Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dalam Sistem Penataan Ruang

January 24, 2017 | Author: PUSTAKA Virtual Tata Ruang dan Pertanahan (Pusvir TRP) | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Disampaikan oleh Dr. Ir. Iwan Kustiawan, MT (Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota-SAPPK Institut Teknologi...

Description

Dr. Ir. Iwan Kustiwan, MT Kelompok Keahlian Perencanaan Dan Perancangan Kota SAPPK Institut Teknologi Bandung

Deskripsi Singkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi peraturan zonasi. Sebagai rencana rinci, RDTR mempunyai kedudukan sebagai penjabaran dari RTRW kabupaten/kota yang perlu dilengkapi dengan acuan yang bersifat lebih detail sekaligus memuat ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang juga akan menjadi dasar bagi penyusunan RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan.

Materi 1. 2.

3. 4.

5.

Kedudukan, Fungsi dan Manfaat RDTR dan Peraturan Zonasi Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi Persoalan penyusunan rencana rinci tata ruang Persoalan pengendalian pemanfaatan ruang dan kebutuhan peraturan zonasi Muatan RDTR (dan Peraturan Zonasi)

Beberapa Pengertian Dasar  Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota: rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang

wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota, rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR): rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi.

 Peraturan Zonasi: ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

 Bagian Wilayah Perkotaan (BWP): bagian dari kabupaten/kota dan/atau

kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pengaturan

Pembinaan

Perencanaan

Rencana Umum

Pelaksanaan

Pemanfaatan

Pengawasan

Pengendalian

Perizinan Insentif & Disinsentif

Kedudukan Rencana Rinci dalam Sistem Penataan Ruang

Pengenaan Sanksi

Rencana Rinci

Peraturan Zonasi

KETENTUAN RENCANA RINCI TATA RUANG (UU 26/2007) (1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:

a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang. (3) Rencana rinci tata ruang terdiri atas: a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. (4) Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.

KETENTUAN PERATURAN ZONASI  UU No. 26/2007 mengamanatkan penyusunan Peraturan Zonasi (ps. 35):  “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui

penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.”  Pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan peraturan pemerintah (ps. 40)

Kedudukan RDTR PP No. 15 Tahun 2010: Setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya.

Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan: a. kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan perkotaan; dan b. memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam pedoman penyusunan RDTR.

Rencana Umum

RPJP Nasional

RTRW Nasional

Rencana Rinci

RTR Pulau RTR Kawasan Strategis Nasional

RPJM Nasional RPJP Propinsi

RTRW Propinsi

RTR Kawasan Strategis Provinsi

RPJM Propinsi

RTRW Kabupaten

RDTR Kabupaten RTR Kawasan Strategis Kabupaten

RPJP Kabupaten/Kota

RPJM Kabupaten/Kota

RTRW Kota

RDTR Kota

RTR Kawasan Strategis Kota

Hubungan antara RTRW kabupaten/Kota, RTBL dan Wilayah Perencanaannya

Keterkaitan antara Penataan Ruang dan Penataan Bangunan

Fungsi Rencana Detail Tata Ruang 1. 2.

3. 4.

5.

Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW; Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW; Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan Acuan dalam penyusunan RTBL.

Manfaat RDTR 1.

Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;

2.

Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;

3.

Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

4.

Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP atau sub BWP.

Kriteria penyusunan RDTR RDTR disusun apabila:  RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam pelaksanaan

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian petanya belum mencapai 1:5.000; dan/atau  RTRW kabupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun RDTR-nya.

Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR Wilayah perencanaan RDTR mencakup: a. wilayah administrasi; b. kawasan fungsional: bagian wilayah kota/subwilayah kota; c. bagian dari wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan; d. kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau e. bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan perdesaan dan direncanakan menjadi kawasan perkotaan.

Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan dalam Wilayah Kota

Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Kawasan Fungsional seperti Bagian Wilayah Kota/Sub Wilayah Kota

Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Bagian dari Wilayah Kabupaten yang memiliki Ciri Perkotaan

Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Kawasan Strategis kabupaten yang memiliki Ciri Perkotaan

Lingkup Wilayah RDTR Berdasarkan Berdasarkan Bagian dari Wilayah Kabupaten/Kota yang Berupa Kawasan Perdesaan dan direncanakan menjadi Kawasan Perkotaan

Masa Berlaku RDTR RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika: a. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP RDTR; atau b. terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar, antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.

PENGERTIAN PERATURAN ZONASI Pengertian peraturan zonasi TIDAK DISEBUTKAN dalam Ketentuan Umum UU No. 26/2007 tapi disebutkan dalam penjelasan sbb:

Penjelasan umum angka 6: “Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang”. (definisi ini yang digunakan dalam PP No. 26/2008 tentang RTRWN ps. 1 angka 27) Penjelasan ps. 36 ayat 1: “Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur‐unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang”.

FUNGSI PERATURAN ZONASI Salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang , Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi (ps. 35) • Sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang (ps 36 ayat 2). • Pelaksanaan RRTR untuk mengoperasionalkan RUTR harus tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi. • Penyempurnaan RRTR berdasarkan aspirasi masyarakat harus tetap mematuhi batasan yang telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi (penjelasan ps. 14 ayat 1). • Peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tata ruang kabupaten/kota menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang (penjelasan umum angka 6). •

KETENTUAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI  Penyusunan peraturan zonasi :  didasarkan pada RDTR kabupaten/kota dan RTR kawasan strategis

kabupaten/kota (ps. 14 ayat 3 huruf c)  berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang (ps. 36 ayat 1).  Peraturan zonasi berisi (penjelasan ps. 36 ayat 1):  ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang  amplop ruang (KDRH, KDB, KLB, GSB),  penyediaan sarana dan prasarana,  ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, antara lain:  keselamatan penerbangan,  pembangunan pemancar alat komunikasi,  pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi Catatan: • Istilah yang umum digunakan untuk “amplop ruang” adalah BUILDING ENVELOPE (AMPLOP BANGUNAN) • Amplop bangunan dibatasi oleh GSB, tinggi bangunan, dan sky exposure.

MUATAN PZ DALAM RTRW Rencana Umum

Muatan Peraturan Zonasi

RTRWN

arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional …(ps. 20 ayat 1 huruf f)

RTRWP

arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi …(ps. 23 ayat 1 huruf f)

RTRW Kabupaten/Kota

ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi… (ps. 26 ayat 1 huruf f)

RTR Kaw. Metropolitan Kaw. Megapolitan

ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan metropolitan dan/atau megapolitan yang berisi arahan peraturan zonasi … (ps. 44 ayat 2 huruf e).

RTR Kaw. Agropolitan

ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi arahan peraturan zonasi … (ps. 51 ayat 2 huruf e).

Ada perbedaan kedalaman antara “indikasi arahan”, “kententuan umum”, “arahan”, dan “Peraturan Zonasi”

PENTINGNYA PERATURAN ZONASI Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pengaturan

Pembinaan

Pelaksanaan

Pengawasan

Perencanaan

Pemanfaatan

Pengendalian

Peraturan Zonasi merupakan perangkat utama dalam pengendalian karena perizinan, insentif & disinsentif, dan sanksi harus didasarkan pada Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi Program PR Pembiayaan

Perizinan Insentif & Disinsentif Sanksi

RDTR DAN PERATURAN ZONASI Kaitan RDTR dan Peraturan Zonasi Rencana Umum

Rencana Rinci

salah satu jenjang rencana tata ruang kab/kota dengan skala 1:5000

RTRW Kab/Kota

PERATURAN ZONASI

salah satu perangkat pengendalian pemanfaatan ruang

RDTR

RTBL

Peraturan Zonasi

Persoalan Penyusunan Rinci Tata Ruang Persoalan penyusunan rencana rinci :  penerapan prinsip hierarkis komplementer dalam penyusunan rencana rinci  tingkat kerincian muatan Rencana Tata Ruang (RTR)  klasifikasi pola ruang/zonasi; perbedaan nomenklatur dalam rencana umum dan rencana rinci  perbedaan proses teknis penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi 2. Persoalan pengendalian pemanfaatan ruang 3. Kebutuhan penyusunan Peraturan Zonasi 1.

26

Persoalan dalam perencanaan tata ruang  Tingkat kerincian muatan RTR (rencana struktur dan rencana pola ruang)  Penerapan prinsip hierarkis-komplementer  Klasifikasi pola ruang/zonasi dalam rencana  Lingkup dan delineasi wilayah perencanaan  Perbedaan nomenklatur dalam rencana umum dan rencana rinci  Kaitan antara rencana tata ruang dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang.

27

Persoalan dalam perencanaan tata ruang  Tingkat kerincian muatan RTR (rencana struktur dan rencana pola ruang)  Penerapan prinsip hierarkis-komplementer  Klasifikasi pola ruang/zonasi dalam rencana  Lingkup dan delineasi wilayah perencanaan  Perbedaan nomenklatur dalam rencana umum dan rencana rinci  Kaitan antara rencana tata ruang dan instrumen pemendalian pemanfaatan ruang.

28

Persoalan Penyusunan Rencana Rinci Perbedaan rencana umum dengan rencana rinci  Rencana umum tata ruang merupakan rencana yang dihasilkan dari

perencanaan tata ruang yang dilakukan berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, yang secara berhierarki terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP), dan RTRW Kabupaten/Kota  Rencana rinci tata ruang merupakan penjabaran rencana umum tata

ruang berupa rencana tata ruang kawasan yang penetapan kawasannya tercakup di dalam RTRW, sekaligus perangkat operasional dari rencana umum tata ruang  Rencana rinci tata ruang terdiri atas:  RTR Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Startegis Nasional  RTR Kawasan Strategis Provinsi  RDTR Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis

Kabupaten/Kota. 29

Kedudukan rencana umum dan rencana rinci  Kedudukan rencana umum dan rencana rinci dalam wilayah

Kabupaten/Kota:  Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif, yang dalam operasionalisasinya memanfaatkan rencana rinci tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.  Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan

peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

30

Persoalan dalam penyusunan rencana rinci  Penerapan prinsip hierarkis komplementer dalam penyusunan rencana rinci  Tingkat kerincian muatan rencana tata ruang (RTR)  Klasifikasi pola ruang/zonasi  Perbedaan nomenklatur dalam rencana umum dan rencana rinci  Perbedaan proses teknis penyusunan RDTR dan peraturan zonasi. 31

Prinsip hierarkis-komplementer (1)  Konsitensi substansi RDTR Kabupaten/Kota terhadap

produk rencana tata ruang yang bersifat umum  Komplementaritas dalam penyusunan RDTR  Penjabaran rinci dari rencana umum.  Dalam penyusunan RDTR Kabupaten/Kota

bagaimana RTRW Kabupaten/Kota dijabarkan lebih lanjut:  Tingkat kerincian/kedetailan struktur ruang wilayah

kabupaten/kota  Tingkat kerincian/kedetailan pola ruang wilayah kabupaten/kota 32

Prinsip hierarkis-komplementer (2)  Tiap jenis produk RTR pada dasarnya berbeda-beda tingkat

kedalamannya/ ketelitiannya.  Makin kecil wilayah perencanaannya, makin rinci arahan materi/ substansinya, sesuai dengan skala peta yang makin besar.  Rencana rinci lebih besar muatan pengaturan pola ruang daripada pengaturan struktur ruang.  Dengan wilayah perencanaan dalam RDTR yang mencakup bagian wilayah kabupaten/kota atau bagian wilayah perkotaan (BWP) yang lebih kecil, tingkat ketelitian/skala petanya menjadi lebih besar.  RTRW Kabupaten (skala peta 1:100.000 atau 1:50.000)  RDTR bagian wilayah Kabupaten 1: 10.000 atau 1:5000. RTRW Kota (skala peta 1: 25.000 atau 1:10.000)  RDTR bagian wilayah Kotanya akan mempunyai skala 33 1:5.000.

Tingkat Kerincian Rencana Pola Ruang (1) RTRW Kota: Kawasan Lindung 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Kawasan hutan lindung kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (kawasan bergambut dan kawasan resapan air) kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air) ruang terbuka hijau (taman RT, taman RW, taman kota dan permakaman; kawasan suaka alam dan cagar budaya) kawasan rawan bencana alam (kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir) kawasan lindung lainnya.

RDTR: Zona Lindung zona hutan lindung; zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya (zona bergambut dan zona resapan air) RDTR: Zona Lindung 3. zona perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, zona sekitar danau, waduk, dan zona sekitar mata air) 4. zona RTH kota (taman RT, taman RW, taman kota dan pemakaman) 5. zona suaka alam dan cagar budaya; 6. zona rawan bencana alam (zona rawan tanah longsor, zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan banjir) 7. zona lindung lainnya. 1. 2.

Tingkat Kerincian Rencana Pola Ruang (2) RTRW Kota: Kawasan budidaya 1.

2.

3. 4. 5. 6. 7.

8. 9.

kawasan perumahan (perumahan dengan kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan dengan kepadatan rendah; kawasan perdagangan dan jasa (pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern) kawasan perkantoran (perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta) kawasan industri (industri rumah tangga/kecil dan industri ringan; kawasan pariwisata (pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan kawasan ruang terbuka non hijau kawasan ruang evakuasi bencana (ruang terbuka atau ruang-ruang lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana terjadi kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal kawasan peruntukan lainnya (pertanian, pertambangan, pelayanan umum, pendidikan, kesehatan, peribadatan, keamanan dan keselamatan, militer, dll)

RDTR : Zona Budidaya 1. 2.

3. 4. 5. 6.

7. 8.

zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah zona perdagangan dan jasa (perdagangan jasa deret dan perdagangan jasa tunggal), bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dsb. zona perkantoran (perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta) zona sarana pelayanan umum (pendidikan, transportasi, kesehatan, olahraga, sosial budaya, dan peribadatan) zona industri (industri kimia dasar, industri mesin dan logam dasar, industri kecil, dan aneka industri) zona khusus (zona untuk keperluan pertahanan dan keamanan, Instalasi Pengolahan Air, Tempat Pemrosesan Akhir, dan zona khusus lainnya) zona lainnya (pertanian, pertambangan, dan pariwisata) zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi dan/atau bersifat terpadu (perumahan dan perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran).

Persoalan dalam pengendalian pemanfaatan ruang  Ketidaksesuaian kegiatan/fungsi dengan rencana

pola ruang dalam RTR  Ketidaksesuaian intensitas kegiatan dengan rencana pola ruang dalam RTR  Perubahan penggunaan lahan dari kawasan tidak terbangun ke kawasan terbangun  Penerbitan izin pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan RTR  Perkembangan kegiatan tambahan/aksesoris. 36

Konteks persoalan pengendalian di Kota/Kawasan perkotaan (1)  Tingginya tingkat urbanisasi disertai keterbatasan ruang.

 Cepatnya peningkatan harga lahan  Terbatasnya sistem informasi lahan, yang mengurangi

kemampuan pengendalian pemanfaatan ruang.  Belum tepat dan belum terpadunya strategi pengembangan lahan perkotaan  Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan rujukan pengendalian (peraturan zonasi, perizinan, insentif/disinsentif, sanksi) baik teknis maupun prosedural.

37

konteks persoalan pengendalian di Kota/Kawasan perkotaan (2)  Kecenderungan setiap instansi mengeluarkan ketentuan yang

   

berkaitan dengan pemanfaatan ruang dan pengendaliannya, sehingga proses pengendalian tidak berjalan secara sistematis, tumpang tindih, tidak efisien dan efektif. Kurangnya jumlah, pengetahuan, pemahaman dan kompetensi aparat untuk menangani pengendalian secara rutin Kurangnya kegiatan rutin dalam pengawasan pemanfaatan ruang Kurang tegas dan konsistennya penertiban pemanfaatan ruang Kurangnya pemahaman dan ketaatan dari masyarakat untuk mengikuti ketentuan dan prosedur yang ditetapkan.

38

Kebutuhan penyusunan RDTR 1. RTRW kab/kota belum dapat dijadikan acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih

rinci; 2. RTRW kab/kota belum dapat dijadikan acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; 3. RTRW kab/kota belum dapat dijadikan acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; 4. RTRW kab/kota belum dapat dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL). 39

Kebutuhan Penyusunan Peraturan Zonasi (yang melengkapi RDTR)  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kab/Kota belum rujukan dalam

operasional, sehingga sulit dijadikan pengendalian penataan ruang;  Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kab/Kota pada meskipun sudah lebih rinci seringkali masih kurang operasional sebagai rujukan pengendalian pemanfaatan ruang karena tidak disertai dengan aturan yang lengkap.  Perlu menerapkan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang  “Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang” (UU 26/2007, penjelasan umum no. 6) 40

Objek yang perlu dikendalikan?  Penggunaan lahan/kegiatan:

         

(Memperkecil) konflik antarguna lahan (negative externalities) (Memaksimalkan) manfaat antarguna lahan Lokasi kegiatan/pembangunan Waktu pembangunan/redevelopment Penyediaan prasarana minimum yang diperlukan Tampilan lingkungan Struktur dan tapak bersejarah/estetik; Lingkungan lama yang indah/menarik; Keragaman dalam pembangunan baru/redevelopment Alat/cara untuk kompensasi ekonomi Kecukupan rancangan fisik dari pembangunan baru Pemeliharaan kualitas lingkungan binaan/terbangun.

41

Dasar-dasar pengendalian pemanfaatan ruang Tujuan: Menjamin tercapainya tertib tata ruang Pengendalian pemanfaatan ruang mencakup berbagai perangkat untuk memastikan rencana tata ruang dan pelaksanaannya berlangsung sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Prasyarat pengendalian berjalan efektif dan efisien; 1. Produk rencana yang baik, berkualitas 2. Informasi yang akurat terhadap praktek-praktek pemanfaatan ruang yang berlangsung (informasi, perizinan, partisipasi, dll)

ALASAN perlunya pengendalian pemanfatan ruang  Penegasan dalam UU No. 26/2007: pengendalian pemanfaatan ruang

adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang agar pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.  Praktek pelaksanaan pembangunan/pemanfaatan ruang tidak selalu

dapat berjalan sesuai dengan tata ruang.

• Pelanggaran oleh faktor teknis operasional, administrasi/politis, mekanisme pasar, kurang memperhatikan rencana tata ruang. • Perubahan/pelanggaran pemanfaatan ruang memberi dampak ketidakadilan, dampak negatif.

Landasan kewenangan pemerintah dalam pengendalian pembangunan 1.

Bundles of Rights (Hak atas Lahan) Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan, hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan hukum mengenai lahan.



2. Police Power (Pengaturan) Kewenangan menerapkan peraturan hukum (pengaturan, pengawasan dan pengendalian pembangunan di atas lahan maupun kegiatan manusia yang menghuninya) untuk menjamin kesehatan umum, keselamatan, moral dan kesejahteraan. Seringkali dianggap sebagai ‘limitation on private property/individual rights’. Pertimbangan:



  

 

Tujuan umum (public purpose):  Keamanan, ketertiban, keefektifan, efisiensi, pertahanan, pemerataan, keadilan, kesehatan, lingkungan dan energi, moral, pelestarian, dll Kepentingan umum (public interest)  Kenyamanan, angkutan massal/umum, prasarana, perumahan, kebangkrutan, Kesejahteraan umum (general welfare)  Kepastian usaha, keberlanjutan usaha

3. Eminent Domain (Pencabutan Hak atas Lahan) 

Kewenangan tindakan mengambil alih atau mencabut hak atas lahan di dalam batas kewenangannya dengan kompensasi seperlunya dengan alasan untuk kepentingan umum

4. Taxation 

Kewenangan mengenakan beban atau pungutan yang dilandasi kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk tujuan kepentingan umum.

5. Spending Power 

Kewenangan membelanjakan dana publik untuk kepentingan umum (melalui APBN dan/atau APBD)

Hak atas Lahan (Property Right) • Masyarakat • Perusahaan • Negara



Hak Membangun (Development Right)

Pemerintah Daerah: Menerbitkan Izin

Dilarang membangun tanpa izin Pemerintah Contoh: - Manfaat individual vs. kewajiban mentaati tata ruang

SIFAT dan PERANGKAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Preventif Mengarahkan Pembangunan (Direct Development)

Mendorong Pembangunan (Promote Development)

Zoning. Development control. Development Permit. Site Plan Control. Perizinan, Pengawasan, Disinsentif, dll

Kuratif Enforcement: -penertiban -sanksi

RTRWK RDTRK Insentif

Muatan RDTR Kabupaten/ Kota (PerMen PU No. 20/2011) 1. 2. 3. 4.

5. 6.

Tujuan penataan BBagian Wilayah Perkotaan (BWP) Rencana pola ruang Rencana jaringan prasarana Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya Ketentuan pemanfaatan ruang Peraturan zonasi.

Dimana sebaiknya (arah pengembangan dan berapa intensitasnya: - Perumahan [Jenis, R] - Komersial [K] - Industri [I] - dll

Planning

Pendekatan/Metode: - Ekonomi - Sosial - Fisik. - Sistem Internal & Eksternal

Produk: - Perwujudan pola ruang (alokasi pola ruang)

Bagaimana sebaiknya [kinerja]: - Perumahan [Jenis, R] - Komersial [K] - Industri [I] - dll

v s

[Zoning] Regulation

Produk: - Perangkat pengendalian. - Ketentuan pemanfaatan ruang. - Dampak Pembangunan dll

Pendekatan/Metode: - Dampak. - Kesesuaian/kompatibil itas guna lahan dan kegiatan - dll

Muatan RDTR

Prosedur Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi  Prosedur penyusunan RDTR dan peraturan zonasi  proses dan jangka waktu penyusunan (proses teknis)  pelibatan masyarakat  pembahasan rancangan RDTR dan peraturan zonasi.  Prosedur penyusunan dibedakan:  Prosedur penyusunan RDTR  Prosedur penyusunan peraturan zonasi (zoning text dan zoning map).

Prosedur Penyusunan RDTR  Pra persiapan penyusunan RDTR  penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/TOR;  penentuan metodologi yang digunakan;  penganggaran kegiatan penyusunan RDTR.  Persiapan penyusunan RDTR  persiapan awal, upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan anggaran biaya;  kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya dan kajian awal RTRW kabupaten/kota dan kebijakan lainnya;  persiapan teknis pelaksanaan: penyusunan metodologi/metode dan teknik analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.

 Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengenalan karakteristik BWP dan penyusunan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana BWP  Pengolahan dan Analisis Data  analisis karakteristik wilayah  analisis potensi dan masalah pengembangan BWP  analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.  Perumusan Konsep RDTR  Dilakukan dengan mengacu pada RTRW dan pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan memperhatikan RPJP kabupaten/kota dan RPJM kabupaten/kota.  Konsep RDTR dirumuskan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah

Proses Penyusunan Peraturan Zonasi  Proses penyusunan peraturan zonasi sebagai bagian dari RDTR dilakukan secara pararel dengan penyusunan RDTR.  Pengumpulan Data/Informasi  pengenalan karakteristik wilayah kabupaten/kota dan penyusunan peraturan zonasi, harus dilakukan  pengumpulan data primer dan data sekunder.  Analisis dan perumusan ketentuan teknis 1) tujuan peraturan zonasi; 2) klasifikasi zonasi; 3) daftar kegiatan; 4) delineasi blok peruntukan; 5) ketentuan teknis zonasi, terdiri atas: 6) standar teknis; 7) ketentuan pengaturan zonasi; 8) ketentuan pelaksanaan, terdiri atas: 9) ketentuan dampak pemanfaatan ruang; 10) kelembagaan; dan 11) perubahan peraturan zonasi

Penyusunan RDTR bersama dengan Peraturan Zonasi

Penetapan Peraturan Zonasi Bab VI … lanjutan Kabupaten/Kota PENETAPAN PERATURAN ZONASI (PZ) UNTUK WILAYAH KAB/KOTA

Pasal 158

1

RTRW Kab/Kota Skala 1 : 5.000

Skala 1 : 5.000

Peraturan Zonasi (Text & Map)

Bila RTRW sdh skala detail  RDTR tidak dibutuhkan, PZ tetap harus ada. Perda terpisah.

Skala 1 : 5.000

RTRW Kab/Kota

Skala 1 : 50.000/ 1 : 25.000

2 RDTR Peraturan Zonasi (Text & Map)

RTRW Kab/Kota

3 RDTR (Map) Skala 1 : 5.000 bhk-djpr

Skala 1 : 5.000

Skala 1 : 50.000/ 1 : 25.000

Peraturan Zonasi (Text)

RDTR & PZ dalam satu dokumen Perda. (Efisiensi waktu dan dana). Apabila RDTR direvisi maka PZ tetap berlaku dan diadopsi dalam RDTR baru

RDTR ada, PZ melengkapi. Perda PZ terpisah, ditetapkan paling lama 2 tahun sejak Perda RDTR

25

TERIMA KASIH 11 Juni 2014

IWAN KUSTIWAN, Dr., Ir., MT.

Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 Tel. 022-2504735, 2509171 Fax. 022-2501263 E-mail: [email protected]; [email protected]

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF