Review Jurnal Praktikum Bioanalisis

May 21, 2018 | Author: NaufalMuyassar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Review Jurnal Praktikum Bioanalisis...

Description

REVIEW JURNAL PRAKTIKUM BIOANALISIS PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE KCKT-SM UNTUK PENGEMBANGAN

“ 

PENETAPAN D E X CH   DALAM PLASMA ”  CH L ORPH E N I RA M I N E M A L E A T E  DALAM

Disusun Oleh: Wanda Indriani Wibowo

098114003

Kenny Ryan Limanto

098114006

Bernadetta Arum Wijayanti

098114007

Rachelia Octavia

098114008

Johanes Putra Wicaksono

098114010

Dina Christin

098114015

Jenny Marina

098114016

KELOMPOK A1

LABORATORIUM BIOANALISIS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

1

REVIEW JURNAL Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik analisis yang paling sering digunakan pada analisis senyawa dalam sediaan farmasi maupun cairan biologis. Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi menjadi empat, antara lain: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis; (c) kromatografi cair kinerja tinggi; dan (d) kromatografi gas. Dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang juga dikenal sebagai HPLC ( High  High Performance Liquid Chromatography Chromatography)) (Gandjar, 2010). Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak; (3) alat untuk memasukkan sampel; (4) kolom; (5) detektor; (6) wadah  penampung buangan fase gerak; (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator  atau  atau perekam (Gandjar, 2010).  Liquid chromatography-mass spectrometry (LC-MS spectrometry  (LC-MS atau alternatif KC-SM) adalah teknik kimia analisis yang menggabungkan kemampuan pemisahan fisik dari

kromatografi

cair

(KCKT)

dengan

kemampuan

analisis

(detektor)

spektrometer massa. LC-MS adalah teknik yang banyak digunakan untuk berbagai aplikasi yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas sangat tinggi. Pada umumnya aplikasi LC-MS berorientasi pada deteksi dan identifikasi potensi spesifik suatu senyawa terhadap keberadaan senyawa lainnya (dalam campuran yang kompleks).

Pendahuluan

Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis KC-MS yang sederhana, spesifik, cepat, sensitif untuk menetapkan kadar chlorpheniramine maleate  maleate  (RS-CPM) dalam plasma manusia. Tujuan dari  penetapan kadar obat dalam plasma adalah mengetahui bioavailabilitas dan  bioekivalensi dari suatu obat.

2

Gambar 1. Struktur Dexchlor pheni rami ne maleate 

 Dexchlorpheniramine maleate  (RS-CPM) atau yang dikenal juga sebagai 3-(4-chlorophenyl)-N,N-dimethyl-3-(2-pyridyl)

propylamine

monomaleate

merupakan obat antihistamin yang poten. Dalam penggunaannya, CPM banyak digunakan untuk meringankan gejala penyakit tertentu, seperti demam dan alergi. Struktur dari CPM yang mempunyai atom C kiral yang mengakibatkan CPM terdapat dalam bentuk  sinister   (berotasi berlawanan arah jarum jam) dan rectus (berotasi searah jarum jam). Berdasarkan penelitian yang ada, CPM yang mempunyai aktivitas farmakologi adalah S-CPM (dextrorotatory S-enantiomer ). Di dalam Farmakope Eropa III ( European Pharmacopoeia III ), metode KCKT dapat digunakan untuk menentukan kemurnian dari S-CPM, dimana kadar R-CPM maksimum yang diijinkan dalam sampel yang diuji sebesar 2% b/b. Dari studi farmakokinetika yang telah dilakukan, diketahui bahwa kadar CPM dalam plasma sangatlah rendah, yaitu berada pada level maksimal konsentrasi sebesar 6,2 ng/mL dan 7,0-8,2 ng/ mL untuk pemberian oral dengan dosis tunggal 2 mg dan 4 mg. Dari penelitian terdahulu, banyak metode yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar RS-CPM, antara lain GC (Gas Chromatography), GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry), dan KCKT ( High Performance  Liquid Chromatography). Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis KCKT-MS yang sederhana, spesifik, cepat, sensitif untuk menetapkan kadar SCPM dalam plasma manusia. Pengembangan dari metode ini digunakan untuk menetapkan kadar S-CPM dalam plasma setelah pemberian dosis tunggal tablet yang mengandung S-CPM sebanyak 6 mg pada subjek uji pria yang sehat. Dari

3

metode ini, dipeoleh nilai LOQ sebesar 1,0 ng/ mL dengan waktu pengerjaan selama 5 menit.

Gambar 2. Struktur Simvastatin (STA) 

Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini, standar S-CPM yang digunakan mempunyai kemurnian 99,67%. Standar internal simvastatin (STA) yang digunakan mempunyai kemurnian 98,44%. Perlu ditambahkan standar internal sebagai faktor koreksi sebab zat analit yang diuji memiliki konsentrasi yang sangat kecil dalam sampel (plasma). Pemilihan simvastatin sebagai standar internal dikarenakan alasan sebagai berikut: 1. terpisah sempurna dari peak  senyawa yang dianalisis dan peak  lain, 2. memiliki waktu retensi yang mirip dengan sampel, 3. tidak terdapat dalam sampel awal, 4. dapat me-mimic analit disetiap tahap preparasi sampel, 5. tidak harus memiliki kemiripan secara kimiawi dengan analit dan 6. stabil dan tidak bereaksi dengan sampel atau fase gerak. Ada berbagai macam cairan biologis yang dapat digunakan, meliputi darah, serum, plasma, urin, keringat, saliva, empedu, air susu dan air mata. Cairan  biologis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan plasma. Perbedaan  plasma dan serum adalah pada plasma diberikan antikoagulan (berupa heparin), sedangkan pada serum tidak. Pemilihan plasma sebagai sampel biologis

4

disebabkan karena protein (yang mengikat obat) dalam plasma tidak mengendap sehingga obat masih berada di dalam plasma dan dapat diukur kadarnya. Untuk pembuatan larutan stok S-CPM dan standar internal (STA), analit dilarutkan dengan asetonitril sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ mL. Asetonitril digunakan sebagai pelarut S-CPM dan standar internal supaya kedua analit yang akan ditetapkan kadarnya berada dalam bentuk bebas sehingga  bersifat lebih non-polar, dapat larut dalam pelarut organik dan dapat dipisahkan dari protein (senyawa endogen). Senyawa endogen harus dipisahkan dari larutan uji supaya tidak mengganggu kinerja alat yang digunakan. Senyawa endogen (seperti protein) memiliki ukuran yang besar sehingga dapat menyumbat kolom dan mengganggu pembacaan serapan yang dihasilkan. Larutan stok sekunder dan kerja dibuat dengan cara mengencerkan larutan stok dengan campuran pelarut air: asetonitril (50:50 v/v). Larutan stok kerja yang telah dibuat digunakan untuk membuat kurva baku dan uji kontrol kualitas dari sampel yang akan ditetapkan kadarnya. Pada percobaan ini, kurva kalibrasi digunakan untuk melihat adanya korelasi antara respon yang dihasilkan (AUC) dan konsentrasi, dimana semakin tinggi konsentrasi maka AUC yang dihasilkan akan semakin besar juga. Kurva kalibrasi dibuat dengan delapan seri konsentrasi larutan baku S-CPM dalam rentang 1,0  –  150,0 ng/mL. Kontrol kualitas sampel berfungsi sebagai kontrol dalam validasi metode analisis untuk sampel. Kontrol ini dilakukan dengan cara menambahkan S-CPM yang diketahui konsentrasinya ke dalam blanko plasma. Sampel kemudian dihomogenkan dengan vortex  dan disimpan pada suhu -70 ± 2 oC. Sampel disimpan pada suhu rendah (-70 ± 2 oC) supaya terjadi inaktivasi enzim yang mungkin terdapat di dalam plasma. Enzim tersebut dapat mendegdradasi obat yang akan diuji. Sampel disiapkan dengan cara ekstraksi cair-cair. Sebanyak 0,5 mL alikuot  plasma darah manusia dicampur dengan 0,1 mL larutan standar kerja internal (STA dengan konsentrasi 2500,0 ng/ mL) dan ditambahkan sebanyak 1,0 mL buffer   borat dengan pH 9,00, lalu dicampurkan. Tujuan penambahan buffer   borat dengan pH 9,00 adalah agar CPM berada dalam suasana basa sehingga CPM lebih

5

mudah larut dalam pelarut organik yaitu etil asetat sedangkan protein masuk ke dalam fase air. Larutan tersebut dihomogenkan dengan vortex  dan diekstraksi dengan menggunakan etil asetat sebanyak 3 x 2 mL dengan tujuan untuk memperoleh pemisahan yang sempurna. Tidak dilakukan dalam satu kali ekstraksi karena dikhawatirkan masih ada CPM yang belum terlarut dalam etil asetat. Diambil fase etil asetat karena senyawa yang akan ditetapkan kadarnya memiliki kelarutan yang besar pada etil asetat (lapisan atas). Larutan yang terdapat pada lapisan atas diuapkan sehingga diperoleh

residu. Residu tersebut kemudian

dilarutkan dalam fase gerak dengan volume yang kecil untuk memperoleh konsentrasi yang lebih pekat. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan dalam  penelitian ini merupakan trace analysis sample, dimana kmsentrasi sampel yang akan ditetapkan kadarnya sangat kecil sehingga perlu dilakukan pemekatan.

Instrumentasi Alat

Pada analisis Dexchlorpheniramine maleate dalam plasma darah digunakan instrumen berupa Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor spektrometer massa. Penggunaan KCKT didasarkan pada pemisahan yang relatif  baik, cepat, sensitif, dan spesifik dibandingkan dengan Kromatografi Cair (KC) karena KCKT merupakan teknik pemisahan yang diberikan tekanan tinggi. Kombinasi Kromatografi Cair - Spektrometer Massa (KC-SM) memiliki  beberapa kelebihan yaitu: 1. dapat digunakan untuk menganalisis molekul obat dan metabolitnya dengan BM yang rendah maupun tinggi, 2. SM memberikan identifikasi yang baik sebagai detektor pada KCKT karena  bobot molekul merupakan salah satu determinasi yang spesifik untuk tiap molekul dan jika informasi ini digabungkan dengan strukturnya, dapat memberikan identifikasi yang baik 3. SM memiliki selektifitas yang tinggi terkait dengan kemampuannya dalam identifikasi dan

6

4. selektifitas SM digunakan untuk menandai standar internal dan analit, ditambah dengan sensitifitas, akurasi, dan presisi determinasi kuantitatif yang  baik. Fase gerak yang digunakan pada penetapan kadar S-CPM yaitu metanol:amonium asetat (90:10) dengan kecepatan aliran 0,5 mL/ menit. Dalam  percobaan ini, waktu pengerjaan yang dibutuhkan hanya enam menit. Hal ini dikarenakan dalam waktu enam menit, standar dan sampel sudah terpisah dengan  baik. Pemilihan fase gerak disesuaikan berdasarkan kepolaran analit yang akan dianalisis. Kecepatan alir yang digunakan adalah 0,5 mL/ menit karena pada kecepatan alir tersebut diperoleh pemisahan yang baik. Hal ini ditandai dengan resolusi peak yang dihasilkan lebih besar dari 1,5.

Pengembangan Metode

Hal ini bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi metode uji yang sederhana, cepat, dan sensitif untuk melakukan kuantifikasi S-CPM. Metode ini cocok untuk menentukan farmakokinetika dari suatu senyawa uji. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan optimasi ekstraksi sampel, deteksi parameter dan kromatografi. Larutan standar S-CPM dianalisis menggunakan KC-SM dengan sistem injeksi langsung yang kemudian diperiksa dengan bantuan ESI dan APCI. Berdasarkan data spektra massa yang diperoleh, berat molekul untuk SCPM adalah 274,9.

Gambar 3. Spektra massa hasil pemisahan

7

Dalam KCKT, tujuan dari optimasi fase gerak adalah untuk mendapatkan resolusi peak   yang baik dan simetris baik analit dan standar internal (SI). Prinsip  pemisahan pada KCKT adalah molekul yang terlarut dalam fase gerak akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah dengan kolom. Dengan demikian, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan berdasarkan kepolaran dan pergerakan pada kolom. Fase gerak yang akan dioptimasi adalah amonium asetat, asam asetat, atau kombinasi dari keduanya pada konsentrasi yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa campuran dari asetonitril-air (mengandung 10 mL amonium asetat dan 0,5% asam asetat) (90:10 v/v) dapat digunakan sebagai fase gerak. Hal ini dikarenakan komposisi fase gerak tersebut memberikan pemisahan yang baik. Junlah buffer   yang ditambahkan (amonium asetat dan dioptimasi

untuk

mempertahankan

mempengaruhi derajat

asam asetat) perlu

bentuk  peak   karena

ionisasi dan fragmentasi

jumlah

buffer 

saat dideteksi dengan

spektrometer massa. Selain itu perlu dilakukan optimasi kolom dan setelah dilakukan  pembandingan terhadap

beberapa

jenis

kolom,

maka

digunakan

kolom

 Phenomenex  (Luna)-ODS (100x4,6 mm, i.d. 5 µm) dengan  flow rate  0,5 mL/ menit untuk dapat menghasilkan bentuk  peak   yang baik dan waktu proses yang diijinkan adalah selama 2 menit. Ekstraksi pada tahap preparasi sampel sangat mempengaruhi hasil pemisahan dan deteksi dari spektometer massa. Hal ini dikarenakan adanya pengotor dapat menyumbat kolom dan bahan yang mudah menguap dapat mengganggu saat deteksi. Oleh karena itu dilakukan optimasi dengan menggunakan enam macam pelarut organik, antara lain dietil eter, etil asetat, heksana, diklorometan, kloroform, dan butil metil eter, serta campuran dari  pelarut-pelarut organik tersebut dengan kombinasi dan rasio yang berbeda. Dari hasil optimasi, etil asetat menghasilkan kromatogram yang paling baik sehingga etil asetat digunakan sebagai pelarut untuk mengekstraksi sampel.

8

Gambar 4. Kromatogram hasil pemisahan pada blangko

Validasi

Penetapan kadar S-CPM dalam sampel plasma yang diambil dari sukarelawan dilakukan pada kondisi kromatografi yang optimal. Parameter validasi seperti akurasi, presisi (keterulangan dan reprodusibilitas), linearitas dan rentang, sensitivitas (LOD dan LOQ), robustness, stabilitas, selektifitas/ spesifitas dan uji kesesuaian sistem perlu dievaluasi terlebih dahulu. Hasil dari validasi ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 1. Studi presisi S-CPM dari hasil pengukuran (ng/ mL)

Larutan baku yang telah ditambahkan dengan standar internal, blanko tanpa  penambahan standar internal, blanko dengan penambahan standar internal, kurva kalibrasi, uji kualitas kontrol sampel dianalisis dan direkam kromatogramnya. Fase gerak yang digunakan untuk penelitian memberikan pemisahan yang baik antara sampel, standar internal dan senyawa endogen. Dari kromatogram yang dihasilkan tidak tampak adanya gangguan pada waktu retensi sampel dan standar internal.

9

Gambar 5. Kromatogram hasil pemisahan matriks biologis (plasma)

Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi ini dinyatakan dengan persen (%)  perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi harus diukur dengan menggunakan minimal lima determinasi per konsentrasi dan minimal tiga konsentrasi dalam kisaran konsentrasi yang diharapkan adalah dianjurkan. Nilai rata-rata harus berada dalam jarak 15% dari nilai yang sebenarnya kecuali pada LLOQ, di mana seharusnya tidak menyimpang lebih dari 20%. Deviasi rata-rata dari nilai yang sebenarnya berfungsi sebagai ukuran akurasi (Anonim, 2001). Kisaran batas akurasi harus berada dalam rentang linier. Akurasi khas dari  pemulihan zat obat dalam campuran harus sekitar 98-102%. Nilai-nilai keakuratan data di luar rentang pemulihan harus dipertimbangkan (Anonim, 2001). Sedangkan menurut Mulja dan Hanwar, akurasi untuk kadar obat yang besar adalah sebesar 95-105% dan untuk bioanalisis rentang 80-120% masih bisa diterima (Mulja dan Hanwar, 2003). Pada penelitian ini, akurasi dari metode ini ditentukan oleh recovery  relatif dan absolut (Tabel 1). Nilai persentase recovery  absolut S-CPM berkisar antara 89,06% sampai 91,32 dan nilai recovery relatif berkisar antara 88.07 % sampai 91,33%. Apabila penelitian ini mengikuti parameter dari Chan, maka penelitian ini dapat dikatakan belum memiliki akurasi yang baik sebab Chan dalam bukunya

10

menyebutkan bahwa akurasi zat obat dalam campuran harus berada dalam range antara 98-102%. Namun berbeda apabila penelitian ini mengikuti parameter dari Mulja dan Hanwar karena dalam bukunya, Mulja dan Hanwar mengatakan bahwa akurasi untuk bioanalisis dalam rentang 80-120% masih dapat diterima dimana akurasi yang dalam penelitian ini dinyatakan dalam persen recovery masih masuk dalam range tersebut baik recovery absolut maupun untuk  recovery relatifnya.

Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang-ulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dinyatakan dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dikatakan baik apabila memiliki KV
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF