Resume Buku Kebijakan Publik

March 26, 2018 | Author: Mada Adi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

kebijakan Publik...

Description

RESUME BUKU “IMPLEMENTING PUBLIC POLICY”, BAB 1, (GEORGE C EDWARDS III)

1. PEMAHAMAN IMPLEMENTASI Saat ini pemerintah sedang menjadi sorotan publik sehubungan dengan kebijakan publik. Alasan yang mengemuka diantaranya kritik bahwa pemerintah terlihat tidak bekerja. Pegawai negeri terlihat bekerja serampangan, inefisien, tidak memberikan pelayanan dan kadang-kadang tidak mau melaksanakan perintah atasan. Fungsi pemerintah dalam hal ini terlihat sangat lemah karena proses implementasi tidak berjalan dengan baik. Tanpa adanya implementasi yang efektif keputusan yang dibuat oleh pembuat kebijakan tidak dapat dilaksanakan dengan sukses. Berbedanya orang-orang yang menentukan kebijakan publik dengan mereka yang melaksanakannya, disadari menjadi ruang bagi kesalahpahaman dan penyimpangan dari keinginan pembuat kebijakan. Bagaimanapun, kebanyakan kebijakan membutuhkan seperangkat tindakan positif yang berbelit-belit sebagai bagian dari masyarakat untuk diimplementasikan. Studi mengenai implementasi kebijakan sangat penting bagi studi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan tahapan dari pembuatan kebijakan antara

membangun

kebijakan—seperti

disetujuinya

undang-undang

oleh

legislatif,

dikeluarkannya perintah eksekutif, penyerahan keputusan pengadilan, atau pengumuman mengenai peraturan—dan konsekuensi dari kebijakan bagi orang-orang yang terpengaruh akan kebijakan tersebut. Jika sebuah kebijakan tidak sesuai atau tidak dapat mengurangi masalah yang ada, maka kebijakan tersebut menjadi gagal tidak perduli bagaimana baiknya kebijakan tersebut dilakukan. Tetapi kebijakan yang luar biasa baiknya akan menjadi gagal untuk mencapai tujuan yang telah dibuat apabila diimplementasikan dengan cara yang buruk. Implementasi

kebijakan

publik

dapat

termasuk

dalam

beragam

tindakan:

mengeluarkan dan menjalankan perintah, mengeluarkan pembayaran, membuat pinjaman, memberikan bantuan, menandatangani kontrak, mengumpulkan data, menyebarkan informasi, menganalisa masalah, menugaskan dan menyewa pekerja, menciptakan unit organisasi, mengajukan alternatif, merencanakan masa depan, bernegosiasi dengan pihak swasta, bisnis, komite legislatif, unit birokrasi, dan bahkan dengan negara lain.

Permasalahan Implementasi Karena rumitnya implementasi kebijakan, kita tidak dapat mengharapkan ini dapat selesai dengan cara yang rutin. Bahkan seorang presiden tidak dapat memastikan bahwa keputusan dan perintahnya dilaksanakan dengan baik. Bahkan rasa optimisme yang luar biasa dari seorang peneliti dapat berubah menjadi ejekan kepada pihak eksekutif. Hal ini dapat digambarkan dari pernyataan “frustasi” Presiden Jimmy Carter : “Sebelum saya menjadi presiden saya menyadari dan saya telah diperingatkan bahwa berhubungan dengan birokrasi federal merupakan salah satu masalah yang paling buruk yang harus saya hadapi. Bahkan menjadi sangat buruk setelah saya mengantisipasinya” Bahkan buruknya permasalahan implementasi di pemerintahan juga dicatat oleh Richard Cheney, Kepala staf Gedung Putih di masa pemerintahan Presiden Gerald Ford: “Sebelum memasuki Gedung Putih, terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki. Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan presiden” Adanya sejumlah riset yang menggambarkan seringnya terjadi kegagalan pada implementasi kebijakan publik seharusnya menjadi peringatan bagi kita untuk mengurangi ketimpangan yang biasanya terjadi antara keputusan kebijakan dan pelaksanaannya. Seperti yang disimpulkan oleh Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky dalam bukunya yang berjudul “Implementasi” : “Harapan normal kita terhadap sebuah program adalah seharusnya terjadi kegagalan, sehingga kita dengan cara terbaik akan menyadari waktu untuk memulainya. Rencana yang ada di dunia ini bertumpuk melawan apa yang akan terjadi, sehingga diperlukan usaha yang banyak untuk menyingkirkannya. Hal yang luar biasa adalah bahwa program tersebut dapat bekerja dengan baik”

Kurangnya Perhatian Terhadap Implementasi Implementasi kebijakan merupakan hal yang kurang mendapat perhatian dari para pejabat terpilih. Anggota Kongres dan anggota legislatif di negara bagian yang bertanggungjawab dalam hal mengawasi birokrasi, terkadang kurang memiliki keahlian dalam adminstrasi, sehingga tidak dapat melakukannya dengan cara yang efektif. Tingkat kebutuhan akan anggota legislatif sangat besar dan semakin bertambah seiring dengan peningkatan peraturan dari pemerinah pusat. Anggota dewan di negara bagian biasanya

memiliki waktu yang singkat untuk mengurusi permasalahan yang harus diselesaikan oleh mereka, termasuk meloloskan anggaran. Sementara di sisa waktu yang ada mereka sibuk mengurusi urusannya sendiri. Lagi pula kurang ada dorongan dari pejabat terpilih untuk menegaskan pelaksanaan kebijakan sesaat setelah mereka mencapai jabatannya. Mereka akan menerima penghargaan yang yang rendah apabila kebijakan dilaksanakan dengan baik, karena hal ini sangat sulit dilakukan oleh mereka. Sementara untuk sebagaian besar masyarakat, menganggap bahwa fungsi pemerintah tidaklah tampak. Ketertarikan pers dan warga masyarakat kepada pemerintah hanya apabila terjadi skandal kontroversial di pemerintahan, seperti lolosnya kebijakan baru atau fungsi seremonial. Masyarakat hanya perduli kepada kebijakan yang memiliki pengaruh langsung kepada kehidupannya, seperti inflasi atau hak-hak sipil. Bahkan terkadang masyarakat dan pers hanya perduli dengan pengaruh kebijakan dibandingkan proses dari pelaksanaannya. Meskipun implementasi secara langsung mempengaruhi hasil akhir, hal ini tidak cukup untuk menarik pers dan masyarakat umum untuk merubah perhatian mereka kepada implementasi kebijakan. Secara ringkas, pejabat terpilih—mereka yang kita andalkan untuk bertanggungjawab langsung atas pelaksanaan kebijakan publik—biasanya kurang memberikan perhatian terhadap aspek penting dari pembuatan kebijakan. Oleh karena itu penting untuk diperhatian oleh kita untuk memahami permasalahan potensial dalam implemenatsi. Pembuat kebijakan harus peka untuk masalah ini, dan msayarakat harus memberikan dorongan kepada mereka untuk memberikan lebih banyak waktunya kepada masyarakat.

Pendekatan Untuk Mempelajari Implementasi Kebijakan Kebanyakan studi implementasi berupa studi kasus yang beragam dan hal ini dibutuhkan untuk memperoleh informasi lebih banyak. Studi kasus biasanya berdasarkan kepada satu kebijakan atau satu aspek dari kebijakan. Studi kasus memberikan banyak detail mengenai pembuatan kebijakan dan mempelajari dalam nuansa yang mungkin hilang dalam perlakuan yang lebih luas. Akan tetapi pendekatan studi kasus untuk mempelajari kebijakan publik masih terbatas. Dengan sifat alaminya yang hanya fokus pada satu permasalahan, studi kasus tidak dapat memberikan dasar untuk penyamarataan mengenai jangkauan yang lebih luas dari kebijakan. Studi kasus implementasi tidak memiliki identifikasi yang sistematis atau analisis faktor-faktor yang penting dalam implementasi kebijakan publik. Pendekatan lain yang digunakan pada implementasi kebijakan publik adalah fokus kepada pengaruh yang signifikan dalam pembuatan kebijakan. Studi yang paling terkemuka

mengenai hal ini oleh Graham Allison dalam Pentingnya Keputusan. Dia menyajikan tiga model pembuatan kebijakan: pelaku yang rasional, proses organisasional, dan model birokrasi politik. Model kedua dan ketiga fokus kepada prosedur operasional standar (SOP) dan berturut-turut birokrasi politik, dan memberikan kepekaan kepada kita atas pentingnya tiga faktor ini dalam pembuatan kebijakan. Daripada kita fokus kepada pentingnya faktor dalam pembuatan keputusan secara umum, kita seharusnya menekankan kepada bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi implemantasi secara khusus. Studi mendalam yang dilakukan oleh Eugene Bardach menggunakan metafora “permainan” untuk mempelajari implementasi. Bardach berpendapat bahwa kerangka permainan yang dibangunnya menjelaskan pembuatan kebijakan dengan mengarahkan perhatian kepada pemain (yaitu mereka yang terlibat dalam implementasi), pertaruhan mereka, strategi dan taktik, sumberdaya, aturan main dan komunikasi, dan tingkat ketidakpastian dari hasil yang mengelilinginya. Bagaimanapun kebanyakan apa yang ditandai dari “permainan” dapat digolongkan berdasarkan pendekatan kita dan dapat ditambah. Permainan metafora ini merupakan hal yang menarik, tetapi bukan merupakan pendekatan yang lengkap untuk mempelajari implementasi. Studi impelemntasi yang lain disajikan oleh Donal Van Meter dan Carl Van Horn, dan yang terbaru oleh Paul Sabatier dan Daniel Mazmanian. Para peneliti ini mengidentifikasi sejumlah faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi implementasi dan pendekatan faktor ini membantu kita pada jalur yang tepat. Studi mengenai implementasi kebijakan berbeda dengan apa yang biasa diistilahkan sebagai “evaluasi kebijakan”. Evaluasi kebijakan merupakan perangkat bagi pembuat kebijakan yang tumbuh dengan cepat dan bernilai. Pada dasarnya evaluasi kebijakan membandingkan tujuan dari program dan hasilnya, mengukur pengaruh program seperti peningkatan pendidikan, pekerjaan, atau tidak adanya lembaga bagi anak-anak dan penurunan residivis, kecanduan obat, atau penyakit yang mungkin diakibatkan oleh kebijakan dengan tujuan yang ada. Meskipun pendekatan evaluasi kebijakan dapat sangat membantu dalam analisis kebijakan, evaluasi kebijakan tidak memberikan keseluruhan proses mengenai kesuksesan atau kegagalan dari kebijakan publik. Kita tidak dapat mengevaluasi kebijakan sampai dengan kebijakan tersebut dilaksanakan dengan tepat. Secara umum kita tidak dapat mengharapkan sebuah program memberikan hasil seperti yang diharapkan jika kebijakan tersebut tidak dilakukan berdasarkan rencana. Mengapa sebuah program menjadi gagal? Kemungkinan karena perencanaan kebijakan awal sangat buruk, atau mungkin karena apa yang telah direncanakan tidak pernah dilaksanakan. Informasi dalam implementasi

merupakan hal yang penting untuk pembuatan keputusan bagi program di masa depan. Pentingnya informasi yang dapat dipercaya di dalam implementasi tidak dapat diabaikan. Ketika pembuat kebijakan kurang informasi menganai implementasi, mereka tidak hanya menghilangkan

potensi

kesuksesan

sebuah

program,

tetapi

kemungkinan

mereka

mengembangkan program secara tidak tepat.

Pendekatan Kita dalam Mempelajari Implementasi Pendekatan kita dalam mempelajari implementasi kebijakan dimulai dengan gambaran dan pertanyaan: Apa persyaratan bagi suskesnya implementasi kebijakan? Apa halangan utama untuk suksesnya implementasi kebijakan. Untuk menjawab pertanyaan ini terdapat empat faktor penting atau variabel dalam impelementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi, sumberdaya, watak atau perilaku, dan struktur birokrasi. Karena keempat faktor ini bekerja secara simultan dan beraksi satu sama lain untuk membantu atau menghalangi implementasi

kebijakan,

pendekatan

yang

ideal

adalah

dengan

menggambarkan

kompleksitasnya melalui diskusi keempat faktor ini satu per satu.

1. Komunikasi. Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten.

2. Sumberdaya Tanpa adanya sumberdaya, personal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan akan bekerja tidak efektif, meskipun perintah telah diberikan secara jelas dan konsisten, serta disebarkan secara tepat. Sumberdaya yang penting antara lain staf yang cukup jumlah dan kemampuannya, informasi yang sesuai mengenai bagaimana perintah dilaksanakan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan seperti yang diharapkan, dan fasilitas yang dapat memberikan pelayanan seperti gedung, peralatan, lahan dan persediaan.

3. Watak Jika kebijakan ingin dilaksankan dengan efektif, pelaksana tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi mereka juga harus memiliki hasrat untuk melaksanakannya.

4. Struktur Birokrasi Jika sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan telah cukup dan pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukannya dan ingin melakukannya, implementasi masih dapat dirintangi karena kekurangan struktur birokrasi. Pembagian organisasi dapat menghalangi koordinasi yang penting bagi suksesnya pelaksanaan kebijakan yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan pembagian ini juga dapat membuang sumberdaya yang terbatas, menghambat perubahan, menciptakan kebingungan, membawa kepada pekerjaan yang menyimpang dari tujuan, dan menghasilkan terlupanya fungsi penting.

BUKU EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK, KARANGAN SAMODRA WIBAWA, HAL 1-40. Dalam buku ini pemerintah dianggap sebagai suatu organisasi yangmenyerap semua tuntutan dan kepentingan para pelaku politik, menghimpun sumber daya dari para pelaku ini dan memenuhi tuntutan serta kepentingan masyarakat. Karena tidak semua tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan, terutama disebabkan oleh jumlah dan kualitas sumber daya yang lebih sedikit dibanding tuntutan tersebut, maka pemerintah selalu melakukan penyaringan dan pemilihan tuntutan atau kepentingan. Ada tuntutan yang dapat dipenuhi segera, tapi tidak sedikit yang harus ditunda dan disingkirkan. Hasil penyaringan dan pemilihan inilah yang dirumuskan sebagai kebijakan publik. Suatu kebijakan pastinya mempunyai suatu rangkaian proses. Mulai dari proses formulasi, yaitu merumuskan kebijakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Kemudian implementasi kebijakan, yaitu proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah di buat, agar tujuan dari kebijakan tersebut tercapai. Proses yang terakhir yaitu proses evaluasi, tujuannya untuk meninjau kembali apakah kebijakan sudah berjalan sebagaimana mestinya, dan apakah sudah mencapai tujuan kebijakan atau belum. Kebijakan publik merupakan sebuah aksi yang ditimbulkan atas keluhan dan permasalahan yang dilemparkan oleh masyarakat. Kebijakan publik juga menimbulkan suatu konsekuensi atau dampak yang merupakan perubahan kondisi fisik maupun sosial akibat output dari kebijakan. Tak jarang juga kebijakan publik dibuat berdasarkan tujuan untuk memenuhi tuntutan aktor kebijakan. Hanya saja, karena alasan politik, tujuan kebijakan sering dirumuskan secara kabur dan tidak transparansi. Suatu kebijakan sering dibuat untuk mencapai maksud dan kepentingan yang berbeda dengan apa yang dirumuskan. Seringkali tindakan kebijakan yang telah dirancang sedemikian rupa tidak dapat mewujudkan semua kehendak kebijakan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh lemahnya daya antisipasi para pembuat kebijakan maupun pendesain program dan proyek, terganggunya implementasi oleh kondisi lingkungan yang tidak teramalkan sebelumnya. Oleh karena itu, untuk kepentingan inilah evaluasi kebijakan dilakukan oleh pemerintah. Kegiatan evaluasi ini dalam beberapa hal mirip dengan pengawasan dan kontrol. Pelaku utamanya jelas pemerintah, akan tetapi sering pelaku yang lain seperti lembaga penelitian yang independen, partai politik, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Evaluasi tersebut tidak hanya terjadi pada saat akhir saja, tetapi pada setiap proses, baik formulasi maupun implementasi. Evaluasi kebijakan merupakan aktivitas ilmiah yang perlu dilakukan oleh para pengambil kebijakan di dalam tubuh birokrasi pemerintah maupun organisasi sosial dan politik. Di tangan aktor kebijakan ini, evaluasi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu memberikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan. Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program-program mereka sehingga meningkat pula kepuasan publik terhadap kebijakan pemerintah. Kemudian, hasil evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi agar pemerintah melakukan perbaikan terhadap kebijakannya sehingga asas keadilan, kemerataan, dan demokrasi lebih diperhatikan oleh pemerintah. Evaluasi ada dua, yang pertama evaluasi implementasi, dan yang kedua yaitu evaluasi dampak kebijakan. Ada tiga buah model evaluasi implementasi kebijakan. Pertama, model Meter dan Horn yang menjelaskan hubungan antar aktor yang mempengaruhi hasil dan kinerja suatu kebijakan, yaitu ; (1) kompetensi dan jumlah staf, (2) rentang dan derajat pengendalian, (3) dukungan politik yang dimiliki, (4) kekuatan organisasi, (5) derajat keterbukaan dan kebebasan komunikasi, (6) keterkaitan dengan pembuat kebijakan. Kedua, model Grindle yang menyatakan keefektifan implementasi kebijakan tergantung dari isi kebijakan dan konteks implementasinya. Menurut Grindle, isi kebijakan mencakup ; (1) kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan, (2) jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat kebijakan, (5) pelaksana program, (6) sumberdaya yang digunakan.

Ketiga, model Sabatier dan Mazmian, yang menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu ; (1) karakteristik masalah, (2) struktur manajemen program, (3) faktor-faktor diluar peraturan. Model ini menekankan pada perhatian pada dua hal mendasar, yaitu kebijakan dan lingkungan kebijakan. Kelemahannya yaitu, Sabatier dan mazmanian terlalu menganggap suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi peraturan yang telah dibuat. Dengan memahami model-model tersebut, para evaluator dapat lebih cermat melakukan evaluasi, sehingga banyak persoalan dapat dianalisis secara komprehensif dan tidak parsial, dan serta dapat memperluas hasil pengamatan evaluator. Selanjutnya yaitu evaluasi dampak kebijakan, yaitu evaluasi yang memberikan perhatian yang lebih besar kepada output dan dampak kebijakan dibandingkan kepada proses pelaksanaannya. Dalam buku ini dijelaskan, ada dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang diharapkan maksudnya adalah ketika kebijakan dibuat, pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa saja yang akan terjadi. Lebih dari itu, pada akhir implementasi kebijakan muncul juga dampak-dampak yang tidak terduga. Dalam hal ini yang dievaluasi yaitu mulai dari peramalan kebijakan (forecasting). Contohnya saja kita mengkaji evaluasi dampak kebijakan pada kebijakan pembuatan Terminal Regional Bingkuang Kota Padang. Dalam implementasinya, kebijakan ini tidak berjalan seperti tujuan yang telah ditetapkan. Kevakuman Terminal Regional Bingkuang (TRB) di Aia Pacah, By Pass, Kota Padang selama 10 tahun yang dibangun tahun 1996 senilai Rp 15 miliar tersebut menuai kontroversi baik dari pemerintah maupun dari elemen masyarakat seperti pedagang, supir angkutan umum, dan lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan tidak mampu meramalkan dampak dari kebijakan pembangunan terminal tersebut, yang selain telah banyak membuang dana secara percuma, juga mengakibatkan semrawutnya daerah di pusat Kota Padang karena tidak adanya terminal yang berfungsi secara aktif dan maksimal. Selanjutnya analisis evaluasi dilanjutkan dengan karakteristik Analisis Dampak Sosial (ADS). Seringkali suatu ADS membawa konsekuensi pada diubahnya kebijakan. Seperti kasus pembangunan TRB Aia Pacah, dimana pemerintah mengharapkan dengan membangun terminal akan lebih memperluas pemerataan penduduk dan kota ke daerah timur. Setelah dilakukan ADS mungkin memberikan hasil negatif seperti terminal tersebut tidak akan efektif

digunakan mengingat masih kurangnya infrastruktur dan langkanya akses menuju kesana, namun pemerintah nekat dan tetap membangun terminal. Selanjutnya yaitu langkah-langkah ADS. Langkah-langkah ini bertujuan agar pemerintah dapat memberikan fasilitas dan pelayanan tambahan agar kebijakan lebih sempurna. Misalnya saja, untuk melengkapi program pembangunan tersebut perlu dibangun infrastruktur penunjang dan menata ulang kembali terminal dengan melibatkan seluruh aspek seperti dinas transportasi dan tata letak kota, supir-supir angkot, masyarakat dan pedagang. Terakhir yaitu dimensi-dimensi dampak. Dalam hal ini evaluator perlu memperhatikan beberapa dimensi, yaitu waktu, selisih antara dampak aktual dan yang diharapkan, tingkat agregasi dampak, dan jenis dampak. Selain itu evaluator juga perlu mencermati tiga persoalan lain seperti wilayah program, apakah program berlingkup nasional, propinsi, kota, kecamatan, atau desa. Kedua, ukuran program, yaitu berapa jumlah individu yang dilayani untuk setiap satuan wilayah program. Ketiga yaitu kebaruan program, apakah dampak yang diharapkan oleh program tersebut dianggap baru.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF