytial yang besar dari selsel tubuh yang lembut. Air memasuki tubuh melalui ruang di dalam untaian syncytial. Di dalam syncytia terdapat unit fungsional mirip dengan koanosit yang ditemukan pada sponge lainnya, tetapi unit-unit ini sangatlah kekurangan inti sel, sehingga lebih sering disebut sebagai collar bodies daripada collar cells. Hexactinellida berflagella, pergerakan dari flagela merekalah yang menyebabkan aliran air melewati sponge ini. Di dalam syncytia ada sel fungsional sebanding dengan archaeocytes yang ada pada sponge lainnya, tetapi sel-sel ini tampaknya memiliiki mobilitas yang terbatas. Hexactinellida kekurangan miosit, sehingga tidak mampu berkontraksi. Sementara Hexactinellid tidak memiliki struktur saraf, mereka mengirimkan sinyal-sinyal listrik di seluruh tubuh melalui jaringan lunak syncytial. 2.2. Reproduksi Hanya sedikit yang diketahui tentang reproduksi hexactinellid dan perkembangannya. Sperma ditransfer ke organisme lain melalui air, dan kemudian harus membuat jalan sendiri menuju ke sel telur. Setelah pembuahan, larva diinkubasi selama waktu yang relatif lama, sehingga mereka bahkan membentuk spikula dasar sebelum dilepaskan sebagai larva  parenchymella. Hal ini berbeda dari larva sponge lainnya yang jarang memiliki flagela atau alat gerak lainnya. Setelah larva menempel di dasar laut, larva bermetamorfosis, dan sponge dewasa mulai tumbuh. Hexactinellids merupakan sponge yang mudah berkembangbiak. 2.3. Perkembangan dan Pola Makan Sponge kaca murni filter feeder. Sponge hidup pada material detritus makroskopik, mengkonsumsi bahan selular, bakteri, dan partikel abiotik yang sangat kecil. Partikel kecil diambil ke dalam melalui arus yang diciptakan oleh collar bodies, partikel tersebut diserap  pada saat melalui saluran di dalam sponge. Collar bodies dilapisi dengan microvili yang menjebak makanan, dan kemudian melewati vakuola melalui collar bodies menuju ke dalam syncytia. Archaeocytes di antara helai syncytial bertanggung jawab untuk distribusi dan  penyimpanan makanan. Archaeocytes kemungkinan juga bertanggung jawab pada beberapa hal untuk menangkap makanan. Hexactinellida tampaknya kurang selektif terhadap makanan yang mereka telan (setiap makanan yang cukup kecil untuk menembus syncytium dicerna oleh mereka). Karena mereka meiliki sedikit membaran luar dan kurangya ostia, hexactinellida tidak dapat mengkontrol seberapa banyak air yang melewati tubuh mereka. Diyakini bahwa stabilitas lingkungan perairan dalam memungkinkan hexactinellids untuk  bertahan meskipun kekurangan dalam hal ini. 2.4. Pola Hidup Hexactinellida hidup secara sessile / menetap. Bahkan larvanya pun tampaknya tidak menunjukkan gerakan, tidak seperti spons lainnya, hexactinellida tidak berkontraksi ketika dirangsang. 2.5. Nilai Ekonomis Seperti sponge lainnya, hexactinellida bisa menjadi sumber obat-obatan, meskipun potensi mereka sebagian besar belum dieksploitasi. Sebagian besar sponge kaca belum terpegaruh

oleh kegiatan manusia. Di Jepang, sponge ini diberikan sebagai hadiah pernikahan. Hexactinellida dari spesies tertentu terlibat dalam hubungan simbiosis dengan udang. Pada saat kecil, dua udang dengan jenis kelamin berbeda memasuki atrium sponge, dan setelah tumbuh dengan ukuran tertentu kedua udang tersebut tidak bisa pergi. Mereka makan dari materi yang dibawa oleh arus yang dihasilkan oleh sponge, dan kemudian akhirnya udang tersebut bereproduksi. Sebuah kerangka sponge kaca yang di dalamnya terdapat dua udang diberikan sebagai hadiah pernikahan di Jepang. Saat ini hanya sedikit usaha yang sedang dilakukan untuk melestarikan spesies hexactinellida. Ada nilai yang besar untuk tetap menjaga populasi sponge kaca yang sehat, karena dapat memegang rahasia ratusan juta tahun evolusi, dan mungkin telah menghasilkan evolusi bahan kimia potensial yang berguna bagi kemanusiaan. Hexactinellida dianggap berkerabat dekat dengan Demospongiae. 2.6. Ordo dari Kelas Hexatinellida Berikut ini adalah ordo dari Kelas Hexatinellida, yaitu : 2.6.1. Ordo Amphidiscosida  Amphidiscosida Schrammen ( Hexactinellida: Amphidiscophora) terdiri dari tiga famili yang terdiri dari dua belas genera, hanya Hyalonema yang dibagi menjadi subgenera berjumlah 12. Ordo ini ditandai dengan adanya amphidiscs dan tidak adanya hexasters sebagai microscleres . Semua anggotanya lophophytous, dengan bentuk tubuh yang bervariasi dari bulat telur sederhana hingga kerucut, cangkir, silinder, dan varian simetris bilateral lainnya. Dermalia dan atrialia merupakan pentactins pinular dan, jarang mempunyai hexactins, sedangkan hypodermalia dan hypoatrialia adalah oxypentactins. Jangkar Basal diketahui berupa monactins yang bergigi. Tiap famili dibedakan oleh bentuk choanosomal megascleres utama: diactins di Hyalonematidae, pentactins di Pheronematidae, dan tauactins di Monorhaphididae. 2.6.2. Ordo Amphidiscosa Amphidiscosa adalah ordo dari hexactinellida, ditandai dengan adanya amphidisc spikula, yaitu, spikula yang memiliki disk stellata di setiap akhir bagiannya. Mereka berada di kelas Hexactinellida dan subclass Amphidiscophora. Organisme ini telah ada sejak periode Ordovisium, dan masih berkembang hingga saat ini. 2.6.3. Ordo Aulocalycoida Aulocalycoida Tabachnick & Reiswig (Hexactinellida, Hexasterophora) terdiri dari dua famili dan tujuh genera. Ordo ini ditandai dengan kerangka dictyonal longgar yang dibangun di sekitar untaian / helai longitudinal utama yang tersusun dari duri dictyonal yang memanjang. Jala berbentuk tidak teratur. Antar famili dibedakan oleh detail dari konstruksi untai. Untaian Aulocalycidae mengandung filamen aksial berurutan tunggal yang terbatas  panjangnya. Untaian uncinateridae mengandung filamen aksial yang tumpang tindih yang disebabkan oleh serangkaian hexactins, duri dictyonal dari tiap individu memanjang tapi tidak terbatas pada panjangnya. Kerangkanya halus dan fleksibel karena adanya jarak pada  pertumbuhan distal, tidak seperti sponge dari hexactinosidans dan lychniscosidans yang kaku dan rapuh. 2.6.4. Ordo Hexactinosida

Hexactinosa merupakan ordo dari subkelas Hexasterophora padakelas Hexactinellida. Parenkim megascleres pada ordo ini bersatu untuk membentuk kerangka kaku dan seluruhnya terdiri dari hexactins sederhana yang tersusun secara linier paralel. Kerangka tersebut bersatu di dalam amplop sekunder silika. Beberapa contoh dari ordo ini adalah Hexactinella, Aphrocallistes, Eurete, dan Farrea. 2.6.5. Ordo Lychniscosida Ordo Lychniscosida Schrammen (Hexactinellida, Hexasterophora), merupakan ordo yang mencakup kelompok fosil yang beragam dan dominan dari komunitas bentik Cretaceous.  Namun, saat ini hanya memiliki dua famili dan tiga genera sebagai anggota terbaru. Kelompok ini ditandai dengan pembentukan kerangka dictyonal kaku oleh fusi hexactins lychniscid terutama oleh fusi duri dictyonalia berdekatan yang tersusun bersampingan (pola euretoid). Panjang duri yang membentuk bagian sisi jala dictyonal sangat terbatas hanya untuk lebar satu jala, biasanya berukuran 150-400μm. Famili pada ordo ini dibedakan oleh ketebalan unit struktural (dinding, pilar, piring) dan organisasi dictyonalia, baik dalam susunan yang terdeteksi maupun tidak terdeteksi. Unit struktural (dinding tubulus, pilar) tidak saling terhubung, namun ada kemungkinan untuk menafsirkan dinding tubulus dari Diapleuridae sebagai schizorhyses. 2.6.6. Ordo Lyssacinosida Lyssacinosida adalah ordo dari sponge kaca subkelas Hexasterophora. Sponge ini dapat dikenali dengan adanya parenkim spikula yang biasanya tidak berhubungan, dimana hal ini tidak seperti pada sponge lainnya pada subkelas yang sama, di mana spikula saling  berhubungan bak secara kuat maupun lemah untuk membentuk kerangka. 3. Kelas Demospongia

Kelas ini memiliki tubuh yang terdiri atas serabut atau benangbenang spongin tanpa skeleton. Kadang-kadang dengan spikula dari bahan zat kersik. Tipe aliran airnya adalah leukon. Demospongia merupakan kelas dari Porifera yang memiliki jumlah anggota terbesar. Sebagian besar anggota Desmospongia berwarna cerah, karena mengandung banyak pigmen granula dibagian sel amoebositnya. Contoh kelas ini antara lain Suberit   sp., Cliona  sp.,  Microciona sp., Spongilla lacustris, Chondrilla sp., dan Callyspongia sp. Perhatikan Gambar 4.

Gambar 4. Microciona sp. (dpr.ncparks.gov) 3.1. Habitat Kelas Demospongiae memiliki sekitar 4.750 spesies yang berada di dalam 10 ordo. Distribusi geografis mereka berada di lingkungan laut dari daerah intertidal ke zona abyssal, dan  beberapa spesies menghuni air tawar. 3.2. Biologi Anggota dari Demospongiae berbentuk asimetris. Demospongians tumbuh pada berbagai ukuran dari beberapa milimeter sampai lebih dari 2 meter. Mereka dapat berbentuk krusta tipis, benjolan, pertumbuhan seperti jari, atau bentuk guci. Butiran pigmen pada sel amoebocytes sering membuat anggota kelas ini berwarna cerah, seperti warna: kuning terang, oranye, merah, ungu, atau hijau. Pada demospongia, di dalam mesohil kemungkinan terdapat dua jenis spikula; megascleres dan microscleres dengan 1-4 duri, serat kolagen (spongin). Anggota Demospongiae mudah dibedakan dari Hexactinellida karena tidak memiliki enam duri spikula. Mereka memiliki struktur leukonoid, dengan choanoderm yang terlipat. Lapisan pinacoderm ada pada seluruh  bagian tubu, dan menebal pada bagian mesohil. Semakin tebal mesohil, semakin beragam  bentuk Demospongiae. 3.3. Reproduksi Demospongiae dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual, spermatosit berkembang dari transformasi koanosit, dan oosit timbul dari archeocytes. Pembelahan sel telur zigot terjadi di mesohil dan membentuk larva parenchymula dengan massa sel internal berukuran besar yang dikelilingi oleh sel flagella eksternal yang lebih kecil. Larva yang dihasilkan berenang memasuki kanal rongga pusat dan dikeluarkan dengan arus exhalant. Metode reproduksi aseksual mencakup pertunasan dan pembentukan gemmules. Pada  pertunasan, agregat sel berdiferensiasi menjadi s ponge kecil yang dikeluarkan melalui oscula. Gemmules ditemukan pada famili Spongellidae yang hidup di air tawar. Mereka diproduksi dalam mesohyl berupa gumpalan dari archeocytes yang dikelilingi oleh lapisan keras yang dikeluarkan oleh amoebocytes lainnya. Gemmules dilepaskan ketika tubuh induk rusak, dan gemmules ini mampu bertahan dalam kondisi yang keras. Dalam situasi yang menguntungkan, sebuah lubang yang disebut micropyle muncul dan melepaskan amoebocytes, yang berdiferensiasi menjadi berbagai macam jenis sel. 3.4. Perkembangan dan Pola Makan Demospongiae bersifat sessile (menetap) dan merupakan organisme bentik. Namun, larvanya memiliki flagela dan mampu berenang bebas. Semua sponge dari kelas ini adalah filter feeder, hidup dari bakteri dan organisme kecil lainnya. Air mengantarkan partikel-partikel makanan masuk melalui pori-pori luar. Koanosit menangkap sebagian besar makanan yang masuk, namun pinocytes dan amoebocytes juga dapat mencerna makanan. Partikel makanan  juga dapat dicerna langsung oleh sel-sel mesohil. Sponge dari kelas ini sangat jarang dimakan oleh hewan lain karena rasanya yang tidak enak. Namun, beberapa organisme dapat hidup

 pada sponge, dan tinggal bersama mereka sebagai simbion. Beberapa sponge pada kelas ini merupakan “pelabuhan” bagi bakteri fotosintetik, sementara beberapa jenis lainnya berfungsi sebagai perlindungan bagi organisme lain. 3.5. Nilai Ekonomis Kelompok yang paling penting dan ekonomis dari demospongians untuk manusia adalah sponge yang digunakan untuk mandi. Sponge jenis ini dipanen oleh penyelam dan juga dapat ditanam secara komersial. Sponge ini di bleaching kemudian dipasarkan, sponge jenis ini memiliki spongin sehingga mampu memberikan kelembutan dan daya serap. Meskipun tidak demospongian kurang dilestarikan dengan, masih ada catatan fosil untuk sponge pada kelas ini. Beberapa Demospongiae ada pada periode Paleozoic awal. Pada awal Cretaceous, semua ordo dari Demospongiae sudah ada. Tingkatan organisasi merupakan petunjuk yang dapat diandalkan untuk mengetahui hubungan filogenetik pada kelas Demospongiae. Namun, di antara kelas dari filum Porifera, sulit untuk membedakan hubungan evolusioner. Organisasi tidak selalu berhubungan dengan filogeni, misalnya, struktur leukonoid telah berevolusi secara independen beberapa kali. 3.6. Ordo dari Kelas Demospongia Berikut ini adalah ordo dari Kelas Demospongia, yaitu 3.6.1. Ordo Lithistida Lithistida adalah ordo dari kelas Demospongia yang memiliki kerangka retikular yang tersusun atas spikula bersilika yang bentuknya teratur dan menonjol. Sponge pada ordo Lithistida dikenal menghasilkan beragam senyawa mulai dari poliketida,  peptida siklik dan linier, alkaloid, pigmen, lipid, dan sterol. Sebagian besar senyawa ini memiliki struktur yang kompleks serta memiliki aktivitas biologis yang sangat kuat dan menarik. Sudah ada satu dekade sejak review menyeluruh yang merangkum tentang produk alami yang dihasilkan ordo sponge yang menakjubkan ini. 3.6.2. Ordo Agelasida Agelasida adalah ordo dari Demospongiae dengan acanthostyles tegak berduri (Agelas spicule), kadang-kadang disebut juga acanthoxeas. Serat spongin (serat Agelas) berintikan dan tersusun oleh acanthostyles lebih dominan hadir dalam satu famili (Agelasidae). Famili lain (Ceratoporellidae dan Astroscleridae: Astrosclera willeyana) yang disebut sclerosponges memiliki lapisan tipis jaringan hidup diatas kerangka berkapur basal. Di daerah Mediterania ada satu spesies Agelasida yang masih ada, yaitu Agelas oroides. 3.6.3. Ordo Astroporidha Definisi: Sponge dengan astrose microscleres (euaster, sterraster, metaster) kadang-kadang disertai dengan microrhabds (microxeas dan microstrongyles). Megascleres berbentuk tetractines (tetraxones), biasanya berbentuk triaenes, biasanya hampir selalu berkombinasi dengan oxeotes (hugeoxeas, strongyloxeas atau strongyles). Kerangka skeletal radial teratur, setidaknya di daerah perifer. Kedua megascleres tetractinal atau astrose microscleres

terkadang bisa hilang, dan menghasilkan genera havingoxeas dan aster, atau oxeas hanya untuk spikula. Kerangkanya radiate dan umumnya bertekstur kasar. Astrophorida (Porifera, Demospongiaep) terdistribusi luas secara geografis dan batimetrik didistribusikan secara luas. Astroporidha saat ini meliputi lima famili : Ancorinidae, Calthropellidae, Geodiidae, Pachastrellidae dan Thrombidae. Sampai saat ini, studi filogenetik molekuler termasuk spesies Astrophorida sangat langka dan jumlah sampelnya terbatas. Hubungan filogenetik pada ordo sebagian besar tidak diketahui dan hipotesis  berdasarkan morfologi sebagian besar belum teruji. Astrophorida memiliki spikula yang sangat beragam seingga membuat mereka menjadi subjek pilihan untuk menyelidiki evolusi spikula. Keterangan: Gamet dari Astrporidha hanya dikenal pada beberapa marga, dan tahap larva masih belum diketahui.  Nomenklatur: nama Astrophorida sering digunakan sebagai sinonim dari Choristida. Pada takson ini, selain Astrophorida juga terdapat Spirophorida, yang memiliki megascleres seperti Astrophorida tetapi memiliki sigmaspires yang berfungsi sebagai microscleres. [ 3.6.4. Ordo Chondrosida Definisi: Sponge tanpa megascleres, tetapi dengan bagian perifer yang sangat berkolagen, encrusting, berukuran massive hingga kecil. Tidak ada megasklera, tapi satu genus (Chondrilla) mempertahankan euaster microscleres (spheraster), yang lain (Chondrosia) tidak memiliki spikula. Contoh: Chondrilla nucula dan Chondrosia reniformis Ates. Keterangan: Hanya satu famili yang diakui, yaitu famili Chondrillidae, dengan 3 genera yang valid (total 5 genera). Biasanya, kelompok ini dimasukkan ke dalam ordo Hadromerida, tapi hanya ada bukti yang sangat sedikit mengenai hubungan kekerabatan di antara keduanya. [ 3.6.5. Ordo Dendroceratida Dalam taksonomi, Dendroceratida adalah spongedari kelas Demospongiae. Mereka biasanya ditemukan di daerah pesisir dangkal dan pasang surut, dan ada pada sebagian besar pantai di seluruh dunia. Sponge ini pada umumnya dicirikan oleh lapisan konsentris serat spongin, dan ruang berfalgella besar yang terbuka langsung ke kanal exhalant. Dendroceratida (Demospongiae) terdiri dari dua famili dan delapan genera. Sponge ini  biasanya lembut dan rapuh, kerangkanya berserat, tetapi seratnya berkurang akibat sehubungan dengan volume jaringan lunak, dan mengandung sedikit kolagen pada matriks endosomal. Seratnya bersifat dendritik atau anastomosing, di mana dalam kasus terakhir tidak ada perbedaan yang jelas antara serat primer dan serat lainnya. Serat selalu berisi empulur, tebal dan berlapis. Beberapa genera memiliki elemen seluler (degenerate spongocyte) yang ada pada kulit dan empulur (dengan jumlah yang lenih rendah). Spikula berserat bebas ada  pada satu genus. 3.6.6. Ordo Dendroceratida Definisi : Dendroceratida memiliki kerangka berupa serat, serat tersebut biasanya berkurang sehubungan dengan volume jaringan lunak dan hampir tidak ada pada beberapa genera. Kerangka terbentuk dari piringan basal yang menyebar secara terus menerus, dan berbentuk

kerangka dendritik maupun anastomosing atau retikular. Serat banyak dilapisi, biasanya cukup kuat, dan sering memasukkan unsur-unsur seluler. Spikula berserat bebas (spikuloid) dapat muncul sebagai tambahan pada kerangka utama. Choanocyte chambers berukuran  besar, berbentuk seperti kantung atau tubular-memanjang. Jumlah mesohyl rendah karena  berkaitan dengan volume ruang dan kanal, dan hanya terdapat sedikit kolagen. Hal ini, membuat sponge pada ordo ini lembut dan rapuh. Empulur di fibresis sangat berbeda dari unsur-unsur pada kulit, dan strukturnya hampir sama dengan Verongida. Sangatlah umum untuk menemukan serat dengan pigmentasi gelap yang kontras dengan pigmentasi dari mesohil, hal ini seragam pada sponge di ordo ini. ( Dictyodendrilla  sp.) ( Aplysilla rosea) ( Aplysilla cross section) G. Habitat

Pada umumnya phylum porifera hidup di air laut, yaitu tersebar atau terbentang dari sejak daerah perairan pantai (tide) yang dangkal hingga daerah kedalaman 5,5 km. familia yang hidup di air tawar biasanya termaksud pada familia  Spongilidae . fase dewasa bersifat sesil, artinya menetap pada suatu tempat tanpa mengadakan perpindahan. Hewan ini mengikatkan diri pada suatu objek yang yang keras yang dipakai sebagai tambatan, misalnya batu-batuan,kayu-kayu yang tenggelam didalam air dan ada juga yang mencangkok pada hewan-hewan mollusca . H. Peran Porifera dalam Kehidupan Manusia

Sebagai makanan hewan laut lainnya Sebagai sarana kamuflase bagi beberapa hewan laut Sebagai hiasan akuarium Sebagai alat penggosok untuk mandi dan mencuci jenis hippospongia Porifera yang dijadikan obat kontrasepsi (KB) Sebagai obat penyakit kanker dan penyakit lainnya Sebagai campuran bahan industri (kosmetik)

Gambar untuk porifera :

.

BAB III PENUTUP



KESIMPULAN

Porifera adalah salah satu contoh hewan Avertebrata, hewan porifera merupakan hewan multiseluler yang paling sederhana. Walaupun porifera tergolong hewan, namun kemampuan geraknya sangat kecil dan hidupnya bersifat menetap. Menurut susunan porositnya, porifera di bagi dalam tiga tipe, yaitu ascon (saluran poros), sicon ( schypa, saluran celah), dan leucon (saluran banyak celah). Pada tubuh porifera terdapat spongocoel , ostium dan oskulum. Habitat  porifera sebagian besar hidup di laut dan ada beberapa spesies juga yang hidup di air tawar. Fhylum Porifera dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Kelas Calcarea, Hexatinellida, dan Demospongia, tapi ada sumber lain yang mengatakan dibagi dalam 4 kelas yaitu dengan ditambahkannya kelas Sclerospongiae. Perkembangbiakan porifera ada yang bersifat monosious  (hermafrodit) dan ada juga yang bersifat diosious.  Porifera berkembang biak dilakukan secara aseksual maupun seksual. Sedangkan untuk peranannya sendiri, porifera mempunyai beberapa peranan yang berguna bagi keidupan manusia dan kehidupan di  perairan. Misalnya Spongia& Hippospongia sebagai spons mandi. Demosponga selain sebagai spons mandi juga pembersih kaca. Contoh :  Euspongia officinalis. Pengisi jok kendaraan & kuas dinding. Contoh  Euspongia pficinalis. Menghasilkan senyawa Bioaktif yang berpotensi menyembuhkan penyakit seperti kanker. Contoh :  Luffariella variabillis. Kemudian juga kegunaan di perairan yaitu sebagai makanan organisme lain seperti lumba-lumba dan tempat  perlindungan organisme lain.

DAFTAR PUSTAKA

Kimball, John W. 2007. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.  Neil, campbel & Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Ciamis: Cv. Alvabeta. Suwignyo, sugiarti. 2005. Avertebrata Air . Jakarta: Penebar Swadaya.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF