Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
December 1, 2018 | Author: HeruSutono | Category: N/A
Short Description
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Urban Design)...
Description
DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH (KIMPRASWIL) KOTA YOGYAKARTA
Executive Summary PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA
PT. CIPTA NINDITA BUANA
KATA PENGANTAR Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbolis yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya, demikian pula sebaliknya, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat kota dapat memacu pertumbuhan fisik kota. Perubahan, perkembangan dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL disusun sebagai produk perencanaan tata ruang yang disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda), agar dapat digunakan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang. Melalui pemahaman tersebut maka Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan panduan yang memberikan arahan interprestasi wujud ruang dalam bentuk rencana teknik, program tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunan yang dikelola secara khusus pada bangunan, kelompok bangunan dan lingkungan yang melingkupinya. Secara substansial Executive Summary Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Malioboro ini memuat Pendahuluan, Konsep Dasar Perancangan, & Panduan Rancangan. Executive Summary ini merupakan ringkasan materi yang menjadi arahan dan panduan rancangan bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih terhadap pihakpihak yang telah membantu terselesaikannya pekerjaan ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan tema kajian terkait.
Yogyakarta, Desember 2013
PT.CIPTA NINDITA BUANA
DAFTAR ISI PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN KAWASAN MALIOBORO, YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I KONSEP DASAR PERANCANGAN 2.1.
PERUMUSAN VISI KAWASAN MALIOBORO
II - 1
2.1.1.
Telaah Terhadap Visi Kota Yogyakarta
II - 1
2.1.2.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro
II - 3
2.2.
KONSEP PERANCANGAN STRUKTUR TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN
II - 7
2.3.
BLOK PENGEMBANGAN KAWASAN
II - 8
BAB II PANDUAN RANCANGAN 3.1.
Struktur Peruntukan Lahan
III - 1
3.2.
Intensitas Pemanfaatan Lahan
III - 10
3.3.
Tata Bangunan
III - 21
3.4.
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
III - 38
3.5.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
III - 47
3.6.
Tata Kualitas Lingkungan
III - 49
3.7.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
III - 63
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | i
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
III - 10
Tabel 3.2.
Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
III - 12
Tabel 3.3.
Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal
III - 13
Tabel 3.4.
Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal
III - 14
Tabel 3.5.
Penentuan Tinggi Bangunan (TB)
III - 18
Tabel 3.6.
Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
III - 20
Tabel 3.7.
Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro
III - 37
Tabel 3.8.
Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki
III - 43
Tabel 3.9.
Jenis Tanaman Peneduh/Perindang
III - 49
Tabel 3.10.
Pembagian Tema Koridor Utama Kawasan Malioboro
III - 50
Tabel 3.11.
Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat
III - 67
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro
II - 4
Gambar 2.2.
Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro
II - 4
Gambar 2.3.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama
II - 5
Gambar 2.4.
Blok Pengembangan Kawasan Malioboro
II - 9
Gambar 3.1.
Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro
III - 5
Gambar 3.2.
Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) tidak tertutup PKL
III - 6
Gambar 3.3.
Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL
III - 6
Gambar 3.4.
Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro
III - 7
Gambar 3.5.
Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok
III - 7
Gambar 3.6.
Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 8
Gambar 3.7.
Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 9
Gambar 3.8.
Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 10
Gambar 3.9.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani
III - 15
Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
III - 16
Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung
III - 17
Gambar 3.12. Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan
III - 17
Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan
III - 21
Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum
III - 24
Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng”
III - 24
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter)
III - 25
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (1000 m²
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
Cagar Budaya
80%
80%
80%
80%
80%
KJ. 02
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 03
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 04
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 05
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 06
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
KW. 01
Perumahan Kepadatan Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 02
Perumahan Kepadatan Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 03
Perumahan Kepadatan Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 04
Komersial (mix-use)
90%
90%
80%
80%
80%
KW. 05
Perumahan Kepadatan Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 06
Komersial (mix use)
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 01
KJ. 07
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
III - 12 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
B. KLB (Koefisien Lantai Bangunan) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau kavling sebagai rencana arahan ketinggian bangunan. Pengaturan ketinggian bangunan bertujuan untuk membentuk skyline kawasan perencanaan serta penciptaan image kawasan yang khas. KLB ini juga dipengaruhi daya dukung kawasan. Tabel 3.3.
Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA 40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Cagar Budaya
2.4
2.4
2.4
2.4
2.4
KJ. 02
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 03
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 04
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 05
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 06
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Perumahan
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 01
KJ. 07
KW. 01
Kepadatan sedang
KW. 02
Perumahan Kepadatan sedang
KW. 03
Perumahan Kepadatan sedang
KW. 04
Komersial (mix-use)
KW. 05
Perumahan Kepadatan sedang
KW. 06
Komersial (mix-use)
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus mendapatkan izin dari Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi yang berwenang di bidang kebudayaan dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya. III - 13 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
C. Koefisien Dasar Hijau (KDH) Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Tabel 3.4.
Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA 40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Cagar Budaya
10
10
10
10
10
KJ. 02
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 03
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 04
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 05
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 06
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Perumahan
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
KJ. 01
KJ. 07
KW. 01
Kepadatan Sedang
KW. 02
Perumahan Kepadatan Sedang
KW. 03
Perumahan Kepadatan Sedang
KW. 04
Komersial
5
5
10
10
10
KW. 05
Perumahan
10
10
10
10
10
5
5
10
10
10
Kepadatan Sedang
KW. 06
Komersial
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya. III - 14 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
D. Tinggi Bangunan
Tinggi Bangunan ( TB ) adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah atau lantai dasar.
Khusus untuk sepanjang jalan dari tugu sampai dengan perempatan depan kantor pos pusat (di dalam Kawasan Malioboro), selain bangunan cagar budaya (BCB), ketinggian bangunan di kiri dan kanan jalan tersebut maksimal 18 (delapan belas) meter sampai kedalaman 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar ruang milik jalan (rumija) dan memenuhi ketentuan untuk membentuk sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari as jalan. Sedangkan untuk sebelah dalam/belakangnya lebih dari 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar RUMIJA diperbolehkan untuk dibangun lebih tinggi lagi dari ketentuan ketinggian bangunan pada lahan di depannya, dengan membentuk sudut pandang 45º (empat puluh lima derajat) dari titik ketinggian yang diperkenankan; dan apabila dikehendaki lain (sudut pandang lebih dari 45º) harus ada persetujuan dari Walikota Yogyakarta dengan tinggi bangunan maksimum 32 (tiga puluh dua) meter.
Gambar 3.9.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani Sumber : Olahan studio, 2013
III - 15 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Ketentuan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup kecuali bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga; mengacu pada Ketentuan Tinggi Bangunan dan diberlakukan ketentuan pandangan bebas (sky line) dengan sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari RUMIJA di seberangnya.
Gambar 3.10.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013
Bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan karakter serta keharmonisan yang sejalan dengan tujuan perlindungan kawasan inti atau citra kota.
Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial, sehingga bangunan-bangunan baru tidak menenggelamkan bangunan Inti Lindung Budaya atau Bangunan Cagar Budaya. III - 16 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.11.
Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.12.
Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan Sumber : Olahan studio, 2013
III - 17 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Tabel 3.5.
Penentuan Tinggi Bangunan (TB) Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA 40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
Cagar Budaya
12
12
12
12
12
KJ. 02
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 03
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 04
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 05
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 06
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
KW. 01
Perumahan Kepadatan Sedang
12
12
12
16
16
KW. 02
Perumahan Kepadatan Sedang
12
12
12
16
16
KW. 03
Perumahan Kepadatan Sedang
12
12
12
16
16
KW. 04
Komersial (mix-use)
20
20
24
28
32
KW. 05
Perumahan Kepadatan Sedang
12
12
12
16
16
KW. 06
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 01
KJ. 07
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
E. GSB (Garis Sempadan Bangunan) Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi pengguna jalan dan lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain adalah untuk pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari, sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya kebakaran. III - 18 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Penetapan Garis Sempadan Bangunan dengan jalan ditetapkan setelah mempertimbangkan aspek : 1. Keamanan meliputi keamanan bagi konstruksi badan jalan dan keamanan bagi pengemudi serta pengguna bangunan yang tinggal di tepi jalan. Konstruksi jalan seperti perkerasan jalan, saluran drainase, talud jalan, marka jalan wajib diamankan agar tidak rusak oleh aktifitas pembangunan dan penggunaan gedung. Keamanan bagi pengemudi dan pengguna bangunan harus diperhatikan terutama yang berkaitan dengan pandangan bebas pengemudi di tikungan – tikungan jalan. Penyediaan lahan parkir diwajibkan bagi bangunan yang melakukan pelayanan publik seperti pertokoan, perkantoran, fasilitas pendidikan, pergudangan dll. Agar tidak memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir yang akan mengganggu fungsi jalan dan keamanan pengendara. Penetapan garis sempadan 0 m dari tepi jalan bisa dipertimbangkan bila pemilik bangunan dapat menyediakan lahan parkir di basement. 2. Kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besarnya garis sempadan bangunan terhadap jalan mengingat bangunan yang terlalu dekat ke tepi jalan cenderung akan tercemari oleh emisi gas buang (CO). Standard pencemaran yang akan mengganggu kesehatan ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 3. Kenyamanan terutama berkaitan dengan tingkat kebisingan, getaran yang diakibatkan oleh lalu lalangnya kendaraan. Penetapan garis sempadan yang terlalu dekat dengan tepi jalan akan dirasakan kurang nyaman bagi penghuni bangunan yang merasakan tingkat kebisingan yang tinggi serta getaran yang besar. 4. Kemudahan berkaitan dengan kemudahan akses jalan masuk ke bangunan. Jarak bangunan yang terlalu jauh dari tepi jalan cenderung menyulitkan akses dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. 5.
Keseimbangan dan keserasian berkaitan dengan rasa keindahan. Keseimbangan meliputi keseimbangan tinggi bangunan dengan luas halaman bangunan. Semakin tinggi suatu bangunan dibutuhkan luas halaman yang semakin besar. Keseimbangan juga menyangkut keseimbangan besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan kanan jalan. Untuk itu besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan kanan jalan diusahakan dibuat sama.
III - 19 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Keserasian dengan lingkungan bisa diartikan bahwa bangunan tersebut harus serasi dengan lingkungan sekitarnya yaitu dengan bangunan-bangunan yang sudah ada. Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial. 6. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan batas terluar Ruang Milik Jalan (Rumija). Tabel 3.6.
Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Kedudukan Koridor Kawasan
Penetapan Kelas Jalan
Lebar Rumija
Sempadan Bangunan
Koridor utama
Kolektor sekunder
22 m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
6m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
13 m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
3m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
12 m
4m
Jln. Reksobayan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Sosrokusuman
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
6m
3m
Jln. Ketandan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Pabringan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Abubakar Ali
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
14 m
4m
Jln. Mataram
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
12 m
4m
Jln. Suryotmo
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
16 m
4m
Jln. Senopati
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
18 m
4m
Jln. Ahmad Dahlan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
12 m
4m
Jln. Bayangkara
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
13 m
4m
Jln. Gandekan Lor
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
13 m
4m
Jln. Pasar Kembang
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
14 m
4m
BLOK KJ. 01 Jl.Malioboro – Jl. A.Yani KJ. 02 Jl. Sosrowijayan KJ. 03 Jl.Dagen KJ. 04 Jl. Pajeksan KJ. 05 Jl. Beskalan KJ. 06 Jl. Perwakilan KJ. 07 Jl. Suryatmajan
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
III - 20 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Untuk jalan-jalan yang belum diatur, menggunakan ketentuan GSB : a) Untuk lebar jalan < 6 m, GSBnya 3m. b) Untuk lebar jalan < 4m, GSBnya 2m. c) Untuk lebar jalan < 2m, GSBnya kondisi titik ikat.
3. 3.
Tata Bangunan
A. Orientasi bangunan; Orientasi bangunan merupakan arah tampak bukaan bangunan (muka bangunan) yang ditujukan pada sudut pandang tertentu (view) secara optimal. Di Kawasan Malioboro, orientasi bangunan dihadapkan ke arah jalan. Selain pertimbangan view yang optimal, orientasi bangunan juga harus merespon kondisi iklim lingkungan setempat. Hal ini ditujukan untuk mengatur penggunaan energi di dalam bangunan secara optimal.
Gambar 3.13.
Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan Sumber : Olahan studio, 2013
B. Wajah Depan Bangunan o Panduan rancangan Arsitektur bangunan pada sisi kiri kanan sumbu filosofi antara kraton sampai tugu termasuk KCB Malioboro memakai Pola Arsitektur Lestari Asli dengan gaya arsitektur Indis dan Cina. o Tampilan fasade dengan repetisi kolom untuk lantai 1 dan repetisi kusen dan repetisi bukaan untuk lantai 2. o Arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga, paling sedikit menggunakan pola arsitektur selaras sosok; III - 21 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Pola arsitektur Lestari Asli mempunyai arahan : - Bentuk bangunan dan konstruksi sesuai dengan tipe-tipe bentuk dan konstruksi Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Material yang dipakai sama seperti material yang digunakan pada Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB-nya; dan - Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya. Pola arsitektur Selaras Sosok mempunyai arahan : - Bentuk bangunan sesuai dengan tipe – tipe bentuk Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya, sedangkan konstruksi yang tidak tampak dari luar dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi; - Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Material yang dipakai dapat menggunakan material baru hasil perkembangan teknologi namun secara visual harus masih memperlihatkan kemiripan dengan material yang dipakai Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB tersebut; - Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya.
Panduan Arsitektur Indis di Kawasan Malioboro
Gaya Arsitektur Indis adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang telah diadaptasi menyesuaikan kondisi budaya dan iklim tropis/Indonesia. o Panduan rancangan Arsitektur Indis secara umum : 1. Atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut : - Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masingmasing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat. - Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.
III - 22 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol kayu/besi, atau atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja diatasnya. 2. Penutup atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut : - Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong atau kodhok dengan warna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari genteng tanah liat/gerabah. Tidak menggunakan penutup atap dari genteng beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya. - Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila berbentuk pergola dapat menggunakan bahan transparan. - Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan, disyaratkan berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap, bertekstur, tidak mengkilap. - Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan. 3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut : - Lisplang menggunakan papan kayu atau beton dengan lebar sekitar 20 cm. - Lisplang dimungkinkan lebih lebar dari 20 cm karena tuntutan proporsi/ perbandingan ukuran lebar dan tinggi atap yang besar. - Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak. - Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/ takikan) pada tepian dinding, dan/atau kaca patri/kaca timah - Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela. - Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional. - Beranda terbuka 4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut : - Pintu berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.
III - 23 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun jendela krepyak kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak,dan/atau kaca. - Daun dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Indis. - Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai dan ornamen besi/kayu. - Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan.
Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum Sumber : Olahan studio, 2013
o Ciri Arsitektur Indis di Koridor Utama mempunyai ciri “arsitektur topeng” yaitu menutup atap pelana dengan bidang wajah depan yang mempunyai ciri simetris dengan poros pada titik tertinggi, dan mempunyai permainan bidang lurus maupun bidang lengkung dan atau kombinasi keduanya.
Atap pelana Gambar 3.15.
Dinding atas
Dinding atas sebagai fasad depan
Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng” Sumber : Olahan studio, 2013
III - 24 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Untuk renovasi fasad mengikuti langgam Arsitektur Indis yang berada di Koridor Utama Malioboro, yaitu arsitektur Indis langgam Baroque yang mempunyai ciri : simetris dengan as/poros pada titik tertinggi, ornamentik, monumental dan mempunyai dinding wajah atas sebagai bidang penutup atap (topeng).
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter) Sumber : Olahan studio, 2013
o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar (lebih dari 10 meter) dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Indis yang simetris dan memuncak.
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar ( 300 jiwa /ha maka sistem setempat tidak sesuai diterapkan, sehingga harus memakai sistem terpusat.
Gambar 3.65.
Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama
sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
III - 66 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
c. Sistem Jaringan Drainase dan Sistem Pembuangan
Pada dasarnya, arahan penataan dan pengembangan drainase meliputi sistem jaringan drainase di Kawasan Malioboro merujuk sepenuhnya pada sistem jaringan drainase menurut RTRW Kota Yogyakarta.
Lokasi kawasan yang berdekatan dengan Sungai Code dan Sungai Winongo, memudahkan untuk pembuatan saluran drainase dan sanitasi yang baik, sehingga kedua sungai tersebut mampu menjadi saluran pembuangan primer.
Perlu dipertimbangkan juga kondisi sungai pada waktu tertentu seperti terjadinya banjir lahar dingin yang mampu meningkatkan volume sedimentasi.
Arahan penataan dan pengembangan drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Mempertahankan pola pengaliran yang sudah ada 2) Melakukan singkronisasi slope (kemiringan saluran) melalui pengukuran dimensi, pengerukan, peninggian saluran. Saluran-saluran tersebut di atas harus cukup besar dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik. 3) Penyediaan/perbaikan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi sekunder di tiap-tiap pekarangan ( rumah tangga ), serta optimalisasi pemanfaatan Sungai Code dan Sungai Winongo sebagai sistem drainase primer. 4) Air hujan yang jatuh di atap harus segera dapat disalurkan ke saluran dengan pipapipa atau bahan lain dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 m. 5) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kavling bangunan yang bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota (zero run-off). 6) Pembuatan bak peresapan privat mengikuti ketentuan sebagai berikut: Tabel 3.11.
Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat
Luas Kavling
KDB
Ǿ sumur resapan
H minimal
1000m
60%
2m
5
1000m
20%
1.4 m
3
500m
60%
1.4 m
5
500m
20%
1.4 m
1.5
200m
60%
0.8 m
4.5
200m
20%
0.8 m
1.5
7) Setiap 60 m² luasan yang tertutup bangunan/teratapi dibuatkan 1 Saluran Pembuangan Air Hujan/ SPAH (Perda Kota Yogyakarta No.2 Tahun 2012). III - 67 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
8) Pemasangan dan peletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan, serta bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran
Gambar 3.66.
Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan Sumber : Olahan studio, 2013
d. Rencana Pengelolaan Persampahan Pada dasarnya, produksi sampah Kawasan Malioboro harian dapat dibedakan menjadi: 1) Sampah permukiman; Sampah dari rumah tangga yang dikelola oleh penduduk secara
perorangan
dilakukan dengan cara ditimbun. Sedangkan pengelolaan
sampah oleh organisasi masyarakat dilakukan dengan cara mengangkut sampah ke TPS yang telah ditentukan. Selanjutnya, container TPS akan diangkut oleh petugas dari Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir (TPA). 2) Sampah perdagangan & jasa; Sampah hasil kegiatan perdagangan dan jasa (baik formal maupun PKL) akan disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari pengelola pasar yang kemudian diangkut menuju ke TPS. Selanjutnya, oleh petugas
dari
Dinas Kebersihan, sampah dari TPS diangkut menuju ke TPA. Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sebagai berikut: 1) Sistem pembuangan sampah terbagi menjadi 2 sistem, yaitu; sistem pengumpulan dan sistem pengangkutan sampah Sistem pengumpulan; o
Sampah dari rumah tangga dikumpulkan di bak sampah masing-masing;
o
Sampah yang berasal dari kawasan pasar dan pertokoan (termasuk aktivitas PKL) dikumpulkan di tong sampah masing-masing;
o
Sampah yang berasal dari pasar ditampung di bak sampah dan container yang ditempatkan di pasar tersebut. III - 68 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Sistem Pengangkutan Sampah; o
Pengangkutan sampah dari setiap bak sampah ke tempat penampungan sementara menggunakan gerobak dorong;
o
Pengangkutan sampah hasil kegiatan domestik maupun non domestik dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) langsung melalui truk container;
o
Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota dengan mempergunakan truk.
2) Pengembangan areal sebagai suatu tempat pembuangan akhir (TPA) sebaiknya jauh dari areal permukiman yang ada, sehingga tidak mengganggu kualitas lingkungan dan jaraknya harus jauh dari pusat kota. Untuk tempat pembuangan sementara (TPS) bisa menggunakan container atau transfer station. 3) Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan masyarakat sekitarnya terjamin. 4) Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas kebersihan kota, kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga petugaspetugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya. 5) Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika. Arahan penambahan tempat sampah dilakukan di ruang-ruang publik dan sepanjang koridor utama kawasan dengan jarak 15 meter. 6) Dilakukan pemisahan sampah berdasarkan jenisnya sejak dari sumbernya.
Gambar 3.67.
Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga
sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
III - 69 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
e. Sistem Jaringan Listrik dan Telepon Arahan rancangan (design guidelines) untuk pengembangan jaringan listrik dan jaringan telepon adalah sebagai berikut: 1) Memanfaatkan jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas telepon umum yang sudah ada. 2) Mengatasi gangguan visual kabel udara, diusulkan penyelesaian sebagai berikut:
Pada tahap awal, langkah yang bisa dilakukan adalah merapikan jaringan kabel udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan, antara lain dengan penyeragaman posisi tiang dan merapikan kabel yang semrawut. Kabel udara jaringan listrik yang menyeberangi jalan disyaratkan mempunyai tinggi minimum 5 meter di atas permukaan jalan.
Pada tahap selanjutnya, 10 tahun ke depan direncanakan penggantian kabel udara jaringan listrik dan penggantian kabel udara jaringan telepon yang telah habis masa pakainya sesuai program PT.Telkom, untuk dialokasikan ke dalam tanah, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan.
Mengganti kabel udara yang telah habis masa pakainya, dengan kabel tanah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program PLN dan PT. Telkom, sehingga jaringan listrik dan telepon di sepanjang jalan utama kota dalam jangka panjang menggunakan kabel bawah tanah.
Jaringan kabel bawah tanah tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan jaringan air bersih.
f.
Penggunaan jaringan telepontanpa kabel dengan perencanaan dari PT. Telkom
Sistem Jaringan Pengaman Kebakaran Usulan penempatan hidran merupakan bagian dari sistem keselamatan yang ditujukan untuk mengantisipasi kebakaran. Sistem yang terpakai adalah sistem yang terintegrasi dengan air bersih yaitu bergabung dengan jaringan distribusi air bersih dengan pilar hidran single nozzle yang penempatannya diletakkan pada persimpangan-persimpangan jalan dan tepi-tepi jalan yang lurus dengan jarak penempatan 150-300 meter dan dapat diperpendek tergantung dari kebutuhan dan kepadatan bangunan dari rencana lokasi penempatan hidran dengan syarat pemasangannya yang tidak boleh mengganggu sirkulasi lalu lintas.
III - 70 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Hidran-hidran yang sudah terdapat diwilayah perencanaan yang sudah rusak agar dapat difungsikan kembali penggunaannya. Setiap pipa hidran disadapkan pada pipa distribusi air bersih dan debit setiap hidrant adalah 16,5 liter/detik dan pemasangan dilengkapi dengan angker blok yang ditanam dibawah tanah. Arahan penambahan jaringan pemadam kebakaran berupa hydrant pada koridor jalan utama, permukiman penduduk, ruang-ruang terbuka publik serta sepanjang koridor perkotaan.
g. Mitigasi Bencana (1) Ketentuan peringatan dini dan kesadaran warga ditetapkan sebagai berikut:
a. Sistem peringatan dini di kawasan perencanaan menggunakan sistem yang terintegrasi untuk kecamatan dan kota. b. Peningkatan kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal maupun informal serta pelatihan. (2) Ketentuan jalur dan arah penyelamatan ditetapkanb sebagai berikut:
a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan menggunakan jaringan jalan yang ada. b. Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area Penyelamatan atau “Escape Area” untuk menampung korban bencana alam yang dapat berbentuk ruang terbuka/taman kota maupun geqdung penyelamatan seperti fasilitas umum dan fasilitas sosial. (3) Bangunan penyelamatan direncanakan berupa gedung penyelamatan seperti
fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan, gedung pertemuan dan gedung perkantoran dengan desain bangunan yang memiliki kekuatan struktural aman, layak dan teruji sebagai gedung yang tahan bencana alam. (4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana alam dan/atau
bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat tentang bangunan gedung yang diindikasikan membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, maka penerbitan SLF bangunan gedung dan/atau perpanjangan SLF bangunan gedung tersebut harus segera dilaksanakan.
III - 71 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.68.
Peta Jalur Evakuasi Bencana
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 72 |
Executive Summary
View more...
Comments