Refrat Sindrom Tourette
December 20, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Refrat Sindrom Tourette...
Description
BAB I PENDAHULUAN Sindrom Tourette atau dikenal dengan Tourette disorder, Gilles de la Tourette syndrome (SGT) adalah suatu gangguan neuropsikiatri dengan awitan penyakit dimulai pada masa kanak-kanak yang ditandai dengan tics motorik multiple dengan satu atau lebih tics vocal.
Tics vocal multiple yang dapat diikuti
palilalia (bicara dengan kata-kata yang tidak dimengerti dan berulang-ulang), koprilalia (bicara kotor berulang-ulang tentang alat kelamin) , dan ekolalia (mengulang atau meniru kata-kata) (Resna dkk, 2003). Tics adalah gerakan motorik atau vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, rekuren, non ritmik dan stereotipik. Tics pada SGT sering terjadi berkali-kali dalam sehari dan terjadi hampir setiap hari dalam periode lebih dari 1 tahun dan selama periode ini tidak pernah terdapat bebas tics lebih dari 3 bulan berturut-turut. (Resna dkk, 2003). Istilah sindrom Tourette diambil dari nama seorang dokter ahli saraf berkebangsaan Perancis (French neurologist), Georges Gilles de la Tourette (1857-1904). Gejala dari Tourette sindrom biasanya muncul pada usia 5 dan 10 tahun, yang bisanya diawali dengan gejala yang ringan, gerakan tics ringan pada wajah, kepala, atau tangan. Seiring dengan berjalannya waktu, tics akan lebih sering muncul, dan akan semakin meningkat, mencakup beberapa bagian tubuh seperti batang tubuh, kaki, dan bisa menjadi lebih mengganggu aktivitas hidup sehari-hari (ADLs) (Anonim a, 2009)
1
BAB II ISI 2.1 Definisi Sindrom Tourette adalah suatu gangguan saraf dan perilaku (neurobehavioral disorder), dicirikan oleh aksi tak disadari, berlangsung cepat (brief involuntary actions), berupa gerakan dan suara yang berulang, stereotipik yang dikenal sebagai tics vokal dan motor, juga disertai gangguan kejiwaan (psychiatric disturbances) (Anonim a, 2006). Istilah sindrom Tourette diambil dari nama seorang dokter ahli saraf berkebangsaan Perancis (French neurologist), Georges Gilles de la Tourette (1857-1904).
Gambar. Georges Gilles de la Tourette (1859–1904) Gejala awal dari sindrom Tourette sebagian besar selalu ditemukan pada masa anak-anak dengan onset antara 7 dan 10 tahun. Sindrom Tourette dapat terjadi pada orang-orang dari semua kelompok etnis. Laki-laki lebih sering terkena 3 sampai 4 kali dari pada wanita (Anonim a, 2006).
2
Diperkirakan 200.000 orang Amerika memiliki bentuk dari sindron Tourette yang paling parah. Dan sebanyak satu dari 100 orang menunjukkan gejala yang lebih ringan dan gejala kompleks yang lebih sedikit seperti tic vocal dan motorik kronis atau tics sementara pada anak-anak. Meskipun penyakit ini dapat menjadi kondisi kronis dengan gejala yang berlangsung seumur hidup, sebagian besar orang akan mengalami gejala terburuk di awal remaja, dengan perbaikan yang terjadi di akhir remaja dan berlanjut sampai dewasa (Anonim a, 2006).
Gambar. Tic Motorik
I.2 Etiologi Mekanisme yang mempengaruhi kerentanan terhadap pewarisan Tourette belum terbentuk, dan etiologi yang tepat tidak diketahui. Namun menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa, sindrom Tourette ini merupakan hasil dari adanya disfungsi pada korteks dan subkorteks daerah, talamus, basal ganglia dan korteks frontal. Adanya interkoneksi pada sirkuit di daerah ini dan neurotransmitter (dopamine, serotonin, dan norepinefrin) bertanggung
3
jawab untuk komunikasi antara sel-sel saraf. Memberikan gambaran yang kompleks dari sindrom Tourette (Anonim a, 2006).
Gambar. Struktur Otak -
Genetik: 50% pada kembar monozigot, 8% pada dizigot.
-
Neurokimiawi: lemahnya pengaturan dopamin di caudate nucleus.
Menurut Moe PG, et.al. (2007), sindrom Tourette dapat dipicu (triggered) oleh stimulan seperti: methylphenidate dan dextroamphetamine, di samping juga adanya ketidakseimbangan (imbalance) atau hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama dopamin dan serotonin. Riset yang dilakukan Cuker A et.al. (2004), berhasil menemukan candidate locus untuk Gilles de la Tourette syndrome/obsessive compulsive disorder/chronic tic disorder, yakni pada lokus 18q22.
I.3 Patofisiologi Penyebab
pasti patofisiologi dan psikopatologi sindrom Tourette tidak
diketahui dengan pasti. Tapi faktor genetik diduga memainkan peran dalam perkembangan penyakit ini. Hal ini didukung oleh laporan penelitian bahwa
4
sindrom Tourette dan gangguan tics motorik dan tics vocal kronis, kemungkinan terjadi pada keluarga yang sama (Resna dkk, 2003). Penyebab dari sindrom Tourette berhubungan dengan komponen genetik. Penelitian pada keluarga menunjukkan sifat dapat diturunkan dari orang tua kepada anak. Kembar identik pernah digambarkan dengan penyakit Tourette. tetapi belum jelas bahwa gangguan Tourette adalah gangguan autosomal dominan. Orang tua yang menderita atau memiliki gen untuk menderita gangguan Tourette memiliki kecenderungan untuk menurunkannya pada anak-anaknya. Penyakit Tourette pada anak-anak yang tidak terkait dengan genetik berkisar 10-15%. Komplikasi kehamilan, berat badan lahir rendah, trauma kepala, keracunan karbon monoksida, dan ensefalitis diduga terkait dengan munculnya gangguan Tourette non-genetik (Anurogo, 2009).
Kelainan yang dominan menunjukkan sesuatu yang dikenal sebagai penetrance tidak lengkap, yang berarti bahwa tidak semua orang dengan gen, akan memiliki gejala gangguan Tourette. Dengan kata lain, jika orang tua mewariskan gen pada anak, anak mungkin tidak memiliki gejala dari penyakit ini. Jika anak perempuan mewarisi gen, ada 70 % kemungkinan bahwa ia akan memiliki minimal satu dari tanda-tanda gangguan Tourette. Di sisi lain, jika seorang anak laki-laki mewarisi gen, ada 90 % kemungkinan bahwa ia akan memiliki minimal satu dari tanda-tanda gangguan Tourette (Anurogo, 2009). Pada gangguan yang dominan, dapat juga muncul dengan tampilan yang berbeda. Ini berarti bahwa ada perbedaan ekspresi dari gen gangguan Tourette
5
pada orang yang berbeda. Sebagai contoh, seseorang dengan gangguan Tourette mungkin menderita gangguan obsesif-kompusif, yang lain akan menderita gangguan tics kronis, sedangkan yang lainnya akan menunjukkan gejala gangguan Tourette lengkap. Selain itu, terdapat perbedaan ekspresi antara pria dan wanita. Pria cenderung memiliki gejala gangguan Tourette lengkap, atau kelainan tics kronis, sementara wanita sementara perempuan lebih cenderung memiliki gangguan obsesif-kompulsif (Anurogo, 2009). Sedangkan peneliti lain melaporkan terdapat bukti-bukti keterlibatan sistem dopamine, opiate endogen, sistem noradrenergic abnormal, anatomi basal ganglia, abnormal, dan faktor imunologis post streptococcal syndrome dan lain-lain yang masing-masing berperan pada SGT (Anurogo, 2009). 2.4 Epidemiologi Prevalensi seumur hidup SGT diperkirakan 4-5 per 100.000 kasus. Terjadi pada berbagai macam suku bangsa dan kebudayaan. Awitan tics motorik terjadi lebih awal dari pada tics vocal, yaitu rata-rata umur 7 tahun, tapi pernah dilaporkan dapat terjadi pada umur 2 tahun. Sedangkan tics vocal terjadi rata-rata pada umur 11 tahun. SGT terjadi sekitar 3 kali lebih sering pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Anak lelaki:anak wanita = 35:1. Prevalensi diperkirakan 0,03–1,6%, namun banyak kasus ringan yang luput dari perhatian medis (Anurogo, 2009). Sebanyak dua pertiga penderita mengalami perbaikan gejala saat dewasa, namun perbaikan total jarang terjadi.
6
Terdapat komorbiditas yang tinggi dengan kecemasan (anxiety), depresi, obsessive-compulsive disorder (OCD) dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) (Anonim a, 2006). 2.5 Manifestasi Klinis Sindron Tourette adalah sindrom dengan berbagai variasi gejala yang dapat dibagi kedalam gejala-gejala motorik terdiri dari tics motorik sederhana dan tics motorik kompleks serta gejala vokal. Gejala dari sindrom Tourette berupa tics vocal dan tics motorik 1. Tics Motorik Tics motorik dapat berupa tics motorik sederhana, dan kompleks. Tics motorik sederhana misalnya : - Mata berkedip - Wajah meringis - Bibir merengut - Tangan tersentak-sentak, sentakan kepala - Sering mengangkat-angkat bahu dan lain-lain. Tics sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu. Beberapa tics motorik sederhana tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom Tourette, yang melibatkan lebih dari tics motorik sederhana. Misalnya orang dengan sindrom Tourette bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang-ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
7
Tics motorik kompleks dapat berupa pola-pola gerakan terkoordinasi yang melibatkan beberapa kelompok otot, seperti: - wajah meringis dikombinasikan dengan gerakan kepala dan bahu. - gerakan melompat-lompat - membungkuk atau memutar. - menyentuh objek orang lain atau diri sendiri - membenturkan kepala - menulis surat atau kata-kata secara terus menerus dan lain-lain. 2. Tics vocal Tics vocal sederhana bisa diawali dengan mendengung, batuk, suara berdehem, mengeluarkan kata seperti “..uh.. uh..”, “..e..e..e..” dan lainlain. Tics vocal kompleks seperti “..oh boy..”, ‘..you know..”, “..diam..”, gejala palilalia (bicara dengan kata-kata yang tidak dimengerti dan berulang-ulang), koprolalia (bicara kotor berulang-ulang tentang alat kelamin) , dan ekolalia/latah (mengulang atau meniru kata-kata setelah mendengarnya) (Anonim a, 2006). Orang dengan sindrom Tourette seringkali mengalami kesulitan berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut dipertimbangkan dalam lingkungan sosial. Dahulu, mereka dihindari, diasingkan, atau bahkan dianggap kerasukan setan. Impulsiv, agresif, dan perilaku menghancurkan diri sendiri terbentuk pada banyak penderita, dan perilaku obsessivecompulsive terbentuk pada separuh penderita. Anak yang menderita
8
sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan belajar. Kebanyakan juga mengalami kekurangan-perhatian/gangguan terlalu aktif. (Anonim a, 2006). 2.6 Diagnosis 1. Tics vokal dan motor multipel terjadi berkali-kali per hari, hampir setiap hari selama lebih dari satu tahun (tak ada periode bebas tic selama lebih dari tiga bulan). 2. Onset sebelum usia 18 tahun. 3. Ada kesulitan (distress) atau pemburukan (impairment) di dalam fungsi sosial. Tidak ada pemeriksaan darah atau laboratorium yang dibutuhkan untuk diagnosis. Tetapi pemeriksaan neuroimaging seperti magnetic Resonance Imaging (MRI), Computed Tomography (CT), dan EEG, atau tes darah tertentu dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi lain yang mungkin sulit dibedakan dengan sindrom Tourette (Anonim b, 2009). Pedoman Diagnostik Sindrom Tourette Menurut PPDGJ-III: 1. Tic motorik multiple dengan satu atau beberapa Tic vocal, yang harus timbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul 2. Onset hamper selalu pada masa kanaka tau remaja, lazimnya ada riwayat tic motorik sebelum timbulnya tic vocal. Sendrom ini sering memburuk pada usia remaja dan lazim pula menetap sampai usia dewasa.
9
3. Tic vocal sering bersifat multiple dengan letupan vokalisasi yang berulang-ulan, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada kalanya diucapkan kata-kata atau kalimat cabul. Ada kalanya diiringi gerakan isyarat ekopraksia, yang dapat juga bersifat cabul (copropraxia). Seperti juga pada tic motorik, tic vocal mungkin di tekan dengan kemauan untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena stress, dan berhenti saat tidur (Maslim, 2001). 2.7 Diagnosis Banding 1. Dystonia 2. Ballismus 2.8 Penatalaksanaan Pengobatan Tourette berfokus pada identifikasi dan membantu individu dalam mengelola gejala yang paling mengganggu dan paling merusak. Sebagian besar kasus Tourette ringan, dan tidak memerlukan pengobatan farmakologi, dan hanya memerlukan terapi psychobehavioural, terapi pendidikan dan jaminan pun cukup. ( Anonim b, 2009). • Menurut Fauci AS, et.al. (2008), penderita dengan gejala ringan hanya memerlukan edukasi dan konseling (untuk diri mereka dan anggota keluarga mereka). Obat diindikasikan jika tics benar-benar mengganggu aktivitas atau menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
10
Umumnya terapi dimulai dengan pemberian agonist clonidine, dimulai dari dosis rendah dan ditingkatkan dosis dan frekuensinya secara bertahap, sampai hasilnya memuaskan.
Gambar. Clonidin (Salah Satu Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Sindrom Tourette) Guanfacine (0,5–2 mg/hari) merupakan agonist baru yang disukai oleh banyak dokter karena dosisnya hanya sekali dalam sehari.
Jika ini tidak efektif, dapat diberi antipsikotik. Neuroleptik atipikal (risperidone 0,25–16 mg/hari, olanzapine 2,5–15 mg/hari, ziprasidone 20– 200 mg/hari) dipilih karena berhubungan dengan penurunan risiko dari efek samping ekstrapiramidal.
Jika ini tidak efektif, neuroleptik klasik seperti: haloperidol, fluphenazine, atau pimozide dapat diberikan.
Suntikan botulinum toxin efektif untuk mengendalikan tics vokal yang melibatkan kumpulan otot kecil.
11
• Menurut Le T, et.al. (2008) dan Stead LG, et.al. (2004), dapat diberikan psikoterapi suportif dan farmakoterapi, misalnya golongan neuroleptik, benzodiazepines,
dan
lainnya.
Neuroleptik,
seperti:
haloperidol,
risperidone. Benzodiazepines, seperti: clonazepam, diazepam. Lainnya seperti: clonidine, pimozide.
Gambar. Struktur Kimia Haloperidol (Salah Satu Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Sindrom Tourette) • Menurut Moe PG, et.al. (2007), medikasi untuk sindrom Tourette dan tics adalah seperti berikut ini: A. Dopamine blockers 1. Haloperidol (Haldol) 2. Pimozide (Orap) 3. Aripiprazole (Abilify) 4. Olanzapine (Zyprexa) 5. Risperidone (Risperdal) B. Serotonergic drugs
12
Bermanfaat terutama untuk obsessive-compulsive disorder. 1. Fluoxetine (Prozac) 2. Anafranil (Clomipromine) C. Noradrenergic drugs Bermanfaat terutama untuk pasien penderita sindrom Tourette, yang disertai dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). 1. Clonidine (Catapres) 2. Guanfacine (Tenex) D. Lainnya 1. Clonazepam (Klonopin) 2. Baclofen (Lioresal) 3. Pergolide (Permax)
Psikoterapi Psikoterapi mungkin juga akan membantu.
Walaupun masalah-masalah
psikologis tidak menyebabkan sindrom Tourette, namun masalah psikologis tersebut mungkin disebabkan oleh sindrom Tourette. Psikoterapi ini akan membantu seseorang yang menderita Tourette lebih baik dalam mengatasi gangguan dan berhubungan dengan masalah sosial dan ekonomi yang kadang-kadang terjadi. dan baru-baru ini pengobatan perilaku spesifik yang meliputi pelatihan kesadaran dan pelatihan bersaing tanggapan, seperti bergerak secara sukarela sebagai tanggapan terhadap pertanda mendesak, telah menunjukkan efektifitas pada beberapa penelitian (Anonim b, 2006).
13
Selain itu Terapi nonfarmakologis misalnya: edukasi penderita, anggota keluarganya, teman sekolah penderita, memodifikasi lingkungan sekolah sehingga penderita tidak merasa tegang atau tertekan, konseling suportif saat di sekolah dan di luar sekolah juga berperan dalam penatalaksanaan sindrom Tourette (Anonim b, 2006). 2.9 Prognosis Tourette Syndrome adalah kelainan dengan keparahan dari ringan sampai berat. Sebagian besar kasus ringan dan tidak memerlukan perawatan.Prognosis secara keseluruhan positif, namun sebagian kecil anak-anak dengan sindrom Tourette yang parah, gejala dari penyakit ini akan menetap sampai dewasa (Anonim b, 2009).
14
BAB II KESIMPULAN Sindrom Tourette adalah suatu gangguan saraf dan perilaku (neurobehavioral disorder), dicirikan oleh aksi tak disadari, berlangsung cepat (brief involuntary actions), berupa gerakan dan suara yang berulang, stereotipik yang dikenal sebagai tics vokal dan motor, juga disertai gangguan kejiwaan (psychiatric disturbances). Etiologi pasti dari sindrom Tourette belum diketahui dengan pasti, Namun menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa, sindrom Tourette ini merupakan hasil dari adanya disfungsi pada korteks dan subkorteks daerah, talamus, basal ganglia dan korteks frontal. Adanya interkoneksi pada sirkuit di daerah ini dan neurotransmitter (dopamine, serotonin, dan norepinefrin) bertanggung jawab untuk komunikasi antara sel-sel saraf). Penderita sindrom Tourette dengan gejala ringan hanya memerlukan edukasi dan konseling. Obat diindikasikan jika tics benar-benar mengganggu aktivitas atau menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim a. 2006. Tourette syndrome. Diakses pada tanggal 20 Desember 2009. http://www.naset.org/fileadmin/user_upload/Pro_Development/Tourette_S yndrome.pdf 2. Anonim b. 2009. Tourette syndrome. Diakses pada tanggal 20 Desember 2009. http://www.wikipedia.com. 3. Anonim c, 2009. Sindrom Tourette. Diakses pada tanggal 20 Desember 2009. http://www.medicsastore.com 4. Anurogo D. 2009. Mengenal Misteri Sindrom Tourette. Diakses pada tanggal 20 Desember 2009. http//www.macmh.org/publications/fact_sheets/Tourettes.pdf 5. Albin RL, Mink JW: Recent Advances In Tourette Syndrome Research. Trends Neurosci 29:175, 2006. 6. Cuker A, et.al. Candidate Locus For Gilles De La Tourette Syndrome/Obsessive Compulsive Disorder/Chronic Tic Disorder at 18q22. Am J Med Genet A 2004;130:37. 7. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, et.al. (Ed.). Harrison’s Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 2008. Chapter 367. 8. Le T, Chin-Hong P, Baudendistel TE. First Aid for the Internal Medicine Boards. Second Edition. International Edition. McGrawHill. USA. 2008:532. 9. Maslim, Rusli. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmju Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.. 10. Moe PG, Benke TA, Bernard TJ. Neurologic and Muscular Disorders. In: Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th edition. Edited by: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. International Edition. Lange Medical Books-McGraw-Hill. USA. 2007;23:761-762. 11. Resna L, Tjhin wiguna, Jan P. 2003. Gilles De La Tourette Syndrome. Indonesian psychiatric Quarterely. Jakarta: Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa
16
12. Stead LG, Stead SM, Kaufman MS, Jacobson EN. First Aid for the Pediatrics Clerkship: A Student to Student Guide. International Edition. McGrawHill. USA. 2004:386.
17
View more...
Comments