Refrat Osteoporosis
October 2, 2017 | Author: Afrizal Adz | Category: N/A
Short Description
xxxscsccs...
Description
BAB I PENDAHULUAN Penderita dengan kelainan metabolic tulang biasanya menunjukkan gejala dan tanda osteopenia yaitu menurunnya massa tulang (osteoporosis) dan menurunnya mineralisasi tulang (osteomalasia). Kelainan metabolic pada tulang dapat menyebabkan fraktur, nyeri dan deformitas pada tulang dan mungkin pula terdapat gejala sistemik dari hiperkalsemia berupa anoreksia, nyeri abdomen, depresi, batu ginjal atau kalsifikasi yang bersifat metastatic. Osteoprosis merupakan kelainan metabolime tulang dimana terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. World Health Organisation (WHO) dan konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit
yang
ditandai
dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur.1 Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran,
perbaikan
dan
pergantian
sel.
Untuk
mempertahankan
kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah
1
yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh penderita, satu diantara tiga wanita yang berumur diatas 60 tahun dan satu diantara enam pria yang berumur diats 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Tulang Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi oleh mineral dan sel-sel tulang. Matriks tersusun sebagian besar oleh kolagen type I dan sebagian kecil oleh protein non kolagen, seperti proteoglikan, osteonectin (bone spesific protein), osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast dan konsentrasinya dalam darah menjadi ukuran aktivitas osteoblast. Suatu matriks yang tak bermineral disebut osteoid yang normalnya sebagai lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru. Mineral tulang terutama berupa kalsium dan fosfat yang tersusun dalam bentuk hidroxyapatite. Demineralisasi terjadi hanya dengan resorbsi seluruh matriks. 3,4
Sel tulang terdiri 3 macam :3,4 1. Osteoblast Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteocyte.
3
2. Osteocyte Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di bawah pengaruh parathyroid hormon (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteocytic osteolysis) dan transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitif terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan regangan) ini kepada osteoblast. 3. Osteoclast Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh prekursor monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh stimulus kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan meninggalkan cekungan di permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship. Pada tulang mature proporsi kalsium dan fosfat adalah konstan dan molekulnya diikat oleh kolagen. Tulang imature disebut woven bone, dimana serabut kolagennya tidak beraturan arahnya, ditemukan pada stadium awal penyembuhan tulang, bersifat sementara sebelum diganti oleh tulang mature yang disebut lamellar bone , dimana serabut kolagen tersusun paralel membentuk lamina dengan osteocyte diantaranya. Lamellar bone mempunyai 2 struktur yaitu cortical bone yang tampak padat, dan cancellous bone yang tampak seperti spoon atau porous.4 Proses Pembentukan Tulang (Osifikasi) Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan (kartilago) yang berkembang menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan tulang ini akan lengkap pada bulan ketiga kehamilan. Pertumbuhan tulang bayi di dalam rahim dipengaruhi oleh hormon plasenta dan kalsium. Setelah anak lahir, proses pertumbuhan tulangnya diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium, dan aktivitas sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang, dimana keduanya bekerja secara bertolak belakang (osteoblas memicu
4
pertumbuhan tulang, sedangkan osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar tercapai proses pembentukan tulang yang seimbang. Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk kondroblas. Pada awalnya pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epifise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terusmenerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan. Jadi pembentukan tulang keras berasal dari tulang rawan (kartilago yang berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi oleh osteoblas
5
(sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras. Jenis osifikasi: a. Osifikasi endokondral
: pembentukan tulang dari tulang rawan,
terjadi pada tulang panjang b. Osifikasi intramembranosus : pembentukan tulang dari mesenkim, seperti tulang pipih pada tengkorak c. Osifikasi heterotopik : pembentukan tulang di luar jaringan lunak
2.2 Definisi Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang dimana terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan matrik tulang.3
6
2.3 Etiologi Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.5,6 —-
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal
yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.5,6 -2.4 Faktor Resiko Osteoporosis Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.
7
Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan: 1. Jenis kelamin. Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. 2. Usia. Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium. 3. Ras. Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika. 4. Riwayat keluarga. Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena osteoporosis. 5. Sosok tubuh. Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar. 6. Menopause. Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis.
8
Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktorfaktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup. 1. Aktivitas fisik. Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, ototototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat
menurunnya
kekuatan
tulang.
Untuk
menghindarinya,
dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang). 2. Kurang kalsium. Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus. 3. Merokok. Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat. 4. Minuman keras/beralkohol. Alkohol berlebihan dapat menyebabkan lukaluka kecil pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis. 5. Minuman soda. Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra. 6. Stres. Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan
9
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis. 7. Bahan kimia. Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan
limbah
industri
seperti organoklorida yang
dibuang
sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang
-2.5 Jenis-jenis Osteoporosis3-7 a. Osteoporosis primer yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit (proses alamiah). Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya produksi hormon (khusus perempuan yaitu estrogen) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis primer terdiri dari: Osteoporosis primer tipe I. sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca menopause yang terjadi pada wanita usia 5065
tahun,
fraktur
biasanya
pada
vertebra
(ruas
tulang
belakang), iga atau tulang radius. Osteoporosis tipe II. Sering disebut dengan istilah osteoporosis senile, yang terjadi pada usia
lanjut. Hal ini
kemungkinan
merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan
usia
dan
ketidakseimbangan
antara
kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas) (Junaidi,2007). Pasien biasanya berusia ≥70 tahun, pria
dan
wanita
mempunyai
kemungkinan
yang
sama
terserang, fraktur biasanya pada tulang paha. Selain fraktur maka gejala yang pelu diwaspadai adalah kifosis dorsalis, makin pendek dan nyeri tulang berkepanjangan.
10
b. Osteoporosis sekunder yaitu Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang. Penyebab osteoporosis
sekunder
adalah
defisiensi vitamin
paling D
umum
dan
terapi
glukokortikoid. Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di usus, sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk memenuhi kalsium darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Steroid menyebabkan aktivasi osteoklas dan meningkatkan pergantian tulang,
menekan
aktivitas osteoblast, dan menghambat mineralisasi tulang. c. Osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda
2.6 Patogenesis5-8 —-
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada
osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks.
11
Patogenesis Osteoporosis primer Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang vertebrae sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur. Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
12
Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Osteoporosis tipe 2 yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita Usi a lan jut Me Me nur nur unn Gangg unn yauan ya osteo sekr fungsi akti poros esi fra oesteofitas is GHblas fisi ktu dan kr IGF -1
Defisien abso si vit D rpsi Me Ca nur di unn Me Hiper usus ya nur paratir ↓ reab unn oidsm Menin sorp ya sekun gkatny sekr der asi Meningk Ca esi turnov atnya esro erdi resiko ginj gen tulang terjatuh al ( menuru nnya kekuatan otot, medikasi gangguan keseimba ngan, gangguan penglihat an, dan
13
Osteoporosis Sekunder Osteoporosis akibat glukokortikoid merupakan penyebab terbanyak osteoporosis sekunder dan nomor tiga setelah postmenopause dan usia lanjut Keadaan ini berhubungan dengan pemakaian GK meluas sebagai obat antiinflamasi dan sebagai obat imunosupresi. Risiko pemberian GK jangka lama sangat tergantung dengan dosis perhari, lamanya pemberian, jenis kortikosteroid dan dosis kumulatif total. Pada pasien yang mendapat GK jangka lama 50% mengalami fraktur traumatik selama periode 1 tahun pertama pemberian GK. Bone loss lebih cepat timbul pada bulan pertama setelah pemberian GK. Pemberian prednison 6 mg perhari meningkatkan risiko bone loss dan fraktur, terutama dalam 6 bulan pertama. Berbagai mekanisme yang menyebabkan osteoporosis akibat pemberian GK jangka lama adalah : 1. Supresi fungsi osteoblas yang secara potensial meningkat kan apoptosis osteoblas. 2. Peningkatan resorpsi osteoklas akibat stimulasi resorpsi tulang 3. Gangguan absorpsi kalsium di usus. 4. Peningkatan ekskresi kalsium di urine dan induksi
oleh
hiperparatiroidisme sekunder 5. Induksi miopati yang menyebabkan risiko mudah jatuh Kelebihan Glucokorticoid
menyebabkan kehilangan massa tulang
yang difuse terutama pada tulang yang bersifat trabekular dibanding dengan tulang kortikal. Kehilangan massa tulang disebabkan
oleh supresi fungsi
osteoblast,
yang
inhibisis
hyperparatiroidism
absorpsi calsium
sekunder
dan
oleh
usus
menyebabkan
peningkatan fungsi resorspsi tulang oleh
osteoclas. Kehilangan massa tulang juga dipromosikan oleh stimulasi langsung oleh glukokortikoid. Hypogonadism, mungkin meningkatkan efek supresi glukokortikoid
pada aksis hypofisis-hipothalamus. Dalam
keadaan normal
terdapat keseimbangan antara pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Mekanisme bone loss pada pengobatan GK jangka lama adalah akibat penurunan pembentukan tulang dan meningkatnya resorpsi
14
tulang. Pembentukan tulang menurun akibat penekanan fungsi osteoblas dan kadang-kadang
menyebabkan
hormon-mediated
activity
osteoclast
yang
ditandai dengan penekanan langsung pada fungsi osteoblas. Supresi osteoblas menyebabkan penurunan sintesis matriks tulang sehingga pembentukan tulang menurun. Kadar serum osteocalcin menurun bersama-sama dengan fungsi osteoblas dalam 1 minggu pengobatan. Glukokortikoid menekan proliferasi osteoblas untuk melekat pada matriks tulang; sintesis kolagen dan non kolagen juga dihambat. Sebaliknya meningkatnya resorpsi tulang pada pasien yang mendapat GK jangka lama diakibatkan oleh hiperpartatiroidisme sekunder. Manifestasi kenaikan kadar hormon paratiroid adalah menurunnya kadar kalsitonin yang dikeluarkan oleh kelenjar paratiroid sehingga efek penekanan osteoklas menurun, resorpsi tulang meningkat. Di samping itu pemberian GK akan menyebabkan absorbsi kalsium di usus menurun.
2.7 Gejala Klinis Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut: 1. Nyeri tulang 2. Tinggi badan berkurang 3. Deformitas tulang Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga terjadi paraparesis.
-2.8 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 15
2.8.1 Pemeriksaan Fisik Tinggi badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal dan penurunan tinggi badan. 2.8.2 Pemeriksaan Penunjang a. Radiologis9 Gambaran radiologi yang khas adalah penipisan korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebrae yang memberikan gambaran picture foramen vertebrae.
Gambaran radiologis osteoporosis b. Densitas Massa tulang (Densitometri)9 Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry),
yang
digunakan
untuk
pemeriksaan
vertebra,collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh. Tujuan dari pengukuran massa tulang: menentukan diagnosis, memprediksi terjadinya
16
patah tulang dan menilai perubahan densitas tulang setelah pengobatan atau senam badan. Kategori WHO untuk diagnosis
massa
tulang (densitas tulang)
berdasarkan T score:
Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari Tscore.
Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
17
2.9 Penatalaksanaan1-8 Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita dengan osteoporosis meliputi: a. Kalsium. Pemberian kalsium saja tidak akan melindungi wanita dari defisiensi estrogen. Pemberian kalsium tidak boleh melebihi 500 mg per kali pemberian. Sumber makanan yang mengandung kalsium antara lain produk susu dan derivatnya. b. Vitamin D. Sangat penting untuk penyerapan kalsium. Pemberian vitamin D dan kalsium menurunkan fraktur femur proksimal sebesar 25 %. Gallagher & Riggs menunjukkan penurunan bermakna insiden fraktur vertebra pada pemberian vitamin D dibanding placebo. National Institute of Health merekomendasikan pemberian 400 – 800 unit vitamin D perhari khususnya pada orang dengan resiko osteoporosis . c. Estrogen. Estrogen penting dalam pencegahan dan penanganan osteoporosis. Estrogen
menurunkan
aktivitas
osteoklas,
menghambat
PTH
secara
periferal, meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal. Obat antiestrogen seperti tamoxifen yang lazim digunakan dalam terapi kanker payudara mempunyai efek mempertahankan dan meningkatkan bone mass sekitar 70 % dan meningkatkan cardiac lipid profile. Namun dapat meningkatkan resiko kanker kandungan dan efek withdrawlnya meningkatkan bone loss dan memperberat gejala menopause.Sehingga tamoxifen tidak digunakan sebagai terapi osteoporosis. Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-β sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas. d. Kalsitonin . Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengakibatkan kerja sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoklas. Kalsitonin juga membantu mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul pada
keadaan
patah
tulang. Karena bersifat hypocalcemic agent maka
18
pemberiannya harus disertai kalsium . Mempunyai efek penurunan fraktur vertebrae sebesar 75 %, sementara efek pada fraktur femur masih diperdebatkan. Sehingga kalsitonin diindikasikan untuk osteoporosis dengan nyeri. Kalsitonin dapat diberikan dalam bentuk suntikan setiap dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Kalsitonin diberikan sebagai terapi alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon terhadap estrogen. e. Bhisphosphonate. Merupakan analog pyrophosphonate. Mekanisme kerjanya ialah menghambat maturasi, migrasi, penempelan pada tulang, dan aktivitas osteoclast. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat
akan
tetap
berada
di dalam tulang selama berbulan-bulan
bahkan bertahun tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolisme di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal. Terapi bifosfonat diperlukan bila: - Hasil pemeriksaan BMD ditemukan T-score kurang dari -2,5 - Mengalami patah tulang - Ada resiko terjadi osteoporosis, misalnya sangat kurus atau minum -
obat kortikosteroid Wanita sudah menopause
Ada 3 generasi bisphosphonate, yaitu: -
Generasi I ialah etidronate banyak digunakan pada paget disease dan efikasi yang tinggi pada osteoporosis. Dosis 400 mg per hari selama 2 minggu
-
dengan
interval
istirahat
11
minggu.
FDA
tidak
merekomendasikan penggunaannya untuk osteoporosis. Generasi II dan III masih dalam uji klinis. Alendronate menghambat resorbsi 1000 kali lebih besar dibanding pembentukan tulang sendiri. Telah terbukti menurunkan fraktur 50 %. Dosis yang direkomendasi FDA 10 mg/hari untuk BMD 2 SD dibawah rata-rata. Dan 5 mg/hari untuk minimal bone loss. Pemberiannya peroral saat perut kosong. Half life alendronate 10 tahun. Penghentian alendronate tak mempercepat bone loss seperti estrogen.
19
f. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung. 2.10 Pencegahan Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:2 1. Asupan kalsium cukup. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacangkacangan. 2. Paparan sinar matahari. Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. 3. Melakukan olahraga dengan beban. Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut: 20
•
Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik dan joging.
•
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
•
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :
Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50
menit,
lima
kali
dalam
seminggu.
Ini
diperlukan
untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung. Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah
latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan 21
secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30 menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan untuk: •
Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap
•
sehingg mencegah terjadinya cedera. Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi
• •
sedikit. Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan Menimbulkan rasa santai. Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,
siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki. Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang pergelangan tangan. Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai dengan beban dari tubuh itu sendiri.
22
Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau ambil napas dan buang napas secara teratur. Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit. Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang teratur 4. Hindari rokok dan minuman beralkohol. Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang. 5. Deteksi dini osteoporosis. Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang adalah sebagai berikut: a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds. b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka
23
pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA. c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA. e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CTscan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA
BAB III KESIMPULAN
24
Osteoprosis merupakan kelainan metabolime tulang dimana terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis. Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas (osteoblast), sedangkan osteoklas (osteoclast) bertanggung jawab untuk penyerapan tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turn over, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih banyak dari pada proses pembentukan tulang (bone formation). Jadi yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang, yang dipengaruhi oleh mediator-mediator. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang. Faktor resiko seseorang dapat terkena osteoporosis adalah jenis kelamin perempuan, usia yang tua, ras kulit putih, riwayat keluarga dengan osteoporosis, sosok tubuh yang mungil, menopause, aktivitas fisik yang kurang, kalsium yang kurang, perokok, minuman bersoda, stress dan bahan kimia. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah tinggi badan berkurang, bungkuk, patah tulang dan nyeri tulang. Pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian kalsium, vitamin D, estrogen, kalsitonin, bhiphosphonate, dan pemasangan penyangga tulang untuk mengurangi nyeri punggung. Pencegahan
25
yang dapat dilakukan adalah dengan asupan kalsium yang cukup, paparan sinar matahari, melakukan olahraga dengan beban, hindari rokok dan minuman beralkohol serta deteksi dini osteoporosis dengan mengukur kepadatan mineral tulang.
BAB 1V DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI. Wanita dan Pria Memiliki Kecenderungan
26
2. Menderita Osteoporosis; 2005. Diunduh dari URL: http://www.depkes.go.id 3. Terapi dan Pengobatan Osteoporosis; 2011. Diunduh dari URL : http://www.medicastore.com/osteoporosis/artikel_utama/19/Terapi_dan_Peng obatan_Osteoporosis.html. 4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007. 5. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2003. 6. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. 7. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI. 8. News Medical. Osteoporosis Symptoms. 2010;
Diunduh
dari URL:
http://www.news-medical.net/health/Osteoporosis-Symptoms-(Indonesian). 9. Broto, R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17: 47; 2004. 10. Greenspan A. Orthopedic Radiology A Practical Approach. New York: Gower Medical Publishing.
ILUSTRASI KASUS Ny. R 60 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien hanya merasa pegal – pegal pada daerah pinggang yang kemudian lama – kelamaan berubah menjadi rasa nyeri. Nyeri bersifat hilang timbul, nyeri paling terasa pada waktu pasien melakukan pekerjaan seperti mencuci pakaian, menyetrika, mengangkat barang – barang yang berat atau ketika pasien berjalan lama. Nyeri yang menjalar sampai ke daerah tungkai disangkal oleh pasien, tidak ada keluhan pada BAK atau BAB, deman (-) Riwayat penyakit dahulu
27
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Asam urat (-) kencing manis (-) , darah tinggi (+) Riwayat penyakit keluarga Hanya pasien sendiri yang mengalami penyakit seperti ini di dalam keluarga. Riwayat kebiasaan dan pekerjaan Merokok (-), minuman alcohol/soda (-) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum b. Kesadaran c. Tanda-tanda vital: - Tekanan Darah - Nadi - Pernafasan - Suhu
: Tampak sakit ringan : Composmentis : 150/100 mmHg : 100x/menit : 16x/menit : 36,5º C
Status lokalis a. Look (inspeksi) b. Feel (Palpasi) c. Move (Gerak)
: Postur tubuh agak membungkuk, merasa nyeri saat dimintai menegakkan badan : Nyeri tekan dan spasme otot pada area vertebrae lumbo-sakral : Gerak aktif lumbo-sakral terbatas karena nyeri
28
View more...
Comments