RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK

September 2, 2017 | Author: edogawa27 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Materi sumber belajar pedagogik...

Description

RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK

Oleh : Endik Kuswantoro

I. Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik A. Pendidikan Karakter Karakter merupakan suatu pola perilaku seseorang. Orang yang berkarakter baik memiliki pemahaman tentang kebaikan, menyukai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan tersebut. Orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008) adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,

tabiat,

temperamen, watak”.

Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak” Beberapa ciri orang yang memiliki karakter menurut Howard Kirschenbaum (1995) antara lain: hormat, tanggungjawab, peduli, disiplin, loyal, berani, dan toleran. Seseorang yang berkarakter mulia memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, dan tabah. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan bertindak sesuai potensi dan kesadarannya. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). David Elkind & Freddy Sweet Ph.D (2004) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya untuk membantu peserta didik memahami, peduli, dan berperilaku sesuai nilainilai etika yang berlaku. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2001), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan

pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk

pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan

warga negara yang

baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur

yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. B. Tahapan Pengembangan Karakter Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit) (Direktorat Pembinaan SMP, 2010). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Pengembangan karakter di sekolah sementara ini direalisasikan dalam

pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa. C. Langkah Penyelenggaraan Pendidikan Karakter di Sekolah Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah, pada dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran di sekolah mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler dipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti kemandirian,

kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler. Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai – nilai atau aturanaturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler meliputi: (a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka;

(b) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk

mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik; (c) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan; (d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik. Langkah-langkah implemenrasi pendidikan karakter di sekolah meliputi: (a) Perancangan, (b) Implementasi, (c) Monitoring dan Evaluasi, (d) Tindak Lanjut. a. Perancangan Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap penyusunan rancangan pendidikan karakter antara lain: 1) Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan karakter yang perlu dikuasai, dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan karakter peserta didik direalisasikan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu (a) terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; dan (b) terpadu melalui kegiatan ekstra kurikuler. 2) Mengembangkan materi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan di sekolah 3) Mengembangkan rancangan pelaksanaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah (tujuan, materi, fasilitas, jadwal, pengajar/fasilitator, pendekatan pelaksanaan, evaluasi) 4) Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan karakter disekolah Perencanaan kegiatan program pendidikan karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang setidaknya memuat unsur-unsur: Tujuan, Sasaran kegiatan, Substansi kegiatan,

Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, Mekanisme Pelaksanaan, Keorganisasian, Waktu dan Tempat, serta fasilitas pendukung. b. Implementasi Pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu terpadu dengan kegiatan pembelajaran, dan terpadu dengan kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai hal yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma, iman dan ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan dalam pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait, baik dalam kelompok mata pelajaran normatif, adaptif, dan kejuruan. Hal ini dimulai dengan pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang memuat pembentukan karakter antara lain: Olah raga (sepak bola, bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dll), Keagamaan (baca tulis AlQur’an, kajian hadis, ibadah, dll), Seni Budaya (menari, menyanyi, melukis, teater), KIR, Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA), Pameran, Lokakarya, Kesehatan, dan lain-lainnya. c. Monitoring dan Evaluasi Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter. Monitoring dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah. 2. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum. 3. Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai.

4. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan. 5. Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter. 6. Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan pendidikan karakter di sekolah. d. Tindak Lanjut Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program pembinaan pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas, sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi program. II. Teori belajar Belajar merupakan proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.Sementara pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Sementara yang dimaksud dengan teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang di dalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Terdapat dua aliran teori belajar, yakni aliran teori belajar tingkah laku (behavioristic) dan teori belajar kognitif. 1. Teori belajar behavioristic Teori

belajar

adalah

teori

yang mempelajari perkembangan intelektual (mental)

individu (Suherman, dkk: 2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Teori belajar

tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai pembelajaran terjadi

melalui

suatu

keyakinan bahwa

hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response).

Berikut dipaparkan empat teori belajar

tingkah

laku yaitu

teori

belajar dari

Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura. a. Teori Belajar dari Thorndike Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan

lebih berhasil bila respon siswa

terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa

senang

atau

kepuasan. Rasa

senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. b. Teori Belajar Pavlov Pavlov

terkenal dengan

teori

pembiasaan (conditioning). Terkait

belajar

klasik. Pavlov

dengan

kegiatan

mengemukakan konsep

belajar mengajar, agar siswa

belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah

dengan baik, biasakanlah dengan

memeriksanya, menjelaskannya,

atau memberi feed back terhadap hasil pekerjaannya.

c. Teori Belajar Skinner Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat

penting

dalam

proses

belajar. Terdapat perbedaan

antara

ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah sesuatu yang

laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan

mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih

mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur. d. Teori belajar Bandura Bandura

mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian meniru

sini bukan berarti menyontek, tetapi

meniru

hal-hal yang dilakukan

di

oleh orang lain,

terutama

guru.

Jika

tulisan

menggunakan bahasa dengan

guru

baik,

guru berbicara

yang baik dan benar, tingkah

sopan

santun dengan

laku yang terpuji, menerangkan

jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang

dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan

demikian

guru

harus menjadi

manusia model yang profesional. 2. Teori belajar Vygotsky Menurut

pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan

pengetahuan siap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk memahami masalah

atau

materi

baru. King (1994) menyatakan bahwa individu

dapat membuat inferensi tentang informasi beberapa aspek

pada

membantu

baru itu,

menarik

perspektif

dari

pengetahuan yang dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan

menguraikannya secara rinci, dan menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada dalam memori

siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang

membantu siswa mereformulasi informasi

baru

yang

struktur kognitif yang

telah dimilikinya menjadi

suatu

atau

merestrukturisasi pengetahuan lebih luas/lengkap

sehingga mencapai pemahaman mendalam.

3. Teori Belajar Van Hiele Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. van Hiele adalah seorang

guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam

pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan kesimpulan mengenai geometri. 4. Teori Belajar Ausubel

tahap-tahap

van Hiele melahirkan

beberapa

perkembangan kognitif anak dalam memahami

David

Ausubel

memberi penekanan Ausubel

adalah

seorang

pada

terkenal dengan

belajar dimulai. Menurut

proses belajar

ahli belajar

psikologi yang

bermakna dan

Ausubel belajar

dapat

pendidikan.

bermakna.

Teori

siswa

melalui

belajar

pentingnya pengulangan sebelum dikalifikasikan ke dalam dua

dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi yang disajikan pada

Ausubel

pelajaran

penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua

menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. III. Model model pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta didik dapat membangun sikap, pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian. Sasaran

pembelajaran dalam menerapkan kurikulum 2013 mencakup

pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh “mengingat,

melalui

aktivitas

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan

diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning).

Berikut ini akan diuraikan beberapa desain pembelajaran yang selaras dengan prinsip pembelajaran menggunakan kurikulum 2013. 1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya, proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali (Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a) Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, b) Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara Sistematik c) Memperoleh hasil belajar yang tinggi, d) Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, e) Mengembangkan karakter peserta didik 2. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning) Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran konvensional yang jarang menggunakan masalah nyata atau menggunakan masalah nyata hanya di tahap akhir pembelajaran sebagai penerapan dari pengetahuan yang telah

dipelajari.

kesesuaiannya

Pemilihan

dengan

masalah

pencapaian

nyata

tersebut

kompetensi

dilakukan

dasar. Tujuan

atas pertimbangan utama PBM adalah

mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru. 3. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning) Pembelajaran

Berbasis

Proyek

(PBP)

adalah

kegiatan

pembelajaran

yang

menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan

meneliti,

menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata. Dalam pembelajaran Dictionary

inquiry

disebut

Permendikbud

No.22

tahun

2016

dikatakan

bersama dengan discovery. Dalam Webster’s Collegiate

inquiry didefinisikan sebagai “bertanya tentang”

atau

“mencari

informasi”.

Discovery disebut sebagai “tindakan menemukan”. Jadi, pembelajaran ini memiliki dua proses utama. Pertama, melibatkan siswa dalam mengajukan atau merumuskan pertanyaanpertanyaan (to inquire), dan kedua, siswa menyingkap, menemukan (to discover) jawaban atas pertanyaan mereka melalui serangkaian kegiatan penyelidikan dan kegiatan-kegiatan sejenis (Sutman, et.al., 2008:x). 4. Pembelajaran Inquiry/Discovery Inquiry/discovery merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukan sekedar sekumpulan fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan atau mengkonstruksi. Dengan

kata

lain, pembelajaran merupakan proses

fasilitasi

kegiatan

penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (discovery).

IV. Evaluasi hasil belajar

Evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputisan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian tersebut memiliki tiga imlikasi rumusan. Berikut ini implikasi tersebut: 1. Evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, sebelum, sewaktu dan sesudah proses belajar mengajar. 2. Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran. 3. Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. A. Fungsi Dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam pe- nilaian. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

bertujuan

ketuntasan berdasarkan

untuk

mengetahui

penguasaan kompetensi, tingkat

penguasaan

tingkat

penguasaan kompetensi,

menetapkan

me- netapkan program perbaikan atau pengayaan

kompetensi,

dan

memperbaiki proses pembelajaran.

Berdasarkan fungsinya Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi: formatif, dan sumatif. Fungsi Formatif digunakan untuk memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada setiap kegiatan penilaian selama proses pembelajaran dalam satu semester, sesuai dengan prinsip Kurikulum 2013. Hasil dari kajian terhadap kekurangan peserta didik digunakan untuk memberikan pembelajaran remedial dan perbaikan RPP serta proses pembelajaran yang dikembangkan

guru untuk pertemuan

berikutnya. Fungsi Sumatif digunakan untuk menentukan keberhasilan belajar peserta di- dik pada KD tertentu, akhir suatu semester, satu tahun pembelajaran, atau masa pendidikan di satuan pendidikan. Hasil dari penentuan keberhasilan ini digunakan untuk menentukan nilai rapor, kenaikan kelas dan keberhasilan belajar satuan pendidikan seorang peserta didik. Evaluasi berkenaan

dengan

proses

yang

memungkinkan kita menentukan :

berhubungan

dengan

pengumpulan

informasi

yang

1. Tingkat kemajuan pengajaran 2. Ketercapaian tujuan pembelajaran. 3. Bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu mendatang. Evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran berakaitan dengan ukuran kuantitatif, sedangkan penilaian terkait dengan kualitas (Suharsimi Arikunto). Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/ bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian. V. Materi yang sulit dipahami Pada sumber belajar pedagogik dijelaskan tentang evaluasi hasil belajar, penilaian hasil belajar penting karena untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan akan tetapi bagi pembaca masih sulit untuk memahami karena pada sumber belajar kurang untuk memberikan contoh – contoh penerapannya pada proses penilaian pembelajaran. Proses penilaian pembelajaran perlu dijelaskan contoh penerapan karena proses penilaian yang cukup komplek meliputi aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan. Pada materi metode pembelajaran juga pembaca sulit untuk memahami dalam penerapannya karena pada materi sumber belajar hanya menjelaskan masing - masing tahapan – tahapan metode pembelajaran secara umum tidak memberikan contoh penerapan pada mata pelajaran tertentu sehingga masih belum jelas dalam pemahaman metode tersebut. VI. Materi esensial apa saja yang tidak ada dalam Sumber Belajar Pada materi sumber belajar pedagogik masih ada beberapa materi yang belum lengkap sehingga pembaca masih kesulitan untuk memahaminya, yaitu kurangnya contoh – contoh penerapan proses evaluasi pembelajaran selain itu juga kurangnya contoh praktek nyata atau

penerapan pada mata pelajaran tertentu, sehingga bagi pembaca dapat dijadikan acuan pada mata pelajaran yang diampu.

VII.Materi apa saja yang tidak esensial namun ada dalam Sumber Belajar Pada materi sumber belajar pedagogik menurut pembaca terlalu banyak teori – teori secara umum akan tetapi kurang dalam penerapan atau contoh pada pembelajaran tertentu, sebagai contohnya pada materi metode pembelajaran hanya dijelaskan tahap –tahap secara umum kurang memberikan contoh praktik dalam mata pelajaran tertentu, begitu juga pada materi Rencana pelaksana pembelajaran ( RPP) juga tidak ada contoh RPP pada mata pelajaran tertentu.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF