Resume Retorika Metode Komunikasi Publik

September 12, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Resume Retorika Metode Komunikasi Publik...

Description

 

  RESUME BUKU “RETORIKA METODE KOMUNIKASI PUBLIK”  

Resume Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah : Public Speaking Dosen : Uun Machsunnah,M.M.

oleh : FATHURROHMAN 160210022

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI DAN D3 HUMAS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON (UMC) 2018

 

BAB 1 PROLOG: RETORIKA DAN MANFAATNYA

Retorika (rethoric) biasanya disinonimkan dengan seni atau kepandaian berpidato, sedangkan tujuannya adalah, menyampaikan fikiran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita. Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu : 1.  Ethos (ethical): Yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari da ri cara dia berkomunikasi 2.  Pathos (emotional): Yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan  pendekatan  pen dekatan “Psikologi massa”.  massa”.  3.  Logos (logical): Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara Retorika sebagai sebuah kemampuan untuk mencapai tujuan yaitu persuasi. Retorika menggunakan tindakan pengunaan kata-kata sehingga memiliki akibat. Dengan latar belakang retorika, guru dan praktisi retorika melatih kemampuan retorika sebagai cara untuk meyakinkan hati dan pikiran audiens. Adapun lima (5) bagian dari retorika adalah : 1.  Invention (penemuan): penemuan akan argumen yang meyakinkan. 2.  Arrangement

(pengaturan):

melakukan

organisasi

untuk

material

sehingga

hasil

meyakinkan. 3.  Style (gaya): pemilihan bahasa yang tepat. 4.  Delivery (penyampaian): koordinasi antara suara dan bahasa tubuh. 5.

 

Memory (ingatan): menguasai dan melatih isi pidato Retorika versi Plato adalah retorika sebagai sesuatu yang kosmetik dimana retorika

sebagai usaha untuk membuat keadaan lebih baik dibandingkan sebenarnya. Retorika yang ideal didasarkan pada pemahaman pembicara akan pendengar dengan berbagai latar belakang dan kondisi jika kita ingin melakukan komunikasi lebih baik melakukan komunikasi dialektika, komunikasi bersifat privat. Pembicara bisa melakukan diskusi untuk mencari kebenaran dengan kondisi yang lebih intim, dekat satu sama lain. Retorika versi Aristoteles. Lebih dari 2000 tahun lalu, Aristoteles membagi retorika menjadi pembicara, pesan, dan audiens. Sophist ini merupakan pengacara dan politikus yang

 

 berpartisipasi di pengadilan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Muncul anggapan negatif berupa label retorik, bahkan ada yang berpendapat bahwa Pidato baik perilaku bertolak belakang. Retorika adalah persuasi dengan fungsi retorika itu adalah cara untuk melakukan  persuasi. Metode non koersif yang berbeda dari hukum, siksaan dan perang. Pidato ruang  pengadilan itu hakim mencoba menentukan seseorang bersalah atau tidak. Pidato politik adalah mempengaruhi pemilih atau perwakilan rakyat untuk penentuan kebijaksanaan. Pidato seremonial adalah yang menghimpun pujian atau menyalahkan orang lain untuk kepentingan  penonton. Adapun dialetika adalah diskusi satu dengan satu; retorika adalah satu orang yang  berpidato kepada orang banyak. Dialetika adalah pencarian kebenaran; retorika mencoba untuk mendemonstrasikan kebenaran yang telah ditemukan. Dialetika menjawab pertanyaan filosofis adalah retorika menjawab pertanyaan spesifik dan praktis. Dialetika berurusan dengan kepastian adalah retorika berurusan dengan kemungkinan, dengan kata lain seni menemukan cara  bagaimana kebenaran terlihat lebih memungkinkan untuk khalayak yang belum sepenuhnya yakin.

BAB 2 ETHOS: KEPRIBADIAN KOMUNIKATOR

Ethos atau etika adalah bagaimana karakter pembicara terlihat melalui pesan. Seharusnya  pembicara publik hanya mengatakan kebaikan yang sudah dilakukan, dan melakukan kebaikan yang dikatakan. Karena ketidakselarasan perkataan dan perbuatan dinilai sangat tidak etis. Bahkan pembicara publik idealnya menyerap sifat-sifat nabi yaitu jujur ( shiddiq  shiddiq), ), dapat dipercaya (amanah (amanah), ), cerdas ( Fathanah)  Fathanah) dan komunikatif (tabligh (tabligh). ). Hal ini lantaran pembicara publik seperti orator seharusnya bukanlah pembicara yang asal bicara. Pembicaraan seorang pembicara publik diharapkan diterima oleh pendengarnya. Karena itu hal-hal yang diperlukan untuk pembicaraan dapat diterima oleh para pendengar menjadi sesuatu hal yang perlu diperhatikan. Hal tersebut antara lain adalah faktor kepribadian sang pembicara, jika kepribadian dari sang pembicara itu baik dalam semua hal tidak menutup kemungkinan topik yang disampaikan akan menuai kebaikan dan banyak semua pihak ikut

 

 bergabung dan mendengarkan (menyimak) sampai selesai dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Seyogyanya pembicara publik semacam orator punya karakter yang mudah untuk membujuk para pendengar mengikuti perkataan sang pembicara (ethos (ethos). ). Karakter itu mewujud dalam bentuk kehormatan, kewibawaan dan popularitas sang pembicara di mata publik (dignitas dignitas). ). Karakter persuasive itu dihasilkan pertama-tama dari bakat alami sang pembicara untuk  berbicara di hadapan orang banyak (ingenium ingenium); ); kedua, dari pengalaman, pendidikan dan kebiasaan untuk: (1) memutuskan kebaikan dan keburukan bagi diri sendiri dan orang lain ( phronesis),  phronesis), (2) menyelaraskan kata dengan ruang dan waktu, teks dengan konteks ( prudential )),, (3) mengambil sikap tengah di antara ekstrem-ekstrem yang bertentangan ( arête arête)) dan (4) mengutamakan kebaikan orang lain tanpa pamrih pribadi (eunoia ( eunoia dan diligentia diligentia). ). Jika kemampuan-kemampuan praktis yang natural ataupun non-natural itu melekat pada diri pembicara publik, maka karakter kepribadiannya itu akan menjadi magnet tersendiri bagi  penerimaan para pendengar atas perkataannya.

BAB 3 PATHOS: EMOSI DAN KARAKTER KOMUNIKASI

Pathos atau emosi adalah perasaan akan pidato yang muncul dari pendengar. Perbedaan karakter pendengar memerlukan perbedaan cara berkomunikasi dengan mereka. Ada  pembicaraan khusus bagi masing-masing tipikal pendengar. Fenomena semacam itu disadarai oleh filsuf Islam Spanyol, Ibn Rusyd saat mengkomparasikan ayat Al-Qur’an Al-Qur’an nomor 125 dari surat An-Nahl An-Nahl dengan metode berpikir dan  berkomunikasi Aristotle. Di ayat tersebut Tuhan berfirman, “serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan (hikmah (hikmah)) dan pelajaran yang baik (mau’idhah (mau’idhah al -hasanah); -hasanah);  bantahlah ( jadil   jadil ) mereka dengan cara yang baik pula. Di pihak lain Aristotle mencatat ada tiga metode berpikir dan berkomunikasi yaitu metode demonstratif, dialektis dan retoris. Ibn Rusyd mengidentikkan metode demonstratif dengan hikmah hikmah,, metode dialektis dengan  jadal, dan metode retoris dengan mau’idhah al -hasanah. -hasanah. Yang dia sebut dengan hikmah hikmah   demonstratif metode berpikir dan berkomunikasi yang berorientasi pada hakikat kebenaran,

 

kebaikan dan keindahan. Metode ini menurutnya cocok untuk disampaikan kepada orang yang sangat khusus, yang punya kemampuan intelektual tinggi, setaraf filsuf, yang memang fokus  pada inti wujud. Di pihak lain,  jadal   dialektis merupakan metode perdebatan yang cenderung menggunakan logika menang kalah. Metode kedua ini cocok untuk orang-orang yang terpelajari, namun masih belum menelusupkan kesadarannya kepada hal-hal yang lebih fundamental. Mereka cocok untuk menerima kebenaran dengan cara berdebat. Sementara orang-orang awam, menurut Ibn Rusyd, lebih cocok dengan metode retorika mau’idhah al -hasanah. -hasanah. Metode terakhir ini cenderung membujuk, mengajurkan dan kadang mengancam dengan cara-cara yang sederhana. Sementara orang-orang awam juga punya kesederhanaan cara pikir. Karena itu, retorika mau’idhah al -hasanah dinyatakan -hasanah dinyatakan cocok untuk berkomunikasi dengan orang awam. Dari situ tampak bahwa beda audien beda juga cara berkomunikasi dengan mereka. Setiap cara komunikasi ada audien yang cocok dengannya. Setiap tipe komunikasi juga punya cara komunikasi yang tepat dengannya. Karena itu, pembicara paling tidak perlu mencocokkan  pembicaraannya dengan emosi dan karakter pendengar supaya komunikasinya efektif. Emosi pendengar cukup beragam apalagi jika ditambah dengan emosi-emosi yang menjadi antitesisnya. Dalam keragaman emosi itu, tidak ada emosi yang murni baik atau murni  buruk. Masing-masing bermanfaat pada momen yang tepat. Sehingga pembicara harus mengenalnya, lalu membangkitkan atau mematikannya sesuai dengan kondisi yang diperlukan. Jadi beragam bentuk emosi pendengar perlu dipahami bahkan direkayasa. Demikian pula watak-watak para pendengar yang terkait dengan umur atau nasib juga perlu disadari oleh  pembicara publik supaya pembicaraannya dapat mencocoki siapa yang diajak bicara.

BAB 4 LOGOS: FORMAT PESAN RETORIKA

 Logos   atau logika adalah muncul dari pernyataan argumen pidato. Unsur-unsur logos  Logos logos   dalam retorika saling kait mengait. Sampel merupakan sisi induktif retorika. Sedangkan enthymeme   adalah sisi deduktifnya. Sampel yang bergerak dari hal-hal particular akan enthymeme mengerucut kepada pernyataan umum yang disebut dengan adagium. Selanjutnya, adagium adalah premis atau kesimpulan dalam enthymeme enthymeme,, manakala enthymeme enthymeme merupakan  merupakan argumentasi  bagi adagium. Di situ, tampak bahwa sampel, adagium dan enthymeme enthymeme saling  saling melengkapi antara

 

saatu dengan yang lain. Karena itu, orator yang mumpuni seharusnya dapat menguasai dan mengembangkan ketiga unsur logos logos itu.  itu. Agar hal ideal tersebut tercapai, orator seharusnya memiliki : 1.  Pengetahuan fakta historis 2.  Kemampuan membuat analogi 3.  Kemampuan membuat fiksi 4.  Kemampuan mengabstraksi pengalaman 5.  Kemampuan untuk berlogika

BAB 5 INVENTIO: PENCARIAN DATA RETORIKA

Inventio merupakan suatu persiapan untuk berpidato/menulis. Yang disiapkan adalah  bahan-bahan yang dapat mengembangkan pembicaraan/tulisan yang hendak disampaikan. Bahanp-bahan yang diperlukan adalah hal-hal yang dipersoalkan, topik-topik utama yang harus dikuasai, berikut langkah-langkah sistematik yang layak untuk diikuti. Seperti diungkap di atas, hal-hal yang dipersoalkan antara lain apa yang tejadi? Apa  pengertian bagi kejadian itu? Sejauh mana tingkatannya? Apa aturan yang sejalan atau tidak sejalan dengannya? Siapa pelakunya? Apa tindakannya? Dengan menjawab pertanyaan pertanyaan itu, suatu kejadian akan diketahui secara komprehensif. Lebih lanjut, topik-topik yang perlu dikuasai pembicara/penulis antara lain: apa yang membahagiakan dan menyengsarakan manusia? Apa yang benar dan salah? Apa yang terpuji dan tercela? Di situ sejarah dan futurologi diperlukan. Begitu pula epistemologi dan aksiologi,  berikut percabangannya, yaitu etika dan estetika. Artinya pembicara/penulis pembicara tidak hanya perlu mengetahui data di masa lalu, tapi juga harus dapat memprediksi apa yang dapat terjadi berdasarkan masa lalu dan masa kini. Untuk sampai ke situ, pembicara/penulis tak cukup hanya memiliki data faktual, tapi juga harus dapat berpikir filosofis. Pembicara/penulis dengan demikian harus belajar filsafat. Pembicara/penulis

pun

perlu

mengikuti

langkah-langkah

sistematik

untuk

mengembangkan pembicaraa/tulisannya. Langkah yang perlu ditempuh antara lain langkah

 

mencari definisi, analogi, konsekuensi dan testimony. Untuk memudahkan mengingat, langkahlangkah tersebut dapat diakronimkan menjadi DeAnaKonTes. Empat langkah itu dapat digabungkan dengan imajinasi panggilan “ yasalunaka’an  yasalunaka’an”” (mereka bertanya kepadamu tentang tentang …). Bila pembicara/penulis merasa mendapat panggilan semacam itu terus-menerus, dia tinggal memanggil DeAnaKonTes. Apa definisi hal yang ditanyakan? Ia dapat diibaratkan dengan apa? Apa sebab dan akibat yang berkelinda dengannya? Apa kutipan yang bisa dijadikan penguat baginya? Sejauh pembicara/penulis selalu merasa mendengar panggilan imajiner di atas dan mengetahui cara untuk menjawabnya secara teratur, bisa dipastikan pembicaraan/tulisannya akan terus mengalir bagaikan laut yang tak pernah kering.

BAB 6 DISPOSITIO: PENYUSUNAN DATA RETORIKA

 Dispositio   merupakan penyusunan data tulisan/pidato dengan enam cara: exordium,  Dispositio narratio, partitio, confirmatio, reprehensio, dan dan peroratio.  peroratio.    Exordium adalah membuka tulisan/ucapan dengan hal-hal yang bisa menarik perhatian  pembaca/pendengar yaitu lima hal: 1.   Honourable  Honourable (hal  (hal yang disukai) 2.   Astonishing  (hal  (hal yang diherankan) 3.   Low  Low (hal  (hal yang disepelekan) 4.   Doubtful  (hal  (hal yang diragukan) 5.  Obscure Obscure (hal  (hal yang samar)  Narratio adalah  Narratio  adalah menceritakan manusia (fakta, wawancara dan pikiran) atau benda (fable, sejarah, argumen) secara singkat, jelas dan mungkin, melalui deskripsi (sebab-akibat), komparasi (anomali) dan rekreasi (keunikan).  Partitio   adalah mengorganisasi pesan tulisan atau ucapan supaya jelas dan masuk akal,  Partitio secara ringkas, komplit dan padat baik di permulaan pembicaraan (mencari titik temu dan titik tengkar) atau di keseluruhan pembicaraan. Confirmatio   adalah mengungkapkan bukti-bukti argumentatif tentang manusia (nama, Confirmatio hal-hal alamiah, cara hidup, nasib, perspektif, afeksi, keputusan praktis, tindakan, aksidensi dan

 

 pembicaraannya) atau nonmanusia (tempat, waktu, cara kesempatan dan fasilitasnya) fasilitasnya) dengan metode induksi (kiasan, pengakuan, kesimpulan) atau deduksi (premis, mayor, premis minor, kesimpulan) hingga mencapai suatu keniscayaan (dilemma, enumerasi dan kesimpulan sederhana) atau kemungkinan (bukti, kredibilitas, ketentuan dan perbandingan).  Reprehensio   adalah menyanggah argumentasi  Reprehensio

lawan dengan meninjau premis,

kesimpulan dan argumennya, dari sudut koherensi dan korespondensi.  Peroratio   adalah   Peroratio adalah  menutup tulisan/pembicaraan dengan enumerasi yang memuaskan kognisi dengan kesimpulan dan sintesis dan dengan indignasi dan complain yang mematik afeksi untuk bertindak. Keenam unsur dispositio dispositio   itu bila disederhanakan hanya berisi tiga hal; pembukaan, inti  pidato dan penutup. Namun supaya suatu tulisan/pidato tersusun rapih dan lengkap tak ada salahnya jika keenam unsur tersebut diinternalisasikan hingga terbentuk suatu tulisan/pidato yang bagus.

BAB 7 ELOCUTIO: GAYA KOMUNIKASI PUBLIK

 Elocutio   merupakan momen mengungkapkan data secara bergaya. Dasarnya tentu saja  Elocutio dari kata dan kalimat yang dibuat jelas, sempurna dan berestetika. Kejelasan kata diukur dari kejernihan, kelayakan dan ketepatannya. Parameter kesempurnaan kalimat terdapat pada kejelasan, ketepatan, kepaduan, kekuatan dan harmoninya. Adapun estetika kata dan kalimat ditopang dengan kiasan yang mentransformasikan makna denotatif suatu ungkapan ke arah makna konotatif. Unsur-unsur bahasa itu akan lebih kuat memunculkan gaya retorika jika ditopang oleh  perhatian atas unsur-unsur non bahasa. Yaitu meniru gaya tokoh tertentu, dan mencocokkan retorika dengan objek yang dibahas, hadirin yang dihadapi, dan tujuan yang hendak dicapai. Bila suatu tulisan atau pidato mengindahkan unsur-unsur bahasa dan non bahasa tersebut secara baik, keindahan retorika akan muncul dan elocutio elocutio termanifestasikan  termanifestasikan dengan baik.

 

BAB 8 MEMORIA: TEKNIK MENGHAFAL DALAM RETORIKA

Teknik menghafal yang umum di retorika ini dimulai dengan memerhatikan apa yang hendak dihafal hingga dipahami dengan baik. Bila yang hendak dihafalkan berbentuk kata-kata, maka kata-kata itu perlu diucapkan berkali-kali hingga terhafalkan. Jika memungkinkan hafalan kata-kata itu perlu dibuatkan asosiasi yang memudahkan penghafalan. Khusus untuk hafalan tentang benda atau inti utama dari sesuatu yang hendak dihafalkan, asosiasi menjadi keharusan. Sesuatu itu perlu dikaitkan dengan sesuatu yang lain hingga menjadi kesan yang mudah diingat. Lalu dibayangkan pula tempat yang disusun rapih untuk menempatkan kesan hafalan tadi. Setelah kesan-kesan berada di tempat-tempat yang diimajinasikan, sekali waktu hendak mengingatnya tinggal diingat saja tempat yang dimaksud.  Niscaya kesan yang ada di sana akan muncul, dan benda yang dikehendaki diingat pun teringat. Metode mengingat semacam ini sangat memungkinkan untuk diterapkan di dalam retorika. Ketika hendak berpidato tentang puasa ramadhan misalnya, diperlukan hafalan atas dalil-dalil yang hendak digunakan. Pertama-tama dalil yang sudah didapatkan perlu dihafal dengan memahaminya dan membacanya berulang-ulang. Lalu dalil itu dengan poin-poin penting  pembicaraan diimajinasikan dan dirangkai secara teratur, dimana masing-masing poin/dalil dibayangkan terletak di ruang-ruang/benda-benda di rumah anda. Bila pembuatan kesan dan penempatan kesan berjalan dengan baik, maka ingatan pun akan mudah akurat, dan bila ingatan itu dibuat untuk pidato khususnya yang tanpa teks, maka  penguasaan diri atas materi pidato dapat diandalkan, dan pidato pun sangat potensial untuk  berhasil.

BAB 9 PRONUNTIATIO: TEKNIK MENYAMPAIKAN PIDATO

 Pronuntiatio adalah  Pronuntiatio  adalah metode menyampaikan pidato, maka yang dibahas adalah suara, raut muka dan gerak tubuh. Idealnya suara orator itu jelas, enak didengar, tidak aneh, pas, bervariasi, fleksibel, lantang, berjangkauan luas dan mantap. Bila ada calon orator yang belum memiliki kualitas dan

 

kuantitas suara semacam itu, diperlukan pemeliharaan, peningkatan dan pengaturan suara sebagaimana tercatat di atas. Raut muka orator seharusnya memancarkan kebaikan dan sesuai dengan konteks  pembicaraannya. Untuk memiliki raut muka yang baik, orator sedari awal harus berkehidupan  baik, karena raut muka adalah cerminan jiwa. Untuk menyesuaikan raut muka dengan konteks  pembicaraan, perasaan harus diasah, supaya digapai penghayatan peran yang tepat. Gerak tubuh orator pun seharusnya diatur sedemikian rupa supaya mencapai kualitaskualitas yang ideal yaitu cemerlang, gagah, beragam, bertenaga, sederhana, anggun, sopan dan tepat. Pada taraf tertentu, pengetahuan atas parameter gerak tubuh ideal itu dapat dipraktikkan dengan gaya yang tepat, baik gaya epic, retoris atau keseharian. Dengan suara yang ideal yang diatur dengan seksama, raut muka yang baik dan penuh  penghayatan, serta gerak tubuh yang berkualitas dan sesuai dengan d engan situasi dan d an kondisi, seorang orator berpotensi besar untuk menyampaikan pidato dengan baik.

BAB 10 EPILOG: DARI TEORI KE PRAKTIK

Retorika merupakan metode komunikasi publik dengan media lisan atau tulisan yang  berupaya membujuk komunikan ko munikan untuk menyakini men yakini bahkan melalukan sesuatu yang dianggap baik di masa kini dan masa mendatang. Bujukan itu diterapkan dengan menampakkan kredibilitas komunikator (ethos (ethos), ), mengenali emosi dan karakter komunikan ( pathos  pathos), ), serta memformat pesan yang masuk akal (logos ( logos). ). Rasionalitas pesan retorika dibentuk dari pencarian data (inventio ( inventio), ),  penyusunan data (dispositio dispositio), ), pemilihan gaya penyampaian (elocutio (elocutio), ), penghafalan poin-poin  penting yang hendak diutarakan (memoria memoria), ), dan penyampaian pesan itu sendiri dengan memerhatikan bahasa nonverbal, di samping bahasa verbal ( pronuntiatio).  pronuntiatio).

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF