REFRAT Vitiligo

August 21, 2017 | Author: Kapten Inf Dwi Cahyo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ums jaya...

Description

REFRAT

VITILIGO Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing: dr. Rully Setia Agus Dimawan, Sp.KK

Diajukan Oleh: Dwi Cahyo Suprabowo

J510155003

Nur Rochmah Kurnianti

J510155041

Pamela Rezy Andretty

J510155082

Rindang Wiratini

J510155009

Triono Soleh

J510155043

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016 REFRAT

VITILIGO Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Diajukan Oleh: Dwi Cahyo Suprabowo

J510155003

Nur Rochmah Kurnianti

J510155041

Pamela Rezy Andretty

J510155082

Rindang Wiratini

J510155009

Triono Soleh

J510155043

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Pembimbing Nama : dr.Rully Setia Agus Dimawan, Sp.KK

(................................)

Dipresentasikan dihadapan Nama

: dr. Rully Setia Agus Dimawan, Sp.KK

(................................)

Disahkan Ketua Program Profesi Nama

: dr Dona Dewi Nirlawati

DAFTAR ISI

2

(..............................)

3

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii DAFTAR ISI.......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Tujuan Penulisan......................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3 A. Definisi....................................................................................................3 B. Epidemiologi............................................................................................3 C. Etiologi....................................................................................................3 D. Patogenesis..............................................................................................4 E. Klasifikasi................................................................................................6 F. Gejala Klinis.............................................................................................6 G. Diagnosis...............................................................................................10 H. Diagnosis Banding.................................................................................11 I. Penatalaksanaan......................................................................................15 K. Prognosis...............................................................................................21 BAB III KESIMPULAN...................................................................................22 A. Kesimpulan............................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA

23 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling berperan adalah pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan sinar ultraviolet. Salah

4

satu kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan produksi melanin yaitu Vitiligo. Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapatkan disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik, kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Dari penyelidikannya, Lerner (1959) melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo, sedangkan Eli -Mofty (1968) menyebut angka 35%. Kelainan ini yang bersifat bawaan dan sebagai akibat penyakit auto-imunne, tetapi pada sebagian besar penderita penyebabnya tidak jelas. Vitiligo ini harus dibedakan dengan perubahan kulit yang menjadi lebih putih sebagai akibat infeksi jamur. Di seluruh dunia insidensnya rata-rata 1% (0,148,8%) .Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin dengan perbedaan yang tidak bermakna . Sedangkan menurut Domonkos (1982), penyakit ini lebih sering diderita oleh orang kulit berwarna dan biasanya dengan derajat yang lebih berat . Penyakit dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi pada usia 1030 tahun . Menurut statistik di Amerika Serikat 50% dan penderita vitiligo mulai timbul pada usia sebelum 20 tahun dan 25% pada usia di bawah 8 tahun.

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah: 1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis dan cara mendiagnosis penyakit vitiligo. 2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari vitiligo.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit, seringkali bersifat progresif dan familial yang ditandai oleh makula hipopigmentasi pada kulit yang asimtomatik. Selain kelainan pigmentasi, tidak dijumpai kelainan lain pada kulit tersebut. Vitiligo adalah depigmentasi lokal bawaan pada kulit, rambut, dan kadangkadang mukosa, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, dengan ciri khasnya kehilangan melanosit secara utuh. B. Epidemiologi Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai 8,8 %. Dapat mengenai semua ras dan kelamin. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sama. Hanya saja penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa penderita yang berobat lebih banyak wanita. Hal ini mudah dimengerti karena masalah utamanya adalah kosmetika. Awitan terbanyak sebelum umur 20 tahun. Ada pengaruh faktor genetik. Pada penderita vitiligo, 5 % akan mempunyai anak dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20-40%.

6

Umumnya vitiligo muncul setelah kelahiran, dapat berkembang di masa anak-anak, onset usia rata-ratanya adalah 20 tahun. Sementara ahli berpendapat vitiligo dijumpai baik pada pria maupun wanita, tidak berbeda signifi kan dalam hal tipe kulit atau ras tertentu.4,5 Pada 25% kasus, dimulai pada usia 14 tahun; sekitar separuh penderita vitiligo muncul sebelum berusia 20 tahun. C. Etiologi Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa faktor pencetus sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis. Penyebab vitiligo sangat komplek. Diduga vitiligo terjadi disebabkan oleh beberapa langkah. Yang pertama Genetic step dimana muncul beberapa gen ( seperti NALP1), dimana menyebabkan seseorang menjadi suspek untuk pertumbuhan vitligo. Masih belum diketahui apa yang di kontrol oleh gen ini. Kedua Triggering step step ini memperlihatkan beberapa keadaan yang memicu penghancuran dari pigmen sel. Terdapat beberapa macam triger yang memacu dan mungkin tidak sama untuk semua situasi vitiligo (sunburn, trauma, kehamilan, dll). Yang ketiga Immune step. Sistem imun juga dapat ditemukan bersamaan dengan destruksi dari pigmen sel. Itulah mengapa vitligos sering dikaitkan dengan penyakit autoimun. Beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain : 1) Faktor mekanis Pada 70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi. 2) Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A Pada 15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan yang berat. 3) Faktor hormonal Diduga vitiligo memburuk penggunaan kontrasepsi oral tetapi masih diragukan. D. Patogenesis

7

Kelainan kulit pada vitiligo disebabkan oleh karena kurangnya /tidak adanya melanosit yang ditandai dengan macula hipopigmentasi. Beberapa teori tentang pathogenesis terjadinya vitiligo antara lain : 1. Teori Autoimmune Adanya hubungan antara kelainan system imun menyebabkan terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang sering sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis Hashimoto, anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata, dan sebagainya. Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal, dan adrenal meningkat secara bermakna, tetapi antibody spesifik terhadap melanosit tidak dijumpai. Vitiligo juga sering didapatkan dengan penderita melanoma, halo nevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada (uveitis dan vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut , dapat pula dijumpai antibody spesifik terhadap pure vitiligo. 2. Factor neurohumoral Melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga factor neural berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit . Pada beberapa lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons transmitter saraf,misalnya asetilkolin. 3. Teori rusak diri ( self destruction theory) Teori ini menyebutkan bahwa pada penderita vitiligo kehilangan mekanisme perlindungan intrinsik untuk mengeliminasi metabolit yang terbentuk pada melanogenesis. Contohnya monomethyl- dan monobenzylether hidrokuinon yang dipakai dalam pengobatan melasma dan obat-obat ini dapat pula menyebabkan lesi-lesi semacam vitiligo. 4. Hipotesis autositotoksik Berdasarkan observasi, pada saat sintesis melanin terbentuk bahan kimia yang sitotoksik terhadap sitoplasma sel, yang kemudian akan merusak komponen penting pada sel seperti mitokondria. 5.

Hipotesis genetik

8

Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan melalui autosomal dominan. Cacat genetik ini dapat menyebabkan ditemukannya melanosit abnormal yang mudah mengalami trauma sehingga dapat mengganggu produksi dan differensiasi melanosit. Faktor genetik yang mengatur biosintesis melanin, Respon terhadap stress oksidatif dan regulasi autoimunitas juga berkaitan dengan pathogenesis vitiligo. Dari serangkaian proses yang dapat menyebabkan vitiligo dapat disimpulkan bahwa penurunan aktivitas melanosit dan kurangnya kadar melanin merupakan faktor utama terjadinya vitiligo.

E. Klasifikasi Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas : 1. Vitiligo lokalisata a. Fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak segemental b. Segemental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokasinya unilateral pada satu areal tubuh, sering dijumpai pada anak-anak c. Mukosal : hanya terdapat pada membran mukosa 2. Vitiligo Generalisata a. Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu dibnyak tempat c. Universal : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir seluruh tubuh

9

F. Gejala Klinis Vitiligo lebih sering terkena pada orang usia sebelum 20 tahun,wanita dan pria memiliki insidensi yang sama tidak signifikan.Makula berwarna putih dengan diamtere beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter bulat atau lonjong dengan batas tegas,tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang tampak macula hipomelanosis selain macula apigmentasi. Dalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi normal atau

hiperpigmentasi

disebut

repigmentasi

perifolikular.

Kadang-kadang

ditemukan tepi lesi yang meninggi ,eritema, dan gatal disebut inflamatoar. Bercak pada vitiligo biasanya ditemukan pada area wajah, tangan, bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Trauma dan stress dikatakan factor presipitasi. Makula yang amelanotik didapatkan di daerah hiperpigmentasi, misalnya aksila, inguinal, areola, dan genitalia. Distribusi lesi biasanya simetrik, meskipun ada pula yang unilateral, yang merupakan susunan dermatom. Makula mempunyai gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Rambut pada lesi tersebut sering mempunyai pigmen yang normal, tetapi pada lesi yang sudah lama, rambut sering amelanotik. Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi. Keluhan umum terutama adalah masalah kosmetik. Repigmentasi pernah dilaporkan pada sekitar 10% kasus. Vitiiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas yaitu : fokal, segmental, generalisata, acrofacial, dan universal.

10

Vitiligo fokal (localized) : satu macula yang terisolasi atau beberapa macula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya (terdapat satu atau dua tempat di bagian tubuh).

Gambar 1 : Vitiligo fokal Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.

11

Gambar 2: Vitiligo segmental Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai, khas dengan beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini sering menyebar dan menyerang daerah permukaan ekstensor, terbanyak didapatkan pada sendi interfalangeal, sendi interfalangeal metacarpal/metatatarsal, siku, dan lutut.

Ga mbar 3. Vitiligo generalisata (A) pada dewasa; (B) pada anak Vitiligo acrofacial : adalah depigmentasi pada jari bagian distal dan area perorificial.

12

Gambar 4. Vitiligo acrofacial Vitligo universal : adalah makula depigmentasi dan bercak pada hampir seluruh

bagian

tubuh

sering

berhubungan

dengan

sindrom

multipel

endrokrinopati.

Gambar 5. Vitiligo universal Daerah ekstensor lain yang terkena adalah pergelangan tangan, maleolus, imbilikus, lumbosakral, tibia anterior, dan aksilla. Makula vitiligo dapat bersifat periorifisial dan menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga, mulut, dan anus.

13

Vitiligo periungual dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau bersamaan dengan lesi mucosal (bibir, penis, distal, putting susu). G. Diagnosis Kriteria

diagnosis

utamanya

didasarkan

atas

pemeriksaan

klinis

(anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid, dan lain-lain). Beberapa tes laboratorium sangat membantu, di antaranya level thyroid stimulating hormone, antibodi antinuklear, dan pemeriksaan darah lengkap. Klinisi juga harus mempertimbangkan pemeriksaan serum antitiroglobulin dan antibodi antitiroid peroksidase, khususnya ketika pasien mempunyai tanda dan gejala penyakit tiroid. Antibodi antitiroid peroksidase, secara khusus, dianggap sebagai marker yang sensitif dan spesifik bagi gangguan autoimun tiroid. 1. Evaluasi Klinis Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis. Ditanyakan pada penderita : 1. Awitan penyakit (kapan lesi muncul; perjalanan penyakitnya stabil atau progresif, dan lain-lain) 2. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini 3. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan anemia pernisiosa 4. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan pajanan bahan kimiawi 5. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih. 6. Riwayat fotosensitifitas; disfungsi telinga atau mata; bentuk-bentuk pengobatan sebelumnya. 2. Pemeriksaan Histopatologi Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali tidak ditemukan melanosit. Pada bagian superfisial dermis, perivascular, dan

14

perifollicular umumnya dapat ditemukan infiltrat limfosit di batas lesi vitiliginous (makula). Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi. 3. Pemeriksaan Biokimia Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal. H. Diagnosis Banding Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu : 1. Tinea versicolor Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaannya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukkan adanya hyfa dan spora.

Gambar 6. Tinea versicolor 2. Pityriasis Alba Lesi berupa bercak hipopigmentasi an dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan, dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopik.

15

Gambar 7.Pityriasis Alba 3. Tuberous sclerosis Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi di daerah punggung dan ekstremitas.

Gambar 8.Tuberous sclerosis 4. Piebaldism Merupakan penyakit genetic yang diturunkan secara dominan autosomal yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut . Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada penyakit ini.

16

Gambar 9. Piebaldism 5. Nevus Anemicus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaaan histology dijumpai melanosist dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.

Gambar 10. Nevus Anemicus 6. Halo Nevus Halo nevus adalah lesi kulit yang jinak dengan gambaran umum melanositik

dengan

infiltrat

inflamasi

yang

menghasilkan zona depigmentasi sekitar nevus.

berkembang

dan

17

Gambar 11. Nevus Halo 7. Vogt-Koyanagi-Harada Vogt-Koyanagi-Harada

(VKH)

penyakit

adalah

gangguan

multisistemik ditandai dengan panuveitis granulomatous dengan ablasio retina eksudatif yang sering dikaitkan dengan manifestasi neurologis dan kulit. VKH dianggap sebagai penyakit yang diperantarai sel autoimun terhadap melanosit. Namun, patogenesis penyakit VKH tidak pasti, meskipun spektrum yang luas ditemukan dalam gangguan ini menunjukkan mekanisme

sentral

untuk

menjelaskan

manifestasi

multisistemik.

Peradangan dan hilangnya melanosit telah dijelaskan dalam beberapa jaringan, termasuk kulit, telinga bagian dalam, meninges, dan uvea. Perubahan

histopatologis

menunjukkan

secara menular atau

autoimun untuk

penyakit ini.

Gambar 12. Vogt-Koyanagi-Harada 8. Idiopathic guttate hypomelanosis

18

Idiopathic guttate hypomelanosis (IGH) adalah leukoderma jinak namun etiologi tidak diketahui. Idiopathic guttate hypomelanosis yang paling sering biasanya mengenai seseorang setengah baya, berkulit terang,wanita, tetapi dapat juga pada pria dan orang yang berkulit gelap dengan riwayat jangka panjang terkena paparan sinar matahari.Idiopathic guttate hypomelanosis adalah kondisi jinak. Penyebabnya tidak diketahui, tapi tampaknya berhubungan dengan efek matahari pada melanosit, yang membuat mereka merosot. I. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan proses depigmentasi. Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk cadangan baru melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan pigmen melanin. Ada banyak pilihan terapi yang dapat memberikan hasil cukup memuaskan pada sebagian besar pasien. Walaupun begitu, pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, karena sel yang baru terbentuk akan berproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami depigmentasi. Oleh karenanya 3 bulan merupakan waktu minimal untuk melihat derajat respon terhadap pengobatan yang diberikan. Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas: 1. Pengobatan secara umum yaitu:  Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya 

kepada penderita maupun orang tua Penggunaan tabir surya (SPF12-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu:  Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit

19

 Trauma

yang

diakibatkan

sinar

matahari

(sunburn)

selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomenon)  Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit normal menjadi lebih gelap Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB 

Kamuflase kosmetik Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkan bercak putih

sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend. 2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia penderita yaitu: A. Usia dibawah 12 tahun  Steroid topikal Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Steroid topikal merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Pengguaan steroid topikal yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada 

kulit, telengiektasis. Tacrolimus topikal Berdasarkan penelitian tacrolimus topikal 0.1% dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan

penelitian,

penggunaan

tacrolimus

topical

0.1%

20

memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan steroid topikal poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya 

menghilang setelah beberapa hari pengobatan. PUVA topikal Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1-0,3%. Dioleskan 12-30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang dpigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai

terjadi

eritema

yang

ringan.

Pemaparan

dapat

juga

menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu, tetapi tidak dalam 2 hari berturut – turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi fototoksik dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan. B. Usia lebih dari 12 tahun (remaja) 

SISTEMIK PUVA Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP, Oxsolaren), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. dosis yang diberikan 0,2 – 0,4 mg/kg/BB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal

21

pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pngobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut. Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon 

pengobatan. TERAPI BEDAH Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah, yaitu : 1. Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tehnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor yang resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali repigmentasi. 2. Suction Blister Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bulla pada kulit yang pigmentasinya normal menggunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula

22

yang terbentuk dipotong dan dipindahkan ke daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit 

dibandingkan prosedur graft yang lain. DEPIGMENTASI Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari 2 kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka krim tersebut dapat dioleskan pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat sitotoksik terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversibel. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya.



TATTO (MIKROPIGMENTASI) Tatto merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen. Tehnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada daerah yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu terdapat herpes simplex labialis.

23

Grafik 1 : Algoritma terapi vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B ; PUVA = Psoralen dan ultraviolet A light; PUVASOL = Psoralen, Ultraviolet A, dan solar light.

Luas Lesi

Jika < 20% permukaan kulit

Jika ≥ 20% permukaan kulit

Kortikosteroid topikal, immunomodulator, atau Calcipotriol atau kombinasi ketiganya

Fototerapi ; NB-UVB atau PUVA atau PUVASOL

PUVA topical atau Fototerapi topikal

Jika tidak respon dan lesi > 50%

Skin grafting atau transplantasi melanosit

Tidak berespon Tidak berespon

Depigmentasi

24

J. Prognosis Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigemntasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dala beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasil jarang memuaskan secara kosmetik. BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Vitiligo adalah depigmentasi lokal bawaan pada kulit, rambut, dan kadangkadang mukosa, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, dengan ciri khasnya kehilangan melanosit secara utuh. Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa faktor pencetus sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis. Vitiligo lebih sering terkena pada orang usia sebelum 20 tahun,wanita dan pria memiliki

25

insidensi yang sama tidak signifikan.Makula berwarna putih dengan diamtere beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter bulat atau lonjong dengan batas tegas,tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang tampak macula hipomelanosis selain macula apigmentasi. Kriteria diagnosis utamanya didasarkan

atas

pemeriksaan

klinis

(anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid, dan lain-lain). Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan proses depigmentasi. Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk cadangan baru melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan pigmen melanin. Ada banyak pilihan terapi yang dapat memberikan hasil cukup memuaskan pada sebagian besar pasien. Walaupun begitu, pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, karena sel yang baru terbentuk akan berproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami depigmentasi. Oleh karenanya 3 bulan merupakan waktu minimal untuk melihat derajat respon terhadap pengobatan yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA Bleehen, S. and A. Anstey, Disorders of Skin Colour, in Rook's Textbook of dermatology, T. Burns, et al., Editors. 2004, Blackwell: Victoria. p. 39.14. Burkhart, C.G. Tinea versicolor. 2012 Available from: .http://www.emedicine.com. Davis, L. Nevus Anemicus. 2012 Available from: http://www.emedicine.com. Groysman, V. Vitiligo Differential Diagnoses. 2011 Available from: .http://www.emedicine.com. Halder, R.M. and S.J. Taliaferro, Vitiligo, in Fitzpatrick's dermatology general medicine, K. Wolff, et al., Editors. 2008, Mcgraw hill: New York. p. 616622. Harahap, M., Vitiligo, in Ilmu penyakit kulit. 2000, Hipokrates: Jakarta. p. 151-15. Janniger, C.K. Piebaldism. 2012 Available from: http://www.emedicine.com. Nambi, R. Dermatologic Manfestations of Tuberous Sclerosis. 2012 Available from: http://www.emedicine.com.

26

Soepardiman, L., Kelainan pigmen, in Ilmu penyakit kulit dan kelamin, A. Djuanda, M. Hamzah, and S. Aisah, Editors. 2010, Fakultas kedokteran universitas indonesia: Jakarta. p. 296-298. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Disorders of pigmentation, in Thieme clinical companions dermatology. 2006, Thieme: New york. p. 375-378. Walton, R.C. Vogt-Koyanagi-Harada Disease 2012 Available from: http://emedicine.medscape.com/article. White, S.W. Idiopathic Guttate Hypomelanosis 2011

Available from:

http://emedicine.medscape.com/article. Zabawski, E.J. Halo Nevus. 2012 Available from: Zaidi, Z. and S.W. Lanigan, Disorders of pigmentation, in Dermatology in clinical practice. 2010, Springer: London. p. 307-311. Zeina, B. Dermatologic Manifestations of Pityriasis Alba. 2011 Available from: http://www.emedicine.com.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF