Resistensi Amerika Latin Pada Perjanjian Free Trade Area Dan Upaya Penguatan Peran Buruh Untuk Menguranginya

November 18, 2018 | Author: Erika Angelika | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Resistensi Amerika Latin Pada Perjanjian Free Trade Area Dan Upaya Penguatan Peran Buruh Untuk Menguranginya...

Description

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

Tugas Review III Mata Kuliah Dinamika Kawasan Kaw asan Amerika Nama : Erika NPM : 0706291243 Sumber Bacaan : 1. Enrique Dussel Peters, “What Does China’s Integration to the Global Economy Mean for Latin America? The Mexican Experience”, dalam Diego Sánchez-Ancochea dan Kenneth C. Shadlen ( eds.), The Political   Economy of Hemispheric Integration: Responding to Globalization in the Americas. (New York: Palgrace Macmillan, 2008), h. 57-82. DR -CAFTA in Costa Rica, the 2. Diego Sánchez-Ancochea, Sánchez-Ancochea, “State and Society: The Political Eonomy of DR -CAFTA Dominican Republic and El Salvador”, dalam Sánchez-Ancochea dan Shadlen, op. cit., h. 171-200. 3. Adhemar G. Bahadian dan Mauricio Carvalho Lyrio, “FTAA Trade Negotiations: A View of the Brazilian Co-chairmanship”, Co-chairmanship”, dalam Sánchez-Ancochea S ánchez-Ancochea dan Shadlen, op. cit., h. 200-218.

Resistensi Amerika Latin pada Perjanjian  Free Trade Area dan Upaya Penguatan Perlindungan Buruh untuk Menguranginya Menguranginya Sejak awal kemerdekaannya, negara-negara Amerika Latin telah menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Dari berbagai hubungan yang dijalin tersebut, hubungan yang paling banyak terjalin dari segi politik dan ekonomi adalah hubungan negara-negara Amerika Latin dengan Amerika Serikat (AS). Dengan Amerika Serikat (AS), hubungan yang dijalin terjadi dalam bentuk DR-CAFTA ( Dominican  Republic-Central America Free Trade Area), FTAA (Free Trade Area of the Americas), dan berbagai bentuk 

perjanjian perdagangan lainnya. Hubungan yang juga banyak dijalin adalah hubungan perdagangan dengan Cina, terutama oleh negara-negara Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Meksiko. Dinamika hubungan Amerika Latin dengan negara lain inilah yang kemudian dijelaskan oleh Enrique Dussel Peters, Diego Sánchez-Ancochea, dan Adhemar G. Bahadian-Mauricio Carvalho Lyrio dalam buku yang ber ber   judul “The Political Economy of Hemispheric Integration: Responding to Globalization in the Americas”.

Tulisan pertama oleh Enrique Dussel Peters menjelaskan mengenai hubungan perdagangan Amerika Selatan, Tengah, dan Meksiko dengan Cina. Peters mengatakan bahwa dalam relasinya dengan negara-negara Amerika Latin, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara hubungan perdagangan Cina dengan Amerika Tengah, dengan Meksiko dan dengan Amerika Selatan (terutama melalui Mercosur). Pada Amerika Tengah dan Meksiko, terlihat adanya defisit perdagangan dikarenakan banyaknya impor yang dilakukan Meksiko dan negara-negara Amerika Tengah pada produk elektronik dan autoparts Cina. Sementara pada negara-negara Amerika Selatan, hubungan perdagangan perdagangan yang timbul cenderung positif dengan adanya ekspor bahan mentah yang besar dari Amerika Selatan ke Cina, yang menyebabkan adanya surplus perdagangan dalam hubungan perdagangan Cina dan Amerika Selatan. Ekspor bahan mentah, misalnya, antara lain dilakukan oleh Argentina melalui ekspor tembaga, Brazil melalui ekspor oil seeds dan Chile melalui ekspor biji besi dan oil seeds-nya. Sementara pada sisi manufkatur, diprediksikan hubungan perdagangan yang terjadi akan senantiasa surplus seperti yang ditunjukkan sebelumnya, terutama karena banyaknya ekspor industri manufaktur Brazil ke Cina. Akan tetapi walaupun Page | 1

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

memiliki hubungan perdagangan yang cukup intense dengan Amerika Latin, ternyata baik ekspor Cina ke Amerika Latin maupun impor Cina dari Amerika Latin hanya mencakup sekian persen dari keseluruhan hubungan perdagangan Cina dengan negara lain. Hal yang berbeda terjadi di Amerika Latin, di mana Cina merupakan partner dagang penting bagi negara-negara Amerika Latin. Sehingga dapat dikatakan Amerika Latin cenderung membutuhkan Cina lebih daripada Cina membutuhkan Amerika Amerika Latin. Dari penjelasan di atas, jelas terlihat bahwa hubungan perdagangan dengan Cina mengancam perekonomian Amerika Latin. Tulisan kedua yang dibuat oleh Diego Sánchez-Ancochea kemudian menjelaskan mengenai salah satu upaya yang ditempuh negara Amerika Latin untuk mengatasi tantangan perdagangan yang muncul dari Cina. Upaya tersebut adalah melalui pembentukan DR-CAFTA ( Dominican  Republic-Central America Free Trade Agreement , perjanjian pasar bebas antara Republik Dominika dengan

Amerika Tengah). Bagi Amerika Tengah, DR-CAFTA ini dibuat dengan tujuan untuk mengamankan akses perdagangan mereka dan aliran FDI ( Foreign Direct Investment ) dari AS, sehubungan dengan semakin intensnya hubungan perdagangan Cina dengan negara-negara Amerika. DR-CAFTA ini tidak hanya membahas mengenai aturan-aturan perdagangan antar negara anggotanya, tapi juga mengenai sektor perbankan, telekomunikasi, hak kekayaan intelektual (HAKI), mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan, perdagangan, serta sektor buruh dan lingkungan. Dalam perkembangannya, tidak semua negara anggota memberikan respon yang sama pada pembentukan DR-CAFTA. Kosta Rika, misalnya, cenderung menentang pembentukan DR-CAFTA sementara El Salvador merupakan contoh negara Amerika Tengah yang cenderung antusias mengenai DR-CAFTA ini. Adapun perbedaan reaksi penerimaan ini disebabkan karena kondisi politik dan ekonomi negara-negara Amerika Tengah yang berbeda-beda. El Salvador, misalnya, merupakan negara dengan karakter neoliberal yang kuat, sehingga tidak heran ia cenderung memberi respon positif pada pembentukan DR-CAFTA. Selain itu, faktor banyaknya kelompok domestik yang memiliki hubungan erat dengan perekonomian AS, serta faktor pergerakan sosial dari kelompok buruh yang cenderung tidak mendapatkan porsi besar dalam kehidupan politik El Salvador menjadikan rencana pembentukan DR-CAFTA cenderung tidak menemui halangan di El Salvador. Berbeda dengan El Salvador, persetujuan kontrak DR-CAFTA pada Republik  Dominika tergolong cukup lambat. Hal tersebut dikarenakan alotnya perundingan pada pihak legislatif, akan tetapi lobbying dari sektor konstruksi kemudian membantu pembuatan kontrak DR-CAFTA. Berbeda dengan El Salvador dan Republik Dominika yang cenderung setuju dengan DR-CAFTA, DR-CAFTA justru mengalami banyak hambatan pada Kosta Rika. Hambatan umumnya muncul dari pergerakan sosial kaum buruh, ditambah dengan kehadiran kelompok  think-tank  dan oposisi pemerintah. Berbagai kelompok buruh, think-tank  dan partai oposisi ini tidak hanya membangun argumen kuat untuk menentang DR-CAFTA, tapi

  juga mengelaborasikan berbagai solusi alternatif untuk mengintegrasikan Kosta Rika pada perekonomian Page | 2

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

global selain melalui DR-CAFTA. Setelah menjelaskan mengenai hubungan Amerika Latin dengan Cina dan melalui DR-CAFTA, tulisan ketiga yang disampaikan oleh Adhemar G. Bahadian-Mauricio Carvalho Lyrio menceritakan hubungan politik ekonomi negara-negara Amerika Latin dengan negara-negara di Benua Amerika melalui pembentukan FTAA. Sebagai sebuah bentuk perjanjian pasar bebas, FTAA cenderung banyak mengalami hambatan dan kritik. Kritik utama yang muncul adalah tidak adanya klausul mengenai infrastruktur dan pembangunan sosial serta dukungan finansial dalam FTAA. Tidak hanya itu, rencana liberalisasi perdagangan di berbagai sektor esensial, misalnya pertanian, juga menyebabkan beberapa negara berkembang seperti Brazil cenderung tidak menyetujui FTAA. Selain itu, munculnya resistensi dari negara-negara tentang beberapa sektor sensitif menyebabkan diskusi mengenai sektor tersebut cenderung stagnan. Contoh yang paling jelas adalah pada AS, di mana AS selalu menganggap sektor pertanian dan kebijakan antidumping sebagai “permasalahan global” yang hanya dapat didiskusikan pada WTO bukan pada tingkat regional. r egional. Fakta ini mendemonstrasikan bahwa negara besar yang pertama kali mempromosikan ide FTAA masih mengedepankan sensitivitas nasionalnya. FTAA seperti memaksakan memaksakan negara anggotanya untuk menyetujui pembukaan akses pasar dari segi pengurangan tarif produk  pertanian dan produk industri, jasa, investasi dan government procurement  tapi tidak menyinggung sama sekali mengenai subsidi pertanian dan penerapan antidumping oleh negara maju. Dengan mengeksklusikan dua sektor ini dari perjanjian FTAA, AS seakan menghancurkan fondasi utama FTAA. Bahadian-Lyrio mengutip Dani Rodrik yang mengatakan sistem perdagangan multilateral seringkali digunakan untuk  mengakomodasi permintaan negara kaya, yang kemudian tidak hanya tidak membantu negara berkembang, tapi juga akan menghancurkan menghancurkan negara berkembang. Hal inilah yang menurut Bahadian-Lyrio Bahadian-Lyrio terjadi di FTAA. Akan tetapi bukan berarti negara-negara berkembang, dalam kasus FTAA, menolak diajak berdiskusi untuk  sektor sensitif seperti investasi dan jasa. Bahadian-Lyrio menekankan diskusi bisa saja dilakukan sepanjang tidak membatasi kemampuan negara berkembang untuk mengeluarkan kebijakan nasional untuk merespon hal tersebut. Proposal inilah yang diajukan Mercosur dan Brazil pada Pertemuan Tingkat Tinggi di Miami pada November 2003, yaitu mengenai fleksibilitas negosiasi FTAA untuk mengakomodasi masalah nasional;  — proposal negosiasi FTAA yang diserahkan kembali sepenuhnya pada negara negara —  proposal yang disebut sebagai “ plurilateral agreements”. Selain dikarenakan adanya negosiasi yang bersifat asimetris seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, negosiasi FTAA cendeurng mengalami stagnasi dikarenakan perbedaan prioritas antara negara maju dan negara berkembang, terutama mengenai masalah sektor pertanian dan hak kekayaan intelektual (HAKI). Telah dijelaskan sebelumnya, subsidi yang diberikan negara maju pada produk pertaniannya seringkali membuat suatu kompetisi yang tidak adil bagi negara berkembang yang bergantung pada ekspor produk pertanian. Page | 3

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

Sektor kedua, HAKI, merupakan sektor yang terus ramai diperdebatkan. Awalnya, Awalnya, pengetatan pada pemberian   property rights ditujukan untuk kepentingan transfer teknologi. Akan tetapi lama kelamaan, adanya HAKI

bagi produk tertentu kemudian malah menyebabkan menyebabkan negara berkembang kesulitan mendapatkan akses, seperti misalnya untuk sektor obat-obatan. Pemberian HAKI untuk sektor krusial seperti obat-obatan seakan-akan menjadi semacam mekanisme proteksi bagi negara maju, yang akan semakin mengekalkan monopoli negara maju di sektor tersebut. Hal ini mengakibatkan munculnya resistensi dari negara berkembang pada masalah HAKI. Akan tetapi, Bahadian-Lyrio menegaskan, resistensi yang muncul tidak berlaku untuk masalah pembajakan di mana pada Brazil, pembajakan pembajakan musik merupakan masalah serius yang harus segera ditangani. Tulisan yang dibuat ketiga penulis di atas dengan baik menggambarkan mengenai kondisi perjanjian area pasar bebas yang dijalin Amerika Latin dengan negara lain, khususnya dengan Cina dan dengan negara-negara di Benua Amerika. Jika Peters lebih menjelaskan mengenai ketidakseimbangan perdagangan antara Cina dan negara-negara Amerika Latin yang disebabkan karena perbedaan strategi pembangunan antara Cina dan Amerika Latin, Sánchez-Ancochea kemudian lebih memfokuskan penolakan perjanjian area pasar bebas pada faktor kondisi sosial-politik suatu negara. Kedua penulis ini sama-sama membahas mengenai faktor-faktor yang bersifat country-specific untuk menjelaskan gagal/ditolaknya perjanjian FTA (Free Trade Agreement ) di negara-negara Amerika Latin. Sementara itu, tulisan Bahadian-Lyrio agak sedikit berbeda dengan kedua penulis sebelumnya karena Bahadian-Lyrio kemudian lebih memfokuskan pada perjanjian FTA itu sendiri yang ia nilai tidak asimetris secara negosiasi sehingga pada akhirnya mengakibatkan perjanjian-perjanjian FTA dengan negara Amerika Latin cenderung tidak mengakomodasi kepentingan Amerika Latin itu sendiri. Sehingga menurut Bahadian-Lyrio, adanya penolakan pada perjanjian FTA di Amerika Latin disebabkan karena cacatnya perjanjian FTA itu sendiri. Senada dengan ketiga penulis di atas, penulis sendiri berpendapat bahwa resistensi negara-negara Amerika Latin pada suatu perjanjian FTA sebenarnya disebabkan oleh kompleksitas berbagai penyebab-penyebab yang sifatnya internal dan eksternal. Dari segi internal, Sánchez-Ancochea sudah menyebutkan menyebutkan mengenai faktor sosial-ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan akan perjanjian FTA di suatu negara. Sementara dari segi eksternal, Bahadian-Lyrio mempersalahkan peraturan-peraturan dalam FTA itu sendiri yang memang tidak sesuai dengan kepentingan negara Amerika Latin. Dari kedua sisi tersebut, penulis kemudian ingin menambahkan menambahkan faktor buruh yang kurang dibahas dalam ketiga tulisan di atas. Di sini faktor buruh kemudian menjadi penting karena sebagian besar masyarakat di negara-negara Amerika Latin masih terbilang miskin dan tidak berprofesi sebagai pemilik usaha/pebisnis. Sebaliknya, mayoritas masyarakat negara Amerika Latin seringkali sangat bergantung pada sektor industri yang menjadi mata pencaharian pencaharian mereka. Perjanjian perdagangan perdagangan bebas yang dijalin Amerika Latin dengan berbagai negara dunia kemudian akan sangat mempengaruhi kehidupan para buruh sebab ketika suatu perjanjian pasar bebas resmi Page | 4

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

berlaku, perusahaan domestik kemudian akan dipaksa untuk menghadapi tantangan kompetitif dari produk-produk impor. Sering terjadi, dihasilkannya perjanjian pasar bebas tidak diikuti dengan kesiapan dari industri domestik sehingga kemudian industri domestik yang tidak siap ini mengalami kebangkrutan, yang kemudian akan mengancam kehidupan para buruh industri tersebut. Sehingga seharusnya, perjanjian pasar bebas yang ada harus memasukkan klausul perlindungan buruh di dalamnya. Klausul ini dimaksudkan untuk  memberikan safety net pada para buruh, untuk mencegah ilustrasi di atas. Pembahasan mengenai klausul perlindungan buruh inilah yang tampaknya masih belum penulis temukan pada berbagai perjanjian pasar bebas Amerika Latin dengan berbagai negara dunia. Padahal jika mau dikaitkan dengan faktor internal dan faktor eksternal yang telah disebutkan ketiga penulis sebelumnya, sebelumnya, faktor perlindungan buruh ini merupakan faktor yang dapat menjembatani kedua faktor tersebut. Hal tersebut dikarenakan, seringkali ketidakberhasilan perjanjian FTA di suatu negara sangat erat dengan lobi-lobi politik  yang dilakukan kelompok kepentingan di dalamnya, di mana dalam Amerika Latin, kelompok buruh memegang peranan yang cukup penting karena kelompok buruh biasa merupakan kelompok yang paling lantang menentang perjanjian FTA di Amerika Latin. Dari sini dapat dilihat faktor buruh sebagai faktor internal yang menentukan penerimaan perjanjian FTA di suatu negara. Dari segi eksternal, tidak adanya klausul perlindungan buruh yang memadai juga seringkali menyebabkan tingginya resistensi Amerika Latin pada suatu perjanjian FTA. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan tahun 1990-an, sebenarnya klausul perlindungan buruh sudah mendapat perhatian dalam perjanjian-perjanjian FTA belakangan ini. Pada perjanjian   North American Free Trade Agreement  yang resmi berlaku pada 1994, misalnya, petani Meksiko mengalami kerugian besar karena

mereka belum siap berkompetisi dengan produk jagung impor dari AS. Kerugian ini diperparah dengan tidak  adanya safety net , baik dari pemerintah maupun dari perjanjian NAFTA itu sendiri, yang menjadikan para 1

petani itu tidak mendapat prioritas yang semestinya ia dapatkan. Hal yang sama terjadi di Chile, ketika FTA antara Chile dan AS kemudian tidak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan para pekerja Chile. Mengenai hal ini, Claudio Lara Cortés mengatakan bahwa FTA Chile-Amerika seperti mengeksklusikan konsumer dan para pekerja Chile.

2

Akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman, faktor perlindungan

buruh mulai mendapat perhatian. Berbagai perjanjian FTA seperti misalnya CAFTA telah memasukkan 3

klausul perlindungan buruh di dalamnya , hanya saja apakah klausul perlindungan buruh dalam CAFTA tersebut sesuai dengan tuntutan kaum buruh masih diperdebatkan oleh banyak pihak. Tren semakin 1

Manuel Trujillo, COHA Research Associate, Council on Hemispheric Affairs, Peru, Yes; Colombia? Free Trade Agreements:   Lessons from Latin America’s Recent Past  , http://www.coha.org/peru-yes-colombia-free-trade-agreements-v lessons-from-latin-america’s lessons-from-latin-america’s-recent-past/, -recent-past/, diakses pada 21 April 2010, pukul 21.37. 2  Ibid . 3 Office of the US Trade Representative (USTR), “ U.S. and Central American Countries Conclude Free Trade Agreement ”. ”. http://pdq.state.gov/scripts/cqcgi.exe/@rware70.env?CQ_SESSION_KEY=ZJPFF http://pdq.state.gov/scripts/c qcgi.exe/@rware70.env?CQ_SESSION_KEY=ZJPFF OFESMGD& Page | 5

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik . Universitas Indonesia

diperhatikannya perlindungan pada kaum buruh juga semakin diperkuat dengan kampanye presidensial Barack Obama sebelum ia menjadi Presiden AS, di mana pada waktu itu, ia mengkritik FTA Amerika Latin-AS yang tidak mempunyai klausul perlindungan buruh; menurutnya, pelatihan pada para buruh dan berbagai program penyesuaian buruh merupakan hal yang harus pertama kali dibangun di AS, dan bahwa perlindungan buruh dan lingkungan harus ditingkatkan di negara-negara Amerika Latin.

4

Adanya tren

semakin diperhatikannya perlindungan buruh dalam perjanjian FTA dengan Amerika Latin merupakan hal yang positif. Penulis berpendapat, dengan semakin diperhatikannya faktor perlindungan buruh dalam perjanjian-perjanjian FTA, hal tersebut akan mengurangi resistensi negara-negara Amerika Latin pada perjanjian FTA dengan negara maju.

4

Cynthia McClintock, U.S. Policy Toward Latin America in 2009 and Beyond, http://foreignaffairs.hous http://foreignaffairs.house.gov/ e.gov/ 111/mcc020409.pdf, 111/mcc020409.pdf, diakses pada 21 April 2010, pukul 21.38. Page | 6

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF