Ringkasan Buku Rachmat Soemitro
September 10, 2017 | Author: ronnie pranata | Category: N/A
Short Description
Resume...
Description
RINGKASAN BUKU RACHMAT SOEMITRO ASAS DAN DASAR PERPAJAKAN A. Mengenai Asas – Asas Dan Dasar – Dasar Perpajakan Pajak adalah utang anggota masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, dan di Indonesia falsafah pajak adalah Pancasila dan sila – silanya dijabarkan dalam undang – undang pajak. Pajak yang dipungut oleh pemerintah harus berdasarkan undang –undang dan hal ini dilaksanakan berdasarkan sumber hukum formal pajak yang terdapat dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Republik Indonesia yang menyatakan : “Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang – undang” dan juga cerminan dari sila ke empat Pancasila. Yang mana sifat daripada pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk, namun karena sifat pajak yang seperti inilah maka pajak dalam kata sehari - hari hampir menyerupai perampasan, perampokan atau pemberian hadiah, sehingga untuk memberikan paying hukum kepada kegiatan pemungutan pajak maka harus mendapat persetujuan dari rakyat yang mana dengan membentuk Undang – Undang pajak tersebut, namun kenapa harus Undang-Undang hal ini dikarenakan UndangUndang merupakan Produk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dipilih secara langsung dan demokrasi oleh rakyat, sehingga apa yang dibuat dan disetujui oleh DPR maka dianggap rakyat juga setuju. Namun penerimaan uang pajak tersebut harus digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang diklasifikasikan kedalam “pengeluaran rutin” dan “pengeluaran pembangunan”. Dan untuk mengetahui bagaimana penggunan uang pajak tersebut dijalankan maka Pemerintah membuat rancangan APBN yang diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan dan dituangkan dalam bentuk undang – undang, dan kemudian pemerintah diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan APBN tersebut untuk mendapat pengesahan dari DPR dan dimuat dalam undang – undang formal. Disamping itu rakyat juga dapat mengadakan social control di berbagai media massa atau lewat kotak pos 5000, dan mudah – mudahan dengan demikian pemerintah dapat mendengar dan membaca hal yang dikeluhkan masyarakat. Dalam pajak ada juga pengecualian, hal ini berdasarkan
pada sila kelima Pancasila yang menyatakan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sehingga pengenaan pajak harus berdasarkan pada rasa keadilan, sehingga anak – anak, wanita dan tidak mempunyai penghasilan atau pendapatannya berada dibawah pendapatan rata – rata yang ditentukan PPh maka tidak dikenakan pajak. Dan bagi mereka diluar dari hal tersebut haruslah wajib membayar pajak yang mana hal ini sebenarnya hampir sama dengan zakat. Pajak dapat dipaksakan dan bersanksi denda dan/ atau sita sedangkan zakat sanksi berupa Dosa yang akan diperhitungkan saat kita di akhirat bagi mereka yang percaya akan Tuhan dan cerminan dari sila kesatu Pancasila. Karena sifat pajak yang dapat dipaksakan maka agar kemanusian yang adil dan beradab yang merupakan cerminan dari sila kedua Pancasila maka undang – undang yang merupakan paying hukum dari pajak haruslah dirancang dan sisusun secara hati – hati, adil, berkemanusian dan harus tepa slira. Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations memberikan pedoman agar peraturan pajak memenuhi rasa keadilan, harus memenuhi empat syarat : 1. Equality atau kesamaan yang mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama (non discrimination). Equity atau keadilan yang pada umunya digunakan hakim dalam pengadilan, dan rasa keadilan juga sifatnya relatif karena tergantung dari tampat, waktu dan ideologi yang melandasinya. 2. Certainty atau kepastian hukum adalah tujuan setiap undang-undang yang mengikat umum sehingga diharapkan undang-undang haruslah jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda. Dan haruslah memahami cara dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan serta menguasai legal drafting dan legalistic drafting. 3. Convenience of Payment; pajak harus dipungut pada saat yang tepat yakni pada saat wajib pajak mempunyai uang dan hal ini merupakan hal yang memudahkan wajib pajak dan tidak terlalu membebani wajib pajak. 4. Economics of collection; bertalian dengan biaya pemungutan, yang mana uang pajak yang masuk kedalam kas Negara relative sedikit karena dikurangi dari biaya pemungutan pajak itu sendiri, sehingga pemerintahan dalam menyusun undang-undang yang baru tersebut harus mempertimbangkan hal ini.
Pajak sangat berhubungan erat dengan persatuan bangsa/ jiwa bangsa karena tanpa pajak masyarakat tidak dapat menjamin kesinambungan hidupnya, karena itu pajak berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan pada tanggal 17 agustus 1945 seluruh rakyat Indonesia bersatu mendirikan bangsa Indonesia dan berdaulat penuh termaksud dalam hal pajak yang demokratis tadi yang mana hal ini merupakan cerminan dari sila ketiga Pancasila. Dan selain alasan di atas pemungutan pajak dibenarkan dapat ditinjau dalam beberapa teori, yakni : 1. Teori Asuransi; suatu premi asuransi yang harus dibayarkan oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak – haknya dari pemerintah. 2. Teori Daya Pikul yakni setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan daya pikul masing –masing. 3. Teori Kepentingan; mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. 4. Teori Daya Beli; diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang/ angggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. 5. Teori Kewajiban Pajak Mutlak; yang menyatakan bahwa Negara itu merupakan suatu kesatuan yang didalamnya setiap warga Negara terikat. 6. Teori Pembenaran pajak Menurut Pancasila ; yang bersifat kekeluargaan dan gotong-royong dalam hal ini diartikan dilakukan bersama-sama, tanpa imbalan, yang ditunjuk untuk kepentingan umum seperti membuat jalan umum, menjaga keamanan daerah, dan sebagainya. Selain pedoman yang diatas tadi, ada syarat – syarat lain yang harus dipenuhi, yakni : 1. Syarat Yuridis, yang mengharuskan bahwa undang – undang pajak yang normatif harus memberikan kepastian hukum. 2. Syarat Ekonomis, yang menyatakan pajak merupakan pungutan atau peralihan kekayaan dari rakyat kepada penguasa tanpa ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk. Jika ditinjau dari segi individu pajak menimbulkan pengurangan penghasilan individu dan tidak ada imblannya sedangkan dari segi kemasyarakatan mengatakan bahwa adanya imbalan
secara tidak langsung bagi masyarakat seperti infrastruktur yakni keamanan, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. 3. Syarat Finansial, yang mangatakan pajak dipungut untuk memasukkan uang ke kas Negara dan harus dilakukan pertimbangan apakah biaya pemungutan pajak itu tidak terlalu besar sehingga uang pajak yang dimasukan kedalam kas Negara terlampau kecil. 4. Syarat Sosiologis, yang mana pajak merupakan gejala sosial, yang hanya terdapat dalam masyarakat , jika tidak ada masyarakat maka pajak tidak aka nada, sebab pajak itu dipungut untuk kepentingan masyarakat. Pajak dapat di approach dari beberapa segi, yakni : 1. Pendekatan segi Hukum, lazimnya disebut dengan hukum pajak yang menitik beratkan pada segi hukumnya dan pada hubungan hukumnya, sehingga pajak dilihat dari segi hak dan kewajiban: siapa yang berhak memungut pajak; apa kewajiban pemungut pajak terhadap wajib pajak; siapa wajib pajak, apa hak dan kewajiban wajib pajak terhadap fiscus; apa pajak itu dilihat dari kaca mata seorang sarjana hukum, bila hutang pajak itu timbul, bila hutang pajak itu dihapus; bagaimana cara pembayaran pajak; sanksi apa yang terdapat dalam hukum pajak; apa arti sanksi administrasi dan apa sanksi pidana. 2. Pendekatan dari segi Ekonomi, dapat dilakukan dari segi makroekonomi atau dari segi mikroekonomi. Pendekatan dari segi mikroekonomi ditekankan pada kebutuhan ekonomi dan pada income untuk pemenuhan kebutuhan individu. Dan hal ini bertentangan dengan dari segi makroekonomi yang berpandangan bahwa pajak itu diperlukan karena walaupun kita tidak secara langsung secara individu mendapat imbalan namun bagi masyarakat hal ini sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum. 3. Pendekatan dan segi Keuangan, hampir serupa dengan pendekatan dengan segi ekonomi, tetapi dengan tekanan pada segi keuangan Negara. Pajak ditinjau sebagai alat untuk mengumpulkan dan memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas Negara. 4. Pendekatan dari segi Sosiologis, yang meninjau pajak – pajak dari segi masyarakat; apa akibatnya pungutan pajak terhadap masyarakat dan apa hasil yang diberikan kepada masyarakat, sehingga pajak tidak hanya
sekedar membiayai pengeluaran rutin pemerintah tetapi sangat diharapkan untyk membiayai pembangunan. 5. Pendekatan dari segi Pembangunan, yang mana Negara tidak cukup hnaya melangsungkan hidupnya dengan menutup pengeluaran rutin dengan hasil pajak, namun harus sesuai dengan tujuan Negara yakni memberikan kemakmuran, kesejateraan kepada rakyat yang merata. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut masyarakat/ Negara melakukan pembangunan. B. Mengenai Ketentuan Umum, Istilah dan Pengertian Subjek pajak tidak dapat disamakan dengan wajib pajak, dalam UU No.16 tahun 2000 pasal 1 huruf (a) dikatakan bahwa wajib pajak sebagai orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, ditentukan melakukan kewajiban pajak, dan pasal 2 ayat (1) UU PPh menentukan yang menjadi subjek PPh adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap yang memenuhi syarat – syarat subjektif dan sekaligus menjadi wajib pajak jika memenuhi syarat – syarat objektif. Pajak memiliki masa pajak sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang yang kurang dari satu tahun atau 12 bulan berturut-turut dan khusus orang luar negeri menurut traktat menyatakan dalam waktu lebih 183 hari berada di Indonesia dianggap sebagai wajib pajak dalam negeri. Dan untuk mengetahuinya ada surat pemberitahuan yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang sesuai peraturan perpajakan. Dan dalam surat pemberitahuan masa atau SPT untuk memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu masa/ bagian dari satu tahun. Kemudian ada surat pemberitahuan tahunan mengenai pemberitahuan data yang relevan dan jumlah pajak yang terutang dalam satu tahun pajak hanya untuk PPh, ada juga surat setoran pajak yang digunakan melakukan pembayaran pejak yang terutang dikas Negara, dan surat tagihan pajak (STP) untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau untuk menagih sanksi yang berupa bunga atau denda administrasi, kemudian ada surat ketetapan pajak yang menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus dibayar, dan selanjutnya ada surat ketetapan pajak tambahan (SKPT) yang menambah kumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak, dan ada juga surat keputusan kelebihan pembayaran
pajak (SKKPP) yang menentukan kelebihan pembayaran pajak yang telah dibayar/ dipotong/ dipungut karena pajak yang telah dibayar, dipotong/ dipungut lebih besar dari pajak yang terutang. Dan ada surat pemberitaan dari Direktorat jenderal pajak kepada wajib pajak yang memberitahu bahwa jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang sudah dibayar. Dan ada juga pajak yang terutang yang mana harus dibayar pada suatu saat dalam masa tahun pajak sesuai dengan peraturan pajak. Ada juga berupa surat paksa yang berbentuk ketetapan/ beschiking untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan pajak yang mengaturnya, dan ada berupa kredit pajak untuk memperhitungkan jumlah pajak yang telah dibayar sendiri oleh wajib pajak dengan pajak yang terutang, dan kemudian ada pekerjaan bebas (profesi) yang mana pekerjaan bebas yang dilakukan seseorang yang mempunyai keahlihan khusus dalam suatu bidang tertentu sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat dalam suatu hubungan kerja, dan yang terakhir adalah tindakan pemerikasaan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam ragka melaksanakan pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk mencari bahan – bahan guna perhitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus dibayar. C. Mengenai Subjek Pajak dan Wajib Pajak Dalam hal subjek pajak terbagi atas beberapa bagian yakni subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri (pasal 2 ayat (4) UU No. 17 tahun 2000 yang bermula dan berakhirnya subjek pajak tidak ditentukan dalam undang – undang melainkan ditentukan dalam penjelasan. Warisan yang belum terbagi mulai menjadi subjek pajak penghasilan pada saat timbulnya warisan, yakni pada saat pewaris meninggal dunia, dan pada subjek badan usaha milik Negara / daerah, yayasan, koperasi dan bentuk usaha tetap yang juga merupakan subjek pajak pada saat badan usaha milik Negara/ daerah, yayasan, koperasi dan bentuk usaha tetap tersebut didirikan dan berdomisili di Indonesia. Dan kemudian dalam hal wajib pajak hampir sama dengan subjek pajak dimana terdapat wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri yang mana harus memenuhi syarat – syarat objektif.
D. Mengenai Objek Pajak Yang dapat dijadikan objek pajak sangatlah banyak baik itu keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Dan objek pajak ada yang objek pajak langsung yang dikenakan pda objek dapat dipengaruhi keadaan wajib pajak dan objek pajak tidak langsung tidak dipengarui oleh keadaan wajib pajak tetapi objek pajak saja yang menentukan. Objek pajak haruslah didefenisikan dengan tepat dan jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain diluar peraturan perundang – undangan, dan objek pajak yang pernah berlaku di Indonesia terdiri dari : 1. Objek pajak pendapatan (Ordonansi PPd 1944, stb 1944 No.17) 2. Objek pajak perseroan (Pasal 1 dan 3 Ordonansi 1925, stb 1925 No. 319) 3. Objek pajak penghasilan (Undang – Undang No. 7 Tahun 1983, LN 1983 No. 50) 4. Objek pajak kekayaan (Stb. 1932 No.405) – tidak berlaku lagi mulai 0101-1986 5. Objek pajak penjualan (pajak tidak langsung, Undang – Undang No.19 Drt. Tahum 1951, LN 1951 No.94) – tidak berlaku lagi 6. Objek pajak pertambahan nilai (Undang – Undang No. 8 tahun 1983) 7. Objek pajak rumah tangga (Stb. 1908 No.13) – tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986 8. Objek pajak kendaraan bermotor (Stb. 1934 No.718) 9. Objek bea balik nama kendaraan bermotor (Perpu No. 27 tahun 1959 No.144) 10. Objek pajak anjing (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 24 tahun 1959) pajak sepeda (lembaran kotapraja Jakarta raya no. 6 tahun 1958) 11. Objek pajak jalanan (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 25 tahun 1959) – tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986 Dan ada pengecualian terhadap objek pajak baik dari segi subjektif maupun objektif, seperti dalam pajak kekayaan, kekayaan yang tidak lebih dari Rp. 80.000.000 atau perhiasan yang nilainya tidak lebih dari Rp. 12.000.000 dikecualikan, kemudian kendaraan motor milik pemerintah, barang hasil pertanian, perkebunan, dan perkinan juga mendapat pengecualian. E. Mengenai Tarif Untuk dapat menghitung besarnya pajak diperlukan dua unsure, yakni :
1. Jumlah dasar penghitungan, ditentukan dalam masing – masing undang – undang pajak mengenai pajak penghasilan, pajak kekayaan, dan sebagainya. 2. Tarif perpajakan, terbagi juga atas : a. Tarif tetap, tarif yang besarnya merupakan jumlah tetap, tidak berubah. b. Tarif yang proporsional (sepadan) yang berupa persentase tetap yang tidak berubah-ubah. c. Tarif progresif, tarif yang presentasi pemungutannya makin naik apabila jumlah yang dijadikan dasar perhitungan menarik. d. Tarif Degresif, yang persentasenya makin menurun apabila jumlah yang dijadikan dasar perhitungan naik. Tarif pajak mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi pajak dalam masyarakat, yakni fungsi budget dan fungsi mengatur dan untuk menjalankannya peranan dan kebijaksanaan pemerintah sangatlah penting. Di Negara – Negara maju tarif pajak sering digunakan sebagai alat untuk mendapatkan pengaruh oleh partai-partai politik bahwa apabila nantinya dia menjadi Presiden akan meringankan beban pajak dan pada umumnya rakyat tidak suka dengan pajak dan terperdaya akan janji tersebut. namun sebebanrnya pajak yang tinggi juga dapat menjadi penghambat pemabukan, perjudian, pelcuran, dan sebagainya.
F. Mengenai Lembaga Perpajakan, Unsur Pajak dan Lembaga Administrasi Pajak Pembuatan undang –undang pajak merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan berkesinambungan sepanjang masa, selalu bekerja dalam membuat pajak baru, mengadakan perubahan perundang-undangan pajak atau menghapuskan pajak-pajak yang lama dan dibuat penjelasannya guna mendapat kejelasan dan kepastian hukum. Dan agar Negara dapat mengenakan pajak dengan tepat diperlukan data-data dari wajib pajak, baik mengenai objeknya maupun subjeknya disamping undang-undang yang bersangkutan. Dan untuk mencegah penyeludupan data tersebut Direktorat jenderal pajak membentuk lembaga
pengumpulan data yang pada waktunya dapat digunakan untuk mengadakan pengecekan kebenaran surat pemberitahuan wajib pajak. Yang mana surat pemberitahuan pajak (SPT) merupakan alat untuk realisasi kerja sama antara wajib pajak dan administrasi pajak dan kemudian diolah dan dikeluarkannya surat ketetapan pajak dan proses ini dilakukan lembaga pemberitahuan pajak, namun tidak semua hutang pajak mempunyai surat ketetapan pajak (SKP). Pajak juga mempunyai Lembaga keberatan pajak yang menjadi saran dan saluran hukum yang member kesempatan kepada wajib pajak untuk mencari keadilan apabila ia merasa bahwa dirinya diperlakukan tidak sebagaimana mestinya dan tidak diberlakukan adil oleh pihak administrasi pajak. Selain itu ada juga lembaga peradilan pajak yang memberikan perlindungan pada wajib pajak. Hukum pada umumnya memaksa karena hukum tanpa sifat paksa tiada gunanya, dan dalam hukum pajak yang merupakan hukum public alat paksa tersebut dapat diterpakan secara langsung tanpa ada proses pesidangan di pengadilan inilah yang disebut parate executie, yang mana kepala inspeksi pajak dapat mengeluarkan surat paksaan tentang penagihan hutang pajak. Namun dalam pajak ada juga pengawasan yang sangat penting dalam manajemen perpajakan. Dan pajak akan terealisasi jika ada lembaga pelaksananya, dan pada dasarnya disebut dengan administrasi pajak, yang merupakan bagian dari Departement keuangan yang terdiri dari Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. G. Mengenai NPWP dan Surat Pemberitahuan 1. Nomor pokok wajib pajak (pasal 2 KUP), setiap orang dan badan yang memenuhi syarat – syarat untuk dikenakan pajak, wajib mendaftarkan diri dan wajib mendapatkan NPWP walaupun belum diberikan surat ketetapan pajak, sehingga setiap tahun harus memasukan SPT walaupun penghasilan nihil atau dibawah PTKP. 2. Surat Pemberitahuan, bukan merupakan perbuatan hukum yang langsung menimbulkan perikatan, dan memiliki fungsi ganda, yakni memberi data yang relevan dengan pernghitungan pengahasilan kena pajak kemudian menentukan besarnya pajak.
3. Fungsi dan Jasa Konsultan/ Konsulen Pajak, setiap orang yang tidak/ kurang mengetahui tentang peraturan pajak, ia dapat meminta keterangan kepada kantor inspeksi pajak. Dan alternative lainnya dapat berupa menghubungi kantor konsultan pajak yang sudah mempelajari atau lebih memahami peraturan pajak, sehingga semua wajib pajak melakukan hal yang benar.
View more...
Comments